referat PCOS

August 31, 2017 | Author: Lisa Yoka | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download referat PCOS...

Description

BAB I PENDAHULUAN

Sindroma ovarium polikistik (SOPK) merupakan kelainan kompleks endokrin dan metabolik yang ditandai dengan adanya anovulasi kronik dan atau hiperandrogenisme yang diakibatkan oleh kelainan dari fungsi ovarium dan bukan oleh sebab lain. Pertama kali diperkenalkan oleh Stein dan Leventhal (1935) dalam bentuk

penyakit

ovarium

polikistik

(polycyctic

ovary

disease/Ovarium

polikistik/Stein-Leventhal Syndrome), dimana gambaran dari sindroma ini terdiri dari polikistik ovarium bilateral dan terdapat gejala ketidakteraturan menstruasi sampai amenorea, riwayat infertil, hirsutisme, retardasi pertumbuhan payudara dan kegemukan. Sindroma ini dicirikan dengan sekresi gonadotropin yang tidak sesuai, hiperandrogenemia, peningkatan konversi perifer dari androgen menjadi estrogen, anovulasi kronik, dan ovarium yang sklerokistik dengan demikian sindroma ini merupakan satu dari penyebab paling umum dari infertilitas.1 Diagnosis dan terapi SOPK masih menjadi kontroversi. Pada pertemuan European Society for Human Reproduction and Embryology (ESHRE) and the American Society for Reproductive Medicine (ASRM) di Rotterdam pada tahun 2003 telah ditetapkan poin diagnostik untuk menegakkan SOPK yaitu adanya oligomenorrhea atau anovulasi, tanda-tanda hiperandrogenisme secara klinis maupun biokimia, polycystic ovarian morphology (sonography), setidaknya didapatkan 2 dari 3 kriteria tersebut maka seorang wanita dapat ditegakkan diagnosis SOPK.2 Oleh karena SOPK sering menunjukkan beragam manifestasi klinis maka pemahaman gejala klinis sangat penting sehingga diagnosis dapat ditegakkan seakurat mungkin, dengan demikian penatalaksanaan yang diberikan dapat serasional mungkin dan bermanfaat baik secara medikamentosa ataupun operatif.1

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sindroma

ovarium

polikistik

merupakan

serangkaian

gejala

yang

dihubungkan dengan hiperandrogenisme dan anovulasi kronik yang berhubungan dengan kelainan endokrin dan metabolik pada wanita tanpa adanya penyakit primer pada kelenjar hipofise atau adrenal yang mendasari. Anovulasi kronik terjadi akibat kelainan sekresi gonadotropin sebagai akibat dari kelainan sentral dimana terjadi peningkatan frekuensi dan amplitudo pulsasi GnRH dengan akibat terjadi peningkatan kadar LH serum dan peningkatan rasio LH/ FSH serta androgen. Hiperandrogenisme secara klinis dapat ditandai dengan hirsutisme, timbulnya jerawat (akne), alopesia akibat androgen dan naiknya konsentrasi serum androgen khususnya testosteron dan androstenedion. Sedangkan kelainan metabolik berhubungan dengan timbulnya keadaan hiperandrogenisme dan anovulasi kronik.3

2.2 Prevalensi Penelitian tentang prevalensi SOPK masih terbatas. Di Amerika Serikat prevalensinya berkisar 4-6%. Menurut Leventhal sindroma ini terjadi 1% - 3 % dari semua wanita steril, 3%-7% wanita yang mempunyai pengalaman ovarium polikistik serta 15-25% wanita usia reproduksi akan mengalami siklus yang tidak berovulasi. Sebanyak 75% dari siklus yang tidak berovulasi itu berkembang menjadi anovulasi kronis dalam bentuk Ovarium polikistik (OPK). Telah ditemukan bahwa 80% dari kelainan ovarium polikistik ini secara klinis tampil sebagai Penyakit Ovarium Polikistik (POPK). Pada 5-10% wanita usia reproduksi, Penyakit Ovarium polikistik ini akan bergejala lengkap sebagai Sindroma Ovarium polikistik (SOPK).1

2

2.3 Etiologi Etiologi SOPK tidak diketahui secara pasti, namun diperkirakan sangat dipengaruhi oleh genetik. Bila dalam satu keluarga terdapat penderita SOPK maka 50% wanita dalam keluarga tersebut akan menderita SOPK pula.3 Pada masa ini terdapat peningkatan penemuan tentang hipotesa etiologi dari SOPK yaitu tekanan darah

tinggi selama kehamilan yang dapat berdampak bagi ibu dan anak, salah satu dampak bagi anak tersebut adalah timbulnya ovarium polikistik.4 Tanda awal SOPK umumnya terlihat setelah menarche. Remaja dengan periode haid sekitar 45 hari perlu mendapatkan pemeriksaan lanjutan untuk menyingkirkan kemungkinan SOPK. Pada beberapa penderita, gejala SOPK muncul setelah berat badan meningkat pesat. 3

2.4 Patofisiologi Sindrom ovarium polikistik adalah suatu anovulasi kronik yang menyebabkan infertilitas dan bersifat hiperandrogenik, di mana terjadi gangguan hubungan umpan balik antara pusat (hipotalamus-hipofisis) dan ovarium sehingga kadar estrogen selalu tinggi yang mengakibatkan tidak pernah terjadi kenaikan kadar FSH yang cukup adekuat. Selain itu dijumpai pula peningkatan kadar androgen. Kelainan metabolik berupa hiperinsulinemia dan resistensi insulin ikut berperan dalam timbulnya SOPK.1,3 Pada sindrom ovarium polikistik terjadi peningkatan aktivitas sitokrom p450c17 (enzim yang diperlukan untuk pembentukan androgen ovarium) dan terjadi juga peningkatan kadar LH yang tinggi akibat sekresi gonadotropine releasing hormone(GnRH) yang meningkat. Hal ini sehingga menyebabkan sekresi androgen dari ovarium bertambah karena ovarium pada penderita sindrom ini lebih sensitif terhadap stimulasi gonadotropin. Peningkatan produksi androgen menyebabkan terganggunya perkembangan folikel sehingga tidak dapat memproduksi folikel yang matang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya estrogen yang dihasilkan oleh ovarium dan tidak adanya lonjakan LH yang memicu terjadinya ovulasi. Selain itu adanya resistensi insulin menyebabkan keadaan hiperinsulinemia yang mengarah pada

3

keadaan

hiperandrogen, karena insulin

merangsang sekresi

menghambat sekresi SHBG hati sehingga androgen bebas meningkat.

androgen dan 1,3

2.5 Gambaran Klinis 1. Gangguan menstruasi dan infertilitas Penderita SOPK sering datang dengan keluhan gangguan menstruasi dapat berupa oligomenorea, amenorea dan infertilitas. Hal ini disebabkan oleh adanya anovulasi kronik dan hiperandrogenemia.5 2. Hirsutisme Keadaan dengan pertumbuhan rambut yang berlebihan pada kulit ditempat yang biasa, seperti kepala dan ekstremitas. Keadaan ini terjadi akibat pembentukkan androgen

yang

berlebihan

akibat

kerusakan

enzim

3

betahidroksisteroid

dehidrogenase.2

3. Obesitas Wanita dengan berat badan yang berlebihan, 4-5 kali lebih sering terjadi gangguan fungsi ovarium. Wanita yang gemuk menunjukkan aktivitas kelenjar suprarenal yang berlebihan, peningkatan produksi testosteron, androstenedion serta peningkatan rasio estron/estradion 2,5. Selain itu dikemukakan pula penurunan kadae SHBG serum. Androgen merupakan hormon yang diperlukan oleh tubuh untuk menghasilkan estrogen. Enzim yang diperlukan untuk mengubah androgen menjadi estrogen

adalah

aromatase.

Jaringan

yang

dimiliki

kemampuan

untuk

mengaromatisasi androgen menjadi estrogen adalah sel-sel granulosa dan jaringan lemak. 2,3 Perubahan androstenedion menjadi E1 terjadi terutama di jaringan lemak, dan tingkat perubahan ini berhubungan dengan jumlah jaringan lemak. Pengurangan berat badan pada wanita gemuk berhubungan dengan pengurangan kadar androgen dan estrogen terutama estron serum. Hiperestronemia dan hiperinsulinemia adalah 2 hal yang berhubungan dengan kegemukan yang berperan dalam patogenesis ovarium polikistik. 2,3 4

4. Akne, seborrhoe, pembesaran klitoris , pengecilan payudara. Keadaan ini terjadi akibat pembentukkan androgen yang berlebihan. 2

2.6 Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan dengan : 1. Data-data subjektif dan objektif : Infertilitas, gangguan haid, perubahan suara kelaki-lakian, jerawat, hirsutisme, hipertropi klitoris, hipertropi otot, obesitas (+/-), gambaran USG dan gangguan hormonal.

2. Temuan penunjang : Ultrasonografi: pemeriksaan USG transabdominal untuk pemeriksaan ovarium polikistik mempunyai spesifitas yang tinggi, tetapi kurang sensitif terutama pada wanita gemuk. Tetapi kelemahan ini dapat diatasi dengan cara USG transvaginal. Beberapa kriteria diagnositik ovarium polikistik dengan USG :

Tabel 2.1 : Perbandingan SOPK dari pemeriksaan USG Cara USG

Parameter USG

Kriteria untuk OPK

Trans abdominal

Volume ovarium

> 10 cm 3

Folikel dengan ukuran 5-8 cm

>5

Volume ovarium

> 8 cm 3

Folikel dgn ukuran >6 mm

> 11

Ukuran folikel rata-rata

< 4 mm

Stroma ovarium mening-kat

50% atau > 7,6 cm2

Trans vaginal

3. Pemeriksaan hormonal : Pemeriksaan hormonal yang digunakan untuk mendiagnosis adanya penyakit ovarium polikistik adalah kadar : progesterone, LH, testosteron,

5

androstenedion, nisbah LH/FSH, nisbah testosteron/SHBG, nisbah gula darah puasa/insulin puasa.

Tabel 2.2 Pemeriksaan penunjang pada SOPK beserta tujuan pemeriksaannya Pemeriksaan β-hCG

Nilai normal

TSH Prolaktin

0,5-4,5 μU/mL (0,5-4,5 mU/L)

Testosteron (total)



Testosteron (bebas)

20-30 tahun: 0,06-2,57 pg/mL (0,20-8,90 pmol/L)

DHEAS

Androstenedione 17α-hydroxyprogesterone Glukosa puasa

40-59 tahun: 0,4-2,03 pg/mL (1,40-7,00 pmol/L) 600-3.400 ng/mL (1,6-9,2 μmol/L) 0,4-2,7 ng/mL (1,4-9,4 nmol/L) Fase folikuler

Tujuan Menyingkirkan kehamilan Menyingkirkan gangguan tiroid Menyingkirkan hiperprolaktinemia Menyingkirkan tumor yang menghasilkan androgen Menegakkan diagnosis atau monitoring terapi

Menyingkirkan tumor yang menghasilkan androgen Menegakkan diagnosis Menyingkirkan NCAH

65-119 mg/dL (3,6-6,6 mmol/L)

Menyingkirkan diabetes tipe 2 atau intoleransi glukosa Rasio glukosa puasa : ≥ 4,5 Menyingkirkan resistensi insulin insulin Kolesterol (total) 150-200 mg/dL (1,5-2 g/L) Monitor perubahan gaya hidup Kolesterol HDL 35-85 mg/dL (0,9-2,2 Monitor perubahan gaya mmol/L) hidup Kolesterol LDL 80-130 mg/dL (2,1-3,4 Monitor perubahan gaya mmol/L) hidup Diagnosis SOPK ditegakkan dengan menyingkirkan penyebab lain oligomenorea atau hiperandrogenisme. Pemeriksaan-pemeriksaan lain mungkin berguna untuk monitoring terapi

6

Tabel 2.2: Perbandingan akurasi diagnostik uji hormonal Akurasi Diagnostik No

Uji

Sensitivitas Spesifisitas Positif

Negatif

(%)

(%)

(%)

(%)

1

Progesteron

92

82

94

78

2

LH

60

82

97

46

3

LH/FSH

54

82

100

44

4

Testosteron

60

100

100

49

5

Testosteron/SHBG

96

100

96

83

6

Androstenedion

71

88

92

50

7

Gula darah puasa

95

84

87

94

4. Resistensi insulin Ada beberapa cara pengukuran untuk menentukan adanya resistensi insulin, antara lain : a. Uji Toleransi Glukosa Oral b. Uji toleransi insulin c. Infus glukosa secara berkesinambungan d. Tehnik klem euglikemik, ini merupakan baku emas untuk mengukur sensitivitas jaringan terhadpa insulin. e. Nisbah gula darah puasa / insulin puasa.

7

Tabel 2.3 : keuntungan dan kerugian uji RTI No.

Uji

1

Toleransi

Keuntungan glukosa Mudah dikerjakan

oral

Kerugian Dipengaruhi penyerapan

oleh gluko-sa

pada usus 2

Toleransi insulin

Dapat menunjukkan in- Dapat deks aktivitas insulin

3

terjadi

glikemik

Infus glukosa secara Dapat menunjukkan ker- Tergantung berkesi-nambungan

4

Tehnik

dari

validitas dari tera

klem Dapat mengukur secara Mahal dan sulit

euglikemik 5

ja insulin

hipo-

kuantitatif kerja insulin

Gula darah puasa / Mudah dikerjakan

Dipengaruhi

kon-

insulin puasa

sentrasi kadar gula darah sewaktu

Menurut kesepakatan National Institute of Health – National Institute of Child Health and Human Development NIH-NICHD untuk mendiagnosa SOPK ditetapkan Kriteria mayor :6,7 - Anovulasi - Hiperandrogenemia - Tanda klinis hiperandrogenisme - Penyebab lainnya dapat disingkirkan Kriteria minor : -

Resistensi insulin

-

Hirsutisme dan obesitas yang menetap

-

Meningkatnya perbandingan rasio LH-FSH

-

Anovulasi intermiten yang berhubungan dengan hiperandrogenemia

-

Bukti secara ultrasonografi terdapat ovarium polikistik

8

Terdapat dua kriteria mayor untuk mendiagnosis SOPK: anovulasi dan adanya hiperandrogenisme yang ditetapkan secara klinis dan laboratorium. Adannya dua kelainan ini cukup untuk mendiagnosis SOPK tanpa adanya penyakit primer pada kelenjar hipofise atau adrenal yang mendasari seperti neoplasma adrenal atau ovarium, sindrom Cushing, hypogonadotropic atau gangguan hypergonadotropic, hyperprolactinemia, dan penyakit tiroid. Dibutuhkan 1 kriteria mayor yaitu anovulasi dan 2 kriteria minor yaitu rasio LH/FSH > 2,5 dan terbukti adanya ovarium polikistik secara USG. USG dan atau laparoskopi merupakan alat utama untuk diagnosis. Dengan USG, hampir 95 % diagnosis dapat dibuat. Terlihat gambaran seperti roda pedati, atau folikel-folikel kecil berdiameter 7-10 mm. Baik dengan USG, maupun dengan laparoskopi, ke dua, atau salah satu ovarium pasti membesar.7 Wanita SOPK menunjukkan kadar FSH, PRL, dan E normal, sedangkan LH sedikit meninggi (nisbah LH/FSH>3). LH yang tinggi ini akan meningkatkan sintesis T di ovarium, dan membuat stroma ovarium menebal (hipertikosis). Kadar T yang tinggi membuat folikel atresi. LH menghambat enzim aromatase. Bila di temukan hirsutismus, perlu diperiksa testosteron, dan umumnya kadar T tinggi. Untuk mengetahui, apakah hirsutismus tersebut berasal dari ovarium, atau kelenjar suprarenal, perlu di periksa DHEAS. Kadar T yang tinggi selalu berasal dari ovarium (> 1,5 ng/ml), sedangkan kadar DHEAS yang tinggi selalu berasal dari suprarenal (> 5-7ng/ml). Indikasi pemeriksaan T maupun DHEAS dapat di lihat dari ringan beratnyapertumb uhan rambut. Bila pertumbuhan rambut yang terlihat hanya sedikit saja (ringan), maka kemungkinan besar penyebab tingginya androgen serum adalah akibat gangguan pada ovarium, berupa anovulasi kronik, sedangkan bila terlihat pertumbuhan rambut yang mencolok, maka peningkatan androgen kemugkinan besar berasal dari kelenjar suprarenal, berupa hiperplasia, atau tumor.7 2.7 Diagnosis Banding Diagnosis banding termasuk variasi yang luas dari sejumlah gangguan lain yang berakibat pada abnormalitas pelepasan gonadotropin, anovulasi kronik, dan ovarium yang sklerokistik. Ovarium yang sklerokistik merupakan ekspresi morfologi 9

yang nonspesifik dari anovulasi kronik pada pasien-pasien premenopause, dan dapat disertai : a. Lesi adrenal, misalnya sindroma Cushing, hiperplasia adrenal kongenital, dan tumor-tumor adrenal virilisasi. b. Gangguan hipotalamus-pituitari primer c. Lesi-lesi ovarium yang memproduksi jumlah yang berlebihan dari estrogen atau androgen, termasuk tumor-tumor sex-cord stromal, tumor-tumor sel steroid dan beberapa lesi nonneoplastik seperti hiperplasia sel Leydig dan hipertekosis troma. Ovarium sklerokistik juga terjadi pada pasien-pasien dengan ooforitis autoimun, setelah penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang, berhubungan dengan adhesi periovarium, setelah terapi androgen jangka panjang pada wanita agar menjadi pria transeksual dan ditemukan normal pada individu-indivudi prespubertas.(7) 2.8 Penatalaksanaan Sindroma ovarium polikistik adalah sekelompok masalah gangguan kesehatan akibat gangguan keseimbangan hormonal. Seringkali SOPK menyebabkan gangguan pada pola haid dan menimbulkan kesulitan untuk mendapatkan kehamilan.1,8 Olahraga secara teratur, konsumsi makanan sehat, serta menghentikan kebiasaan merokok dan mengendalikan berat badan merupakan kunci utama pengobatan SOPK. Alternatif pengobatan lainnya adalah dengan menggunakan obat untuk menyeimbangkan hormon. 1,8 Tidak terdapat pengobatan definitif untuk SOPK, namun pengendalian penyakit dapat menurunkan resiko infertilitas, abortus, diabetes, penyakit jantung dan karsinoma uterus. 1,8 2.8.1 Penatalaksanaan Awal

10



Pengendalian dan penurunan berat badan Dapat

menurunkan

resiko

terjadinya

diabetes,

hipertensi

dan

hiperkolesterolemia.9 Penurunan berat badan yang tidak terlalu drastis dapat mengatasi kadar androgen dan kadar insulin serta infertiliti. Penurunan berat badan sebesar 5 – 7% dalam waktu 6 bulan sudah dapat menurunkan kadar androgen sedemikian rupa sehingga ovulasi dan fertilitas menjadi pulih pada 75% kasus SOPK.2,8 - Penurunan berat badan. Memperoleh berat badan yang ideal akan memperbaiki kesehatan penderita dan dapat mengatasi masalah kesehatan jangka panjang. Meningkatkan aktivitas dan makan makanan sehat merupakan kunci pengendalian berat badan. - Olah raga. Penderita diharap untuk menjadikan olah raga teratur sebagai bagian penting dalam kehidupannya. Berjalan kaki merupakan aktivitas yang paling baik dan sederhana yang dapat dengan mudah dikerjakan. - Makanan sehat dan gizi seimbang yang terdiri dari kombinasi buah dan sayuran, produk makanan kecil berkalori rendah yang dapat memuaskan nafsu makan dan menngatasi kebiasaan makan kecil. - Pertahankan berat badan yang sehat. - Hentikan kebiasaan merokok 2.8.2. Terapi Medikamentosa Pengobatan tergantung tujua pasien. Beberapa pasien membutuhkan terapi kontrasepsi hormonal, dimana yang lainnya membutuhkan induksi ovulasi. Kebanyakan pasien dengan SOPK mencari pengobatan untuk hirsutisme dan infertilitasnya. Hirsutisme dapat diobati dengan obat antiandrogen yang menurunkan kadar androgen tubuh. Infertilitas pada SOPK sering berespon terhadap klomifen sitrat.(1),(5)

11

1.

Kontrasepsi Oral Kontrasepsi oral kombinasi menurunkan produksi adrenal dan androgen, dan

mengurangi pertumbuhan rambut dalam 2/3 pasien hirsutisme. Terapi dengan kontrasepsi oral memiliki beberapa manfaat, antara lain : 1.

Komponen progestin menekan LH, mengakibatkan penurunan produksi androgen ovarium

2.

Estrogen meningkatkan produksi hepatik SHBG, menghasilkan penurunan testosteron bebas.

3.

Mengurangi kadar androgen sirkulasi.

4.

Estrogen mengurangi konversi testosteron menjadi dehidrotestosteron pada kulit dengan menghambat 5α-reduktase. (1)

Pasien dengan SOPK terjadi anovulasi yang kronis dimana endometriumnya distimulasi hanya dengan estrogen. Hal ini menjadi endometrium hiperplasia dan dapat terjadi endometrium carcinoma pada pasien SOPK dengan anovulasi yang kronis. Banyak dari kasus seperti ini dapat dikembalikan dengan menggunakan progesteron dosis tinggi, seperti megestrol asetat 40-60 mg/hari untuk 3-4 bulan.(5) Ketika kontrasepsi oral digunakan untuk mengobati hirsutisme, keseimbangan harus dipertahankan antara penurunan kadar testosteron bebas dan androgenisitas intrinsik dari progestin. Tiga progestin senyawa yang terdapat dalam kontrasepsi oral (norgestrel, norethindrone, dan norethindrone asetat) diyakini merupakan androgen dominan. Kontrasepsi oral yang berisi progestin baru (desogestrel, gestodene, norgestimate, dan drospirenone) memiliki aktivitas androgenik yang minimal. Terdapat bukti yang terbatas bahwa terdapat perbedaan dalam hasil uji klinis yang ditentukan oleh perbedaan-perbedaan ini secara in vitro dari potensi androgenik. (1)

2.

Medroksiprogesteron Asetat Penggunaan medroksiprogesteron asetat secara oral atau intramuskuler telah

berhasil digunakan untuk pengobatan hirsutisme. Secara langsung mempengaruhi axis hipofise-hypothalamus oleh menurunnya produksi GnRH dan pelepasan gonadotropin, sehingga mengurangi produksi testosteron dan estrogen oleh ovarium.

12

Meskipun penurunan SHBG, kadar androgen total dan bebas berkurang secara signifikan. Dosis oral yang direkomendasikan adalah 20-40 mg per hari dalam dosis terbagi atau 150 mg diberikan intramuscular setiap 6 minggu sampai 3 bulan dalam bentuk depot. Pertumbuhan rambut berkurang sebanyak 95% pasien. Efek samping dari pengobatan termasuk amenorea, hilangnya kepadatan mineral tulang, depresi, retensi cairan, sakit kepala, disfungsi hepatik, dan penambahan berat badan. (1)

3.

Agonis Gonadotropin releasing Hormone (Gn-RH) Penggunaan GnRH agonis memungkinkan diferensiasi androgen adrenal yang

dihasilkan oleh ovarium. Ini ditujukan untuk menekan kadar steroid ovarium pada pasien SOPK. Pengobatan dengan leuprolid asetat yang diberikan intramuskular setiap 28 hari mengurangi hirsutisme dan diameter rambut pada hirsutisme idiopatik atau pada hirsutisme sekunder pada SOPK. Tingkat androgen ovarium secara signifikan dan selektif ditekan. GnRH agonis dapat diberikan dengan dosis tunggal, 3 mg pada hari ke 8 siklus haid, atau dengan dosis ganda setiap hari 0,25 mg mulai hari ke 7 siklus haid. Penambahan kontrasepsi oral atau terapi penggantian estrogen untuk pengobatan agonis GnRH dapat mencegah keropos tulang dan efek samping lainnya dari menopause, seperti hot flushes dan atrofi genital. Supresi hirsutisme tidak menambah potensi dengan terapi penambahan estrogen untuk pengobatan agonis GnRH. (1)

4.

Ketokonazol Ketokonazol, agen antijamur yang disetujui oleh US Food and Drug

Administration, menghambat kunci sitokrom steroidogenik. Diberikan pada dosis rendah (200 mg / hari), dapat secara signifikan mengurangi tingkat androstenedion, testosteron, dan testosteron bebas. (1)

5.

Flutamide Flutamid

merupakan

antiandrogen

nonsteroid

yang

dilaporkan

tidak

mempunyai aktivitas progestasional, estrogenik, kortikoid, atau antigonadotropin.

13

Pada banyak studi, kadar perifer T dan T bebas tidak berubah, meskipun beberapa dilaporkan modulasi produksi androgen. Flutamid mempunyai efikasi yang serupa dengan spironolakton dan cyproteron. Obat ini telah digunakan untuk mengobati kanker prostat pada laki-laki. Obat ini diguakan secara umum dalam dosis 125-250 mg dua kali sehari. Efek samping yang umum ialah kulit kering dan meningkatkan nafsu makan.

6.

Cyproterone Acetate Cyproterone asetat adalah progestin sintetis poten yang memiliki sifat

antiandrogen kuat. Mekanisme utama cyproterone asetat ialah menginhibisi secara kompetitif testosteron dan DHT pada tingkat reseptor androgen. Agen ini juga menginduksi enzim hepatik dan dapat meningkatkan laju metabolisme plasma clearance androgen. Formulasi Eropa dengan cyproterone ethinyl estradiol plasma acetate mengurangi kadar testosteron dan androstenedion secara signifikan, menekan gonadotropin,

dan

meningkatkan

tingkat

SHBG.

Cyproterone

asetat

juga

menunjukkan aktivitas glukokortikoid ringan dan dapat mengurangi tingkat DHEAS. Diberikan dalam rejimen berurutan terbalik (cyproterone asetat 100 mg / hari pada hari ke-5 - 15, dan ethinyl estradiol 30-50 mg / hari pada siklus hari ke-5 - 26), jadwal siklus ini membuat perdarahan menstruasi yang teratur, membuat kontrasepsi yang sangat baik, dan efektif dalam pengobatan hirsutisme dan bahkan jerawat yang parah. Efek samping cyproterone asetat ialah kelelahan, meningkatnya berat badan, penurunan libido, perdarahan tak teratur, mual, dan sakit kepala. Gejala ini terjadi lebih jarang ketika ethinyl estradiol ditambahkan. (1)

7.

Spironolactone Spironolacton

merupakan

diuretik

hemat

kalium

yang

menginhibisi

pertumbuhan rambut dengan menghambat aktivitas 5α-reduktase dan mengikat secara kompetitif terhadap reseptor intraseluler dari DHT. Dosis pemberian spironolakton adalah 2x50 mg/hari. Dosis yang lebih besar mengganggu aktivitas sitokrom P-450, yang mengurangi jumlah total androgen sintesis dan sekresi. Efek samping

14

spironolakton ialah menstruasi yang ireguler, mual dan lemah dengan dosis yang lebih tinggi. Disebabkan spironolakton merupakan diuretik hemat kalium, wanita dengan hiperkalemia harus diobservasi dengan hati-hati atau sebaiknya diberikan alternatif obat lainnya.(3)

8.

Insulin Sensitizers Karena hiperinsulinemia memainkan peran dalam SOPK terkait anovulasi,

pengobatan dengan insulin sensitizers dapat menggeser keseimbangan endokrin terhadap ovulasi dan kehamilan, baik penggunaan sendiri atau dalam kombinasi dengan modalitas pengobatan lain. (1) Metformin direkomendasikan didalam International Guidelines sebagai terapi utama untuk diabetes mellitus tipe 2 karena mempunyai profil yang baik dalam pengontrolan metabolism glukosa. Akan tetapi sampai saat ini belum ditemukan regimen dosis yang tetap sehingga dianjurkan untuk disesuaikan secara individu dengan dasar efektifitas dan toleransi dan tidak melebihi dosis maksimal yang direkomendasikan yaitu 2250 mg untuk dewasa dan 2000 mg untuk anak-anak dalam sehari. Untuk meminimalisir efek samping, terapi metformin dimulai pada dosis yang rendah yang diminum saat makan, dan dosis ini ditingkatkan secara progresif. Pasienpasien diberi metformin 500 mg sekali/hari diminum saat makan besar, biasanya makan malam selama 1 minggu kemudian ditingkatkan menjadi 2kali/sehari, bersama sarapan dan makan malam, selama 1 minggu kemudian dosis dinaikkan 500 mg saat sarapan dan 1000 mg saat makan malam selama 1 minggu dan akhirnya dosis ditingkatkan menjadi 1000 mg 2kali/hari saat sarapan dan makan malam. Tidak terdapat penelitian mengenai kisaran dosis metformin pada sindrom ovarium polikistik, tapi penelitian kisaran dosis pada pasien diabetes menggunakan kadar hemoglobin glikase sebagai pengukur outcome, menunjukkan bahwa dosis 2000 mg per hari sudah optimal. (1) Dosis dan jangka waktu yang optimal untuk pemberian metformin pada penderita SOPK dengan insulin resisten sampai sekarang belum ditemukan suatu

15

konsensus. Beberapa peneliti memberi pengobatan 4 sampai 8 minggu dengan dosis 500 mg tiga kali sehari sebagai pengobatan awal sebelum diberikan clomiphene citrate, tetapi banyak pasien yang merasa tidak nyaman dan sering menemukan efek samping dengan pemberian 4 sampai 8 minggu tersebut, sehingga banyak yang tidak melanjutkan pengobatan. Untuk mempersingkat waktu dan meningkatkan kepatuhan dalam pengobatan, banyak peneliti mencoba pemberian metformin yang lebih singkat. Hwu dkk memberikan metformin dengan dosis 500 mg tiga kali sehari untuk 12 hari sebelum dimulai pengobatan dengan clomiphene citrate. Pada penelitian tersebut ovulasi ditemukan pada 42.5% dibandingkan hanya 12.5% pada kelompok kontrol. Khorram dkk memberikan metformin 500 mg tiga kali sehari dimulai dari hari pertama withdrawal bleeding (setelah pemberian medroxy-progesterone acetate 10 mg perhari selama 10 hari) dan pemberian clomiphene citrate pada hari ke lima sampai hari ke sembilan. Pada penelitian tersebut ditemukan 44% dan 31% dibandingkan hanya 6.7% dan 0% pada kelompok kontrol yang ovulasi dan keberhasilan untuk hamil.

9.

Clomiphene citrate Clomiphene citrate merupakan estrogen lemah sintetis yang meniru aktivitas

antagonis estrogen bila diberikan pada dosis farmakologi khas untuk induksi ovulasi. Fungsi hipofise-hipotalamus-ovarium axis diperlukan untuk kerja klomifen sitrat yang tepat. Lebih khusus lagi, clomiphene sitrat diperkirakan dapat mengikat dan memblokir reseptor estrogen di hipotalamus untuk periode yang lama, sehingga mengurangi umpan balik estrogen normal hipotalamus-ovarium. Blokade ini meningkatkan jumlah GnRH di beberapa wanita yang anovulatoir. Peningkatan kadar GnRH menyebabkan peningkatan sekresi hipofise gonadotropin, yang memperbaiki perkembangan folikel ovarium. Clomiphene citrate juga dapat mempengaruhi ovulasi melalui tindakan langsung pada hipofisis atau ovarium. Sayangnya, efek antiestrogen clomiphene sitrat pada tingkat endometrium atau serviks memiliki efek yang merugikan pada kesuburan pada sebagian kecil individu. (1)

16

Obat ini adalah suatu antagonis estrogen yang bekerja dengan mengadakan penghambatan bersaing dengan estrogen terhadap hipotalamus sehingga efek umpan balik estrogen ditiadakan. Dengan demikian hipotalamus akan melepaskan LH-FSHRH yang selanjutnya akan rnenyebabkan hipofisis anterior meningkatkan sekresi FSH dan LH. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan dan pematangan folikel serta ovulasi. Dosis diberikan 50 mg satu kali pemberian perhari dengan dosis maksimal perhari dapat ditingkatkan menjadi 200 mg. Penggunaan clomiphene sitrat untuk induksi ovulasi memiliki hasil yang sangat baik. Bahkan, pada beberapa populasi, 80% hingga 85% wanita akan berovulasi dan 40% akan hamil. (1)

2.8.3. Terapi Pembedahan Terapi pembedahan kadang-kadang dilakukan pada kasus infertilitas akibat SOPK yang tidak segera mengalami ovulasi setelah pemberian terapi medikamentosa. Melalui pembedahan, fungsi ovarium di pulihkan dengan mengangkat sejumlah kista kecil.2 Alternatif tindakan : 

“Wedge Resection” , mengangkat sebagian ovarium. Tindakan ini dilakukan untuk membantu agar siklus haid menjadi teratur dan ovulasi berlangsung secara normal. Tindakan ini sudah jarang dikerjakan oleh karena memiliki potensi merusak ovarium dan menimbulkan jaringan parut. 2



“Laparoscopic ovarian drilling” , merupakan tindakan pembedahan untuk memicu terjadinya ovulasi pada penderita SOPK yang tidak segera mengalami ovulasi setelah menurunkan berat badan dan memperoleh obat-obat pemicu ovulasi. Pada tindakan ini dilakukan eletrokauter atau laser untuk merusak sebagian ovarium. Beberapa hasil penelitian memperlihatkan bahwa dengan tindakan ini dilaporkan angka ovulasi sebesar 80% dan angka kehamilan sebesar 50%.11 Wanita yang lebih muda dan dengan BMI dalam batas normal akan lebih memperoleh manfaat melalui tindakan ini. 2 17

BAB III KESIMPULAN

 Sindroma ovarium polikistik (SOPK) merupakan kelainan kompleks endokrin dan metabolik

yang

ditandai

dengan

adanya

anovulasi

kronik

dan

atau

hiperandrogenisme yang diakibatkan oleh kelainan dari fungsi ovarium dan bukan oleh sebab lain.  Prevalensi terjadinya SOPK sekitar 1% - 3 % dari semua wanita steril, 3%-7% dari wanita yang mempunyai pengalaman ovarium polikistik

 Etiologi SOPK tidak diketahui secara pasti, namun diperkirakan sangat dipengaruhi oleh genetik.

 SOPK menyebabkan infertilitas dan bersifat hiperandrogenik, di mana terjadi gangguan hubungan umpan balik antara pusat (hipotalamus-hipofisis) dan ovarium sehingga kadar estrogen selalu tinggi yang mengakibatkan tidak pernah terjadi kenaikan kadar FSH yang cukup adekuat.

 Gambaran klinis berupa : Gangguan menstruasi dan infertilitas, hirsutisme, obesitas, akne, seborrhoe, pembesaran klitoris , dan pengecilan payudara.

 Penatalaksanaan awal berupa pengendalian dan penurunan berat badan  Terapi medikamentosa dengan pemberian kontrasepsi oral, medroksiprogesteron asetat, agonis gonadotropin releasing hormone (gn-rh), ketokonazol, flutamide, cyproterone acetate, spironolactone, insulin sensitizers, dan clomiphene citrate  Terapi pembedahan dengan “Wedge Resection” dan “Laparoscopic

ovarian

drilling”

18

DAFTAR PUSTAKA 1. Maharani, L. Wratsangka R. 2002. Sindrom Ovarium Polikistik: Permasalahan Dan Penatalaksanaannya. (diunduh tanggal 07 februari 2012). Dari URL : http://www.univmed.org/wp-content/ uploads/2011/02/Dr._Laksmi.pdf 2. Hadibroto, B.R. 2005. Sindroma Ovarium Polikistik. (diunduh tanggal 07 februari

2012).

Dari

URL

:

http://repository.usu.ac.id/bitstream

/123456789/15588/1/mkn-des2005-%20%2811%29.pdf 3. Duarsa, M.A. 2004. Pendekatan Medisinalis Dan Bedah Pada Penanganan Sopk.

(diunduh

tanggal

07

februari

2012).

Dari

URL

:

http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/pendekatan-medisinalis-dan-bedahpada-penanganan-sopk/mrdetail/914/ 4. Ramli R. 2010. Dampak Preeklampsia. (diunduh tanggal 10 februari 2012). Dari URL : http://www.ibubayi.com/topik/dampak-preeklampsia.html 5. Melissa Conrad Stöppler. William C. Shiel Jr. 2010. Polycystic Ovarian

Syndrome.

(diunduh

tanggal

07

februari

2012).

Dari

URL

:

http://www.medicinenet.com/polycystic_ovary/article.htm 6. Hestiantoro, A. 2009. Sindroma ovarium polikistik, penyebab gangguan haid. (diunduh

tanggal

07

februari

2012).

Dari

URL

:

http://botefilia.com/index.php/archives/2009/04/10/sindroma-ovarium-polikistikpenyebab-gangguan-haid/ 7. Anonym. 2010. Ovarium polikistik Sindrom - Penyebab, Gejala dan Metode Pengobatan.

(Diunduh

tanggal

07

februari

2012).

Dari

URL

:

http://id.hicow.com/polikistik-ovarium-sindrom/kehamilan/hormon-772734.html 8. Murfida, L. 2001. terapi metformin pada sindrom ovarium polikistik. (diunduh tanggal 07 februari 2012). Dari URL : http://digilib.unsri.ac.id/download/Terapi %20Metformin%20pada%20SOPK.pdf

19

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF