Referat Insomnia
September 18, 2017 | Author: Dwiranisah Rusman Habie | Category: N/A
Short Description
insomnia...
Description
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Gangguan tidur ataupun kesulitan dalam tidur dewasa ini cukup banyak diderita
oleh banyak orang. Gangguan ini paling tidak pernah diderita oleh seseorang paling tidak sekali dalam hidupnya ataupun ada yang menderita hampir sepanjang hidupnya dan hal yang inilah yang dapat mempengaruhi kwalitas hidup seseorang. Seseorang yang terganggu dalam tidurnya akan dapat terjadi bermacam-macam gangguan seperti hilang semangat, kesulitan dalam berkonsentrasi, selalu merasa mengantuk dan gelisah, mudah marah atau temperamental menjadi tinggi, tekanan darah menjadi tinggi dari biasanya/normal sampai berujung pada terjadinya penyakit-penyakit tertentu yang bersifat kronis.1, 2 Insomnia atau kesulitan tidur atau gangguan dalam tidur sebenarnya bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional,kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan. Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan seringkali timbul bersamaan dengan gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi atau ketakutan. Kadang seseorang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah. Dengan bertambahnya usia, waktu tidur cenderung berkurang. Stadium tidur juga berubah, dimana stadium 4 menjadi lebih pendek dan pada akhirnya menghilang, dan pada semua stadium lebih banyak terjaga. Perubahan ini, walaupun normal, sering membuat orang tua berfikir bahwa mereka tidak cukup tidur.1 Insomnia atau gangguan tidur terjadi pada hampir 30-50% dari seluruh populasi didunia. Dari kesemuanya itu sekitar 10% mengalami insomnia kronis, yaitu gangguan tidur yang terjadi sudah lama pada seseorang selama kurang lebih 3 minggu lebih namun tidak terlalu mempengaruhi keadaan seseorang tersebut. Insomnia kebanyakkan
1
terjadi pada usia dewasa dan semakin meningkat frekuensinya seiring bertambahnya usia dan terjadi kebanyakkan pada wanita dibanding pria. Anak-anakpun dapat terjadi insomnia namun kebanyakkan insomnia yang terjadi pada anak-anak banyak disebabkan oleh factor organic ketimbang orang dewasa yang lebih banyak disebabkan oleh factor anorganik.1, 2
2
BAB II Tinjauan Pustaka 2.1
Definisi Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk
tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun. Insomnia sering disebabkan oleh adanya suatu penyakit atau akibat adanya permasalahan psikologis.3 Dalam hal ini, bantuan medis atau psikologis akan diperlukan. Dalam beberapa literature lain insomnia adalah gejala-gejala yang meliputi: 1. Mempunyai masalah dalam tidur 2. Sering bangun pada malam hari dan kesulitan untuk tidur kembali. 3. Bangun terlalu pagi hari. 4. Merasakan seperti tidak puas dalam tidur.1, 3 Insomnia bisa menjadi suatu masalah yang berat bila dapat menimbulkan gangguan dalam kehidupan seseorang. Kurang tidur menyebabkan seseorang selalu menjadi mengantuk pada siang harinya, kurang tenaga untuk melakukan pekerjaan sehari-hari dan terkadang seseorang menjadi mudah emosional. Akut insomnia adalah salah satu yang dapat menimbulkan gangguan dalam kwalitas hidup seseorang. Akut insomnia dapat terjadi biasanya bila seseorang mengalami stress berat atau setelah mengalami trauma tertentu baik itu trauma yang bersifat fisik maupun trauma batin dan biasanya berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Akut insomnia ini dapat terjadi sewaktu-waktu dan dapat hilang sendiri. Sedangkan kronik insomnia adalah bila gangguan tidur terjadi selama kurang lebih 3 malam berturut-turut selama seminggu
3
dalam kurun waktu 1 bulan. Kronik insomnia biasanya diawali dari akut insomnia dan biasanya sulit disembuhkan.2, 3 2.2
Epidemiologi Jajak Pendapat Tidur di Amerika yang dilakukan oleh National Sleep
Foundation’s pada tahun 2002, menunjukkan 58% dari orang dewasa di AS mengalami gejala insomnia pada beberapa malam dalam seminggu atau lebih. Meskipun insomnia merupakan masalah tidur yang paling umum di antara sekitar setengah orang dewasa yang lebih tua (48%), mereka cenderung sering mengalami gejala insomnia dari pada rekan-rekan muda mereka (45% vs 62%) dan gejalanya lebih cenderung berhubungan dengan kondisi medis.3 Antara wanita dan pria ternyata insomnia banyak terjadi pada wanita daripada pria. Satu alasan yang mempengaruhi hal ini adalah adanya perubahan hormone pada siklus haid yang mempengaruhi siklus tidur. Selama perimenopause seorang wanita dapat mengalami gangguan dalam tidur dan kesulitan dalam tidur. Seorang wanita tersebut dapat mengalami rasa panas pada wajah dan dapat mengalami keringat malam yang dapat mengganggu tidur seorang wanita. Selama kehamilan seorang wanita dapat mengalami perubahan hormone, fisik dan emosional yang dapat mengganggu tidur seorang wanita. Wanita hamil terutama pada trimester ketiga dapat menyebabkan rasa tidak enak, keram pada kaki dan sering pergi ke kamar mandi yang semuanya itu dapat menyebabkan gangguan tidur.3, 2.3
Fisiologi Tidur. Fisiologi tidur dapat diterangkan melalui gambaran aktivitas sel-sel otak selama
tidur. Aktivitas tersebut dapat direkam dalam alat EEG. Untuk merekam tidur, cara yang dipakai adalah dengan EEG Polygraphy. Dengan cara ini kita tidak saja merekam gambaran aktivitas sel otak (EEG), tetapi juga merekam gerak bola mata (EOG) dan tonus otot (EMG).5 Untuk EEG, elektroda hanya ditempatkan pada dua daerah saja,
4
yakni daerah frontosentral dan oksipital. Gelombang Alfa paling jelas terlihat di daerah frontal. dapatkan 4 jenis gelombang, yaitu: Gelombang Alfa, dengan frekuensi 8 - 12 Hz, dan amplitude gelombang antara 10 - 15 mV. Gambaran gelombang alfa yang terjelas didapat pada daerah oksipital atau parietal. Pada keadaan mata tertutup dan relaks, gelombang Alfa akan muncul, dan akan menghilang sesaat kita membuka mata. Pada keadaan mengantuk (drowsy) didapatkan gambaran yang jelas yaitu kumparan tidur yang berupa gambaran waxing dan gelombang Alfa. Gelombang Beta, dengan frekuensi 14 Hz atau lebih, dan amplitude gelombang kecil, rata-rata 25 mV. Gambaran gelombang Beta yang terjelas didapat pada daerah frontal. Gelombang ini merupakan gelombang dominan pada keadaan jaga terutama bila mata terbuka. Pada keadaan tidur REM juga muncul gelombang Beta. Gelombang Teta, dengan frekuensi antara 4 - 7 Hz, dengan amplitudo gelombang bervariasi dan lokalisasi juga bervariasi. Gelombang Teta dengan amplitudo rendah tampak pada keadaan jaga pada anak-anak sampai usia 25 tahun dan usia lanjut diatas 60 tahun. Pada keadaan normal orang dewasa, gelombang teta muncul pada keadaan tidur (stadium 1, 2, 3, 4). Gelombang Delta, dengan frekuensi antara 0 - 3 Hz, dengan amplitudo serta lokalisasi bervariasi. Pada keadaan normal, gelombang Delta muncul pada keadaan tidur (stadium 2, 3, 4). Dengan demikian stadium-stadium tidur ditentukan oleh persentase dan keempat gelombang ini dalam proporsi tertentu. Selain itu juga ditunjang oleh gambaran dari EOG dan EMG nya.5
5
STADIUM TIDUR
1. Stadium Jaga (Stadium W = wake) EEG : Pada keadaan relaks, mata tertutup, gambaran didominasi oleh gelombang Alfa. Tidak ditemukan adanya Kumparan Tidur dan Kompleks K. EOG : Biasanya gerakan mata berkurang. Kadang-kadang terdapat artefak yang disebabkan oleh gerakan kelopak mata. EMG: Kadang-kadang tonus otot meninggi.
2. Stadium 1 EEG: Biasanya terdiri dari gelombang campuran Alfa, Beta dan kadang-kadang Teta. Tidak terlihat adanya Kumparan Tidur, Kompleks K atau gelombang Delta. EOG : Tak terlihat aktifitas bola mata yang cepat. Cermin Dunia Kedokteran No. 53, 1988 7 EMG Tonus otot menurun dibandingkan dengan pada Stadium W.
3. Stadium 2 EEG: Biasanya terdiri dan gelombang campuran Alfa, Teta dan Delta. Terlihat adanya Kumparan Tidur dan Kompleks K (Kompleks K : gelombang negatif yang diikuti oleh gelombang positif, berlangsung kira-kira 0,5 detik, biasanya diikuti oleh gelombang cepat 12 - 14 Hz). Persentase gelombang Delta dengan amplitudo di atas 75 mV kurang dari 20%. EOG : Tak terdapat aktivitas bola mata yang cepat. EMG : Kadang-kadang terlihat peningkatan tonus otot secara tiba-tiba, menunjukkan bahwa otot-otot tonik belum seluruhnya dalam keadaan relaks.
4. Stadium 3 EEG : Persentase gelombang Delta berada antara 20 - 50%.Tampak Kumparan Tidur. EOO : Tak tampak aktivitas bola mata yang cepat.
6
EMG : Gambaran tonus otot yang lebih jelas dari stadium 2.
5. Stadium 4 EEG : Persentase gelombang Delta mencapai lebih dari 50%. Tampak Kumparan Tidur. EOG : Tak tampak aktivitas bola mata yang cepat EMG : Tonus otot menurun dari pada stadium sebelumnya.
6. Stadium REM EEG : Terlihat gelombang campuran Alfa, Beta dan Teta. Tak tampak gelombang Delta., Kumparan Tidur maupun Kompleks K. EOG : Terlihat gambaran REM (Rapid Eye Movement) yang khas. EMG : Tonus otot sangat rendah.1, 5
Tabel 1. Hipnogram orang normal.
7
Keterangan: Dari gambaran EEG, EOG dan EMG sepanjang malam seorang dewasa normal, dapat dibuat sebuah hipnogram yang melukiskan kualitas dan kuantitas tidur orang tersebut. Pada kondisi normal, seorang dewasa memasuki stadium 1 dan 2 dengan cepat dan mempunyai stadium tidur dalam (stadium 3 dan 4) yang berkisar antara 70 - 100 menit. Setelah itu timbullah stadium REM yang gambaran EEG nya mirip dengan stadium tidur yang dangkal. Kejadian atau siklus ini berulang dengan interval waktu 90 menit. Semakin mendekat ke pagi hari, tidur yang dalam semakin berkurang dan tidur REM semakin bertambah. Dalam kondsi normal, terjadi 4 – 6 kali periode tidur REM. Secara keseluruhan periode tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan tidur. Pola hipnogram ini dipengaruhi oleh usia. Pada anak-anak, stadium 3 dan 4 meliputi jumlah yang lebih besar dari pada dewasa normal, dan makin berkurang lagi pada usia lanjut.
2.4
Sirkulasi Darah dan Metabolisme O2 di otak waktu tidur Peningkatan sirkulasi darah dan oksigen otak berkorelasi dengan gambaran
gelombang EEG yang cepat dan tak teratur, dan sebaliknya. Tetapi hal ini tak sepenuhnya dapat diterima. Pada anak-anak normal, di mana terdapat dominasi gelombang lambat pada EEG-nya, sirkulasi darah dan oksigen di otak lebih tinggi dan dewasa normal. Yang jelas, pada umumnya dalam keadaan tidur, di mana timbul gelombang-gelombang yang lebih lambat daripada dalam keadaan jaga, dijumpai adanya penurunan sirkulasi darah dan O2 di otak.4, 5
2.5
Pernafasan dan Sirkulasi Sistemik pada waktu tidur Bulow (1963), seorang peneliti, mendapatkan bahwa tidur yang dalam akan
diikuti oleh penurunan sensitivitas dan pusat pernafasan terhadap CO2 di otak. Penurunan ini berjalan linier dengan keadaan dan tidur. Pada tidur REM, sensitivitas ini bertambah dan menetap sampai ambang seperti keadaan jaga. Hal ini sesuai dengan penelitian secara klinis yang memperlihatkan adanya pernafasan tak teratur selama periode REM. Peristiwa ini dapat mengakibatkan timbulnya vasokonstriksi pembuluh darah. Dan Seterusnya terjadi peninggian dan tekanan darah sistemik dan frekuensi
8
nadi. Sebagai kompensasi, sirkulasi darah dan oksigen ke otak meningkat, dan aktivitas neuron otakpun meningkat. Sebaliknya pada tidur non-REM, tekanan darah sistemik mengalami penurunan, terutama pada awal tidur. Hal ini mula-mula tidak mempengaruhi sirkulasi darah di otak karena adanya sistem auto-regulasi, yang akan mengadakan reaksi adaptasi terhadap keadaan itu. Tetapi semakin. lama, terutama setelah terjadi penurunan sirkulasi oksigen, terjadi dekompensasi, dan akibatnya timbul gangguan perfusi jaringan secara perlahanlahan. Karena itu pada usia lanjut, sering timbul gejala-gejala eksaserbasi infark multipel demensia pada malam hari yang disertai adanya gejala-gejala kebingungan (confusion). Hasil-hasil penelitian di atas masih berada dalam taraf awal, karena masih diikuti oleh penemuan-penemuan lain yang kontroversial. tetapi dengan adanya kemampuan dan teknik pemantauan otak, antara lain Positron Emission Tomography, diharapkan pendalaman dan hal ini akan lebih memberikan hasil yang positif terhadap gambaran faali tidur di otak.5, 6
2.6
Penyebab Insomnia Orang yang sering terjaga dari tidurnya ternyata dapat disebabkan oleh banyak
faktor, walaupun mungkin satu faktor lebih dominan mempengauhi. Faktor tersebut antara lain: 1. Gangguan Emosional, Tekanan Batin maupun Depresi Orang yang dalam kesehariannya banyk diliputi oleh tekanan dan ancaman akan sangat berpotensi untuk insomnia. Hal ini dikarenakan peraaan batinnya yang tidak tenteram. Orang tersebut akan selalu memikirkan berbagai kejadian yang telah menimpa dirinya. Seolah tidak menerima kenyatan tentang mengapa semua tekanan datang padanya dan bagimanapun akan keluar dari permasalahan akan tetapi tetap tidak bisa. Sehingga tidur pun jadi terganggu karena pikiran terganggu. 2. Penggunaan Obat Penggunaan obat dalam jumlah yang banyak atau dalam jangka waktu panjang juga akan mengganggu kegiatan tidur kita. Ada orang yang sangat gemar mengkomsumsi
9
obat. Sedikit saja badan terasa tidak enak, langsung minum obat, walaupun tubuh belum benar-benar sakit. Bahkan untukmenjaga tubuh agar tetap bugar saja juga harus minum obat. Kebiasaan ini dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan insomnia, walaupun efek samping obat adalah mengantuk. Mungkin seketika minum obat akan terasa kantuk, tetapi ketika malam hari insomnia akan tetap datang. 3. Ketidakmampun Untuk Beristirahat dengan Santai Tidur membutuhkan suasana yang santai selain daripada rasa kantuk. Banyak orang tetap tidak dapat berpikir santai karena pekerjaan yang menumpuk. Saat pekerjan menumpuk biasanya kita selalu teringat untuk segera menyelesaikannya. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh para mahasiswa, khususnya ketika waktu-waktu menjelang ujian. Hampir tidak ada waktu untuk beristirahat karena menumpuknya tugas. Sehingga ketika tidur tidak segera tidur, pikiran masih gelisah terbayang bagaimana jika tugas tidak selesai, sementara waktu sudah sempit dan tubuh kita juga butuh istirahat guna aktivitas esok hari. 4. Kebiasaan Merokok Bagi siapapun juga yang memiliki kebiasaan merokok sebaiknya mulai dikurangi. Merokok selain mekmberikan efek yang buruk bagi tubuh, juga dapat menahan keinginan untuk tidur (vrisaba, 2002). 5. Suasana Ribut Siapapun juga silahkan kenyamanan tidur anda ketika suatu saat lingkungan rumah anda sedang dipakai pertemuan arisan, dengan pada saat malam hening disertai hujan gerimis. Kemudian rasakanlah bedanya. Pekerja pabrik yang selalu bekerja pada suasana bising, ternyata juga mengalami insomnia ketika di rumah.
10
6. Kamar Tidur yang Berantakan Ketika beranjak tidusur sebaiknya segala kruwetan mengenai tempat tidur, baik ranjang, pakaian dan lain sebagainya yang berkaitan dengan tidur harus dirapikan. Itu akan sangat berpengaruh dengan kenyamanan tidur kita. Semakin rapi dan bersih akan semakin menambah kenyamanan. Namun demikian, ada saja orang yang justru tidur nyenyak ketika kasurnya berantakan dan banyak pakaian berserakan di situ. Selain hal-hal yang telah diuraikan di atas, masih banyak lagi penyebab insomnia lainnya. Yang jelas insomnia tidak secara langsung berhubungan dengan menurunnya suatu hormon dalam tubuh.5
2.7
Patofisiologi Gangguan Tidur Irama tidur - jaga yang merupakan pola tingkah laku agaknya berhubungan
dengan interaksi di dalam sistim aktivasi reticular. Contoh adalah bila dilakukan perangsangan daerah formasio retikularis akan menyebabkan kondisi jaga/waspada pada hewan di laboratorium. Sedangkan perusakan pada daerah itu menyebabkan hewan mengalami kondisi koma menetap. Dengan ini kita mengetahui bahwa sistim aktivitas retikular bekerjanya diatur oleh kontrol dan nukleus raphe dan locus coeruleus. Di mana sel-sel dan nucleus raphe mensekresi serotonin dan locus coeruleus mensekresi epinephrine. Jika nukleus raphe dirusak atau sekresinya dihambat, dapat menimbulkan kondisi tidak tidur/berkurangnya jam tidur pada hewan percobaan yang mirip dengan kejadian insomnia. Sedangkan bila locus coeruleus yang dirusak, akan terjadi penurunan atau hilangnya tidur REM, sedangkan tidur non REM tak berubah. Sistim limbik, yang kita kenal sebagai pusat emosi, agaknya juga berhubungan dengan kewaspadaan/jaga. Mungkin hal inilah yang menyebabkan mengapa kondisi ansietas dan gangguan emosi lainnnya dapat mengganggu tidur, dan menyebabkan insomnia.4, 5, 6 Penelitian tidur di laboratorium dengan alat EEG menunjukkan adanya perbedaan antara sukarelawan yang normal dengan penderita depresi dan ansietas. Pada penderita depresi, ditemukan adanya Sleep Latency yang bertambah atau dapat juga
11
normal. Sedangkan REM Latency jelas menjadi lebih pendek. Tidur Delta yang pada orang normal ditemukan sejumlah 20 - 30%, pada penderita depresi menjadi jauh berkurang. Hal ini yang menyebabkan penderita depresi mengeluh tidurnya kurang pulas. Penelitian dari Zung menunjukkan bahwa pada sukarelawan normal yang diberi rangsang suara-suara pada stadium Delta, tidak terbangun oleh hal itu. Tetapi pada penderita depresi sangat mudah terbangun. Karena itu penderita depresi mudah sekali terbangun oleh adanya perubahan suhu di dini hari, perubahan sinar dan suara-suara hewan di pagi hari. Pada fase awal penyakit, penderita. depresi akan mengalami penurunan dari Tidur REM nya sebanyak 10%. REM menunjukkan bahwa orang itu sedang bermimpi. Di laboratorium tidur, 85% dan mereka yang dibangunkan pada waktu tidur REM, mengaku sedang bermimpi. Penderita depresi biasanya mengalami mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan sehingga mereka terbangun karenanya. Dengan demikian tidur REM pun berkurang karena seringnya terbangun di malam hari. Di samping itu, telah diterangkan bahwa pada mereka yang menderita depresi, tidur REM lebih cepat datangnya. Secara fisiologik kekurangan tidur REM itu harus dibayar kembali. Dengan begitu, selang beberapa waktu, penderita depresi akan mengalami tidur REM yang berlebihan, dan penderita akan lebih sering terbangun dan bermimpi buruk. Jadi jelaslah mengapa di laboratorium tidur, ditemukan gambaran hipnogram yang “acak-acakan” atau iregular dari perpindahan satu stadium ke stadium yang lain pada penderita depresi; dan sering terbangun di malam hari. Pada penderita ansietas, dan hipnogram ditemukan Sleep Latency yang memanjang. Sedangkan REM Latency dapat normal atau lebih panjang dari pada sukarelawan normal. Berbeda dengan penderita depresi, pada penderita ansietas, tidur delta biasanya normal (20-30%), sedangkan tidur REM menjadi bertambah, terutama pada fase akhir dari tidur (di dini hari). Pada hipnogram juga ditemukan adanya gambaran yang ireguler dari perpindahan satu stadium tidur ke stadium tidur yang lain. Di bawah ini, digambarkan suatu skema perbedaan dari insomnia karena kondisi depresi dan ansietas, dilihat dari keluhan subyektif dan gambaran obyektif menurut hipnogramnya.5, 6, 9
12
2.8
Pengobatan Insomnia Berbagai cara dilakukan agar dapat segera tertidur. Mulai dari mendengarkan
musik, melamun, hingga merubah posisi tidur. Tetapi itu semua tidak ada hasilnya, padahal esok hari harus sudah bekerja. Satu hal yang perlu diingat adalah jangan pernah lari kepada obat. Karena pada dasarnya obat adalah bahan kimia. Dalam jangka panjang memberikan efek buruk bagi tubuh.4, 7 Pada harian Prkiran Rakyat dipaparkan 10 upaya untuk mengatsi insomnia, antara lain yaitu: 1. Hindari kebiasaan tidur siang, terutama jika berlebihan, sebab akan mengurangi waktu tidur di malam hari. 2. Malam hari bukan waktu yang tepat untuk ngopi maupun minum minuman berkafein, apalagi disertai merokok. Kafein dapat menggenjot denyut jantung, membuat sigap, memaksa mata untuk terjaga. Sedangkan nikotin bersifat neurostimulan yang "menodong" otak untuk tidak istirahat. Agar gampang tidur,
13
peminum kopi sebaiknya menghabiskan minum terakhirnya sebelum pukul 3 petang. Bagi para perokok, usahakan batang rokok terakhir maksimal tiga jam sebelum tidur. 3. Jauhi alkohol. Meski dalam dosis ringan alkohol dapat membuat rileks, mengantar tidur pulas, tapi bahan ini bisa membuat orang kecanduan. Begitu tidak menggunakannya lagi akan timbul efek kebalikannya yaitu tetap terjaga. Di sisi lain, alkohol juga menguras vitamin B yang mendukung sistem saraf. 4. Pilih waktu berolah raga pada petang hari, hindari melakukan kegiatan ini saat malam hari. Olah raga akan menyebabkan adrenalin terpompa, mengakibatkan orang jadi terjaga. 5. Biasakan melakukan relaksasi, salah satunya dengan membaca bacaan ringan sebelum tidur. 6. Minum susu hangat. Susu kaya akan asam amino triptofan. Meningkatnya kadar triptofan di dalam otak akan berdampak pada peningkatan produksi serotonin, yang membuat pikiran menjadi santai, dan memancing timbulnya kantuk. 7. Berhubungan seks. Kata Ted Mcllvenna, Presiden "The Institute for Advanced Study of Human Sexuality (IASHS)" di San Francisco, seks bisa jadi merupakan langkah yang baik untuk menjaga kesehatan. Dari hasil studinya diperlihatkan, selain dapat meningkatkan sistem imunitas tubuh, hubungan seks yang baik juga mampu mengelakkan problem psikologi, seperti stres yang sering membuat orang jadi susah tidur, mengendurkan tensi, membebaskan dari rasa sakit, di samping juga mengundang kantuk. Perkara efeknya yang terakhir, disebut-sebut lebih hebat ketimbang segelas susu hangat. 8. Jus Selada. Selada bermanfaat dalam pengobatan insomnia sebab kandungan zat penyebab kantuk yang disebut lectucarium. Disebutkan dalam "Foods That Heal:
14
The Natural Way To Good Health", unsur ini memiliki kesamaan efek, sebagai sedatif, sama dengan opium namun tanpa menimbulkan rangsangan yang berlebihan. Cara penggunannya, menurut Culpepper, herbalis Inggris zaman baheula, dengan mencampur jus selada dan minyak bunga ros, lalu diurutkan pada dahi serta pelipis. Cara lain yaitu dengan meminum air rebusan bijinya. 9. Tetesan Lavender. Dr. Bud Rickhi, Associate Professor of Medicine di University of Calgary serta direktur "The Research Centre for Alternative Medicine", berdasar hasil risetnya, menyarankan lavender untuk mengatasi insomnia. Lavender merupakan tanaman yang bisa memengaruhi nervous system, meningkatkan aktivitas gelombang alpha di otak dan membuat tubuh lebih santai. Cara penggunaan yang disarankan guna mendapatkan hasil optimal, pun terbilang sederhana, cukup dengan meneteskan beberapa tetes minyak lavender pada bantal sebelum pergi tidur, kemudian nikmati semerbak wanginya. 10. "Penggelontoran" melatonin. Melatonin merupakan hormon saraf yang bekerja antara lain melalui sistem sumbu hipotalamus - hipofisa - adrenal. Fungsi adrenal mengubah cadangan glikogen hati menjadi glukosa, menyempitkan pembuluh darah tepi, dan meningkatkan tekanan irama denyut jantung. Apabila adrenalin meningkat, kadar gula darah akan bertambah, dan sistem peredaran lebih terpacu, sehingga orang akan lebih aktif. Di lain pihak, melalui sumbu ini melatonin menekan kelenjar anak ginjal (suprarenalis) sehingga menghasilkan hormon lebih sedikit. Rendahnya kadar hormon adrenal menyebabkan orang merasa lebih tenang, santai, dan mengantuk. Dalam berbagai penelitian lain disebutkan, melatonin mampu mencegah kanker, penyakit jantung, menurunnya fungsi otak, dan menambah kekebalan tubuh. Meski begitu, para wanita yang sedang menjalani terapi sulih hormon estrogen tidak dianjurkan untuk mengonsumsinya tanpa pengawasan dokter. Demikian juga wanita hamil. Para wanita yang merencanakan kehamilan pun dilarang mengonsumsinya. Dalam penelitian pada hewan, melatonin dapat menegangkan pembuluh darah, sehingga meningkatkan tekanan darah. Karena itu, mereka yang hipertensi dan
15
mengalami gangguan kardiovaskular diharap konsultasi ke dokter sebelum mengonsumsinya. Melatonin juga tidak dianjurkan bagi pasien limfoma dan leukimia, juga anak-anak. Kalau hendak mengonsumsi suplemen melatonin, sebaiknya mulai dari dosis kecil, sekitar 100-300 mkg (0,1-0,3 mg) atau kurang. Karena daya kerjanya cepat, Anda bisa mengonsumsinya 30 menit sebelum tidur.4, 7
16
BAB III Kesimpulan Insomnia merupakan gangguan kesulitan tidur pada seseorang. Gangguan tersebut dapat terjadi ketika awal, pertengahan tidur maupun ketika bangun tidur. Insomnia ditandai dengan sulitnya tidur di malam hari, mengantuk dan lelah di siang hari. Penyebab gangguan ini adalah didominasi oleh kondisi psikologis penderita yang lemah. Meskipun banyak faktor lain yang juga berpengaruh. Untuk mengatasi masalah ini secara umum penderita harus mampu menciptakan suasana kenyamanan dalam diri sendiri.
17
Daftar Pustaka 1.
Marjdono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Edisi ke-11. Dian Rakyat:Jakarta ; 1988 ; P. 183-92
2.
http//www.wikipedia.org./wiki/insomnia. Epidemiologi of Insomnia. Diakses tanggal 6.08-2010 jam 12.43
3.
www.insomnia.medicineNet.com. Definition of insomnia. diakses tanggal 6-082010 jam 12.34
4.
Schenck,Carlos
H.
Mahowald,Mark.Sack,Robert.2003.Assesment
and
Management of Insomnia. JAMA Vol 289. 5.
Iskandar Y. Insomnia dan Depresi Dalam: Psikiatri Biologik Vol. II, ed. Yul Iskandar dan R. Kusumanto Setyonegoro, Yayasan Dharma Graha, Jakarta, 1985.
6.
Iskandar Y. Tehnik Penelitian Tidur dengan EEG. Makalah pada: Simposium Psikiatri Biologik N, Jakarta, 1983.
7.
Moynihan SH, Marks J. Insomnia, Management in Good Medical Practice, Editiones, Roche, Basle, 1988.
8.
Priest RG, Pletscher A, Ward J. (Eds.): Sleep Research. MTLP Press Limited, Basle, 1988.
9.
Suroto. Cara Mengendalikan Stres. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 2001.
18
View more...
Comments