referat gawat janin(2)

March 12, 2018 | Author: Entis Sutisna | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download referat gawat janin(2)...

Description

1

REFERAT GAWAT JANIN

Oleh: Mirna Primasari ( 0210121)

Pembimbing: D. Dian Indahwati, dr., SpOG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG 2007

2

BAB I PENDAHULUAN

Proses kehamilan dan persalinan ibaratnya seperti akan melakukan suatu perjalanan. Banyak hal yang harus dipersiapkan, terutama oleh calon ibu. Seorang calon ibu tentunya akan mengharapkan suatu keadaan optimal supaya dirinya dan bayi yang di kandungannya dapat melalui proses persalinan dengan aman dan selamat.1 Menurut WHO, tujuan pelayanan kebidanan adalah menjamin, agar setiap wanita hamil dan wanita yang menyusui bayinya dapat memelihara kesehatannya sesempurna-sempurnanya agar wanita hamil melahirkan bayi sehat tanpa gangguan apapun dan kemudian dapat merawat bayinya dengan baik. Oleh karena itu, para tenaga medis dituntut untuk mampu mengenali dengan cepat serta menangani keadaan-keadaan yang dinilai dapat membahayakan ibu maupun janin.2 Umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik-buruknya suatu pelayanan ostetri dalam suatu negara atau daerah adalah kematian maternal, namun sekarang kematian bayi dianggap sebagai ukuran yang lebih baik serta lebih peka untuk menilai kualitas pelayanan kebidanan. Angka kematian bayi di Indonesia pada tahun 2003 mencapai 350 per 10.000 kelahiran hidup.2 Tujuan dari penulisan referat ini adalah supaya sebagai tenaga medis mampu untuk memberikan pelayanan medis yang semaksimal mungkin di bidang obstetri, yaitu dengan mampu mendeteksi keadaan yang dinilai membahayakan dan menanganinya sesuai dengan prosedur yang berlaku, dalam hal ini secara khusus adalah keadaan gawat janin.

1

3

BAB II GAWAT JANIN

2.1. Definisi Gawat janin adalah suatu keadaan dimana terdapat hipoksia pada janin ( kadar oksigen yang rendah dalam darah). Keadaan tersebut dapat terjadi baik pada antepartum maupun intrapartum.3 2.2. Patofisiologi Ada beberapa patofisiologi yang mendasari gawat janin: 1. Dahulu janin dianggap mempunyai tegangan oksigen yang lebih rendah karena janin dianggap hidup di lingkungan hipoksia dan asidosis yang kronik, tetapi sebenarnya janin hidup dalam lingkungan yang sesuai dan konsumsi oksigen per gram berat badan sama dengan orang dewasa, kecuali bila janin mengalami stress. 2. Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglobin, dan kapasitas angkut oksigen pada janin lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa. Demikian juga halnya dengan curah jantung dan kecepatan arus darah lebih besar daripada orang dewasa. Dengan demikian penyaluran oksigen melalui plasenta kepada janin dan jaringan perifer dapat terselenggara dengan relatif baik. Sebagai hasil metabolisme oksigen akan terbentuk asam piruvat, sementara CO2 dan air diekskresi melalui plasenta. Bila plasenta mengalami penurunan fungsi akibat dari perfusi ruang intervilli yang berkurang, maka penyaluran oksigen dan ekskresi CO2 akan terganggu yang berakibat penurunan pH atau timbulnya asidosis. Hipoksia yang berlangsung lama menyebabkan janin harus mengolah glukosa menjadi energi melalui reaksi anaerobik yang tidak 2

4

efisien, bahkan menimbulkan asam organik yang menambah asidosis metabolik. Pada umumnya asidosis janin disebabkan oleh gangguan arus darah uterus atau arus darah tali pusat. 3. Bradikardi janin tidak harus berarti merupakan indikasi kerusakan jaringan akibat hipoksia, karena janin mempunyai kemampuan redistribusi darah bila terjadi hipoksia, sehingga jaringan vital ( otak dan jantung) akan menerima penyaluran darah yang lebih banyak dibandingkan jaringan perifer. Bradikardia mungkin merupakan mekanisme perlindungan agar jantung bekerja lebih efisien sebagai akibat hipoksia.3 2.3. Etiologi Gawat janin dapat disebabkan oleh bermacam-macam hal. Beberapa penyebab yang umum dan sering terjadi: -

Kontraksi Pengencangan otot uterus secara involunter untuk melahirkan bayi. Kontraksi secara langsung mengurangi aliran darah ke plasenta dan dapat mengkompresi tali pusat sehingga penyaluran nutrisi terganggu. Hal ini dapat terjadi pada keadaan: o persalinan yang lama ( kala II lama) o penggunaan oksitosin o uterus yang hipertonik ( otot-otot menjadi terlalu tegang dan tidak dapat berkontraksi ritmis dengan benar)

-

Infeksi

-

Perdarahan

-

Abrupsi plasenta Plasenta terlalu dini memisahkan diri dari fetus

-

Tali pusat prolaps

5

-

Hipotensi Bila tekanan darah ibu menurun selama persalinan, jumlah aliran darah ke fetus akan berkurang. Hipotensi dapat disebabkan oleh: o anestesi epidural o posisi supine Hal tersebut terjadi karena adanya pengurangan jumlah aliran darah dari vena cava ke jantung

-

Masalah pernafasan janin

-

Posisi dan presentasi abnormal dari fetus

-

Kelahiran multipel

-

Kehamilan prematur atau postmatur

-

Distosia bahu

Penyebab yang paling utama dari gawat janin dalam masa antepartum adalah insufisiensi uteroplasental. Faktor yang menyebabkan gawat janin dalam persalinan/ intrapartum adalah kompleks, contohnya seperti: penyakit vaskular uteroplasental, perfusi uterus yang berkurang, sepsis pada janin, pengurangan cadangan janin, dan kompresi tali pusat. Pengurangan jumlah cairan ketuban, hipovolemia ibu dan pertumbuhan janin terhambat diketahui mempunyai peranan.4 2.4. Faktor Resiko Ada beberapa faktor resiko yang diduga berhubungan dengan kejadian gawat janin:5 -

Wanita hamil usia > 35 tahun

-

Wanita dengan riwayat: o Bayi lahir mati o Pertumbuhan janin terhambat o Oligohidramnion atau polihidramnion

6

o Kehamilan ganda/ gemelli o Sensitasi rhesus o Hipertensi o Diabetes dan penyakit-penyakit kronis lainnya o Berkurangnya gerakan janin o Kehamilan serotinus 2.5. Tanda dan Gejala Gejala yang dirasakan oleh ibu adalah berkurangnya gerakan janin. Ibu dapat melakukan deteksi dini dari gawat janin ini, dengan cara menghitung jumlah tendangan janin/ ’kick count’. Janin harus bergerak minimal 10 gerakan dari saat makan pagi sampai dengan makan siang. Bila jumlah minimal sebanyak 10 gerakan janin sudah tercapai, ibu tidak harus menghitung lagi sampai hari berikutnya. Hal ini dapat dilakukan oleh semua ibu hamil, tapi penghitungan gerakan ini terutama diminta untuk dilakukan oleh ibu yang beresiko terhadap gawat janin atau ibu yang mengeluh terdapat pengurangan gerakan janin. Bila ternyata tidak tercapai jumlah minimal sebanyak 10 gerakan maka ibu akan diminta untuk segera datang ke RS atau pusat kesehatan terdekat untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.6 Tanda-tanda gawat janin:4,5 • Mekonium kental berwarna hijau terdapat di cairan ketuban pada letak kepala • Takikardi/ bradikardi/ iregularitas dari denyut jantung janin Untuk mengetahui adanya tanda-tanda seperti di atas dilakukan pemantauan menggunakan kardiotokografi • Asidosis janin Diperiksa dengan cara mengambil sampel darah janin.

7

2.5.1. Mekonium Adanya mekonium saja tidak mampu untuk menegakkan suatu diagnosis gawat janin. Mekonium adalah cairan berwarna hijau tua yang secara normal dikeluarkan oleh bayi baru lahir mengandung mukus, empedu, dan sel-sel epitel. Bagaimanapun, dalam beberapa hal, mekonium dikeluarkan dalam uterus mewarnai cairan ketuban. Adanya mekonium pada cairan amnion lebih sering terlihat saat janin mencapai maturitas dan dengan sendirinya bukan merupakan tanda-tanda gawat janin. Mekonium dapat mewarnai cairan ketuban dalam beberapa tingkat, mulai dari mewarnai ringan sampai dengan berat. Adanya mekonium dianggap signifikan bila berwarna hijau tua kehitaman dan kental. Mekonium kental merupakan tanda pengeluaran mekonium pada cairan amnion yang berkurang dan merupakan indikasi perlunya persalinan yang lebih cepat dan penanganan mekonium pada saluran napas atau neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium. Pada presentasi sungsang, mekonium dikeluarkan pada saat persalinan akibat kompresi abdomen janin pada persalinan. Hal ini bukan merupakan tanda kegawatan kecuali jika hal ini terjadi pada awal persalinan/ saat bokong masih tinggi letaknya.7 Pada tahun 1903, J. Whitridge Williams mengamati dan menganggap keluarnya cairan mekonium sebagai relaksasi otot sfingter ani diakibatkan aerasi yang kurang dari darah janin. Para ahli obstetri sudah lama menyadari bahwa deteksi mekonium dalam persalinan merupakan suatu hal yang problematis dalam memprediksi gawat janin atau asfiksia.8 Terdapat 3 teori yang telah diajukan untuk menjelaskan tentang keluarnya mekonium:8 -

Janin mengeluarkan mekonium sebagai respons terhadap hipoksia, dan mekonium merupakan hasil dari suatu usaha janin untuk mengkompensasi.

8

-

Mekonium

merupakan

tanda

maturasi

yang

normal

dari

traktus

gastrointestinal di bawah pengaruh persarafan yang mempersarafinya -

Mekonium dapat keluar sebagai stimulasi vagal dari terjepitnya tali pusat dan gerakan peristalsis yang meningkat Komponen mekonium seperti garam empedu dan enzim-enzim yang

terkandung di dalamnya dapat menyebablan komplikasi serius bila terinhalasi atau teraspirasi oleh janin, dapat mengakibatkan sindrom aspirasi mekonium yang dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas, kehilangan surfaktan paru, pneumonitis kimia. Mekonium dalam cairan ketuban terdapat pada 13 % kelahiran hidup, kurang dari 5 % persalinan di bawah 37 minggu, 30 % pada bayi > 42 minggu. Faktor resikonya meliputi: insufisiensi plasenta, hipertensi ibu dan pre-eklamsi, oligohidroamnion, ibu perokok, penggunaan obat-obatan terlarang. (internet) Ramin dkk. mempunyai hipotesis bahwa patofisiologi sindrom aspirasi mekonium termasuk hiperkapnia janin, yang menstimulasi respirasi janin mengakibatkan aspirasi mekonium ke dalam alveoli, dan trauma parenkim paru sekunder dari kerusakan sel alveolar karena asidemia.7 Kesimpulannya, insidensi tinggi dari mekonium pada cairan amnion selama persalinan seringnya merupakan proses fisiologis yang normal. Meskipun normal, mekonium dapat menjadi berbahaya bila asidemia janin. Bukti-bukti menunjukkan bahwa banyak bayi dengan sindrom aspirasi mekonium ternyata menderita hiposia kronis sebelumnya/ saat dilahirkan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kadar eritropoetin janin dan penghitungan eritrosit.8 2.5.2. Kardiotokografi Kardiotokografi adalah alat elektronik yang digunakan untuk tujuan memantau atau mendeteksi adanya gangguan yang berkaitan dengan hipoksia janin dalam rahim, seberapa jauh gangguan tersebut dan menetukan tindak lanjut dari hasil

9

pemantauan tersebut. Pemantauan dilakukan melalui penilaian pola denyut jantung janin dalam hubungan dengan adanya kontraksi ataupun aktivitas janin dalam rahim Kardiotokografi merupakan suatu metode pemeriksaan yang telah ditetapkan sebagai suatu pemeriksaan standar rutin untuk menentukan kesejahteraan janin. Meskipun pemeriksaan kardiotokografi menunjukkan hasil dengan tingkat positif palsu yang tinggi, yaitu sekitar 64 % dan evaluasinya juga sangat subyektif, tetapi saat ini tetap menjadi metode penapisan diagnosis hipoksia akut pada janin, karena tidak ada cara pemeriksaan lain yang lebih obyektif dan non invasif.9 Gambar 1. Kardiotokograf9

Pemantauan dapat dilakukan dengan 2 cara: • Pengukuran eksternal Dengan menggunakan alat yang dipasang pada dinding perut ibu, terdapat 2 elektroda: elektroda jantung yang ditempatkan tepat di tempat terdengarnya denyut jantung janin dan elektroda kontraksi yang ditempatkan untuk mengukur tegangan dinding perut, yang merupakan cara pengukuran tekanan intra uterus secara tidak langsung. Ketua elektroda dipasang dengan

10

menggunakan suatu sabuk, untuk mendapatkan hasil yang maksimal, sebelumnya digunakan jeli dengan tujuan menghilangkan pengaruh udara. Cara pengukuran ini harus lebih cermat, karena dapat dikacaukan oleh denyut aorta ibu. Cara eksternal lebih populer karena bisa dilakukan selama antenatal maupun intranatal, praktis, aman ( mencegah terjadinya ruptur membran dan invasi uterus), dengan nilai prediksi positif yang kurang lebih sama dengan cara internal yang lebih invasif.8 Gambar 2. Diagram yang menunjukkan penggunaan pemantauan eksternal10

11

Gambar 3. Skema penggunaan elektroda untuk memantau denyut jantung janin. Denyut aorta ibu juga dapat terdeteksi dan terhitung.8

Gambar 4. Gambaran denyut jantung janin yang diukur dengan elektroda yang ditempatkan di kulit kepala janin, dan dicatat pada kecepatan kertas 1 cm/ menit dan 3 cm/ menit.8

12

• Pengukuran internal Cara ini lebih invasif, alat pemantau dimasukkan ke dalam rongga rahim ibu dan membutuhkan dilatasi serviks, dan memasukkan kateter bertekanan serta menempelkan elektroda spiral ke kulit kepala janin. Elektroda bipolar diletakkan pada kulit janin bagian terdepan secara langsung. Pengukuran internal lebih tepat dan mungkin lebih dipilih pada keadaan tertentu dimana diperkirakan akan terjadi persalinan yang terkomplikasi.8 Gambar 5. Gambaran skematik pemantauan internal dimana elektroda bipolar terpasang pada kulit kepala janin, untuk mendeteksi kompleks QRS ( F), juga menunjukkan denyut jantung ibu ( M)8

13

Gambar 5. Pemantauan Janin Memakai Kardiotokografi11 Pasien Klinis Risti NST

Reaktif

Mencurigakan

Nonreaktif OC T

Admission Test

Negatif

Mencurigakan

Positif

14

Reaktif

Mencurigakan

Ulangi esok hari

Pantau dengan KTG tiap 2 jam

Tindakan

Gawat janin berat

Gawat janin ringan

Pemantauan dilanjutkan

Seksio sesarea

A. Uji Tanpa Beban / Non Stress Test ( NST) NST

adalah

pemeriksaan

kesehatan

janin

dengan

menggunakan

kardiotokografi pada umur kehamilan ≥ 32 minggu. Menurut American Pregnancy Association, NST dilakukan pada umur kehamilan lebih atau sama dengan 28 minggu. Sebelum usia 28 minggu, janin belum cukup berkembang untuk memberikan respons terhadap tes. Pemeriksaan ini dilakukan dengan maksud menilai kesehatan janin melalui hubungan perubahan denyut jantung janin dengan gerakan janin yang dirasakan oleh ibu Persiapan uji tanpa beban: •

Ibu hamil telah makan 1- 2 jam sebelum prosedur dilakukan



Ibu tidak sedang memakai obat-obatan sedativa



Kandung kemih dikosongkan

15



Informed consent

Indikasi: Semua kondisi yang dapat menyebabkan janin lahir dalam keadaan buruk, antara lain: Kondisi ibu: •

Hipertensi kronis



Diabetes mellitus



Anemia berat ( Hb < 8 gr % atau Ht < 26 %)



Penyakit vaskuler kolagen



Gangguan fungsi ginjal



Penyakit jantung



Pneumonia dan penyakit paru-paru berat



Penyakit dengan kejang

Kondisi janin: •

Pertumbuhan janin terhambat



Kelainan kongenital minor



Aritmia jantung



Isoimunisasi



Infeksi janin



Pernah mengalami kematian janin dalam rahim yang tidak diketahui penyebabnya

Kondisi yang berhubungan dengan kehamilan: •

Kehamilan multipel



Ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan



Polihidramnion



Oligohidramnion



Plasentasi abnormal

16



Solusio plasenta



Kehamilan lewat waktu

Prosedur: •

Pasien ditidurkan secara santai semi Fowler, 45o miring ke ke kiri



Tekanan darah diukur tiap 10 menit



Dipasang kardiotokografi



Pada i;bu diberikan tombol penanda yang harus ditekan apabila ibu merasakan gerak janin



Frekuensi denyut jantung janin dicatat selama 10 menit pertama untuk mendapat data dasar denyut jantung janin



Pemantauan tidak boleh kurang dari 20 menit. Apabila pada 20 menit pertama didapatkan hasil non reaktif, lanjutkan pemantauan 20 menit lagi. Pastikan bahwa tidak ada hal-hal yang mempengaruhi hasil pemantauan apabila hasilnya tetap nonreaktif



Pemeriksaan NST ulangan dilakukan berdasarkan pertimbangan hasil NST secara individual

Komplikasi: supine hypotension Hasil reaktif, bila: •

Denyut jantung janin basal antara 120-160 kali permenit



Variabilitas denyut jantung janin 6 -25 permenit



Ada gerakan janin, terutama gerakan multipel dan berjumlah 5 gerakan atau lebih dalam pemantauan 20 menit, dengan kenaikan minimal 15 dpm selama minimal 15 detik

Hasil tidak reaktif, bila: •

Denyut jantung janin basal antara 120-160 kali permenit



Variabilitas kurang dari 6 denyut/ menit



Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit

17



Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan rangsang dari luar

Ada juga hasil yang meragukan ( non reassuring), keadaan ini interpretasinya sukar, dapat disebabkan oleh pemakaian obat yang mendepresi susunan saraf pusat. Pada keadaan hasil yang meragukan dimana pasien sudah dipastikan tidak sedang dalam pengaruh obat, dianjurkan agar NST diulang keesokan harinya. Bila reaktivitas tidak membaik, dilakukan pemeriksaan uji beban kontraksi ( OCT) Deselerasi variabel dapat terdeteksi selama pemantauan. Apabila tidak berulang dan lamanya tidak lebih dari 30 menit, biasanya tidak menunjukkan keadaan janin yang buruk dan tidak memerlukan intervensi obstetri. Deselerasi lambat yang berlangsung lebih dari 1 menit pada pemeriksaan NST biasanya berhubungan dengan keadaan janin yang buruk.11

B. Uji Beban Kontraksi ( Contraction Stress Test/ CST) atau Uji Dengan Oksitosin ( Oxytocin Challenge Test/ OCT) CST/ OCT adalah pemeriksaan kesehatan janin dengan menggunakan kardiotokografi yang menilai perubahan denyut jantung janin pada saat kontraksi rahim. Tujuan dilakukannya tes ini adalah untuk memantau kondisi janin pada kehamilan usia lanjut sebelum janin dilahirkan, menilai apakah janin sanggup mentolerir beban persalinan normal serta menilai fungsi plasenta. Indikasi: Bila terdapat dugaan insufisiensi plasenta: •

Uji beban yang tidak reaktif

18



Diabetes mellitus



Preeklamsia



Hipertensi kronis



Pertumbuhan Janin Terhambat



Kehamilan lewat waktu



Pernah mengalami lahir mati



Ketagihan narkotika



Hemoglobinopati akibat sel sickle



Penyakit paru kronis



Gangguan fungsi ginjal

Kontraindikasi: •

Luka parut pada rahim



Kehamilan ganda sebelum 37 minggu



Ketuban pecah sebelum 37 minggu



Risiko tinggi untuk persalinan kurang bulan



Perdarahan antepartum



Serviks inkompeten atau paska operasi serviks



Kelainan bawaan atau cacat janin berat



Indikasi untuk seksio sesarea

Komplikasi: persalinan kurang bulan Prosedur: a. Pasien ditidurkan secara semi Fowler dan miring kiri b. Tekanan darah diukur setiap 10 -15 menit, dicatat di kertas monitor c. Kardiotokografi dipasang d. Selama 10 menit pertama dicatat data dasar e. Pemberian tetes oksitosin untuk mengusahakan terbentuknya 3 kontraksi rahim dalam 10 menit. Bila telah ada kontraksi uterus

19

spontan tapi kontraksi < 3 kali/ 10 menit, tetesan dimulai dengan 0.5 mU/ menit. Bila belum ada kontraksi rahim, tetesan dimulai dengan 1 mU/ menit ( 20 tetes/ menit). Bila kontraksi yang diinginkan belum tercapai, setiap 15 menit tetesan dinaikkan 5 tetes/ menit, sampai maksimal 60 tetes/ menit Tetesan oksitosin dihentikan bila: •

Lima kontraksi atau lebih dalam 10 menit



Dalam 10 menit terjadi 3 kontraksi yang lamanya lebih dari 50-60 detik



Kontraksi uterus hipertonus



Deselerasi yang memanjang



Terjadi deselerasi lambat yang terus-menerus



Selama 1 jam pemantauan, hasilnya tetap mencurigakan

Interpretasi hasil: Negatif •

Tidak terjadi deselerasi lambat atau deselerasi variabel yang nyata



Denyut jantung janin normal, variabilitas 6-25 dpm

Bila hasil OCT negatif, maka kehamilan dapat diteruskan sampai 7 hari lagi, selanjutnya dilakukan OCT ulangan, atau diartikan bahwa janin dapat mentolerir beban persalinan normal. Positif •

Terjadi deselerasi lambat yang menetap pada sebagian besar kontraksi rahim, meskipun tidak selalu disertai dengan variabilitas yang menurun dan tidak ada akselerasi pada gerakan janin

OCT positif menunjukkan adanya insufisiensi uteroplasenta. Kehamilan harus segera diakhiri, kecuali bila paru-paru belum matang Mencurigakan

20



Terjadi deselerasi lambat yang tidak menetap, atau deselerasi variabel yang terus-menerus



Deselerasi lambat terjadi hanya bila ada kontraksi rahim hipertonus



Bila dalam 10 menit meragukan ke arah positif atau negatif



Adanya takikardi

Bila hasilnya mencurigakan, maka harus dilakukan pemeriksaan ulang 1-2 hari kemudian Tidak memuaskan •

Kontraksi rahim kurang dari 3 kali dalam 10 menit



Pencatatan tidak baik, terutama pada akhir kontraksi

Bila demikian, pemeriksaan harus diulang pada hari berikutnya Hiperstimulasi •

Terjadi 5 atau lebih kontraksi rahim dalam 10 menit



Lama kontraksi 90 detik atau lebih



Tonus basal uterus meningkat ( > 20 mmHg)

Bila demikian, tetesan oksitosin harus dikurangi atau dihentikan11

Gambar 6. Hasil yang menunjukkan baseline rate normal:10

21

Seiring dengan maturasi janin, denyut jantung menurun. Penurunan denyut jantung janin berkisar antara 1 denyut/ menit per minggu atau 24 denyut/ menit dari antara usia 16 minggu sampai dengan aterm. Hal ini disebabkan karena respons terhadap maturasi pusat pengaturan parasimpatis ( vagal) jantung. Denyut jantung normal adalah antara 110 – 160 denyut/ menit. Denyut jantung diatur oleh keseimbangan antara pusat akselerator ( saraf simpatis) dan deselerator ( saraf vagal parasimpatis) pada sel pacemaker, selain itu juga dipengaruhi oleh kemoreseptor kimia yang dapat mendeteksi adanya hipoksia dan hiperkapnia.

Gambar 7. Hasil yang menunjukkan adanya bradikardi:10

22

Denyut jantung janin dikatakan bradikardi bila baseline heart rate kurang dari 110 dpm. Jika antara 110 dan 100 dikatakan mencurigakan, sementara di bawah 100 dikatakan patologis. Penurunan bertahap yang terus-menerus adalah suatu tanda gawat janin. Gambar 8. Hasil yang menunjukkan gambaran takikardi10

Suatu gambaran dikatakan mencurigakan takikardi bila denyut jantung janin berkisar antara 150 dan 170 sementara bentuk yang patologis adalah bila denyut jantung janin

23

di atas 170. Takikardi dapat merupakan suatu tanda dari infeksi janin atau demam dan juga gawat janin. Sebab yang paling sering terjadi adalah karena demam pada ibu yang disebabkan oleh amnionitis, meskipun demam yang disebabkan oleh apapun dapat meningkatkan denyut jantung. Takikardi yang disebabkan oleh infeksi ibu biasanya tidak berhubungan dengan kompensasi janin kecuali terdapat perubahan denyut jantung periodik atau sepsis janin. Penyebab lain dari takikardi janin termasuk kompensasi janin, aritmia jantung, pemberian obat-obatan parasimpatetik ( atropin) atau simpatomimetik ( terbutalin).Anestesi epidural juga dapat menyebabkan takikardi pada janin. Cara untuk membedakan antara kompensasi janin dengan takikardi adalah dengan deselerasi denyut jantung yang menyertai. Penghilangan halhal yang membuat janin harus mengkompensasi, seperti pemulihan hipotensi ibu yang disebabkan analgesia epidural dapat menyebabkan pemulihan keadaan janin juga.8 Gambar 9. Gambaran variabilitas8

24

Gambar 10. Gambaran bermacam-macam tingkat variabilitas8

25

1. Tidak tampak adanya variabilitas 2. Variabilitas minimal ≤ 5 denyut/ menit 3. Variabilitas moderat ( normal) 6-25 denyut/ menit 4. Bermakna, variabilitas ≥ 25 denyut/ menit 5. Pola sinusoidal

Variabilitas adalah penanda penting dari fungsi kardiovaskuler dan diatur oleh sistem saraf otonom, yaitu sistem saraf simpatis dan parasimpatis, diperantarai oleh nodus sinoartrial, yang menghasilkan osilasi denyut ke denyut dari denyut jantung dasar/ baseline. Iregularitas denyut jantung tersebut didefinisikan sebagai variabilitas. Variabilitas dibagi menjadi variabilitas dini dan variabilitas lanjut. Variabilitas dini

: bila perubahan instan denyut jantung terjadi dari denyut jantung satu langsung ke denyut jantung atau gelombang R berikutnya Variabilitas ini adalah interval waktu antara sistole jantung

Variabilitas lanjut

: bila perubahan denyut jantung terjadi dalam waktu 1 menit.

Normal bila terdapat 3-5 perubahan dalam 1 menit

26

Variabilitas ini normal terdapat dengan batasan 6 – 25 denyut/ menit. Tidak adanya variabilitas biasanya berhubungan dengan asidemia metabolik yang mendepresi batang otak janin atau jantung itu sendiri. Penyebab yang sering menyebabkan tidak adanya variabilitas adalah penggunaan obat-obat analgesia, dan obat-obat yang mendepresi susunan saraf pusat ( narkotik, barbiturat, fenotiazin, obat penenang).8 Gambar 10. Gambaran variabilitas yang menurun ( < 10 dpm):10

Variabilitas normal seharusnya di antara 10 sampai dengan 15 dpm ( kecuali selama janin tertidur yang seharusnya tidak lebih lama dari 60 menit).

27

Gambar 10. Gambaran akselerasi pada respons terhadap stimulus10

Gambaran di atas menunjukkan peningkatan transien dari denyut jantung yang lebih besar dari 15 dpm untuk sekurangnya dari 15 detik. Dua akselerasi dalam 20 menit dianggap hasil reaktif. Akselerasi adalah pertanda baik karena menunjukkan bahwa janin responsif dan mekanisme pengontrolan jantungnya baik. Gambar 11. Gambaran deselerasi awal, lambat dan variabel10

28

Deselerasi dapat normal atau patologis. Deselerasi awal timbul bersamaan dengan kontraksi uterus dan biasanya berhubungan dengan dengan kompresi kepala janin, oleh karena itu timbul pada persalinan seiring dengan turunnya kepala.

29

Deselerasi lambat bila deselerasi persisten setelah kontraksi selesai, hal ini mengarah pada keadaan gawat janin. Deselerasi dikatakan variabel bila bervariasi dengan waktu dan bentuk antara satu sama lain, gambaran ini mengarah pada keadaan hipoksia atau kompresi tali pusat. Tabel 2. Klasifikasi gambaran dari kardiotokografi12 Denyut Pasti normal Tidak pasti

Variabilitas

Deselerasi

jantung 110-160 100-109

≥5 Tidak ada atau < 5 untuk ≥ 40 Deselerasi

161-180

menit tapi < 90 awal menit

Aselerasi Ada Tidak

atau akselerasi pada

deselerasi variabel

ada

gambaran atau normal

atau

satu deselerasi meragukan yang lama ≤ 3 Abnormal

< 100 atau

menit < 5 selama ≥ Deselerasi

> 180 atau

90 menit

Tidak

variabel atipik akselerasi pada

Bentuk

atau deselerasi gambaran

sinusoid

lanjut atau satu normal

selama ≥ 10

deselerasi lama meragukan

-

menit > 3 menit Normal bila 4 di atas termasuk dalam golongan pasti normal

-

Mencurigakan bila ada 1 golongan tidak pasti

-

Tidak normal bila ≥ 2 golongan tidak pasti atau ≥ 1 tidak normal

2.5.3. Pengambilan sampel darah janin

ada

atau

30

Sesuai dengan American College Of Obstetricians and Gynecologists, pengukuran pH pada darah kapiler kulit kepala dapat membantu untuk mengidentifikasi keadaan gawat janin. Prosedur ini memang jarang dilakukan, tetapi merupakan pemeriksaan penyerta untuk menegakkan diagnosis gawat janin pada hasil NST yang meragukan.8 Pengambilan darah janin harus dilakukan di luar his dan sebaiknya ibu dalam posisi tidur miring. Pemeriksaan darah janin ini dilakukan bila terdapat indikasi sebagai berikut: o Deselerasi lambat berulang o Deselerasi variabel memanjang o Mekonium pada presentasi kepala o Hipertensi ibu o Osilasi/ variabilitas yang menyempit Kontraindikasi: o Gangguan pembekuan darah janin o Presentasi fetus yang tidak dapat dicapai o Infeksi pada ibu Syarat: o Pembukaan lebih dari 2 cm o Ketuban sudah pecah o Kepala sudah turun hingga dasar pelvis Cara pengambilan sampel darah:13 1. Masukkan amnioskopi melalui serviks yang sudah didilatasi setelah ruptur membran 2. Oleskan lapisan jel silikon untuk mendapatkan tetesan darah pada tempat insisi 3. Buat insisi tak lebih dari 2 cm dengan pisau tipis 4. Aspirasi darah dengan tabung kapiler yang telah diberi heparin

31

5. Periksa pH darah 6. Setelah insisi, hentikan perdarahan Gambar 12. Teknik pengambilan sampel darah dari kulit kepala janin menggunakan amnioskopi8

Tabel 3. Interpretasi dari sampel pH darah janin berdasarkan pedoman RCOG dan NICE yang terbaru:12

32

Hasil sampel pH darah janin ≥ 7.25

Tindakan Ulangi pengambilan sampel darah jika abnormalitas

7.21 – 7.24

denyut

jantung

janin

persisten Ulangi pengambilan sampel darah dalam 30 menit atau pertimbangkan terminasi kehamilan jika terjadi penurunan pH yang

≤ 7.20

cepat dibandingkan sampel yang terakhir Indikasi terminasi kehamilan

Semua perkiraan hasil sampel tersebut harus diinterpretasi bersama dengan hasil pengukuran pH terdahulu, tingkat kemajuan dalam persalinan dan gambaran klinis ibu dan janin. Dalam interpretasi, dapat terjadi hasil yang abnormal atau normal palsu. Keadaan-keadaan yang menyebabkan terjadinya hasil abnormal palsu: • Asidosis ibu • Respons susunan saraf pusat janin terhadap asidosis • Kontaminasi sampel darah • Sampel darah terlalu lama didiamkan sebelum dianalisis Keadaan-keadaan yang menyebabkan terjadinya hasil normal palsu: • Narkose • Infeksi • Asfiksia saat pengambilan sampel • Prematuritas • Obstruksi jalan nafas neonatal • Trauma persalinan • Anomali kongenital • Recovery incomplete asphyxia

33

Komplikasi yang dapat terjadi dari tindakan pemeriksaan: • Perdarahan • Insisi terlalu dalam • Infeksi 2.5.4. Profil Biofisik Konsep dasar dari profil biofisik adalah penilaian beberapa variabel dari kegiatan biofisik fetus yang lebih sensitif dan lebih dapat diandalkan daripada pemeriksaan satu parameter saja. Pemantauan kegiatan biofisik fetus, memainkan peranan dalam mengidentifikasi janin yang mengalami asfiksia. Profil biofisik terdiri dari 5 komponen, salah satunya adalah standar tes non stress. Empat parameter lainnya dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonik. Adapun komponen profil biofisik meliputi:14 1. Reaksi jantung fetus 2. Pergerakan pernafasan 3. Pergerakan badan 4. Tonus 5. Kedalaman cairan amnion Setiap komponen diberi nilai 0 sampai dengan 2, sehingga skor total minimal adalah 0 dan maksimal 10.13

Tabel 4. Skor biofisik janin13 Parameter

Skor= 2 Reaktif

NST

Sekurang-kurangnya

Skor= 0 Non reaktif 2 Tidak ada

akselerasi dari > 15 dpm,

34

berlangsung

>

15

detik,

berhubungan dengan gerakan janin dalam periode 20 menit Gerakan pernafasan janin

Paling sedikit satu periode Tidak ada pernapasan dengan lamanya 60

detik

dalam

periode

observasi 30 menit Gerakan janin

3 atau lebih gerakan badan < 3 gerakan dalam waktu 30 menit

Tonus

Paling sedikit satu gerakan Tidak ada gerakan kaki dari fleksi ke ekstensi dan kembali lagi

Voume cairan amnion

Satu kantong cairan sekurang- < 1 cm kurangnya 2 cm dalamnya

Normal

: 8 atau 10

Ragu-ragu

: 4 atau 6

Abnormal

: 0 atau 2

Profil biofisik kurang begitu menyita waktu bila dibandingkan dengan OCT ( Oxytocin Contraction Test), dan ada beberapa peneliti yang menganjurkan pemeriksaan biofisik sebagai langkah selanjutnya setelah tes non stress dan bukannya OCT. Bila tes kedua setelah NST yang non reaktif adalah skor biofisik, maka pengelolaannya sebagai berikut: 1. Skor 0-2 biasanya merupakan indikasi adanya gangguan terhadap janin dan cukup alasan untuk melahirkan janin 2. Skor 4-6 setelah NST yang non reaktif, hendaknya tes diulangi atau lakukan OCT 3. Skor 8 atau lebih setelah NST yang non reaktif menunjukkan janin tersebut sehat dimana NST dapat diulangi pada interval tertentu.

35

2.6. Tata Laksana Tabel 4. Kriteria Tata Laksana Untuk Pola Denyut Jantung Janin yang Meragukan8 Tindakan berikut harus dicatat dalam rekam medis: 1. Reposisi pasien 2. Hentikan stimulansia uterus dan koreksi hiperstimulasi uterus 3. Pemeriksaan vaginal 4. Koreksi hipotensi ibu yang berhubungan dengan anestesi regional 5. Pemberitahuan tenaga anestesi dan perawat untuk kebutuhan persalinan darurat 6. Monitor denyut jantung janin – dengan monitor janin elektronik atau auskultasi – di ruang operasi sebelum menyiapkan kelahiran per abdominal 7. Adanya tenaga kompeten yang hadir untuk resusitasi dan penanganan neonatus 8. Pemberian oksigen ke ibu 2.6.1. Tokolitik Injeksi subkutan atau intravena tunggal dari 0.25 mg terbutalin sulfat diberikan untuk relaksasi uterus telah dijelaskan sebagai tindakan sementara dari penanganan denyut jantung yang meragukan selama persalinan. Inhibisi kontraksi uterus dapat meningkatkan oksigenasi janin, dan menghasilkan resusitasi intrauterus. Cook dan Spinato ( 1994) menjabarkan pengalaman mereka menggunakan tokolitik terbutalin untuk resusitasi intra uterus pada 368 kehamilan selama 10 tahun. Resusitasi seperti ini dapat meningkatkan nilai pH darah dari kulit kepala janin, dan terbukti menolong keadaan seperti disebutkan di atas. Dosis kecil nitrogliserin

36

intravena ( 60 sampai dengan 180 μg) juga dilaporkan dapat memberikan keuntungan.8 2.6.2. Amnioinfusion Gabbe dkk. melakukan percobaan pada monyet dengan cara mengeluarkan cairan amnion yang ternyata menghasilkan deselerasi variabel dan penggantian dengan cairan fisiologis menghilangkan deselerasi tersebut. Miyazaki dan Taylor ( 1983) memasukkan cairan fisiologis melalui kateter bertekanan pada wanita melahirkan yang mengalami deselerasi variabel atau deselerasi lama berhubungan dengan terjepitnya tali pusat. Terapi ini terbukti meningkatkan pola denyut jantung pada setengah dari jumlah sampel yang diteliti. Berdasarkan laporan-laporan terdahulu, amnioinfusion transvaginal kini digunakan untuk: • Penanganan deselerasi variabel atau deselerasi lama • Profilaksis kaus-kasus oligohidroamnion, seperti ketuban pecah dini • Usaha untuk mengencerkan atau ’mencuci’ mekonium yang kental. Protokol pemberiannya sendiri masih belum ada ketentuan baku hingga sekarang. 500 sampai 800 ml bolus cairan fisiologis hangat diikuti dengan infus kontinyu 3 ml per menit. Pada penelitian lain, Rinehart dkk menyarankan cukup hanya dengan pemberian 500 ml bolus cairan fisiologis dalam temperatur ruangan, atau 500 ml bolus ditambah infus kontinyu 3 ml per menit.8 Tabel 4. Komplikasi Amnioinfusion Berdasarkan Survei dari 186 Pusat Pelayanan Obstetri8 Komplikasi

Jumlah laporan ( %)

37

Hipertonus uterus

27

Denyut jantung janin abnormal

17 ( 9)

Amnionitis

7 ( 4)

Prolaps tali pusat

5 ( 2)

Ruptur uterus

4 ( 2)

Kompensasi respiratorius atau jantung 3 ( 2) maternal Abrupsi plasenta

2 ( 1)

Kematian ibu

2 ( 1)

Tata laksana umum untuk keadaan gawat janin:15 •

Reposisi pasien ke sisi kiri



Hentikan pemberian oksitosin



Identifikasi penyebab maternal ( demam ibu, obat-obatan), dan diterapi sesuai dengan penyebab



Jika penyebab ibu tidak ada tetapi denyut jantung tetap abnormal minimal 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan vaginal o Perdarahan dengan nyeri konstan atau intermiten, curigai solusio plasenta o Tanda infeksi ( demam, sekret vagina berbau), berikan antibiotik sesuai dengan penatalaksanaan amnionitis o Bila tali pusat di bawah bagian yang terendah, atau ada di vagina, tangani sesuai dengan penanganan tali pusat prolaps



Jika denyut jantung abnormal menetap atau ada tanda tambahan gawat janin, rencanakan persalinan: o Jika serviks terdilatasi penuh dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau ujung tulang terendah dari kepala pada stasion 0, lahirkan dengan ekstraksi vakum atau forsep.

38

o Jika serviks tidak terdilatasi penuh atau kepala janin lebih dari 1/5 di atas simfisi pubis atau ujung tulang terendah dari kepala di atas stasion 0, lahirkan dengan seksio sesarea.

BAB III Kesimpulan

37

39

1. Gawat janin merupakan suatu keadaan yang membahayakan bagi ibu dan janin. Saat ini, kriteria diagnosis gawat janin adalah: mekonium berwarna hijau kental, hasil NST non reaktif, asidemia janin 2. Penting untuk mengenali tanda-tanda gawat janin sedini mungkin, adapun banyak pemeriksaan yang bisa dimanfaatkan 3. Penting bagi tenaga medis untuk memahami dan menangani pasien dengan gawat janin sesuai prosedur yang berlaku.

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

40

1.

Arulkumaran S., Gibb. Fetal Monitoring in Practice, Oxford: ButterworthHeinemann Ltd, 1992:1-146 2. Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifudin, Trijatmo Rachimhadhi, dalam: Ilmu Kebidanan, edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2006:1:4-10 3. Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifudin, Trijatmo Rachimhadhi, dalam: Ilmu Bedah Kebidanan, edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2006:6:52-60 4. Cleveland. Fetal Distress. Cleveland: Department of Patient Education and Health

Information.

2007.

Diakses

tanggal

17

Agustus

2007

di

http://www.clevelandclinic.org/health/health-info/docs/3800/3896.asp? index=12401 5. Hayley Willacy. Fetal Disress. UK: PatientPlus. 22 Juni 2007. Diakses tanggal 11 Agustus 2007 di http://www.patient.co.uk/showdoc/40000220/ 6. Steele, Wanda F., What are the signs of fetal distress? In: SheKnows Pregnancy and Baby. Pennsylvania. 2007. Diakses tanggal 11 Agustus 2007 di http://pregnancyandbaby.com/pregnancy/baby/What-are-the-signs-of-fetaldistress-5960.htm 7. Hayley Willacy. Meconium Stained Liquor. US: PatientPlus. 7 Agustus 2006. Diakses

tanggal

11

Agustus

http://www.fetal.freeserve.co.uk/meconium.html

2007

di

41

8. Cunningham, Garry F., M. D. et al: Antepartum Assesment, Williams Obstetrics, 22nd ed, Connecticut: Appleton & Lange, 2002:40:1095-1108 9. Wikipedia. Cardiotocography. US:Wikipedia Foundation. 20 September 2006. Diakses tanggal 11 Agustus 2007, di http://www.fetal.freeserve.co.uk/meconium.html 10.Cardiotochography. 21 Januari 2001. Diakses tanggal 11 Agustus 2007 di http://www.fetal.freeserve.co.uk/ctg.html 11. Sofie Rifayani Krisnadi, Johanes C. Mose, Jusuf S. Effendi. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi. Bandung: Rumah Sakit Hasan Sadikin. 2005:7-1 12. Sean Kavanagh. Fetal Monitoring. UK: 29 Agustus 2006. Diakses tanggal 11 Agustus 2007 di http://www.patient.co.uk/showdoc/40000245/ 13. Hidayat Wijayanegara. Dalam: Makalah Lengkap Kursus Dasar Ultrasonografi Kardiotokografi. Malang: RSUD DR. Saiful Anwar.2002:VIII1-5 14. Children’s Hospital of The King’s Daughters. Biophysical Profile. 30 September 2005. Diakses tanggal 11 Agustus 2007, dari http://www.chkd.org/highriskpregnancy/bpp.htm 15. World Health Organization. Fetal Distress in Labour.2003. Diakses tanggal 17 Agustus 2007 di http://www.who.int/reproductivehealth/impac/Symptoms/Fetal_distress_S95_S96.html

42

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF