Referat Gangguan Panik

August 19, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Referat Gangguan Panik...

Description

 

REFERAT  Gangguan Panik

Pembimbing: dr. Lenny Gustaman, Sp.KJ (K)

Disusun oleh : Bryan Arista Hartono 2017-060-10095

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA 12 Februari 2018  –  17  17 Maret 2018 

i

 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas  berkat dan rahmatNya, referat dengan judul “Gangguan Panik ” ini dapat selesai tepat pada waktunya. Referat ini dibuat sebagai salah satu prasyarat untuk mengikuti ujian pada siklus kepaniteraan klinik Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa dan Perilaku di Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Penulis menyadari bahwa referat ini dapat terselesaikan dengan baik dengan bantuan  berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Lenny Gustaman, Sp.KJ (K). yang telah membimbing dan membantu dalam penyusunan referat ini. Terima kasih pula penulis sampaikan kepada pihak-pihak lain yang turut membantu dalam  penyusunan referat ini. Dalam referat ini, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan sehingga penulis meminta maaf sebesar-besarnya apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan. Penulis juga mengharapkan kritik serta saran untuk memperbaiki kekurangan dalam referat ini. Akhir kata semoga referat ini dapat menambah pengetahuan dan berguna bagi  pembaca.

Jakarta, 8 Maret 2018

Penyusun

ii

 

DAFTAR ISI  Halaman KATA PENGANTAR PENGANTAR................................. ................ .................................. ................................... ................................... ................................... .................................... .......................... ........ ii DAFTAR ISI............................................................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 4  

1.1 L Latar atar Belakang ................................................................................................................................... 4 1.2 Tujuan Tujuan Penelitian ................................................................................................................................ 5 1.2.1 T Tujuan ujuan Umum .......................................................................................................................... 5 1.2.2 Tujuan Tujuan Khusus ................................. ............... ................................... .................................. ................................... ................................... ................................... .................. 5 1.3 M Manfaat anfaat Penelitian .............................................................................................................................. 5 1.3.1 B Bagi agi masyarakat ....................................................................................................................... 5 1.3.2 Bagi Bagi pendidikan ....................................................................................................................... 5 1.3.3 Bagi Bagi penulis.............................................................................................................................. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................................. 6

2.1 . Gangguan Panik ................................................................................................................................ 6 2.1.1 

Epidemiologi ....................................................................................................................... 6

2.1.2 

Etiologi dan Faktor Risiko .................................................................................................. 6 2.1.2.1 Faktor Biologik ………………………………………………………………….....6 …………………………………………………………………... ..6 2.1.2.2 Faktor Genetik ……………………………………………………………………..6  ……………………………………………………………………..6  2.1.2.3 Faktor Psikososial………………………………………………………………….7  Psikososial………………………………………………………………….7 

2.1.3 

Kriteria Diagnostik………………………………………………………………………...8 Diagnostik………………………………………………………………………...8  

2.1.4 

Manifestasi Klinis ............................................................................................................... 9

2.1.5 

Diagnosis Banding………………………………………………………………………...9 Banding………………………………………………………………………...9   2.1.5.1 Gangguan Medis…………………………………………………………………...9  Medis…………………………………………………………………...9  2.1.5.1 Gangguan Mental………………………………………………………………...10  Mental………………………………………………………………...10 

2.1.6 

Terapi ................................................................................................................................ 10 2.1.7.1 Farmakoterapi……………………………………………………………………10 Farmakoterapi……………………………………………………………………10   2.1.7.2 Psikoterapi………………………………………………………………………..11 Psikoterapi………………………………………………………………………..11

2.1.7

Prognosis…………………………………………………………………………………12   Prognosis…………………………………………………………………………………12

BAB III KESIMPULAN ........................................................................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 15

iii

 

BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Gangguan panik diketahui sebagai serangan cemas akut secara intensif diikuti dengan rasa takut akan sesuatu hal yang buruk akan terjadi1. Cemas sendiri dikarakteristikkan sebagai suatu kurun waktu dari perasaan takut mendalam yang bervariasi dari beberapa serangan dalam satu hari sampai beberapa serangan selama satu tahun. Gangguan ini merupakan salah satu jenis dari gangguan cemas yang diawali dengan serangan panik pada seseorang yang terjadi berulang kali dengan perasaan khawatir yang  persisten dan perubahan sikap. Serangan panik terjadi secara spontan tanpa hal atau lingkungan yang memicu. Orang-orang dengan gangguan panik sering dikaitkan dengan agorafobia, yaitu suatu kondisi kecemasan ketika berada di tempat terbuka karena takut ditinggal, tidak berdaya, atau tidak ada yang menolong ketika serangan panik datang 2. Studi epidemiologis gangguan panik menunjukkan rata-rata penderita gangguan cemas terjadi pada usia dewasa muda sekitar umur 25 tahun. Namun gangguan panik dan agorafobia dapat terjadi pada segala usia. Pada penelitian terhadap orang dewasa di Amerika Serikat, sebesar 2% sampai 6% dimana 44.8% diantaranya merupakan kasus yang berat3.  Namun belum ada data mengenai penelitian epidemiologis secara spesifik untuk gangguan  panik di Indonesia. Dalam PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa) III, Gangguan Panik dimasukkan kedalam kelompok F4 yaitu gangguan neutrotik, gangguan somatoform, dan gangguan terkait stress. Gangguan panik (Anxietas Paroksismal Episodik) masuk kedalam klasifikasi F41.0 yang baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan adanya gangguan anxietas fobik (F40.-). Dalam DSM-IV (Diagnosis Manual), gangguan cemas dibedakan antara gangguan panik dengan agorafobia dan tanpa agorafobia, namun pada DSM-5 tidak lagi dimasukkan karena dianggap kurang bermakna. Gangguan

4

 

 panik sering kali berlangsung dengan beberapa gangguan mental lainnya melampaui agorafobia, terutama gangguan cemas dan depresi. Manifestasi klinis yang terjadi pada orang dengan gangguan panik mirip dengan orang yang memiliki gangguan endokrin, sistem respirasi, dan jantung 4. Oleh karena itu  penting untuk mengetahui perbedaan gangguan panik dengan gangguan serupa yang dikarenakan masalah organik. 1.2  Tujuan 1.2.1  Tujuan Umum

  Mengetahui mengenai diagnosis dari gangguan panik.



1.2.2  Tujuan Khusus

  Memahami mengenai gangguan panik secara umum.



  Mengetahui tatalaksana gangguan panik



1.3  Manfaat 1.3.1  Bagi masyarakat Membantu masyarakat mengetahui tentang gangguan cemas 1.3.2  Bagi pendidikan Memberikan tambahan pengetahuan dan informasi mengenai gangguan cemas 1.3.3  Bagi penulis Menambah wawasan penulis mengenai mengenai gangguan cemas

5

 

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Panik

 

2.1.1. Epidemiologi Dari penelitian epidemiologi, dilaporkan bahwa angka kejadian gangguan panik sepanjang hidup sebesar 1.5% - 5%, sedangkan serangan panik sebanyak 3% - 5.6% 1. Di Amerika Serikat lebih kurang 2% sampai 6% dari populasi orang dewasa memiliki gangguan panik dengan 44.8% dari penderita gangguan ini dengan kasus golongan  berat3.

Sedangkan

di

Indonesia

belum

terdapat

studi

epidemiologi

yang

menggambarkan berapa jumlah individu yang mengalami gangguan panik. Wanita memiliki potensi 2 sampai 3 kali lebih besar mengalami gangguan panik dibandingkan laki-laki5. Pada umumnya gangguan panik terjadi pada usia dewasa muda yaitu 25 tahun, namun tidak menutup kemungkinan gangguan bagi kalangan usia lain termasuk anak-anak dan remaja.

Studi epidemiologi di Amerika terhadap serangan dan gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia pada tahun 2006 menunjukkan 22.7% pernah mengalami serangan  panik tanpa agorafobia, 0.8% mengalami serangan panik dengan agorafobia, 3.7% mengalami gangguan panik tanpa agorafobia dan 1.1% mengalami gangguan panik dengan agorafobia6. 2.1.2.  Etiologi dan Faktor Risiko 2.1.2.1. Faktor Biologik Penelitian pada aspek biologik terhadap gangguan panik menemukan  bahwa gangguan panik berhubungan dengan abnormalitas struktur dan fungsi otak. Fungsi otonomik sistem saraf pada orang dengan gangguan panik terdapat  peningkatan simpatis. Neurotransmitter  simpatis. Neurotransmitter  yang  yang mengalami gangguan fungsi pada gangguan panik adalah serotonin, norepinefrin, dan GABA ((Gamma Gamma Amino ). Peningkatan disfungsi serotonin meningkatkan perasaan cemas.  Butiric Acid ). Inhibisi peningkatan transmisi GABA pada amigdala, midbrain midbrain,, dan 6

 

hypothalamus dapat menimbulkan respon psikologi mirip cemas. Sedangkan norepinefrin yang berhubungan berhubungan dengan presinaptik α2α2 -adrenergic adrenergic   reseptor tidak kalah penting. Orang dengan gangguan panik cenderung memiliki reseptor yang lebih sensitif.

2.1.2.2. Faktor Genetik Berbagai penelitian telah menemukan bahwa hubungan keturunan pertama dengan gangguan panik, memiliki risiko 4 sampai 8 kali lebih tinggi untuk memiliki gangguan yang sama dibandingkan dengan gangguan jiwa lainnya. Saudara kembar monozigot lebih berisiko saling memiliki gangguan cemas dibandingkan dengan kembar dizigot1. Selain itu, penelitian oleh MacKinnon juga menujukkan bahwa faktor keturunan tidak harus dengan gangguan panik. Keluarga yang memiliki gangguan afekif seperti bipolar juga dapat memberikan 90% kemungkinan terjadinya gangguan panik 8.

2.1.2.3. Faktor Psikososial Menurut konsep teori psikoanalitik, serangan panik merupakan kegagalan  perlindungan terhadap gangguan cemas. Banyak penderita gangguan panik merasa bahwa serangan panik dapat muncul secara tiba-tiba, tetapi eksplorasi  psikodinamik yang lebih lanjut menunjukkan bahwa terdapat dorongan  psikologikal yang yang menyebabkan serangan panik. Orang dengan gangguan panik memiliki kejadian hidup yang dipandang lebih stress dibandingkan orang normal yang tanpa disadari sudah terjadi berbulan-bulan sebelum serangan  panik datang1. Penelitian oleh Goodwin juga mengatakan bahwa serangan  panik dapat dicetuskan oleh gangguan obsesi-kompulsif 9. Dari teori psikodinamik, orang dengan gangguan panik cenderung sulit mengendalikan rasa marah dan agresivitas. Seperti contohnya memiliki harapan dapat melakukan balas dendam terhadap orang tertentu. Selain itu, orang dengan gangguan panik memiliki gaya perlekatan yang bermasalah. Mereka sering berpandangan bahwa perpisahan dan kelekatan merupakan sesuatu yang 7

 

eksklusif. Hal ini tampak pada keseharian pasien yang cenderung menghindari  perpisahan dan sering kali melakukan gaya interaksi yang terlalu mengontrol orang lain1. Penelitian oleh Battaglia juga mengatakan bahwa gangguan pada anak yang takut untuk dipisahkan dari rumah dan orang yang disayang dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya gangguan panik dengan agorafobia10. 2.1.3.  Kriteria Diagnostik Kriteria diagnostik menurut PPDGJ III yaitu terjadinya beberapa serangan berat ansietas otonomik, yang terjadi dalam periode kira-kira satu bulan: a.  Pada keadaan-keadaan yang sebenarnya secara obyektif tidak ada bahaya;  b.  Tidak terbatas hanya pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya; c.  Adanya keadaan relatif bebas gejala ansietas dalam periode antara serangan-serangan  panik (meskipun lazim terjadi juga ansietas antisipatorik) Sedangkan menurut DSM-5 2 kriteria diagnostik untuk gangguan panik yaitu; A.  Pengulangan serangan panik yang tak terduga. Serangan panik merupakan efek dari ketakutan hebat atau ketidaknyamanan yang mencapai puncaknya dalam hitungan menit, dan selama itu terjadi empat atau lebih leb ih gejala berikut: 1.Palpitasi atau peningkatan heart rate  rate  2.Berkeringat 3.Tangan bergetar 4.Sensasi nafas pendek 5.Rasa seperti dicekik 6.Nyeri dada 7.Mual 8.Pusing 9.Demam 10. Paresthesia 11. Derealisasi atau depersonalisasi 12. Ketakutan kehilangan kendali 13.  Ketakutan untuk sekarat 8

 

B.  Paling tidak salah satu serangan diikuti dengan 1 bulan atau lebih dari salah satu atau kedua hal berikut: 1.  Perhatian menetap atau kekhawatiran tentang serangan panik mendatang atau konsekuensinya (seperti kehilangan kendali, serangan jantung, “menggila”)  “menggila”)   2.  Perubahan gaya hidup yang signifikan untuk menghindari serangan C.  Gangguan tidak disebabkan oleh efek psikologikal p sikologikal dari zat atau kondisi medis lainnya. D.  Gangguan tidak dapat dijelaskan dengan gangguan mental lainnya. 2.1.4.  Manifestasi Klinis Serangan panik yang pertama biasanya terjadi secara spontan. Bermula dengan serangan selama 10 menit peningkatan gejala seperti ketakutan yang berlebih dan  perasaan akan mati. Pasien biasanya tidak tidak mengetahui sumber ketakutan mereka tetapi akan merasa bingung dan kesulitan untuk konsentrasi. Pada pemeriksaan fisik biasa ditemukan takikardi, palpitasi, dipsneu, dan  berkeringat yang berlangung be rlangung selama 20 sampai 30 3 0 menit dan jarang mencapai menc apai lebih dari 1 jam. Pada pemeriksaan status mental selama serangan panik akan ditemukan kesulitan bicara dan memori yang terganggu. Pasien mungkin merasa depresi atau depersonalisasi selama serangan1. Fokus utama pada orang dengan gangguan panik adalah takut kematian yang dikarenakan gangguan jantung atau saluran pernafasan. Pasien merasa palpitasi dan nyeri dada yang dirasakannya dapat menyebabkan kematian. Dalam kasus emergensi, lebih baik diagnosis diarahkan ke serangan panik dibanding hipokondriasis7. 2.1.5.  Diagnosis Banding 2.1.5.1. Gangguan Medis Gangguan panik harus dapat dibedakan dengan gangguan medis lainnya dengan gejala yang mirip. Berbagai gangguan endokrin seringkali dikaitkan dengan gangguan panik serperti hipotiroid, hipertiroid, dan hiperparatiroidisme. Hipoglikemi episodik yang berkaitan dengan insulinoma juga memiliki kondisi mirip panik. Selain itu gangguan jantung dan paru yaitu aritmia, PPOK (penyakit paru obstruktif kronis), dan asma dapat memberikan gejala otonom 9

 

dan perasaan cemas yang meningkat sehingga sulit dibedakan dengan gangguan  panik. 1 

2.1.5.2. Gangguan Mental Gangguan panik harus dapat dibedakan dengan beberapa gangguan mental terutama gangguan cemas lainnya. Serangan panik dapat terjadi pada banyak gangguan cemas seperti fobia sosial, PTSD ( Post-Traumatic Stress Disorder )),, dan OCD (Obsessive-Compulsive (Obsessive-Compulsive Disorder ). ). Kunci dari diagnosis gangguan  panik adalah dengan riwayat pengulangan serangan panik secara spontan. Membedakan dengan gangguan cemas menyeluruh men yeluruh lebih sulit, namun serangan  panik biasanya berlangsung cepat dengan durasi pendek berbeda dengan gangguan cemas menyeluruh yang berlangsung lebih pelan.

1,7

 

2.1.6.  Terapi Terapi untuk pasien dengan gangguan cemas akan lebih efektif dengan  penggabungan 2 jenis terapi yaitu farmako terapi dan psikoterapi

1,7,11

. Sekitar 1 dari

3 penderita gangguan panik seringkali juga menderita agorafobia sehingga terapi kognitif perilaku tidak boleh dikesampingkan 12.

2.1.6.1. Farmakoterapi Obat utama dalam terapi gangguan panik berasal dari golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor ) dan Benzodiazepin. Golongan obat depresi lainnya seperti Tricyclic Antidepressants  Antidepressants  dan MAOIs ( Monoamine Oxidase Inhibitors) Inhibitors) juga dapat digunakan, tetapi penggunaanya harus memperhatikan efek samping dari golongan tersebut. Tricyclic Tricyclic   yang biasa digunakan adalah imipramine13. Namun imipramine memiliki efek samping yang berat yaitu efek anti kolinergik, k olinergik, sedasi, dan hipotensi ortostatik yang kuat sehingga jika pasien tidak toleran terhadap efek samping tersebut lebih baik menggunakan SSRI sebagai antidepressant   yang efek sampingnya lebih rendah.

10

 

Seluruh SSRI efektif untuk mengobati gangguan panik. Efek sedasi obat antidepressant dapat menenangkan pasien segera dari serangan panik. Namun efek samping lain yaitu peningkatan berat badan juga harus dipertimbangkan dalam pemberian obat. Pilihan obat antara lain paroksetin 10-60 mg/hari, sertalin 25-200 mg/hari, fluoksetin 10-60 mg/hari, fluvoksamin 50-300 mg/hari, dan lain lain14. Pemberian obat berlangsung selama 3 sampai 6 bulan atau lebih tergantung kondisi pasien.

Benzodiazepin memiliki onset kerja yang cepat untuk meredakan panik yang biasanya dikonsumsi selama 4 sampai 6 minggu, kemudian perlahan diturunkan hingga akhirnya dihentikan. Obat yang paling sering digunakan untuk gangguan panik adalah Alprazolam 3-6 mg/hari dan Lorazepam 2-6 mg/hari. Namun lama pemberian Benzodiazepin harus disesuaikan dengan dosis pemberian agar efek samping ketergantungan tidak timbul 1,7. 2.1.6.2. Psikoterapi Psikoterapi yang paling dianjurkan untuk gangguan panik adalah terapi kognitif dan perilaku1,15,16. Pada Buku Ajar Psikiatri UI7 terdapat tiga tahapan  jenis psikoterapi yang dapat dilakukan terhadap terhadap pasien dengan gangguan panik yaitu terapi relaksasi, terapi kognitif perilaku, dan psikoterapi dinamik. Terapi relaksasi memiliki prinsip untuk melatih pernafasan, mengendurkan seluruh otot tubuh, dan mensugesti pikiran ke arah konstruktif agar individu lebih tenang dan dapat meredakan serangan panik. Terapi diawali dengan bimbingan dokter terhadap pasien selama sekitar 20 sampai 30 menit dan selanjutnya  pasien dianjurkan melakukannya sendiri di rumah bila serangan panik muncul.

Terapi kognitif perilaku bertujuan untuk membentuk kembali pola perilaku dan pikiran yang irasional menjadi lebih rasional. Selama 30 sampai 45 menit  pasien diberi pekeraan rumah yang harus dibuat setiap hari dan membuat daftar  pengalaman dalam menyikap berbagai peristiwa setiap harinya. harinya. Pekerjaan yang dilakukan kemudian dibahas dengan dokter setiap kunjungan konsultasi. Terapi 11

 

ini juga berfokus pada menyadarkan dan pemberitahuan informasi terhadap  pasien mengenai gangguan panik 1. Pasien ditanyakan mengenai persepsi mereka mengenai gangguan yang mereka alami lalu didiskusikan bersama dokter. Terdapat dua kategori dalam menyadarkan pasien, pertama pasien diberikan penjelasan secara logis mengenai apa yang mereka rasakan seperti mengenai berdebar-debar dan sesaknya. Kedua, pasien ditanyakan mengenai  pendapat mereka mengenai gejala yang mereka alami. Pada kategori kedua ini,  pasien akan cenderung menceritakan bagaimana mereka melakukan akifitas yang menghindari gejala, namun pasien akan diminta untuk tidak melakukan hal tersebut dan segera mencari bantuan ketika merasakan gejala. Terapi ini terbukti 85% dapat membebaskan pasien dari panik 16.

Psikoterapi ketiga yang diberikan kepada pasien adalah psikodinamik. Pada  jenis terapi ini, pasien akan diajak untuk lebih banyak bercerita mengenai  pemahaman diri dan kepribadiannya. Dokter lebih banyak mendengar, tetapi  pada pasien pendiam dokter dapat bersikap lebih aktif. Terapi dilakukan selama kurang lebih 24 sesi sebanyak 2 kali seminggu. Hal ini memerlukan waktu yang  panjang dan kerjasama yang baik antara pasien dan da n dokter. Menurut penelitian yang dilakukan Barbara Milrod dkk, metode ini memiliki angka drop out  yang  yang  paling sedikit yaitu 7% dibandingkan dengan metode lainnya seperti kognitif  perilaku (27%) dan pengobatan (39%) 17. 2.1.7.  Prognosis Penderita gangguan panik biasanya merupakan gangguan yang sudah bersifat kronis. Akan tetapi penderita dengan fungsi premorbid yang baik dan durasi serangan yang singkat cenderung memiliki prognosis yang lebih baik. b aik. Sekitar 30% sampai 40%  pasien terbebas dari gejala setelah tinjauan jangka panjang, 50% masih memiliki gejala gejala ringan tetapi tidak mempengaruhi kehidupan mereka, dan 10% sampai 20% sisanya masih memiliki gejala menetap. Depresi dapat mengkomplikasi gejala pada 40% sampai 50% pasien. Walaupun penderita cenderung tidak membicarakan mengenai ide  bunuh diri, tetapi mereka memiliki potensi untuk melakukan bunuh diri. 12

 

BAB III KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan Gangguan panik adalah salah satu gangguan cemas akibat serangan panik berulang yang  persisten dan menyebabkan perubahan sikap dan perilaku pada pasien. Semua golongan usia dapat mengalami gangguan ini walaupun kecenderungan terjadi pada golongan usia dewasa muda. Gangguan panik ini sering berjalan bersamaan dengan agorafobia atau gangguan depresi. Gejala yang ditimbulkan dalam gangguan panik mirip dengan gejala pada gangguan penyakit organic seperti gangguan endokrin, sistem respirasi, dan jantung. Diagnostik gangguan cemas diperoleh ketika terdapat beberapa serangan panik berat yang dikarenakan ketakutan hebat atau ketidaknyamanan yang terjadi selama beberapa menit dalam kurun waktu 1 bulan. Serangan tersebut terjadi pada keadaan yang secara objektif tidak bahaya dan juga tidak terbatas pada situasi yang sudah diketahui. Selain itu, antar serangan panik harus terdapat fase bebas gejala tetapi masih terdapat kekhawatiran mengenai serangan panik mendatang atau perubahan perilaku yang signifikan untuk menghindari serangan selanjutnya. Gangguan panik dapat diatasi dengan gabungan farmakoterapi dan psikoterapi. Farmakoterapi yang diberikan berasal dari kelompok antidepressant dan antiansietas.  Antidepressant  yang  yang diberikan dapat berasal dari golongan go longan SSRI, Tricyclic Tricyclic,, atau MAOI tergantung kondisi pasien. Sedangkan antiansietas yang diberikan dari golongan benzodiazepin, biasanya menggunakan Alprazolam 3-6 mg/hari. Psikoterapi yang dilakukan pada pasien berupa terapi relaksasi, terapi kognitif dan perilaku, dan terapi psikodinamis dimana masing-masing juga memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing tergantung kondisi pasien. Pada pasien yang mengalami gejala gangguan panik, tidak mudah bagi awam untuk mengetahui diagnosis pasti dari gejala yang mereka alami. Perlu konsultasi lebih lanjut kepada dokter untuk mengetahui diagnosis pasti pada gejala-gejala tersebut. Pada pasien yang telah didiagnosis gangguan panik, gejala akan selalu ada jika tidak dilakukan terapi yang sesuai. Banyak Ban yak dari pasien yang pada akhirnya harus hidup dengan gejala gangguan panik sepanjang hidupnya karena terapi yang tidak adekuat atau kepatuhan terhadap terapi yang rendah dan segera melakukan 13

 

terapi, terdapat kemungkinan 30% sapai 40% untuk terlepas dari gejala. Maka dari itu, dukungan terhadap pasien untuk menjalani seluruh terapi dengan rutin, teratur, dan sesuai dengan anjuran dokter harus dioptimalkan untuk kesembuhan pasien.

14

 

DAFTAR PUSTAKA 1.

Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral

Sciences/Clinical Psychiatry. Wolters Kluwer Health; 2014. 5093 p. 2.

Association AP. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5®).

American Psychiatric Pub; 2013. 1519 p. 3.

Panic Disorder: Background, Etiology, Epidemiology. 2017 Dec 6; Available from:

https://emedicine.medscape.com/article/287913-overview 4.

Corna LM, Cairney J, Herrmann N, Veldhuizen S, McCabe L, Streiner D. Panic disorder

in later life: results from a national survey of Canadians. Int Psychogeriatr Camb. 2007 Dec;19(6):1084 – 96. 96. 5.

Konishi Y, Tanii H, Otowa T, Sasaki T, Motomura E, Fujita A, et al. Gender-Specific

Association between the COMT Val158Met Polymorphism and Openness to Experience in Panic Disorder Patients. Neuropsychobiology Basel. 2014 Jun;69(3):165 – 74. 74. 6.

Kessler RC, Chiu WT, Jin R, Ruscio AM, Shear K, Walters EE. The epidemiology of

 panic attacks, panic disorder, and agoraphobia in the National Comorbidity Survey Replication. Arch Gen Psychiatry. 2006 Apr;63(4):415 – 24. 24. 7.

Elvira DSD SpKJ (K). Buku Ajar Psikiatri UI. 258-263 p.

8.

MacKinnon DF, Zandi PP, Cooper J, al et. Comorbid bipolar disorder and panic disorder

in families with a high prevalence of bipolar disorder. Am J Psychiatry Wash. 2002 Jan;159(1):30 – 5 5.. 9.

GOODWIN R, LIPSITZ JD, CHAPMAN TF, MANNUZZA S, FYER AJ. Obsessive-

compulsive disorder and separation anxiety co-morbidity in early ea rly onset panic disorder. Psychol Med Camb. 2001 Oct;31(7):1307 – 10. 10. 10.

Battaglia M, Bertella S, Politi E, Bernardeschi L, al et. Age at onset of panic disorder:

Influence of familial liability to the disease and of childhood separation anxiety disorder. Am J Psychiatry Wash. 1995 Sep;152(9):1362 – 4 4.. 11.

Barlow DH, Gorman JM, Shear MK, Woods SW. Cognitive-Behavioral Therapy,

Imipramine, or Their Combination for Panic Disorder: A Randomized Controlled Trial. JAMA. 2000 May 17;283(19):2529 – 36. 36. 12.

Wolfe B. Treatment of Panic Disorder: A Consensus Development Conference. 15

 

American Psychiatric Pub; 1994. 398 p. 13.

Clark DM, Salkovskis PM, Hackmann A, Middleton H, Anastasiades P, Gelder M. A

Comparison of Cognitive Therapy, Applied Relaxation Relax ation and Imipramine in the Treatment of Panic Disorder. Br J Psychiatry. 1994 Jun;164(6):759 – 69. 69. 14.

Panic Disorder Medication: Anxiolytics, Benzodiazepines, Antidepressants, SSRIs,

Antidepressants, TCA, Antidepressants, MAO Inhibitors, Antidepressants, SNRI’s, Antidepressants, Others [Internet]. [cited 2018 Mar 4]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/287913-medication#3 15.

Vos SPF, Huibers MJH, Diels L, Arntz A. A randomized clinical trial of cognitive

 behavioral therapy and interpersonal psychotherapy for panic disorder with agoraphobia. Psychol Med Camb. 2012 Dec;42(12):2661 – 72. 72. 16.

Goldberg C. Cognitive-Behavioral Therapy for Panic: Effectiveness and Limitations.

Psychiatr Q N Y. 1998 Mar;69(1):23 – 44. 44. 17.

Milrod B, Leon AC, Busch F, Rudden M, al et. A Randomized Controlled Clinical Trial

of Psychoanalytic Psychotherapy for Panic Disorder. Am J Psychiatry Wash. 2007 Feb;164(2):265 – 72. 72.

16

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF