Referat Dss
August 27, 2017 | Author: Vrenda Alia | Category: N/A
Short Description
dss dengue syok sindrom...
Description
Referat Dengue Shock Syndrome
Pembimbing dr. Dyah Kurniati, Sp.A
Penyusun Zuki Saputra 030.07.283
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSPAU dr. Esnawan Antariksa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Periode 3 September – 10 November 2012
1
Lembar pengesahan Dengan hormat , Presentasi referat pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSPAU dr. Esnawan Antariksa periode 3 September – 10 November 2012 dengan judul “Dengue Shock Syndrom” yang disusun oleh : Nama
: Zuki Saputra
NIM
: 030.07.283
Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth : Pembimbing : dr. Dyah Kurniati, Sp.A
Menyetujui ,
( dr. Dyah Kurniati, Sp.A )
2
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat mengenai “Dengue Shock Syndrome“ guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSPAU dr. Esnawan Antariksa periode 3September – 10 November 2012. Disamping itu, makalah ini ditunjukan untuk menambah pengetahuan bagi yang membacanya. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis agar referat ini dapat menjadi lebih baik. Penulis mohon maaf yang sebesar – besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun kekurangan dalam makalah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri maupun pembaca umumnya.
Jakarta, Oktober 2012 Penulis
3
DAFTAR ISI Halaman 6 9 9 10 12 17 27 28 31 32 41 43 44 45
Isi Pendahuluan Etiologi Vektor Epidemiologi Patogenesis Manifestasi Klinis Derajat DBD Pemeriksaan Penunjang Diagnosis Penatalaksanaan Komplikasi Prognosis Kesimpulan Daftar Pustaka
BAB I PENDAHULUAN Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyebab penyakit pada anak-anak di Asia Tenggara yang perlu mendapatkan perawatan di rumah sakit. Infeksi mungkin tanpa gejala 4
atau mungkin menimbulkan berbagai sindroma klinis mulai dari demam berdarah (DF), suatu nonspesifik penyakit demam, demam berdarah dengue (DHF), dan dengue syok sindrom (DSS). (4) Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue, sampai demam berdarah dengue disertai syok (dengue shock syndrome). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es yang terlihat di atas permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan (silent dengue infection dan demam dengue) merupakan dasarnya. Tanda patognomonik antara demam dengue dan demam berdarah dengue adalah peningkatan permeabilitas kapiler darah yang menyebabkan adanya kebocoran dari intravaskuler ke kompartemen ekstravaskuler. Pada DBD yang parah hilangnya plasma sangat penting, pasien menjadi hipovolemik, tanda-tanda circulatory compromise, dan dapat menjadi syok. Demam berdarah dengue mempunyai kemungkinan 5% menyebabkan kematian, tetapi bila berkembang menjadi sindrom syok dengue akan meningkatkan kematian hingga 40%. Sindrom syok dengue merupakan salah satu kegawatan di bidang infeksi. Masalah yang berkembang di Indonesia belakangan ini adalah kecenderungan pasien yang menderita demam berdarah dengue jatuh pada keadaan yang lebih berat, yaitu sindrom syok dengue . Berbagai faktor ikut menggiring terjadi sindrom syok dengue yaitu faktor genetik, ketahanan host, virulensi virus dengue, intensitas infeksi, vektor Aedes aegypti, tatanan lingkungan yang masih ramah terhadap vektor serta penatalaksanaan yang masih perlu dioptimalkan. (2) Penanganan DSS adalah resusitasi dengan pemberian cairan secara parenteral, dengan tujuan untuk memulihkan dan mempertahankan kebutuhan cairan selama periode meningkatnya permeabilitas kapiler. Perawatan khusus diperlukan untuk menghindari overload cairan dengan semua komplikasinya. Bila resusitasi cairan dimulai sejak tahap awal, syok biasanya reversibel, dan setelah masalah kebocoran plasma teratasi, pasien dapat sembuh dengan baik. Rekomendasi dari WHO adalah pergantian volume inisial dengan cairan kristaloid diikuti dengan plasma atau koloid pada pasien dengan syok. (6) Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya prilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang 5
tahun. Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum memeperlihatkan hasil yang memuaskan. Titik berat upaya pemberantasan vektor demam berdarah oleh masyarakat dengan melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ). (2)
BAB II PEMBAHASAN 2.1
DEFINISI Sindrom syok dengue adalah derajat terberat dari DBD yang terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan keluar dari intravaskuler ke ekstravaskuler, sehingga terjadi penurunan volume intravaskuler dan hipoksemia. Syok yang biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari sakit ke 7 disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritonium, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemia yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena, preload miokard, volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ. (1,2) Pada fase awal sindrom syok dengue fungsi organ vital dipertahankan dari hipovolemia oleh sistem homeostasis dalam bentuk takikardi, vasokonstriksi, penguatan kontraktilitas miokard, takipnea , hiperpnea, dan hiperventilasi. Vasokonstriksi perifer mengurangi perfusi non esensial di kulit yang menyebabkan sianosis, penurunan suhu permukaan tubuh dan pemanjangan waktu pengisian kapiler (>2detik). Perbedaan suhu kulit dan suhu tubuh yang >2oC menunjukkan mekanisme homeostasis masih utuh. Pada 6
tahap sindrom syok dengue kompensasi, curah jantung dan tekanan darah normal kembali. Penurunan tekanan darah merupakan manifestasi lambat sindrom syok dengue, berarti sistem homeostasis sudah terganggu dan kelainan hemodinamik sudah berat, sudah terjadi dekompensasi. Pasien awalnya terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat lemah, tekanan nadi ≤ 20 mmhg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih dalam keadaan sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. (2) Sindrom syok dengue berlanjut dengan kegagalan mekanisme homeostasis. Efektivitas dan intregitas sistem kardiovaskular rusak, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi makro dan mikro terganggu, dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan ireversibel, terjadi kerusakan sel dan organ dan pasien akan meninggal dalam 12-24jam. (11)
2.2
ETIOLOGI (2,4,5) Virus dengue merupakan small single stranded RNA. Infeksi dengue disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal dengan genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sehingga tidak memberikan perlindungan memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi 3-4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan versirkulasi sepanjang tahun di Indonesia. Serotipe Den-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak menimbulkan manifestasi klinis yang berat. Virus dengue
2.3
VEKTOR (4,16) 7
Aedes aegypti adalah vektor utama nyamuk demam beradrah. Nyamuk ini merupakan nyamuk yang berada di daerah tropis dan subtropis. Nyamuk dewasa biasanya berada di ruangan tertutup dan menggigit pada siang hari. Mereka beradaptasi dan berkembang biak di sekitar tempat tinggal manusia, dalam kemasan air,vas, kaleng, ban bekas, dll. Virus berkembang di nyamuk selama 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum menularkan kembali ke manusia. Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incibation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia ke nyamuk hanya terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari sebelum timbul demam. (2)
2.4
TRANSMISI (4,5,15) Virus DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk aedes aegypti betina yang infektif. Nyamuk medapatkan virus saat menghisap darah manusia yang terinfeksi virus dengue. Setelah masa inkubasi, nyamuk yang terinfeksi dapat menularkan virus selama sisa hidupnya. Bahkan nyamuk betina yang terinfeksi juga dapat menularkan virus kepada anak-anak mereka dengan transovarial (melalui telur) transmisi, tetapi peran penularan virus ke manusia belum didefinisikan.
Manusia yang terinfeksi virus adalah pembawa utama dan pengganda virus, karena sebagai sumber infeksi bagi nyamuk yang tidak terinfeksi. Virus beredar dalam darah manusia yang terinfeksi selama dua sampai tujuh hari, sekitar waktu yang sama mereka mengalami demam, nyamuk Aedes bisa mendapatkan virus saat periode ini.
8
2.5
EPIDEMIOLOGI (3,4,5,13) Demam berdarah dengue terjadi dimana banyak tipe virus dengue secara simultan atau berurutan ditularkan. Demam ini adalah endemik di Asia tropik, dimana suhu panas dan praktik penyimpanan air dirumah menyebabkan populasi Aedes aegypti besar dan permanen. Pada keadaan ini infeksi dengan virus dengue dari semua semua tipe sering ada, dan infeksi kedua dengan tipe heterolog sering terjadi. Sesudah umur 1 tahun hampir semua penderita dengan sindrom syok dengue mempunyai kenaikan sekunder antibodi terhadap virus dengue, yang menunjukkan infeksi sebelumnya dengan virus yang terkait erat. Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad 18. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952, penyakit ini menimbulkan manifestasi klinis yang berat. Dalam kurun waktu lebih dari 35 tahun terjadi peningkatan yang pesat, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit. Sampai akhir tahun 2005, DBD sudah ditemukan di seluruh profinsi di Indonesia dan 35 kabupaten/kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa (KLB). Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100.00 penduduk pada tahun 1968, menjadi 43,42 per 100.000 pendududuk pada akhir tahun 2005.
9
Faktor-faktor yang mempengaruhi
peningkatan dan penyebaran kasus DBD
sangat kompleks, yaitu : •
Pertumbuhan penduduk yang tinggi
•
Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali
•
Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis
•
Peningkatan sarana transportasi
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain status imunitas penjamu, kepadatan vektor nyamuk transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Pola berjangkit virus dengue dipengaruhi iklim dan kelembaban udara. Pada suhu panas (28-32oC) dengan kelembaban tinggi, nyamuk aedes aegypti akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian ditemukan lebih banyak terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Di Indonesia pengaruh musim terhadap demam berdarah dengue tidak begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September sampai Februari dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari.
10
2.6
PATOGENESIS (2,3,5) Patogenesisnya belum dimengerti secara sempurna; penelitian epidemiologi memberi kesan bahwa biasanya disertai dengan infeksi dengue tipe 2,3, dan 4 sekunder. Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi tubuh memberikan reaksi yang berbeda ketika seseorang mendapat infeksi yang berulang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk. Hal ini merupakan dasar teori yang disebut the secondary heterologous infection atau the sequential infection hypothesis. Infeksi virus yang berulang ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan kompleks antigen-antibodi dengan konsentrasi tinggi. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasi oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antbodi dependent enchancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemik dan syok. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada tiap pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi yang kaan mengaktifkan sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien yang syok berat volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan pada rongga serosa (efusi pleura,ascites). Syok yang tidak ditangani secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia. Selain aktifkan komplemen, reaksi ini pun menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivisasi sistem koagulasi melalui kerusakan endotel pembuluh darah. Kedua 11
faktor tersebut menyebabkan perdarahan oada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat
dari
perlekatan
kompleks
antigen-antibodi
pada
membran
trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP, sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini membuat trombosit dihancurkan oleh RES sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini menyebabkan pengeluaran platelet faktor III sehingga terjadi koagulopati konsumtif (KID), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga ada penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Disisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehinga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi perdarahan pada DBD akibat trombositopenia, penurunan faktor pembekuan akibat KID, kelainan fungsi trombosit, kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan memperberat syok yang terjadi. Dampak metabolik lain yang terjadi pada infeksi virus dengue ialah memposisikan tubuh host dalam kondisi hipermetabolik. Pada kondisi hipermetabolik tubuh menuntut mitokondria untuk meningkatkan produksi ATP. Dampak sampingnya ialah peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS). ROS bersama sitokin proinflamatori menyebabkan penurunan elastisitas otot polos kapiler, miokard dan berpengaruh pada sistem konduksi jantung terutama pada sindrom syok dengue. Dapat dipahami bahwa syok pada infeksi DBD dapat terjadi akibat perpindahan plasma, perdarahan, kelumpuhan otot polos vaskuler, kelumpuhan miokard.9 a. Volume plasma10 Penyelidikan volume plasma pada kasus demam berdarah dengue dengan menggunakan 131 Iodine labelled human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa syok. Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan bahwa syok terjadi akibat kebocoran plasma ke daerah ekstravaskular melalui kapiler yang rusak. Bukti yang mendukung ialah meningkatnya berat badan, ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan perikardium. 12
b. Trombositopenia Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit. Penyebab peningkatan destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi penyebab yaitu virus dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada demam berdarah dengue 10 Tabel mengenai hubungan jumlah trombosit dengan risiko perdarahan11 Trombositopenia dan Risiko Perdarahan Jumlah Trombosit (sel/µl) Risiko >100.000 Tidak ada risiko tinggi 50.000-100.000 Risiko trauma mayor 20.000-50.000 Risiko trauma minor 40
Heart rate
Takikardia +
Takikardia ++
Taki/bradikardia
Tekanan Sistolik
Normal
Normal/menurun
Tidak terukur
Nadi/volume
Normal/menurun
Menurun +
Menurun ++
22
Capillary refill
Normal/meningkat 3-5 detik
Meningkat > 5 detik
Meningkat ++
Kulit
Dingin, pucat
Dingin/mottled
Dingin+/deadly pale
Pernafasan
Takipneu
Takipneu +
Sighing respiration
Kesadaran
Gelisah
Lethargi bereaksi
Reaksi -/ hanya terhadap nyeri
Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer dari syok. Namun secara umum bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh akan mengadakan respon untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat pada organ-organ vital melalui reflex neurohumoral. Integritas sirkulasi tergantung pada volume darah yang beredar, tonus pembuluh darah dan sistem pompa jantung. Gangguan dari salah satu fungsi tersebut dapat menyebabkan terjadinya syok. Bila terjadi syok hipovolemik maka mekanisme kompensasi yang terjadi adalah melalui: -
.Baroreseptor Reseptor ini mendapat rangsangan dari perubahan tagangan dalam pembuluh darah.
Bila terjadi penurunan tekanan darah maka rangsangan terhadap baroreseptor akan menurun, sehingga rangsangan yang dikirim baroreseptor ke pusat juga berkurang sehingga akan terjadi: -
Penurunan rangsangan terhadap cardioinhibiotor centre
-
Penurunan hambatan terhadap pusat vasomotor
Akibat dari kedua hal tersebut maka akan terjadi vasokonstriksi dan takikardia. Baroreseptor ini terdapat di sinus karotikus, arkus aorta, atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan dalam sirkulasi paru. Baroreseptor sinus karotikus merupakan baroreseptor perifer yang paling berperan dalam pengaturan tekanan darah. -
Kemoreseptor
Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah menurun sampai 60mmHg, maka yang bekerja adalah kemoreseptor, yang terangsang bila terjadi hipoksia dan
23
asidosis jaringan. Akibat rangsangan kemoreseptor ini adalah vasokonstriksi yang luas dan rangsangan pernafasan. -
Cerebral ischkemic reseptor
Bila aliran darah ke otak menurun sampai 4%) di daerah tepi dijumpai pada hari sakit ke 3-7. b. Trombosit jumlah trombosit ≤ 100.000/ul atau kurang dari 1-2 trombosit/lpb. Pada hari ke 3-7 c. Hematokrit 26
gambaran hemokonsentrasi. Merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Nilai hematokrit dipengaruhi oleh pergantian cairan atau perdarahan. d. Kadar albumin menurun sedikit dan besifat sementara e. Eritrosit dalam tinja hampir selalu ditemukan f. Penurunan faktor koagulasi dan fibrinotik yaitu fibrinogen, protrombin seperti faktor V, VII, IX, X g. Waktu tromboplastin parsial dan waktu protrombin memanjang h. Hipoproteinemia i. Hiponatremia j. SGOT/SGPT sedikit meningkat k. Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen terdapat pada syok yang berkepanjangan. Radiologi Pada foto thoraks DBD grade III / IV dan sebagian grade II didapatkan efusi pleura, biasanya sebelah kanan. Posisi foto adalah lateral dekubitus kanan. Ascites dan efusi pleura dapat di deteksi dengan pemeriksaan USG. Serologis 1. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI test) Merupakan uji serologis yang dianjurkan dan sering dipakai dan dipergunakan sebagai gold standard pada pemeriksaan serologis. Meskipun begitu, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan pada uji HI ini : (a) Uji HI sensitif tetapi tidak spesifik, artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus apa yang menginfeksi, (b) antibodi HI bertahan sangat lama dalam tubuh (sampai > 48 tahun), sehingga sering dipakai dalam studi sero-epidemiologi, (c) untuk diagnosis membutuhkan kenaikan titer konvalesens 4x lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (> 1280) baik
27
pada serum akut atau konvalesens dianggap sebagai positif infeksi dengue yang baru terjadi (recent dengue infection). 2. Uji Komplemen fiksasi (CF test) Uji komplemen fiksasi jarang digunakan sebagai uji diagnostik rutin, oleh karena cara pemeriksaan yang rumit dan memerlukan tenaga yang berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi CF hanya bertahan beberapa tahun saja (2-3 tahun). 3. Uji Neutralisasi (NT test) Merupakan uji yang paling sensitif dan spesifik untuk virus dengu. Uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plague reduction Neutralization Test (PRNT) yang berdasarkan adanya reduksi dari plak yang terjadi. Antibodi neutralisasi dideteksi hampir bersamaan dengan HI antibodi dan bertahan lama (> 4-8 tahun). Tetapi uji neutralisasi juga rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin. 4. IgG dan IgM Elisa Setelah satu minggu terinfeksi virus dengue, terjadi viremia yang diikuti oleh pembentukan IgM antidengue. IgM hanya berada dalam waktu yang relatif singkat dan akan disusul dengan pembentukan igG. Pada kira-kira hari ke 5 terbentuklah antibodi yang bersifat menetralisasi virus. Imunoserologi berupa IgM (merupakan penanda infeksi saat ini) dan IgG (merupakan penanda infeksi masa lalu). IgM akan terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari setelahnya. Sedangkan IgG terdeteksi pada hari ke-14 pada infeksi primer dan hari ke-2 pada infeksi sekunder.
28
5. NS1-Ag tes tes yang dapat mendiagnosis
DBD dalam waktu demam 8 hari
pertama yaitu antigen virus dengue yang disebut dengan antigen NS1. Keuntungan mendeteksi antigen NS1 yaitu untuk mengetahui adanya infeksi dengue pada penderita tersebut pada fase awal demam, tanpa perlu menunggu terbentuknya antibodi. Pemeriksaan antigen NS1 diperlukan untuk mendeteksi adanya infeksi virus dengue pada fase akut, dimana pada berbagai penelitian menunjukkan bahwa NS1 lebih unggul sensitivitasnya dibandingkan kultur virus dan pemeriksaan PCR maupun antibodi IgM dan IgG antidengue. Spesifisitas antigen NS1 100% sama tingginya seperti pada gold standard kultur virus maupun PCR. Antigen NS1 merupakan glikoprotein tersekresi 48 kDa yang tidak terdapat pada partikel virus yang terinfeksi namun terakumulasi di dalam supernatan dan membran plasma sel selama proses infeksi. NS1 merupakan gen esensial di dalam sel yang terinfeksi dimana fungsinya sebagai ko-faktor untuk replikasi virus, yang terdapat bersama di dalam bentuk replikasi RNA double-stranded (Mackenzie, 1996). Immune recognition dari permukaan sel NS1 pada sel endotel dihipotesiskan berperan dalam mekanisme kebocoran plasma yang terjadi selama infeksi virus dengue yang berat. Sampai saat ini, bagaimana NS1 berhubungan dengan membran plasma, yang tidak berisi motif sekuens membranespanning masih belum jelas. NS1 terikat secara langsung pada permukaan berbagai tipe sel epitelial dan sel mesensimal, juga menempel secara kurang lekat terhadap berbagai sel darah tepi. NS1-Ag tes adalah tes untuk deteksi protein non struktur NS-1 Ag yang ada dalam sirkulasi dan dapat mendeteksi ke empat serotipe. Keunggulannya dapat mendeteksi virus lebih awal, mulai dari hari ke-1 demam sampai demam hari ke-9 dan mempunyai sensitivitas DEN-1 : 88,9%, DEN-2 : 87,1%, DEN-3 : 100%, DEN-4 : 93,35%. 2.10
DIAGNOSIS (1,2,3)
29
Definisi kasus untuk sindrom syok dengue ialah harus memenuhi kriteria demam berdarah dengue ditambah bukti gagal sirkulasi. Kriteria demam berdarah dengue yaitu: Gejala klinis
Demam berlangsung 2-7 hari, kadang bifasik
Kecenderungan perdarahan, dibuktikan sedikitnya dengan satu hal berikut ini: -tes tornikuet positif -ptekie, ekimosis atau purpura -perdarahan dari mukosa, saluran gastrointestinal, tempat injeksi atau lokasi lain -hematemesis atau melena
Hepatomegali
Syok
Laboratorium
Trombositopenia (100.000 sel per mm3 atau kurang)
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit sama atau lebih besar dari
20%diatas rata-rata, atau ditandai dengan hipoproteinemia) Isolasi virus di serum dan deteksi imunoglobulin (IgM dan IgG) dengan enzym-linked immunosorbent assay (ELISA), antibodi moniklonal, atau tes hemaglutinasi Kimia darah: ketidakseimbangan elektrolit, asidemia, peningkatan basa urea nitrogen Tes fungsi hati: transaminase yang meningkat Tes Guaiac sebagai pemeriksaan darah samar pada tinja Pemeriksaan penunjang lain: Radiografi dada: efusi pleura CT-Scan kepala tanpa kontras: Perdarahan intrakranial, edema serebri. 2.11
PENATALAKSAAN (5,10) Sindroma syok dengue merupakan keadaan darurat dalam bidang medis, setiap menit menentukan prognosis pada pasien. Pemberian cairan yang adekuat sangat 30
diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma. Pemberian cairan adekuat yang terlambat dapat menyebabkan multisistem disfungsi organ yang dapat
menyebabkan
kematian.
Gangguan
elektrolit
(natrium
dan
kalsium),
ketidakseimbangan asam-basa dapat terjadi dan meningkatkan potensi terjadinya disseminated intravascular coagulopathy (DIC). Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan yang utama, yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak akan cepat mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam.2 Indikasi perawatan:
Takikardi
Capillary refill yang lebih lama dari normal (>2detik)
Dingin dan pucat
Perubahan status neurologik
Oliguria
Hematokrit mendadak tinggi
Tekanan nadi menyempit (20 mmHg tidak sesak nafas/sianosis ekstremitas hangat diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam
kesadaran menurun nadi lembut/tidak teraba tekanan nadi
View more...
Comments