Referat Efusi Pleura

May 27, 2016 | Author: Widia Isa Aprillia Sujana | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Referat Efusi Pleura...

Description

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada sebagian besar penyakit yang berkaitan dengan efusi pleura, hasil analisis cairan pleura memberikan informasi diagnostik yang penting, dan pada beberapa kasus, analisis cairan pleura sendiri dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis. Dalam diagnosis efusi pleura, sebuah pendekatan yang sistematis sangat direkomendasikan, dimulai dengan penilaian awal riwayat medik pasien, pemeriksaan klinis, pendekatan secara radiologis, evaluasi cairan pleura, dan akhirnya adalah pleural biopsy with image-guidance atau thoracoscopy.Evaluasi cairan pleura sangat penting dalam mendiagnosis etiologi efusi pleura dan dalam menentukan penatalaksanaan pada efusi pleura. 1.2. Rumusan Masalah a. Apa definisi efusi pleura? b. Apa saja gejala yang timbul dari efusi pleura? c. Bagaimana patofisiologi efusi pleura? d. Bagaimana pendekatan diagnostik efusi pleura? e. Apa perbedaan cairan transudat dan eksudat? 1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum Mampu mendiagnosis efusi pleura 1.3.2. Tujuan Khusus  Mampu mengenali gejala efusi pleura  Mampu memahami patofisiologi efusi pleura  Mampu memahami pendekatan diagnostik efusi pleura  Mampu membedakan cairan transudat dan eksudat pada efusi pleura

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Patofisiologi Efusi Pleura Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Membran pleura merupakan membran serosa mesenkimal yang berpori-pori, tempat sejumlah kecil cairal interstitial bertransudasi secara terusmenerus ke dalam ruang pleura. Cairan ini membawa protein jaringan, yang memberi sifat mukoid pada cairan pleura, sehingga memungkinkan pergerakan paru berlangsung dengan sangat mudah (Guyton, 2007). Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya beberapa mililiter. Cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Dalam keadaan normal, 0,5 ml cairan pleura diproduksi setiap jam. Cairan pleura diserap pada tingkat yang sama dengan tingkat produksi untuk mempertahankan volume cairan di dalam rongga pleura secara konstan. Bila jumlah ini mejadi lebih dari cukup untuk menciptakan suatu aliran dalam rongga pleura, kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik yang terbuka secara langsung dari rongga pleura ke dalam (1) mediastinum, (2) permukaan atas diafragma, dan (3) permukaan lateral pleura. Akumulasi cairan pleura terjadi ketika beban cairan intrapleura 30 kali lipat dari keadaan normal (Ali, 2010; Guyton, 2007). Efusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam rongga pleura. Penyebab efusi pleura adalah (1) hambatan drainase limfatik dari rongga pleura, (2) peningkatan tekanan kapiler paru sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura, (3) tekanan osmotik koloid plasma yang sangat menurun, sehingga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan, dan (4) infeksi atau setiap penyebab peradangan lainnya pada permukaan rongga pleura, yang merusak membran kapiler dan memungkinkan kebocoran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton, 2007). Efusi cairan dapat berbentuk cairan transudat atau eksudat. Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit adalah transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik

2

menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorpsi oleh pleura lainnya (Halim, 2014). Biasanya hal ini terdapat pada 1) meningkatnya tekanan kapiler sistemik, 2) meningkatnya tekanan kapiler pulmoner, 3) menurunnya koloid osmotik dalam oleura, dan 4) menurunnya tekanan intra pleura (Halim, 2014). Efusi cairan berbentuk transudat terjadi karena penyakit lain bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, pericarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan pneumotoraks (Halim, 2014). Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler yang permeabilitasnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan

permeabilitas

kapiler

pembuluh

darah

pleura

meningkat

sehinggaterjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah Mycobacterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit(amoeba, paragonimiosis, ekinokokus), jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis rheumatoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi (Halim, 2014). 2.2. Pendekatan Diagnostik Efusi Pleura Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pasien dengan efusi pleura biasanya menunjukkan gejala klinis efusi pleura berupa sesak napas (dyspnea), nyeri pleuritik, dan batuk. Pada pemeriksaan fisik, dapat dijumpai gerak napas tertinggal pada sisi efusi, sela iga nampak melebar dan menonjol, suara ketok terdengar redup sesuai dengan luas efusi, dapat membentuk garis Ellis Damoiseau, tanda-tanda pendorongan mediastinum, fremitus raba menurun, suara napas menurun atau menghilang, dan suara bronkial dan egofoni sering dijumpai tepat di atas efusi (Margono, 2005). Anamnesis mengenai riwayat penyakit jantung, ginjal, dan gangguan pada liver dapat mengindikasikan efusi cairan transudat. Riwayat adanya keganasan dapat mengindikasikan malignant pleural effusion. Pembengkakan pada tungkai atau adanya deep-vein thromobosis (DVT) dapat menyebabkan efusi pleura oleh

3

sebab emboli paru. Riwayat pneumonia mengindikasikan parapneumonic effusion. Adanya trauma pada thorax dapat menyebabkan hemothorax. Adanya batuk darah kemungkinan disebabkan oleh adanya keganasan, emboli paru, atau tuberkulosis. Demam dapat dijumpai pada penderita tuberkulosis, pneumonia, dan empyema. Penurunan berat badan dapat terjadi pada penderita tuberkulosis atau pada penderita keganasan. Asites dijumpai pada penderita gangguan fungsi liver (cirrhosis), keganansan ovarium atau Meig Syndrome. Pericardial friction rub dapat dijumpai pada penderita perikarditis (McGrath, 2011). Gambaran radiografik efusi pleura ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: jumlah cairan yang terdapat pada rongga pleura, posisi pengambilan foto, keadaan cairan efusi (bebas atau terperangkap, danada tidaknya kelainan pada parenkim paru. Pada pemeriksaan foto toraks rutin tegak, cairan pleura tampak berupa perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya relatif readiopak dengan permukaan atas cekung, berjalan dari lateral atas ke arah medial bawah, karena cairan mengisi ruang hemitoraks sehingga jaringan paru dapat terdorong ke arah sentral/hilus, dan kadang-kadang mendorong mediastinum ke arah kontralateral (Djojodibroto, 2007; Rasad, 2013). Jumlah cairan minimal yang dapat terlihat pada foto toraks tegak adalah 250300ml. Bila jumlah cairan kurang dari 250 ml (100-200 ml), dapat ditemukan pendisian cairan di sinus kostofrenikus posterior pada foto toraks lateral tegak. Cairan yang kurang dari 100 ml (50-100ml), dapat diperlihatkan dengan posisi dekubitus dan arah sinar horisontal di mana cairan akan berkumpul di sisi samping bawah(Rasad, 2013). Efusi pelura yang mempunyai gambaran atipikal dihasilkan oleh cairan efusi yang terperangkap, atua cairan efusi tersebut tidak bebas bergerak sehingga tidak dapat menuju daerah yang paling rendah. Hal ini dsebut dengan loculated plueral effusion (Djojodibroto, 2007). Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan terutama pada efusi yang terlokalisasi. Pemeriksaan CT Scan dapat membantu; adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura (Halim, 2014).

4

Gambar 1. Efusi Pleura pada pulmo sinitra.

Gambar 2. CT Scan pada efusi pleura. Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi (Halim, 2014).

Gambar 3. Torakosentesis.

5

Penilaian awal termasuk observasi langsung dari warna cairan, bau, dan kekeruhan. Cairan berwarna merah darah perlu dilakukan tes untuk kadar hemoglobin. Bila kadar hemoglobin di atas 50% dari kadar hematokrit darah perifer, hal ini menunjukkan hemothorax. Bila warna kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empyema. Kekeruhan dapat ditimbulkan oleh leukositosis, cellular debris, atau kadar lipid yang tinggi pada cairan pleura. cairan yang berwarna seperti susu, keruh, atau purulen harus disentrifus untuk membedakan antara empyema (supernatant dari empyema berwarna jernih) dari chylothorax atau psedochylothorax (tetap keruh karena kadar lipid yang tinggi) (Ali, 2010). Tes laboratorium spesifik pada cairan pleura termasuk tes pH, total protein, lactate dehydrogenase (LDH), glukosa, pemeriksaan sitologi. Kadar pH dan glukosa biasanya menurun pada penyakit-penyakit infksi, artritis rheumatoid dan neoplasma. Peningkatan kadar amilase dapat terjadi pada pankreatitis dan metastasis adenosarkoma (Halim, 2014). Tabel 1. Perbedaan biokimia efusi pleura. Transudat Kadar protein dalam efusi (g/dL) 3 > 0,5 > 200 > 0,6 > 1,016 Positif

Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura penting untuk diagnostik cairan pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel0sel tertentu:  Sel neutrophil: menunjukkan adanya infeksi akut.  Sel limfosit: menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa atau limfoma maligna.  Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya infark    

paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit. Sel mesotel maligna: pada mesothelioma. Sel-sel besar dengan banyak inti: pada artritis rheumatoid. Sel L.E: pada lupus eritematosus sistemik. Sel maligna: pada paru/metastase (Halim, 2014).

6

Pendekatan diagnostik pada efusi pleura juga dapat melalui image-guided biopsy atau thoracoscopy. 2.3. Manajemen Efusi Pleura Membedakan apakah cairan efusi adalah transudat atau eksudat merupakan hal yang penting. Cairan transudat pada umumnya disebabkan oleh proses sistemik, dan pengobatan underlying illness biasanya dapat mengurangi jumlah dari efusi cairan transudat (misalnya pada gagal jantung kongestif atau pada cirrhosis). Berbeda dengan transudat, efusi cairan eksudat memerlukan evaluasi yang lebih teliti agar etiologi spesifik dapat ditemukan dan diobati, terutama pada keganasan, tuberkulosis, dan empyema (Ali, 2010). Terlepas dari penyebabnya, efusi pleura yang mengganggu fisiologis jantung atau paru memerlukan drainase melalui torakosentesis atau chest thoracostomy. Complicated parapneumonic effusions kemungkinan memerlukan evakuasi sempurna dari rongga pleura dengan cara torakosentesis serial atau chest tube drainage. Indikasi untuk evakuasi sempurna dari rongga pleura antara lain pengecatan Gram dari cairan pleura menunjukkan hasil yang positif, kadar LDH cairan efusi 3 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan batas atas LDH serum normal, loculated pleural fluid, kadar glukosa pada cairan pleura < 40 mg/dL, dan pH < 7,0 (Ali, 2010). Tabel 2. Indikasi complete evacuation dari rongga pelura pada complicated parapneumonic pleural effusions.

7

BAB III RINGKASAN Efusi pleura adalah keadaan di mana terjadi akumulasi cairan yang abnormal dalam rongga pleura. Gejala klinis efusi pleura yaitu sesak napas, nyeri dada pleuritik dan batuk kering dapat terjadi. Tanda-tanda yang sesuai dengan efusi pleura adalah penurunan fremitus raba, redup pada perkusi, dan berkurangnya suara napas. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan analisa cairan pleura. Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura antara lain: 1) penyakitpenyakit yang menyebabkan tekanan hidrostatik meningkat; 2) penyakit-penyakit yang menyebabkan tekanan osmotik koloid menurun; 3) hambatan drainase oleh sistim limfatik pleura, dan 4) penyakit-penyakit yang menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat. Secara biokimia, cairan pleura dibedakan menjadi transudat dan eksudat. Pada analisis cairan pleura, parameter yang dapat digunakan untuk membedakan cairan transudat dan eksudat antara lainkonsentrasi protein dalam efusi, rasio konsentrasi protein dalam efusi dan dalam serum, konsentrasi LDH dalam efusi, rasio konsentrasi LDH dalam efusi dan dalam serum, berat jenis cairan efusi dan tes Rivalta. Membedakan

transudat

dan

eksudat

merupakan

hal

yang

penting,

karena

penatalaksanaan pada efusi cairan transudat berbeda dengan eksudat.

8

DAFTAR PUSTAKA Ali J, et al. 2010. PulmonaryPathophysiology: A Clinical Approach. USA: McGrawHill. p. 191-197. Djojodibroto D. 2007. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC. hal 95. Guyton AC, Hall JE. 2007. Pernapasan. In: Rachman LY, et al. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 514. Jakarta: EGC. Halim H. 2014. Penyakit-Penyakit Pleura. In: Setiati S, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 1631-1633. Jakarta: Interna Publishing. Margono BP, et al. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Paru, 56-58. Surabaya: RSUD Dr. Soetomo. McGrath EE, Anderson PB. 2011. Diagnosis of Pleural Effusion: A Systematic Approach. American Journal of Critical Care Volume 20 No.2; 119-127. Rasad S. 2013. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. hal 116.

9

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF