REFERAT sepsis.docx

August 29, 2017 | Author: Uwi Ugik Wijayanti | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download REFERAT sepsis.docx...

Description

REFERAT “MANAGEMEN SYOK SEPSIS”

Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSU PKU Muhammadiyah Delanggu

Pembimbing : dr. Prawoto, Sp.PD Disusun oleh : Ugik Wijayanti H2A011046

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2016

BAB I PENDAHULUAN Syok akibat sepsis merupakan penyebab kematian tersering di unit pelayanan intensif. Sepsis hampir diderita oleh 18 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya. Insidennya diperkirakan sekitar 50-95 kasus diantara 100.000 populasi dengan peningkatan sebesar 9% tiap tahunnya. Angka perawatan sepsis berkisar antara 2 sampai 11% dari total kunjungan ICU. Sepsis berat terdapat pada 39 % diantara pasien sepsis. Angka kematian sepsis berkisar antara 25 - 80 % diseluruh dunia tergantung beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, ras, penyakit penyerta, riwayat trauma paru akut, sindrom gagal napas akut, gagal ginjal dan jenis infeksinya yaitu nosokomial, polimikrobial atau jamur sebagai penyebabnya. 1,2,3,4 Sepsis dapat mengenai berbagai kelompok umur, pada dewasa, sepsis umumnya terdapat pada orang yang mengalami immunocompromised yang disebabkan karena adanya penyakit kronik maupun infeksi lainnya. Mortalitas sepsis di negara yang sudah berkembang menurun hingga 9% namun, tingkat mortalitas pada negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masih tinggi yaitu 50-70% dan apabila terdapat syok septik dan disfungsi organ multiple, angka mortalitasnya bisa mencapai 80%. Insiden dari sepsis bakterimia (baik garam negatif maupun positif) meningkat dari 3,8/1000 pada tahun 1970 menjadi 8,7/1000 pada tahun 1987. Antara tahun 1980 dan 1992, peningkatan insiden infeksi nosokomial meningkat 6,7 kasus per 1000 menjadi

18,4/1000.

Peningkatan

jumlah

pasien

yang

mengalami

immunocompromised dan peningkatan dari penggunaan diagnsosis invasif dan teraupeutik merupakan salah satu faktor predisposisi dalam meningkatnya insiden sepsis yang apabila telat ditangani dapat menjadi sepsis berat dan menjadi syok sepsis yang sebagian besar berujung pada kematian. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi. Berbagai definisi sepsis telah diajukan, namun definisi yang saat ini digunakan di klinik adalah definisi yang ditetapkan dalam consensus American College of Chest Physician dan Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992 yang mendefinisikan sepsis, sindroma respon inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome / SIRS), sepsis berat, dan syok/renjatan septik.6 B. Etiologi Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram negative dengan presentase 60-70% kasus yang menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun yang terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi.7

Gambar 1. Etiologi Sepsis 7

Tabel 1. Mikroorganisme yang sering menyebabkan sepsis.2 Sistem pendekatan sepsis dikembangkan dengan menjabarkan menjadi dasar predisposisi, penyakit penyebab, respons tubuh dan disfungsi organ atau disingkat menjadi PIRO (predisposing factors, insult, response and organ dysfunction) seperti pada tabel 2

Gambar 2. Faktor predisposisi, infeksi, respon klinis dan disfungsi organ pada sepsis8

Tabel 2. Faktor predisposisi, infeksi, respon klinis, dan disfungsi organ pada sepsis8

Sumber lokasi Kulit

Mikroorganisme Staphylococcus aureus dan gram positif bentuk cocci

Saluran kemih Saluran pernafasan Usus dan kantung

lainnya Eschericia coli dan gram negatif bentuk batang lainnya Streptococcus pneumonia Enterococcus faecalis, E.coli dan gram negative bentuk

empedu Organ pelvis

batang lainnya, Bacteroides fragilis Neissseria gonorrhea,anaerob

Tabel 3. Penyebab Umum Sepsis pada Orang Sehat8

Masalah klinis Pemasanagan kateter

Mikroorganisme Escherichia coli, Klebsiella spp., Proteus spp.,

Penggunaan iv kateter

Serratia spp., Pseudomonas spp. Staphylococcus aureus, Staph.epidermidis, Klebsiella spp., Pseudomonas spp., Candida

Setelah operasi:

albicans Staph. aureus, E. coli, anaerobes(tergantung

Wound infection

lokasinya)

Deep infection Luka bakar

Tergantung lokasi anatominya coccus gram-positif, Pseudomonas spp., Candida

Pasien

albicans Semua mikroorganisme diatas

immunocompromised Tabel 4. Penyebab Umum Sepsis pada Pasien yang Dirawat8 C. Patogenesis Sepsis dikatakan sebagai suatu proses peradangan intravaskular yang berat. Hal ini dikatakan berat karena sifatnya yang tidak terkontrol dan berlangsung terus menerus dengan sendirinya, dikatakan intravaskular karena proses ini menggambarkan penyebaran infeksi melalui pembuluh darah dan dikatakan peradangan karena semua tanda respon sepsis adalah perluasan dari peradangan biasa. Ketika jaringan terinfeksi, terjadi stimulasi perlepasan mediatormediator inflamasi termasuk diantaranya sitokin. Sitokin terbagi dalam proinflamasi dan antiinflamasi. Sitokin yang termasuk proinflamasi seperti TNF, IL-1,interferon γ yang bekerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. Sedangkan sitokin antiinflamasi yaitu IL-1-reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10 yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Keseimbangan dari kedua respon ini bertujuan untuk melindungi dan memperbaiki jaringan yang rusak dan terjadi proses penyembuhan. Namun ketika keseimbangan ini hilang maka respon proinflamasi akan meluas menjadi respon sistemik. Respon sistemik ini meliputi kerusakan endothelial, disfungsi mikrovaskuler dan kerusakan jaringan akibat gangguan oksigenasi dan kerusakan organ akibat gangguan sirkulasi. Sedangkan konskuensi dari kelebihan respon antiinfalmasi adalah alergi dan immunosupressan. Kedua proses ini dapat mengganggu satu sama lain sehingga menciptakan kondisi ketidak harmonisan imunologi yang merusak.

Gambar 3. Ketidakseimbangan homeostasis pada sepsis Penyebab tersering sepsis adalah bakteri terutama gram negatif. Ketika bakteri gram negatif menginfeksi suatu jaringan, dia akan mengeluarkan endotoksin dengan lipopolisakarida (LPS) yang secara langsung dapat mengikat antibodi dalam serum darah penderita sehingga membentuk lipopolisakarida antibody (LPSab). LPSab yang beredar didalam darah akan bereaksi dengan perantara reseptor CD 14+ dan akan bereaksi dengan makrofag dan mengekspresikan imunomodulator.8 Jika penyebabnya adalah bakteri gram positif, virus atau parasit. Mereka dapat berperan sebagai superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing cell yang kemudian ditampilkan sebagai APC (Antigen Presenting Cell). Antigen ini membawa muatan

polipeptida

spesifik

yang

berasal

dari

MHC

(Major

Histocompatibility Complex). Antigen yang bermuatan MHC akan berikatan dengan CD 4+ (Limfosit Th1 dan Limfosit Th2) dengan perantara T-cell Reseptor.8 Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari Th1 dan Th2. Th1 yang berfungsi sebagai immodulator akan mengeluarkan IFN-γ, IL2 dan M-CSF (Macrophage Colony Stimulating Factor), sedangkan Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL5, IL-6, IL-10, IFN-g, IFN 1β dan TNF α yang merupakan sitokin proinflamantori. IL-1β yang merupakan sebagai imuno regulator utama juga memiliki

efek

pembentukkan

pada

sel

prostaglandin

endothelial E2

termasuk

(PG-E2)

dan

didalamnya merangsang

terjadi ekspresi

intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang menyebabkan neutrofil tersensitisasi oleh GM-CSF mudah mengadakan adhesi.10 Neutrofil yang beradhesi akan mengeluarkan lisosim yang menyebabkan dinding endotel lisis sehingga endotel akan terbuka dan menyebabkan kebocoran kapiler. Neutrofil juga membawa superoksidan yang termasuk kedalam radikal bebas (nitrat oksida) sehingga mempengaruhi oksigenisasi pada mitokondria sehingga endotel menjadi nekrosis dan terjadilah kerusakan endotel pembuluh darah. Adanya kerusakan endotel pembuluh darah menyebabkan gangguan vaskuler dan hipoperfusi jaringan sehingga terjadi kerusakan organ multipel.8 Hipoksia sendiri merangsang sel epitel untuk melepaskan TNF-α, IL8, IL-6 menimbulkan respon fase akut dan permeabilitas epitel. Setelah terjadi reperfusi pada jaringan iskemik, terbentuklah ROS (Spesifik Oksigen Reaktif) sebagai hasil metabolisme xantin dan hipoxantin oleh xantin oksidase, dan hasil metabolisme asam amino yang turut menyebabkan kerusakan jaringan. ROS penting artinya bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah, Namun bila dihasilkan melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia akan menyerang isi sel itu sendiri sehingga menambah kerusakan jaringan dan bisa menjadi disfungsi organ multipel yang meliputi disfungsi neurologi, kardiovaskuler, respirasi, hati, ginjal dan hematologi.

Gambar 4. Patogenesis sepsis 7

Gambar 5. Pengaktifan komplemen dan sitoki pada sepsis 7 HUBUNGAN INFLAMASI DENGAN KOAGULASI

Sepsis akan mengaktifkan Tissue Factor yang memproduksi trombin yang

merupakan

suatu

substansi

proinflamasi.

Trombin

akhirnya

menghasilkan suatu gumpalan fibrin di dalam mikrovaskular. Sepsis selain mengaktifkan tissue factor, dia juga menggangu proses fibrinolisis melalui pengaktifan IL-1 dan TNFα dan memproduksi suatu plasminogen activator inhibitor-1 yang kuat mengahambat fibrinolisis. Sitokin proinflamasi juga mengaktifkan activated protein C (APC) dan antitrombin. Protein C sebenarnya bersirkulasi sebagai zimogen yang inaktif tetapi karena adanya thrombin dan trombomodulin, dia berubah menjadi enzyme-activated protein C. Sedangkan APC dan kofaktor protein S mematikan produksi trombin dengan menghancurkan kaskade faktor Va dan VIIIa sehingga tidak terjadi suatu koagulasi. APC juga menghambat kerja plasminogen activator inhibitor-1 yang menghambat pembentukkan plasminogen menjadi plasmin yang sangat penting dalam mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Semua proses ini menyebabkan kelainan faktor koagulasi yang bermanisfestasi perdarahan yang dikenal dengan koagulasi intravaskular diseminata yang merupakan salah satu kegawatan dari sepsis yang mengancam jiwa. 7,8

Gambar 6. Sepsis menyebabkan suatu kematian organ 6,8

Gambar 7. Sepsis menyebabkan gangguan koagulasi 6,7,8 D. Faktor Resiko 1. Usia Pada usia muda dapat memberikan respon inflamasi yang lebih baik dibandingkan usia tua. Orang kulit hitam memiliki kemungkinan peningkatan kematian terkait sepsis di segala usia, tetapi risiko relatif mereka terbesar dalam kelompok umur 35 sampai 44 tahun dan 45 sampai 54 tahun. Pola yang sama muncul di antara orang Indian Amerika / Alaska Pribumi. Sehubungan dengan kulit putih, orang Asia lebih cenderung mengalami kematian yang berhubungan dengan sepsis di masa kecil dan remaja, dan kurang mungkin selama masa dewasa dan tua usia. Ras Hispanik sekitar 20% lebih mungkin dibandingkan kulit putih untuk meninggal karena penyebab yang berhubungan dengan sepsis di semua kelompok umur.7,8

Gambar 8. Angka kematian akibat sepsis berdasarkan umur pada ras tertentu8

2. Jenis kelamin Perempuan kurang mungkin untuk mengalami kematian yang berhubungan dengan sepsis dibandingkan laki-laki di semua kelompok ras/etnis. Laki-laki 27% lebih mungkin untuk mengalami kematian terkait sepsis. Namun, risiko untuk pria Asia itu dua kali lebih besar, sedangkan untuk laki-laki Amerika Indian/Alaska Pribumi kemungkinan mengalami kematian berhubungan dengan sepsis hanya 7%.8 3. Ras Tingkat mortalitas terkait sepsis tertinggi di antara orang kulit hitam dan terendah di antara orang Asia.6 4. Penyakit komorbid Kondisi komorbiditas kronis yang mengubah fungsi kekebalan tubuh (gagal ginjal kronis, diabetes mellitus, HIV, penyalah gunaan alkohol) lebih umum pada pasien sepsis non kulit putih, dan komorbiditas kumulatif dikaitkan dengan disfungsi organ akut yang lebih berat.6 5. Genetik

Polimorfisme umum dalam gen untuk lipopolysaccharide binding protein (LBP) dalam kombinasi dengan jenis kelamin laki-laki berhubungan dengan peningkatan risiko untuk pengembangan sepsis dan, lebih jauh lagi, mungkin berhubungan dengan hasil yang tidak menguntungkan. Penelitian ini mendukung peran imunomodulator penting dari LBP di sepsis Gram-negatif dan menunjukkan bahwa tes genetik dapat membantu untuk identifikasi pasien dengan respon yang tidak menguntungkan untuk infeksi Gram-negatif.7 6. Terapi kortikosteroid Pasien yang menerima steroid kronis memiliki peningkatan kerentanan terhadap berbagai jenis infeksi. Risiko infeksi berhubungan dengan dosis steroid dan durasi terapi. Meskipun bakteri piogenik merupakan patogen yang paling umum, penggunaan steroid kronis meningkatkan risiko infeksi dengan patogen intraseluler seperti Listeria, jamur, virus herpes, dan parasit tertentu. Gejala klinis yang dihasilkan dari sebuah respon host sistemik terhadap infeksi mengakibatkan sepsis.6,7 7. Kemoterapi Obat-obatan

yang

digunakan

dalam

kemoterapi

tidak

dapat

membedakan antara sel-sel kanker dan jenis sel lain yang tumbuh cepat, seperti sel-sel darah, sel-sel kulit. Orang yang menerima kemoterapi beresiko untuk terkena infeksi ketika jumlah sel darah putih mereka rendah. Sel darah putih adalah pertahanan utama tubuh terhadap infeksi. Kondisi ini, yang disebut neutropenia, adalah umum setelah menerima kemoterapi. Untuk pasien dengan kondisi ini, setiap infeksi dapat menjadi serius dengan cepat. Sepsis merupakan penyebab utama kematian pada pasien kanker neutropenia.6,7 8. Obesitas Obesitas dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan sepsis akut. Obesitas pada tahap stabil kesehatan secara

independen terkait dengan kejadian sepsis di masa depan. Lingkar pinggang adalah prediktor risiko sepsis di masa depan yang lebih baik daripada BMI. Obesitas bersifat protektif pada mortalitas sepsis rawat inap dalam studi kohort, tapi sifat protektif ini berhubungan dengan adanya komorbiditas resistensi insulin dan diabetes.8 Faktor risiko sepsis pada anak menurut Zimmerman dan Bone adalah : 1. Faktor pejamu Malnutrisi, immunodefisiensi, penyakit kronis, trauma/ luka bakar, penyakit berat. 2. Faktor pengobatan Tindakan operasi, prosedur invasif, antibiotika, terapi immunosupresif, lama perawatan, lingkungan rumah sakit. E. Gambaran Klinis Tanda SIRS ditemukan 2 dari gejala berikut : 1. Suhu tubuh > 38 0C atau < 36 0C 2. Denyut jantung > 90 kali/menit 3. Laju napas >

20 kali/menit atau Pa CO2 < 32 mmHg

4. Leukosit > 12.000 atau < 4.000/mm3 atau ditemukan10% leukosit imatur. Sepsis ditandai dengan gejala SIRS dan ditemukannya kuman penyebab infeksi. Gejala tambahan berupa gangguan perfusi organ : 1. Perubahan status mental. 2. Hipoksemia, PaO2 4 mmol/L (36 mg/dL) Level alkaline phosphatase, AST, ALT, bilirubin meningkat Hipofosfatemia Meningkat

Keterangan Endotoksemia dapat menyebabkan early leukopenia Nilai tinggi awal dapat dilihat sebagai respon fase akut, jumlah trombosit yang rendah terlihat pada DIC Kelainan dapat diamati sebelum timbulnya kegagalan organ dan tanpa perdarahan yang jelas.

Doubling-menandakan cedera ginjal akut Mengindikasikan hipoksia jaringan Mengindikasikan cedera hepatoseluler akut yang disebabkan hipoperfusi Berkorelasi terbalik dengan tingkat sitokin proinflamasi Respons fase akut

H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencangkup stabilisasi pasien langsung (perbaikan hemodinamik), pemberian antibiotik, pengobatan fokus infeksi dan resusitasi serta terapi suportif apabila telah terjadi disfungsi organ.10 Perbaikan hemodinamik harus segera dilakukan seperti airway, breathing circulation, 3 kategori untuk memperbaiki hemodinamik pada sepsis, yaitu : 6 1. Terapi cairan Karena sepsis dapat menyebabkan syok disertai demam, venadilatasi dan diffuse capillary leackage  inadequate preload sehingga terapi cairan merupakan tindakan utama 2. Terapi vasopresor Bila cairan tidak dapat mengatasi cardiac output (arterial pressure dan perfusi organ tidak adekuat) dapat diberikan vasopresor potensial seperti norepinefrin, dopamine, epinefrin dan phenylephrine. 3. Terapi inotropik Bila resusitasi cairan adekuat tetapi kontraktilitas miokard masih mengalami gangguan dimana kebanyakan pasien akan mengalami cardiac output yang turun sehingga diperlukan inotropik seperti dobutamin, dopamine dan epinefrin.



Antibiotik Sesuai jenis kuman atau tergantung suspek tempak infeksinya 10

Tabel 6. Antibiotik berdasarkan sumber infeksi (Sepsis Bundle: Antibiotic Selection Clinical Pathway from the Nebraska Medical Centre) 

Fokus infeksi awal harus diobati Hilangkan benda asing yang menjadi sumber infeksi. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong jaringan yang menjadi gangrene, bila perlu dokonsultasikan ke bidang terkait seperti spesialis bedah, THT dll.8



Terapi suportif, mencangkup :8  Pemberian elektrolit dan nutrisi

 Terapi suportif untuk koreksi fungsi ginjal  Koreksi albumin apabila terjadi hipoalbumin  Regulasi ketat gula darah  Heparin sesuai indikasi  Proteksi mukosa lambung dengan AH-2 atau PPI  Transfuse komponen darah bila diperlukan  Kortikosteroid dosis rendah (masih kontroversial)  Recombinant Human Activted Protein C Merupakan antikoagulan yang menurut hasil uji klinis Phase III menunjukkan drotrecogin alfa yang dapat menurunkan resiko relative kematian akibat sepsis dengan disfungsi organ akut yang terkait sebesar

19,4%

yang

dikenal

dengan

nama

ALGORITMA PENATALAKSANAAN RESUSITASI DAN SEPSIS

zovant.6

I. Komplikasi 1. MODS (disfungsi organ multipel) Penyebab kerusakan multipel organ disebabkan karena adanya gangguan perfusi jaringan yang mengalami hipoksia sehingga terjadi nekrosis dan gangguan fungsi ginjal dimana pembuluh darah memiliki andil yang cukup besar dalam pathogenesis ini.

Gambar 10. Sepsis menyebabkan MODS 16

Gambar 11. MODS karena sepsis 6

2. KID (Koagulasi Intravaskular Diseminata) Patogenesis sepsis menyebabkan koagulasi intravaskuler diseminata disebabkan oleh faktor komplemen yang berperan penting seperti yang sudah dijelaskan pada patogenesis sepsis diatas. 3. Disungsi hati dan jantung, neurologi 4. ARDS Kerusakan endotel pada sirkulasi paru menyebabkan gangguan pada aliran darah

kapiler

dan

perubahan

permebilitas

kapiler,

yang

dapat

mengakibatkan edema interstitial dan alveolar. Neutrofil yang terperangkap dalam mirosirkulasi paru menyebabkan kerusakan pada membran kapiler alveoli. Edema pulmonal akan mengakibatkan suatu hipoxia arteri sehingga akhirnya akan menyebabkan Acute Respiratory Distress Syndrome.

Gambar 11. Patofisiologi sepsis menyebabkan ARDS

5. Gastrointestinal Pada pasien sepsis di mana pasien dalam keadaan tidak sadar dan terpasang intubasi dan tidak dapat makan, maka bakteri akan berkembang dalam saluran pencernaan dan mungkin juga dapat menyebabkan suatu pneumonia nosokomial akibat aspirasi. Abnormalitas sirkulasi pada sepsis dapat menyebabkan penekanan pada barier normal dari usus, yang akan

menyebabkan bakteri dalam usus translokasi ke dalam sirukulasi (mungkin lewat saluran limfe). 6. Gagal ginjal akut Pada hipoksia/iskemi di ginjal terjadi kerusakan epitel tubulus ginjal. vaskular dan sel endotel ginjal sehingga memicu terjadinya proses inflamasi yang menyebabkan gangguan fungsi organ ginjal.7

Gambar 12a dan b. Patogenesis sepsis menyebabkan gagal ginjal akut

Gambar 12 a dan b. Patogenesis sepsis menyebabkan gagal ginjal akut

DAFTAR PUSTAKA 1

Fitch SJ, Gossage JR. 2002. Optimal management of septic shock: rapid recognition and institution of therapy are crucial. Postgraduate Med. 3:50-9.

2

Angus DC, Linde WT, Lidicker J. 2001. Epidemiology of severe sepsis in the United States. Crit Care Med. 20:1303-31.

3

Reinhardt K, Bloos K, Brunkhorst FM. 2005. Pathophysiology of sepsis and multiple organ dysfunction. In: Fink MP, Abraham E, Vincent JL, eds. Textbook of critical care. 15th ed. London: Elsevier Saunders. p.1249-57.

4

Hoyert DL, Anderson RN. 2001. Age-adjusted death rate. Natl Vital Stat Rep. 49:1-6

5

Leksana, Ery. 2006. SIRS, Sepsis, Keseimbangan Asam-Basa, Syok dan Terapi cairan. Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP.dr.Kariadi. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,

6

PAPDI, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.

7

A.Guntur.H. 2007. Sepsis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III . Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbit IPD FK UI. Hal :1840-43.

8

PB PAPDI. Panduan Tatalaksana Kegawatdaruratan di Bidang Ilmu Penyakit

9

Dalam Edisi I. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2010. 123-5 Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, et all : Surviving Sepsis Campaign: international guidelines for management of severe sepsis and septic shock: 2012. Crit Care Med 2013, 41:580-637

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF