Referat Dengue Shock Syndrome

August 27, 2017 | Author: nurulazizahhh | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Referat...

Description

REFERAT DENGUE SHOCK SYNDROME

PEMBIMBING: dr. H. Asep Saiful Karim Sp. PD

DISUSUN OLEH: Primanda Andyastuty 030.07.204

KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDI ASIH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI PERIODE 12 NOVEMBER 2012 – 19 JANUARI 2013

BAB I PENDAHULUAN Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis DBD serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai. Infeksi sekunder dengan serotipe virus Dengue yang berbeda dari sebelumnya merupakan faktor resiko terjadinya manifestasi Deman Berdarah Dengue yang berat atau Dengue Shock Syndrome (DSS). Namun sampai saat ini mekanisme respons imun pada infeksi oleh virus dengue masih belum jelas, banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue antara lain faktor host, lingkugan (environment) dan faktor virusnya sendiri. Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Faktor lingkungan (environment) yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim); Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk). Jenis nyamuk sebagai vektor penular penyakit juga ikut berpengaruh. Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-

Timur telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun. Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun. Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. (1)

BAB II DENGUE SHOCK SYNDROME

2.1 Definisi Dengue shock syndrome (DSS) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria DBD disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. DSS adalah kelanjutan dari DBD dan merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus dengue, derajat paling berat, yang berakibat fatal.(1,2,3) Seluruh kriteria DBD (4) disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu : - Penurunan kesadaran, gelisah -Nadi cepat, lemah - Hipotensi -Tekanan nadi < 20 mmHg -Perfusi perifer menurun - Kulit dingin -lembab. Dengue Shock Syndrome bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas dan tiba-tiba, tetapi juga merupakan suatu permasalahan klinis, karena 30-50% penderita demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan kematian terutama bila tidak ditangani sevara dini dan adekuat.(2)

2.2 Etiologi Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe virusyaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. keempatnya ditemukan di Indonesia dengan den3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia,pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan menunjukkan manifestasi klinik yang berat.(1,2,3) Penularan terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutamaAedes aegypti dan A.albopictus). Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission). Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia,yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.(1,2) •Virus Virus dengue (DEN) adalah small single-stranded RNA virus yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri atas asam ribonukleast rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu

DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempat serotipe tersebut dapat ditemukan di Indonesia namun yang paling banyak adalah DEN-3. •Vektor Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi, khususnya Ae. aegypti. Nyamuk ini merupakan spesies tropikal dan subtropikal yang menyebar luas di dunia. Perindukan nyamuk Aedes terjadi dalam bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng yang berisi air dan tempat penampungan air lainnya). Sehingga nyamuk yang belum matur dapat ditemukan pada tempat-tempat tersebut. •Host Inkubasi virus dengue terjadi dalam 4-10 hari. Setelah masa inkubasi tersebut infeksi oleh virus dengue dapat menyebabkan spektrum penyakit yang luas, walaupun sebagian besar infeksi asimptomatik atau subklinis. Virus dengue masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yangmenghisap darah manusia. Selama fase akut virus dapat ditemukan dalamdarah. Respon imun humoral dan selular berkontribusi dalam melawanvirus ini dengan membentuk antibodi netralisasi dan mengaktifkan limfositCD4+ dan CD8+. 2.3 Patofisiologi Patofisiologi yang terutama pada Dengue Shock Syndrom ialah tejadinya peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak dengan akibat terjadinya perembesan plasma dan elekrolit melalui endotel dinding pembuluh darah dan masuk kedalam ruang interstitial, sehingga menyebabkan hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia dan efusi cairan ke rongga serosa. Pada penderita dengan renjatan berat maka volume plasma dapat berkurang sampai kurang lebih 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan hipovolemi ini bila tidak segera diatasi maka dapat mengakibatkan anoksia jaringan, asidosis metabolik, sehingga terjadi pergeseran ion kalium intraseluler ke ekstraseluler. Mekanisme ini diikuti pula dengan

penurunan kontraksi otot jantung dan venous pooling, sehingga lebih lanjut akan memperberat renjatan. Sebab lain kematian penderita DSS ialah perdarahan hebat saluran pencernaan yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi adekuat. Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh : a. Trombositopenia hebat, dimana trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan. b. Gangguan fungsi trombosit c. Kelainan system koagulasi, masa tromboplastin partial, masa protrombin memanjang sedangkan sebagian besar penderita didapatkan masa thrombin normal. Beberapa factor pembekuan menurun, termasuk factor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen. d. Pembekuan intravaskuler yang meluas (Disseminated Intravascular Coagulation DIC). (2)

2.4 Perjalanan Penyakit Infeksi dengue merupakan penyakit yang bersifat sistemik dan dinamis.Infeksi dengue mempunyai spektrum klinis yang luas meliputi manifestasi klinisyang berat dan tidak berat. Setelah massa inkubasi, infeksi dengue dibagi menjaditiga fase yaitu: (1) fase demam, (2) fase kritis dan (3) fase penyembuhan. (1) Fase Demam Pasien biasanya demam tinggi secara tiba-tiba. Fase demam akut ini biasanya terjadi selama 2-7 hari dan sering disertai dengan muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh badan, myalgia, arthtalgia dan nyeri kepala. Beberapa pasien mengalami nyeri tenggorokan, penurunannafsu makan, mual dan muntah. Cukup sulit untuk membedakan dengan infeksi virus lainnya. Tes tourniquet positif pada fase ini memperbesar kecurigaan infeksi dengue. Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan mukosa dapat terjadi. Perdarahan vagina yang

masif dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi pada fase ini namun jarang terjadi. Dapat pula terjadi pembesaran hepar.

(2)Fase Kritis Pada hari ke 3-7, ketika suhu menurun pada 37,5-38 oC, peningkatan permeabilitas kapiler yang secara peralel terhadap kenaikan hematokritdapat terjadi. Hal ini menandakan dimulainya fase kritis. Biasanyakebocoran plasma secara klinik terjadi selama 24-48 jam. Leukopeni yang progresif diikuti dengan penurunan angka trombosit biasanya mendahului terjadinya kebocoran plasma. Dalam keadaan seperti ini pasien yang tidak mengalami peningkatan permeabilitas kapiler keadaan umumnya akan membaik, sedangkan pasien yang mengalami peningkatan permeabilitas kapiler justru akan memburuk keadaannya karena kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma bervariasi mulai dari kebocoran plasma minimal sampai terjadi efusi pleura dan ascites. Peningkatan kadar hematokrit dari nilai awal dapat digunakan untuk melihat keparahan dari kebocoran plasma. Bila terjadi kebocoran plasma yang berat dapat terjadi syok hipovolemik. Bila syok terjadi berkepanjangan maka organ tubuh akan mengalami hipoperfusi sehingga dapat menyebabkan kegagalan organ, acidosis metabolik dan disseminated intravascular coagulation. Selain syok dapat pula terjadi gangguan organ berat yang lain misalnyahepatitis berat, encephalitis atau myocarditis serta perdarahan berat.

(3)Fase Penyembuhan Bila pasien dapat bertahan pada masa kritis maka akan terjadi reabsorbsicairan ekstravaskular secara bertahap selama 48-72 jam. Keadaan umum akan membaik, nafsu makan kembali baik, gejala gastrointestinal mereda,hemodinamik stabil.

2,5 Manifestasi Klinis Dengue Shock Syndrome (DSS) menurut klasifikasi WHO (1975) merupakan demam berdarah dengue derajat III dan IV atau demam berdarah dengue dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai tingkat renjatan. (3,4,5,6) Terjadinya renjatan pada DBD biasanya terjadinya pada saat atau setelah demam menurun yaitu diantara hari ke-3 dan ke-7, bahkan renjatan dapat terjadi pada hari ke-10. Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi dayatahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus sehingga dapat bsifatasimptomatik, atau berupa demam yang tidak khas (undifferentiated fever), demam dengue (DD),demam berdarah dengue (DBD) atau sindrom syok dengue (SSD).(1,2,3)

Masa inkubasi dalam tubuh manusia selama 4-6 hari (rentang 3-14 hari) timbul gejala prodromal yang tidak khas berupa nyeri kepala, tulang belakang, dan merasa lemas. 1. Demam Dengue Gejala klasik ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah,dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2hari ) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukanpetekie. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai denganperdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan menoragi.(1,2,3,4) 2. Demam Berdarah Dengue Bentuk klasik ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena. Kebanyakan kasus, petekie halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole, yang biasanyaditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.(1,2,3,4) 3. Sindrom Syok Dengue Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai harisakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang

ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi < 20mmHg, hipotensi, pengisian kapiler terlambat dan produksi urin yang berkurang. Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna. infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis) dan terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti ensefalopati dan gagal hati. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2-3 hari,kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan.(1,2,3,4) 2.6 Pemeriksaan Penunjang a. Laboraturium Pemeriksaan darah yang dilakukan untuk screening infeksi dengue adalah pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, angka trombosit dan apusan darah tepiuntuk melihat adanya limfositosis relatif disertai dengan limfosit plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue ataupun deteksi antigen virus RNA dengue. Namun karena prosedur yang rumit maka tes serologis yang mendeteksi antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgMatau IgG lebih banyak digunakan.Parameter laboratorium yang dimonitor antara lain: •

Leukosit; dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui limfositosis relatif disertai adanya limfosit plasma biru.



Trombosit; umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke-3-8.



Hematokrit; kebocoran plasma dibuktikan dengan adanya peningkatanhematokrit >20% dari nilai awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.



Hemostasis; dilakukan pemeriksaan PTT, APTT, fibrinogen, D-Dimer pada keadaan yang dicurigai adanya perdarahan atau kelainan pembekuan darah.



Protein/albumin; dapat ditemukan hipoalbuminuria apabila terjadikebocoran plasma.



SGOT/SGPT; dapat ditemukan peningkatan.



Ureum/kreatinin; bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.



Elektrolit; sebagai parameter pemberian cairan.



Golongan darah; bila dibutuhkan tranfusi darah atau komponen darah.



Imunoserologi; IgM dideteksi mulai pada hari ke 3-5, meningkat pada minggu ke 3 dan hilang setelah 60-90 hari. IgG pada infeksi primer mulai dideteksi pada hari ke 14 sedangkan pada infeksi sekunder mulai dideteksi pada hari ke 2.

b. Radiologis Pada foto dada bisa didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan. Pemeriksaan foto rontgen sebaiknya dalam posisi dekubitus lateral kanan(RLD) Ascites dan efusi pleura dapat dideteksi dengan pemeriksaan USG.(3,4) c. Tes Diagnostik Diagnosis infeksi dengue yang tepat dan efisien merupakan elemen yang penting dalam penatalaksanaan infeksi dengue. Metode diagnosis laboratorium untuk mengkonfirmasi infeksi dengue dapat dilakukan dengan mendeteksi adanya virus, asam nukleat virus, antigen, maupun antibodi. Setelah onset penyakit, virus dapat dideteksi pada serum, plasma, sel darah, dan jaringan lain selama 4-5 hari.Selama fase awal penyakit, isolasi virus, deteksi asam nukleat atau antigen dapat dilakukan untuk mendiagnosis infeksi dengue. Pada akhir fase akut infeksi,metode serologi merupakan pilihan utama.(5) Respon antibodi terhadap adanya infeksi sangat bervariasi antar individu. Antibodi IgM merupakan imunoglobulin yang paling awal muncul. Antibodi ini dapat dideteksi pada 50% pasien 3-5 hari setelah onset penyakit, meningkat menjadi 80% pada hari ke 5 dan menjadi 99% pada hari ke 10. (5) Puncak IgM adalah 2 minggu setelah onset penyakit kemudian menurun sampai pada kadar yang tidak terdeteksi setelah 2-3 bulan. Anti dengue srum IgG secara umum dapat dideteksi pada kadar kecil pada akhir minggu pertama kemudian meningkat perlahan. Serum IgG dapat dideteksi setelah beberapa bulan bahkan seumur hidup. Pada infeksi sekunder, titer

antibodi akan meningkat lebih cepat.Imunoglobulin yang dominan adalah IgG yang terdeteksi dalam kadar yang tinggi bahkan dalam fase akut.(5)

Sebelum hari ke 5 dari onset penyakit atau selama fase demam, infeksi dengue dapat didiagnosis dengan isolasi virus pada kultur sel, deteksi RNA virus dengan nucleic acid amplification test (NAAT) atau dengan mendeteksi antigen virus dengan ELISA atau rapid test. NS1 dan rapid dengue antigen detection test dapat digunakan karena cepat dan terjangkau.Setelah hari ke 5 dari onset penyakit, virus dengue dan antigen akan menghilang dari darah dan mulai muncul antibodi spesifik. Antigen NS1 mungkin masih dapat dideteksi pada sebagian kecil orang. Tes serologi, waktu pengambilan spesimen lebih fleksibel daripada isolasi virus atau antigen.(5)

2.

2.7 Penatalaksanaan Dalam melakukan tata laksana infeksi dengue harus dilakukan 3 tahap yaitu penilaian yang menyeluruh, diagnosis dan penilaian keparahan infeksi dengue setelah itu baru dilakukan manajemen yang tepat.

Step I. Penilaian yang menyeluruh Penilaian yang menyeluruh harus meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis (Riwayat Penyakit) , meliputi: •

onset demam atau onset penyakit



jumlah intake oral



adanya tanda-tanda peringatan



diare



penurunan kesadaran/ kejang/ dizziness



jumlah urin output (frekuensi, volume dan kapan terakhir BAK)



Riwayat lain yang berkaitan (riwayat infeksi dengue dikeluarga dan lingkungan sekitar; perjalanan kedaerah endemis; kondisi yang memperberat infeksi dengue seprti kehamilan, bayi, kegemukan, diabetes mellitus, hipertensi).

Pemeriksaan Fisik , meliputi: •

penilaian status mental



penilaian status hidrasi



penilaian status hemodinamik



cek adanya takipnea, pernafasan asidosis (kussmaul), efusi pleura



cek adanya nyeri tekan pada abdomen, hepatomegali, ascites



pemeriksaan adanya ruam atau manifestasi perdarahan



tes tourniquet

Pemeriksaan laboratorium, meliputi:

Pada kunjungan pertama pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan. Nilai hematokrit pada awal fase demam akan menjadi nilai dasar (baseline). Pada infeksi dengue biasanya terjadi penurunan angka leukosit. Penurunan angka trombosit yang cepat dan kenaikan hematokrit diandingkan dengan nilai dasar menunjukkan adanya kebocoran plasma dan mulainya fase kritis. Tes laboratorium yang lain yang juga penting dilakukan adalah tes fungsi liver,glukosa, elektrolit serum, urea dan kreatinin, EKG dan urinalisa.

Step II. Penilaian fase penyakit dan keparahannya Berdasarkan penilaian riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium maka dapat ditentukan apakah penyakit tersebut adalah infeksi dengue, dalam fase apa, apakah terdapat tanda peringatan, status hemodinamik dan hidrasinya serta apakah pasien butuh rawat inap. Kriteria rawat inap adalah: •

adanya tanda peringatan



tanda dan gejala hipotensi yang kemungkinan berhubungan dengan kebocoran plasma



perdarahan



gangguan fungsi organ seperti ginjal, hepar, jantung dan neurologis.



penemuan dari pemeriksaan penunjang seperti kenaikan hematokrit, efusi pleura, dan ascites.



keadaan yang memperberat misalnya kehamilan, diabetes mellitus,hipertensi, ulkus peptikum, anemia hemolitik, bayi atau usia tua.



indikasi sosial misalnya tingggal sendiri, tinggal jauh dari fasilitaskesehatan, tidak tersedia transportasi kefasilitas kesehatan.

Step III. Manajemen

Berdasarkan manifestasi klinis infeksi dengue, pasien dapat dimanajemendengan rawat jalan, dirawat dirumah sakit dengan perawatan biasa, dengan perawatan emergensi.

Grup A. Pasien yang dirawat dirumah. Pasien ini adalah pasien yang dapat mentoleransi cairan oral secara adekuatdan dapat BAK minimal 6 jam sekali, tidak ada tanda peringatan, terutama saat panas mulai menurun. Pasien rawat jalan harus dimonitor tiap hari untuk

perkembangan penyakit hingga pasien

melewati fase kritis. Hal yang harusdimonitor adalah hematokrit, angka trombosit, pola suhu badan, jumlah cairanyang masuk dan keluar, jumlah urin, tanda peringatan, tanda kebocoran plasmadan perdarahan. Manajemennya yaitu: •

Berikan oral rehydration solution (ORS), jus buah dan cairan lain yangmengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang hilang karenademam dan muntah. Cairan yang diberikan jangan terlalu banyak mengandung gula. Cairan yang adekuat dapat menurunkan angkahospitalisasi.



Berikan parasetamol jika pasien mengalami demam. Interval pemberian parasetamol tidak boleh kurang dari 6 jam. Jangan memberikan aspirin,ibuprofen atau NSAID lain karena dapat memicu terjadinya gastritis dan perdarahan.



Pasien harus segera dibawa ke rumah sakit apabila ditemukan tanda-tandasebagai berikut: tidak ada perbaikan klinis, penurunan keadaan pasien, nyeriabdomen yang berat, muntah yang terus menerus, ekstremitas dingin danlembab, letargi atau gelisah, perdarahan (hematemesis-melena), tidak BAK lebih dari 4-6 jam.

Grup B. Pasien yang harus dirawat di rumah sakit. Pasien dalam grup ini adalah pasien yang membutuhkan rawat inap dirumahsakit untuk pengawasan terutama saat mendekati fase kritis. Grup ini meliputi pasien dengan tanda peringatan, pasien dengan keadaan khusus seperti kehamilan, bayi, usia tua, obesitas, diabetes mellitus dan gagal ginjal, pasien dengan kondisisosial tertentu misalnya tinggal sendiri dan jauh

dari pelayanan kesehatan.Jika pasien menunjukkan tanda peringatan, tata laksana yang harusdikerjakan yaitu: •

Periksa kadar hematokrit pasien sebelum melakukan terapi cairan. Berikancairan isotonik seperti salin normal atau ringer lactate (RL). Mulai dengan5-7 ml/jam/KgBB untuk 1-2 jam, kemudian kurangi menjadi 3-5 ml/jam/KgBB untuk 2-4 jam, dan kemudian kurangi lagi menjadi 2-3ml/jam/KgBB atau kurang berdasarkan keadaan klinisnya.



Nilai ulang keadaan klinis dan hematokrit. Jika kadar hematokrit masihsama atau meningkat sedikit maka lanjutkan terapi cairan dengan kecepatanyang sama yaitu 2-3 ml/jam/KgBB selama 2-4 jam. Jika vital signmemburuk dan hematokrit meningkat secara cepat, naikkan kecepatantetesan menjadi 5-10 ml/jam/KgBB untuk 1-2 jam. Nilai ulang keadaanklinis dan hematokrit.



Berikan volume cairan intravena yang sesuai untuk menjaga perfusi jaringanyang bagus dan urin output 0,5 ml/Kg/jam. Cairan intravena biasanya hanyadibutuhkan dalam 24-48 jam. Kurangi cairan intravena secara bertahapketika fase kritis akan berakhir. Hal ini diindikasikan dengan urin outputdan intake cairan oral yang adekuat serta kadar hematokrit yang menurunsampai dibawah nilai dasar.



Pasien

dengan

tanda

peringatan

harus

dimonitor

hingga

fase

kritis

berakhir.Keseimbangan cairan yang masuk dan keluar harus dijaga. Hal-hal yangharus dimonitor adalah vital sign dan perfusi jaringan perifer (setiap 1-4 jamhingga fase kritis berakhir), urin output (setiap 4-6 jam), hematokrit (setiap6-12 jam), kadar glukosa dan fungsi organ yang lain.Jika pasien tidak menunjukkan tanda peringatan, tata laksana yang harusdilakukan adalah: •

menyarankan intake cairan oral. Jika tidak dapat ditoleransi, baru dilakukanterapi cairan intravena dengan salin normal atau RL dengan kecepatanrumatan (lihat tabel 1). Untuk pasien dengan berat badan lebih atau obesitasdigunakan berat badan ideal untuk menghitung kebutuhan cairan (lihat tabel2).



Pasien harus dimonitor untuk pola demam, volume intake cairan dan cairanyang hilang, urine output (jumlah dan frekuensi), tanda peringatan,hematokrit dan angka trombosit.

Tabel 1. Penghitungan jumlah kebutuhan cairan rumatan.

Tabel 2. Jumlah cairan rumatan per jam untuk pasien dengan obesitas.

Grup C. Pasien yang membutuhkan perawatan emergensi. Pasien membutuhkan perawatan emergensi saat memasuki fase kritis danmenunjukkan tanda-tanda infeksi dengue berat yaitu: •

Kebocoran plasma berat yang menyebabkan syok dan atau akumulasicaiaran dengan distress nafas.



perdarahan hebat.



gangguan organ (kerusakan hepar, gangguan pada ginjal, kardiomiopati,ensefalopati atau ensefalitis).Pasien dengan keadaan seperti diatas harus dirawat dirumah sakit yangmempunyai

fasilitas

ICU

dan

tranfusi

darah.

Resusitasi

cairan

merupakanmanajemen yang utama. Cairan kritaloid diberikan dalam jumlah yang tepat untuk

menjaga

sirkulasi

yang

efektif

selama

periode

kebocoran

plasma

berlangsung.Plasma yang bocor harus segera diganti dengan cairan kristaloid atau dalamkeadaan syok hipotensif dapat diberikan cairan koloid. Cari tranfusi darah yangcocok dan lakukan tranfusi hanya jika terjadi perdarahan yang hebat.Resusitasi cairan diberiakn dengan bolus 10-20 ml/KgBB dan diberiakandalam periode waktu

tertentu dan harus dimonitor untuk mencegah terjadinyaedema paru. Tujuan dari reusitasi cairan ini adalah untuk memperbaiki sirkulasisentral dan perifer (menurunkan takikardia, meningkatkan tekanan darah, volumenadi, ekstremitas hangat dan pink serta waktu pengisian kapiler < 2 detik) sertamemperbaiki perfusi end-organ (kesadaran membaik, urine output > 0,5ml/Kg/jam, menurunkan acidosis metabolik).

Tata laksana Syok Untuk pasien dengan tanda-tanda syok tata laksana yang harus dilakukan adalah Mulai dengan resusitasi cairan dengan cairan kristaloid 5-10 ml/KbBB/jamselama 1 jam. Kemudia nilai keadaan pasien (vital sign, waktu pengisiankapiler, hematokrit dan urine output). •

Jika keadaan pasien membaik, cairan intravena dikurangi secara bertahapmenjadi 5-7 ml/KgBB/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5 ml/KgBB/jamselama 2-4 jam, kemudian 23 ml/KgBB/jam dan selanjutnya nilai ulang keadaan pasien jika baik berikan cairan rumatan denga penghitungan seperti pada tabel 1.



Jika keadaan pasien belum stabil (masih syok), periksa hematokrit setelah bolus pertama. Jika hematokrit meningkat atau > 50% ulang bolus keduadengan kristaloid 10-20 ml/KgBB/jam selam a 1 jam. Jika terdapat perbaikan keadaan kurangi kecepatan menjadi 7-10 ml/KgBB/jam selama 1-2 jam, kemudian kurangi lagi kecepatan seperti langkah diatas. Jikahematokrit menurun dari keadaan awal ( anak-anak 0,5 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasidengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai acute tubular necrosis,ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.

Edema paru Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampaikelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadireabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih(kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpamemperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertaisembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran edema paru pada fotorontgen dada.Komplikasi infeksi dengue biasanya berasosiasi dengan semakin beratnya bentuk demam dengue yang dialami, pendarahan, dan shock syndrome.Komplikasi paling serius walaupun jarang terjadi adalah sebagai berikut: •

Dehidrasi



Jumlah platelet yang rendah



Hipotensi



Bradikardi



Kerusakan hati o Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba sampai 2-4 cm di bawah arcuscosta kanan, derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit.Untuk menemukan pembesaran hati ,harus dilakukan perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati sering kali ditemukan dan pada sebagian kecilkasus dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di daerah hati tampak jelas padaanak dan berhubungan dengan adanya perdarahan.



Gangguan neurogik (kejang, ensephalopati)



Pendarahan

2.10 Prognosis Prognosis infeksi dengue tergantung tingkat keparahan penyakit dan komplikasi yang muncul.Kematian sering terjadi jika terdapat perdarahan yang berat, syok yang tidak dapat teratasi,, efusi pleura dan ascites yang berat dan kejang. Kematian dapat juga disebabkan oleh sepsis karena tindakan dan infeksi sekunder yang tejadiselama perjalanan penyakit. Kematian terjadi pada kasus berat yaitu pada waktu muncul komplikasi pada sistem syaraf,kardiovaskuler, pernapasan, darah, dan organ lain. Kematian disebabkan oleh banyak faktor,antara lain: (5,7) 1.Keterlambatan diagnosis 2.Keterlambatan diagmosis syok 3.Keterlambatan penanganan syok 4.Syok yang tidak teratasi 5.Kebocoran plasma yang berat 6.Perdarahan yang masif 7.Kegagalan banyak organ 8.Kelebihan cairan ynag diberikan 9.Ensefalopati 10.Sepsis 11.Kegawatan karena tindakan

BAB III KESIMPULAN Infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian berkisar 24.000. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh tanda renjatan atau syok dapat berakibat fatal. Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satumasalah kesehatan global.(1,2,3,4,5) Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh denganfaktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Keadaan tersebut sangat tergantung pada dayatahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul

antibodi,namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.(2,3,5,6) Pengobatan

DSS

bersifat

suportif.

Resusitasi

cairan

merupakan

terapi

terpenting.Tatalaksana berdasarkan atas adanya perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan. Deteksi dini terhadap adanya perembesan plasma dan penggantian cairan yang adekuat akan mencegah terjadinya syok. Pemilihan jenis cairan dan jumlah yang akan diberikanmerupakan kunci keberhasilan pengobatan. Penegakkan diagnosis DBD secara dini dan pengobatan yang tepat dan cepat akan menurunkan angka kematian DBD.(9)

DAFTAR PUSTAKA 1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter Spesialis PenyakitDalam Indonesia.

Pusat

Penerbitan

Departemen

Ilmu

Penyakit

Dalam

Fakultas

KedokteranUniversitas Indonesia. Jakarta. 2006 2. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan.Departemen Kesehatan RI. 2005 3. Gubler DJ. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. Clinical MicrobiologyReviews. 1998.Vol 11, No 3 ;480-496

4. Dengue Haemorrhagic Fever : Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.Edition II. Geneva

:

World

Health

Organization.

1997.Available

from

htttp://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/DenguepublicationAccessed December 1st , 2012. 5. Dengue Virus Infection. Centers for Disease Control and Prevention. Division of Vector Borne and Infectious Diseases.Atlanta : 2009 6. Cook GC. Manson's Tropical Diseases. 22th Edition. United Kingdom :Elsevier Health Sciences. 2008. 7. Rani, A.A., Soegondo, S., Uyainah, A. 2009. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta,InternaPublishing. 8. Sudoyo, A.R., Setyohadi, B., Alwi, I. 2006. Buku Ajar Ilmu PenyakitDalam. Jakarta, FKUI. 9. World Health Organization. 2009. Dengue Guideline for Diagnosis,Treatment, Prevention and Control-New Edition.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF