Referat Oftalmopati Grave
August 16, 2017 | Author: ratnaningsih2009 | Category: N/A
Short Description
Oftalmopati Grave...
Description
REFERAT
Graves Ophthalmopathy
Disusun untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Mata di RSUD dr. Soedono Madiun
Disusun Oleh: Nur Amalina Ratnaningsih 09711091 Pembimbing: dr. Toto Agustianto, Sp.M KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA RSUD dr. SOEDONO MADIUN 2014 OFTALMOPATI GRAVE A. Definisi
Oftalmopati Grave dapat juga disebut sebagai thyroid associated orbitopathy (TAO) atau orbitopathy dystyroid. Penyakit ini didefinisikan sebagai suatu kondisi autoimun yang dihubungkan dengan status kadar tiroid yang tidak normal, dimana terdapat inflamasi berat yang menyebabkan remodelling jaringan orbita, termasuk akumulasi makromolekul ekstraseluler dan lemak.1 Kondisi ini ditandai dengan retraksi kelopak mata, proptosis (penonjolan bola mata ke luar), miopati ekstraokluler restriktif, dan neuropati optik.2 B. Insidensi Sesuai dengan namanya, penyakit oftalmopati Grave banyak terdeteksi pada pasien yang menderita penyakit Grave. Penyakit Grave atau dalam bahasa Inggris disebut Graves disease adalah suatu kondisi autoimun dimana autoantibodi menempel pada reseptor thyroid stimulating hormone (TSH-R) yang ada di sel tiroid, hal ini akan memicu terjadinya produksi hormon tiroid yang berlebihan. Pada kondisi hipertiroid sekitar 40% pasien dengan penyakit Grave menimbulkan manifestasi klinis pada mata yang selanjutnya disebut dengan oftalmopati Grave.1 Insidensi kejadian oftalmopati Grave pada populasi umum adalah 16 kasus untuk jenis kelamin perempuan dan 3 kasus untuk jenis kelamin laki-laki per 100.000 orang per tahun dengan bentuk penyakit yang parah tidak lebih dari 3-5% kasus.3 Meskipun oftalmopati Grave (OG) lebih sering terjadi pada wanita namun tingkat keparahan lebih tinggi pada pria jika penyakit ini menyerang. Dari pasien yang mengalami orbitopati tiroid sekitar 80% adalah hipertiroid secara klinis dan 20% adalah eutiroid secara klinis.2 C. Etiopatogenesis Etiologi dari oftalmopati graves sama dengan penyakit graves yaitu autoimun. Reaksi histopatologis dari berbagai jaringan didominasi oleh reaksi sel-sel inflamasi. Hal ini adalah mekanisme khas pada penyakit autoimun. Endapan dari glikosaminoglikan (GAGs) seperti asam hialuronat bersamaan
2
dengan edema interstisial dan sebukan sel-sel inflamasi dipertimbangkan menjadi penyebab berbagai jaringan di orbita dan disfungsi otot ekstraokuler. Pembengkakan jaringan orbita menghasilkan edema kelopak mata, kemosis, proptosis, dan penebalan otot ekstraokuler. Rokok merupakan faktor resiko yang paling kuat untuk oftalmopati graves karena pada individu perokok dapat merusak sistem imun dan paparan rokok banyak dihubungkan dengan penyakit autoimun.12 Berikut adalah proses di tingkat seluler dan biokimia dari patogenesis oftalmopati graves:2 1. Sirkulasi sel T pada pasien penyakit graves secara langsung melawan self antigen pada sel-sel folikuler tiroid. Pengenalan antigen ini pada fibroblast tibial dan pretibial. Kemungkinan pengenalan ini juga terjadi di myosit ekstraseluler. 2. Sel T kemudian menginfiltrasi orbita dan kulit pretibial. Interaksi antara sel T CD4 yang teraktifasi dan fibroblast menghasilkan pengeluaran sitokin-sitokin pro inflamasi ke jaringan sekitarnya. 3. Lebih lanjut sitokin-sitokin pro inflamasi merangsang
produksi
glikosaminoglikan oleh fibroblas kemudian merangsang proliferasi fibroblas. 4. Peningkatan volume jaringan ikat dan pengurangan pergerakan otot ekstraokuler dihasilkan dari stimulasi fibroblas. Proses yang sama juga terjadi di kulit pretibial akibat pengembangan jaringan ikat kulit yang menyebabkan timbulnya dermopati pretibial dengan karakteristik berupa nodul-nodul atau penebalan kulit.
3
Gambar 1. Patogenesis Oftalmopati Graves (diambil dari jurnal Mechanism of disease Grave’s Ophthalmopathy, NEJM)
4
D. Diagnosis 1. Gejala dan Tanda Gejala Pasien biasa mengeluhkan rasa nyeri dan tidak nyaman pada mata, nyeri ini dapat terjadi pada satu atau kedua mata. Rasa nyeri ini dikeluhkan pada sekitar 30% pasien dengan oftalmopati Grave. Nyeri dapat terjadi karena pembengkakan orbita yang menekan saraf di sekitar bola mata sehingga menimbulakn sensasi nyeri. Gejala lain yaitu penglihatan kabur pada 75% pasien, diplopia (penglihatan ganda) 17,5% pasien, lakrimasi dan fotofobia pada 15-20% pasien.2 Selain itu pasien juga menyampaikan bahwa bola matanya lebih menonjol keluar dibandingkan sebelumnya (mata membelalak) dan mata terasa kering. Keluhan lain yang terjadi pada pasien hipertiroid juga dapat dikeluhkan oleh pasien seperti jantung berdebar-debar, mudah berkeringat, tidak tahan terhadap panas, kelemahan otot, gemetar, penurunan berat badan, dan munculnya gondok. Keluhan ektraokuler ini dapat menjadi petunjuk bahwa keluhan yang dirasakan pasien di mata adalah akibat proses sistemik.5 Tanda a. Proptosis Proptosis adalah penonjolan bola mata ke luar atau dapat disebut eksoftalmus. Proptosis terjadi pada 90-98% pasien dengan OG.1 Proptosis pada OG biasanya bilateral namun mungkin juga asimetris. Proptosis yang dihubungkan dengan penyakit tiroid ditandai dengan retraksi kelopak mata, dimana hal ini dapat menjadi pembeda dengan proptosis yang terjadi karena penyebab lainnya.4 Proptosis terjadi karena isi orbita dikurung oleh tulang orbita, bila terjadi penambahan massa orbita maka dekompresi hanya dapat terjadi ke arah depan.5 b. Retraksi kelopak mata Retraksi kelopak mata bagian atas sering merupakan tanda terjadinya TAO. Retraksi kelopak mata terjadi akibat beberapa faktor, diantaranya peningkatan stimulasi simpatik dari otot Muller’s, kontraksi otot levator
5
sehingga terjadi pemendekan fungsional otot levator, bekas luka diantara fasia glandula lakrimalis dan otot levator sehingga memberikan gambaran khas berupa kilauan temporal (lateral flare) dimana sklera lebih banyak terlihat di sisi temporal. c. Lagoftalmus Lagoftalmus adalah kelainan pada mata berupa kelopak mata tidak dapat menutup dengan sempurna. Lagoftalmus terjadi karena proptosis dan retraksi kelopak mata.4 Mata yang tidak dapat tertutup dengan sempurna dapat mengakibatkan mata bagian depan terpapar oleh udara, sedangkan proses penggantian tears film oleh kelopak mata juga terganggu. Akibatnya kornea mata menjadi kering dan mudah terjadi infeksi seperti konjungtivitis dan keratitis. d. Diplopia Diplopia adalah penglihatan ganda. Diplopia selalu dimulai dari tatapan lapang pandang atas karena infiltrasi miopati menyerang otot rektus inferior. Namun akhirnya semua otot ekstraokuler dapat terserang sehingga diplopia dapat terjadi di lapang pandang manapun. 4 otot ekstraokuler dapat membesar secara masif sehingga mempengaruhi pergerakan bola mata yang juga dapar mengakibatkan diplopia. e. Neuropati Optik Prevalensi neuropati optik dengan kehilangan penglihatan pada pasien OG kurang dari 5%.2 Pembesaran otot ekstraokuler pada apeks orbita selain dapat mempengaruhi pergerakan bola mata juga dapat menekan saraf mata. Penekanan saraf mata ini dapat mengakibatkan munculnya tanda berupa gangguan persepsi warna, penurunan tajam penglihatan, dan jika dibiarkan dapat mengakibatkan kebutaan.4 2. Pemeriksaan Fisik a. Vital Sign Pada pemeriksaan vital sign dapat ditemukan takikardi karena stimulasi saraf simpatis, tekanan darah dapat normal maupun meningkat, suhu dapat normal maupun meningkat, frekuensi pernafasan dapat normal maupun meningkat. 6
b. Pemeriksan sistemik Pada pemeriksaan fisik sistemik harus dipastikan dulu kecurigaan terhadap gangguan tiroid. Jika gangguan mata pada pasien berasal dari penyakit graves maka ditemukan tanda-tanda sistemik seperti pretibial mixedema dan clubbing finger. Selain itu munculnya gondok pada leher juga dapat memperkuat diagnosis OG.
Gambar 2. Pretibial myxedema (diambil dari buku Harrison’s)
Gambar 3. Clubbing finger (Gambar diambil dari buku Harrison’s)
7
Gambar 4. Gondok (diambil dari www.zonakesehatan.info) c. Pemeriksaan lokalis mata Pada pemeriksaan organ mata dapat ditemukan tanda-tanda seperti dibawah ini:10 Eksoftalmus Eksoftalmus adalah penonjolan abnormal pada salah satu atau kedua bola mata. Eksoftalmus ini merupakan tanda klasik pada oftalmopati graves. Tanda pada kelopak mata Dalrymple’s Sign Retraksi kelopak mata atas menghasilkan penampakan ketakutan
Gambar 5. Darlymple’s sign (diambil dari jurnal Thyroid Ophthalmopathy) Von Graefe’s Sign Saat bola mata digerakkan ke bawah, kelopak mata atas tertinggal.
8
Gambar 6. Von Graefe’s sign (diambil dari shamshadandwaseemeyehospital.blogspot.com) Enroth’s Sign Kelopak mata terlihat penuh karena proses edema dan peradangan.
Gambar 7. Enroth’s sign (diambil dari jurnal Thyroid Ophthalmopathy) Gifford's Sign Kelopak mata atas sulit untuk di eversi (dibalik) Stellwag’s Sign Kelopak mata jarang sekali berkedip. Tanda pada konjunctiva Konjunctiva tampak mengalami injeksi dan iritasi sehingga terlihat berwarna merah. Gerakan bola mata
9
Gangguan pada gerakan bola mata dapat berupa kelemahan konvergensi yang dikenal sebagai Morbius’s sign sampai bola mata tidak dapat digerakkan secara parsial maupun total.
Gambar 8. Morbius’s sign (diambil dari jurnal Thyroid Ophthalmopathy) Kornea Infeksi pada kornea atau disebut dengan keratitis dapat terjadi karena mata pasien jarang berkedip dan kornea terekspos oleh udara sehingga kornea menjadi kering dan mudah terinfeksi. Saraf mata Pada penyakit oftalmopati grave dapat terjadi neuropati optik karena saraf dan pembuluh darah pada mata mendapat tekanan langsung akibat pembesaran otot rectus. Hal ini mengakibatka papiledema atau atrofi saraf optik yang dihubungkan dengan gangguan penglihatan yang berjalan progresif. The American Thyroid Association telah menggolongkan derajat keparahan dari manifestasi oftalmopati grave yang terjadi pada mata dari skala 0 sampai 6 yang dikenal sebagai “NO SPECS” criteria Class
Sign
0
No sign or symptoms
1
Only signs (lid retraction or lag), no symptoms
2
Soft tissue involvement (periorbital edema)
3
Proptosis (>22 mm)
10
4
Extraocular muscle involvement (diplopia)
5
Corneal involvement
6
Sight loss
Secara klinis terjadinya eksoftalmus dibagi menjadi 2 tipe yaitu: a. Thyrotoxic exophthalmus (Exophthalmic goitre) Terjadinya eksoftalmus pada tipe ini disebabkan karena bertambahnya hormon tiroid dalam sirkulasi darah sehingga menambah sympathetic tone dan spasme otot polos mata.9 Pada tipe ini kebanyakan pada kondisi hipertiroid.10 b. Thyrotropic exophthalmus (Exopthalmic ophthalmoplegia) Terjadinya eksoftalmus pada tipe ini karena bertambahnya stimulasi hormon tiroid pada sirkulasi darah dan gagalnya efek inhibitor hormon tiroid pada kelenjar pituitari sehingga menyebabkan reaksi berlebihan pada jaringan orbita.9 tipe ini biasanya terjadi pada status eutiroid atau hipotiroid.10 3. Pemeriksaan Penunjang a. Tes fungsi tiroid Seperti pada penyakit hipertiroid didapatkan kadar T3 dan T4 yang meningkat, FT4 meningkat, dan TSH menurun.6 b. Pemeriksaan visual Pada pemeriksaan visus bisa didapatkan penurunan visus sampai pada kebutaan. Sedangkan pada pemeriksaan persepsi warna dapat pula pasien salah mengenali warna karena terdapat gangguan pada penglihatan warna.4 c. Ultrasonografi Pemeriksaan ini dapat mendeteksi perubahan pada otot ekstraokuler yang terjadi pada kasus derajat 0 dan 1 dan dapat membantu diagnosis secara cepat. Selain ketebalan otot, erosi dinding temporal orbita, penekanan lemak retroorbita dan inflamasi saraf optik juga dapat terlihat pada beberapa kasus. d. Computed Tomography (CT) scan Computed tomography merupakan alat pencitraan yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi oftalmopati graves. Computed tomography lebih sensitif daripada magnetic resonance imaging (MRI) dalam
11
mendeteksi pembesaran otot ekstraokuler. Pemeriksaan ini penting terutama jika pada pasien direncanakan tindakan operatif untuk dekompresi. 1 pada pemeriksaan CT scan dapat terlihat empat tanda kardinal dari kelainan pada orbita yaitu proptosis, penebalan otot bola mata, penebalan saraf optik, dan prolaps septum orbita ke arah anterior karena hipertrofi jaringan lemak dan atau penebalan otot.9
Gambar 9. Potongan koronal pembesaran otot rektus medial dan rektus inferior bilateral (diambil dari Grave’s Ophthalmopathy, NEJM)
Gambar 10. Potongan sagital eksoftalmus, pembesaran otot rektus medial dan rektus lateral bilateral (diambil dari Grave’s Ophthalmopathy, NEJM)
12
Gambar 11. Potongan sagital oftalmopati graves setelah terapi glukokortikoid intravena (diambil dari Grave’s Ophthalmopathy, NEJM) E. Diagnosis Banding 1. Selulitis orbita Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar intraorbita di belakang septum orbita. Kuman penyebab biasanya adalah pneumokok, streptokok, atau stafilokok dan berjalan akut. Bila terjadi akibat jamur dapat berjalan kronik. Masuknya kuman ini ke dalam rongga mata dapat langsung melalui sinus paranasal, penyebaran
melalui
pembuluh darah atau akibat trauma. Selulitis orbita akan memberikan gejala demam, mata merah, kelopak mata edema, mata proptosis, tajam penglihatan menurun. Tanda-tanda tersebut muncul pada bola mata yang sakit saja sedangkan pada OG biasanya gejala muncul pada kedua mata. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis sebagai penanda infeksi sedangkan pada OG tidak, dan pemeriksaan T3, T4 dan TSH dalam batas normal. 2. Tumor orbita Tumor orbita adalah tumor yang terletak di rongga orbita. Rongga orbital dibatasi sebelah medial oleh tulang yang membentuk dinding luar sinus ethmoid dan sfenoid. Sebelah superior oleh lantai fossa anterior, dan sebelah lateral oleh zigoma, tulang frontal dan sayap sfenoid besar.
13
Sebelah inferior oleh atap sinus maksilari. Tumor orbita terdiri dari primer dan sekunder yang merupakan penyebaran dari struktur sekitarnya, atau metastasase.5 Gejala klinis terdiri atas proptosis yang biasanya unilateral sesuai tempat tumor menyerang. Proptosis kedepan adalah gambaran yang sering dijumpai, berjalan bertahap dan tak nyeri dalam beberapa bulan atau tahun (tumor jinak) atau cepat (lesi ganas). Nyeri orbital terlihat jelas pada tumor ganas yang tumbuh cepat Pembengkakan kelopak mungkin jelas pada pseudotumor, eksoftalmos endokrin atau fistula karotid-kavernosa. Palpasi bisa menunjukkan massa yang menyebabkan distorsi kelopak atau bola mata. Ketajaman penglihatan mungkin terganggu langsung akibat terkenanya saraf optik atau retina, atau tak langsung akibat kerusakan vaskuler. Saat dilakukan pemeriksaan CT scan terlihat lokasi massa tumor orbita dan dapat membedakan apakah proptosis disebabkan oleh karena pembesaran otot dan lemak seperti pada OG atau karena adanya tumor. Pemeriksaan T3, T4 dan TSH juga pada kadar yang normal. F. Penatalaksanaan 1. Medikamentosa a. Glukokortikoid Pasien dengan neuropati optik yang mengancam membutuhkan terapi segera dengan glukokortikoid intravena atau oral dosis tinggi. Terapi inisial menggunakan 1 g metilprednisolon intravena 3 hari bertutut-turut. Dosis selanjutnya tergantung pada respon terapi. Jika tidak ada peningkatan setelah 1 sampai 2 minggu pasien dipertimbangkan dilakukan operasi dekompresi. 7 Sumber lain menyebutkan orbitopati fase akut biasanya dapat ditangani dengan pengobatan oral. Dosis awal 1-1,5 mg/kgBB prednison. Dosis ini dipertahankan selama 2 sampai 4 minggu sampai respon klinis dirasakan. Dosis kemudian dikurangi secara bertahap (tapppering off) sesuai respon klinis dari fungsi saraf optik.2 Sumber lain menyebutkan, bila proses penyakit bertambah berat sehingga mata sukar untuk menutup dengan sempurna, pergerakan bola mata 14
terhambat, dan terlihat adanya ancaman terjadinya ulkus kornea dan gangguan visus maka dapat diberikan Prednison 40-80 mg/hari atau Methylprednisolon acetate 16-24 mg diberikan retrobulber.9 b. Penyekat saraf adrenergik Obat dari golongan ini yang dipakai adalah tetes mata Guanetidin 5%. Obat ini dapat mengurangi retraksi kelopak mata yang diakibatkan oleh aksi yang berlebihan dari otot Muller’s. Obat diteteskan 4x sehari. c. Terapi lain Suatu penelitian tidak menunjukkan keuntungan penggunaan analog somatostatin (ocreotide dan lantreotide) untuk oftalmopati Graves. Siklosporin meskipun menunjukkan bahwa obat ini tidak lebih efektif dari glukokortikoid namun dapat membantu mengurangi dosis glukokortikoid.7 Penggunaan kombinasi siklosporin dan glukokortikoid juga dilaporkan lebih unggul dibandingkan penggunaan glukokortikoid tunggal.1 2. Nonmedikamentosa a. Terapi radiasi Dasar penelitian mengenai keuntungan pemakaian terapi radiasi untuk oftalmopati graves sebenarnya terbatas, namun rasionalitas penggunaan terapi ini berdasarkan pada efek antiinflamasi non spesifik dan sensitifitas limfosit di orbita yang tinggi. Dengan kemajuan teknologi teknik ini tidak meningkatkan resiko katarak atau keganasan namun dapat menimbulkan retinopati. Karena adanya efek samping tersebut sehingga pada pasien diabetes mellitus penggunaan terapi radiasi merupakan kontraindikasi relatif.1 b. Operasi Sekitar 20% pasien dengan oftalmopati graves mengalami penanganan bedah. Dari 20% pasien yang menjalani operasi tersebut, hanya 2,5% yang membutuhkan semua tipe pembedahan. Pembedahan harus ditunda hingga penyakit telah stabil kecuali jika intervensi darurat dibutuhkan untuk mengembalikan
hilangnya
penglihatan
akibat
neuropati
kompresif.
Pembedahan strabismus dan perbaikan kelopak mata tidak dipertimbangkan
15
hingga keadaan eutiriod telah dipertahankan dan tanda-tanda oftalmik telah stabil selama 6-9 bulan. Indikasi operasi pada oftalmopati graves meliputi neuropati, diplopia, kornea yang terpapar, dan cosmesis. Secara luas tindakan operasi dapat berupa dekompresi orbita untuk proptosis, perbaikan strabismus untuk memperbaiki adanya diplopia, dan koreksi kelopak mata yang abnormal untuk kepentingan kosmetik. Secara tradisional, dekompresi orbita, jika diperlukan, dilakukan paling awal, diikuti operasi perbaikan strabismus, dan terakhir perbaikan posisi kelopak mata. . Pada suatu tinjauan 7% pasien menjalani dekompresi orbital, 9% menjalani pembedahan strabismus, dan 13% pembedahan keopak mata.2 c. Perubahan pola hidup Beberapa tindakan pencegahan perlu dilakukan agar oftalmopati graves tidak menjadi lebih berat. Kontrol penyakit tiroid merupakan langkah pertama, dan kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan. Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Krassas dan Wiersinga, terdapat hubungan yang positif antara merokok dan penyakit tiroid autoimun sehingga penghentian kebiasaan merokok sangat penting dalam membantu penanganan penyakit ini. 8 Pada pasien
dengan
proptosis
juga
sebaiknya
kornea
diproteksi
dengan
poenggunaan kacamata atau tetes mata (artificial tears) agar kornea selalu basah. Selain itu pasien dapat dianjurkan melakukan hal-hal di bawah ini untuk mengurangi keluhan mata merah, lakrimasi, fotofobia: Kompres dingin pada mata saat pagi hari Tidur dengan bantal yang lebih tinggi Kelopak mata diplester sewaktu tidur Penggunaan kacamata hitam G. Prognosis Prognosis dari oftalmopati graves dipengaruhi oleh beberapa faktor. Usia salah satu faktor yang dapat mempengaruhi. Anak-anak dan remaja umumnya memiliki penyakit yang ringan tanpa cacat yang bermakna sampai batas waktu yang lama. Pada orang dewasa, manifestasinya sedang sampai 16
berat dan lebih sering menyebabkan perubahan struktur karena gangguan fungsional. Diagnosis yang ditegakkan secara lebih dini diikuti intervensi dini terhadap perkembangan proses penyakit dan mengontrol perubahan jaringan lunak dapat mengurangi morbiditas penyakit dan mempengaruhi prognosis dalam jangka waktu yang lama.2
Daftar Pustaka 1. Rajat M., Weis E. 2012. Thyroid Associated Orbitopathy. Indian J Ophtalmol. 2012;60(2): 89-93 2. Lubis, Rodiah R. 2009. Graves Ophthalmopaty. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara: Medan 3. Bathley GB, Fatourechi V, Kadrmas EF, Jacobsen SJ, Ilstrup DM, Garrity JA. The incidence of Grave Ophthalmopathy in Olmsted Country, Minnesota. Am J Ophthalmol. 1995;120:511-7. 4. Vaughan D, Asbury T, Riordan-Eva P. 1989. General Ophthalmology. United States of America. Prentice-Hall International, Inc. 5. Edsel Ing. dan Hampton Roy,. Thyroid-Associated
Orbitopathy.
www.emedicine.medscape.com diakses tanggal 16 November 2014
17
6. Tjokroprawiro A., Setiawan PB., Santoso D., Soegiarto G., 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK Unair. Airlangga University Press: Surabaya. 7. Bartalena L., Tanda ML., Graves’ Ophthalmopathy. N Engl J Med. 2009;360:994-1001. 8. Krassas GE., Wiersinga W., Smoking and autoimmune thyroid disease:The plot thickens. Eur J Endokrinol. 2006;154:777-80 9. Nurwasis dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi RSU dr Soetomo Edisi III. Bagian SMF Ilmu Penyakit Mata: Surabaya 10. Khurana, AK. 2007. Comprehensive Ophthalmology 4th edition. New Age International Ltd: New Delhi 11. Ilyas, Sidharta. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta 12. Bahn, Rebecca S. Mechanism of Disease Grave’s Ophthalmopathy. N Engl J
Med. 2010;362:726-38.
18
View more...
Comments