Referat Pneumonia Geriatri (Dok Fikri)

December 5, 2018 | Author: Mutiara Adysti | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

pneumonia geriatri...

Description

REFERAT TATALAKSANA PNEUMONIA PADA GERIATRI

Disusun Oleh: Mutiara Adisti 1102013190

Pembimbing: Dr. Fikri Faisal Sp.P

DISUSUN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI RSUD DR. SLAMET GARUT

KATA PENGANTAR

 Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan dan kemampuan kepada penyusun sehingga penyusunan Referat yang berjudul “Tatalaksana Pneumonia Pada Geriatri” ini dapat diselesaikan. Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan kepaniteraan kepaniteraan klinik SMF Ilmu Penyakit Dalam di RSU Dr.Slamet Garut. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada : 1.

dr. Fikri Faisal Sp.P selaku dokter pembimbing.

2. Para Perawat dan Pegawai di Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr.Slamet Garut. 3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr.Slamet Garut. Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan referat yang baik dan  bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih baik di kemudian hari. Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi  pembaca,

khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam

menjalani aplikasi ilmu. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Garut, September 2017

Penulis

2

BABI PENDAHULUAN

Kejadian pneumonia yang diakibatkan masyarakat/komunitas meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit ini terkait dengan peningkatan morbimotilitas dan sering menyebabkan perawatan darurat dan masuk ke rumah sakit. Kejadian CAP yang meningkat pada geriatri dikaitkan dengan serangkaian perubahan fisiologis yang terkait dengan penuaan, saluran pernapasan (pengurangan reflex batuk dan  pembersihan mukosiliar) dan sistem kekebalan tubuh (bawaan dan adaptasi)  bersamaan dengan adanya malnutrisi serta penyakit kronis yang melibatkan usia (diabetes mellitus, PPOK, gagal jantung kronis, kanker dan insufisiensi ginjal kronis) membuat kelompok geriatric lebih rentan terhadap peningkatan infeksi, khususnya  pneumonia, dengan hasil yang lebih buruk. Kelompok geriatri adalah semua orang yang berusia 60 tahun atau lebih (WHO) yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Prevalensi insiden pneumonia pada geriatri di Indonesia adalah, contohnya di Semarang, pasien geriatri yang menjalani rawat inap karena pneumonia sebanyak 16,6%. Sejumlah faktor meningkatkan resiko infeksi pada pasien geriatri; interaksi antara faktor-faktor resiko berupa komorbiditas, imunitas yang melemah dan faktor usia sangat kompleks. Perubahan anatmi fisiologi akibat proses penuaan memberi konsekuensi penting terhadap cadangan fungsional paru, kemampuan untuk mengatasi penurunan komplians paru dan peningkatan resistensi saluran napas terhadap infeksi. Sekali mikroorganisme pathogen berad adi alveolus, aka n dilepaskan mediator pro inflamasi dan respon inflamasi terpicu sehingga menimbulkan manifestasi klinis. Perawatan

kesehatan

pada

geriatri

umumnya

lebih

kompleks.

Ini

 berhubungan dengan terlambatnya diagnosis dan perawatan, peningkatan resiko komplikasi dan perawatan lebih lama di rumah sakit. Semua hal di atas membuat CAP pada geriatri menjadi masalah kesehatan yang perlu diperhatikan khusus, terlebih untuk tatalaksana pneumonia pada kelompok geriatri.

3

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari  bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia termasuk dalam infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) dan merupakan ISNBA yang paling sering ditemukan. Pneumonia ini dapat terjadi secara  primer atau merupakan tahap lanjutan manifestasi ISNBA lainnya misalnya sebagai  perluasan bronkiektasis yang terinfeksi.1,3 Pneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi penularan, yaitu komunitas, rumah sakit (nosokomial) atau pusat perawatan kesehatan (nursing home). Pneumonia yang berasal dari pusat perawatan kesehatan tidak dimasukan dalam golongan  pneumonia nosokomial karena pada pusat perawatan kesehatan memiliki penghuni yang bervariasi dimana terdapat penghuni yang masih berfungsi secara penuh hingga  penghuni yang hanya terbaring ditempat tidur. 2

2.2 Etiologi

Terdapat lebih dari 100 mikroba (bakteri, virus, jamur, protozoa, dan parasit lainnya) yang dapat menyebabkan pneumonia komunitas. Etiologinya di sesuaikan oleh berbagai aspek seperti komorbiditas, situasi fungsional basal, keparahan episode akut, pengobatan antimikroba yang diterima hingga kontak dengan ruamah sakit atau tempat tinggal. S. Pneumoniae adalah penyebab tersering dari Pneumonia komunitas  pada lansia, dengan presentasi > 50% dari seluruh kasus pneumonia. Tabel 2.1 menunjukan

urutan

penyebab

tersering

dari

Pneumonia

komunitas

dan

mengidentifikasi petunjuk yang didapatkan dari anamnesis untuk mendapatkan kemungkinan organisme penyebab dari pneumonia. 2,6

4

Tabel 2.1 2

Penyebab Terbanyak Community-Acquired Pneumonia (CAP) pada Dewasa Tua 1. S. Pneumoniae 2. C. pneumoniae 3. Enterobacteriaceae 4. L. pneumophila serogroups 1 – 6 5. Haemophilus influenzae 6. Moraxella catarrhalis 7. S. aureus 8. Influenza A virus 9. Influenza B virus 10. Respiratory syncytial virus 11. Legionella spp. 12. M. tuberculosis 13. HMPV 14. Pneumocystis jiroveci 15. Nontuberculous mycobacteria 16. M. Pneumoniae

2.3 Klasifikasi 9

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis: a. Pneumonia komunitas (CAP)  b. Pneumonia nosocomial (HAP) c. Pneumonia aspirasi d. Pneumonia pada penderita immunocompromised 2. Berdasarkan bakteri penyebab a. Pneumonia bacterial / tipikal : Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa  bakteri memiliki tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphylococcus pada penderita  pasca infeksi influenza  b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella, Chlamydia c. Pneumonia virus d. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah 3. Berdasarkan predileksi infeksi a. Pneumonia lobaris, sering pada pneumonia bacterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada 1 lobus atau segmen

5

kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya:  pada aspirasi benda asing atau proses keganasan  b. Bronkopneumonia, ditandai dengan bercak infiltrat pada lapang paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus c. Pneumonia interstitial

2.4 Patofisiologi

Dalam kondisi normal, cabang tracheobronchial bersifat steril. Saluran nafas memiliki sederet mekanisme perlindungan untuk mencegah masuknya patogen ke dalam paru, yaitu :3,7 1. Didalam hidung terdapat concha dan rambut-rambut yang menahan benda asing untuk masuk ke dlam paru. 2. Epiglottis menutupi trachea dan mencegah sekresi maupun makanan masuk kedalam trakea. 3. Cabang trakeobronkial terdiri atas sel-sel yang mensekresikan musin. Musin ini mengandung zat antibakterial seperti antibodi IgA, defesins, lisozim, dan laktoferin. Selain itu musin juga bersifat lengketsehingga bakteri dan benda asing lainnya yang berhasil melewati epiglottis akan terjebak. 4. Silia yang berada sepanjang dinding trachea dan bronkus bergetar sangat cepat, berperan sebagai sabuk konveyer yang menggerakan musin keluar. 5. Ketika sejumlah cairan atau benda asing masuk ke dalam trakea, reflek batuk akan bekerja, dan isi yang tidak diinginkan segera dikeluarkan dari cabangcabang trakeobronkial. 6. Apabila patogen dapat melewati seluruh mekanisme perlindungan tersebut dan masuk ke dalam alveoli, patogen akan berada di ruangan yang pada keadaan normal kering dan tidak dapat dihuni. Masuknya patogen akan memicu masuknya netrofil dan makrofag alveolar yang akan memangsa dan membunuh patogen tersebut. Immunoglobulin dan komplemen dapat ditemukan pada area ini. Surfaktan juga memiliki fungsi perlindungannya sendiri.

6

7. Kelenjar getah bening yang berada di alveoli bertugas untuk mengeringkan dan mengalirkan cairan, makrofag dan limfosit ke kelenjar getah bening mediastinum. Terdapat tiga rute masuknya patogen ke dalam parenkim paru yaitu, hematogen, airborne, dan mikroaspirasi. Rute tersering adalah melalui mikroaspirasi. Penyebaran secara hematogen mungkin disebabkan akibat adanya infeksi saluran kemih pada lansia. Patogen berupa bakteri biasanya masuk ke dalam paru melalui aspirasi flor a di mulut atau melalui inhalasi droplet kecil (diameter 28x/menit menandakan pneumonia. Foto rontgen dada dapat sulit dinilai pada pasien lansia, terutama bila foto dalam  posisi AP. Terdapat setidaknya 25% kemungkinan perbedaan hasil penilaian foto antara ahli radiologi dan dokter yang memeriksa. CT scan dada sangatlah akurat untuk menentukan diagnosis dari pneumonia, akan tetapi tidak dapat dilakukan pada seluruh pasien yang diduga mengalami pneumonia.  2,3,6 Tabel 2.2 2,3,6

Frekuensi dari Berbagai Tanda dan Gejala Dewasa dengan CAP

Symptoms and Signs

%

Respiratory Signs Cough Dyspnea Sputum production Pleuritic chest pain Hemoptysis

85 75 73 57 20

Non-Respiratory Signs Fatigue Fever Anorexia Chills Sweats Headache Myalgia+  Nausea Sore throat Confusion Vomiting Diarrhea Abdominal pain

90 82 73 72 70 50 45 40 29 38 32 30 29

Signs Altered mental status* Respiratory rate (≥30/min) Heart rate (≥125/min) Temperature = 10.000 atau 38 - Sekret purulent - Leukositosis

10

Gambar : Foto serial Pneumonia

2.7 Diagnosis Etiologi

Etiologi dari pneumonia biasanya tidak dapat ditentukan hanya dari manifestasi klinis saja. Dokter perlu melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mendukung diagnosis etiologi ini. Keuntungan dari menentukan etiologi dari  pneumonia ini adalah untuk mempersempit penggunaan antibiotik sehingga menurunkan kemungkinan untuk terjadinya resistensi. 3,6 Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah :

3,6

a) Pewarnaan Gram dan kultur sputum Tujuan utama melakukan pewarnaan gram pada sputum adalah untuk memastikan apakah sampel tersebut cocok untuk dikultur atau tidak. Akan tetapi, pewarnaan gram mungkin juga dilakukan untuk mengidentifikasi  beberapa pathogen seperti S. pneumonia, S. aureus, dan bakteri gram negatif. Dengan membedakan karakteristik dari masing-masing patogen. Sputum yang adekuat untuk dikultur harus memiliki >25 netrofil, dan 30 breaths/min Diastolic BP 7 mm/L 13

Sistem skoring yang dikembangkan oleh Fine et al. Memprediksikan angka kematian akibat pneumonia tersebut. Sistem ini telah digunakan sebagai acuan untuk memutuskan, yang dimana pasien dengan kelas I-III dapat ditangani dasar ambulatory dan pada pasien dengan kelas IV-V harus segera dilakukan perawatan di rumah sakit. Akan tetapi pada kenyataannya sistem ini memiliki beberapa kealahan dan keputusan dari pemeriksa adalah elemen terpenting untuk menentukan bagaimana pasien dirawat. Sistem yang diterapkan oleh British Thoracic Society (BTS) merupakan sistem atau acuan termudah dan paling akurat untuk menentukan tingkat keparahan dari pneumonia. Sistem tersebut telah dimodifikasi menjadi CURB-65. Tabel 2.4

2,7

CURB-65 Rule Confusion Urea >7 mm/L Respiratory rate >30 breaths/min Blood pressure: systolic 65 yr *Assign one point for each when present * Mortality rate: 0 - 0.7% 1 - 3.2% 2 - 3% 3 - 17% 4 - 41.5% 5 - 57%.

Transfer dari Pusat Perawatan Kesehatan ke Rumah Sakit

Beberapa studi telah menyediakan data untuk membantu kita dalam menentukan keputusan pasien yang perlu dipindahkan dari pusat perawatan kesehatan ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan dari pneumonia. Pada salah satu studi beberapa keadaan brikut ini menandakan adanya kegagalan dalam  penanganan dari pneumonia pada pusat perawatan kesehatan, yaitu :

2

14



 Nadi > 90x/menit



Suhu > 38 oC



Respiratory rate > 30x/menit



Dependen terhadap NGT Apabila tidak ditemukan faktor risiko tersebut maka tingkat kegagalan

adalah 11%, apabila ditemukan ≤ 2 faktor risiko maka tingkat kegagalan mencapai 23% dan apabila ≥ 3 faktor risiko maka tingkat kegagalan mencapai 59%. Pusat  perawatan kesehatan biasanya memiliki fasilitas yang memadai dan tenaga perawat yang cukup untuk menyediakan perawatan dan penanganan pada pasien yang sakit. Berbagai keputusan yang dibuat harus berdasarkan ilmu yang sudah ada. Perawatan ICU

Sekitar 10% pasien yang dirawat dirumah sakit dengan pneumonia memerlukan perawatan yang intensif. Dalam subgrup ini angka kematian diperkirakan 3 kali lebih tinggi dibandingkan angka kematian pada pasien  pneumonia yang tidak memerlukan perawatan intensif. Selain itu pasien dengan  pneumonia yang dirawat di ICU biasanya memerlukan waktu perawatan yang lebih lama dibandingkan dengan pasien yang dirawat di bangsal biasa. Penentuan untuk memindahkan pasien ke ICU ditentukan berdasarkan tingkat keparahan dari  pneumonia dan sering juga berdasarkan kebutuhan akan mesin ventilator (>50%), monitoring hemodinamik (30%) dan syok (15%). Umur saja tidak dapat menjadi dasar untuk memutuskan pasien ini perlu dipindahkan ke ICU atau tidak.

2,7

2.9 Penatalaksanaan Antibiotik

Dikarenakan dokter sulit untuk mengetahui etiologi dari pneumonia sebelum didapatkan hasil kultur, maka digunakan terapi empirik yang dimana berfungsi mencakup seluruh patogen yang mungkin menyebabkan pneumonia. Pada seluruh kasus, antibiotik harus diberikan secepat mungkin. Untuk mencakup patogen atipikal  perlu ditambahkan makrolid atau dengan menggunakan fluoroquinolone yang dimana menunjukan  penurunan angka kematian dibandingkan apabila menggunakan βlactam. Namun pengetahuan tentang tingkat resistensi antibiotikdari tiap pathogen

15

yang menjadi penyebab pneumonia merupakan kunci untuk menghasilkan terapi empiris yang adekuat dan menurunkan kemungkinan kegagalan terapi. Contohnya, MRSA

sensitive

menggunakan

kortimoksazol,

menggunakan quinolone tidak dapat menjadi pilihan. Pengobatan

pneumonia

pada

usia

karena

itu,

terapi

empiris

8

lanjut

harus

mempertimbangkan

komorbiditas dan fungsional, situasi kognitif dan sosial serta faktor resiko individual yang memungkinkan terjadinya resisten antibiotic. Terdapat 2 pertanyaan

utama

untung menentukan terapi empiris pada lanjut usia; apakah ada resiko dari mikroorganisme yang tidak umum? Dan kedua: apakah ada kelemahan pada pasien? Bila ada, berada pada tingkat berapa kelemahannya tersebut?  8 Berikut adalah rangkuman terapi dari tiap kemungkinan keadaan pasien lanjut usia.  8

A. Pasien tanpa adanya kelemahan -

Pasien

rawat

jalan

 

Amoxicilin/clavulanat

atau

cefditoren

+

clarithomcicin atau moxifloxacin atau levofloxacin -

Terapi saat masuk  Amoxicilin/clavulanat atau ceftriaxone + azitromicin atau moxifloxacin atau levofloxacin

B. Pasien dengan kelemahan -

Kelemahan ringan  Amoxicilin/clavulanat atau ceftriaxone + azitromicin atau moxifloxacin atau levofloxacin

-

Kelemahan sedang-berat

 

Ertapenem atau amoxicillin/clavulanat.

Ertapenem meruaka terapi ideal untuk Home Hospitalization Unit C. Uncommon pathogens -

Enterobakteria/anaerob

 

Ertapenem

atau

amoxicillin/clavulanat.

Ertapenem memiliki sensitifitas yang baik untuk bakter anaerob, S.pneumoniae dan semua enterobakteria. -

Methicilin-resistant S.Aureus (MRSA)  Tambahkan linezolid

-

P. aeruginosa

  Piperacilin/tazobactam

atau imipinem atau merupenem

atau cefepime + levofloxacin atau ciprofloxacin atau tobramycin

16

Berikut ini adalah terapi empiris yang dilakukan pada pasien dengan pneumonia. 1,2,6

Pilihan Terapi Antibiotik (Pertama dan Kedua) untuk Pneumonia Bila Etiologi Belum Diketahui 2,6

A. Pasien yang sebelumnya sehat dan tidak menggunakan antibiotic lain dalam 3  bulan terakhir 1. Makrolida (eritromisin 200 mg tiap 6 jam selama 10 hari, clarithomicin 500 mg per oral 2x/hari selama 10 hari atau azitromicin 500 mg per oral 1x/hari lalu dilanjutkan 250 mg 1x/hari selama 4 hari. 2. Doksisiklin 100 mg 2x/hari selama 10 hari Bila terjadi COPD atau pasien meminum antibiotic dalam 3 bulan terakhir, 1. Fluoroqinolone: Levofloxacin, 750 mg 1x/hari per oral atau IV (bila creatinin clearance 90%

-

Kesadaran baik

-

Toleransi per oral baik

Evaluasi Terapi

Yang paling sering digunakan untuk menilai hasil terapi adalah dengan  pengukuran tanda vital,dan pemeriksaan fisik yang berulang. Secara umum, akan sangat jelas terlihat saat terjadi kegagalan dari terapi yang diberikan. Pada pasien yang terjadi perbaikan klinis, hanya diperlukan melakukan foto rontgen dada ulang sekali lagi untuk melihat perbaikannya. Sangatlah penting mengetahui kapan kita harus melakukan foto rontgen ulang ini. Pada pasien dengan PPOK biasanya terjadi penundaan dalam penyembuhan dari pneumonia dalam gambaran radiologi. Akan tetapi, apabila dalam 12 minggu tidak terjadi penyembuhan, maka perlu dilakukan bronkosopi.pada 2% pasien dengan CAP, pneumonia adalah salah satu manifestasi dari kanker paru. Pada 50% pasien ini, diagnosa dapat diperkirakan secara radiografi disaat timbulnya gejala. CT scan dada sangat membantu dalam  penanganan pada pasien yang tidak mengalami perbaikan. Dengan ini dapat

20

terdeteksi efusi pleura (kemungkinan besar empiema) dan kavitas dini sebelum dapat terlihat pada rongen thorax biasa.

2,6

2.10 Komplikasi 9

Terdapat beberapa komplikasi dari pneumonia, diantaranya: -Efusi pleura - Empiema - Abses Paru - Pneumotoraks - Gagal nafas - Sepsis 2.11 Prognosis

Prognosis dari pneumonia sendiri sangatlah tegantung dari umur pasien, komorbiditas, dan tempat perawatan pasien. Pada pasien dengan usia muda dan tanpa komorbiditas, akan cepat pulih dan sembuh total setelah 2 minggu. Pada pasien yang  berusia tua dengan kondisi komorbid akan beberapa minggu lebih lama dalam  penyembuhan.2

21

KESIMPULAN

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi yang cukup sering terjadi  pada pasien lansia karena berbagai macam faktor risiko yang dimiliki oleh pasien. Pneumonia juga merupakan penyakit infeksi yang cukup serius dan memiliki anka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Oleh karena itu, keahlian untuk mendiagnosis dini dan tepat, identifikasi etiologi dan pemilihan antibiotika yang tepat sangatlah penting guna mencegah terjadinya kematian pada pasien. Terdapat dua diagnosis yang perlu ditetapkan pada pasien dengan  pneumonia, yaitu diagnosis klinis dan diagnosis etiologi. Diagnosis klinis belum dapat ditegakan secara pasti hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka dari itu diperlukan pemeriksaan radiologi, sebagai gold standart, untuk mendiagnosis  pneumonia ini. Sedangkan untuk diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan laboratorium, terutama pewarnaan gram, kultur, dan uji sensitivitas, untuk menemukan mikroorganisme penyebab dari pneumonia tersebut sehingga dapat dipilih antibiotika yang tepat. Identifikasi kuman penyebab membutuhkan pemeriksaan biakan kuman dimana biakan kuman membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pengobatan harus segera diberikan. Maka sebelum hasil kultur kuman dan uji sensitifitas keluar, diberikan terapi antibiotik secara empiris. Pemberian antibiotik secara empiris dapat berupa antibiotik golongan makrolid ataupun fluoroquinolone. Setelah keluar hasil uji kepekaan antibiotik terhadap kuman penyebab diberikan antibiotik yang sesuai. Pada pemberian antibiotik secara empiris jika terdapat  perbaikan, antibiotik dapat diteruskan, jika tidak maka antibiotik diganti sesuai uji kepekaan.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. A Sanityoso 2007, Pneumonia - Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Keempat, Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2. Halter JB, Ouslander JG, Tinetti ME et al 2009, Pneumonia - Hazzard’s Geriatric Medicine and Gerontology. 6 th  edition, New York: McGraw-Hill; 1531-45. 3. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL 2011, Pneumonia - Harrison Principle of Internal Medicine 18th edition, London: McGraw-Hill. 4.  Niederman MS, McCombs JS, Unger AN, et al 1998, The cost of treating community-acquired pneumonia. Clin Ther; 20:820 – 837 5. Kaplan V, Angus DC, Griffin MF, et al 2002, Hospitalized communityacquired pneumonia in the elderly: age- and sex-related patterns of care and outcome in the United States: Am J Respir Crit Care Med; 165:766 – 772 6. Marie TJ, Yoshikawa TT 2003, Community-acquired Pneumonia in Elderly,  Am J Respir Crit Care Med ;31:1066-78 7. Southwick F 2007, Pulmonary Infection- Infcetious Disease a Clinical Short Course 2nd ed, London: McGraw-Hill. 8. Castillo J G, Sanchez Francisco J et al 2014, Guidelines for the management of community acquired pneumonia in the elderly paient, Madrid; 27 (1): 69-86 9. PDPI, 2003. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Komunitas di Indonesia. 10. PDPI, 2003. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia.

23

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF