REFERAT parafilia

July 24, 2017 | Author: AstriTaufiRamadhani | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download REFERAT parafilia...

Description

Sexual identity (Identitas Kelamin) Gender identity (Identitas Jenis Kelamin) Gender role behaviour (Perilaku Peranan Jenis Kelamin) Empat Fase Siklus Respon dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat (DSM– IV) • FASE I (Hasrat) • FASE II (Perangsangan) • FASE III (Orgasme) • FASE IV (Resolusi)

• DEFINISI – Gangguan preferensi seksual atau parafilia adalah gangguan seksual yang ditandai oleh khayalan seksual yang khusus dan desakan serta praktek seksual yang kuat yang biasanya dilakukan berulang kali dan menakutkan bagi seseorang, yang merupakan penyimpangan dari norma-norma dalam hubungan seksual yang dipertahankan secara tradisional, yang secara sosial tidak dapat diterima.

• Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat (DSM-IV) adalah : • • • • • • • • •

1. Ekshibisionisme 2. Fethishisme 3. Frotteurisme 4. Pedofilia 5. Masokisme seksual 6. Sadisme seksual 7. Voyeurisme 8. Fethisisme transvestik 9. Parafilia lain yang tidak ditentukan

• Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III) F.65 gangguan preferensi seksual terdiri dari: – – – – – – – – –

F 65.0 Fetishisme F 65.1 Transvetisme fetishistic F 65.2 Ekshibisionisme F 65.3 Voyeurisme F 65.4 Pedofilia F 65.5 Sadomasokisme F 65.6 Gangguan preferensi seksual multiple F 65.8 Gangguan preferensi seksual lainnya F 65.9 Gangguan preferensi seksual YTT (yang tak tergolongkan)

• Parafilia dipraktekkan oleh sejumlah kecil populasi. Sifat gangguan yang terus menerus dan berulang, menyebabkan tingginya frekuensi kerusakan akibat tindakan orang dengan parafilia. Diantara semua kasus parafilia, yang paling sering adalah pedofilia. 10-20% dari semua anak pernah diganggu pada usia 18 tahun.

Faktor Psikoseksual

ETIOLOGI Faktor Organik

• Ekshibisionisme Berdasarkan PPDGJ-III antara lain: • Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk memamerkan alat kelamin kepada asing (biasanya lawan jenis kelamin) atau kepada orang banyak di tempat umum, tanpa ajakan atau niat untuk berhubungan lebih akrab. • Ekshibisionisme hampir sama sekali terbatas pada laki-laki heteroseksual yang memamerkan pada wanita, remaja atau dewasa, biasanya menghadap mereka dalam jarak yang aman di tempat umum. Apabila yang menyaksikan itu terkejut, takut, atau terpesona, kegairahan penderita menjadi meningkat. • Pada beberapa penderita, ekshibisionisme merupakan satu-satunya penyaluran seksual, tetapi pada penderita lainnya kebiasaan ini dilanjutkan bersamaan (simultaneously) dengan kehidupan seksual yang aktif dalam suatu jalinan hubungan yang berlangsung lama, walaupun demikian dorongan menjadi lebih kuat pada saat menghadapi konflik dalam hubungan tersebut. • Kebanyakan penderita ekshibisionisme mendapatkan kesulitan dalam mengendalikan dorongan tersebut dan dorongan ini bersifat “ego-alien” (suatu benda asing bagi dirinya)

Fetishisme Berdasarkan PPDGJ-III kriteria diagnostik fetihisme adalah:

• Mengandalkan pada beberapa benda mati (non-living object) sebagai rangsangan untuk membangkitkan keinginan seksual dan memberikan kepuasan seksual. Kebanyakan benda tersebut (objek fetish) adalah ekstensi dari tubuh manusia, seperti pakaian atau sepatu. • Diagnosis ditegakkan apabila objek fetish benar-benar merupakan sumber yang utama dari rangsangan seksual atau penting sekali untuk respons seksual yang memuaskan. • Fantasi fetishistik adalah lazim, tidak menjadi suatu gangguan kecuali apabila menjurus kepada suatu ritual yang begitu memaksa dan tidak semestinya sampai mengganggu hubungan seksual dan menyebabkan penderitaan bagi individu.

Frotteurisme

Pedofilia Berdasarkan PPDGJ-III kriteria diagnostik pedofilia antara lain: • Preferensi seksual terhadap anak-anak, biasanya prapubertas atau awal masa pubertas baik laki-laki maupun perempuan. • Pedofilia jarang ditemukan pada perempuan. • Preferensi tersebut harus berulang dan menetap. • Termasuk: laki-laki dewasa yang mempunyai preferensi patner seksual dewasa tetapi karena mengalami frustasi yang kronis untuk mencapai hubungan seksual yang diharapkan, maka kebiasaannya beralih kepada anak-anak sebagai pengganti.

Kriteria Diagnostik Pedofilia A. Waktu sekuramg-kurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, adanya dorongan seksual, atau perilaku berulang dan kuat berupa aktifitas seksual dengan anak prapubertas atau anak-anak (biasanya berusia 13 tahun atau kurang). B. Khayalan, dorongan seksual atau perilaku yang menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,pekerjaan atau fungsi penting lainnya. C. Orang sekurang-kurangnya berusia 16 tahun dan sekurangnya berusia 5 tahun lebih tua dari anak atau anak-anak dalam kriteria A. Catatan : Jangan masukkan seorang individu yang di dalam masa remaja akhir yang terlibat hubungan seksual berkelanjutan dengan seseorang berusia 12 atau 13 tahun. Sebutkan jika : Tertarik secara seksual kepada laki-laki Tertarik secara seksual kepada wanita Tertarik secara seksual kepada keduanya Sebutkan jika : Terbatas pada incest Sebutkan jenis : Tipe eksklusif (hanya tertarik pada anak-anak) Tipe noneksklusif

MASOKISME & SADISME Berdasarkan PPDGJ-III kriteria diagnostik Sadomasokisme antara lain: • preferensi terhadap aktivitas seksual yang melibatkan pengikatan atau menimbulkan rasa sakit atau penghinaan (individu yang lebih suka untuk menjadi resipien dari rangsangan demikian disebut “masochism”, sebagai pelaku “sadism”). • Seringkali individu mendapatkan rasangan seksual dari aktivitas sadistic maupun masokistik • Kategori ini hanya digunakan apabila aktivitas sadomasokistik merupakan sumber rangsangan yang penting untuk pemuasan seks. • Harus dibedakan dari kebrutalan dalam hubungan seksual atau kemarahan yang tidak berhubungan dengan erotisme

Voyeurisme Berdasarkan PPDGJ-III kriteria diagnostik voyeurism antara lain: • Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk melihat orang yang sedang berhubungan seksual atau berperilaku intim seperti sedang menanggalkan pakaian. • Hal ini biasanya menjurus kepada rangsangan seksual dan masturbasi, yang dilakukan tanpa orang yang diintip menyadarinya.

FETIHISME TRANSVESTIME Berdasarkan PPDGJ-III kriteria diagnosis antara lain: • Mengenakan pakaian dari lawan jenis dengan tujuan pokok untuk mencapai kepuasan seksual. • Gangguan ini harus dibedakan dari fetishisme dimana pakaian sebagai objek fetish bukan hanya sekedar dipakai, tetapi juga untuk menciptakan penampilan seorang dari lawan jenis kelaminnya. Biasanya lebih dari satu jenis barang yang dipakai dan seringkali suatu perlengkapan menyeluruh, termasuk rambut palsu dan tat arias wajah. • Transvestisme Fetishistik dibedakan dari transvestisme transsexual oleh adanya hubungan yang jelas dengan bangkitnya gairah seksual dan keinginan/hasrat yang kuat untuk melepaskan baju tersebut apabila orgasme sudah terjadi dan rangsangan seksual menurun. • Adanya riwayat Transvestisme Fetishistik biasanya dilaporkansebagai suatu fase awal oleh para penderita transeksualisme dan kemungkinan merupakan suatu stadium dalam perkembangan transeksualisme.

Parafilia yang tak ditentukan

• Yang penting untuk dilakukan adalah untuk bisa membedakan suatu parafilia dari tindakan yang dilakukan untuk mengetahui efek baru dan tidak secara rekuren atau kompulsif. Aktifitas parafilia paling sering terjadi pada masa remaja. Beberapa parafilia merupakan bagian dari ganguan mental lain seperti skizofrenia. Jika disertai penyakit otak, maka mungkin akan melepas impuls yang buruk.

Ada lima macam intervensi psikiatrik yang digunakan dalam kasus parafilia: • kontrol eksternal, • pengurangan dari dorongan seksual, • pengobatan kondisi komorbid (seperti depresi atau kecemasan), • terapi cognitive-behavioral, dan • psikoterapi dinamik

• Prognosis buruk pada parafilia berhubungan dengan onset usia yang awal, tingginya frekuensi tindakan, tidak adanya perasaan bersalah atau malu terhadap tindakan tersebut dan penyalahgunaan zat. • Prognosis baik jika pasien memiliki riwayat koitus di samping parafilianya, jika pasien memiliki motivasi tinggi untuk berubah, dan jika pasien datang atas kemauan sendiri bukan dikirim oleh badan hukum.

• Seksualitas adalah sesuatu yang lebih dari jenis kelamin fisik, kultur atau non koitus, dan sesuatu yang kurang dari tiap aspek perilaku diarahkan untuk mendapatkan kesenangan. • Klasifikasi parafilia dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat (DSM-IV) adalah: ekshibisionisme, fethishisme, frotteurisme, pedofilia, masokisme seksual, sadism seksual, voyeurisme, fethisisme transvestik, dan parafilia lain yang tidak ditentukan. Seseorang mungkin memiliki gangguan parafilia yang multipel. Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III) F.65 gangguan preferensi seksual terdiri dari F 65.0 Fetishisme, F 65.1 Transvetisme fetishistic, F 65.2 Ekshibisionisme, F 65.3 Voyeurisme, F 65.4 Pedofilia, F 65.5 Sadomasokisme, F 65.6 Gangguan preferensi seksual multiple, F 65.8 Gangguan preferensi seksual lainnya dan F 65.9 Gangguan preferensi seksual YTT (yang tak tergolongkan).

• Ada lima macam intervensi psikiatrik yang digunakan dalam kasus parafilia: kontrol eksternal, pengurangan dari dorongan seksual, pengobatan kondisi komorbid (seperti depresi atau kecemasan), terapi cognitive-behavioral, dan psikoterapi dinamik. • Perjalanan penyakit dan prognosis adalah baik jika pasien memiliki riwayat koitus disamping parafilia, jika pasien memiliki motivasi tinggi untuk berubah, dan jika pasien datang berobat sendiri bukannya dikirim oleh badan hukum.

• Goldman, Howard. 2000. Review of General Psychiatry 5th Edition. USA: Vishal. • Maramis, W.E. 2005. Ilmu Kedokteran Jiwa; cetakan 9. Surabaya: Airlangga University Press; 299-321. • Sadock B.J, and Sadock V.A. 2007. Synopsis of Psychiatry Behavioral Science/Clinical Psychiatry tenth edition. USA; 680-71. • American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision. Washington, DC: American Psychiatric Association. • Maslim, Rusdi. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FKUnika Atmajaya. • Ebert, Michael H. Loosen, Peter T. Nurcombe, Barry dan Leckman, James F. 2008. CURRENT Diagnosis & Treatment: Psychiatry, 2nd Edition. USA: McGraw-Hill Companies.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF