Referat Nafld

October 9, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Referat Nafld...

Description

 

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perlemakan hati non alkoholik atau  Non-Alcoholic Fatty Liver Disease  Disease  (NAFLD) merupakan salah satu penyakit yang mulai mendapat perhatian dari penduduk dunia. NAFLD adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu kondisi akumulasi lemak pada hati tanpa adanya konsumsi alkohol yang berlebih (kurang dari 20 gram per minggu).1 Spektrum kelainan hati yang termasuk dalam NAFLD antara lain steatosis sederhana (perlemakan tanpa inflamasi), lalu steatosis yang disertai inflamasi (non-alcoholic steatohepatitis  –  NASH)   NASH) dan dapat berkembang menjadi fibrosis, fibrosis tingkat lanjut dan pada akhirnya sirosis.2 NAFLD sangat erat hubungannya dengan obesitas, diabetes dan sindroma metabolik. Pada masa kini prevalensi NAFLD diseluruh dunia terjadi peningkatan dengan pesat, selaras dengan peningkatan prevalensi obesitas, hiperlipidemia dan diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) di populasi umum. Di negara Barat, NAFLD merupakan masalah kesehatan umum dan penyebab utama penyakit hati. Prevalensi NAFLD di negara Barat pada populasi dewasa sekitar 20-40%. Spektrum NAFLD yang berat, yaitu steatohepatitis (NASH) diperkirakan terdapat pada 2-3% populasi umum, dan meningkat hingga 37% pada obesitas. Demikian juga terjadi peningkatan prevalensi NAFLD pada anak-anak dan remaja, diperkirakan sekitar 3% dan meningkat hingga 53% pada anak yang obesitas. Peningkatan kejadian faktor-faktor resiko utama NAFLD (diabetes, obesitas, dislipidemia dan sindroma metabolik) pada penduduk Asia-Pasifik berperan terhadap  peningkatan prevalensi NAFLD di regio tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Irsan Hasan dan dikutip oleh DN Amarapurkar dkk didapatkan bahwa prevalensi NAFLD yang didapat dari studi tunggal pada populasi urban di Indonesia diperkirakan sebesar 30%. Obesitas merupakan faktor yang paling erat berkaitan. Gejala klinik dari NAFLD seringkali tidak khas, dapat tanpa gejala (asimtomatik) atau dengan gejala, diantaranya keluhan pada perut dan gangguan toleransi fisik. Penulisan referat ini bertujuan untuk membahas lebih lanjut mengenai  patogenesis, manifestasi klinis, tatalaksana dan pencegahan penyakit perlemakan hati non alkoholik.

1

 

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi NAFLD (N on-alco n-alcoho holilicc F att tty yL Lii ve verr D i se sea ase sess)

Sampai saat ini masih terdapat beberapa ketidaksepahaman dalam terminologi ter minologi penyakit  perlemakan hati, mislanya mengenai mengenai pemilihan istilah penyakit perlemakan hati non alkoholik (NAFLD). Pada umumnya disepakati bahwa steatohepatitis non alkoholik (NASH) merupakan  penyakit perlemakan hati pada tingkat yang lebih berat. Dikatakan sebagai perlemakan hati apabila kandungan lemak di hati (sebagian besar terdiri dari trigliserida) melebihi 5% dari seluruh berat hati. Karena pengukuran berat hati sangat sulit dilakukan, diagnosis dibuat  berdasarkan analisis spesimen biopsi jaringan hati, yaitu ditemukan ditemuk an 5-10% dari keseluruhan hepatosit. Menurut pedoman AASLD tahun 2012 definisi NAFLD adalah memerlukan  persyaratan sebagai berikut: (a) ( a) ada bukti steatosis dengan pencitraan atau histologi hati dan (b) tidak ada penyebab sekunder akumulasi lemak pada hati seperti konsumsi alkohol yang  bermakna, penggunaan obat yang steatogenik atau penyakit heriditer. Telah diketahui ban banyak yak kondisi atau penyakit lain yang menyebabkan steatosis tanpa atau dengan hepatitis (steatohepatitis), selain akibat alkohol dan non-alkoholik. Dikenal 4 golongan penyebab  penyakit tersebut, terse but, yaitu: nutrisi, obat-obatan, kelainan kela inan metabolik met abolik atau genetik, dan penyebab lain-lain.

2

 

2.2. Epidemiologi NAFLD

Beberapa dekade belakangan ini prevalensi NAFLD di seluruh dunia meningkat dengan  pesat. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya kasus obesitas dan DM tipe 2. NAFLD merupakan penyakit hati yang banyak dijumpai di negara-negara industri di Barat, yakni mengenai 20% - 40% dari populasi umum.1 Belakangan ini prevalensi NAFLD di negara Asia  juga menunjukkan peningkatan. peningkatan. Berdasarkan survei dengan USG hati didapatkan sekitar 5% 40% prevalensi NAFLD dari populasi umum penduduk Asia.3 Dilaporkan prevalensi NAFLD  pada populasi populasi umum di di Korea 18%, 18%, di Taiwan Taiwan 11,5% - 41%, di Singapura diperkirakan sekitar 5%. Prevalensi NAFLD di Cina Timur dan Cina Selatan sebesar 17% dan 15%.4 Studi pada suatu populasi urban di Indonesia didapatkan prevalensi NAFLD sebanyak 30% dengan faktor resiko terbesar adalah obesitas. Prevalensi NAFLD sangat bervariasi tergantung dari umur,  jenis kelamin, dan status berat badan. NAFLD dilaporkan pada subjek dari segala usia termasuk anak-anak, dimana prevalensi steatosisnya pada anak lebih rendah daripada dewasa (13-15%), tetapi meningkat dengan adanya obesitas (30-80%). Prevalensi NAFLD meningkat sesuai dengan umur, dengan angka tertinggi pada usia 40-49 tahun. Penelitian sebelum 1990 menunjukkan bahwa NAFLD lebih sering terjadi pada perempuan (53-85%), akan tetapi  penelitian belakangan ini menunjukkan frekuensi yang sama pada laki-laki dan perempuan, yakni sekitar 50%. Faktor resistensi insulin (RI), obesitas, diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) dan sindroma metabolik (SM). Resistensi insulin (RI) merupakan komponen penting dalam patofisiologi  NAFLD, dan berhubungan dengan prevalensi NAFLD dan NASH terutama di negara Barat. Resistensi insulin yang disertai hiperinsulinemia merupakan suatu fitur klinis yang khas dari  penyakit DMT2 DMT2 dan SM. Dengan meningkatnya prevalensi prevalensi SM di masyarakat/ penduduk suatu negara, maka tentunya akan disertai meningkatnya prevalensi NAFLD. Pada masa kini  NAFLD dianggap sebagai salah satu manifestasi kelainan hati dari SM. Banyak penelitian  prevalensi NAFLD yang dihubungkan dengan berbagai komponen dari SM. Obesitas, DMT2 dan hiperlipidemia adalah faktor risiko yang sering dijumpai pada penderita NAFLD. Dengan adanya peningkatan prevalensi obesitas di Amerika Serikat dan hubungan antara obesitas dengan NAFLD, maka prevalensi NAFLD diperkirakan juga meningkat. Data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) pada tahun 1999-2002, menunjukkan peningkatan proporsi penduduk Amerika Serikat yang overweight (BMI > 25) menjadi 65%, dan obese (BMI>30) menjadi 30.1%. Suatu penelitian di negara maju terhadap  populasi umum dengan obesitas didapatkan 60% dengan perlemakan hati sederhana, 20-25%  NASH, dan 2-3% sirosis. Disebutkan pula perlemakan hati didapatkan pada 70% penderita DM tipe 2 dan pada 60% penderita dislipidemia.7 Amarapurkar dkk. (2007) melaporkan ringkasan prevalensi NAFLD pada populasi dewasa dan populasi dengan risiko tinggi di  beberapa negara di kawasan Asia Pasifik.3 Pasifi k.3 (tabel 3). Sebagian besar penderita penderit a dengan faktor risiko RI, obesitas dan SM terjadi perlemakan hati sederhana, akan tetapi hanya sebagian kecil  penderita yang berkembang menjadi NASH dan sirosis. Disamping faktor-faktor risiko tersebut diatas, diduga ada faktor lain pada seseorang yang memacu atau menyebabkan  penyakit berkembang menjadi NASH. Disamping faktor-faktor faktor-f aktor risiko risi ko tersebut terse but diatas, diduga ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi perkembangan atau keparahan NAFLD. Faktor lingkungan, faktor kepekaan seseorang dan atau faktor genetik tampaknya termasuk faktor yang mempengaruhi keparahan NAFLD. Tabel 3. Prevalensi NAFLD pada populasi umum dan kelompok resiko tinggi di negara-negara kawasan Asia-Pasifik.

