Referat SNNT

November 11, 2017 | Author: Chalid Ma Muthaher | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

struma nodusa non toksis definisi epidemiologi klasifikasi struma diagnosis dan tatalaksana prognosis goiter tiro...

Description

BAB I PENDAHULUAN Kelenjar tiroid ialah organ endokrin yang terletak di leher manusia yang terdiri dari dua lobus yang dihubungkan oleh ismus berbentuk lonjong berukuran panjang 2,5-5cm, lebar 1,5cm, dan berkisar 10-20 gram. Kelenjar Tiroid melekat pada trakea, melingkari 2/3 – ¾ lingkaran trakea. Kelenjar tiroid sangat penting unntuk mengatur metabolisme dan bertanggung jawab atas normalnya kerja setiap sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi Hormon Tiroksin (T4) dan Triiodotironin (T3) dan menyalurkan hormon tersebut kedalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid stimulating hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar Hipofisis sebelah kanan dan satu lagi disebelah kiri. (1) Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat menyerap iodin atau yodium yang diambil melalui pencernaan makanan. Iodin ini akan bergabung dengan asam amino tirosin yang kemudian akan diubah menjadi T3 (triiodotironin) dan T4 (tiroksin). Dalam keadaan normal pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%. Sedangkan yang 5% adalah hormon-hormon lain seperti T2. T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen dan kalori menjadi tenaga (ATP = adenosin tri fosfat). T3 bersifat lebih aktif daripada T4. T4 yang tidak aktif itu diubah menjadi T3

1

oleh enzim 5-deiodinase yang ada di dalam hati dan ginjal. Proses ini juga berlaku di organ-organ lain seperti hipotalamus yang berada di otak tengah.(1) Hormon-hormon lain yang berkaitan dengan fungsi tiroid ialah TRH (thyroid releasing hormon) dan TSH (thyroid stimulating hormon). Hormon-hormon ini membentuk satu sistem aksis otak (hipotalamus dan pituitari)- kelenjar tiroid. TRH dikeluarkan oleh hipotalamus yang kemudian merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan TSH. TSH yang dihasilkan akan merangasang tiroid untuk mengeluarkan T3 dan T4. (2) Fungsi kelenjar tiroid adalah(2): 1.

Bekerja sebagai perangsang proses oksidasi

2.

Mengatur penggunaan oksidasi

3.

Mengatur pengeluaran karbondioksida

4.

Metabolik dalam hal pengaturan susunan kimia dalam jaringan

5.

Pada anak mempengaruhi perkembangan fisik dan mental.1

2

BAB II ISI 2.1. Definisi Nodul Tiroid Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang terjadi karena folikel folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Nodul mungkin tunggal, tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Struma multinodosa biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut, dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk involusi. Kebanyakan struma multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin. Sedangkan pada penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme.(3) . .

Degenerasi

jaringan

menyebabkan

kista

atau

adenoma.

Karena

pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa

3

gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan(3). 2.2. Epidemiologi Nodul Tiroid Struma nodosa atau struma adenomatosa terutama di temukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium. Struma endemik ini dapat dicegah dengan substitusi iodium. Di luar daerah endemik, struma nodosa ditemukan secara insidental atau pada keluarga tertentu. Etiologinya umumnya multifaktorial. Biasanya tiroid sudah membesar sejak usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa(3). 2.3. Patofisiologi Nodul Tiroid Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak diketahui, namun sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala tiroiditis ringan, oleh karena itu diduga tiroiditis ini menyebabkan hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya menyebabkan peningkatan sekresi TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan yang progresif dari bagian kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan mengapa kelenjar ini biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar tumbuh namun bagian yang lain rusak akibat tiroiditis.(4) Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain (4) : 1

Defisiensi iodium

4

Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah 2 a

pegunungan. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,

kacang kedelai). b Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, c

sulfonylurea dan litium). Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid. Ada beberapa makanan yang mengandung substansi goitrogenik yakni makanan

yang mengandung sejenis propiltiourasil yang mempunyai aktifitas antitiroid sehingga menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid akibat rangsangan TSH. Beberapa bahan goitrogenik tersebut ditemukan pada beberapa varietas lobak dan kubis.(4) Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid.(4) Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tyroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diiodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul triioditironin (T3).(1,4) Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi tyroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedangkan triiodotironin

(T3)

merupakan

hormon

metabolik

tidak

aktif.

Beberapa obat dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid 5

sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.(1,3) Pada struma gondok endemik, Perez membagi klasifikasi menjadi(5): 1 Derajat 0: tidak teraba pada pemeriksaan 2 Derajat I: teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan 3 Derajat II: mudah terlihat pada posisi kepala normal 4 Derajat III: terlihat pada jarak jauh. Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi(5): a Derajat 0a: tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal. b Derajat 0b: jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila kepala ditegakkan. Burrow menggolongkan struma nontoksik sebagai berikut(5): 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Nontoxic diffuse goiter Endemic Iodine deficiency Iodine excess Dietary goitrogenic Sporadic Conngenital defect in thyroid hormone biosynthesis Chemichal agents, e.g lithium, thiocyanate, p-aminosalicylic acid Iodine deficiency Compensatory following thyroidectomy Nontoxic nodular goiter due to causes listed above Uninodular or multinodular Functional, nonfunctional, or both.

Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon tiroksin, maka bisa dibagi menjadi(6):

6

1

Hipertiroid; sering juga disebut toksik (walaupun pada kenyataannya pada penderita ini tidak dijumpai adanya toksin), bila produksi hormon tiroksin

2 3 4

berlebihan. Eutiroid; bila produksi hormon tiroksin normal. Hipotiroidi; bila produksi hormon tiroksin kurang. Struma nodosa non toksik; bila tanpa tanda-tanda hipertiroid Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu(7):

1

Berdasarkan jumlah nodul; a. bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodusa soliter (uninodosa) b. bila lebih dari satu disebut struma multinodusa 2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk nodul tiroid yaitu : a. nodul dingin b. nodul hangat c. nodul panas. 3. Berdasarkan konsistensinya a. nodul lunak b. nodul kistik c. nodul keras d. nodul sangat keras. 2.4. Manifestasi Klinis Nodul Tiroid Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan

juga

esofhagus

tertekan

sehingga

terjadi

gangguan

menelan.

Pasien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme kecuali adanya benjolan di leher. Peningkatan metabolisme karena pasien hiperaktif ditandai dengan meningkatnya denyut nadi dan peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi

7

berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan(5). 2.5. Diagnosis Nodul Tiroid Diagnosis struma nodosa non toksik ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan penunjang. Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipo atau hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan(5). Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspirator(5). Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea(5). Pemeriksaan pasien dengan struma dilakukan dari belakang kepala penderita sedikit fleksi sehingga muskulus sternokleidomastoidea relaksasi, dengan demikan tiroid lebih mudah dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua tangan bersamaan 8

dengan ibu jari posisi di tengkuk penderita sedang keempat jari yang lain dari arah lateral mengeveluasi tiroid serta mencari pole bawah kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh menelan(2,5). Pada struma yang besar dan masuk retrosternal tidak dapat di raba trakea dan pole bawah tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan yang lunak dan ikut bergerak pada waktu menelan. Biasanya struma masih bisa digerakkan ke arah lateral dan susah digerakkan ke arah vertikal. Struma menjadi terfiksir apabila sangat besar, keganasan yang sudah menembus kapsul, tiroiditis dan sudah ada jaringan fibrosis setelah operasi(5). Untuk memeriksa struma yang berasal dari satu lobus (misalnya lobus kiri penderita), maka dilakukan dengan jari tangan kiri diletakkan di mediall di bawah kartilago tiroid, lalu dorong benjolan tersebut ke kanan. Kemudian ibu jari tangan kanan diletakkan di permukaan anterior benjolan. Keempat jari lainnya diletakkan pada tepi belakang muskulus sternokleidomastoideus untuk meraba tepi lateral kelenjar tiroid tersebut(5). Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan(5): a. b. c. d. e. f.

lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang umlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa) konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus sternokleidomastoidea

g. pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak.

9

Inspeksi : leher dibatasi di cranial oleh tepi rahang bawah, di kaudal oleh kedua tulang selangka dan tepi cranial sternum, di lateral oleh pinggir depan m. trapezius kiri dan kanan. Kedua m. sternocleidomastoideus selalu jelas terlihat, dan pada garis tengah dari cranial ke kaudal terdapat tulang hyoid serta kartilago tiroid, krikoid, dan trakea. Palpasi : palpasi dapat dilakukan pada pasien dalam sikap duduk atau berbaring, dengan kepala dalam sikap fleksi ringan supaya regangan otot pita leher tidak mengganggu palpasi. Pada sikap duduk dilakukan pemeriksaan dari belakang penderita maupun dari depan. Sedangkan pada sikap berbaring digunakan bantal tipis di bawah kepala. Tulang hyoid, kartilago tiroid dan krikoid sampai cincin kedua trakaea biasanya mudah diraba di garis tengah. Cincin trakea yang lebih kaudal makin sukar diraba karena trakea mengarah ke dorsal. Pada gerakan menelan, seluruh trakea bergerak naik turun. Satu-satunya struktur lain yang turut dengan gerakan ini adalah kelenjar tiroid atau sesuatu yang berasal dari kelenjar tiroid. Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik(6): 1

Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan

2

kemudian menjadi lunak. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul yang mengalami kalsifikasi dapat dtemukan pada hiperplasia adenomatosa yang sudah berlangsung lama.

10

3

Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan, walaupun nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis, miosis dan enoftalmus (Horner syndrome) merupakan tanda infiltrasi atau metastase ke

4

jaringan sekitar. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas,

5

tetapi nodul multipel dapat ditemukan 40% pada keganasan tiroid Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurgai ganas terutama

6

yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar progresif. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening

7

regional atau perubahan suara menjadi serak. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleido mastoidea karena desakan pembesaran nodul (Berry’s sign). Kecurigaan suatu keganasan pada nodul tiroid bisa dirangkum(6):

1 a. b. c. d. e. f. 2 a b c d e 3 a b c d e f

Sangat mencurigakan Riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare Cepat membesar terutama dengan terapi dengan levotirosin Nodul padat atau keras Sukar digerakkan atau melekat pada jaringan sekitar Paralisis pita suara Metastasis jauh Kecurigaan sedang Umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun Pria Riwayat iradiasi pada leher dan kepala Nodul >4cm atau sebagian kistik Keluhan penekana termasuk disfagia,disfonia, serak, dispnu dan batuk. Nodul jinak Riwayat keluarga: nodul jinak Struma difusa atau multinodosa Besarnya tetap FNAB: jinak Kista simpleks Nodul hangat atau panas g Mengecil dengan terapi supresi levotiroksin. 11

Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami eutiroid, hipotiroid atau hipertiroid(5) : Gejala subjektif Dispneu d’ effort Palpitasi

Angka +1 +2 +2 -5 +5 +3 +2 +1 -1 +3 -3 -3 +3 +3

Suka panas Suka dingin Keringat banyak Nervous Tangan basah Tangan panas Nafsu makan ↑ Nafsu makan ↓ BB ↑ BB ↓ Fibrilasi atrium Jumlah

Gejala objektif Tiroid teraba Bruit diatas systole Eksoftalmus Lid retraksi Lid lag Hiperkinesis Tangan panas Nadi 90x/m < 11 à eutiroid 11-18 à normal > 19 à hipertiroid

Ada +3 +2

Tidak -3 -2

+2 +2 +1 +4 +2

-2 -2

+3

-3

Pemerikasaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit tiroid terbagi atas (5,6): 1

Pemeriksaan

untuk

mengukur

fungsi

tiroid

Pemerikasaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan radioimmunoassay (RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay (ELISA) dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme

12

primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 2

kali normal. Pemeriksaan

untuk

menunjukkan

penyebab

gangguan

tiroid.

Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita a b c d e

dengan penyakit tiroid autoimun. antibodi tiroglobulin antibodi mikrosomal antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies) antibodi permukaan sel (cell surface antibody) thyroid stimulating hormone antibody (TSA) Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher [posisi AP dan Lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi anastesinya, bahkan tidak jarang intuk konfirmasi diagnostik tersebut sampai memelukan CT-scan leher. USG

1 2

bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk(6): Dapat menentukan jumlah nodul Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik, 3 Dapat mengukur volume dari nodul tiroid 4 Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap 5

iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid. Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan,

6

pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid. Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan

7

biopsi terarah Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan. Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio-isotop dengan memanfaatkan

metabolisme

iodium

yang

erat

hubungannya

13

dengan

kinerja

tiroid

bisa

menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya. Penilaian fungsi kelenjar tiroid dapat juga dilakukan karena adanya sistem transport pada membran sel tiroid yang menangkap iodida dan anion lain. Iodida selain mengalami proses trapping juga ikut dalam proses organifikasi, sedangkan ion pertechnetate hanya ikut dalam proses trapping. Uji tangkap tiroid ini berguna untuk menentukan fungsi dan sekaligus membedakan berbagaii penyebab hipertiroidisme dan juga menentukan dosis iodium radioaktif untuk pengobatan hipertiroidisme(6,7,11). Uji tangkap tiroid tidak selalu sejalan dengan keadaan klinik dan kadar hormon tiroid. Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji angkap tiroid, yaitu dengan prinsip daerah dengan fungsi yang lebih aktif akan menangkap radioaktivitas yang lebih tinggi. Pemerikasaan histopatologis dengan biopsi jarum halus (fine needle aspiration biopsy FNAB) akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar jangan sampai menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja(8,11). Berikut ini penilaian FNAB untuk nodul tiroid(8) : 1 Jinak (negatif) Tiroid normal Nodul koloid Kista Tiroiditis subakut Tiroiditis Hashimoto 2 Curiga (indeterminate) Neoplasma sel folikuler Neoplasma Hurthle Temuan kecurigaan keganasan tai tidak pasti 3 Ganas (positif) Karsinoma tiroid papiler Karsinoma tiroid meduler Karsinoma tiroid anaplastik.5

14

Pemeriksaan potong beku (VC = Vries coupe) pada operasi tiroidektomi diperlukan untuk meyakinkan bahwa nodul yang dioperasi tersebut suatu keganasan atau bukan. Lesi tiroid atau sisa tiroid yang dilakukan VC dilakukan pemeriksaan patologi anatomis untuk memastika n proses ganas atau jinak serta mengetahui jenis kelainan histopatologis dari nodul tiroid dengan parafin block(8). 2.6. Penatalaksanaan Nodul Tiroid Pilihan terapi nodul tiroid(9): a. Terapi supresi dengan hormon levotirosin b. Pembedahan c. Iodium radioaktif d. Suntikan etanol e. US Guided Laser Therapy f Observasi, bila yakin nodul tidak ganas. Indikasi operasi pada struma adalah(9): struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa. struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan struma dengan gangguan tekanan kosmetik. Kontraindikassi operasi pada struma(9): a struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya b struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang belum c

terkontrol struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering dari tipe anaplastik yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat

15

sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang baik. d struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena metastase luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi dan sering hasilnya tidak radikal. Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau kemoradioterapi(9,12). Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC )(9). Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat (9,10): 1

Lesi jinak. Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi

2

Karsinoma papilare. Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES.

3

a Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi. b Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total. Karsinoma folikulare. Dilakukan tindakan tiroidektomi total

4

Karsinoma medulare. 16

Dilakukan tindakan tiroidektomi total 5 Karsinoma anaplastik. a Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total. b Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi. Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB ( Biopsi Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu(8,10) : 1

Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan “Hurthle Cell”. Dilakukan

2

tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku. Hasil FNAB benigna. Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian

dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku.

Bagan Penatalaksanaan Nodul Tiroid (9) Bagan I Nodul Tiroid Klinis Suspek Maligna Inoperabel

Suspek Benigna

Operabel 17

FNAB Biopsi Insisi

Isthmolobektomi

Lesi jinak

Papilare

VC

Folikulare

Suspek maligna Folikulare pattern Hurthle cell

Medulare

Benigna

Anaplastik Supresi TSH 6 bulan

Risiko Rendah

Risiko Tinggi

Membesar Tidak ada Perubahan

Mengecil

Debulking Observasi

Tiroidektomi total

Radiasi eksterna/ Khemotherapi

Bila di pusat pelayanan kesehatan tidak terdapat fasilitas pemeriksaan potong beku maupun maka dilakukan tindakan lobektomi/isthmolobektomi dengan pemeriksaan blok parafin dan urutan penanganan nodul tiroid dapat mengikuti bagan dibawah ini.

18

Bagan Penatalaksanaan Alternatif Nodul Tiroid Bagan II

Nodul Tiroid Klinis Suspek Maligna Inoperabel

Suspek Benigna

Operabel 19

Observasi Biopsi Insisi

Lobektomi Isthmolobektomi

Blok paraffin Lesi jinak

-Gejala penekanan -Terapi konservatif supresi TSH gagal -Kosmetik

Ganas

Operasi selesai Papilare

Risiko Rendah

Folikulare

Medulare

Anaplastik

Risiko Tinggi

Debulking Observasi

Tiroidektomi total

Radiasi eksterna /Khemotherapi

2.7. Prognosis Prognosis Nodul tiroid baik tergantung dari ketepatan pengobatan dan jenis dari nodul tiroid tersebut.4

20

BAB III PENUTUP Kelenjar tiroid ialah organ endokrin yang terletak di leher manusia yang berfungsi untuk mengeluarkan hormon tiroid Kelenjar ini memproduksi Hormon Tiroksin (T4) dan Triiodotironin (T3) dan menyalurkan hormon tersebut kedalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh kadar hormon perangsang

21

tiroid TSH (thyrid stimulating hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar Hipofisis sebelah kanan dan satu lagi disebelah kiri.. 2 Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid.. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin

(T3)

merupakan

hormon

metabolik

tidak

aktif.

Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid. Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin.

Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan

22

radiasi eksterna atau khemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC ). Bila nodul tersebut suspek benigna maka dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood, lauralee. 2001. Fisiologi Kedokteran : Dari Sel ke Sistem, 2nd ed. EGC : Jakarta. 2. Sabiston, david. 1995. Buku Ajar Bedah. Bagian 1 : hal 415-425. EGC : Jakarta. 3. Sudoyo, aru dkk. Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Edisi IV. Kelenjar tiroid, Hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. Hal 1933-1943. EGC : Jakarta.

23

4. Kurnia Ahmad. Penanganan Nodul Tiroid. FKUI/RSCM. Jakarta. 2007. 5. Subekti Imam. Diagnostik Medik Nodul Tiroid. FKUI/RSUPN-CM. Jakarta. 6. Rasad Sjahriar, dkk. Radiologi Diagnostik. Ultrasonografi Tiroid. Edisi kedua . Cetakan ke-6. Jakarta.2005. hal:453-457, 528-535. 7. Ganong W.F Fisiologi Kedokteran. Edisi 10. EGC. Jakarta. 1987 : 271-272 8. Baler, Nina et all. Fine Needle Aspiration Biopsy of Thyroid Nodules : Experience in a Cohort of 944 Patients. AJR : 193, October. 2009. 9. Lukitto, Pissi et all. Protokol Peraboi Penatalaksanaan Tumor. Jakarta. 2003. 10. Kumar V, Cotran R.S, Robbins S.L. Robbins Basic Pathology. 7 th ed. Saunders. Philadelphia. 2003. p:726-738. 11. Veloski Collen et all. A Young Woman with a Thyroid Nodule. Case Study. University School of Medicine, Philadelphia. 2008. Vol 15. No.9. p:443-448. 12. Hegedus, Laszlo. The Thyroid Nodule. The New England Journal of Medicine. 2004 ; 351 : 1764-1771.

24

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF