Referat - Perbedaan Radiologis Pneumonia Dan Bronkopneumonia

July 27, 2017 | Author: Priskila Madelyn Silalahi | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

dokumen...

Description

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN RADIOLOGI PERIODE: 11 APRIL 2016 – 14 MEI 2016 RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA, JAKARTA

REFERAT PERBEDAAN GAMBARAN RADIOLOGIS PADA PNEUMONIA DAN BRONKOPNEUMONIA

Penulis : David Sethia Perdana Galang Bagaskara Priskila Madelyn P.

030.11.064 030.11.111 030.11.233

Pembimbing : dr. Faida Susantinah, Sp.Rad

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

LEMBAR PERSETUJUAN

Referat dengan judul : “PERBEDAAN GAMBARAN RADIOLOGIS PADA PNEUMONIA DAN BRONKOPNEUMONIA”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Departemen Radiologi di Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa Jakarta Periode 11 April 2016 – 14 Mei 2016

Pada hari …………, tanggal …………………

Jakarta, ...... Mei 2016 Pembimbing,

(dr. Faida Susantinah, Sp.Rad)

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas karunia-Nya referat dengan judul “Perbedaan Gambaran Radiologis pada Pneumonia dan Bronkopneumonia” dapat selesai dengan semestinya. Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Departemen Radiologi periode 11 April 2016 – 14 Mei 2016. Diagnosis yang cermat dan komprehensif sangat diperlukan untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas. Di samping dengan melakukan pemeriksaan fisik yang komprehensif meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, diagnosis pneumonia atau pun bronkopneumonia memerlukan berbagai pemeriksaan penunjang, salah satu pemeriksaan utama adalah pemeriksaan radiologi toraks. Pemeriksaan radiologi toraks. Pemeriksaan radiologik toraks merupakan pemeriksaan yang sangat penting. Pemeriksaan paru tanpa pemeriksaan Roentgen saat ini dianggap tidak lengkap. Suatu penyakit paru belum dapat disingkirkan dengan pasti sebelum dilakukan pemeriksaan radiologic Makalah ini disusun sedemikian rupa untuk membahas perbedaan gambaran radiologis antara pneumonia dan bronkopneumonia. Pada bab awal akan dibahas terlebih dahulu mengenai gambaran umum penyakit pneumonia dan bronkopneumonia, kemudian pada bab berikutnya akan dibahas lebih spesifik mengenai gambaran radiologis pada pneumonia dan bronkopneumonia. Seperti pepatah “tiada gading yang tak retak”, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan, bahkan jauh dari sempurna. Kritik dan saran sangat diharapkan penulis guna menyempurnakan tulisan ini pada kesempatan-kesempatan berikutnya. Penulis menaruh harapan besar agar tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua yang membutuhkannya.

Jakarta, … Mei 2016 Penulis,

iii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i LEMBAR PERSETUJUAN...............................................................................................ii KATA PENGANTAR........................................................................................................iii DAFTAR ISI.....................................................................................................................iv BAB 1

PENDAHULUAN...........................................................................................1 1.1 1.2 1.3 1.4

Latar Belakang.......................................................................................................1 Rumusan Masalah..............................................................................................2 Tujuan.................................................................................................................2 Manfaat...............................................................................................................2

BAB 2

LANDASAN TEORETIS: PNEUMONIA DAN BRONKOPNEUMONIA...............................................................................4 2.1 Batasan definisi.....................................................................................4 2.2 Epidemiologi.........................................................................................4 2.3 Sistem respirasi.....................................................................................5 2.4 Etiologi..................................................................................................9 2.5 Faktor risiko........................................................................................11 2.6 Klasifikasi pneumonia.........................................................................12 2.6.1 Berdasarkan sumber infeksi.....................................................13 2.6.2 Berdasarkan mikroorganisme penyebab infeksi.......................13 2.6.3 Berdasarkan predileksi atau tempat infeksi..............................13 2.7 Patofisiologi........................................................................................14 2.8 Diagnosis.............................................................................................16 2.8.1 Gejala klinis.............................................................................16 2.8.2 Pemeriksaan fisik.....................................................................16 2.8.3 Pemeriksaan penunjang............................................................17 2.9 Penatalaksanaan..................................................................................18 2.10 Komplikasi..........................................................................................20

BAB 3

PEMBAHASAN : PERBEDAAN GAMBARAN RADIOLOGIS PADA PNEUMONIA DAN BRONKOPNEUMONIA...............................21 3.1 Radiologi toraks normal......................................................................21 3.2 Gambaran radiologis pneumonia.........................................................22 3.2.1 Gambaran radiologis pneumonia lobaris..................................21 3.2.2 Gambaran radiologis pneumonia aspirasi.................................28 3.2.3 Gambaran radiologis pneumonia Staphylococcus....................29 3.2.4 Gambaran radiologis necrotizing pneumonia (abses paru)..............................................................................30 3.2.5 Gambaran radiologis pneumonia interstitial.............................33 3.2.6 Gambaran radiologis alveolitis.................................................34 3.3 Gambaran radiologis bronkopneumonia..............................................35

BAB 4

RESUME.......................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................38

iv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam

bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Infeksi saluran pernafasan bawah menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas. ISNBA dapat di jumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia.

Pneumonia

merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya tinggi, tidak hanya di negara berkembang, tetapi juga di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada dan di negara-negara Eropa. Di Indonesia sendiri pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit - penyakit kardiovaskular dan tuberkulosis. Diagnosis yang cermat dan komprehensif sangat diperlukan untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas. Di samping dengan melakukan pemeriksaan fisik yang komprehensif meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, diagnosis pneumonia atau pun bronkopneumonia memerlukan berbagai pemeriksaan penunjang, salah satu pemeriksaan utama adalah pemeriksaan radiologi toraks. Pemeriksaan radiologik toraks merupakan pemeriksaan yang sangat penting. Kemajuan yang pesat selama dasawarsa terakhir dalam teknik pemerksaan radiologic toraks dan pengetahuan untuk menilai suati roentenogram toraks menyebabkan pemeriksaan toraks dengan sinar X menjadi suatu keharusan rutin. Pemeriksaan paru tanpa pemeriksaan Roentgen saat ini dianggap tidak lengkap. Suatu penyakit paru belum dapat disingkirkan dengan pasti sebelum dilakukan pemeriksaan radiologik. Pada makalah ini akan dibahas mengenai perbedaan gambaran radiologis pada pneumonia dan bronkopneumonia. Pada bab awal akan dibahas terlebih dahulu mengenai gambaran umum penyakit pneumonia dan bronkopneumonia,

1

kemudian pada bab berikutnya akan dibahas lebih spesifik mengenai gambaran radiologis pada pneumonia dan bronkopneumonia. 1.2

Rumusan Masalah Berdasarkan uraian mengenai latar belakang masalah, maka diperoleh

rumusan masalah-masalah yang akan disinggung sebagai berikut.  Apa yang dimaksud dengan pneumonia dan bronkopneumonia?  Bagaimanakah perbedaan gambaran klinis pneumonia dan bronkopneumonia?  Apa sajakah modalitas radiologi yang digunakan dalam mendiagnosis pneumonia dan bronkopneumonia?  Bagaimanakah gambaran radiologis pada pneumonia dan bronkopneumonia? 1.3

Tujuan Penulisan Tujuan penulisan ini yakni meliputi :

 Mengetahui definisi pneumonia dan bonkopneumonia;  Memahami perbedaan gambaran klinis pneumonia dan bronkopneumonia;  Mengetahui modalitas radiologi yang digunakan dalam mendiagnosis pneumonia dan bronkopneumonia;  Memahami perbedaan gambaran

radiologis

antara

pneumonia

dan

bronkopneumonia. 1.4

Manfaat Penulisan Manfaat untuk ilmu pengetahuan Tulisan ini diharapkan dapat melengkapi referensi kepustakaan dan

memperluas khazanah ilmu pengetahuan yang telah ada. Manfaat untuk profesi Tulisan ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan acuan dan pertimbangan untuk kalangan mahasiswa/i kedokteran, profesi medis, atau pun profesi lainnya yang berkaitan dengan ilmu kesehatan pada umumnya yang ingin mengembangkan tulisan-tulisan yang telah ada. Manfaat untuk masyarakat

2

Tulisan ini diharapkan dapat memperluas wawasan masyarakat yang ingin mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan pneumonia dan bronkopneumonia, khususnya mengenai perbedaan gambaran radiologis antara keduanya.

BAB 2 LANDASAN TEORETIS: PNEUMONIA DAN BRONKOPNEUMONIA

3

2.1

Batasan definisi Pneumonia merupakan adalah peradangan pada parenkim paru atau bagian

distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan oleh mikroorganisme yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.(1) Bronkopneumonia adalah salah satu klasifikasi dari pneumonia, di mana peradangan pada paru menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal secara difus. Bronkopneumonia merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru, sering disebut sebagai pneumonia lobularis. Bronkopneumonia sering terjadi pada anak-anak 2.2

Epidemiologi Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan

kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (Pneumonia Komuniti / PK) atau di dalam rumah sakit / pusat perawatan (Pneumonia Nosokomial / PN).(2) Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat

4

menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.(2) 2.3

Sistem Respirasi Fokus utama pneumonia yakni pada jaringan paru-paru, sedangkan

bronkopneumonia yakni pada saluran napas dan jaringan paru, sehingga pneumonia sangat berhubungan dengan sistem respirasi. Sistem respirasi mencakup paru dan saluran udara yang menghubungkan paru dengan lingkungan luar. Sistem respiratorius secara fungsional dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian utama: bagian konduksi yang terdiri atas saluran udara yang menghantarkan udara ke paru – paru, dan bagian respirasi yang terdiri atas struktur dalam paru yang mana oksigen udara yang masuk ditukar untuk karbondioksida dalam darah. Secara umum saluran napas dibagi menjadi dua, yaitu saluran napas bagian atas dan saluran napas bagian bawah. Saluran pernapasan bagian atas terdiri dari lubang hidung, rongga hidung, faring, laring. Hidung merupakan alat pertama yang dilalui udara dari luar. Di dalam rongga hidung terdapat rambut dan selaput lendir. Rambut dan selaput lendir berguna untuk menyaring udara, mengatur suhu udara yang masuk agar sesuai dengan suhu tubuh, dan mengatur kelembapan udara. Setelah melewati hidung, udara masuk ke laring melalui faring. Faring adalah suatu kantung fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus faucium, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus pharyngeus, dan ke bawah berhubungan esofagus. Faring merupakan persimpangan antara rongga mulut ke kerongkongan dan rongga hidung ke laring. Laring merupakan pangkal saluran pernapasan. Pada laring terdapat katup yang disebut epiglottis. Ketika kita bernapas, epiglotis terbuka sehingga udara akan masuk menuju laring. Ketika kita menelan, epiglottis akan menutup laring untuk mencegah makanan agar tidak masuk ke dalam saluran pernapasan.

5

Gambar 1. Anatomi dan fisiologi sistem respirasi (dikutip dari Anatomical Chart Company) Saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari trakea, bronkus, bronkiolus, alveolus dan membran alveouler – kapiler. Batas antara saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah adalah cincin kartilago trakea ke-6. Trakea merupakan pipa yang terdiri dari cincin-cincin kartilago. Panjang trakea sekitar 10

6

cm. Dinding dalamnya dilapisi selaput lendir dan bersilia. Silia berfungsi untuk menolak debu dan benda asing yang masuk bersama udara. Akibat tolakkan secara paksa tersebut kita akan batuk atau bersin. Bronkus merupakan batang yang menghubungkan paru-paru dekstra dan sinistra dengan trakea. Udara dari trakea akan di bawa ke paru-paru melewati saluran ini. Bronkus dibagi menjadi bronkus principalis dekstra dan sinistra, bronkus principalis dekstra lebih tegak, lebih pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus principalis sinistra yang memiliki panjang 5 cm, masing – masing percabangan bronkus principalis bercabang lagi menjadi bronkus lobaris. Bronkus lobaris adalah bronkus intrapulmonal dan akan bercabang lagi menjadi bronkus segmentalis. Bronkus segmentalis dekstra berjumlah 10, jumlah ini lebih banyak dibandingkan bronkus segmentalis sinistra yaitu 9. Bronkiolus (jamak : bronkioli) merupakan cabangcabang dari bronkus segmentalis berupa tabung-tabung kecil yang jumlahnya sekitar 30.000 buah untuk satu paru-paru. Bronkiolus ini akan membawa oksigen lebih jauh ke dalam paru-paru. Alveolus (jamak: alveoli) merupakan ujung dari bronkiolus yang berjumlah sekitar 600 juta pada paru-paru manusia dewasa. Pada alveolus, oksigen akan berdifusi ke dalam darah dan terjadi pertukaran dengan karbon dioksida. Paru diselimuti oleh pleura. Pleura terdiri dari pleura parietalis (bagian yang menempel dengan dinding toraks) dan viseralis (bagian yang menempel pada dinding paru), di antara kedua lapisan ini terdapat cairan pelumas. Paru-paru berbentuk kerucut dan memiliki 3 permukaan yaitu: 1. Facies diafragmatika, yang langsung berhubungan langsung dengan diafragma dan ukuran facies sebelah kiri lebih kecil 2. Facies mediatinalis, yang bentuknya ditentukan oleh susunan mediastinum, ditutupi oleh pleura mediastinalis. Bentuk facies paru dextra dan sinistra berbeda. 3. Facies costalis, yang berhubungan langsung dengan dinding rangka ventralis, lateralis, dan dorsalis melalui cavum pleura dan pleura costalis. Terdapat cembungan sesuai tempat iga dan cekungan dangkal sesuai sela iga. Paru terbagi menjadi paru dekstra (kanan) dan paru sinistra (kiri). Paru dekstra terdiri dari 3 lobus, yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Lobus superior dan lobus medius dipisahkan oleh fisura horizontalis, sedangkan 7

lobus medius dan lobus inferior dipisahkan oleh fisura obliqua. Paru sinistra terdiri dari 2 lobus, yakni lobus superior dan lobus inferior. Lobus superior dan lobus inferior dipisahkan oleh fisura obliqua Setiap paru memiliki hilus, yakni hilus paru kanan dan hilus paru kiri. Hilus paru kanan terdiri atas : a. Bronkus principalis dekstra dan cabang bronkus principalis ke lobus superior di hilus posterior dan hilus superior; b. Arteri pulmonalis dan cabang arteri pulmonalis ke lobus superior di hilus anterior dan hilus superior; c. Dua vena pulmonalis kanan di anterior dan inferior hilus; d. Arteri bronkialis e. Nodulus limfatikus bronkopulmonalis Hilus paru kiri terdiri atas : a. Dua bronkus lobaris di posterior b. Arteri pulmonalis di superior c. Dua vena pulmonalis di anterior dan inferior d. Arteri bronkhialis e. Nodulus limfatikus bronkopulmonalis Paru mendapat pasokan darah dari arteri pulmonalis, vena pulmonalis, arteri bronkialis dan vena bronkialis. Arteri pulmonalis membawa darah dari ke paru untuk oksigenisasi. Arteri pulmonalis masuk ke akar dari setiap paru dan bercabang bersama percabangan bronkus. Arteri pulmonalis memasuki lobulus paru, di mana percabangannya mengikuti bronkiolus. Vena pulmonalis berjalan dalam jaringan ikat antara segmen pada lobulus paru. Setelah meninggal lobulus, vena akan mendekat ke percabangan bronkus dan berjalan sejajar percabangan arteri pulmonalis. Arteri dan vena bronkialis memberi nutrisi dan membawa sisa metabolisme dari bagian paru nonrespiratorik (bronkus, bronkiolus, jaringan intertisial dan pleura). Paru dipersarafi oleh N. Vagus dan serabut simpatikus dari trunkus simpatikus (Th. III, IV dan V) keduanya akan membentuk pleksus pulmonalis dan serabut – serabutnya masuk ke paru paru sesuai dengan bronkusnya sampai ke alveoli. Rangsangan parasimpatis menyebabkan kontraksi otot polos paru, sedangkan rangsangan simpatis menyebabkan relaksasi otot polos paru. 2.4

Etiologi Bakteri

8

Etiologi pneumonia yang tersering adalah bakteri. Cara penularan berkaitan dengan jenis bakteri, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococus pneumoniae, melalui selang infus oleh Staphylococcus Aureus, sedangkan pemakaian ventilator oleh P. aeruginosa dan Enterobacter. Akibat perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat sehingga menimbulkan

perubahan

karakteristik

kuman,

terjadilah

peningkatan

patogenitas jenis kuman, terutama S. aureus, B. catanhalism, Haemophilus influenza, dan Enterobacter. Pneumococcus adalah penyebab yang paling sering dari pneumonia bakteri, baik yang didapat dari masyarakat (kira-kira 75% dari semua kasus) maupun dari rumah sakit. Virus Virus yang biasa menyebabkan pneumonia ataupun bronkopneumonia yakni meliputi virus respiratori sinsial, virus influenza, virus adeno, virus sitomegalik. Aspirasi Dalam keadaan tertentu, benda asing dapat masuk melewati traktus respiratorius dan menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi di dalamnya. Hal ini sering disebut pneumonia aspirasi. Benda asing yang dapat menyebabkan pneumonia dapat berupa makanan, kerosen (bensin dan minyak tanah), cairan amnion, atau pun benda asing lainnya. Keadaan hipostatik Hal ini terjadi dikarenakan tidur terlentang yang terlalu lama, misalnya pada anak yang sakit dengan kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahat di tempat tidur yang lama sehingga terjadi kongesti pada paru. Kuman yang tadinya komensal berkembang biak menjadi patogen dan menimbulkan radang. Oleh karena itu pada anak yang menderita penyakit dan memerlukan istirahat panjang seperti tifoid harus diubah – ubah posisi tidurnya. Jamur

9

Pneumonia juga dapat disebabkan oleh infeksi jamur seperti H. Capsulatum. Candida albicans, Blastomycetes dermatitis, Koksidiomikosis, Aspergilosis dan Aktinomikosis. Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian etiologis lebih rasional daripada pembagian anatomis. Pada neonatus : Streptococcus grup B, Respiratory Sincytial Virus

 (RSV). 

Pada bayi :  Virus: Parainfluenza virus, Influenza virus, Adenovirus, Respiratory Sincytial Virus (RSV), Cytomegalovirus (CMV);  Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis;  Bakteri: Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), Haemophilus influenza, Mycobacterium tuberculosis (pneumonia spesifik), B. pertusis.



Pada anak-anak  Virus: Parainfluenza virus, Influenza virus, Adenovirus, Respiratory Sincytial Virus (RSV);  Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia;  Bakteri:

Pneumococcus,

Mycobacterium

tuberculosis

(pneumonia

spesifik). 

Pada anak besar – dewasa  Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. Trachomatis;  Bakteri : Pneumococcus, B. Pertusis, M. tuberculosis.

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya pneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini. 2.5

Faktor risiko

A. Faktor host

10

Usia Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahum. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada balita lebih rentan terkena penyakit bonkopneumonia dibandingkan orang dewasa dikarenakan kekebalan tubuhnya masih belum sempurna. Status Gizi Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lain (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun

dan

virulensi

phatogen

lebih

kuat

sehingga

menyebabkan

keseimbangan yang tergangu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi. Riwayat penyakit terdahulu Penyakit terdahulu yang sering muncul dan bertambah parah karena penumpukan sekresi yang berlebih yaitu influenza. Pemasangan selang NGT yang tidak bersih dan tertular berbagai mikrobakteri dapat menyebakan terjadinya bronkopneumonia. B. Faktor Lingkungan Rumah Rumah merupakan struktur fisik, di mana orang menggunakannya untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani, dan keadaanan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu Kepadatan hunian (crowded) Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor resiko penularan pneumonia. Status sosioekonomi Kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat.

11

2.6

Klasifikasi pneumonia

Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.(3) 2.6.1

Berdasarkan sumber infeksi

A. Pneumonia didapat di masyarakat (Community-acquired pneumonia.)  Streptococcus pneumonia merupakan penyebab utama pada orang dewasa;  Haemophilus influenzae merupakan penyebab yang sering pada anakanak;  Mycoplasma sering bisa menjadi penyebab keduanya (anak & dewasa); B. Pneumonia didapat di Rumah Sakit (Hospital-acquired pneumonia )  Terutama disebabkan kerena kuman gram negatif;  Angka kematiannya > daripada CAP (Community-acquired pneumonia);  Prognosis ditentukan ada tidaknya penyakit penyerta C. Pneumonia aspirasi  Sering terjadi pada bayi dan anak-anak  Pada orang dewasa sering disebabkan oleh bakteri anaerob D. Pneumonia pada Immunocompromised host  Macam kuman penyebabnya sangat luas, termasuk kuman sebenarnya mempunyai patogenesis yang rendah  Berkembang sangat progresif menyebabkan kematian akibat rendahnya pertahanan tubuh 2.6.2

Berdasarkan mikroorganisme penyebab infeksi

A. Pneumonia bakterial  Sering terjadi pada semua usia  Beberapa mikroba cenderung menyerang individu yang peka, misal; Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphylococcus menyerang pasca influenza B. Pneumonia Atipikal  Disebabkan: Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia  Sering mengenai anak-anak dan dewasa muda C. Pneumonia yang disebabkan virus  Sering pada bayi dan anak-anak

12

 Merupakan penyakit yang serius pada penderita dengan imunitas yang lemah D. Pneumonia yang disebabkan oleh jamur atau patogen lainnya  Seringkali merupakan infeksi sekunder  Predileksi terutama pada penderita dengan imunitas yang lemah 2.6.3

Berdasarkan predileksi atau tempat infeksi

A. Pneumonia lobaris (lobar pneumonia)  Sering pada pneumonia bakterial (Staphylococcus),  Jarang pada bayi dan orang tua  Pneumonia terjadi pada satu lobus atau segmen, kemungkinan dikarenakan obstruksi bronkus misalnya : aspirasi benda asing pada anak atau proses keganasan pada orang dewasa B. Bronkopneumonia  Ditandai adanya bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru  Dapat disebabkan bakteri maupun virus  Sering pada bayi dan orang tua  Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus. C. Pneumonia interstisialis (interstitial pneumonia)  Proses terjadi mengenai jaringan interstitium daripada alevoli atau bronki  Merupakan karakteristik (tipikal) infeksi oportunistik (Cytomegalovirus, Pneumocystis carinii) 2.7

Patofisiologi Pada keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai

parenkim paru adalah steril, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan awal yang berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk, dan bersihan mukosiliar, Mekanisme pertahanan imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Patogenesis

pneumonia

mencakup

interaksi

antara

mikroorganisme

penyebab yang masuk melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh pasien, mikroorganisme penyebab pneumonia memiliki tiga bentuk transmisi primer :

13

 Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi di orofaring;  Inhalasi aerosol yang infeksius;  Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonar Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang terjadi. Pada saluran nafas bagan bawah, kuman menghadapi daya tahan tubuh berupa sistem pertahanan mukosilier, daya tahan selular makrofag alveolar, limfosit bronkial, dan netrofil. Juga daya tahan humoral IgA dan IgG dari sekresi bronkial. Terjadinya pneumonia tergantung kepada virulensi mikroorganisme, tingkatan kemudahan dan luasnya daerah paru yang terkena serta penurunan daya tahan tubuh. Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas.Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Respon yang di timbulkan juga bergantung dari agen penyebabnya. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), adalah penyebab yang paling sering dari pneumonia bakteri, baik yang didapat di masyarakat maupun dari semua kasus rumah sakit. Pneumococcus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paling sering terkena karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka pneumococcus menimbulkan respon khas yang terdiri dari 4 tahap berurutan.  Kongesti (4 sampai 12 jam pertama): eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.  Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru tampak merah dan bergranula (hepatisasi = seperti hepar) karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveoli. Terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya  Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari): paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.  Resolusi (7 sanrpai 11 hari): jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan

14

mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman eksudat dan debris menghilang, dan isi alveolus akan melunak untuk berubah menjadi dahak dan yang akan dikeluarkan lewat batuk, dan jaringan paru kembali kembali pada struktur semulanya. Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran infeksi di sepanjang jalan napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius, menyebabkan obstruksi jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan debris seluler. Diameter jalan napas yang kecil pada bayi menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi berat. Atelektasis, edema interstisial, dan ventilation-perfusion mismatch menyebabkan hipoksemia yang sering disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral pada traktus respiratorius juga dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi bakteri sekunder dengan mengganggu mekanisme pertahanan normal pejamu, mengubah sekresi normal, dan memodifikasi flora bakterial. 2.8

Diagnosis

2.8.1

Gejala Klinis Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia, meliputi:

   

Demam dan menggigil akibat proses peradangan Batuk yang sering produktif dan purulen Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius. Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian

atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40ºC, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah. Pada anak, riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam tinggi, batuk dan nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnu, pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung baru 15

dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk dengan nyeri dada. 2.8.2

Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu

bernafas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadangkadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pnuemonia lebih beragam dan tidak selalu terlihat jelas. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan. 2.8.3

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium darah rutin Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas

normal. Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Pemeriksaan C-Reactive Protein (CRP) dan prokalsitonin Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik. Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang pemeriksaan radiologi untuk mengetahui spesifikasi pneumonia karena pneumokokus dengan nilai CRP ≥ 120 mg/l dan prokalsitonin ≥ 5 ng/ml. Pemeriksaan Mikrobiologis Spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru. Pemeriksaan sputum kurang berguna. Diagnosis dikatakan definitif apabila kuman ditemukan dalam darah,

16

cairan pleura, atau aspirasi paru, kecuali pada masa neonatus, di mana kejadian bakteremia sangat rendah sehingga kultur darah jarang positif. Pemeriksaan serologis Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Pemeriksaan radiologi Secara umum pneumonia akan memberikan gambaran perselubungan atau bercak kesuraman mengawan di lapang paru pada pemeriksaan foto toraks. Pemeriksaan radiologi pneumonia akan dibahas secara terpisah pada bab berikutnya. Akan dibahas pada bagian berikutnya. 2.9

Penatalaksanaan(2,4) Pengelolahan pneumonia harus berimbang dan memadai, mencakup :

A. Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit 

Pneumonia ringan  Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari. Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikan sampai 80-90 mg/kgBB.  Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB – sulfametoksazol 20 mg/kgBB) dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari



Pneumonia berat  Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam  Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam  Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB sehari sekali  Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB sehari sekali

17

 Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi antibiotik yang optimal B. Pemberian antibiotik berdasarkan umur 

Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :  ampicillin + aminoglikosid  amoksisillin-asam klavulanat  amoksisillin + aminoglikosid  sefalosporin generasi ke-3



Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bulan - 5 tahun)  beta laktam amoksisillin  amoksisillin-amoksisillin klavulanat  golongan sefalosporin  kotrimoksazol  makrolid (eritromisin)



Anak usia sekolah (> 5 tahun)  amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)  tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

C. Penatalaksaan suportif Pemberian oksigen 2-4 L/menit  sampai



sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr; Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi

 elektrolit; 

Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena dengan dosis awal 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya periksa ulang analisis gas darah setiap 4-6 jam. Bila analisis gas darah tidak bisa dilakukan maka dosis awal bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg);



Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan

18

interpretasi reaksi antibiotik awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah pemberian antibiotik tidak efektif). D. Penatalaksanaan bedah Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi pneumotoraks atau pneumomediastinum.

2.10 Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :      

Efusi pleura; Empiema; Abses Paru; Pneumotoraks; Gagal napas; Sepsis.

19

BAB 3 PEMBAHASAN : PERBEDAAN GAMBARAN RADIOLOGIS PADA PNEUMONIA DAN BRONKOPNEUMONIA

3.1

Radiologi toraks normal Pada foto toraks normal, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain meliputi

posisi, simetrisasi, inspirasi, dan kondisi. Posisi Foto toraks sedapat mungkin dalam posisi berdiri (erect), kecuali pada pasien anak dan pada pasien dengan keadaan umum yang buruk maka foto dapat dibuat

dengan

posisi supine.

Arah

sinar

proyeksi

dari posisi

PA (Posteroanterior) yang merupakan standar untuk foto thorax atau AP untuk melihat kondisi tulang. Simetrisasi Foto toraks dibuat dalam kondisi simetri, yaitu melalui bidang yang melewati garis median, yang ditarik melalui titik-titik prosesus spinosus. Disebut simetris bila bidang tersebut berjarak sama antara sendi aternoclavicula kanankiri. Inspirasi

20

Foto toraks harus dibuat dalam keadaan inspirasi maksimal, karena bila tidak maka akan tampak pada foto :  Ukuran jantung dan mediastinum meningkat;  Corakan bronkovaskular meningkat. Bila inspirasi cukup, maka akan tampak diafragma setinggi rawan costa VI didepan atau setinggi Vertebra Th. X di bagian belakang. Kondisi Hal ini merupakan faktor yang menentukan kualitas sinar X pada saat exposure. Pada kondisi kurang, foto toraks akan terlihat putih/samar, pada kondisi cukup vertebra akan tampak seluruhnya mulai dari Vertebra Th 1 s/d Th IV dan kondisi keras akan terlihat sampai Vertebra Th. XII. Setelah hal-hal tersebut dievaluasi, kemudian dilakukan pembacaan foto, supaya tidak ada yang terlewatkan bisa dilakukan dari medial ke lateral, atau dari superior ke inferior, dsb. Hal yang dinilai dalam foto toraks yakni antara lain: a) Corakan

bronkovaskular :

normalnya

semakin

ke

lateral

semakin

menghilang. Bila corakan makin tampak pada daerah lateral paru, berarti corakan bronkovaskular meningkat; b) Parenkim paru : normalnya tidak tampak gambaran kalsifikasi, fibrosis, atau infiltrat di lapangan paru; c) Keadaan hilus; d) Sinus kostofrenikus : normalnya sinus kostrofrenikus kanan kiri lancip dan tidak tertutup apapun; e) Diafragma : normalnya diafragma kanan-kiri licin, melengkung ke arah paru; f) Cor (Jantung) : dinilai ukuran dan bentuknya. Pada dewasa normalnya memiliki CTR (Cardio Thoracic Ratio) kurang dari 0,5 atau 50%. Faktor-faktor penting yang lain dalam membaca sebuah foto yakni identitas yang meliputi nama pasien, umur, tanggal dan waktu baca, dan marker. 3.2 3.2.1

Gambaran radiologis pneumonia Gambaran radiologis pneumonia lobaris

21

Pneumonia lobaris merupakan pneumonia yang terjadi pada seluruh atau satu bagian besar dari lobus paru. Pada foto toraks PA posisi erect tampak infiltrate di parenkim paru perifer yang semiopak, homogen tipis seperti awan, berbatas tegas, bagian perifer lebih opak di banding bagian sentral. Konsolidasi parenkim paru tanpa melibatkan jalan udara mengakibatkan timbulnya air bronchogram. Air bronchogram adalah udara yang terdapat pada percabangan bronkus, yang dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara. Ketika terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia lobaris. Tidak ada volume loss pada pneumonia tipe ini.

Gambar 2. Gambaran pneumonia lobaris lobus superior paru kanan

22

Gambar 3. Gambaran pneumonia lobaris lobus medius dan superior paru kanan

Gambar 4. Gambaran pneumonia lobaris lobus superior paru kanan pada foto toraks proyeksi PA dan lateral

23

Gambar 5. Gambaran pneumonia lobaris lobus medius paru kanan

24

Gambar 6. Gambaran pneumonia lobaris lobus inferior paru kiri

25

Gambar 7. Gambaran pneumonia lobaris lobus superior dan inferior paru kiri

26

Gambar 8. Gambaran pneumonia lobaris lobus inferior paru kiri disertai penyulit efusi pleura kiri (pleuropneumonia paru kiri)

3.2.2

Gambaran radiologis pneumonia aspirasi Pneumonia aspirasi terjadi akibat masuknya sesuatu ke dalam saluran nafas

dapat benda asing ataupun cairan seperti asam lambung. Gambaran radiologis dari pneumonia aspirasi dapat berupa lesi opak pada suatu lobus dan dapat dipengaruhi gravitasi. Pencitraan yang dapat digunakan pada pasien dengan pneumonia aspirasi dapat menggunakan foto thorax baik PA atau AP dan CT scan.(5,6)

27

Gambar 9. Gambaran pneumonia aspirasi pada bayi disebabkan oleh aspirasi mekoneum. Ditemukan bercak di lobus kanan atas

3.2.3

Gambaran radiologis pneumonia Staphylococcus Gambaran radiologis pada pneumonia stafilokokus dapat menggunakan foto

polos toraks. Gambaran yang akan didapatkan pada Pneumonia Staphylococcus(7) adalah: Bercak infiltrat pada alveolar yang dapat menyerang seluruh lobus ataupun beberapa lobus; Gamabaran air bronchogram jarang dapat dilihat karena eksudat yang memenuhi saluran pernafasan; Dapat menunjukan gambaran pneumatocele yaitu sebuah gambaran kista dengan dinding tipis dapat menghilang secara spontan setelah beberapa waktu.

28

Gambar 10. Gambaran pneumonia staphylococcus dengan pneumatocele pada kanan atas dan disertai gambaran bercak mengawan pada paru kanan medial (8)

3.2.4

Gambaran radiologis necrotizing pneumonia (abses paru) Pneumonia yang disertai proses nekrosis akan membentuk abses paru. Foto

dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi lesi dan bentuk abses paru. Pada hari-hari pertama penyakit, foto dada hanya menggambarkan gambaran opakdari satu ataupun lebih segmen paru, atau hanya berupa gambaran densitas homogen yangberbentuk gambaran

radiolusen

dalam

bulat.

Kemudian

akan

ditemukan

bayangan infiltrat yang padat. Selanjutnya bila

abses tersebut mengalami ruptur sehingga terjadi drainase abses

yang tidak

sempurna ke dalam bronkus, maka akan tampak kavitas irregular dengan batas cairan dan permukaan udara (air-fluid level) di dalamnya. Kavitas ini berukuran 2 – 20 cm. Gambaran spesifik ini tampak dengan mudah bila kita melakukan foto dada PA dengan posisi berdiri. Khas pada paru anaerobik kavitasnya singel (soliter) yang biasanya ditemukan pada infeksi paru primer, sedangkan abses paru sekunder (aerobik, nosokomial atau hematogen) lesinya bisa multipel.

29

Gambar 11. Gambaran abses paru lobus superior kanan disertai gambaran honeycomb appearance

30

Gambar 12. Gambaran abses paru lobus superior kanan atas

Gambar 13. Gambaran abses paru lobus superior kiri dengan foto toraks konvensional dan CT Scan thorax

31

Gambar 14. Gambaran abses paru multipel lobus superior kanan dengan penyulit empyema (piotoraks)

3.2.5

Gambaran radiologis pneumonia interstitial Pneumonia interstitial merupakan pneumonia yang dapat terjadi di dalam

dinding alveolar. Pneumonia interstitial ditandai dengan perselubungan yang tidak merata dan halus dengan pola linear atau retikuler pada parenkim paru. Pada tahap akhir, dijumpai penebalan jaringan interstitial sebagai densitas noduler yang kecil. Pneumonia interstitial biasanya terjadi pada infeksi virus dan juga ditemukan pada Pneumonitis carinii pneumonia (PCP).

32

Gambar 15. Gambaran pneumonia interstitial pada kedua paru, disertai gambaran pneumatocele pada kedua apeks paru. Ditemukan pada Pneumonitis Carinii Pneumonia (PCP)

3.2.6

Gambaran radiologis alveolitis

Gambaran radiologis pada alveolitis adalah gambaran bercak nodul berukuran kurang dari 5 mm yang tersebar merata pada kedua lapang paru.3

33

Gambar 16. Gambaran bercak noduler yang tersebar merata pada kedua lapang paru(9)

3.3

Gambaran radiologis bronkopneumonia Diagnosis bronkopneumonia dapat menggunakan foto polos toraks atau CT

scan. Foto thorax yang digunakan dapat berupa posteroanterior maupun anteroposterior. Gambaran yang akan didapatkan pada bronkopneumonia adalah: Bercak opaque pada paru yang dapat berbentuk nodul-nodul atau retikulonoduler dan dapat berkonfluens.(10,11) Distribusi dari bercak ini jarang bilatral dan lebih sering asimetris/mengenai satu hemitoraks saja namun dapat mengenai beberapa lobus.(10) Bercak kesuraman lebih sering muncul di daerah inferior paru.

34

Gambar 17. Gambaran bronkopneumonia kanan. Tampak bercak kesuraman mengawan, hanya di kanan, muncul di bagian inferior dan medial paru(12)

Gambar 18. Perbedaan antara penumonia lobaris dengan bronkopneumonia

35

BAB 4 RESUME Pneumonia masih merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya tinggi, tidak hanya di negara berkembang, tetapi juga di negaranegara maju seperti Amerika Serikat, Kanada dan di negara-negara Eropa. Di Indonesia sendiri pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit - penyakit kardiovaskular dan tuberkulosis. Diagnosis pneumonia yang cermat dan komprehensif sangat diperlukan untuk menghambat angka morbiditas dan mortalitas. Di samping dengan melakukan pemeriksaan fisik yang komprehensif meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, diagnosis pneumonia memerlukan berbagai pemeriksaan penunjang, salah satu pemeriksaan utama adalah pemeriksaan radiologi toraks konvensional. Pada pembacaan foto toraks, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain meliputi posisi, simetrisasi, inspirasi, dan kondisi. Setelah hal-hal tersebut dievaluasi, kemudian dilakukan pembacaan foto, supaya tidak ada yang terlewatkan bisa dilakukan dari medial ke lateral, atau dari superior ke inferior, dsb. Hal yang dinilai dalam foto toraks yakni antara lain corakan bronkovaskular, keadaan parenkim paru, keadaan hilus, sinus kostofrenikus, diafragma, dan keadaan jantung. Pneumonia memiliki berbagai macam jenis, yang memberikan gambaran radiologis yang berbeda dari tiap-tiap jenis pneumonia. Namun, terdapat gambaran umum yang dimiliki gambaran foto toraks pneumonia: terdapat bercak kesuraman

atau

perselubungan

di

lapangan

paru.

Bronkopneumonia

sesungguhnya adalah bagian dari klasifikasi pneumonia, namun memiliki gambaran foto toraks yang cukup berbeda dibandingkan jenis-jenis pneumonia lainnya selain bronkopneumonia. Gambaran foto toraks pneumonia yakni terdapat perselubungan / konsolidasi yang homogen dan memiliki batas tegas pada parenkim paru. Sedangkan gambaran foto toraks bronkopneumonia yakni terdapat bercak kesuraman mengawan yang difus dengan batas tidak tegas pada parenkim paru, terutama ditemukan pada bagian basal paru.

36

DAFTAR PUSTAKA 1. Correa Armando.G, Starke Jeffrey R. Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract in Children: “Bacterial Pneumoniasi”, Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998. 2. Soeparman, Waspadji S. 1999. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 3. Price SA, Wilson LM, 1995, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes (Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Prose Penyakit), Edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta, hal: 709-712. 4. American thoracic society. Guidelines for management of adults with community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54. 5. Khan AN. Aspiration Pneumonia Imaging. 2016. Available at http://emedicine.medscape.com/article/353329-overview#a2. Accesed on : 30 April 2016 6. Tatco V, Radswiki. Aspiration Pneumonia 2015. Available at http://radiopaedia.org/articles/aspiration-pneumonia. accesed on : 30 April 2016 7. Herring W. Gram Positive Pneumonia 2015. Available at http://www.learningradiology.com/archives06/COW%20183Pneumococcal %20pneumonia/pneumococcalcorrect.htm Accesed on : 30 April 2016 8. Mansoura University. Staphylococcus pneumonia 2015. Available at http://osp.mans.edu.eg/tmahdy/students/xray/CHEST/pages/STAPH %20PNEUMONIA.htm Accesed on : 30 April 2016 9. Khan AN. Extrinsic Allergic Alveolitis Imaging 2015. Available at http://emedicine.medscape.com/article/356120-overview#a2. Accessed on : 30 April 2016. 10. Gunderman RB. The Respiratory System. In: Gunderman RB editors. Essential Radiology, 2nd ed. Thieme.New York: 2006.p.93-97. 11. Tatco V, Paks M. Bronchopneumonia 2015. Available at http://radiopaedia.org/articles/bronchopneumonia. Accesed on : 30 April 2016. 12. Mansoura University. Bronchopneumonia 2015. Available at http://osp.mans.edu.eg/tmahdy/Students/XRay/CHEST/pages/BRONCHOPNEUMONIA.htm. Accesed on : 30 April 2016W

37

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF