refka 2.docx

November 28, 2017 | Author: ani bandaso | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download refka 2.docx...

Description

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RSD MadaniPalu Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako

REFLEKSI KASUS GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT MULTIPEL dan PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF LAINNYA

DISUSUN OLEH:

Ani Bandaso N 111 16 008 PEMBIMBING: dr. Nyoman Sumiati, M.Biomed., Sp.KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA RSU ANUTAPURA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2017

REFLESI KASUS Gangguan Mental Dan Prilaku Akibat Pengguaan Zat Multipel Dan Penggunaan Zat Psikoaktif Lainnya Dengan Gangguan Psikotik Predominan Manik

IDENTITAS PASIEN Nama

: Tn. A

Umur

: 25 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Alamat

: Desa watatu, kec banawa selatan

Pekerjaan

:-

Agama

: Islam

Status Perkawinan

: Belum Kawin

Warga Negara

: Indonesia

Pendidikan

: SD

Tanggal Pemeriksaan : 20 maret 2017 Tempat Pemeriksaan : Bangsal Srikaya Rumah Sakit Daerah Madani Palu Tanggal Masuk RS

: 5 februari 2017 (keempat kalinya)

diagnosis sementara : gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel dan penggunaan zat psikoaktif lainnya diagnosis banding : skizofrenia tak terinci

A. Deksripsi Seorang laki-laki berusia 25 tahun dibawa oleh keluarganya ke RSD Madani dengan keluhan mengamuk yang dirasakan sejak 1 bulan SMRS. SMRS, pasien sering gelisah, mudah marah yang tidak jelas kepada keluarganya, pasien juga susah tidur biasa pasien mulai tidur jam 12 malam sampai pagi pasien belum tidur. kemudian pasien juga merasa dirinya mendengarkan bisikan saat malam hari malam, pasien mendengarkan bisikan yang menyuruhnya untuk membongkar rumah ketika pasien mendengarkan 1

bisikan itu pasien biasa langsung membokar rumah seperti alat dapur yang pasien banting banting, memecahkan kaca yang ada dirumah, menendang kursi dan motornya sendiripun dia rusak, bahkan pasien hampir seluruh peralatan dirumah rusak kecuali tv, bisikan tersebut datang hampir setiap hari. Pasien juga mengkonsumsi obat-obatan seperti THD mulai tahun 20092012. Pasien konsumsi obat-obatan setelah 3 hari kematian ibunya pada tahun 2009 karena pasien merasa sedih atas meninggalnya ibunya, pasien merasa sangat kehilangan sosok ibu yang selalu memperhatikannya, sehingga pasien mulai mengkonsumsi obat-obat untuk menghilangkan rasa sedih dan melupakan ibunya. Pasien awalnya ditawari oleh teman-temannya untuk mengkonsumsi thd. pasien biasanya mengkonsumsi thd sebanyak 5-10 butir thd. Selain itu pasien juga konsumsi obat destro 15 butir diminum bersamaan thd biasa juga pasien hanya meminum destro atau thd saja. Pasien mengkonsumsi obat-obatan tersebut hampir setiap hari, ketika meminum obat tersebut perasaan pasien merasa melayang, ibu terlupakan dan merasa bahagia. Pasien juga sudah 4 kali masuk RSDM pada tahun 2012 sampai sekarang akibat tidak patuh minum obat dan pasien juga sering minum minuman beralkohol setelah keluar lagi dari RS, pasien minum minuman beralkohol berupa cap tikus dan konsumsi lem fox sehingga pasien panyakit nya kambuh kembali. Pasien juga

pernah terluka akibat dari bacokan

musuhnya yang berada di kampung pasien.

B. Emosi terkait Pada kasus ini menarik untuk dibahas karena gejala yang dialami oleh pasien sudah menetap lama dan pasien kooperatif.

C. Evaluasi -

Pengalaman baik

: Pada proses anamnesis pasien kooperatif. 2

-

Pengalaman buruk : Saaat melakukan anamnesis banyak pasien lain yang datang sehingga perhatian pasien teralihkan.

D. Analisis Penyalahgunaan zat adalah suatu perilaku mengonsumsi atau menggunakan zat-zat tertentu yang dapat mengakibatkan bahaya pada diri sendiri maupun orang lain. Menurut DSM, peyalahgunaan zat melibatkan pola penggunaan berulang yang menghasilkan konsekuensi yang merusak. Konsekuensi yang merusak bisa termasuk kegagalan untuk memenuhi tanggung jawab utama seseorang (misalnya: sebagai pelajar, sebagai pekerja, atau sebagai orang tua), menempatkan diri dalam situasi dimana penggunaan zat secara fisik berbahaya (contoh mencampur minuman dan penggunaan obat), berhadapan dengan masalah hukum berulang kali yang meningkat karena penggunaan obat. Memiliki masalah sosial atau interpersonal yang kerap muncul karena pengunaan zat (contoh: berkelahi karena mabuk) (BNN, 2013) Dalam nomenklatur kedoteran, ketergantungan NAPZA adaah suatu jenis penyakit atau “disease entity” yang dalam ICD 10 yang dikeluarkan WHO digolongkan dalam “Mental and behavioral disorders due to psychoactive substance use”. MenurutDSM-IV menggolongkan gangguan ini dalam dua kategori[4] a. Gangguan Penggunaan Zat (substance use disorders) penggunaan maladaptif dari zat psikoaktif, tipe gangguan ini mencakup gangguan penyalahgunaan zat (substance abuse) dan gangguan ketergantungan zat (substance dependence). b. Gangguan Akibat Penggunaan Zat (subtance induced disorders) Gangguanfisiologis

ataupun

psikologis

yang

muncul

karena

penggunaan zat psikoaktif, seperti intoksikasi, gejala putus zat, gangguan mood, delirium, demensia, amnesia, gangguan psikotik, 3

gangguan kecemasan, disfungsi seksual, dan gangguan tidur (Kaplan & Sadock, 2010).

Gangguan Mental dan Prilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif (F10-F19) (Maslim, 2013) F10 : - Gangguan Mental dan Prilaku Akibat Penggunaan Alkohol F 11 : - Gangguan Mental dan Prilaku Akibat Penggunaan Opioida F12 : - Gangguan Mental dan Prilaku Akibat Penggunaan Kanabinoida F13 : - Gangguan Mental dan Prilaku Akibat Penggunaan Sedativa atau Hipnotika F14 : - Gangguan Mental dan Prilaku Akibat Penggunaan Kokain F15 : - Gangguan Mental dan Prilaku Akibat Penggunaan Stimulainsia lain termasuk Kafein F16 : - Gangguan Mental dan Prilaku Akibat Penggunaan Halusinogenika F17 : - Gangguan Mental dan Prilaku Akibat Penggunaan Tembakau F18 : - Gangguan Mental dan Prilaku Akibat Penggunaan Pelarut yang mudah menguap F19 : - Gangguan Mental dan Prilaku Akibat Penggunaan Zat Multipel dan Penggunaan Zat Psikoaktif lainnya. F1x.0 Intoksikasi Akut Intoksikasi Akut: Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alcohol atauzat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku,atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya.

Kriteria Diagnosis Menurut PPDGGJ III 

Intoksikasi akut dikaitkan dengan tingkat dosisyang digunakan, individu dengan kondisi organik tertentu yang mendasarinya (misal: insufisiensi ginjal atau hati) yang dalam dosis kecil dapat 4

menyebabkan efek intoksikasi berat yang tidak proporsional. 

Disinhibisi sosial (penyimpangan perilaku yang masih dapat diterima masyarakat seperti: pesta,atau upacara keagamaan).



Intoksikasi akut merupakan fenomena peralihan yang timbul akibat penggunaan alcohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau prilaku, atau fungsi dan respons, psikofisiologis lainnya. Intensitas intoksikasi berkurang dengan berlalunyawaktu dan pada akhirnya efeknya menghilang bilatidak terjadi penggunaan zat lagi. Dengan demikian orang tersebut akan kembali kekondisi semula, kecuali jika ada jaringan yangrusak atau terjadi komplikasi lainnya (Maslim, 2013).

F1x.1 Penggunaan yang merugikan Kriteria diagnosis menurut PPDGJ III 

Adanya pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan, yang dapat berupa fisik (seperti pada kasus hepatitis karena menggunakan obat melalui suntikan diri sendiri) atau mental (misalnya episode gangguan depresi sekunder karena konsumsi bert alcohol)



Pola penggunaan yang merugikan sering dikecam oleh pihak lain dan seringkali disertai berbagai konsekuaensi social yang tidak diinginkan.



Tidak ada sindrom ketergantungan (F1x.2), gangguan psikotik (F1x.5) atau bentuk spesifik lain dari gangguan yang berkaitan dengan penggunaan obat atau alkohol (Maslim, 2013).

F1x.2 Sindrom Ketergantungan Kriteria Diagnosis

5

Diagnosis yang pasti ditegakkan, jika ditemukan tiga atau lebih gejala di bawah ini dialamidalam masa setahun sebelumnya: a. adanya keinginan yang kuat atau dorongan yangmemaksa (kompulsi) untuk menggunakan zat; b. kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakanzat sejak awal, usaha penghentian atau tingkatpenggunaannya; c. keadaan putus zat secara fisiologis (lihat Flx.3 atauFlx.4) ketika penghentian penggunaan zat ataupengurangan, terbukti menggunakan zat

atau

golonganzat

yang

sejenis

dengan

tujuan

untuk

menghilangkanatau menghindari terjadinya gejala putus zat; d. adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zatpsikoaktif yang diperlukan

guna

diperolehdengan

memperolehefek dosis

lebih

yang

rendah

sama

(contoh:

yang

biasanya

individudengan

ketergantunganalkohol dan opiateyang secara rutin setiap hari menggunakanzat

tersebut

secukupnya

untuk

mengendalikankeinginannya); e. secara progresif mengabaikan alternative menikmati kesenangan karena

penggunaanzat

psikoaktif

lain,

meningkatnya

jumlah

waktuyang diperlukan untuk mendapatkan ataumenggunakan zat atau pulih dari akibatnya; f. terus menggunakan zat meskipun is menyadariadanya akibat yang merugikan kesehatannya

Diagnosis sindrom ketergantungan dapat ditentukan lebih lanjut dengan kode lima karakter berikut: F1x. 20 Kini abstinen F1x. 21 Kini abstinen, tetapi dalam lingkungan yang terlindung (seperti dalam rumah sakit, kumuniti terapeutik, lembaga permasyarakatan, dll)

6

F1x. 22 Kini dalam pengawasan klinis dengan terapi pemeliharaaan atau dengan pengobatan pengganti F1x. 23 Kini abstinen, tetapi sedang dalam terapi obat aversif atau penyekat F1x.24 Kini sedang menggunakan zat F1x.25 Penggunaan berkelanjutan F1x.26 Penggunaan episodic

F1x. 3 Keadaan Putus Zat Kriteria Diagnostik 

Keadaan putus zat merupakan indikator sindrom ketergantungan(lihat Flx.2)

dan

diagnosis

sindrom

ketergantungan

zat

harus

turut

dipertimbangkan. 

Keadaan putus zat, dicatat sebagai diagnosis utama, bila hal ini merupakan alasan rujukan dan cukup parah sehingga memerlukan perhatian medis secara khusus.



Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan. Gangguan psikologis (misalnya anxietas, depresi dan gangguantidur). khas ialah pasien akan melaporkan bahwa gejala putus zat akan mereda dengan meneruskan penggunaan zat (Maslim, 2013).

F1x.5 Gangguan Psikotik Kriteria Diagnostik 

Gangguan psikotik yang terjadi selama atau segera sesudah penggunaan zat psikoaktif (biasanya dalam waktu 48 jam), bukan merupakan manifestasi dari keadaan putus zat dengan delirium (lihat Flx.4) atau suatu onset lambat. Gangguan psikotik onset lambat (dengan onset lebih dari 2 minggu setelah penggunaan zat) dimasukkan dalam Flx.75. 7



Gangguan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif dapat tampil dengan pola gejala yang bervariasi. Variasi ini akan dipengaruhi oleh jenis zat yang digunakan dan keprihadian pengguna zat. Pada penggunaan obat stimulan, seperti kokain dan amfetamin, gangguan psikotik yang diinduksi oleh obat umumnya berhubungan erat dengan tingginya dosis dan/atau penggunaan zat yang berkepanjangan. Diagnosis gangguan psikotik jangan hanya ditegakkan berdasarkan distorsi persepsi atau pengalaman halusinasi, bila zat yang digunakan ialah halusinogenika primer (misalnya Lisergide (LSD), meskalin, kanabis dosis tinggi. Perlu dipertimbangkan kemungkinan diagnosis intoksikasi akut (Flx.0). (Maslim, 2013)

Diagnosis suatu keadaan psikotik dapat ditentukan lebih lanjut dengan kode lima karakter berikut : Flx.50 Lir-skizofrenia (Schizophrenic-like) Flx.51 Predominan waham Flx.52 Predominan halusinasi (termasuk halusinasi alkoholik) Flx.53 Predominan polimorfik Flx.54 Predominan gejala depresi Flx.55 Predominan gejala manik Flx.56 Campuran (Maslim, 2013) Tahapan Terapi[3] a. Fase penilaiaan: pada fase ini diperoleh informasi dari pasien, maka perlu dilakukan evaluasi psikiatri yang komperhensif. Informasi juga dapat dikumpulkan dari karyawan, teman sekolah, ataupun teman kantor. Yang perlu dinilai meliputi: penilaiaan sistematik terhadap tingkat intoksikasi, riwayat medik, psikiatri yang komperhensif, riwayat

8

terapi penggunaan NAPZA sebelumnya, riwayat penggunaan NAPZA sebelumnya, penapisan melalui darah dan urin, skrining penyakit lain b. Fase terapi detoksifikasi c. Fase terapi lanjutan (Elvira, 2013) Terapi substitusi: sering juga di sebut terapi rumatan. Idealnya terapi rumatan: rendah potensi untuk didiversikan, lama aksi cukup panjang, toksisitas rendah, fase doetoksifikasi harus singkat, pasien menerima dengan ikhlas dan baik. Namun belum ditemukan yang ideal sehingga menggunakan agonis (metadon), buprenoprin, antagonis naltrekson (Elvira, 2013). Tahap rehabilitasi: Ada tiga tahap rehabilitasi narkoba yang harus dijalani. Pertama, tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi) yaitu proses pecandu menghentikan penyalahgunaan narkoba di bawah pengawasan dokter untuk mengurangi gejala putus zat (sakau). Tahap kedua, yaitu tahap rehabilitasi non medis dengan berbagai program di tempat rehabilitasi, misalnya program therapeutic communities (TC) (Elvira, 2013)

9

DAFTAR PUSTAKA

BNN, 2013. Pedoman Pencegahan penyalaguna NAPZA, Badan Narkotika Nasional: Jakarta. From :http://www.bnn.go.id/, diakses pada 25 januari 2017

Elvira S, Hadisukanto G, 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Maslim R, 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta.

Sadock B, Shadock, Virginia. 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis, Penerbit EGC. Jakarta

Soetjipto, 2007 Berbagai macam adiksi dan penyalahgunaan narkoba ,indonesian phisician journal, 2007, vol.23 .N0.1., universitas airlangga.

10

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF