Referat Parkinson
May 4, 2018 | Author: Arief Purwodito | Category: N/A
Short Description
parkinson stase neuro budi asih...
Description
BAB I PENDAHULUAN
Gangguan gerak dapat didefinisikan sebagai sindrom neurologik dengan gejala gerakan yang berlebihan atau gerakan yang kurang, yang tidak berkaitan dengan kelemahan (paresis) atau spastisitas. Kondisi ini disebut juga dengan diskinesia. Salah satu contoh dari penyakit yang melibatkan gangguan gerak adalah penyakit Parkinson. 1 Parkinsonisme adalah kumpulan gejala atau sindrom tremor saat istirahat, bradikinesia, rigiditas, hilangnya refleks postural, postur fleksi, dan blok motorik sehingga parkinsonisme juga dikenal sebagai sindrom parkinson. Penyakit Parkinson merupakan bentuk tersering dari sindrom Parkinson. Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif yang banyak dijumpai di masyarakat. dr. James Parkinson pada tahun 1817 yang pertama kali menulis deskripsi gejala penyakit Parkinson dengan rinci dan lengkap kecuali kelemahan otot sehingga disebutnya paralysis agitans. Pada tahun 1894, Blocg dan Marinesco menduga substansia nigra sebagai lokus lesi, dan tahun 1919 Tretiakoff menyimpulkan dari hasil penelitian post mortem penderita penyakit pen yakit Parkinson pada disertasinya dise rtasinya bahwa ada kesamaan lesi yang ditemukan yaitu lesi di substansia nigra. Lebih lanjut, secara terpisah dan dengan cara berbeda ditunjukkan Bein, Carlsson, dan Hornykiewicz tahun 1950an, bahwa penurunan kadar dopamine sebagai kelainan biokimiawi yang mendasari penyakit penyakit Parkinson. 2 Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia. Sebanyak 5-10 % orang menderita penyakit parkinson. Gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1% di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 – 85 – 89 89 tahun. Di Amerika Serikat, ada sekitar satu juta penderita parkinson. 3
1
BAB II GANGGUAN GERAK
Gangguan gerak dapat didefinisikan sebagai sindrom neurologik dengan gejala gerakan yang berlebihan atau gerakan yang kurang, yang tidak berkaitan dengan kelemahan atau spastisitas. Gangguan gerak atau yang disebut dengan diskinesia dapat berupa: 1
Bradikinesia, atau gerakan yang lamban, berkurang, atau hingga tidak ada gerakan atau yang disebut dengan akinesia, walaupun penderitanya tidak l umpuh.
Gerakan involunter yang berlebihan atau disebut juga dengan hyperkinesia.
Pada sebagian besar gangguan gerak kelainan atau abnormalitas berasal di ganglia basalis. Lima inti atau nukelus membentuk ganglia basalis, yaitu kaudatus dan putamen (bersama membentuk striatum), inti subtalamik, substansia nigra (pars kompakta dan pars retikulata), dan globus pallidus. Input mayor ialah ke striatum, terdiri dari eksitasi dari korteks serebri dan dopaminergik dari substansia nigra. Lima jenis diskinesia mayor adalah korea, dystonia, mioklonus, tik, dan tremor. 1 Penyakit gangguan gerak dapat diklasifikasikan menjadi gangguan hipokinetik dan hiperkinetik. Gangguan yang bersifat hipokinesia dapat terbagi menjadi hipokinesia atau penurunan amplitude gerakan, bradikinesia atau kelambatan dalam gerakan, atau akinesia atau kehilangan gerakan, tergantung dari derajat dan keparahan penyakit. Penyebab dari gangguan gerak hipokinetik yang paling sering ditemukan adalah Parkinsonisme, seperti penyakit Parkinson.1
2
BAB III SINDROM PARKINSON
Terdapat dua istilah yang perlu dibedakan, yaitu penyakit Parkinson dan Parkinsonsime atau sindrom Parkinson. 4
Penyakit Parkinson adalah bagian dari Parkinsonisme yang secara patologi ditandai dengan degenerasi ganglia basalis terutama di pars kompakta subtansia nigra, disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik yang disebut dengan badan Lewy.
Sindrom Parkinson atau Parkinsonisme, adalah suatu sindroma yang ditandai dengan tremor saat istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamine dengan berbagai macam sebab.
Jenis-jenis sindrom Parkinson atau parkinsonisme yaitu: 5 1. Penyakit Parkinson (parkinsonisme primer): meliputi 80% tipe parkinsonisme dengan awitan rata-rata usia 55 tahun dan lebih sering mengenai pria, dengan perbandingan pria:wanita 3:2 2. Drug-induced parkinsonism: obat-obatan yang menghambat reseptor dopamine-D2 di korpus striatum (fenotiazine dan butirophenon) atau yang menurunkan produksi dopamine di korpus striatum (resepin dan tetrabenazine) 3. Sindrom hemiparkinson-hemiatrofi: terdiri atas hemiparkinsonisme dan berkaitan dengan hemiatrofi tubuh ipsilateral atau hemiatrofi otak kontralateral dari sisi yang terkena parkinsonisme 4. Parkinsonisme pascaensefalitis: gejalanya mirip dengan parkinsonisme (perlahan), tetapi pada penyakit ini sering disertai krisis okulogirik dan menyebabkan mata berdeviasi dengan posisi yang tetap selama beberapa menit sampai beberapa jam. Terdapat juga gangguan tingkah laku, tik, distonia, dan kelemahan ocular 5. 1-methy-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine-induced parkinsonism (MPTP): penyakit ini disebabkan penyalahgunakan obat-obatan secara intravena dan menyerang pekerja laboratorium yang terpapar oleh toksin 6. Parkinsonisme vascular: hipertensi dapat mencetuskan penyakit ini. Gejala yang timbul adalah gangguan berjalan yang terjadi secara perlahan-lahan dan progresif. Terdapat cara
3
berjalan “ freezing ” dan refleks postural. Tremor jarang terjadi. Respons terhadap obat Parkinson tidak memuaskan 7. Cortical-basal ganglionic degeneration: onsetnya perlahan dan biasanya unilateral, yang ditandai oleh rigiditas-distonia pada lengan yang terkena. Gejala kortikal terdiri dari apraksia, perasaan aneh pada tungkai, hilangnya sensibilitas, reflek mioklonus, dan tremor 8. Parkinson-dementia-amyotrophic lateral sclerotic complex of Guam: selain kombinasi parkinsonisme, demensia, dan gangguan motorneuron, juga terjadi supra nuclear gaze defect . 9. Sindrom Parkinson-demensia lain: walaupun bradifrenia sering terjadi pada penyakit Parkinson, demensia dapat timbul pada 15-20% kasus. Insiden demensia meningkat seiring bertambahnya usia, dan meningkatnya angka kematian 10. Multiple system atrophy: MSA terdiri dari empat sindrom, yaitu: degenarasi striatonigral, sindrom Shy-Drager , atrofi olivopontoserebral, dan sindrom amiotrofi parkinsonisme. Gejalanya adalah parkinsonisme tanpa tremor. Respon terhadap levodopa kurang karena neuron striatal yang berisi reseptor dopamin hilang. Stridor laring timbul karena paresis pita suara. Untuk membantu diagnosis MSA, dipakai PET fluorodeoxyglukosa yang menunjukkan hipometabolisme pada striatum dan lobus frontalis. Pengobatan sampai batas dosis toleransi atau hingga 2 g/hari (dengan karbidopa). Dapat juga digunakan antikolinergik.
Berikut ini adalah tabel jenis-jenis sindrom Parkinson: 6 Major Parkinsonian Syndrome Primary idiopathic parkinsonism
Parkinson disease (sporadic and familial) Secondary parkinsonism
Drug-induced (dopamine antagonist and depletors) Hydrocephalus (normal-pressure hydrocephalus) Trauma Tumor Vascular (multi-infarc state) Metabolic (hypoparathyroidsm) Toxin (mercury, manganese, carbon monoxide, cyanide, MPTP) 4
Infectious (postencephalitic) Hypoxia Atypical parkinsonian syndromes
Progressive supranuclear palsy Corticobasal degeneration Mutliple system atrophy:
Shy-Drager syndrome
Striatal nigral degeneration
Olivopontocerebellar atrophy
Dementias
Diffuse Lewy Body disease Alzheimer disease Inherited degenerative disease
Wilson disease Huntington disease Neuroacanthocytosis Hallervorden-Spatz disease Tabel 1. Klasifikasi sindrom parkinson 6
Manifestasi klinis parkinsonisme terdiri dari gejala positif: tremor, rigiditas, flexed posture dan gejala negatif: bradikinesia, hilangnya refleks postural tubuh, dan freezing phenomenon.3
5
BAB IV PENYAKIT PARKINSON
4.1 Definisi
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif kedua yang paling sering dijumpai setelah penyakit Alzheimer. Tanda patologis yang dijumpai adalah adanya depigmentasi dan neuronal loss pada substansia nigra, serta ditemukannya badan Lewy atau badan inklusi sitoplasmik yang terbentuk dari protein α-sinuklein. Studi anatomis menemukan bahwa area yang terkena pertama kali adalah pars kompakta substansia nigra. Hal ini ditemukan pada penyakit Parkinson idiopatik atau primer.(2,7) Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamin dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai Sindrom Parkinson. 4 Hampir seluruh bentuk parkinsonisme disebabkan oleh penurunan transmisi dopamine di dalam basal ganglia. Sebanyak 75% kasus parkinsonisme merupakan penyakit Parkinson sporadik dan idiopatik, sisanya 25% disebabkan genetik dan sebab lain seperti penyakit neurogeneratif, penyakit serebrovaskuler, dan obat-obatan.(5,6,8)
4.2 Epidemiologi
Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurologis yang mengenai sekitar 1% dari kelompok usia di atas 50 tahun dan sekitar 2% dari mereka yang berusia lebih dari 70 tahun. Mulanya penyakit lebih sering pada usia di antara 50-59 tahun, dan jarang bermula sebelum usia 30 tahun atau setelah usia 80 tahun. 9 Lebih kurang 5% kasus penyakit Parkinson merupakan penyakit Parkinson familial (dominan dan resesif autosom). Penyakit Parkinson familial ditandai dengan onset yang timbul lebih cepat, yaitu sebelum usia 50 tahun dan perjalanan penyakit yang lebih lama daripada penyakit Parkinson sporadik. Meskipun kebanyakan pasien dengan penyakit Parkinson seringkali tidak memiliki kelainan genetik, namun bukti epidemiologik menunjukkan hubungan yang erat antara kelainan genetik dan faktor lingkungan. 10
6
4.3 Etiologi
Sejauh ini etiologi dari penyakit Parkinson masih belum diketahui, atau bersifat idiopatik. Berbagai teori mengemukakan bahwa usia lanjut, lingkungan, dan faktor genetik merupakan faktor risiko yang tidak bisa diabaikan. Terdapat beberapa dugaan, di antaranya ialah: infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum diketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat. 8 Dari penelitian kasus-kontrol didapatkan bahwa risiko terkena Penyakit Parkinson (PD) adalah multifaktorial, yaitu faktor lingkungan yang dapat berkurang secara bermakna pada perokok, hipertensi, peminum kopi, alkohol. Risiko mendapat penyakit Parkinson akan meningkat secara bermakna pada mereka yang mempunyai tiga atau lebih anak, mereka yang mengkonsumsi banyak vitamin A, dan makan mengandung vitamin C. Jenis kelamin juga memiliki peranan penting dalam penyakit ini, dimana laki-laki memiliki kecenderungan 1,8 kali lebih besar untuk terkena penyakit ini dibandingkan wanita. (7,9) Faktor usia juga berperan penting disini karena didapatkan adanya peningkatan insiden dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra pada penyakit parkinson.(8,9) Faktor genetik juga berperan penting, yaitu ditemukannya mutasi pada gen α -sinuklein pada lengan panjang kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan penyakit parkinson autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif Parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria. Riwayat penyakit parkinson pada keluarga juga meningkatkan faktor risiko menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun. (8,9) Faktor risiko lain pada penyakit Parkinson diantaranya riwayat positif pada keluarga, laki-laki, cedera kepala, paparan insektisida, herbisida, dan pestisida, dan bertempat tinggal di daerah rural, dan konsumsi kacang-kacangan atau biji-bijian 10 tahun sebelum ditegakkannya diagnosis. Beberapa penelitian menunjukkan depresi juga dapat memicu terjadinya penyakit Parkinson, karena depresi dapat mendahului gejala motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif. (9,10)
7
4.4 Neuroanatomi
Gerakan otot tubuh dikendalikan oleh neuron otak di daerah korteks motorik. Jalur motorik utama disebut sistem piramid, berjalan dari korteks motorik ke medulla spinalis. Lower motor neuron akan membawa perintah dari medulla spinalis ke otot untuk melakukan gerakan. Sistem piramid ini bekerja dipengaruhi oleh sirkuit ekstrapiramid, yang termasuk disini adalah substansia nigra, striatum, nukleus subtalamik, globus palidus internus dan eksternus, dan thalamus. Sistem ekstrapiramid ini dapat memfasilitasi atau menghambat gerakan, tergantung dari tonus inervasi dopamin pada striatum. Gerakan normal ditentukan oleh produksi dopamin yang memadai dari substansia nigra yang mempersarafi striatum. Degenerasi yang terjadi pada penyakit Parkinson mencapai 60-80% dari neuron substansia nigra, menyebabkan sistem ekstrapiramid tidak lagi efektif untuk memfasilitasi gerakan, sehingga muncul gejala penyakit Parkinson.2 Ada dua jalur di dalam sistem ekstrapiramid yang keluar dari striatum, yaitu jalur langsung (direct ) dan tidak langsung (indirect ). Jalur langsung memiliki sifat inhibisi, sedangkan jalur tidak langsung bersifat eksitatorik terhadap globus palidus internus atau substansia nigra. Keluaran dari jalur ini ke thalamus ventrolateral bersifat inhibitorik dalam kondisi normal, namun bisa berubah tergantung hasil akhir kekuatan jalur langsung dan jalur tidak langsung. Neuron di striatum mengandung dua jenis reseptor dopamin, yaitu D1 yang terletak di jalur langsung, dan D2 yang terletak di jalur tidak langsung. Efek dopamin terhadap jalur langsung melewati reseptor D1 adalah eksitatorik, dan terhadap jalur tidak langsung lewat reseptor D2 adalah inhibitorik.2
4.5 Patofisiologi
Patologi dan biokimiawi penyakit Parkinson telah dikaji secara luas, dan disepakati pula bahwa kelainannya adalah perubahan pada sel neuron dopaminergik di substansia nigra pars kompakta (SNc) dengan akibat hilangnya neuron dopaminergik nigrostriatum disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik ( Lewy bodies) dengan penyebab multifaktorial. Degenerasi SNc diyakini mendasari kelainan motorik dari penyakit Parkinson, terlebih lagi dikarenakan penyakit ini akan membaik dengan pemberian obat golongan dopamin. 2 Substansia nigra (sering disebut black substance), adalah suatu regio kecil di otak (brain stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini menjadi pusat kontrol/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan neurotransmitter yang disebut dopamin, yang berfungsi untuk mengatur seluruh gerakan otot dan keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh 8
sistem saraf pusat. Dopamin diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta kelancaran komunikasi (bicara). Pada penyakit Parkinson sel-sel neuron di SNc mengalami degenerasi, sehingga produksi dopamin menurun dan akibatnya semua fungsi neuron di sistem saraf pusat (SSP) menurun dan menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia), kelambatan bicara dan berpikir (bradifrenia), tremor dan kekauan (rigiditas).8 Stress oksidatif juga dapat memicu terjadinya proses degenerasi neuron SNc. Disebabkan oleh reaksi berlebihan dari radikal bebas terhadap protein, membran lemak, dan DNA yang merusak fungsi molekul sehingga membunuh neuron. Stress oksidatif menyebabkan terbentuknya formasi oksiradikal, seperti dopamin quinon yang dapat bereaksi dengan α sinuklein (disebut protofibrils). Formasi ini menumpuk, tidak dapat didegradasi oleh ubiquitin proteasomal pathway, sehingga menyebabkan kematian sel-sel SNc. (2,8) Mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan antara lain (2,8)
Kerusakan mitokondria sebagai akibat penurunan produksi adenosin trifosfat (ATP) dan akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stres oksidatif, akhirnya menghasilkan peningkatan apoptosis dan kematian sel. Kejadian ini sering terjadi karena adanya kelainan metabolism seperti stroke, asfiksia, hipoglikemia, dan bahan toksis lainnya.
Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang memicu apoptosis sel-sel SNc.
4.6 Gejala klinis
Gejala klinis berkaitan dengan menurunnya aktivitas neurotransmitter dopamin di ganglia basal. Mungkin terdapat kegagalan pelepasan dopamin dari akson nigrastriatal, output yang berkurang dari akson ini, atau kegagalan mengikat dopamin oleh reseptor dopaminergic di ganglia basal. Kegagalan ini mengakibatkan aktivitas berlebihan relatif pada sistem reseptor lainnya di ganglia basalis. Ketidakseimbangan ini mempengaruhi bagian lain dari otak melalui thalamus dan hubungan thalamus. Efek akhirnya didapatkan pada common pathway akhir pada sistem motorik, kornu anterior, dimana akan didapatkan dua defek dasar, yaitu meningkatkan inhibisi pada motoneuron gamma, dan meningkatnya aktivitas motoneuron alfa. 1
9
Gejala kardinal dari penyakit Parkinson adalah rest tremor , rigiditas, dan bradikinesia. Diagnosis secara klinis dapat ditegakkan apabila terdapat dua dari tiga gejala kardinal tersebut.
Gejala Motorik
Gambar 1. Gambaran klinis penyakit Parkinson Sumber: http://parkinsons.ie
a. Tremor Gejala ini disebabkan oleh hambatan pada aktivitas motoneuron gamma. Inhibisi ini mengakibatkan hilangnya sensitivitas sirkuit gamma yang mengakibatkan menurunnya kontrol dari gerakan motorik yang halus. Berkurangnya control ini membiarkan munculnya gerakan involunter yang dipicu dari tingkat lain pada susunan saraf pusat. Tremor pada Parkinson mungkin dicetuskan oleh lepasan ritmik dari motoneuron alfa di bawah pengaruh impuls yang berasal dari nukleus ventral lateral thalamus. Aktivitas ini pada keadaan normal ditekan oleh aksi dari sirkuit motoneuron gamma, namun dapat muncul sebagai tremor bila sirkuit ini dihambat. 1 Gejala ini ditemukan pada 85% pasien dengan penyakit Parkinson, dan merupakan gejala khas pada penyakit ini. Sifat tremor dari penyakit ini yaitu tremor akan muncul saat istirahat, atau yang disebut juga dengan rest tremor . Rest tremor biasanya bermanifestasi sebagai tremor yang melibatkan daerah ekstremitas, rahang, wajah, dan lidah. Tremor pada lengan biasanya terjadi dengan posisi pronasi dan 10
supinasi, sehingga dideskripsikan sebagai pill-rolling movement atau gerakan menghitung uang logam. Dalam fase awal penyakit, tremor dan gejala lainnya biasanya bersifat asimetris tetapi lama kelamaan gejala menjadi bilateral.(4,7)
b. Rigiditas Rigiditas disebabkan oleh peningkatan tonus pada antagonis dan protagonist, dan terdapat kegagalan inhibisi aktivitas motoneuron pada protagonist dan antagonis sewaktu gerakan. Meningkatnya aktivitas motoneuron alfa pada protagonist dan antagonis menghasilkan rigiditas yang terdapat pada seluruh gerakan dari ekstremitas yang terlibat.1 Jika kepalan tangan yang tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus putus. Selain di tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti break-dance. Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan dengan postur yang membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-pendek (march à petit pas).3 Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon). 10
c. Bradikinesia Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi daripada impuls sensorik, optik, labirin, proprioseptif, dan impuls sensorik lainnya di ganglia basalis. Ini mengakibatkan perubahan pada aktivitas refleks yang mempengaruhi motoneuron gamma dan alfa.1 Manifestasi klinis yang dijumpai dari bradikinesia adalah adanya penurunan aktivitas harian seperti memakai baju, berdiri, berjalan, makan, menggosok gigi, atau mandi. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Gejala lain yang menandakan adanya bradikinesia atau hipokinesia adalah adanya masked facies (hipomimia), disartria hipokinetik, kedipan dan lirikan mata berkurang, refleks menelan berkurang sehingga
11
menyebabkan hipersalivasi (drooling ), dan tulisan tangan yang kecil dan lambat (mikrografia), dan langkah yang menjadi pendek dan diseret. (4,7,10) d. Tiba-tiba berhenti atau ragu-ragu untuk melangkah Gejala lain adalah freezing , yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terdapat keluhan sering kencing dan konstipasi. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. Hilangnya refleks postural disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita mudah jatuh. (6,10) e. Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson) Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche à petit pas), kepala dan badan doyong ke depan dan sukar berhenti atas kemauan sendiri, kadang-kadang doyong ke belakang ( retropulsion) atau ke samping (lazrpulsion), serta sulit atau tidak dapat berbalik dengan cepat. f. Bicara monoton Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara halus (suara bisikan) yang lambat. 10 g. Demensia Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan defisit kognitif. 10 h. Gangguan tingkah laku Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain), mudah takut, sikap kurang tegas, dan depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup. 10 i. Gejala lain Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan di atas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif) 4
12
Gejala non motorik a. Disfungsi otonom Disfungsi otonom mungkin disebabkan oleh menghilangnya secara progresif neuron di ganglia simpatetik. Gejala yang dialami sebagai berikut (1,5,10)
Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi ortostatik
Kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik, terutama pada daerah wajah
Kesukaran dalam usaha pengosongan kandung kemih dan sering mengalami obstipasi kronis. Hal ini merupakan gejala dini dari penyakit ini.
Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual dan orgasme.
b. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat c. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia). Pola tidur pasien menjadi terputus-putus ( fragmented ) dan menjadi sering terbangun. d. Gangguan sensasi
kepekaan kontras visual lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna
penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hipotensi ortostatik,
suatu kegagalan sistem saraf otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atau anosmia).
Gejala neuropsikiatri Gangguan mood, kognisi, dan tingkah laku merupakan gejala yang sering muncul pada
tahap lanjut penyakit Parkinson dan merupakan akibat langsung dari penyakit Parkinson atau akibat dari penyakit komorbid seperti penyakit Alzheimer, demensia kortikal dengan Lewy bodies, atau akibat efek samping terapi obat penyakit Parkinson.10 Depresi mengenai sepertiga dari seluruh pasien dengan penyakit Parkinson. Depresi seringkali sulit untuk didiagnosis karena tumpang tindih dengan gejala somatik dan vegetatif pada penyakit Parkinson. Akibatnya seringkali depresi tidak terdiagnosis dan tidak diterapi. Depresi penting untuk didiagnosis karena dapat menyebabkan perburukan gejala motorik, gejala somatik baru, dan gangguan tidur pada penyakit Parkinson. Depresi dapat dipicu oleh obat antiparkinson atau obat psikotropik. 10 13
Gangguan cemas pada penyakit Parkinson akibat isolasi, depresi, atau gangguan kognitif progresif. Gangguan cemas juga dapat disebabkan oleh akathisia akibat “dopamine hunger ” karena gejala motorik yang tidak ditatalaksana secara adekuat. Akathisia sendiri diartikan sebagai perasaan tidak nyaman yang memicu pasien untuk bergerak, sehingga terlihat seperti gangguan cemas. Abnormalitas kognitif pada pasien penyakit Parkinson. Pasien sulit menyelesaikan tugas, merencanakan kegiatan jangka panjang, dan mengingat/mencerna informasi baru. Gejala lain yaitu gangguan fungsi visuospasial serta gangguan atensi dan konsentrasi. (3,10) Gejala psikotik terjadi pada 6-40% pasien dengan penyakit Parkinson. Gejala awal yaitu halusinasi visual dengan tilikan yang masih baik. Meskipun depresi dan demensia merupakan faktor risiko terpenting munculnya gejala psikotik pada penyakit Parkinson namun gejala juga dapat dipicu oleh terapi obat seperti dopaminomimetik, antikolinergik, amantadine, dan selegiline. Bentuk gejala psikotik lainnya yaitu delusi. Gejala prodromal psikotik yaitu subtle erratic behavior dengan temperamental dan sifat yang meledak-ledak. 10
4.7 Diagnosis
Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria: (1,4,8) 1. Secara klinis
Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik: tremor, rigiditas, bradikinesia atau
3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia, dan instabilitas postural.
Kesalahan diagnosis secara klinis ini sekitar 25%.
2. Kriteria Koller
2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik: rest tremor atau gangguan refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang berlangsung 1 tahun atau lebih.
Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan sedang (minimal 1.000 mg/hari selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1 tahun atau lebih.
3. Kriteria Gelb & Gilman
Gejala kelompok A (khas untuk penyakit Parkinson) terdiri dari : 1) Rest tremor 2) Bradikinesia 3) Rigiditas 4) Permulaan asimetris 14
Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), terdiri dari : 1) Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama 2) Fenomena tak dapat bergerak sama sekali ( freezing ) pada 3 tahun pertama 3) Halusinasi yang tidak berhubungan dengan pengobatan dalam 3 tahun pertama 4) Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.
Diagnosis “ possible”: adalah keadaan dimana terdapat paling sedikit 2 dari gejala kelompok A dimana salah satu diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tidak terdapat gejala kelompok B, lama gejala kurang dari 3 tahun disertai respon jelas terhadap levodopa atau dopamin agonis. Diagnosis “ probable”: adalah keadaan dimana terdapat paling sedikit 3 dari 4 gejala kelompok A, dan tidak terdapat gejala dari kelompok B, lama penyakit paling sedikit 3 tahun dan respon jelas terhadap levodopa atau dopamin agonis. Diagnosis “ pasti”: memenuhi semua kriteria probable dan pemeriksaan histopatologis yang positif.
Untuk menentukan berat ringannya penyakit digunakan penetapan stadium klinis penyakit Parkinson berdasarkan Hoehn and Yahr . Berikut ini adalah stadium klinis penyakit Parkinson menurut Hoehn and Yahr :8 Stadium
Deskripsi
I
Unilateral, ekspresi wajah berkurang, posisi fleksi lengan yang terkena, tremor, ayunan lengan berkurang
II
Bilateral, postur membungkuk ke depan, gaya jalan lambat dengan langkah kecilkecil, sukar membalikkan badan
III
Gangguan gaya berjalan menonjol, terdapat ketidakstabilan postural
IV
Disabilitasnya jelas, berjalan terbatas tanpa bantuan, lebih cenderung jatuh
V
Hanya berbaring atau duduk di kursi roda, tidak mampu berdiri atau berjalan meskipun dibantu, bicara tidak jelas, wajah tanpa ekspresi, jarang berkedip Tabel 2. Stadium klinis penyakit Parkinson 8
15
Berikut ini adalah cara menyingkirkan diagnosis penyakit Parkinson pada penderita parkinsonisme yang didasarkan atas adanya suatu gejala: Kriteria
Kemungkinan diagnosis
1. Riwayat dari: - Ensefalitis
Pasca ensefalitis
- Terpapar lama dengan CO, Mn, atau toksin
Toxin-induced
lain - Mendapat obat-obat neuroleptic
Drug-induced
2. Munculnya gejala parkinsonisme mengikuti - Trauma kepala
Pasca trauma
- Stroke
Vaskular
3. Ditemukan gejala ini pada pemeriksaan fisik - Ataksia serebelar
OPCA, MSA
- Gerakan ke bawah okuler menghilang
PSP
- Adanya hipotensi postural tanpa makan
MSA
obat - Adanya rigiditas satu sisi dengan atau tanpa distonia,
apraksia,
kehilangan
CBGD, MSA
sensor
kortikal mioklonus - Pada awal penyakit terdapat gaya berjalan
PSP
jatuh atau kaku - Disfungsi otonom yang bukan karena obat
MSA
- Mengeluarkan air liur terus
MSA
- Demensia awal atau halusinasi karena DLBD konsumsi obat - Distonia yang diinduksi oleh levodopa
MSA
4. Neuroimaging (MRI atau CT-scan) terdapat - Infark lakuner
Vaskular
- Ventrikel-ventrikel serebral melemah
NPH
- Atrofi serebelar
OPCA, MSA
- Atrofi mesensefalon atau bagian lain dari
PSP, MSA
batang otak 16
5. Efek obat - Respons jelek terhadap levodopa
PSP, MSA, CBGD, vaskular, NPH
- Tidak ada diskinesia meskipun mendapat
sama seperti di atas
dosis tinggi levodopa Keterangan: CBGD, cortical-basal ganglionic degeneration; DLBD, diffuse Lewi body disease, juga disebut Dementia dengan Lewy Bodies; MSA, multiple system atrophy; NPH, normal pressure hydrosephalus; OPCA, olivo-ponto-cerebellar atrophy, dimana mungkin merupakan satu bentuk dari MSA; PSP, progressive supranuclear palsy.
Tabel 3. Kriteria untuk menyingkirkan diagnosis penyakit Parkinson dari penyebab lain parkinsonisme8
Diagnosa banding antara parkinsonisme karena obat dan penyakit Parkinson Drug-induced Parkinsonism
Parkinson’s disease
Gejala awal
Bilateral dan simetris
Unilateral dan asimetris
Perjalanan
Akut atau subakut
Kronis, bertahap
Tipe tremor
Bilateral symmetric postural
Unilateral atau assymetric rest
atau rest tremor
tremor
Mungkin menyolok
Biasanya respons sedikit
Respons terhadap obat antikolinergik
sampai sedang
Penghentian obat yang
Berkurang dalam beberapa
Gejala dan tanda tetap
dicurigai
minggu sampai bulan
bertambah perlahan-lahan
Tabel 4. Diagnosis banding antara parkinsonisme karena obat atau Parkinson’s disease4
4.8 Penatalaksanaan
Secara garis besar konsep terapi farmakologis maupun pembedahan pada penyakit Parkinson dibedakan menjadi tiga hal, yaitu:8
Simptomatik, untuk memperbaiki gejala dan tanda penyakit
Protektif, dengan cara mempengaruhi patofisiologi penyakit
Restoratif, mendorong neuron baru atau merangsang pertumbuhan dan fungsi sel neuron yang masih ada
Strategi terapi ini ditujukan untuk meningkatkan, atau paling sedikit mempertahankan kualitas hidup penderitanya.8 17
1. Terapi farmakologik
Dopaminergik
a. Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa) Levodopa (dopamine precursor ) merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Levodopa akan melintasi blood brain barrier dan memasuki susunan saraf pusat. Di sini, levodopa akan mengalami perubahan oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase atau enzim dopa-dekarboksilase menjadi dopamin. Dopamin menginhibisi aktivitas neuron di ganglia basalis. Neuron ini juga dipengaruhi oleh aktivitas eksitasi dari sistem kolinergik. Jadi, berkurangnya inhibisi oleh sistem dopaminergik pada nigrastriatal dapat diatasi oleh meningkatnya jumlah dopamin, dan keseimbangan antara inhibisi dopaminergik dan eksitasi kolinergik dipulihkan. Obat ini sangat efektif untuk menghilangkan gejala karena langsung mengganti neuron dopaminergik yang produksinya sangat menurun akibat proses degenerasi.(1,8) Efek samping levodopa dapat berupa:
(1,3)
1) Neusea, muntah, distress abdominal 2) Hipotensi postural 3) Aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamin pada sistem konduksi jantung. Ini bisa diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol.
18
4) Diskinesia, yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap terapi levodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu karena penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak. Pola waktu timbulnya diskinesia ini bisa saat peak dose, pagi hari, yo-yoing, atau off period . Diskinesia dijumpai pada 2545% kasus setelah 5 tahun pemakaian levodopa. 11 5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal, dan ureum darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi levodopa. 6) Fluktuasi respons (on-off, wearing off ) Fluktuasi respons ini terdiri dari fenomena wearing off atau fenomena on-off . Pasien usia muda lebih cepat mengalami efek samping ini daripada lansia. Pada usia muda, timbulnya diskinesia dan fluktuasi sekitar 3 tahun, sedangkan pada lansia akan muncul pada 4-6 tahun. Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor, atau MAO-B inhibitor. 10
b. Agonis Dopamin Merupakan obat yang mempunyai efek serupa dopamine pada reseptor D1 maupun D2, tetapi tidak akan dikonversi di dalam tubuh seperti levodopa. Biasanya obat ini sering dipakai sebagai kombinasi utama dengan levodopa-carbidopa agar menurunkan dosis levodopa, sehingga mengurangi efek samping yang ditimbulkan. 8 Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax), Pramipexol (Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin, dan lisurid dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson.(1,8) Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik.8 19
Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema kaki, mual dan muntah.8 c. Penghambat Monoamin Oksidase (MAO Inhibitor ) Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada penyakit Parkinson
karena
dapat
mencegah
terjadinya
degradasi
dopamin
menjadi
3-4
dihydroxyphenilacetic di otak. Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson yaitu untuk menghaluskan pergerakan.8 Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan menginhibisi monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamin yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin. Biasa dipakai sebagai kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu obat ini juga berfungsi sebagai antidepresan ringan. Efek sampingnya adalah insomnia, penurunan tekanan darah, dan aritmia.(3,8) d. DA release enhancer / DA reuptake blocker (Amantadine) Berperan sebagai pengganti dopamin, tetapi bekerja di bagian lain otak. Obat ini diketahui dapat menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor, bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-off ) dan diskinesia pada penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek sampingnya dapat mengakibatkan mengantuk. 10 e. Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Obat ini masih relatif baru, berfungsi menghambat degradasi dopamine oleh enzim COMT dan memperbaiki transfer levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi levodopa saat efektivitas levodopa menurun. Diberikan bersama setiap dosis levodopa. Obat ini memperbaiki fenomena on-off, memperbaiki kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari.(8,10) Efek samping obat ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu diperiksa tes fungsi hati secara serial. Obat ini juga menyebabkan perubahan warna urin berwarna merah oranye. 8 f. Neuroproteksi Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen neuroprotektif adalah 20
apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids, bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering digunakan di klinik adalah MAOinhibitor (selegiline atau rasagiline), dopamin agonis, dan komplek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10. (8,10)
Non-dopaminergik
a. Antikolinergik Obat ini menghambat sistem kolinergik di basal ganglia dan menghambat aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu membantu mengoreksi keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin, sehingga dapat mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson, yaitu thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin mesilat (Kogentin). Efek samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan kabur. Sebaiknya obat jenis ini tidak diberikan pada penderita penyakit Parkinson usia lanjut, karena kadang-kadang dapat dijumpai halusinasi dan psikosis.1
Gambar 2. Algoritma penatalaksanaan penyakit Parkinson Sumber: (dikutip dari 5 dan 8) 21
2. Terapi pembedahan
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses patologis yang mendasari (neurorestorasi). a. Terapi ablasi lesi di otak 8 Prosedur yang dapat dilakukan adalah thalamotomy dan pallidotomy. Akan dilakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan menggunakan kauterisasi. Tidak ada instrument apapun yang akan dipasang di otak setelah penghancuran, dan operasi ini bersifat permanen, juga sangat tidak aman untuk melakukan ablasi di kedua tempat tersebut. Terapi pembedahan thalamotomy saat ini diterima sebagai terapi definitif penderita tremor esensial, dan tidak lagi dterima sebagai terapi pada penyakit Parkinson. b. Deep Brain Stimulation (DBS)8 Pada operasi ini, akan ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada seperti pada alat pemacu jantung. Prosedur ini relatif aman dan termasuk baru, sehingga belum ada data mengenai efek samping. c. Transplantasi8 Percobaan transplantasi pada penderita penyakit Parkinson dimulai 1982 oleh Lindvall dan kawannya, jaringan medula adrenalis (autologous adrenal ) yang menghasilkan dopamin. Jaringan transplan ( graft ) lain yang pernah digunakan antara lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor cells, non neural cells (biasanya fibroblas atau astrosit), testis-derived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang menghambat proliferasi T cells sehingga masa hidup graft jadi lebih panjang. Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6 tahun sesudah transplantasi. Teknik operasi ini sering terbentur bermacam hambatan seperti ketiadaan donor, kesulitan prosedur baik teknis maupun perizinan. Namun, hasil-hasil penelitian terhadap penderita yang telah menjalani prosedur ini memberikan harapan baik bagi penyembuhan penyakit Parkinson.
22
3. Non Farmakologik
a. Edukasi Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan rasa simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikis menjadi maksimal. 3 b. Terapi rehabilitasi Untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah sebagai berikut: abnormalitas gerakan, kecenderungan postur tubuh yang salah, gejala otonom, gangguan perawatan diri ( activity of daily living – ADL), dan perubahan psikologik. Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi latihan fisioterapi, okupasi, dan psikoterapi. Latihan fisioterapi meliputi: latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan ekstensi trunkus, latihan Frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada tanda-tanda di lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan otot ekstensor panggul agar memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari kursi. Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian lingkungan tempat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai bermacam strategi, yaitu:(3,8)
Strategi kognitif: untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara jelas dan tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal maupun visual dan hanya melakukan satu tugas kognitif maupun motorik.
Strategi gerak: seperti bila akan belok saat berjalan gunakan tikungan yang agak lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin memungut sesuatu dilantai.
Strategi keseimbangan: melakukan ADL dengan duduk atau berdiri dengan kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan pada dinding. Hindari eskalator atau pintu berputar. Saat bejalan di tempat ramai atau lantai tidak rata harus konsentrasi penuh jangan bicara atau melihat sekitar.
Seorang psikolog diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif, kepribadian, status mental pasien dan keluarganya. Hasilnya digunakan untuk melakukan terapi rehabilitasi kognitif dan melakukan intervensi psikoterapi.
23
4.9 Prognosis
Dengan pengobatan, diharapkan kemajuan dalam harapan hidup pada penderita penyakit Parkonson. Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala, tetapi tidak menghentikan progresivitas penyakit. Karena penyakit Parkinson adalah proses degeneratif, maka hilangnya sel neuron akan tetap berlanjut walaupun didapatkan respons terhadap pengobatan, sehingga respons terhadap obat akan berkurang dan lama kelamaan keadaan akan memburuk dan terjadi imobilisasi.1 Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah. Penyakit Parkinson sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien Parkinson pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita Parkinson. Pada tahap akhir, penyakit Parkinson dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumoni, dan lebih buruh dapat menyebabkan kematian. 8 Progresivitas gejala pada Parkinson dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan penatalaksanaan yang tepat, kebanyakan pasien penyakit Parkinson dapat hidup produktif beberapa tahun setelah didiagnosis.3
24
BAB III PENUTUP
Penyakit gangguan gerak dapat didefinisikan sebagai sindrom neurologis dengan gejala gerakan berlebih atau berkurang, yang tidak berkaitan dengan kelemahan dan spastisitas. Salah satu contoh dari penyakit gangguan gerak adalah sindrom Parkinson. Sindrom Parkinson adalah keadaan yang ditandai dengan tremor saat istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamin dengan berbagai sebab. Salah satu contoh sindrom Parkinson adalah penyakit Parkinson, yaitu penyakit neurodegeneratif yang secara patologi ditandai dengan adanya degenerasi ganglia basalis akibat penurunan kadar dopamine, terutama di pars kompakta substasia nigra, dan timbulnya inklusi sitoplasmik eosinofilik yang disebut dengan badan Lewy. (1,4) Penyakit ini merupakan penyakit yang bersifat kronis progresif yang menimbulkan berbagai macam gejala klinis, seperti gangguan motorik, disfungsi otonom, dan gangguan neuropsikiatri. Secara klinis, penyakit ini dapat didiagnosis apabila timbul dua dari tiga gejala cardinal, yaitu adanya resting tremor , bradikinesia, dan rigiditas. Penatalaksanaan dari penyakit ini secara garis besar meliputi terapi medikamentosa, pembedahan, dan nonmedika mentosa, tatapi belum ada terapi yang secara definitive dapat menyembuhkan Parkinson. Obat-obatan yang ada hanya dapat menekan gejala yang ditimbulkan saja, sehingga tujuan utama terapi adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderitanya.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Lumbantobing SM. Gangguan Gerak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universi tas Indonesia; 2005. p. 1-2, 67-110. 2. Joesoef AA. Parkinson’s Disease: Basic Science. In: Sjahrir H, Nasution D, Gofir A, Editors. Parkinson’s Disease and Other Movement Disorders. Medan: Pustaka Cendekia; 2007. p. 4, 7, 14-8. 3. Longmore M, Wilkinson IB, Baldwin A, Wallin E. Parkinsonism. In: Oxford Handbook of Clinical Medicine. 9th ed. New York: Oxford University Press Inc; 2014. p. 498. 4. Shahab A. Clinical Features and Diagnosis of Parkinson Disease. In: Sjahrir H, Nasution D, Gofir A, Editors. Parkinson’s Disease and Other Movement Disorders. Medan: Pustaka Cendekia; 2007. p. 22-8. 5. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Gangguan Gerak. In: Panduan Praktis: Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC; 2009. p. 143-6. 6. Deligtisch A, Ford B, Geyer H, Bressman SB. Movement Disorders. In: Brust JCM, Editor. A Lange Medical Book: Current Diagnosis & Treatment Neurology. Singapore: McGrawHill; 2012. p. 201-4. 7. Jankovic J, Stacy M. Movement Disorders. In: Goetz CG, Pappert EJ, Editors. Textbook of Clinical Neurology. Philadelphia: WB Saunders Company; 1999. p. 641. 8. Rahayu RA. Penyakit Parkinson. In: Sudoyo AW, Setiyoohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5 th ed. Jakarta: InternaPublishing; 2009. p. 851-7. 9. Parkinson’s Disease Society. The Professional’s Guide to Parkinson’s Disease. Available at: https://www.parkinsons.org.uk/sites/default/files/publications/download/english/b126_profe ssionalsguide.pdf . Accessed on April 28, 2015. 10. DeLong MR, Juncos JL. Parkinson’s Disease and Other Movement Disorders. In: Hauser SL, Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, B raunwald E, Jameson JL, Editors. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine. Pennsylvania: McGrawHill; 2006. p. 295-6. 11. Andradi S. Update on the Management of Parkinson’s Disease. In: Sjahrir H, Nasution D, Gofir A, Editors. Parkinson’s Disease and Other Movement Disorders. Medan: Pustaka Cendekia; 2007. p. 47-8
26
1. DeLong MR, Juncos JL. Parkinson’s Disease and Other Movement Disorders. In: Hauser SL, Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Jameson JL, editors. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine. Pensylvania: McGraw-Hill.2006;p.295-6 2. Shahab A. Clinical Features and Diagnosis of Parkinson Disease. Dalam: Sjahrir H, Nasution D, Gofir A, editors. Parkinson’s Disease and Other Movement Disorders. Medan: Pustaka Cendekia.2007.p.21-7
27
View more...
Comments