Referat Saraf Steven

August 11, 2017 | Author: Steven Setio | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

kkgh...

Description

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Movement disorder atau gangguan gerak atau disebut juga dengan istilah gerakan involunter merupakan suatu penyakit sistem saraf pusat atau sindrom neurologis yang menyebabkan adanya kelebihan atau kekurangan gerakan yang tidak dapat dikontrol tubuh. Gangguan gerak ini terkait adanya perubahan patologik pada ganglia basalis yang meliputi nukleus kaudatus, putamen dan globus palidus. 1 Movement disorders meliputi kondisi-kondisi berikut: ataksia, distonia, korea, multiple sistem atrophies (sindrom Shy-Drager), mioklonus, penyakit Parkinson, sindrom restless leg, tik, sindrom Tourette’s, tremor, dan penyakit Wilson. Gangguan gerak sebagian besar terkait dengan perubahan patologis di basal ganglia atau koneksi mereka. Basal ganglia adalah kelompok inti materi abu-abu yang terletak dalam belahan otak (inti berekor, putamen dan globus pallidus), diencephalon (subthalamic inti), dan mesencephalon (substantia nigra). Patologi otak kecil atau jalur yang biasanya menyebabkan gangguan koordinasi (ataksia), salah perkiraan jarak (dismetria), dan tremor. Mioklonus dan banyak bentuk tremor belum tentu disebabkan oleh gangguan pada ganglia basal dan sering muncul di tempat lain di sistem saraf pusat, termasuk korteks serebral (mioklonus refleks kortikal), batang otak (retikuler refleks mioklonus, hiperekpleksia, dan gangguan mioklonus ritmis batang otak seperti mioklonus palatal dan okular mioklonus, dan sumsum tulang belakang

(mioklonus

segmental

ritmis

dan

propriospinal

nonrhythmic

mioklonus). Sebuah bukti yang semakin kuat mendukung gagasan bahwa beberapa gangguan gerak adalah induksi di perifer. Meskipun gangguan gerak kebanyakan tidak mengancam nyawa, mereka tentu menjadi ancaman bagi pasien kualitas hidup. Dampaknya bisa sangat besar, dengan kehilangan pekerjaan, ketidakmampuan untuk menggerakkan sebuah mobil, dan penurunan aktivitas hidup sehari-hari termasuk kebersihan pribadi. Karena

1

sebagian besar gangguan gerak lain selain penyakit Parkinson mempengaruhi orang di bawah usia lima puluh, kondisi ini bertanggung jawab atas beban biaya besar bagi masyarakat. Selain itu, dokter dan pasien sering menghadapi tantangan dalam mendapatkan cakupan asuransi untuk pengobatan kondisi ini, karena modalitas pengobatan, baik farmakologis dan bedah, adalah relatif baru.1

2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Movement Disorder Movement disorders atau gangguan gerakan merupakan sekelompok penyakit sistem saraf pusat dan kondisi neurologis yang mempengaruhi kecepatan, kelancaran, kualitas, dan kemudahan dalam pergerakan. Kelancaran gerak yang abnormal atau kecepatan gerak yang abnormal (disebut diskinesia) mungkin melibatkan gerakan yang berlebihan atau involunter (hiperkinesia) atau gerakan volunter yang melambat (hipokinesia). Gangguan gerak ini terkait adanya perubahan patologik pada ganglia basalis yang meliputi nukleus kaudatus, putamen dan globus palidus.1

2.2 Anatomi Basal Ganglia Ganglia basalis meliputi semua nukleus yang berkaitan secara fungsional di dalam substansia alba telensefali. Nuklei utama ganglia basalis adalah nukleus kaudatus, putamen dan globus palidus. Nuklei tersebut berhubungan satu dengan yang lainnya, dan dengan korteks motorik, dalam sirkuit regulasi yang kompleks. Nuklei tersebut memberikan efek inhibitorik dan eksitatorik pada korteks motorik. Struktur ini memiliki peran penting pada inisiasi dan modulasi pergerakan serta kontrol tonus otot.2 Nukleus kaudatus membentuk bagian dinding ventrikel lateral berbentuk lengkung. Kaput nukleus kaudatus membentuk dinding lateral ventrikel lateral, bagian kaudal membentuk atap kornu inferius pada ventrikel lateral di lobus temporalis, membentang hingga amigdala, yang terletak di ujung anterior kornu inferius.2 Putamen terletak di lateral globus palidus menyelubungi seperti tempurung dan membentang melebihi globus palidus di bagian rostral dan kaudal, dipisahkan

3

oleh lamina medularis medialis. Nukleus kaudatus dan putamen dihubungkan oleh jembatan kecil substansia grisea. Keduanya dinamakan korpus striatum atau striatum.2 Globus palidus terdiri dari segmen internal dan eksternal. Struktur ini disebut juga paleostriatum. Putamen dan globus palidus disebut nukleus lentiformis atau nukleus lentikularis.2

Gambar 2.1 Anatomi ganglia basalis dan talamus3

4

Gambar 2.2 Anatomi Hemisfer Serebral3

Gambar 2.3 Anatomi Kapsula Interna3

5

2.3 Fisiologi Ganglia Basalis Nuclei basalis berhubungan satu dengan yang lain dan dihubungkan dengan berbagai area susunan saraf pusat oleh neuron-neuron yang sangat kompleks. Pada dasarnya, corpus striatum menerima informasi aferen dari hampir seluruh cortex serebri, talamus, subtalamus, dan batang otak, termasuk substansia nigra. Informasi dintegrasikan di dalam corpus striatum dan aliran keluar berjalan kembali ke area-area yang disebutkan di atas. Lintasan sirkuler ini diduga berfungsi sebagai berikut.4 Aktivitas nuclei basalis dinisiasi oleh informasi yang diterima dari area premotorik dan area motorik suplementer, korteks sensorik primer, talamus, dan batang otak. Aliran keluar dari nuclei basalis dialirkan melalui globus palidus, yang kemudian mempengaruhi aktivitas area motorik corteks serebri atau pusatpusat motorik lain di batang otak. Jadi, nuclei basalis mengendalikan gerakan otot dengan memengaruhi corteks serebri dan tidak memiliki kontrol langsung jaras desenden ke batang otak dan medula spinalis. Dengan cara ini, nuceli basalis membantu regulasi gerakan voluntar dan pembelajarab keterampilan motorik.4 Kerusakan pada kortek primer menyebabkan seseorang sulit melakukan gerakan-gerakan halus dan tangkas pada tangan dan kaki sisi tubuh yang berlawanan. Namun, gerakan umum yang kasar pada ekstremimtas sisi kontralateral masih dapat dilakukan. Jika kemudian terjadi kerusakan corpus striatum, timbul paralisis pada gerakan-gerakan kasar tersebut pada sisi ekstremitas yang berlawanan.4 Nuclei basalis tidak hanya memengaruhi timbulnya sebuah gerakan tertentu seperti pada ekstremitas, tetapi juga membantu mempersiapkan gerakan. Hal ini dapat terjadi dengan mengendalikan gerakan aksial dan gelang bahu/panggul serta penempatan bagian-bagian proksimal ekstremitas. Aktivitas neuron-neuron tertentu di globus palidus meningkat sebelum terjadi gerakan aktif pada otot-otot ekstremitas bagian distal. Fungsi persiapan ini memungkinkan

6

badan da ekstremitas berada dalam posisi yang sesuai sebelum bagian motorik primer korteks serebri mengaktifkan gerakan tertentu pada tangan dan kaki.4

2.4 Patofisiologi Pada keadaan normal, terdapat arus rangsang kortiko-kortikal yang melalui intiinti basal (ganglia basalis) yang mengatur kendali korteks atas gerakan volunter dengan proses inhibisi secara bertingkat. Ganglia basalis juga berperan mengatur dan mengendalikan keseimbangan antara kegiatan neuron motorik alfa dan gama.5 Dalam fungsi ganglia basalisa ini, diakui pentingnya peranan asupan sensorik dan reflek menegakkan tubuh dan reflek postural. Di antara inti-inti basal, maka globus palidus merupakan stasiun neuron eferen terakhir, dan yang kegiatannya diatur oleh asupan dari korteks, nukleus kaudatus, putamen, substansia nigra, dan inti subtalamik.5 Gerakan involunter yang timbul akibat lesi difus pada putamen dan globus palidus disebabkan oleh terganggunya kendali atas refleks-refleks dan rangsang yang masuk, yang dalam keadaan normal turut mempengaruhi putamen dan globus palidus. Hal ini disebut release phenomenon, yang berarti hilangnya aktivitas inhibisi yag normal.5 Adapun lesi pada putamen menghasilkan gerakan atetosis disertai gerakan ikutan bertambah, sedangkaan kepekaan rangsang motorneuron dan refleks peregangan-tonik menurun (kebalikan parkinsonisme). Sementara itu inti subtalamik lebih berperan pada keseimbangan anggota pada sisi kontralateral, baik pada sikap tubuh istirahat maupun dalam gerakan volunter.

Lesi pada inti menimbulkan

hemibalismus.5 Sehubungan dengan fungsi dan peran sistem ekstrapiramidal, maka berbagai neurotransmiter turut berperan. Neurotransmiter tersebut meliputi: - Dopamin, bekerja pada jalur nigrostriatal dan pada sistem mesolimbik dan -

mesokortikal tertentu GABA berperan pada jalur/neuron-neuron striatonigral Glutamat, bekerja pada jalur kortikostriatal Zat-zat neurotransmiter kolinergik digunakan pada neuron-neuron talamostriatal

7

-

Substansi P dan metenkefalin terdapat pada jalur striopalidal dan

-

strionigral peptidergik Kolesistokinin dapat ditemukan bersama dopamin dalam sistem neuronal yang sama

Dengan demikian diduga bahwa gejala-gejala klinik penyakit pada ganglia basalis ditimbulkan oleh ketidakseimbangan dalam kegiatan neuron kolinergik dan dopaminergik serta reseptor-reseptornya.5

2.5 Hipokinetik Movement Disorder Parkinsonisme dan Penyakit Parkinson Parkinsonisme (Sindroma Parkinson) adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural. Penyakit Parkinson, atau yang dahulunya dikenal sebagai Paralisis Agitans, merupakan penyakit neurodegeneratif pada sistem ekstrapiramidal yang sering dijumpai. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh James Parkinson pada tahun 1817, dikenal sebagai Paralisis Agitans. Pada tahun 1886, nama tersebut diubah menjadi Penyakit Parkison oleh Charcot.6 Secara

patologis

Penyakit

Parkinson

ditandai

oleh

degenerasi

neuron-

neuron berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik

(Lewy bodies), atau disebut

juga

Parkinsonisme idiopatik atau primer. Penyakit Parkinson biasanya dijumpai pada usia diatas 50 tahun, dimana laki-laki lebih banyak dari pada wanita (3:2). Pada 5% penderita Penyakit Parkinson dapat terjadi pada usia kurang dari 40 tahun dan 15-20 % dari Penyakit Parkinson dapat berkembang menjadi demensia sama seperti penyakit Alzheimer.2

Pemeriksaan Penunjang

8

Laboratorium Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis, karena tidak memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk penyakit Parkinson. Pengukuran kadar NT dopamine atau metabolitnya dalam air kencing , darah maupun cairan otak akan menurun pada penyakit Parkinson dibandingkan kontrol. Lebih lanjut ,dalam keadaan tidak ada penanda biologis yang spesifik penyakit, maka diagnosis definitive terhadap

penyakit

Parkinson

hanya

ditegakkan

dengan

otopsi.

Dua

penelitian patologis terpisah berkesimpulan bahwa hanya 76% dari penderita memenuhi kriteria patologis aktual, sedangkan yang 24% mempunyai penyebab lain untuk parkinsonisme tersebut. laboratorium atau pencitraan yang dapat memastikan diagnosis Parkinson. Tujuan pemeriksaan tersebut untuk menyingkirkan diagnosis banding.2 Neuroimaging Magnetik Resonance Imaging (MRI) Baru-baru ini dalam sebuah artikel tentang MRI, didapati bahwa hanya pasien yang dianggap mempunyai atropi multi sistem memperlihatkan signal di striatum.2 Positron Emission Tomography (PET) Ini merupakan teknik imaging yang masih relative baru dan telah member kontribusi yang signifikan untuk melihat kedalam sistem dopamine nigrostriatal dan peranannya dalam patofisiologi penyakit Parkinson. Penurunan karakteristik pada pengambilan fluorodopa, khususnya di putamen, dapat diperlihatkan hampir pada semua penderita penyakit Parkinson, bahkan pada tahap dini. Pada saat awitan gejala, penderita penyakit Parkinson telah memperlihatkan penurunan 30% pada pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya PET tidak dapat membedakan antara penyakit Parkinson dengan parkinsonismeatipikal. PET juga merupakan suatu alat untuk secara

obyektif

memonitor progresi

penyakit,

maupun

secara

obyektif

memperlihatkan fungsi implantasi jaringan mesensefalon fetus.

9

Gambar 2.4 PET pada Parkinson Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT) Sekarang telah tersedia ligand untuk imaging sistem pre dan post sinapsis oleh SPECT , suatu kontribusi berharga untuk diagnosis antara sindroma Parkinson plus dan penyakit Parkinson, yang merupakan penyakit presinapsis murni. Penempelan kestriatum oleh derivat kokain [123]beta-CIT, yang juga dikenal sebagai RTI55, berkurang secara signifikan disebelah kontralateral sisi yang secara klinis terkenamaupun tidak terkena pada penderita hemiparkinson. Penempelan juga berkurangsecara signifikan dibandingkan dengan nilai yang diharapkan sesuai umur yang berkisar antara 36% pada tahap I Hoehn dan Yahr sampai 71% pada tahap V. Marek dan yang lainnya telah melaporkan rata-rata penurunan tahunan sebesar 11% pada pengambilan [123]beta-CIT striatum pada 34 penderita penyakit Parkinson dini yang dipantau selama 2 tahun. Sekarang telah memungkinkan untuk memvisualisasi dan menghitungdegenerasi sel saraf nigrostriatal pada penyakit Parkinson. Dengan demikian, imaging transporter dopamin pre-sinapsis yang menggunakan ligand ini atau ligand baru lainnya mungkin terbukti berguna dalam mendeteksi orang yang beresiko secara dini. Sebenarnya,

10

potensi SPECT sebagai suatu metoda skrining untuk penyakit Parkinson dini atau bahkan presimptomatik tampaknya telah menjadi kenyataan dalam praktek. Potensi teknik tersebut sebagai metoda yang obyektif untuk memonitor efikasi terapi farmakologis baru, sekarang sedang diselidiki.2,6

Etiologi Etiologi Penyakit Parkinson belum diketahui secara pasti (idiopatik), akan tetapi ada beberapa faktor resiko (multifaktorial) yang telah diidentifikasikan, yaitu:2 1

Usia Meningkat pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia di bawah 40 tahun.

2

Rasial Orang kulit putih lebih sering dibandingkan dengan ras Asia dan Afrika.

3

Genetik

4

Lingkungan Infeksi. Banyak fakta yang menyatakan tentang keberadaan disfungsi mitokondria dan kerusakan metabolisme oksidatif dalam patogenesis Penyakit Parkinson.

5

Cedera kranio serebral

6 Stress emosional

Epidemiologi Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita hampir seimbang. Lima sampai sepuluh persen orang yang terjangkit Penyakit Parkinson, gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa. Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita Penyakit Parkinson. Di Indonesia sendiri yang memiliki jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita. Ratarata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia sesuai dengan penelitian di beberapa rumah sakit di Sumatra dan Jawa. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri

11

maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena Penyakit Parkinson dibandingkan perempuan dengan alasan yang belum diketahui.2,6

Patofisiologi Pada Penyakit Parkinson, patifisiologi dapat dijelaskan dengan prinsip: 1

Ketidakseimbangan jalur direct dengan jalur indirect

2

Ketidakseimbangan saraf dopaminergik dengan saraf kolinergik

Pada Penyakit Parkinson terjadi degenerasi substansia nigra pars kompakta, sehingga terjadi penurunan jalur keluaran jalur nigra striatum. Ketika penurunan mencapai 6080% dari normal, akan berdampak terhadap fungsi striatum. Jalur langsung adalah inhibitorik. Efek Dopamin terhadap jalur langsung lewat reseptor D1 adalah eksitatorik. Oleh karena Dopamine menurun, maka efek eksitatorik dari reseptor D1 menurun. Maka inhibisi terhadap Globus Palidus internus menurun. Jalur tak langsung adalah eksitatorik. Efek Dopamin terhadap jalur tak langsung lewat reseptor D2 adalah inhibitorik. Oleh karena Dopamin menurun maka efek inhibitorik reseptor D2 menurun. Akibat efek ini, maka terjadi eksitasi terhadap jalur tak langsung yang GABA-nergik, sehingga menyebabkan penurunan fungsi jalur dari globlus palidus. Dengan demikian, menyebabkan penurunan fungsi jalur dari globus palidus eksternus ke subtalamus nukleus. Selanjutnya di bagian akhir dari jalur tak langsung, yaitu jalur nukleus subtalamikus ke globus palidus internus yang glutamanergik akan meningkat. Dengan demikian, akibat menurunnya inhibisi jalur langsung dan peningkatan eksitasi jalur tak langsung, maka output atau keluaran dari globus palidus internus akan menghambat aktifitas thalamus. Hambatan ini diteruskan menuju korteks motorik dan medulla spinalis yang glutaminergik, akibatnya timbul hipokinesia. Keadaan sebaliknya pada kenaikan dopamine pada jalur nigrostriatum (akibat pengobatan jangka lama dengan obat golongan dopamine), maka timbul gejala hiperkinesia.

12

Patofisiologi penyakit parkinson juga dapat dijelaskan dengan ketidakseimbangan antara saraf dopaminergik dengan kolinergik. Apabila fungsi saraf Dopaminergik menurun dan/atau fungsi kolinergik meningkat, maka akan timbul gejala penyakit parkinson.2,6

Gejala Klinis Tanda penting parkinsonisme adalah rigiditas, tremor (khususnya saat istirahat), bradikinesia, dan hilangnya refleks tubuh. Disfungsi ini bersifat kronik dan progresif, tetapi dengan berbagai variasi gejala antar pasien. Rigiditas mungkin hanya terbatas pada satu kelompok otot dan terutama unilateral dapat menyebar dan bilateral. Parkinsonisme menurunkan kekuatan dan menurunkan kecepatan otot dan merupakan faktor utama dalam terjadinya deformitas akibat sindrom ini. Gejala pasif yang melibatkan ekstremitas atau trunkus mengalami resistensi “traffylike” yang relatif stabil melalui kisaran gerakan. Parkinsonisme telah dibandingkan dengan pipa saluran yang ditekuk sehingga kadang disebut rigiditas pipa saluran. “Catches” sering timbul selama gerakan pasif, menyebabkan karakter roda pedati atau “rachetlike” pada rigiditas yang disebut rigiditas roda pedati. Otot fleksor maupun ekstensor berkontraksi kuat (tonus meningkat ), mengindikasikan adanyagangguan kontrol pada kelompok otot yang berseberangan. Jika rigiditas melibatkan trunkus, rigiditas itu bertanggungjawab terhadap gaya berjalan dan masalah posisi tubuh akibat Parkinson. Pasien membungkuk ketika mereka berdiri sehingga dagu maju jauh ke depan daripada ibu jarinya. Mereka berjalan sambil menyeret kakinya terburu-buru, langkah yang semakin cepat bilatersandung ke depan dan mencoba untuk cepat mengembalikan kaki mereka pada keadaan semula. Tremor akibat parkinsonisme timbul pada saat istirahat dan disebut tremor istirahat. Ketika otot menegang untuk melakukan tindakan yang bertujuan, biasanya tremor akan berhenti (sekitar sepertiga pasien mengalami tremor yang hebat bersamaan dengan tremor istirahat, namun seperti yang telah disebutkan, tremor hebat biasanya berkaitan dengan disfungsi serebelum). Tremor yang melibatkan tangan dijelaskan 13

sebagai pillrolling dan mengakibatkan gerakan ritmis ibu jari pertama dan kedua. Tremor adalah akibat dari kontraksi bergantian yang regular (4 hingga 6 siklus per detik) pada otot yang berlawanan. Tremor sepertinya akan memburuk jika pasien lelah, di bawah tekanan emosi, atau terfokus pada tremor. Dasar tremor tidak jelas. Degenerasi ganglia basalis menyebabkan hilangnya pengaruh inhibitor dan menigkatkan timbal balikberbagai sirkuit yang berakibat dalam osilasi. Tidak semua pasien memiliki tremor yang jelas. Bila pasien secara tidak sengaja mengalami kecelakaan serebrovaskular (CVA, stroke) dan timbul hemiplegia, tremor akan hilang pada bagian yang paralisis. Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan atau tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur. Gerakan volunteer menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelanludah sehingga ludah suka keluar dari mulut. Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini, berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat, stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan. Sering pula terjadi bicara monoton karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara halus ( suara bisikan ) yang lambat.

14

Demensia, adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan deficit kognitif. Gangguan Behavioral, lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain), mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon

terhadap

pertanyaan

lambat

(bradifrenia)

biasanya

masih

dapat

memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup, dan gejala lain yaitu kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif).2,6 Ada pula gejala non motorik: 1

Disfungsi otonom -

Keringat

berlebihan,

air

ludah

berlebihan,

gangguan

sfingter

terutamainkontinensia dan hipotensi ortostatik -

Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic

-

Pengeluaran urin yang banyak

-

Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnyahasrat seksual, perilaku, orgasme

2

Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi

3

Gangguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat

4

Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)

5

Gangguan sensasi -

Kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaanwarna

-

Penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan olehhypotension orthostatic,

suatu

kegagalan

sistemsaraf

otonom

untukmelakukan

penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahanposisi badan -

Berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atauanosmia)

Gambaran tambahan parkinsonisme adalah:2,6 1

Gangguan okulomotorius: Pandangan yang kabur bila melihat suatu titik akibat ketidakmampuan untuk mempertahankan kontraksi otot okular. Gejala 15

ini seringkali tidak dapat dibedakan dari gejala awal gangguan gerak neurodegeneratif yang jarang terjadi dan secara terpisah disebut palsi supranuklear progressive (PSP). 2

Krisis okuligirik: spasme otot mata untuk berkonjugasi dengan mata yang terfiksasi (biasanya pada pandangan ke atas, selama beberapa menit hingga beberapa jam; berkaitan dengan parkinsonisme yang berasal dari eksogen, seperti penggunaan obat atau pascaensefalitis

3

Kelelahan dan nyeri otot yang sangat pada kelelahan otot akibat rigiditas.

4

Hipotensipostural akibat efek samping pengobatan dengan campur tangan kontrol tekanan darah yang diperantarai oleh ANS.

5

Gangguan fungsi pernapasan yang berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivitas,aspirasi makanan atau saliva, dan berkurangnya bersihan jalan napas

Gambar 2.5. Gambaran Klinis pada Penderita Parkinson9

Diagnosis Diagnosis Penyakit Parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria:2 1

Secara klinis

16

a

Dua dari tiga tanda kardinal gangguan motorik (tremor, rigiditas, bradikinesia)

b

Tiga dari empat tanda motorik (tremor, rigiditas, bradikinesia, dan ketidakstabilan postural)

2

Kriteria Koller a

Adanya dua dari tiga tanda kardinal yang berlangsung selama satu tahun atau lebih

b

Respon terapi terhadap Levodopa diberikan sampai bermakna dan lama perbaikan selama satu tahun atau lebih

3

Kriteria Gelbas Gilma 

Didasarkan atas kelompok dari gejala klinis



Gejala klinis kelompok A (khas untuk Penyakit Parkinson) terdiri dari: o Tremor waktu istirahat o Bradikinesia o Rigiditas o Permulaan asimetris



Gejala kinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif terdiri dari: o Instabilitas postural yang menonjol pada tiga tahun pertama o Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada tiga tahun pertama o Halusinasi (tak ada hubungan dengan pengobatan) dalam tiga tahun pertama o Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama



Diagnosa “Possible”. Paling sedikit dua dari gejala kelompok A, dimana salah satu diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tidak terdapat gejala kelompok B. Lama gejala kurang dari tiga tahun disertai respon jelas terhadap Levodopa atau Dopamine agonis.

17



Dopamine “Probable”. Paling sedikit tiga dari empat gejala kelompok A, dan tidak terdapat gejala dari kelompok B. Lama penyakit minimal tiga tahun, dan respon yang jelas terhadap Levodopa atau Dopamine agonis.

Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu: 

Stadium 1: gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala ringan, terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman)



Stadium 2: terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara berjalan terganggu.



Stadium 3: gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang



Stadium 4: terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berjalan sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.



Stadium 5: stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu

Tatalaksana Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul. Pengobatan Penyakit Parkinson bersifat individual dan simtomatik, obat-obatan yang biasa diberikan adalah untuk pengobatan penyakit atau menggantikan atau meniru dopamin yang akan memperbaiki tremor, rigiditas, dan slowness. Perawatan pada penderita penyakit parkinson bertujuan untuk memperlambat dan menghambat

18

perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat dilakukan dengan pemberian obat dan terapi fisik seperti terapi berjalan, terapi suara atau berbicara dan pasien diharapkan tetap melakukan kegiatan sehari-hari.2,6 Beberapa obat yang diberikan pada penderita penyakit parkinson:6 1

Antikolinergik Benzotropine (Cogentin), trihexyphenidyl (Artane). Berguna untuk mengendalikan gejala dari Penyakit Parkinson, yaitu untuk memuluskan gerakan

2

Levodopa Merupakan pengobatan utama untuk Penyakit Parkinson. Di dalam otak, levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopadekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan efeks amping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik. Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita Penyakit Parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama Carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya dan mengurangi efek sampingnya. Sejak diperkenalkan akhir tahun 1960, levodopa merupakan obat yang paling banyak dipakai sampai saat ini. Levodopa dianggap merupakan pengobatan utama Penyakit Parkinson. Berkat levodopa, seorang penderita Penyakit Parkinson dapat kembali beraktivitas secara normal. Pengobatan simtomatis dengan levodopa harus menunggu sampai memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini 19

mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin. Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal. Efek samping levodopa dapat berupa: 

Neusea, muntah, distress abdominal



Hipotensi postural



Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada sistem konduksi jantung. Ini bias diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol



Diskinesia. Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher ataumuka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap terapilevodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggukarena penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku,sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak



Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum darah yang meningkatmerupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi levodopa.Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia yaitugerakan motorik tidak terkontrol pada

anggota

gerak

maupun

tubuh.

Respon

penderitayang

mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang. Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau MAO-Binhibitor. Jika kombinasi obat-obatan tersebut juga tidak membantu disini dipertimbangkan pengobatan operasi. Operasi

20

bukan merupakan pengobatan standar untuk penyakit parkinson juga bukan sebagai terapi pengganti terhadap obat-obatanyang diminum. 3

COMT inhibitor Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Untuk mengontrol fluktuasi motor padapasien yang menggunakan obat levodopa. Tolcapone adalah penghambat enzim COMT, memperpanjang efek L-Dopa. Tapi karena efek samping yang berlebihans eperti liver toksik, maka jarang digunakan. Jenis yang sama, entacapone, tidak menimbulkan penurunan fungsi liver.

4

Agonis dopamine Agonis dopamin seperti bromokriptin (Parlodel), pergolid (Permax), pramipexol (Mirapex), ropinirol, kabergolin, apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga menyebabkan

penurunan

reseptor

dopamin

secara

progresif yang

selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson. Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik. 5

MAO-B inhibitors Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada penyakit Parkinson karena neuotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan nmencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari Penyakit Parkinson, yaitu untuk menghaluskan pergerakan. Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi monoamineoksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya 21

mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin. Efek sampingnya adalah insomnia. Kombinasi dengan L-dopa dapatemningkatkan angka kematian, yang sampai saat ini tidak bisa diterangkan secara jelas. Efek lain dari kombinasi ini adalah stomatitis. 6

Amantadine (Symmetrel) Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran.

Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar otak, maka levodopa dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa dekarboksilase. Untuk maksud ini dapat digunakan karbidopa atau benserazide (madopar). Dopamin dan karbidopa tidak dapat menembus sawar-otak-darah. Dengan demikian lebih banyak levodopa yang dapat menembus sawar-otak-darah, untuk kemudian dikonversi menjadi dopamine di otak. Efek sampingnya umumnya hampir sama dengan efek samping yan gditimbulkan oleh levodopa.2

Prognosis Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala Parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena Parkinson, maka penyakit ini akan bertahan seumur hidup. Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah.6

22

Gambar 2.6 Patofisiologi Parkinson 2.6 Hiperkinetik Movement Disorder 1. Korea Pada sindrom ini, pasien menunjukan gerakan-gerakan involunter, cepat, menghentak, ireguler, dan tidak berulang.3 a. Korea Huntington Etiologi dan patogenesis Penyakit Huntington adalah penyakit yang diturunkan secara autosomal dominan dengan onset tersering pada masa dewasa. Penyakit ini disebabkan oleh sebuah defek pada gen kromosom 4. Gen ini mengkodekan protein huntingtin yang fungsinya masih belum diketahui. Kodon GAG yang mengkodekan glutamin diulangi lebih banyak daripada normal. Penyakit ini mengenai pria dan wanita dengan frekuensi yang sama.3

23

Pada penyakit ini, terjadi degenerasi neuron-neuron yang mensekresi GABA, substansi P dan asetilkolin di jaras inhibisi striatonigra. Degenerasi ini mengakibatkan neuron-neuron di substansia nigra yang mensekresikan dopamin menjadi lebih aktif sehingga jaras nigrostriata menginhibisi nukleus kaudatus dan putamen.3 Manifestasi klinis Penyakit Huntington secara klinis ditandai oleh gerakan involunter berdurasi singkat yang mengenai beberapa kelompok otot, yang umumnya terjadi secara acak (korea atau hiperkinesia koreiformis). Pasien pada awalnya mencoba untuk menggabungkan gerakan cepat ini dengan perilaku motorik volunter, sehingga pengamat dapat tidak menyadari bahwa benar-benar terdapat gerakan involunter dan pasien justru tampak kaku dan gelisah. Namun, seiring dengan progresivitas penyakit hiperkinesia menjadi semakin berat dan sulit untuk ditekan. Kedutan pada wajah timbul seperti menyeringai, dan pasien semakin sulit untuk mengistirahatkan tungkainya, atau sulit untuk mempertahankan lidah pada posisi protrusi selama lebih dari beberapa detik (sehingga disebut lidah chameleon atau lidah trombon). Gangguan ini disertai oleh disartria da disfagia yang semakin memberat. Gerakan involunter yang mengganggu menjadi semakin jelas dengan stres emosional dan berhenti hanya pada saat tidur.4 Pada fase lanjut penyakit ini, hiperkinesia menurun dan menimbulkan rigiditas. Pada beberapa kasus, peningkatan tonus otot. Kemampuan kognitif pasien juga menurun, yakni terdapat demensia progresif.4 Pemeriksaan CT scan menunjukkan pembesaran ventrikulus lateralis yang terjadi akibat degenerasi nukleus kaudatus.3 b. Korea Sydenham Korea Sydenham adalah penyakit pada anak yang ditandai dengan gerakangerakan involunter yang cepat dan ireguler pada eksremitas, wajah, dan badan. Kondisi ini diebabkan oleh demam rematik. Struktur antigen bakteri streptokokus mirip dengan struktur protein di membran neuron striata. Antibodi penjamu tiddak hanya mengikat antigen bakteri tetapi juga menyerang membran neuron-neuron 24

ganglia basalis. Hal inimenimbulkan gerakan-gerakan koreiform, yang bersifat sementara dan sembuh sempurna.3 2. Balismus Gangguan pergerakan yang jarang ini disebabkan oleh lesi nukleus subtalamikus.

Kerusakan

ini

menimbulkan

gerakan

menyentak/melempar

beramplitudo besar pada ekstremitas, yang dimulai dari sendi proksimal. Pada sebagian besar kasus gangguan ini hanya terjadi satu sisi saja (hemibalismus), kontralateral terhadap lesi.4 3. Atetosis Atetosis terdiri dari gerakan-gerakan yang lambat, bergelombang, dan menggeliat yang hampir selalu mengenai segmen-segmen distal ekstremitas. Degenasi globus palidus terjadi akibat pemutusan sirkuit yang melibatkan nuklei basalis dan korteks serebri.3 4. Distonia Distonia ditandai dengan kontraksi otot involunter berdurasi lama yang menimbulkan gerakan aneh dan postur ekstremitas yang bengkok. Seperti jenis gagguan pergerakan lain yang disebabkan oleh lesi ganglia basalis, distonia memburuk dengan konsentrasi mental atau stres emosional dan membaik saat tidur. Pada interval ketika distonia tidak timbul, tonus otot pada gerakan pasif ekstremitas yang terkena cenderung menurun4. Pada beberapa variasi distonia, distonia yang terbatas pada satu kelompok otot disebut distonia fokal. Contohnya meliputi blefarospasme, penutupan mata involunter secara paksa akibat kontraksi muskulus orbikularis okuli, da tortikolis spasmodik, yaitu leher terputar distonik. Distonia generalisata, yang terdiri dari berbagai tipe, mengenai semua kelompok otot tubuh dengan derajat yang bervariasi. Pasien yang mengalami distonia generalisata paling sering terganggu oleh disartria dan disfagia yang berat yang biasanya membentuk bagian dari sindroma: pasien bicara seperti terburu-buru dan sulit dimengerti.4

25

Penyebab tepat abnormalitas fungsional pada ganglia basalia yang menyebabkan distonia saat ini masih belum dipahami.4 5. Tics Tics adalah gerakan involunter yang sifatnya berulang, cepat, singkat, stereotipik, kompulsif, dan tak berirama, dapat merupakan bagian dari kepribadian normal.2 Jenis-jenis tics meliputi: a. Tics sederhana, misalnya kedipan mata dan tics fasialis. Biasanya dijumpai pada anak yang cemas atau pada umur yang lebih tua dan dapat hilang secara spontan. b. Tics konvulsif atau tics herediter multipleks (sindrom Gilles de la Tourette). Dijumpai pada anak dengan tics sederhana yang kemudian berkembang menjadi multipleks. Penderita biasanya mengalami hambatan dalam pergaulan.2 6. Tremor Tremor adalah suatu gerakan osilasi ritmik, agak teratur, berpangkal pada pusat gerakan tetap dan biasanya dalam suatu bidang tertentu. Tremor meliputi tremor fisiologik

dan

patologik. Tremor

patologik

meliputi

resting/static

tremor,

ataxic/intenttion tremor, dan postural/action tremor.2 a. Tremor fisiologik Tremor pada jari-jari, tangan, dan kaki yang timbul pada waktu seseorang yang mengalami stres. b. Resting/static tremor Ditemukan pada sindrom parkinson, dengan frekuensi 6-10 kali perdetik, mengenai sendi pergelangan tangan dan sendi metakarpofalangeal. Tremor ini timbul pada waktu anggota gerak dalam keadaan istirahat. Dilengkapi dengan gerakan oposisi telunjuk dan ibu jari secara ritmik, diebut pill rolling. 26

c. Ataxic/ intention tremor Tremor ini timbul pada saat melakukan gerakan dan tremor akan terjadi secara maksimal pada saat gerakan tangan mendekati sasaran. Tremor jenis ini merupakan akibat gangguan serebelum. d. Postural/action tremor Tremor ini timbul pada waktu anggota gerak melakukan gerakan dan kemudian dipertahankan dalam posisi tertentu. 8. Mioklonus Mioklonus adalah kontraksi suatu otot atau sekelompok otot yang tidak disadari dan bersifat mendadak, mengakibatkan gerakan yang dapat dilihat pada tempat/sendi yang bersangkutan. Gerakan otot ini biasanya tidak berirama, tidak sinkron, multipleks, spotan, atau dengan angsang sensorik, dan kadang-kadang dapat bersifat lokal atau ritmik. Gerakan abnormal mioklonus timbul akibat lesi atau kelainan pada SSPoleh karena gangguan metabolik, les fokal atau gangguan struktur SSP, dan familial.

27

DAFTAR PUSTAKA

28

1. Swierzewski SJ. Movement Disorders. September 2014. Diunduh dari: http://www.healthcommunities.com/movement-disorders/overview-ofmovement-disorders.shtml 2. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi Duus: Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2012. 3. Waxman SG. Clinical Neuroanatoy 26 th Edition. McGraw-Hill: 2010. p.143146. 4. Snell RS. Neuro-anatomi klinik Ed 5. Jakarta; EGC: 2006. h. 350-360 5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta; UGM: 2008. h. 219-243 6. Supadmadi. Penyakit Parkinson. Dalam: Departemen Saraf RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Pengenalan dan penatalaksanaan kasus-kasus neurologi. Jakarta: Penerbit Departemen Saraf RSPAD Gatot Soebroto, 2008, h. 73-8. 7. Kelompok Studi Gangguan Gerak Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya. Jakarta: 2013. h.7-24 8. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta; UGM: 2008. h. 219-243 9. Abdo WF., et al. The Clinical Approach to Movement Disorder. 2010. p 29-37 10.

Ondo WG.,Young R. Gait and Movement Disorder. American

Academy of Neurology. 2013.

29

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF