Referat KAD

August 26, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Referat KAD...

Description

 

REFERAT KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)

Oleh : Gandar Kusuma, S.ked H1AP10029

Pembimbing : dr. Wasis Rohima, Sp.A, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK & REMAJA RSUD Dr. M. YUNUS BENGKULU PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BENGKULU BENGKULU 2016

i

 

HALAMAN PENGESAHAN 

 Nama Mahasiswa

: Gandar Kusuma

 N I M

: H1AP10029

Fakultas

: Kedokteran

Judul

: Ketoasidosis Diabetikum (KAD) 

Bagian

: Ilmu Kesehatan Anak & Remaja

Pembimbing

: dr. Wasis Rohima, Sp.A, M.Kes

Bengkulu, Agustus 2016  2016  Pembimbing   Pembimbing

dr. Wasis Rohima, Sp.A, M.Kes

ii

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak & Remaja RSUD Dr. M. Yunus, Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu, Bengkulu. Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1.  dr. Jumnalis, Sp.A sebagai kepala bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak & Remaja RSUD dr. M. Yunus Bengkulu. 2.  dr. Wasis Rohima, Sp.A, M.Kes sebagai pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan telah memberikan masukan-masukan, petunjuk serta  bantuan dalam penyusunan tugas ini. 3.  Teman Teman –   –   teman teman yang telah memberikan bantuan baik material maupun spiritual kepada penulis dalam menyusun laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis sangat berharap agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua

Bengkulu, Agustus 2016

Penulis iii

 

DAFTAR ISI 

HALAMAN JUDUL ........................................... ................................................................. .......................................... ....................

i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................ ................................................................... ........................... ....

ii

KATA PENGANTAR ............................................ ................................................................... ....................................... ................

iii

DAFTAR ISI ............................................. ................................................................... ............................................ ............................... .........

iv

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................ .................................................................. ............................... .........

1

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1  Definisi............................................ .................................................................. .......................................... ....................

3

2.2  Epidemiologi.............................................................................

3

2.3  Faktor Pencetus .......................................... ................................................................ ............................... .........

4

2.4  Patofisiologi .......................................... ................................................................ ................................... .............

5

2.5  Manifestasi Klinis .......................................... ................................................................. ........................... ....

7

2.6  Diagnosis ............................................ .................................................................. ...................................... ................

8

2.7  Tatalaksana ............................................ .................................................................. ................................... .............

11

2.8  Komplikasi .......................................... ................................................................ ...................................... ................

15

2.9  Diagnosis Banding ............................................ ................................................................... .........................

17

2.10 Pencegahan .......................................... ................................................................ ................................... .............

18

2.11 Prognosis............................................ .................................................................. ...................................... ................

19

BAB 3. KESIMPULAN .......................................... ................................................................ ...................................... ................

20

DAFTAR PUSTAKA .......................................... ................................................................ .......................................... ....................

21

iv

 

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1  LATAR BELAKANG Menurut American Menurut  American Diabetes Association (ADA) Association (ADA) 2005, Diabetes mellitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Fungsi Insulin adalah zat utama yang bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat. Insulin menyebabkan gula  berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi.1  Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes melitus mel itus yang serius dan merupakan suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi. KAD memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat, mengingat angka kematiannya yang tinggi. Pencegahan merupakan upaya penting untuk menghindari terjadinya KAD.1,2,3 Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD.4  Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (B-hidroksibutirat dan asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Secara klinis, ketoasidosis terbagi ke dalam tiga kriteria, yaitu ringan, sedang, dan berat, yang dibedakan menurut pH serum.5  Risiko KAD pada IDDM adalah 1  –   10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya  pernah mengalami episode KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah

1

 

asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.4  Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama, gangguan sirkulasi, atau penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko edema serebri (termasuk usia < 5 tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di unit perawatan intensif anak. Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan oksigen dan pemantauan  jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik intravena dan balance elektrolit, tes glukosa, dan pemeriksaan status mental (termasuk derajat kesadaran).5,6

2

 

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI  Ketoasidosis diabetik adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolic

yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD  biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok.1 

2.2 EPIDEMIOLOGI 

Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester, menunjukkan bahwa insiden KAD sebesar 8/1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur, sedangkan untuk kelompok umur kurang dari 30 tahun sebesar 13,4/1000  pasien DM per tahun.1 Sumber lain menyebutkan insiden KAD sebesar 4,6 –  4,6  –   8/1000 pasien DM per tahun. 4,5  KAD dilaporkan bertanggung jawab untuk lebih dari 100.000 pasien yang dirawat per tahun di Amerika Serikat. 6 Walaupun data komunitas di Indonesia  belum ada, agaknya insiden KAD di Indonesia tidak sebany sebanyak ak di negara barat, mengingat prevalensi DM tipe 1 yang rendah. Laporan insiden KAD di Indonesia umumnya berasal dari data rumah sakit dan terutama pada pasien DM tipe 2.1  Angka kematian pasien dengan KAD di negara maju kurang dari 5% pada  banyak senter, beberapa sumber lain menyebutkan 5 –  5 –  10%2,  10%2, 2 –  2 –  10%,  10%, atau 910%.1  Sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pasien usia lanjut angka kematian dapat mencapai 25  –   50%. Angka kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai KAD, seperti sepsis, syok s yok berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah awal yang tinggi, uremia dan kadar keasaman darah yang rendah.

3

 

Kejadian ketoasidosis diabetik pada anak meliputi wilayah geografik yang luas dan bervariasi bergantung onset diabetes dan sebanding dengan insidensi IDDM di suatu wilayah. Frekuensi di Eropa dan Amerika Utara adalah 15% 16%. Di Kanada dan Eropa, angka kejadian KAD yang telah dihospitalisasi dan jumlah pasien baru dengan IDDM telah diteliti, yaitu sebanyak 10 dari 100.000 anak.5  Onset KAD pada IDDM lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda (berusia < 4 tahun), memiliki orang tua dengan IDDM, atau mereka yang  berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah. Pemberian dosis tinggi obat-obatan seperti glukokortikoid, antipsikotik atipik, diazoksida, dan sejumlah immunosuppresan dilaporkan mampu menimbulkan KAD pada individu yang sebelumnya tidak mengalami IDDM. 6

2.3 FAKTOR PENCETUS 

Terdapat sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk  pertama kalinya. kalinya. Pada pasien KAD yang sudah diketahui diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus, sementara 20% lainnya tidak diketahui faktor pencetusnya.1,6 Faktor pencetus tersering dari KAD adalah infeksi, dan diperkirakan sebagai pencetus lebih dari 50% 50% kasus KAD.(6-8) Pada infeksi infeksi akan terjadi  peningkatan sekresi kortisol dan glukagon sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah yang bermakna. Faktor lainnya adalah cerebrovascular accident, alcohol abuse, pankreatitis, infark jantung, trauma, pheochromocytoma, obat, DM tipe 1 yang baru diketahui dan diskontinuitas (kepatuhan) atau terapi insulin inadekuat.1,2,5  Kepatuhan akan pemakaian insulin dipengaruhi oleh umur, etnis dan faktor komorbid penderita.5 Faktor lain yang juga diketahui sebagai pencetus KAD adalah trauma, kehamilan, pembedahan, dan stres psikologis. Infeksi yang diketahui paling sering mencetuskan KAD adalahinfeksi saluran kemih dan  pneumonia.5,6  Pneumonia atau penyakit paru lainnya dapat mempengaruhi oksigenasi dan mencetuskan gagal napas, sehingga harus selalu diperhatikan

4

 

sebagai keadaan yang serius dan akan menurunkan kompensasi respiratorik dari asidosis metabolik.2 Infeksi lain dapat berupa infeksi ringan seperti skin lesion atau infeksi tenggorokan. Obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat seperti kortikosteroid, thiazid, pentamidine, dan obat simpatomimetik (seperti dobutamin dan terbutalin), dapat mencetuskan KAD. Obat-obat lain yang diketahui dapat mencetuskan KAD diantaranya beta bloker, obat antipsikotik, dan fenitoin, pada pasien usia muda dengan DM tipe 1, masalah psikologis yang disertai kelainan makan memberikan kontribusi pada 20% KAD berulang. Faktor yang memunculkan memunculkan kelalaian penggunaan penggunaan insulin pada pasien muda muda diantaranya ketakutan untuk peningkatan berat badan ba dan dengan perbaikan kontrol metabolik, ketakutan terjadinya hipoglikemia, dan stres akibat penyakit 4,6,7

kronik.  Namun demikian, seringkali faktor pencetus KAD tidak ditemukan dan ini dapat mencapai 20  –  30%   30% dari semua kasus KAD, akan tetapi hal ini tidak mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat KAD itu sendiri.9,10 

2.3 PATOFISIOLOGI6

KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia, asidosis metabolik, dan  peningkatan konsentrasi keton yang beredar dalam sirkulasi. Ketoasidosis merupakan akibat dari kekurangan atau inefektifitas insulin yang terjadi  bersamaan

dengan

peningkatan

hormon

kontraregulator

(glukagon,

katekolamin, kortisol, dan growth hormon). Kedua hal tersebut mengakibatkan  perubahan produksi dan pengeluaran glukosa dan meningkatkan lipolisis dan  produksi benda keton. Hiperglikemia terjadi akibat peningkatan produksi glukosa hepar dan ginjal (glukoneogenesis dan glikogenolisis) dan penurunan utilisasi glukosa pada jaringan perifer. Peningkatan glukoneogenesis akibat dari tingginya kadar substrat nonkarbohidrat (alanin, laktat, dan gliserol pada hepar, dan glutamin pada ginjal) dan dari peningkatan aktivitas enzim glukoneogenik (fosfoenol piruvat karboksilase/ PEPCK, fruktose 1,6 bifosfat, dan piruvat karboksilase).

5

 

Peningkatan produksi glukosa hepar menunjukkanpatogenesis utama yang  bertanggung jawab terhadap keadaan hiperglikemia pada pasien dengan KAD. Selanjutnya, keadaan hiperglikemia dan kadar keton yang tinggi menyebabkan diuresis osmotik yang akan mengakibatkan hipovolemia dan  penurunan glomerular filtration rate. Keadaan yang terakhir akan memperburuk hiperglikemia. Mekanisme yang mendasari peningkatan  produksi benda keton telah dipelajari selama sel ama ini. Kombinasi defis defisiensi iensi insulin dan peningkatan konsentrasi hormon kontraregulator menyebabkan aktivasi hormon lipase yang sensitif pada jaringan lemak. Peningkatan Pe ningkatan aktivitas ini akan memecah trigliserid menjadi gliserol dan asam lemak bebas (free fatty acid/FFA). Diketahui bahwa gliserol merupakan substrat penting untuk glukoneogenesis pada hepar, sedangkan pengeluaran asam lemak bebas yang  berlebihan diasumsikan sebagai prekursor utama dari ketoasid.

Gambar 1. Bagan Patofisiologi KAD

6

 

Gambar 2. Proses Ketogenesis di Hepar Pada hepar, asam lemak bebas dioksidasi menjadi benda keton yang  prosesnya distimulasi terutama oleh glukagon. Peningkatan konsentrasi glukagon menurunkan kadar malonyl coenzyme A (Co A) dengan cara menghambat konversi piruvat menjadi acetyl Co A melalui inhibisi acetyl Co A carboxylase, enzim pertama yang dihambat pada sintesis asam lemak bebas. Malonyl Co A menghambat camitine palmitoyl- transferase I (CPT I), enzim untuk transesteri¿ kasi dari fatty acyl Co A menjadi fatty acyl camitine, yang mengakibatkan oksidasi asam lemak menjadi benda keton. CPT I diperlukan untuk perpindahan asam lemak bebas ke mitokondria tempat dimana asam lemak teroksidasi. Peningkatan aktivitas fatty acyl ac yl Co A dan CPT I pada KAD mengakibatkan peningkatan ketongenesis.6

2.4 MANIFESTASI KLINIS 6,8,9

Tujuh puluh sampai sembilan puluh persen pasien KAD telah diketahui menderitaDM sebelumnya. Sesuai dengan patofisiologi KAD, akan dijumpai  pasien dalam keadaan ketoasidosis dengan pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok. Keluhan poliuria dan polidipsi seringkali mendahului KAD, serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin, demam, atau infeksi. 1 

7

 

Muntah-muntah merupakan gejala yang sering dijumpai. Pada KAD anak, sering dijumpai gejala muntah-muntah massif. Dapat pula dijumpai nyeri perut yang menonjol dan hal ini dapat berhubungan dengan gastroparesis-dilatasi lambung. Derajat kesadaran pasien bervariasi, mulai dari kompos mentis sampai koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab  penurunan kesadaran lain (misalnya (mis alnya uremia, trauma, infeksi, minum alcohol). Bau aseton dari hawa napas tidak selalu mudah tercium.

2.4 DIAGNOSIS

Langkah pertama yang harus diambil pada pasien KAD terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti terutama memperhatikan patensi  jalan napas, status mental, status ginjal dan kardiovaskular, dan status hidrasi. Langkah-langkah ini harus dapat menentukan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan, sehingga penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa adanya penundaan.1  Meskipun gejala DM yang tidak terkontrol mungkin tampak dalam  beberapa hari, perubahan metabolik yang khas untuk KAD biasanya tampak dalam jangka waktu pendek pendek (< 24 jam). Umumnya Umumnya penampakan seluruh gejala dapat tampak atau berkembang lebih akut dan pasien dapat tampak menjadi KAD tanpa gejala atau tanda KAD sebelumnya. 2  Gambaran klinis klasik termasuk riwayat poliuria, polidipsia, dan polifagia,  penurunan berat badan, muntah, sakit perut, dehidrasi, lemah, clouding of  sensoria,, dan akhirnya koma. Pemeriksaan klinis termasuk turgor kulit yang  sensoria menurun, respirasi Kussmaul, takikardia, hipotensi, perubahan status mental, syok, dan koma. Lebih dari 25% pasien KAD menjadi muntah-muntah yang tampak seperti kopi.2

8

 

Tabel 1. Kriteria Diagnostik Menurut American Menurut American Diabetes Associaton7 

Pemeriksaan Penunjang a.  Laboratorium2 

  Glukosa: > 250 mg / dL. Klinisi dapat melakukan tes glukosa dengan



fingerstick sambil menunggu hasil lab.

   Natrium: Hiperglikemia mengakibatkan efek osmotik sehingga air dari



ekstravaskuler ke ruang intravaskular. Untuk setiap setia p kelebihan 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.

  Kalium: kalium perlu diperiksa secara berkala, ketika asidosis kadar



kalium normal atau sedikit meningkat (3-5 mmol per liter). Ketika diberi pemberian insulin maka kalium akan menurun. Insulin dapat diberikan jika kadar kalium di atas 3.3 mmol/L.

9

 

  Bikarbonat: digunakan untuk mengukur anion gap. Sehingga dapat



menentukan derajat asidosis.

  Sel darah lengkap (CBC) menghitung: sel darah putih (> 15 X 10 9 /



L), ditandai pergeseran ke kiri, mungkin infeksi yang mendasari KAD.

  Gas darah arteri (analisa gas darah): dar ah): pH 330 mOsm / kg H 2 O. Jika osmolalitas kurang dari ini pada pasien yang koma, mencari  penyebab lain.

  Fosfor: Jika pasien yang berisiko hypophosphatemia (misalnya, status



gizi yang buruk, alkoholisme kronis), maka fosfor serum harus ditentukan.

  Hyperamylasemia dapat dilihat, bahkan tanpa adanya pankreatitis.



  BUN meningkat.



  Kesenjangan Anion lebih tinggi dari normal.



  Perlu diketahui bahwa tingkat glukosa serum yang tinggi dapat



menyebabkan hiponatremia pengenceran; kadar trigliserida yang tinggi dapat menyebabkan kadar gula buatan rendah dan tingkat tinggi badan keton dapat menyebabkan elevasi buatan tingkat kreatinin. 

10

 

ging ng2  b.  I magi

  Radiografi dada: Gunakan ini untuk mengesampingkan infeksi paru.



  CT scan: ambang harus rendah untuk memperoleh CT scan kepala pada



anak dengan diabetes ketoasidosis (DKA) yang telah berubah status mental, karena hal ini dapat disebabkan oleh edema serebral. Banyak  perubahan dapat dilihat terlambat pada pencitraan kepala dan tidak harus menunda pemberian salin hipertonik atau manitol dalam kasuskasus anak di mana edema serebral dicurigai.

c.  Tes Lainnya2 

  Elektrokardiografi (EKG): diabetes ketoasidosis dapat dipicu oleh



 peristiwa jantung, dan gangguan fisiologis diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan komplikasi jantung signifikan. EKG cara cepat untuk menilai hipokalemia atau hiperkalemia.

  Telemetri: Pertimbangkan telemetri pada mereka dengan komorbiditas



(terutama jantung). Kelainan elektrolit yang signifikan, dehidrasi berat, berat , atau asidosis mendalam. 2.5 TATALAKSANA1,6,7

Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah: a.  Penggantian cairan dan garam yang hilang

 

 b. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan  pemberian insulin. c.  Mengatasi stress sebagai pencetus KAD d.  Mengembalikan keadaan fisiologis normal dan menyadari pentingnya  pemantauan serta penyesuaian pengobatan. 

11

 

a.  Cairan

Untuk

mengatasi

dehidrasi

digunkaan

larutan

garam

fisiologis.

Berdasarkan perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml per kg berat badan, maka pada jam pertama diberikan 1 sampai 2 liter, jam kedua diberikan 1 liter. Ada dua keuntungan rehidrasi pada KAD: memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan hormon kontraregulator insulin. Bila kadar glukosa kurang dari 200 mg% maka perlu diberikan larutan mengandung glukosa (dekstrosa 5 % atau 10 %).

b.  Insulin

Insulin regular intravena memiliki waktu paruh 4 – 5 menit, sementara  pemberian insulin secara intramuskular atau subkutan memiliki waktu  paruh sekitar 2 – 4 jam. Insulin infus intravena dosis rendah berkelanjutan (continuous infusion of low dose insulin) merupakan standar baku  pemberian insulin di sebagian besar pusat pelayanan medis. Panduan terapi insulin pada KAD dan SHH dapat dilihat pada table. Tabel 2. Terapi Insulin Pada KAD

12

 

Infus insulin dosis rendah berkelanjutan dikaitkan dengan komplikasi metabolik seperti hipoglikemia, hipokalemia, hipofosfatemia, hipomagnesema, hiperlaktatemia, dan disequilibrium osmotik yang lebih  jarang dibandingkan dengan cara terapi te rapi insulin dengan dosis besar secara  berkala atau intermiten. Pada mayoritas pasien, terapi insulin diberikan secara simultan dengan cairan intravena. Apabila pasien dalam keadaan syok atau kadar kalium awal kurang dari 3,3 mEq/L, resusitasi dengan cairan intravena atau suplemen kalium harus diberikan lebih dahulu sebelum infus insulin dimulai.

Insulin

infus intravena 5-7

U/jam

seharusnya mampu

menurunkan kadar glukosa darah sebesar 50 – 75 75 mg/dL/jam serta dapat menghambat lipolisis, menghentikan ketogenesis, dan menekan proses glukoneogenesis di hati. Kecepatan infus insulin harus selalu disesuaikan. Bila faktor-faktor lain penyebab penurunan kadar glukosa darah sudah dapat disingkirkan dan penurunan kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dL/jam, maka kecepatan infus insulin perlu ditingkatkan. Penyebab lain dari tidak tercapainya penurunan kadar glukosa darah, antara lain rehidrasi yang kurang adekuat dan asidosis yang memburuk. Bila kadar glukosa darah sudah turun < 250 mg/dL, dosis insulin infus harus dikurangi menjadi 0,05-0,1 U/kgBB/jam sampai pasien mampu minum atau makan. Pada tahap ini, insulin subkutan dapat mulai diberikan, sementara infus insulin harus dilanjutkan paling sedikit 1 – 2 jam setelah insulin subkutan kerja pendek diberikan. Pasien KAD dan SHH ringan dapat diterapi dengan insulin subkutan atau intramuskular. Hasil terapi dengan insulin infus intravena, subkutan, dan intravena intermiten  pada pasien KAD dan SHH ringan tidak menunjukkan perbedaan yang  bermakna dalam hal kecepatan penurunan kadar kadar glukosa dan keton pada 2  jam pertama.

13

 

c.  Kalium

Pada awalnya KAD biasanya kadar ion K serum meningkat hiperkalemia yang fatal sangat jarang dan bila terjdi harus segera diataasi dengan pemberian bikarbonat. Bila pada elektrokardiogram ditemukan gelombang T yang tinggi, pemberian cairan dan insulin dapat segera mengatasi keadaan hiperkalemi tersebut. Yang perlu menjadi perhatian adalah hipokalemiayang dapat fatal selaama pengobatan KAD. Ion kalium terutama terdapat di intraselular. Pada keadaan KAD, ion K bergerak ke luar sel s el dan selanjutnya dikeluarkan melalui urine. Total defisit K yang terjadi selama KAD diperkirakan mencapai 3-5 mEq/kg BB. Selama terapi KAD, ion K kembali mempertahankan kadar K serum dalam batas normal., perlu pemberian kalium. Pada pasien tanpa gagal ginjal serta tidak ditemukannya gelombang T yang lancip dan tinggi pada elektrokardiogram, pemberian kalium segera dimulai setelah jumlah urine cukup adekuat.

d.  Bikarbonat

Terapi bikarbonat pafda KAD menjadi topik perdebatn selama beberapa tahun. Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Adapun alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah:

  Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas



 bikarbonat.

  Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan



  Hipertonis dan kelebihan natrium



  Meningkatkan insidens hypokalemia



  Gangguan fungsi serebral



  Terjadi hiperkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton.



Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1 walaupun demikian komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap merupakan indikasi pemberian bikarbonat.

14

 

e.  Pengobatan Umum

Di samping hal tersebut di atas at as pengobatan umum yang tak kalah penting. Pengobatan umum KAD, terdiri atas:

  Antibiotika yang adekuat   Oksigen bila PO2 < 80 mmHg





  Heparin bila ada DIC atau bila hiperosmolar (>380 mOsm/l)



f.  Pemantauan

Pemantauan merupakan bagian yang terpenting dalam pengobatan KAD mengingat penyesuaian terapi perlu dilakukan selama terapi  berlansung. Untuk itu perlu dilaksanakan pemeriksaan:

  Kadar glukosa darah tiap jam dengan glucometer



  Elektrolit tiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya tergantung



keadaan.

  Analisis gas darah, bila pH 7,1, selanjutnya setiap hari sampai keadaan stabil

  Vital Sign tiap Sign tiap jam



  Keadaan hidrasi, balance cairan



  Waspada terhadap kemungkinan DIC



2.6 KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling sering dari KAD adalah hipoglikemia oleh karena  penanganan yang yang berlebihan dengan insulin, hipokalemia hipokalemia yang disebabkan oleh  pemberian insulin dan terapi asidosis dengan bikarbonat, dan hiperglikemia sekunder akibat pemberian insulin yang tidak kontinu setelah perbaikan tanpa diberikan insulin subkutan. Umumnya pasien KAD yang telah membaik mengalami hiperkloremia yang disebabkan oleh penggunaan cairan saline s aline yang  berlebihan untuk penggantian cairan dan elektrolit dan non-anion gap metabolic acidosis seperti klor dari cairan intravena mengganti hilangnya ketoanion seperti garam natrium dan kalium selama diuresis osmotik. Kelainan

15

 

 biokemikal ini terjadi sementara dan tidak ada efek klinik signifikan kecuali  pada kasus gagal ginjal akut atau oliguria ekstrem.7  Edema serebri umumnya terjadi pada anak-anak, jarang pada dewasa. Tidak didapatkan data yang pasti morbiditas pasien KAD oleh karena edema serebri  pada orang dewasa. Gejala Geja la yang tampak berupa be rupa penurunan kesadaran, kesadar an, letargi, letar gi,  penurunan arousal, dan sakit kepala. Kelainan neurologis dapat terjadi cepat, dengan kejang, inkontinensia, perubahan pupil, bradikardia, dan kegagalan respirasi. Tabel 3. Komplikasi Penatalaksanaan KAD

Meskipun mekanisme edema serebri belum diketahui, tampaknya hal ini merupakan akibat dari masuknya cairan ke susunan saraf pusat lewat mekanisme osmosis, ketika osmolaritas plasma menurun secara cepat saat terapi KAD. Pencegahan yang tepat dapat menurunkan risiko edema serebri  pada pasien risiko tinggi, diantaranya penggantian cairan dan natrium secara  bertahap pada pasien pasien yang hiperosmolar (penurunan (penurunan maksimal pada osmolalitas 2 mOsm/kgH2O/jam), dan penambahan dextrose untuk hidrasi ketika kadar gula darah mencapai 250 mg/dl.8 

16

 

Hipoksemia dan kelainan yang jarang seperti edema paru non-Cardiak dapat sebagai komplikasi KAD. Hipoksemia terjadi mengikuti penurunan tekanan koloid osmotik yang merupakan akibat peningkatan kadar cairan pada  paru dan penurunan compliance paru. Pasien dengan KAD yang mempunyai gradient oksigen alveolo-arteriolar yang lebar yang diukur pada awal  pemeriksaan analisa gas darah atau dengan ronki r onki pada paru pada pemeriksaan fisik tampaknya mempunyai risiko tinggi untuk menjadi edema paru.8 

2.7 DIAGNOSIS BANDING

1.  Hyperglicemic Hyperosmolar State Ialah

suatu

sindrom

yang

ditandai

dengan

hiperglikemia

berat,

hyperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis disertai penurunan kesadaran. Gejala klinik HHS sulit dibedakan dengan KAD terutama dari hasil laboratorium seperti kadar gula darah, keton, dan keseimbangan asam basa belum diketahui hasilnya. Gejala klinik yang yang dapat dijadikan pegangan agar dapat membedakan KAD dengan HHS :

  Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu sekitar >60 tahun, semakin



muda, semakin berkurang dan belum pernah ditemukan pada anak.

  Hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM, atau diabetes



tanpa pengobatan insulin.

  Mempunyai penyakit dasar lain. Sekitar 80% penderita HHS mempunyai



 penyakit ginjal dan kardiovaskular, tirotoksikosis dan penyakit cushing.

  Sering



disebabkan

obat-obatan

antara

lain

tiazid,

sterois,

haloperidol,simetidin, dll

  Mempunyai



factor

pencetus

seperti

penyakit

kardiovaskular,

 pankreatitis,operasi.Pemeriksaan dapat membantu membedakan KAD dengan HHS, adapun perbandingan hasil pemeriksaan KAD dengan HHS sebagaimana sebagaimana terlampir pada tabel 2.Angka kematian pada HHS lebih banyak dibandingkan KAD karena insidenlebih sering pada usia lanjut dan berhubungan dengan penyakit kardiovaskular dan dehidrasi. Angka kematian pada HHS sekitar 30-50%.8,9,10 

17

 

2.  Asidosis laktat Merupakan komplikasi yang sangat jarang akaibat terapi t erapi dengan metformin. Pasien datang biasanya dengan gejala malaise, anoreksia, muntah,  pernapasankussmaul (cepat dan dalam). Kadar glukosa biasanya normal, tidak ditemukan benda keton dalam urin, dan analis gas darah menunjukkan asidosis berat, aniongap meninggi. Terapi bersifat suportif dengan menghentikan penggunaan metformin.10

2.8 PENCEGAHAN

Faktor pencetus utama KAD ialaha pemberian dosis insulin yang kurang memadai dan kejadian infeksi. Pada beberapa kasus, kejadian tersebut dapat dicegah dengan akses pada system pelayanan kesehatan lebih baik (termasuk edukasi DM) dan komunikasi efektif terutama pada saat penyandang DM mengalami sakit akut (misalnya batuk, pilek, diare, demam, luka). 8 Upaya pencegahan merupakan hal yang penting pada penatalaksanaan DM secara komprehensif. Upaya pencegahan sekunder untuk mencegah terjadinya komplikasi DM kronik dan akut melalui edukasi sangat penting untuk mendapatkan ketaatan berobat pasien yang baik.8 Khusus mengenai pencegahan KAD dan Hipoglikemia, program edukasi  perlu menekankan pada cara-cara mengatasi saat sakit akut, meliputi informasi mengenai pemberian insulin kerja cepat, target kadar glukosa darah pada saat sakit, mengatasi demam dan infeksi, memulai pemberian makanan cair mengandung karbohidrat dan garam yang mudah dicerna. 11 Yang paling penting adalah agar tidak menghentikan pemberian insulin atau at au obat hiperglikemik oral dan sebaiknya segera mencari pertolongan atau nasihat tenaga kesehatan yang professional. Pasien DM harus didorong untuk perawatan mandiri terutama saat mengalami masa-masa sakit, dengan melakukan  pemantauan kadar glukosa darah dan keton keton urin sendiri.11

18

 

2.9 PROGNOSIS

Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang terlalu tinggi dan kadar hormon insulin yang rendah, tubuh tidak dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak untuk sumber energi.9 Pemecahan lemak tersebut akan menghasilkan benda-benda keton dalam darah(ketosis). Ketosis menyebabkan derajat keasaman (pH) darah menurun atau disebutsebagai asidosis. Keduanya disebut sebagai ketoasidosis. Oleh karena itu prognosis pada KAD masih tergolong dubia, tergantung pada usia,adanya infark miokard akut, sepsis, syok. Pasien membutuhkan insulin dalam jangka panjang dan kematian pada penyakit ini dalam jumlah kecil sekitar 5%.9

19

 

BAB III  3.1 KESIMPULAN

KAD adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis yang merupakan salah satu komplikasi akut metabolik diabetes mellitus yang paling serius dan mengancam nyawa. Walaupun angka insidennya di Indonesia tidak begitu tinggi dibandingkan negara barat, kematian akibat KAD masih sering dijumpai, dij umpai, dimana kematian pada pasien KAD usia muda umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional sesuai dengan  patofisiologinya.8 Diagnosis KAD ditegakkan bila ditemukan hiperglikemia (≥ 250 mg/dL), ketosis darah atau urin, dan asidemia (pH < 7.3)., HCO3 rendah (
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF