Referat Undescended Testis - Anton
October 2, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Referat Undescended Testis - Anton...
Description
REFERAT
UNDESCENDED TESTIS
Disusun oleh: Anton Hilman 105103003393
Pembimbing: dr. Amrizal Umran, SpU
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUP Fatmawati Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2010
LEMBAR PERSETUJUAN
Referat dengan Judul ³Undescended Testis´ Testis ´ Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah di RSUP Fatmawati periode 1 Februari 2010 ± 10 April 2010
Jakarta, Februari 2010
( dr. Amrizal Umran, SpU )
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun judul yang penulis penulis pilih untuk penulisan penulisan makalah
referat ini
adalah ´ Undescended Testis ´. Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang dimiliki. Namun tetap ada hambatan dan kendala yang harus dilewati. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Amrizal Umran, SpU, selaku pembimbing makalah referat dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Jakarta, Februari 2010
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
Undescendcus Undescend cus testis testi s (UDT) atau biasa disebut Kriptorkismus merupakan kelainan bawaan bawaan genitalia genitalia yang paling paling sering sering ditemukan pada pada anak laki -laki. Sepertiga kasus anak-anak anak -anak dengan dengan UDT a adalah dalah bilateral sedangkan dua pertiganya adalah unilateral. Insiden UDT terkait erat dengan umur kehamilan, dan maturasi bayi. Insiden meningkat pada bayi yang lahir prematur dan menurun pada bayi-bayi yang dilahirkan cukup bulan. Peningkatan umur bayi akan diikuti dengan penurunan insiden UDT.
1,2
Insidensnya 3 ± 6% pada bayi laki laki -laki yang lahir cukup bulan dan dan meningkat menjadi 30% pada bayi prematur. Dua pertiga kasus mengalami UDT unilateral dan UDT bilateral. Setelah 100 tahun penelitian mengenai UDT, masih terdapat beberapa aspek yang menjadi kontroversial. Faktor predisposisi terjadinya UDT adalah prematuritas, berat bayi baru lahir yang rendah, kecil untuk masa kehamilan, kembar dan pemberian estrogen pada trimester pertama. 1,2
Testis yang belum turun ke kantung skrotum dan masih berad berada a dijalurnya
mungkin terletak di kanalis inguinalis atau di rongga abdomen, yaitu terletak diantara fossa renalis dan annulus inguinalis internus. Testis ektopik mungkin berada diperineal, diperineal, di luar kanalis inguinalis yaitu d dii antara apo aponeurosis neurosis oblikus eksternus dan jaringan subkutan, suprapubik, atau di regio femoral.
1,3
UDT dapat kembali turun spontan ke testis sekitar 70 ± 77% pada usia bulan. Beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan testis ke dalam skrotum, antara lain: (1) adanya tarikan dari gubernakulum testis (suatu pemadatan mesenkim yang kaya akan matriks ekstraseluler) dan refleks dari otot kremaster, (2) perbedaan pertumbuhan gubernakulum dengan pertumbuhan badan, dan (3) dorongan dari tekanan intraabdominal.
1,2
Gambar 1. Undescended testis (sumber : http/: www.rch.org.au/kidsinfo/UDT.jpg) Alasan utama dilakukan terapi adalah meningkatnya risiko infertilitas, meningkatnya risiko keganasan testis, meningkatnya risiko torsio testis, reisiko trauma testis terhadap tulang pubis dan faktor psikologis terhadap kantong skrotum yang kosong. 1,2 Penatalaksanaan yang terlambat pada UDT akan menimbulkan efek pada testis di kemudian hari. UDT meningkatkan risiko infertilitas dan berhubungan dengan risik risiko o tumor sel germinal yang meningkat 3 ± 10 kali. Atrofi testis terjadi pada usia 5 ± 7 tahun, akan tetapi perubahan perubahan morfologi dimulai pad pada a usia 1 ± 2 tahun. Risiko kerusakan histologi testis juga berhubungan dengan letak abnormal testis.. Pada awal pubertas, lebih dari 90% test is kehilangan sel germinalnya testis pada kasus intraabdomen, sedangkan pada kasus testis inguinal dan preskrotal, penurunan sel geminal mencapai 41% dan 20%.
1,2
Esensi terapi rasional yang dianut hingga saat ini adalah memperkecil terjadinya risiko komplikasi dengan melakukan reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan
(or chi chi o opexy) pexy) .1,2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi
Undescended testis (UDT) adalah suatu kondisi dimana testis tidak dijumpai pada tempat yang semestinya yaitu di dalam skrotum. Dalam hal ini mungkin testis tidak mampu mencapai skrotum tetapi masih berada pada jalurnya jalurnya yang normal normal,, keadaan ini d disebut isebut kriptorkismus, atau atau pa da proses desensus, testis tersesat (keluar) dari jalurnya yang normal, keadaan ini disebut sebagai testis ektopik.
1,2
2.2. Epidemiologi UDT merupakan kelainan kelainan genitalia genitalia kongenital kongenital tersering pada anak anak laki laki. Pada bayi prematur sekitar 30,3% dan sekitar 3,4% pada bayi cukup bulan. Bayi dengan berat lahir < 900 gram seluruhnya mengalami UDT, sedangkan dengan berat lahir < 1800 gram sekita r 68,5 % UDT. Dengan bertambahnya umur menjadi 1 tahun, insidennya menurun menjadi 0,8 %, angka ini hampir sama dengan populasi dewasa.
1,2,6
Tabel 1. Data prevalensi UDT berdasarkan umur oleh Scorer dan Farrington ( 1971)
Dua pertiga kasus mengalami UDT unilateral dan sisanya UDT bilateral. Dengan bertambahnya usia, testis mengalami desensus secara spontan sekitar 70-77% biasanya pada usia 3 bulan, sehingga pada saat usia 1 tahun angka kejadian UDT turun menjadi 1% dibandingkan saat lahir 3, 7%. Setelah usia 1 tahun, testis yang letaknya abnormal jarang dapat mengalami desensus testis secara spontan.
1,2
2.3. Embriologi dan Proses Penurunan Testis
mor dial dial ger ger m cells mengalami Pada minggu keenam umur kehamilan pr iimor migrasi dari y olk sac ke-genital genital r r idge idge. Dengan adanya gen SRY SRY ( ( sex sex deter deter mining mining
r egi egi on Y) , maka akan berkembang berkembang menjadi testis testis pada minggu ke -7. Testis yg berisi prekursor sel-sel Ser Ser t to li besar (yang kelak menjadi tubulus seminifero seminiferous us dan sel-sel Leydig kecil) dengan stimulasi FSH yang dihasilkan pituita pituitar r y y mulai
aktif berfungsi sejak minggu ke -8 kehamilan dengan dengan mengeluarkan MIF
(Mülle (Mü ller r ian ian Inhibiting Fact o or r ) , yang menyebabkan involusi ipsilateral dari duktus muller mulle r ian ian. MIF juga meningkatkan reseptor androgen pada membran sel Leydig . Sel- Pada minggu ke-10-11 kehamilan, akibat stimulasi chorionic gonadotropin yang dihasilkan dihasilkan plasenta da dan n LH dari pituitary sel -sel Leydig akan mensekresi testosteron yang sangat esensial bagi diferensiasi duktus Wolfian menjadi epididimys, epidi dimys, vas deferens, deferens, dan vesika seminalis.
1,6,7
Penurunan Penuru nan testis dimulai pada pada sekitar minggu ke -10. Walaupun Walaupun mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa terdapat beberapa faktor yang berperan penting, yakni: faktor endokrin, mekanik (anatomik), (anatom ik), d an neura neural. l. Terjadi dal dalam am 2 fase yang dimulai sekitar minggu ke -10
a nsabd ominal dan kehamilan segera setelah terjadi diferensiasi seksual. Fase t rr ansabd fase inguin inguino osc rota rotal l . Keduanya terjadi dibawah kontrol hormonal yang berbeda. 1,6,7
Fase t r ransabd a nsabd ominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, di
mana testis mengalami penurunan dari urogenital rogenital r r idge idge ke regio inguinal. Hal ini
ium c rr anialis a terjadi karena adanya regresi ligamentum sus pens pensor or ium nialis dibawah guber r naculum naculum (ligamen pengaruh androgen (testosteron), disertai pemendekan gube yang melekatkan bagian bagian inferior testis ke -segmen bawah bawah skrotum) di bawah pengaruh MIF. Dengan perkembangan yang cepat dari regio abd omin minop opelvic elvic maka testis akan terbawa turun ke daerah daerah inguin inguinal al anterior. anterior. Pada bulan ke -3 kehamilan kehamila n terbentu terbentuk k pro cessus vaginalis yang secara bertahap bertahap berkemb berkembang ang ke arah skrotum. Selanjutn Selanjutnya ya fase ini akan menja menjadi di tidak aktif sampai bula bulan n ke -7 kehamilan.
1,6,7
Gambar 2. Skema penurunan testis menurut Hutson. Keterangan gambar :Antara minggu ke - 8±15 gubernaculum gubernaculum (G) berkembang pada laki-laki, mendekatkan testis (T) ke-inguinal. ke -inguinal. L Ligamentum igamentum suspensorium cranialis cranial is (CSL) mengalami regre regresi. si. Migrasi gubernaculum gubernaculum ke -skrotum terjadi terjadi pada minggu ke- 28 35. B: B: Peranan gubernaculum dan CSL pada diferensiasi seksual rodent. Pada jantan CSL mengalami regresi dan gubernaculum mengalami
perkembangan; sebaliknya
pada
betina
CSL
menetap, dan
gubernaculum menipis dan memanjang. (Sumber : Hutson JM, Hasthorpe S, Heys CF. Anatomical and Functional of Testicular Descent and Cryptorchidism. Endocrine Endocrin e Reviews 1997; 18 (2): 259 -75) Fase inguin inguino osc rotal rotal terjadi mulai bulan ke -7 atau minggu ke -28 sampai dengan minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio inguinal ke-dalam skrotum dibawah pengaruh hormon androgen. Mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun diduga melalui mediasi pengeluaran
calcit onin gene-r gene-r elated p elated pe e ptide ptide (CGRP). Androgen akan merangsang nervus genit ofem femor or al al untuk mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi ritmis guber r naculum naculum . Faktor mekanik yang turut berperan pada fase ini adalah dari gube tekanan abdominal yang meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari cavum abdomen, di samping itu tekanan abdomen abdomen akan
menyebabkan menyebabkan
terbentuknya ujung dari processus vaginalis melalui canalis inguinalis menuju skrotum. Proses penurunan penurunan testis testis ini masih bisa berlangsu berlangsung ng sampai bayi bayi usia 9 12 bulan. 1,6,7
2.4. Etiologi Mekanisme
terjadinya terjadinya
UDT
berhubunga berhubungan n
d engan engan
banyak
fakt or
(multifaktorial) yaitu (1) Perbedaaan pertumbuhan relatif tubuh terhadap funikulus spermatikus atau gubernakulum, (2) peningkatan tekanan abdomen, (3) faktor hormonal:
testosteron,
MIS,
and
ext r rinsic i nsic estrogen, (4) Perkembangan
epididimis, epidi dimis, (5) Perlekatan guber gubernakular nakular (6) Geni Genito to femoral nerve/calcitonin nerve/calcitonin gene gene related peptide (CGRP), (7) Sekunder Sekunder pasca -operasi inguina inguinall yang menyebabkan jaringan ikat.
1,2,3
UDT juga dapat terjadi karena adanya kelainan pada (1) gubernakulum testis, (2) kelainan intrinsik testis, atau (3) defisiensi hormon gonadotropin yang memacu proses desensus testis. Beberapa penelitian telah mengidentifikasi kelompok bayi baru lahir yang beresiko mengalami UDT untuk mencari riwayat alami dan faktor-faktor yang mempengaruhi desensus setelah lahir. Penelitian ini menemukan bahwa UDT secara signifikan lebih banyak ditemukan pada bayi prematur,, kecil untuk masa kehamilan, prematur kehamilan, berat bayi baru lahir yang renda rendah, h, dan 1,2
kembar.
UDT dapat merupakan kelainan tunggal yang berdiri sendiri
( iiso solated
an ano omaly), ataupun bersamaan dengan kelainan kromosom, endokrin, intersex, dan kelainan bawaan lainnya. Bila disertai dengan kelainan bawaan lain seperti hipospadia kemungkinan lebih tinggi disertai dengan kelainan kromosom (sekitar 1,6
12 ± 25 %). Terdapat Terdap at faktor keturunan keturunan terjadinya terjadinya UDT pada kasus -kasus yang
iso isolated , di samping itu testis sebelah kanan lebih sering mengalami UDT. Sekitar 4,0 % anak-anak UDT mempunyai ayah yang UDT, dan dan 6,2 ±9,8% mempunyai saudara laki-laki UDT; atau secara umum terdapat risiko 3,6 kali terjadi UDT pada laki -laki yang mempunyai anggota keluarga UDT dibanding dengan populasi umum.
1,2,6
2.5. Klasifikasi UDT dikelompokkan menjadi 3 tipe:
1. UDT sesungguhnya ( t tr r ue u e undescended) : testis mengalami penurunan parsial melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi
(pal pable) pable) dan tidak teraba ( iim m pal pal pable) pable) . teraba (pal 2. Testis ektopik: testis mengalami mengalami pen penurunan urunan di luar luar jalu jalurr penuruna penuruna n yang normal. 3. Testis r et diraba/dib ba/dibawa awa ke -dasar skrotum tetapi tetapi akibat et r ractile a ctile: testis dapat dira refleks kremaster yang berlebihan berlebihan dapat kemba kembalili segera ke -kanalis inguinalis, bukan termasuk UDT yang sebenarnya. Pembagian lain membedakan t r ru ue e UDT menurut lokasi terhentinya testis, menjadi: abd ominal , inguinal , dan su pr asc asc rrotal otal (gambar 2). Gliding testis atau
sliding testis adalah istilah yang dipakai pada keadaan UDT dimana testis dapat dimanipulasi dimani pulasi hingg hingga a bagian atas skrotum, tetapi segera kem bali begitu tar tarikan ikan dilepaskan.
1,2,6
Gliding testis harus dibedakan dengan testis yang retraktil, gliding testis terajadi akibat tidak adanya guber guber naculum naculum attachment , dan mempunyai processus vaginalis vagina lis yang lebar sehing sehingga ga testis sangat mobile mobile dan meningkat meningkat kan risiko
ver r st st rr echt e cht selama 1 menit pada saat terjadinya torsi. Dengan melakukan ove pemeriksaan fisik (untuk melumpuhkan refleks cremaster), testis yang retraktil akan menetap di dalam skrotum, sedangkan gliding testis akan tetap kembali kekanalis inguinal inguinalis. is.
1,2,6
Gambar 3. Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopik testis.
2.6. Patogenesis dan Patofisiologi Suhu di dalam rongga abdomen kurang lebih 1 -20C lebih tinggi daripada suhu di dalam dalam skrotum, sehingga testis abdominal sela lu mendapatkan suhu yang lebih tinggi tinggi daripada daripada testis normal; hal ini menga mengakibatkan kibatkan kerusakan kerusakan sel -sel germinal testis.
1,2
Pada usia 2 tahun, tahun, sebanyak 1/5 bagian bagian dari sel -sel germinal testis telah mengalami kerusakan, sedangkan pada usia 3 tahun tahun hanya 1/3 sel-sel germinal yang masih normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan akhirnya testis menjadi mengecil. Karena sel -sel Leydig sebagai penghasil hormon androgen tidak ikut rusak, maka potensi potensi seksual tidak mengalami gangguan. Akibat lain yang ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada di skrotum adalah mudah terpluntir (torsio), mudah terkena trauma, dan lebih mudah mengalami degenerasi maligna. 1-3
2.7. Diagnosis 2.7.1. Anamnesis Pada anamnesis, tentukan tentuk an apakah apakah testis pernah teraba di skrotum, riwayat operasi daerah inguinal, inguinal, riwayat prenata l: terapi hormonal pada ibu untuk reproduksi, kehamilan kembar, prematuritas, riwayat keluarga: UDT, hipospadia, infertilitas, intersex, pubertas prekoks. Pada anamnesis juga, yang harus harus di gali adalah tentang prematuritas penderita (30% bayi prematur mengalami UDT), penggunaan obat -obatan saat ibu hamil (estrogen), riwayat operasi inguinal. Harus dipastikan juga apakah sebelumnya testis pernah teraba di skrotum pada saat lahir atau tahun tahun per tama kehidupan (testis r e et t rr actile a ctile akibat refleks cremaster yang berlebihan sering terjadi pada pada umur 4 -6 tahun). Perlu juga digali digali riwayat perkembangan mental anak, dan pada anak yang lebih besar bisa ditanyakan ada tidaknya gangguan gangguan penciuman penciuman (biasanya pen derita tidak menyadari). menyadari). Riwayat keluarga tentang UDT, infertilitas, kelainan bawaan genitalia, dan kematian neonatal.
1,2
Inspeksi pada regio skrotum terlihat hipoplasia kulit skrotum karena tidak pernah ditempati oleh testis. Pada palpasi, testis tidak teraba di di kantung skrotum, melainkan berada di inguinal atau di tempat lain. Pada saat melakukan palpasi untuk mencari keberadaan testis, jari tangan pemeriksa harus dalam keadaan 1,2
hangat. Jika kedua buah testis tidak diketahui tempatnya, harus dibedakan dengan anorkismus bilateral (tidak mempunyai testis). Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan hormonal antara lain hormon testosteron, kemudian dilakukan uji dengan pemberian hormon hCG ( human chor chor ii o nic g onad ot ropin ropin ).
1,2
2.7.2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di ruangan yang tenang dan hangat. Pemeriksaan Pemeriksaa n secara umum harus dilak ukan deng dengan an mencari adanya adanya tanda -tanda -tanda sindrom tertentu , dismorfik, hipospadia, atau genitalia ambigua.
1,2,6
Pemeriksaan testis sebaiknya dilakukan pada posisi terlentang dengan
´ f fr rog og
leg
positi po siti on´ dan jongkok. Dengan 2 tangan yang hangat dan akan lebih baik bila menggunakan jelly atau sabun, dimulai dari SIAS menyusuri kanalis inguinalis ke-arah medial medial dan skrotum. skrot um. Bila teraba testis har harus us dicoba untuk diarahkan diarahkan ke skrotum, dengan kombinasi ´menyapu´ dan ´menarik´ terkadang testis dapat didorong ke-dalam skrotum. Dengan mempertahankan posisi testis didalam skrotum skrotu m selama 1 menit, otot -otot cremaster diharapkan ak an mengalami ´ fatigue fatigue´ ;
bila testis dapat bertahan di dalam skrotum, menunjukkan testis yang
r et et r ractile a ctile sedangkan pada UDT akan segera kembali begitu testis dilepas. Tentukan lokasi, ukuran dan tekstur testis.
1,2,6
Testis yang atropi atau vanishing testis dapat dijumpai pada jalur penurunan yang normal. Kemungkinan etiologinya adalah iskemia masa neonatal akibat torsi. Testis kontra lateralnya biasanya mengalami hipertrofi.Lokasi UDT tersering terserin g terdapat terdapat pada kanalis ingu inguinalis inalis (72%), diikuti supraskrot supraskrotal al (2 0%), dan intra-abdomen (8%). Sehingga pemeriksaan fisik yang baik dapat menentukan lokasi UDT tersebut.
1,2,6
Adanya UDT bilateral yang tidak teraba gonad/testis apalagi disertai hipospadia hipospa dia dan virilisasi, harus dipikirkan dipikirkan kemung kemungkinan kinan intersex, individu individu de ngan
female p pseud seud o -he -her r ma ma ph phro roditism ditism yang berat; atau kromosom XX yang mengalami female Anor An or chia chia kongenital sebagai akibat torsi testis in utero. 3,13,15 Sedangkan simple UDT merupakan hal yang seringkali dijumpai terutama pada bayi yang prematur,
akan tetapi masih dapat terjadi penurunan testis dalam tahun pertama kehidupannya.
1,2,6
2.7.3. Pemeriksaan Laboratorium Pada anak dengan UDT unilateral tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium lebih lanjut. Sedangkan pada UDT bilateral tidak teraba testis dengan disertai hipospadia dan virilisasi, diperlukan pemeriksaan analisis kromosom dan hormonal (yang terpenting adalah menyingkirkan kemungkinan intersex.
17 hyd rro o xy progeste pro gestero rone ne )
untuk
1,2,6
Setelah menyingkirkan kemungkinan intersex, pada penderita UDT bilateral dengan usia < 3 bulan dan tidak teraba testis, pemeriksaan LH, FSH, dan testosteron akan dapat membantu menentukan apakah terdapat testis atau tidak. Bila umur telah mencapai mencapai di atas 3 bulan pemer pemeriksaan iksaan ho rmonal rmonal tersebut harus dilakukan dengan melakukan stimulasi test menggunakan hCG ( human human
ch chor or ii o nic g onad ot ropin ropin hor mone) . Ketiadaan peningkatan kadar testosteron disertai peningkatan LH/FSH setelah dilakukan stimulasi mengindikasikan
an anor chia . 1,2,6 or chia Prinsip stimulasi test dengan hCG atau hCG test adalah mengukur kadar hormon testosteron testosteron pada keadaan keadaan basal dan 24 -48 jam setelah stimulasi. Respon testosteron normal pada hCG test sangat tergantung umur penderita. Pada bayi, respon respon normal setelah hCHG tes t bervari bervariasi asi antara 2 -10x bahkan 20x. 20x. Pada masa kanak-kanak, kanak -kanak, penin peningkatanny gkatannya a sekitar 5 -10x. Sedangkan Sedangkan pada masa pubertas, dengan meningkatnya kadar testosteron basal, maka peningkatan setelah stimulasi stimulasi hCG hanya sekitar 2 -3x.
1,2,6
2.7.4. Pemeriksaan Radiologi USG hanya dapat membantu menentukan lokasi testis terutama di daerah inguinal, di mana hal ini akan mudah sekali dilakukan perabaan dengan tangan. 3 Pada penelitian terhadap 66 kasus rujukan dengan UDT tidak teraba testis,, USG hanya dapat mende testis mendetek tek si 37,5% (12 dari dari 32) testis inguinal; dan tidak tidak dapat mendeteksi mendeteksi testis intra -abdomen. -abdomen.17 Hal ini tentunya sangat tergantung dari pengalaman dan kwalitas alat yang digunakan.
1,6,9
CT scan dan MRI mempunyai ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan USG terutama diperuntukkan diperuntukkan testis intra -abdomen -abdomen (tak teraba testis). MRI mempunyai mempuny ai sensitifitas yang lebih baik untuk digunakan pad pada a anak -anak yang lebih besar (belasan tahun). 3,4,5 MRI juga dapat mendeteksi kecurigaan
keganasan testis. 5 Baik USG, CT scan maupun MRI tidak dapat dipakai untuk
anor or chia chia . 1,6,9 mendeteksi vanishing testis ataupun an Dengan
ditemukannya ditemukannya
metod metode e -metode -metode
yang
non -invasif -invasif
maka
penggunaan angiografi (venografi) untuk mendeteksi testis yang tidak teraba menjadi semakin berkurang. Metode ini paling baik digunakan untuk menentukan
vanishing testis ataupun an anor or chia chia. Dengan metode ini akan dapat dievaluasi pleksus pampiniformis, parenkim testis, dan blind-ending dari vena testis (pada
an anor or chia chia ).5 Kelema Kelemahannya hannya sela selain in infasif, juga ter terbatas batas pada pada umur anak -anak yang lebih besar mengingat mengingat kecilnya ukura ukuran n vena -vena gonad. gonad.
1,6,9
2.7.5. Laparoskopi Metode laparoskopi pertama kali digunakan untuk mendeteksi UDT tidak teraba testis pada tahun 1976. Metode ini merupakan metode infasif yang cukup aman oleh ahli yang berpengalaman. Sebaiknya dilakukan pada anak yang lebih besar dan setelah pemeriksaan lain tidak dapat mendeteksi adanya testis di inguinal. 1,6 Beberapa hal yang dapat dievaluasi selama laparoskopi adalah: kondisi cincin inguinalis interna, pro processus cessus vaginalis ( patent patent atau non- patent patent ), ), testis dan vaskularisasinya serta struktur w olfian -nya.6 Tiga hal yang sering dijumpai saat laparoskopi adalah: blind-ending pembuluh darah testis yang mengindikasikan
an anor or chia chia (44%), testis int r ra-abd a -abd omen (36%), dan struktur c o or r d d (vasa dan vas defer defe r ens ens) yang keluar ke-dalam cincin inguinalis interna. 1,6 2.8. Diagnosis Banding Seringkalili dijumpai Seringka dijumpai testis yang biasanya bera berada da di kantun kantung g skrotum tiba tiba berada berada di daerah inguina inguinall dan pada kead keadaan aan lai n kembali ke tempat semula. Keadaan Keada an ini terjadi karena karena reflek otot kremaster yang terla terlalu lu kuat akibat cuaca dingin, atau setelah melakukan aktifitas fisik. Hal ini disebut sebagai testis retraktil atau kriptorkismus fisiologis dan kelainan ini tidak perlu diobati. Selain itu UDT perlu dibedakan dengan dengan an anorkis orkismus, mus, yaitu testis memang tidak ada. H Hal al ini bias terjadi secara congenital memang tidak terbentuk testis, atau testis yang mengalami atrofi akibat torsio in utero atau torsio pada saat neonatus.
1,2
2.9. Penatalaksanaan Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah memperkecil risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan
reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal
chi o opexy). pexy). 1,6 ataupun dengan cara pembedahan pem bedahan (or chi Penatalaksanaan yang terlambat pada UDT akan menimbulkan efek pada testis di kemudian hari. Dengan asumsi bahwa jika dibiarkan testis tidak dapat turun sendiri setelah usia 1 tahun, sedangkan setelah usia 2 tahun terjadi kerusakan testis yang cukup berma kna, maka saat yang tepat untuk melakukan melakukan terapi adalah pada usia 1 tahun. Pada prinsipnya testis yang tidak berada di skrotum harus diturunkan ke tempatnya, baik dengan cara medikamentosa maupun pembedahan.
1,6
UDT meningkatkan risiko infertilitas dan ber hubungan dengan risiko tumor sel germinal germinal yang meningk meningkat at 3 -10 kali. Atrofi Atrofi testis terja t erjadi di pada usia 5 -7 tahun,, akan tetapi peru tahun perubaha bahan n morfolog morfologii dimulai pada usia 1 -2 tahun. tahun. Risiko kerusakan histologi histologi testis juga berhubung berhubungan an denga dengan n letak abnormal testis. Pad a awal pubertas, lebih dari 90% testis kehilangan sel germinalnya pada kasus intraabdomen, sedangkan pada kasus testis inguinal dan preskrotal, penurunan sel geminal mencapai 41% dan 20%.
1,2
Gambar 4. Penatalaksanaan kriptorkismus yang didapat. http://www.rch.org/afp/20001101/2037.html
Gambar 5. Penatalaksanaan kriptorkismus Kongenital. http://www.rch.org/afp/20001101/2037.html
2.9.1. Terapi Hormonal Terapi hormonal primer lebih lebih banyak digu nakan di Eropa. Hormon yang diberikan adalah hCG,
g onad ot ropin ropinr r eleasing eleasing hor mone (GnRH) atau LH-
r eleasing eleasing hor hor mone (LHRH). Terapi hormonal meningkatkan produksi testosteron dengan deng an menstim menstimulasi ulasi berbaga berbagaii tingka tingkatt jalur hipotalam hipotalamus us -pituitary-gonad -pituitary-gonadal. al. Terapi ini berdasarkan observasi bahwa proses turunnya testis berhubungan dengan androgen. Tingkat testosteron lebih tinggi bila diberikan hCG dibandingkan GnRH. Semakin rendah letak testis, semakin besar kemungkinan keberhasilan terapi hormonal.
1,2,5
Inter Inte r nati nati onal Hea Health lth F oundati on menyarankan dosis hCG sebanyak 250 IU/ kali pada bayi, 500 IU pada anak sampai usia 6 tahun dan 1000 IU pada anak lebih dari 6 tahun. Terapi diberikan 2 kali seminggu selama 5 minggu. Angka keberhasilannya 6 ± 55%. Secara keseluruhan, te rapi h hormon ormon efektif pada beberapa kelompok kasus, yaitu testis yang terletak di leher skrotum atau UDT bilateral. Efek samping adalah peningkatan rugae skrotum, pigmentasi, rambut pubis dan pertumbuhan penis. Pemberian dosis lebih dari 15000 IU dapat menginduksi fusi e pi pi physeal physeal p plate late dan mengurangi pertumbuhan somatik.
1,6
Pemberian hormonal pada kriptorkismus banyak memberikan hasil terutama pada kelainan bilateral, sedangkan pada kelainan unilateral hasilnya
masih belum memuaskan. Obat yang sering dipergu nakan adala adalah h hormone hCG 5
yang disemprotkan intranasal.
2.9.2. Pembedahan Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus UDT adalah
or chi chi o opexy pexy . Keputusan untuk melakukan
or chi chi o opexy pexy harus
mempertimbangkan berbagai berbagai faktor, an antara tara lain lain teknis, risiko anastesi, psikologis anak, dan risiko bila operasi tersebut ditunda. Operasi pada kriptorkismus adalah or chi chi o opexy pexy . Tujuan operasi pada kriptorkismus adalah: (1) mempertahankan fertilitas, (2) mencegah timbulnya degenerasi maligna, (3) menceg ah kemungkinan terjadinya terjadinya torsio testis, (4) melakukan koreksi hernia, dan (5) secara psikologis mencegah terjadinya rasa rendah diri karena tidak mempunyai testis. Operasi yang dikerjakan adalah orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam dalam skrotum deng dengan an melakukan fiksasi pada kantung sub dartos. 1
Tabel. 2 Jenis Tindakan Pembedahan pada Kelaianan UDT dan Tingkat Keberhasilannya
Gambar 6. Or chi chi o opexy pexy . Sumber: http://content.answers.com/main/content/img/galeSurgery/ gesu_02_img0161.jpg Keterangan gambar: Or chi chi o opexy pexy
digunakan digun akan untuk memp memperbaiki erbaiki UDT pada pada anak -anak. -anak. Satu insisi insi si
dibuat pada abdomen yang merupakan lokasi UDT, dan insisi lain dibuat pada skrotum (A). Testis dipisahkan dari jaringan sekitarnya (B) dan dikeluarkan dari insisi abdomen menempel pada s pe per matic matic c o or r d d (C). Testis kemudian dimasukkan turun ke dalam skrotu m (D) da dan n dijahit (E). Komplikasi
O rchiopexy rchiopexy
Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat tindakan pembedahan Or chi chi o opexy pexy antara
lain
1,6
:
1. Posisi testis yang tidak baik karena diseksi retroperitoneal yang tidak komplit (10% kasus)
2. Atrofi testis karena devaskularisasi saat membuka funikulus (5% kasus)
3. Trauma pada pada vas deferens deferens ( 1 ±2% kasus) 4. Pasca-operasi torsio
5. Epididimoorkhitis 6. Pembengkakan skrotum 2.10. Komplikasi UDT Telah lama diketahui bahwa komplikasi utama yang dapat terjadi pada UDT adalah keganasan testis dan infertilitas akibat degenerasi testis Di samping 1,6
itu disebut juga terjadinya torsi testis, dan hernia inguinalis.
A. Risiko Keganasan Teradapat hubungan yang erat antara UDT dan keganasan testis. Insiden keganasan kegana san testis sebesar 1 -6 pada setiap setiap 500 laki -laki UDT di Amerika. Risiko terjadinya keganasan testis yang tidak turun pada anak dengan UDT dilaporkan berkisar 10-20 kali dibandingkan pada anak dengan testis normal. Makin tinggi lokasi UDT makin tingg tinggii risiko keganasannya, keganasannya, test is abdominal mempunyai mempunyai risiko menjadi ganas 4x lebih besar dibanding testis inguinal. Or chi chi o opexi pexi
1,6,9
sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya keganasan,
tetapi akan lebih mudah melakukan deteksi dini keganasan pada penderita yang telah dilakukan or chi chi o opexy pexy . 1,6,9 B. Infertilitas Penderita UDT bilateral mengalami penurunan fertilitas yang lebih berat dibandingkan penderita UDT unilateral, dan apalagi dibandingkan dengan populasi popu lasi normal. Pende Penderita rita UDT bilateral bilateral mempunyai risiko infertilitas infertilitas 6x leb ih besar
dibandingkan
populasi
normal
(38%
infertil
pada
UDT
bilateral
dibandingkan 6% infertil pada populasi normal), sedangkan pada UDT unilateral berisiko hanya 2x lebih besar.
1,6,9
Komplikasi infertilitas infertilitas ini berka berkaitan itan deng dengan an terjadinya terjadinya degenerasi degenerasi pad a UDT. Biopsi pada anak -anak dan binatang coba coba UDT menunjukkan adanya penurunan volume testis, jumlah ge ger r m cells dan s p pe er mat mat og onia dibandingkan dengan testis yang normal. Biopsi testis pada anak dengan UDT unilateral yang dilakukan sebelum umur 1 tahun men men unjukkan gambaran yang tidak berbeda bermakna dengan testis yang normal.
1,6,9
Perubahan gambaran histologis yang bermakna mulai tampak setelah umur 1 tahun, semakin memburuk dengan bertambahnya umur. Tidak seperti
risiko keganasan, penurunan testis testis lebih dini akan mencegah proses degenerasi degenerasi lebih lanjut.
1,6,9
BAB III PENUTUP
Undescended testis (UDT) adalah suatu kondisi dimana testis tidak dijumpai pada tempat yang semestinya yaitu di dalam skrotum.
UDT juga dapat terjadi karena adanya kelainan pada (1) gub gubernakulum ernakulum testis, (2) kelainan intrinsik testis, atau (3) defisiensi hormon gonadotropin yang memacu proses desensus testis. Penegakkan diagnosis UDT harus dapat dilakukan lebih awal sehingga penatalaksanaan baik hormonal atau pembedahan da dapat pat dilakukan lebih awal. Dengan penatalaksanaan lebih awal, diharapkan terjadi penurunan risiko yang terjadi pada testis terutama risiko infertilitas. Esensi terapi rasional yang dianut hingga saat ini adalah memperkecil terjadinya risiko komplikasi dengan melakukan reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan
(or chi chi o opexy) pexy) .
DAFTAR PUSTAKA
asar r -dasar -dasar urol rol ogi . Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto; 2003. 1. Purnomo BB. Dasa h.137-40. 2. Schneck FX, Bellinger MF. Abnormalities of the testes and scrotum and and their surgical management. management. Dalam: Dalam: Walsh PC. Campbell Campbellµs µs Urology Urology Vol 1. 8th edition.. Philadel edition Philadelphia: phia: WB Saunders Saunders Company. 2000 3.
Tanag Tanagho ho EA, Nguyen Nguyen HT. HT. Embriology Embriology of the Genitourina Genitourina ry System. System. Dalam: Tanagho EA, McAninch JW. Smith¶s Gener Gener al al U rrol ol ogy . Edisi 17. California: The McGraw Hill companies; 2000. 2000. h.23 -45.
4. Docimo, S. G., R. I.I. Silver, an and d W. Cromie. Cromie. The Undescended Testicle: Diagn iagno osis
and M anagement. anagement. American Family Physician , 62 (November 1,
2000): 2037±2044, 2047 2047 ±2048. 5. Batubara JRL. Te Ter r a pi pi hor monal pada pada k rr ii pt p t o or r kismus. kismus. Disampaikan pada Simposium Sehari Tatalaksana Optimal Kriptorkismus, Jakarta, 13 Agustus, 1994. 6. Kolon
TF.
Cryptorchidism. Cryptorchidis m.
2002.
Diunduh
dari
http://www.emedicine.com/med/topic2707.html. ( diakses tanggal 10 Februari 2010) 7. Sadler. Embriologi Embriologi Kedokter Kedokteran an LANGMAN. LANGMAN. Edi Edisi si ke -7. Jakarta:
Penerbit Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2000. 2000. h.280 -310. 8. Dogra
VS,
Mojibian
H.
Cryptorchidis Cryptorchidism. m.
In:
http://www.emedicine.com/r http://www.e medicine.com/radio/t adio/topic20 opic201.htm 1.htm ( diakses tanggal tanggal 10 Februari Februari 2010)
View more...
Comments