3

 

2.3. Faktor Risiko NAFLD

Terdapat beberapa faktor risiko yang dianggap berperan dalam patogenesis NAFLD. Faktor risiko yang telah diketahui adalah obesitas, hiperglikemia dan hipertrigliseridemia merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan NAFLD pada penderita dewasa dan anak. Walaupun sebagian besar kasus terjadi pada penderita yang berusia 50-60 tahun, namun saat ini ditemukan kecendrungan peningkatan kasus pada anak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh El-Karaksy HM dkk di Mesir pada tahun 2011 didapatkan bahwa data antropometri seperti IMT, ketebalan lipatan kulit subskapula,  perbandingan lingkaran perut dengan paha, gambaran ekogenisitas hati melalui pemeriksaan USG dan pemerik-saan laboratorium seperti resistensi insulin dan dislipidemia merupakan  prediktor NASH. Penyebab NAFLD diantaranya: 1. Primer, yaitu sindrom metabolik 2. Sekunder : a. Nutrisional, seperti total parenteral nutrition, nutrition, kehilangan berat badan yang cepat, kelaparan,  pembedahan bypass bypass pada  pada saluran cerna.  b. Obat-obatan, seperti glukokorti-koid, estrogen, tamoxifen, meto-treksat, zidovudin, amiodaron, tetrasiklin intravena, didadosin, kokain, perhexilen, hiper-vitaminosis A, diltiazem. diltiaz em. c. Toksin, seperti toksin jamur ( Amanita phalloides, lepiota), bahan lepiota), bahan petrokimia, fosfor, toksin  Bacillus cereus. d. Metabolik, seperti lipodistrofi, disbetalipoproteinemia, penyakit Weber-Christian, penyakit Wolman dan sindrom Reye. e. Lain-lain, seperti inflammatory bowel disease, disease, HIV, divertikulosis usus halus dengan  pertumbuhan bakteri. Beberapa faktor dalam berkembangnya keparahan NAFLD yang dipengaruhi faktor lingkungan dan kepekaan seseorang atau faktor genetik antara lain dari steatosis menjadi steatohepatisis, stress oksidatif, ‘cytokine milieu’, besaran respon imun, dan atau keparahan fibrosis. Faktor lingkungan antara lain: dietetik (asupan lemak berlebihan, kekurangan asupan anti-oksidan), aktifitas fisik (exercise), dan kemungkinan pertumbuhan bakteri usus berlebihan, dianggap berperan dalam patogenesis NAFLD. Beberapa penelitian pada kelompok keluarga (family clustering) dan variasi inter-etnis tentang kepekaan seseorang menunjukkan bahwa 4

 

faktor genetik berperan penting dalam menentukan risiko perkembangan memberatnya  NAFLD.

2.4. Patogenesis NAFLD

Patogenesis NAFLD masih belum diketahui dengan jelas sampai sekarang. Day CP dan James OFW pada tahun 1999 (dikutip oleh Das SK dkk pada tahun 2006) mengusulkan hipotesis ‘beberapa pukulan’ dalam patogenesis NASH dimana hipotesis ‘2 pukulan’ ( pukulan’  (two two hit theory)) merupakan hipotesis yang banyak digunakan.18 Hipotesis tersebut adalah: theory 1. ‘Pukulan pertama’, yaitu resistensi insulin. Resistensi insulin i nsulin dapat dapat menyebabkan terjadinya  peningkatan sintesis asam lemak, peningkatan asam lemak yang dikirim ke hati, sedikit  penghan-curan asam lemak dan sedikit trigliserida yang dilepaskan dari hati. Akibatnya terjadi akumulasi trigliserida di hepatosit. 2. ‘Pukulan kedua’, yaitu stres oksidatif dan sitokin. Stres oksidatif dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid yang akan mengaktifkan sel stelata di hati serta kematian hepatosit.   Hipotesis yang umum diterima adalah ‘two hit theory’ yang dikemukakan oleh Day dan James pada tahun 1998.7,18 ‘Hit’ pertama ‘Hit’ pertama adalah terbentuknya perlemakan hati atau steatosis, kemudian terjadi peningkatan sensitifitas hati terhadap ‘hit’ kedua, dimana terjadi terj adi inflamasi dan kerusakan sel hati, yang selanjutnya terjadi fibrosis hati. ‘First Hit’  pada jaringan hati adalah penumpukan lemak di hepatosit yang disebabkan oleh beberapa keadaan seperti dislipidemia, diabetes dan obesitas. Dalam keadaan normal, asam lemak bebas masuk kehati melalui sirkulasi darah, kemudian dalam hati akan dimetabolisir lebih lanjut seperti reesterifikasi menjadi trigliserid atau digunakan untuk pembentukan lemak lainnya. Adanya lemak dalam tubuh yang berlebih, misalkan peningkatan jaringan lemak tubuh, khususnya obesitas sentral akan meningkatkan penglepasan asam lemak le mak bebas yang kemudian menumpuk dalam hepatosit. Hal ini akan diikuti peningkatan oksidasi dan esterifikasi lemak. Proses ini terfokus pada mitokondria sel hati sehingga akhirnya terjadi kerusakan mitokondria. Proses tersebut merupakan ‘Second Hit’. Peningkatan Peningkatan stress oksidatif sendiri dapat juga terjadi karena resistensi insulin, serta terjadi berbagai peningkatan antara lain: kadar endotoksin dihati, aktifitas un-copling protein mitokondria, aktifitas sitokrom P-450 2E1, cadangan besi. Disamping itu juga terjadi penurunan aktifitas dari anti-oksidan. Karena stress oksidatif yang terjadi melebihi kemampuan perlawanan dari anti-oksidan, maka terjadi aktifasi sel stelata dan sitokin pro-inflamasi yang akan berlanjut dengan inflamasi yang progresif, pembengkakan sel hati dan kematian sel, pembentukan badan Mallory, serta fibrosis.

5

 

2.5. Perjalanan Alamiah NAFLD

Perjalanan alamiah NAFLD dimulai dari perlemakan hati sederhana (steatosis), kemudian berkembang menjadi steatohepatitis (NASH), selanjutnya terjadi peningkatan  peradangan dan fibrosis, dan dapat menjadi sirosis hati. Dikarenakan belum ada studi  prospektif jangka panjang, maka perjalanan alamiah NAFLD yang sebenarnya masih belum diketahui dengan jelas. Pada pantauan biopsi hati serial pada penderita NAFLD, pada sebagian kasus terlihat jelas perkembangannya mulai steatosis menuju steatohepatitis, sampai akhirnya menjadi sirosis hati.7 Pada studi dengan pantauan biopsy hati secara serial selama 3.5 tahun sampai 11 tahun terhadap 257 penderita PPHNA, didapatkan 28% kasus mengalami kerusakan hati progresif, 59% kasus tidak terjadi perubahan, dan 19% kasus membaik.7 Peneliti lain mendapatkan hasil biopsi pada 37% kasus berkembang menjadi fibrosis, 34% kasus tidak  berubah, 29% terjadi perbaikan. Suatu studi tentang probabilitas kesintasan (survival  probability) terhadap 30 penderita NAFLD dibandingkan kontrol yang sesuai umur dan jenis kelamin, didapatkan kesintasan yang lebih pendek 5-10 tahun pada kelompok NAFLD. Studi terbaru terhadap 30 penderita NAFLD yang dipantau selama lebih 10 tahun, didapatkan kesintasan 5 tahun 67% dan kesintasan 10 tahun 59%.7 Banyak faktor yang diduga berperan dalam mortalitas penderita NAFLD, seperti komplikasinya dan ko-morbiditasnya dari obesitas dan DM, serta faktor kondisi hatinya. Dari berbagai studi prognosis mortalitas jangka panjang  pada penderita NAFLD, NAFLD, hasilnya dapat disimpulkan sebagai berikut: (a) dibandingkan populasi kontrol yang seimbang, terdapat peningkatan angka kematian pada penderita NAFLD. (b)  penyebab kematian terbanyak pada NAFLD adalah berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler, dan (c) pada penderita NASH (bukan NAFL) terdapat peningkatan kematian yang berhubungan dengan penyakit hati.

2.6. Manifestasi Klinis NAFLD

Pada populasi umum sebagian besar penderita NAFLD  NAFLD  bersifat bersifat tanpa gejala dan tanda  penyakit hati (asimtomatik). Beberapa pasien melaporkan adanya rasa lemah, malaise, keluhan keluhan tidak enak pada perut seperti mengganjal di perut bagian kanan atas. Pada kebanyakan pasien, hepatomegali merupakan satu- satunya kelainan fisik yang didapatkan. Dalam klinik, NAFLD dicurigai atau ditemukan secara kebetulan pada waktu penderita melakukan pemeriksaan rutin laboratorium, uji kesehatan umum (general medical check-up) atau pemeriksaan pada penyakit atau kondisi tertentu seperti hipertensi, diabetes, penyakit kardiovaskuler, atau obesitas. Pada sebagian penderita NAFLD, terdapat keluhan seperti sakit kepala, rasa lelah/ mudah capai dan perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Pada pemeriksaan fisik kelainan yang paling sering didapatkan adalah obesitas. Pada beberapa studi ‘cross sectional’   didapatkan didapatkan sebanyak 30 - 100% penderita dengan obesitas. Pada awal  pemeriksaan didapatkan hepatomegali pada sekitar 50% kasus NAFLD. Pada pemeriksaan laborat kadang didapatkan peningkatan kadar transaminase darah yakni AST dan atau AST. Pada umumnya dengan rasio antara AST : ALT adalah 1, hal ini menunjukkan fibrosis yang berlebih dan penyakit yang lebih progresif. Gamma Glutamyl Transferase (GGT) umumnya abnormal (>35 U/L) dan alkaline fosfatase (AP) dapat meningkat hingga dua kali harga normal (ULN = 125 U/L). U/ L). Kadar feritin meningkat  pada 20-50 % kasus sebagai respon fase akut.18,20 akut.18,20 Autoantibodi teridentifikasi pada 23-36% kasus  N AFLD  AFLD  dan berhubungan dengan fibrosis yang lebih lanjut.

6

 

2.7. Diagnosis NAFLD Diagnosis NAFLD Diagnosis  NAFLD ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pencitraan hati dan biosi hati. Pada pasien pasie n NAFLD  NAFLD umumnya asimtomatik, namun lebih dari setengah sete ngah pasien dengan perlemakan hati atau NASH mengeluh keletihan, malaise, atau ketidaknyamanan abdominal bagian atas. Pada pasien dengan sirosis karena NASH yang progresif dapat berkembang menjadi asites, edema, dan jaundice. Tidak lupa juga harus ditanyakan faktor risiko NAFLD seperti diabetes melitus, dislipidemia,  penyakit hepatitis B dan C.

2.7.1. Pemeriksaan Laboratorium Laboratorium

Perlu diketahui bahwa pemeriksaan laboratorium tidak dapat secara akurat membedakan steatosis dengan steatohepatitis, dan  NAFLD dengan dengan perlemakan hati alkoholik.7 Peningkatan kadar aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT), ataupun keduanya biasa terdapat pada penderita  NAFLD  NAFLD,, dengan peningkatan kurang 4 kali batas normal.7,8 Derajat peningkatan kadar aminotransferase tidak dapat digunakan sebagai faktor prediksi. Meskipun dalam beberapa kasus kadar ALT lebih tinggi daripada kadar AST, kadar AST mungkin dapat lebih tinggi daripada kadar ALT terutama bila ada sirosis. The Dallas Heart Study dan Dyonisos Nutrition and Liver Study melaporkan 30 dan 25 % dari orang dewasa di Amerika dan Italia mengidap NAFLD. mengidap NAFLD. Dalam studi Bellentani ini, 79 dan 55%  pasien dengan NAFLD dengan NAFLD mempunyai kadar aminotransferase yang normal. Hal Ha l ini menunjukkan  bahwa enzim hati bukan penanda yang baik untuk diagnosis  NAFLD  NAFLD.. Pemeriksaan laboratorium lengkap pada penderita  NAFLD adalah meliputi aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT), gamma glutamyl transpeptidase (GGT), albumin,  bilirubin, international normalized n ormalized ratio (INR), dan d an platelet. plat elet. Pemeriksaan albumin, bilirubin, dan INR dapat menunjukkan kadar abnormal pada penderita NAFLD penderita NAFLD yang berat –  berat –  berhubungan  berhubungan dengan sirosis hepatis, tetapi tidak dapat diandalkan untuk membedakan tahap awal penyakit. Akan tetapi semua pemeriksaan tersebut mempunyai keterbatasan yang sama. 2.7.2. Pencitraan

Metode pencitraan yang umum digunakan untuk mendeteksi NAFLD adalah ultrasonografi (USG), computerized tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI). Untuk diagnosis NAFLD, pemeriksaan USG hati adalah pilihan pil ihan pencitraan yang umum dan paling banyak penelitian masyarakat. Haldan ini dikarenakan mudah digunakan dikerjakan,dalam biayapraktek relatif klinik murah,dan tidak invasive,di banyak tersedia mempunyai nilai akurasi yang baik. Untuk mendeteksi steatosis, pemeriksaan USG mempunyai sensitivitas sebesar 89% dan spesifisitas 93%.7 Pada pemeriksaan USG,  perlemakan hati memberikan gambaran peningkatan ekog ekogenik enik difus difus yang disebut ‘bright liver’ dengan atenuasi posterior dibandingkan dengan ekhogenitas ginjal. Pada umumnya  perlemakan hati bersifat difus, tetapi pada beberapa kasus dapat bersifat setempat (localized) ( localized) yang mengenai sebagian parenkhim hati. Berdasarkan penilaian gambaran ekogenitas e kogenitas hati dan  pembuluh darah intrahepatik, secara USG perlemakan hati dapat dibedakan d ibedakan dalam 3 derajat, derajat , yakni derajat ringan, derajat sedang dan derajat berat.

7

 

Pada pemeriksaan CT-scan non-kontras, perlemakan hati tampak ta mpak hipodens dan tampak lebih gelap daripada limpa. Pembuluh darah hepatik terlihat yang relatif cerah, cera h, dan dapat terjadi kesalahan diagnosis apabila pemeriksaan CT-scan dengan injeksi kontras. Ketiga teknik  pencitraan di atas (USG, CT-scan dan MRI) terbukti memiliki sensivitas yang baik untuk mendeteksi perlemakan hati lebih dari 30%.7 Akan tetapi tidak ada metode pencitraan iini ni yang dapat membedakan antara steatosis sederhana dan NASH dan NASH atau menunjukkan tahap fibrosis. 2.7.3. Biopsi Hati

Hasil histopatologi dari biopsi hati merupakan ‘ gold standart’ standart’ untuk diagnosis NAFLD diagnosis NAFLD.. Biopsi hati adalah satu-satunya metoda diagnosis NAFLD diagnosis  NAFLD yang  yang dapat membedakan berbagai derajat NAFLD derajat  NAFLD dari steatosis sederhana, steatohepatitis, dengan dan tanpa fibrosis dan sirosis. Hasil biopsi hati tidak dapat digunakan untuk membedakan antara  NAFLD dengan penyakit 8

 

 perlemakan hati alkoholik karena keduanya memiliki gambaran histologi yang sama. Peranan  biopsi hati pada NAFLD: 1. Menyingkirkan penyebab penyakit hati yang lain 2. Membedakan steatosis dengan NASH 3. Memperkirakan prognosis berdasarkan derajat fibrosis yang ditemukan 4. Menentukan progresivitas fibrosis dari waktu ke waktu Gambaran histologis NASH2adalah: 1.  Steatosis. Terdapat jenis steatosis, yaitu mikrovesikuler (sitoplasma hepatosit diisi oleh lemak namun tidak merubah letak inti sel dan tetap berada di tengah sel) dan makrovesikuler (sitoplasma diisi oleh lemak dan inti sel telah bergeser ke pinggir).

2.  Steatohepatitis, ditandai dengan adanya steatosis makrovesikuler, ballooning hepatosit, dan inflamasi merata pada lobus. Selain itu juga dapat ditemukan badan Mallory di dalam ballooning hepatosit.

9

 

3.  Steatohepatitis dengan fibrosis, diawali di periseluler dan selanjutnya membentuk jembatan  jaringan fibrosis.

4.  Sirosis, ditandai dengan terbentuknya nodul pada jaringan hati yang dikelilingi oleh  jaringan parut.

10

 

Algoritme dalam menegakkan diagnosis NAFLD

2.8. Penatalaksanaan NAFLD 

Sampai saat ini belum ada suatu konsensus mengenai tatalaksana NAFLD pada anak. Prinsip utamanya adalah menurunkan berat badan dan melindungi hepatosit. Oleh karena itu terdapat 5 hal yang direkomendasikan kepada penderita, yaitu: 1. Kurangi berat badan (jika penderita mengalami overweight atau obesitas) 2. Konsumsi diet yang sehat dan seimbang 3. Tingkatkan aktivitas fisik dengan berolahraga 4. Hindari pemakaian alkohol 5. Hindari pemakaian obat yang berlebihan a. Pengaturan diet dan olahraga

Intervensi terhadap gaya hidup dengan tujuan mengurangi berat badan merupakan terapi lini pertama bagi steatohepatitis non alkoholis. Target penurunan berat badan adalah untuk mengoreksi resitensi insulin dan obesitas sentral. Penurunan berat badan secara bertahap terbukti dapat memperbaiki konsentrasi AST dan ALT serta gambaran histopatologi hist opatologi hati pada  pasien dengan steatohepatitis non alkoholik. Perlu diperhatikan bahwa penurunan berat badan yang naik turunaliran (sindrom memicu progresiperoksidasi penyakit hati. Halpun ini terjadibolakakibatbalik meningkatnya asamyo-yo) lemak justru bebas ke hati sehingga lemak 11

 

meningkat. Sebaliknya penurunan berat badan yang bertahap ternyata tidak mudah dilakukan dan seringkali sulit dipertahankan. Latihan jasmani dan pengaturan diet menjadi inti terapi dalam usaha mengurangi berat  badan. Aktivitas Aktivitas fisik hendaknya hendaknya berupa latihan bersifat aerobik paling sedikit 30 30 menit sehari. Esensi pengaturan diet tidak bebeda dengan diet pada diabetes: mengurangi asupan lemak total menjadi
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF