Referat HIV:AIDS Pada Anak

May 27, 2018 | Author: Matsrial | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

HIV/AIDS pada anak...

Description

REFERAT

Oktober, 2016

“HIV/AIDS Pada Anak”

Nama

: Cynthia Fidelia Montang

No. Stambuk

: N 111 16 062

Pembimbing

: dr. Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU 2016

1

BAB I PENDAHULUAN Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah RNA retrovirus yang menyebabkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), di mana terjadi kegagalan sistem imun progresif. Penyebab terbanyak adalah HIV-1. Virus ini ditransmisikan melalui hubungan seksual, darah, produk yang terkontaminasi darah dan transmisi dari ibu ke bayi baik intrapartum, perinatal, atau ASI. 10 Infeksi HIV pada anak merupakan masalah kesehatan yang sangat besar di dunia, dan berkembang dengan kecepatan yang sangat berbahaya. Pada 2006, ada kurang lebih 2,3 juta anak terinfeksi HIV di seluruh dunia. Jumlah ini diduga tetap akan meningkat dalam waktu dekat karena beberapa alasan. 1c Saat ini, kurang dari 10% ibu hamil yang terinfeksi HIV di negara berkembang menerima profilaksis antiretroviral (ARV) untuk pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-bayi (prevention of mother-to-child transmission) PMTCT. Serupa dengan orang dewasa, anak yang terinfeksi HIV menanggapi ART dengan baik. Tetapi, pengobatan semacam ini paling efektif apabila dimulai sebelum anak jatuh sakit (artinya, sebelum pengembangan penyakit lanjut). Tanpa ARV, pengembangan infeksi HIV sangat cepat pada bayi dan anak. Di rangkaian miskin sumber daya, kurang lebih 30% anak terinfeksi HIV yang tidak diobati meninggal sebelum ulang tahunnya yang pertama dan lebih dari 50% meninggal sebelum mereka mencapai usia dua tahun.

Infeksi HIV pada anak yang tidak diobati juga mengakibatkan

pertumbuhan yang tertunda dan keterbelakangan mental yang tidak dapat disembuhkan oleh ARV. Oleh karena itu penting untuk mendiagnosis bayi yang terpajan HIV sedini mungkin untuk mencegah kematian, penyakit dan penundaan pertumbuhan dan pengembangan mental. 1,3

BAB II 2

TINJAUAN PUSTAKA Definisi HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Virus ini menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia, seperti sel T4 CD4+ makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T4 CD4+ secara langsung dan tidak langsung, sel T4 CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. AIDS (Aquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan tahap akhir dari infeksi HIV yang berupa kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus).1

Epidemiologi Sejak ditemukannya kasus AIDS pertama di Indonesia pada tahun 1987, perkembangan jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan di Indonesia datri tahun ke tahun secara kumulatif cenderung meningkat.5 Pada tahun 2006 Ditjen PP & PL Depkes RI mengadakan kegiatan estimasi populasi rawan tertular HIV dengan hasil sebagai berikut5 :

Kelompok Rawan Terinfeksi HIV

Estimasi Jumlah 3

1 2 3 4 4 5 6 7 8

Penyalahguna NAPZA suntik (IDU) Non-IDU partner dari IDU Wanita Penjaja Seks (WPS) Pelanggan WPS Pasangan pelanggan WPS Laki-laki suka laki-laki Waria Pelanggan waria Warga Binaan Pemasyarakatan

(WBP) 9 Umum 10 Total Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2006

ODHA 90.000 12.810 8.910 28.340 5.200 9.160 3.760 2.230 5.190 27.470 193.070

Laporan Kasus HIV dan AIDS Kementerian Kesehatan RI tahun 2011 menunjukkan cara penularan tertinggi terjadi akibat hubungan seksual beresiko, diikuti penggunaan jarum suntik tidak steril; dengan jumlah pengidap AIDS terbanyak pada kategori pekerjaan ibu rumah tangga. Hal ini juga terlihat dari proporsi jumlah kasus HIV pada perempuan meningkat dari 34% (2008) menjadi 44% (2011), selain itu juga terdapat peningkatan HIV dan AIDS yang ditularkan dari ibu HIV positif ke bayinya. Jumlah kasus HIV pada anak 0-4 tahun meningkat dari 1,8% (2010) menjadi 2,6% (2011). Prevalensi kasus HIV/AIDS pada anak yang berusia antara 5-10 tahun sebanyak 26%. 2 Di Indonesia, infeksi HIV merupakan salah satu masalah kesehatan utama dan salah satu penyakit menular yang dapat mempengaruhi kematian ibu dan anak. Human Immunodeficiency Virus (HIV) telah ada di Indonesia sejak kasus pertama ditemukan yaitu pada tahun 1987. Lebih dari 90% kasus anak terinfeksi HIV, ditularkan melalui proses penularan dari ibu ke anak atau Mother To Child Hiv Transmission (MTCT). Virus HIV dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama kehamilan, saat persalinan dan saat menyusui. Penularan HIV dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah perempuan HIV positif yang tertular baik dari pasangan maupun akibat perilaku yang berisiko.

4

Meskipun angka prevalensi dan penularan HIV dari ibu ke bayi masih terbatas, jumlah ibu hamil yang terinfeksi HIV cenderung meningkat. 2

Etiologi Virus HIV termasuk kedalam famili Retrovirus sub famili Lentivirinae. Virus famili ini mempunyai enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim ini menyebabkan retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk virus DNA. Jadi setiap kali sel yang dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut diturunkan. 1 Virus HIV terdiri dari 2 sub-tipe, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 bermutasi lebih cepat karena replikasi nya lebih cepat. Secara morfologi HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untai RNA, enzim reverse transcriptase dan beberapa jenis protein. Bagian selubung terdiri dari lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4). Karena bagian luar virus merupakan lemak maka, virus ini sensitive terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari, alcohol, tetapi relatif resisten terhadap radiasi dan sinar ultraviolet. Virus HIV hidup didalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. 6

Gambar 1. Morfologi Virus HIV Patogenesis HIV masuk kedalam tubuh manusia. RNA virus berubah menjadi DNA intermediet/DNA pro virus dengan bantuan enzim transkriptase, dan kemudian 5

bergabung dengan DNA sel yang diserang. Virus HIV akan menyerang Limfosit T yang mempunyai marker permukaan seperti sel CD4+, yaitu sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer cell, dan makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD4+ adalah reseptor pada limfosit T yang menjadi target utama HIV. HIV menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak langsung. HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T. Lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp120 dan anti gp41 berinteraksi dengan CD4+ yang akan menghambat aktivasi sel dan mempresentasikan\ Setelah HIV mengifeksi seseorang, kemudian terjadi sindrom retroviral akut semacam flu disertai viremia hebat dan akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu. Serokonversi (perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi. Pada masa ini, tidak dijumpai tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini, tahap ini disebut juga periode jendela (window periode). Kemudian dimulailah infeksi HIV asimptomatik yaitu masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan CD4+ secara bertahap. Mula-mula penurunan jumlah CD4+ sekitar 30-60 sel/tahun, tetapi pada 2 tahun berikutnya penurunan menjadi cepat, 50-100 sel/tahun, sehingga tanpa pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV menjadi AIDS adalah 8-10 tahun, dimana jumlah CD4+ akan mencapai 38° C) berlangsung ≥ 7 hari, atau terjadi lebih dari sekali dalam waktu 7 hari.



Disfungsi neurologis: kerusakan neurologis yang progresif, mikrosefal, perkembangan terlambat, hipertonia atau bingung (confusion).



Herpes zoster.



Dermatitis HIV: Ruam yang eritematus dan papular. Ruam kulit yang khas meliputi infeksi jamur yang ekstensif pada kulit, kuku dan kulit kepala, dan molluscum contagiosum yang ekstensif.



Penyakit paru supuratif yang kronik (chronic suppurative lung disease). 4 10

2) Gejala yang umum ditemukan pada anak dengan infeksi HIV, tetapi juga lazim ditemukan pada anak sakit yang bukan infeksi HIV adalah : 

Otitis media kronik: keluar cairan/nanah dari telinga dan berlangsung ≥14 hari



Diare Persisten: berlangsung ≥ 14 hari



Gizi kurang atau gizi buruk: berkurangnya berat badan atau menurunnya pertambahan berat badan secara perlahan tetapi pasti dibandingkan dengan pertumbuhan yang seharusnya, sebagaimana tercantum dalam KMS. Tersangka HIV terutama pada bayi berumur 6 tahun. Bila masih berumur < 13 tahun, penularan masih disebabkan oleh infeksi vertikal dari ibu kandung, tetapi > 13 tahun harus dipikirkan penyebab infeksi seperti pola orang dewasa. Dialami oleh 5 – 25% penderita (Slow progressor).11

11

C.

Jumlah CD4 Pada Anak Menurut Kategori

D.

Tes Diagnostik HIV/AIDS Pada Bayi dan Anak 1)

Tes antibodi (Ab) HIV (ELISA atau rapid tests) Uji antibodi HIV mendeteksi adanya antibodi HIV yang diproduksi sebagai bagian respons imun terhadap infeksi HIV. Pada anak usia >18 bulan, uji antibodi HIV dilakukan dengan cara yang sama seperti dewasa Uji antibodi HIV dilakukan usia >18 bulan karena antibodi maternal yang ditransfer secara pasif selama kehamilan, dapat terdeteksi sampai umur anak 18 bulan. 3,4

2) Tes virologis Tes virologis untuk RNA atau DNA yang spesifik HIV merupakan metode yang paling dipercaya untuk memastikan diagnosis HIV pada 12

anak dengan usia < 18 bulan, dibutuhkan uji virologi HIV yang dapat memeriksa virus atau komponennya. Jika bayi muda masih mendapat ASI dan tes virologis RNA negatif, perlu diulang 6 minggu setelah anak benar-benar disapih untuk memastikan bahwa anak tidak terinfeksi HIV.3,4. CD4+ adalah parameter terbaik untuk mengukur imunodefisiensi yang digunakan bersamaan dengan penilaian klinis. CD4+ dapat menjadi petunjuk dini progresivitas penyakit karena, nilai CD4+ menurun lebih dahulu dibandingkan kondisi klinis. Pemantauan CD4+ dapat digunakan untuk memulai pemberian ARV atau penggantian obat. Makin muda umur, makin tinggi nilai CD4+. Untuk anak 5 tahun, persentase CD4+ dan nilai CD4+ absolut dapat digunakan. Ambang batas kadar CD4+ untuk imunodefisiensi berat pada anak > 1 tahun sesuai dengan risiko mortalitas dalam 12 bulan (5%).

Stadium Klinis WHO untuk bayi dan anak yang terinfeksi HIV 4 : Stadium klinis 1  Asimtomatik Limfadenopati generalisata persisten Stadium klinis 2  Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskana 



Erupsi pruritik papular



Infeksi virus wart luas

13



Angular cheilitis



Moluskum kontagiosum luas



Ulserasi oral berulang



Pembesaran kelenjar parotis persisten yang tidak dapat dijelaskan



Eritema ginggival lineal



Herpes zoster



Infeksi saluran napas atas kronik atau berulang (otitis media, otorrhoea, sinusitis, tonsillitis )

Infeksi kuku oleh fungus Stadium klinis 3  Malnutrisi sedang yang tidak dapat dijelaskan, tidak 

berespons

secara adekuat terhadap terapi standara 

Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau lebih ) a



Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (lebih

dari 37.5o C

intermiten atau konstan, > 1 bulan) 

Kandidosis oral persisten (di luar saat 6- 8 minggu

pertama

kehidupan) 

Oral hairy leukoplakia



Periodontitis/ginggivitis ulseratif nekrotikans akut



TB kelenjar



TB Paru



Pneumonia bakterial yang berat dan berulang



Pneumonistis interstitial limfoid simtomatik

14



Penyakit paru-berhubungan dengan HIV yang kronik

termasuk

bronkiektasis 

Anemia yang tidak dapat dijelaskan ( 14 tahun digunakan 1 tablet dewasa. Jika anak alergi terhadap Kotrimoksazol, alternatif terbaik adalah memberi Dapson.4 E. Tatalaksana kondisi yang terkait dengan HIV A. Tuberculosis Apabila diagnosis TB ditegakkan, terapi TB harus dimulai lebih dahulu dan ARV diberikan 2-8 minggu setelah timbul toleransi terapi TB dan untuk menurunkan risiko IRIS (immune reconstitution inflammatory_syndrome). Pilihan ARV yang diberikan adalah AZT atau d4T + 3TC + ABC. Keuntungan dari regimen obat tersebut adalah tidak ada interaksi dengan rifampisin. Kerugiannya yaitu kombinasi ini memiliki potensi yang kurang dibandingkan 2 NR'I'I + EFV serta ABC lebih mahal dan tidak ada bentuk generik. 4 B. Pneumocystis pneumonia (PCP) Buat diagnosis tersangka pneumonia pneumosistis pada anak dengan pneumonia berat atau sangat berat dan terdapat infiltrat interstisial bilateral pada foto toraks. Pertimbangkan kemungkinan pneumonia pneumosistis pada anak, yang diketahui atau tersangka HIV, yang tidak bereaksi terhadap pengobatan untuk pneumonia biasa. Pneumonia pneumosistis sering terjadi pada bayi dan sering menimbulkan hipoksia. Napas cepat merupakan gejala yang sering ditemukan, gangguan respiratorik tidak proporsional dengan tanda klinis, demam biasanya ringan. Umur umumnya 4–6 bulan. Segera beri Kotrimoksazol, trimetoprim (TMP) secara oral atau lebih baik secara iv dosis tinggi: 8 mg/kgBB/dosis, sulfametoksazol (SMZ) 40 mg/kgBB/dosis 3 kali sehari selama 3 minggu. Jika terjadi reaksi obat yang parah pada anak, ganti dengan pentamidin (4 mg/kgBB sekali sehari) melalui infus selama 3 minggu. 4

24

Gambar 3. Pneumocystis Pneumonia (PCP): tipikal ground glass appearance.4 C. Lymphoid interstitial pneumonitis (LIP) Tersangka LIP: foto toraks menunjukkan pola interstisial retikulonodular bilateral, Anak seringkali tanpa gejala pada fase awal, tetapi selanjutnya terjadi batuk persisten, dengan atau tanpa kesulitan bernapas, pembengkakan

parotis

bilateral,

limfadenopati

persisten

generalisata,

hepatomegali dan tanda lain dari gagal jantung dan jari tabuh. Beri antibiotik Kotrimoksasol (4 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 5 hari atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 5 hari. Mulai pengobatan dengan steroid, hanya jika ada temuan foto toraks yang menunjukkan lymphoid interstitial pneumonitis ditambah salah satu gejala berikut: 

Napas cepat atau sukar bernapas



Sianosis



Pulse oxymetri menunjukkan saturasi oksigen < 90%. Beri prednison oral, 1-2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Kemudian

kurangi dosis selama 2-4 minggu bergantung respons terhadap pengobatan.4

Gambar 4 . Lymphocytic Interstitial Pneumonia (LIP) tipikal limfadenopati hilus dan infiltrat seperti renda 4 25

D. Infeksi jamur : Kandidiasis Oral dan Esofagus Obati bercak putih di mulut (thrush) dengan larutan nistatin (100 000 unit/ml). Olesi 1–2 ml di dalam mulut sebanyak 4 kali sehari selama 7 hari. Jika tidak tersedia, olesi dengan larutan gentian violet 1%. Jika hal ini masih tidak efektif, beri gel mikonazol 2%, 5 ml 2 kali sehari, jika tersedia. Tersangka (suspect) kandidiasis esofagus jika ditemukan kesulitan atau nyeri saat muntah atau menelan, tidak mau makan, saliva yang berlebihan atau menangis saat makan. Kondisi ini bisa terjadi dengan atau tanpa ditemukannya oral thrush. Jika tidak ditemukan thrush, beri pengobatan percobaan dengan flukonazol (3–6 mg/kgBB sekali sehari).4 E. Sarkoma Kaposi Pertimbangkan sarkoma kaposi pada anak yang menunjukkan luka kulit yang nodular, limfadenopati yang difus dan lesi pada palatum dan konjungtiva dengan memar periorbital. Diagnosis biasanya secara klinis, tetapi dapat dipastikan dengan biopsi. Perlu juga diduga pada anak dengan diare persisten, berkurangnya berat badan, obstruksi usus, nyeri perut atau efusi pleura yang luas. Pertimbangkan merujuk untuk penanganan di rumah sakit yang lebih besar. 4 F. Meningitis Kriptokokus Diduga kriptokokus sebagai penyebab jika terdapat gejala meningitis, seringkali subakut dengan sakit kepala kronik atau perubahan status mental. Diagnosis pasti melalui pewarnaan tinta India pada Cairan Serebro Spinal (CSS). Obati dengan amfoterisin 0.5–1.5 mg/kgBB/hari selama 14 hari, kemudian dengan flukonazol selama 8 minggu. 4

BAB III KESIMPULAN HIV ((Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Virus ini menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia, seperti sel T4 CD4+ makrofag, dan sel dendritik. AIDS (Aquired 26

Immune Deficiency Syndrome) merupakan tahap akhir dari infeksi HIV yang berupa kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Cara penularan HIV/AIDS yang diketahui adalah melalui transmisi seksual (homoseksual, heteroseksual) dan nonseksual (parenteral, produk darah serta transplasental). Gejala atau kondisi yang sangat spesifik untuk anak dengan infeksi HIV positif adalah ditemukannya pneumocystis pneumonia (PCP), kandidiasis esofagus, lymphoid interstitial pneumonia (LIP) atau sarkoma Kaposi. Fistula rekto-vaginal yang didapat pada anak perempuan juga sangat spesifik tetapi jarang. Tes diagnostic HIV/AIDS pada anak adalah tes antibodi (Ab) HIV (ELISA atau rapid tests) yang dilakukan pada anak dengan usia >18 bulan, sedangkan tes virologis untuk RNA atau DNA yang spesifik HIV dilakukan pada anak dengan usia < 18 bulan. Jika bayi muda masih mendapat ASI dan tes virologis RNA negatif, perlu diulang 6 minggu setelah anak benar-benar disapih untuk memastikan bahwa anak tidak terinfeksi HIV. CD4+ adalah parameter terbaik untuk mengukur imunodefisiensi yang digunakan bersamaan dengan penilaian klinis. CD4+ dapat menjadi petunjuk dini progresivitas penyakit. Tatalaksana HIV/AIDS menggunakan ARV (Anti Retro Viral). Obat ARV tidak untuk menyembuhkan HIV, tetapi dapat menurunkan kesakitan dan kematian secara dramatis, serta memperbaiki kualitas hidup pada orang dewasa maupun anak. Kriteria memulai didasarkan pada kriteria klinis dan imunologis. Resistensi terhadap obat tunggal atau ganda bisa cepat terjadi, sehingga rejimen obat tunggal merupakan kontraindikasi, Oleh karena itu minimal 3 obat merupakan baku minimum yang direkomendasikan. Pencegahan dilakukan dengan menggunakan kotrimoksazol. Dosis yang direkomendasikan 6-8 mg/kgBB Trimetoprim sekali dalam sehari. Infeksi HIV pada anak yang tidak diobati juga mengakibatkan pertumbuhan yang tertunda dan keterbelakangan mental yang tidak dapat disembuhkan oleh ARV. Oleh karena itu penting untuk mendiagnosis bayi yang terpajan HIV sedini mungkin untuk mencegah kematian, penyakit dan penundaan pertumbuhan dan pengembangan mental.

27

DAFTAR PUSTAKA 1.

Setiawan, M.Tatalaksana infeksi HIV/AIDS pada bayi dan anak. Majalah Kedokteran

2.

Menkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.51 Tahun 2013 tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke anak . 2013. 08-10

3.

Departemen Kesehatan Repubik Indonesia. Pedoman Tatalaksana dan Anti Terapi Antiretroviral Pada Anak Indonesia. 2008 28

4.

World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. 2010. 224-245

5.

IDAI. 2013. Pedoman Penerapan Terapi HIV Pada Anak. (cited: 2016, October 17)available from: http://www.idai.or.id/wpcontent/uploads/2015/06/Pedoman-Penerapan-Terapi-HIV-pada-Anak.pdf

6.

Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Edisi 6 Volume 1. Jakarta.Penerbit EGC. 2009: hal 417-418

7.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman tatalaksana infeksi HIV pada anak dan terapi antiretroviral di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2006.

8.

National Department of Health, South Africa, South African National AIDS Council. Clinical guidelines: PMTCT. South Africa: National Department of Health; 2010.

9.

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL. et al. Sexually transmitted diseases: human immunodeficiency virus (HIV) infection. Dalam: Williams Obstetrics. Edisi ke-23. USA: The Mc Graw Hill Companies; 2010. 1246-53.

10. Yogev R, Chadwick EG. Acquired immunodeficiency syndrome (human immunodeficiency virus). Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. New York: Elsevier’s; 2007. 1022- 32. 11. Slide Satgas HIV PP IDAI. Anak Dengan Infeksi HIV/AIDS. Makassar 2013

29

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF