REFERAT Crush Injury

March 16, 2019 | Author: Bethari P Fadli | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

cush...

Description

JOURNAL JOURNAL READI NG 

MANAJEMEN TERBARU FRAKTUR TERBUKA EKSTREMITAS BAWAH

Oleh: Hasbullah Kasim (J500090001) Bethari Pusponing Fadli ( J500090012) J500090012)

Pembimbing: dr. Farhat, M.Kes, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH ORTHOPEDI RSUD DR. HARDJONO PONOROGO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

CASE REPORT

SEORANG LAKI-LAKI USIA 18 TAHUN DENGAN OPEN FRAKTUR FEMUR 1/3 MEDIA DEXTRA

Yang diajukan Oleh : Hasbullah Kasim J 500090001 Bethari Pusponing Fadli J 500090012

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada Hari…….…, Tanggal…………………………

Pembimbing :  Nama

: dr. Farhat, M.Kes, Sp. OT

(............................................)

Pembimbing Utama  Nama

: dr. Farhat, M. Kes, Sp. OT

(............................................)

Pembimbing Pendamping  Nama

: dr. Dewi Nirlawati

(...........................................)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar belakang Di tengah jaman modern ini semakin banyak pengguna kendaraan-kendaraan  bermotor, pengerjaan bangunan, dan lain-lain. sering dalam kehidupan sehari-hari manusia mengalami kecelakaan dalam menjalankan contoh kegiatan tersebut diatas, salah satu akibat dari kecelakaan tersebut yang sering kita jumpai adalah crush injury. Ketika bagian tubuh terjebak diantara dua benda yang saling mendorong dengan tekanan yang tinggi akan mengakibatkan patah tulang, cedera sel otot, perdarahan, dan keadaan-keadaan lain yang sering kita sebut crush injury. Crush Injury didefinisikan sebagai kompresi dari ekstremitas atau bagian lain dari tubuh yang dapat menyebabkan pembengkakan otot atau gangguan saraf di area tubuh yang tekena. Biasanya area tubuh yang terkena ekstermitas bawah (74%), ektermitas atas (10%) dan badan (9%). Karena angka kejadian crush injury terbanyak pada masyarakat adalah ekstremitas  bawah (74%) maka, disini kita akan membahas lebih dalam tentang crush injury lower  limb atau crush injury pada ekstremitas bawah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan fisiologi Ekstremitas inferior adalah anggota tubuh yang terbentang mulai dari pelvis sampai ujung kaki. a. Pelvis terdiri atas sepasang tulang panggul (hip bone) yang merupakan tulang  pipih. Masing-masing tulang pinggul terdiri atas 3 bagian utama yaitu ilium,  pubis dan ischium. Ilium terletak di bagian superior dan membentuk artikulasi dengan vertebra sakrum, ischium terletak di bagian inferior-posterior, dan  pubis terletak di bagian inferior-anterior-medial. Bagian ujung ilium disebut sebagai puncak iliac (iliac crest ). Pertemuan antara pubis dari pinggul kiri dan  pinggul kanan disebut simfisis pubis. Terdapat suatu cekungan di bagian  pertemuan ilium-ischium-pubis disebut acetabulum, fungsinya adalah untuk  artikulasi dengan tulang femur.

 b. Femur merupakan tulang panjang, yang di bagian proksimal berartikulasi dengan pelvis dan dibagian distal berartikulasi dengan tibia melalui condyles. Di daerah proksimal terdapat prosesus yang disebut trochanter mayor dan trochanter minor, dihubungkan oleh garis intertrochanteric. Di bagian distal

anterior terdapat condyle lateral dan condyle medial untuk artikulasi dengan tibia, serta permukaan untuk tulang patella. Di bagian distal posterior terdapat fossa intercondylar  c. Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial dibanding dengan fibula. Di bagian proksimal, tibia memiliki condyle medial dan lateral di mana keduanya merupakan facies untuk artikulasi dengan condyle femur. Terdapat juga facies untuk berartikulasi dengan kepala fibula di sisi lateral. Selain itu, tibia memiliki tuberositas untuk perlekatan ligamen. Di daerah distal tibia membentuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal dan malleolus medial. d. Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral dibanding dengan tibia. Di bagian proksimal, fibula berartikulasi dengan tibia. Sedangkan di bagian distal, fibula membentuk malleolus lateral dan facies untuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal Struktur Otot Bagian posterior region crurys superficial terdiri dari lapisan ; m.Gastrocnemius, tendon dan muskulus  plantaris, muskulus  soleus, lapisan  posterior paling dalam muskulus  flexor digitorum longus, bagian lateral muskulus  peroneus longus dan muskulus brevis, bagian anterior ; muskulus tibialis anterior , muskulus extensor digitorum longus dan muskulus brevis. Dari masing- masing otot memiliki tendon dibagian origo dan insertionya.

e. Tarsal merupakan 7 tulang yang membentuk artikulasi dengan tibia dan fibula di proksimal dan dengan metatarsal di distal. Terdapat 7 tulang tarsal, yaitu calcaneus, talus, cuboid, navicular, dan cuneiform (1, 2, 3). Calcaneus  berperan sebagai tulang penyanggah berdiri. f. Metatarsal merupakan 5 tulang yang berartikulasi dengan tarsal di proksimal dan dengan tulang phalangs di distal. Khusus di tulang metatarsal 1 (ibu jari) terdapat 2 tulang sesamoid. g. Phalangs merupakan tulang jari-jari kaki. Terdapat 2 tulang phalangs di ibu  jari dan 3 phalangs di masing-masing jari sisanya. Karena tidak ada sendi  pelana di ibu jari kaki, menyebabkan jari tersebut tidak sefleksibel ibu jari tangan.

Vaskularisasi

Vaskularisasi pada ekstremitas inferior berasal dari a. Iliaca eksterna berlanjut menjadi a. Femoralis kemudian menjadi a. Poplitea yang pada cruris menjadi a. Tibialis anterior dan a. Tibialis posterior, a. Tibialis anterior berlanjut menjadi a. Dorsalis pedis dan arteri-arteri kecil pada phalank kemudian manuju ke vena.

Innervasi

inervasi ekstremitas inferior berasal dari plexus lumbalis I-IV yang menjadi nervus femoralis. Dan berasal dari plexus lumbalis IV-V dan plexus sacralis I-IV yang menjadi n. Ischiadicus yng pada cruris menjadi n. Tibialis dan n. Peroneus communis.

B. Definisi Crush injury didefinisikan sebagai luka yang hancur pada ekstremitas atau anggota badan lain yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang serius tetapi lebih sering terjadi pada anggota gerak bawah (ekstemitas bawah), dengan manifestasi sistemik. Efek sistemik disebabkan oeh trauma rhabdomyolysis (pemecahan otot) dan pelepasan sel komponen otot yang berbahaya dan elektrolit ke sistem peredaran darah. Crush injury ini dapat menyebabkan cedera jaringan lokal, disfungsi organ, kelainan metabolik, termasuk asidosis, hypercalemia dan hypocalcemia. C. Patofisiologi Patofisiologi crush injury dimulai dengan cedera otot dan kematian sel otot. Menurut James Dickson, pada awalnya ada tiga mekanisme yang bertanggung  jawab atas kematian sel otot-otot a)  Immediate Cell Disruption : Kekuatan lokal yang menghancurkan sel menyebabkan  Immediate Cell Disruption (lisis). Hancurnya sel otot ini kemudian mengakibatkan pelepasan myoglobin yg banyak kedalam sirkulasi sehingga mengakibatkan kerusakan pada ginjal.  b)  Direct pressure on muscle cell : Tekanan langsung dari crush injury menyebabkan sel otot menjadi iskemik. Sel-sel kemudian beralih ke metabolisme anaerobik, menghasilkan sejumlah besar asam laktat. Proses ini terjadi selama satu jam pertama setelah crush injury. c) Vascular compromi : Kekuatan crush injury menekan pembuluh darah utama mengakibatkan hilangnya suplai darah ke jaringan otot. Biasanya, otot bisa  bertahan sekitar 4 jam tanpa aliran darah (warm ischemia time). Selanjutnya terjadi kebocoran membrane plasma sel otot serta kerusakan pembuluh darah yang akan mengakibatkan cairan intravaskuler akan terakumulasi ke jaringan yang cedera. Hal ini dapat dapat menyebabkan hipovelemia yang signifikan sehingga mengakibatkan terjadi syok hipovolemik, serta kehilangan ion calcium (Ca+) sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya hipokalsemia. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah Pada crush injury kerusakan lapisan kulit dan subkutan dapat mempermudah masuknya kuman melalui lokasi luka yang terbuka. Kerusakan saraf  tibialis, dapat mengakibatkan hilangnya reflek neurologis yang signfikan  pada sebelah distal regio cruris, sebab cabang n.Tibialis dapat menginervasi regio pedis . Jika tulang patah maka periosteum dan pembuluhh darah pada kortek, sum-sum dan jaringan lunak sekitarnya mengalami gangguan / kerusakan. Perdarahan terjadi dari ujung tulang yang rusak dan dari jaringan lunak (otot) yang ada disekitarnya. Hematoma terbentuk pada kannal  medullary antara ujung fraktur tulang dan bagian bawah periosteum. Jaringan nekrotik ini menstimulasi respon inflamasi yang kuat yang dicirikan oleh vasodilasi, eksudasi plasma dan lekosit , dan infiltrasi oleh sel darah putih lainnya. Kerusakan pada periosteum dan sum-sum tulang dapat mengakibatkan keluarnya sumsum tulang terutama pada tulang panjang, sumsum kuning yang keluar akibat fraktur masuk ke dalam pembuluh darah dan mengikuti aliran darah sehingga mengakibatkan terjadi emboli lemak  ( Fat emboly ). Apabila emboli lemak ini sampai pada pembuluh darah kecil, sempit, dimana diameter emboli lebih besar  dari pada diameter pembuluh darah maka akan terjadi hambatan aliran-aliran darah yang mengakibatkan perubahan perfusi jaringan. Emboli lemak dapat berakibat fatal apabila mengenai organ-organ vital seperti otak, jantung, dan paru-paru.

Apabila terjadi kerusakan pada otot dan jaringan lunak juga dapat menimbulkan nyeri yang hebat karena adanya spasme otot. Selain itu apabila ada kerusakan pada tulang itu sendiri mengakibatakan terjadinya perubahan ketidakseimbangan dimana tulang dapat menekan saraf   pada daerah yang fraktur sehingga dapat menimbulkan penurunan fungsi saraf yang ditandai dengan kesemutan, baal, dan kelemahan. Keadaan kematian sel otot dan timbulnya sindrom kompartemen seperti yang digambarkan diatas menyebabkan jaringan otot yang terluka menghasilkan dan melepaskan sejumlah substansi yang dapat menjadi racun dalam sirkulasi. Mekanisme tekanan pada crush injury sebenarnya berfungsi sebagai mekanisme perlindungan, mencegah racun mencapai sirkulasi pusat. Setelah pasien terbebaskan dan tekanan dilepaskan, racun bebas masuk dalam sirkulasi dan berefek sistemik. Mereka dapat mempengaruhi organ yang jauh dari lokasi crush injury. Kebocoran racun dapat berlangsung selama 60 jam setelah crush injury terbebaskan. Beberapa substansi dan efeknya adalah sebagai berikut a) Asam amino dan asam organik lainnya  berkontribusi terhadap asidosis, aciduria, dandysrhythmia.  b) Creatine phosphokinase (CPK) dan enzim intraseluler lain  berfungsi sebagai penanda dalam laboratorium untuk crush injury. c)  Free radicals, superoxides, peroxides terbentuk ketika oksigen kembali pada jaringan iskemik, menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut. d) Histamin vasodilatasi, bronkokonstriksi. e) Asam laktat  berperan besar terhadap terjadinya asidosis dan disritmia. f) Leukotrienes cedera paru (ARDS), dan hepatic injury. g) Lysozymes enzim pencernaan sel yang menyebabkan cedera selularlebih lanjut. h) Mioglobin  presipitat dalam tubulus ginjal, khususnya dalam pengaturan asidosis denganpH urin rendah, mengarah ke gagal ginjal. i)  Nitratoksida menyebabkanvasodilatasi, yang memperburuk hemodinamik.  j) Fosfat hyperphosphatemia menyebabkan pengendapan kalsium serum, yang mengarah kehypocalcemia dan disritmia. k) Kalium hiperkalemia menyebabkan disritmia, terutama bila dikaitkan dengan asidosis dan hypocalcemia. l) Prostaglandin vasodilatasi, cedera paru. m) Purin (asam urat) Dapat menyebabkan kerusakan ginjal lebih lanjut (nefrotoksik). n) Thromboplastin koagulasi intravaskuler diseminata(DIC).

D. Tanda dan Gejala Keadaan akut dari crush injury biasanya timbul hipovolemi dan ketidakseimbangan metabolic (reperfusion sindrom). Pada beberapa kasus sering terjadi cardiacs arytmia dan kematian mendadak. Pada keadaan lebih lanjut, pelepasan zat-zat akibat dari kematian sel menuju sirkulasi mengakibatkan myoglobinuria, yang mengakibatkan kasus gagal ginjal jika tidak diobati. Crush injury memiliki beberapa tanda dan gejala yang dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: a.

Hipotensi 1) Munculnya ruang ketiga yang masif, memerlukan penggantian cairan yang cukup dalam 24 jam pertama terjadinya penumpukan cairan pada ruang ketiga ini mencapai > 12 L selama periode 48-jam 2) Ruang ketiga dapat mengakibatkan komplikasi sekunder seperti sindrom kompartemen, yang merupakan pembengkakan dalam ruang anatomi tertutup; yang seringkali membutuhkan fasiotomi 3) Hipotensi juga berperan dalam insidensi gagal ginjal  b. Kegagalan Ginjal 1) Rhabdomyolysis melepaskan mioglobin, kalium, fosfor, dan kreatinin ke sirkulasi 2) Myoglobinuria dapat mengakibatkan nekrosis tubular ginjal jika tidak  ditangani 3) Pelepasan elektrolit dari otot yang iskemik menyebabkan kelainan metabolic c. Kelainan Metabolik  1) Kalsium mengalir ke dalam sel otot melalui membran yang bocor, menyebabkan hypocalcemia sistemik  2) Kalium dilepaskan dari otot iskemik ke dalam sirkulasi sistemik, menyebabkan hyperkalemia 3) Asam laktat dilepaskan dari otot iskemik ke dalam sirkulasi sistemik, menyebabkan asidosis metabolic 4) Ketidakseimbangan kalium dan kalsium dapat menyebabkan aritmia  jantung yang mengancam jiwa, termasuk cardiac arrest ; dan asidosis metabolik dapat memperburuk kondisi pasien ini 5) Secara umum, ada beberapa tanda dan gejala lain yang mungkin hadir  ialah a) Cedera Kulit  b) Bengkak  c) Kelumpuhan  – > menyebabkan seringkali crush injury keliru diartikan sebagai cedera sumsum tulang belakang. d) Parestesia, mati rasa à dapat menutupi derajat cedera (masking  effect ). e) Nyeri – > seringkali memberat pada pembebasan crush injury. f) Nadi – > pulsasi distal mungkin ada atau tidak ada. g) Myoglobinuria – > urin dapat menjadi berwarna merah tua atau coklat, menunjukkan adanya myoglobin. Beberapa tanda dan gejala yang cukup signifikan yaitu: 1. Hiperkalemia Seperti disebutkan sebelumnya, hiperkalemia sering hadir pada pasien dengan crush injury. Dengan tidak adanya analisis laboratorium, tingkat

hiperkalemia dapat diperkirakan secara kasar dengan elektrokardiogram (EKG).Lebih baik dilaksanakan EKG serial.Perubahan elektrokardiografi adalah sebagai berikut: a) Hiperkalemia ringan (5,5-6,5 mEq/L) Gelombang T meninggi.  b) Hiperkalemia Sedang (6,5-7,5 mEq/L) PR interval memanjang, penurunan amplitudogelombang P, depresi atau elevasi segmen ST, sedikit pelebaran QRS kompleks. c) Hiperkalemia berat (7,5-8,5 mEq/L) Pelebaran lebih lanjut dari QRS karena blok pada bundel cabang atau intraventricular, gelombang P yang datar dan lebar. d) Mengancam kehidupan hiperkalemia (> 8,5 mEq/L) Hilangnya gelombang P; blok AV; disritmia ventrikel; pelebaran lebih lanjut dari kompleks QRS, akhirnya membentuk pola sinusoid. 2. Sindrom Kompartemen Seperti disebutkan pada patofisiologi, sindrom kompartemen dapat terjadi  bersamaan dengan crush injury. Tanda dan gejala yang berhubungan dengan ini meliputi: a)  Nyeri yang berat pada ekstremitas yang terlibat.  b)  Nyeri pada peregangan pasif otot-otot yang terlibat. c) Penurunan sensasi pada saraf tepi yang terlibat. d) Peningkatan tekanan intracompartmental pada direct manometry.

E. Penatalaksanaan Pada crush injury , perlu adanya penanganan yang segera karena lebih dari 6-8  jam setelah kejadian, jika tidak dapat ditangani dengan baik akan menyebabkan kondisi pasien semakin memburuk dan terjadi banyak komplikasi lain yang dapat memperberat kondisi pasien dan penanganan selanjutnya menjadi semakain sulit. Penanganan pada crush injury dapat dimulai dari tempat kejadian yaitu dengan  prinsip  primary surface (ABC) terutama mempertahankan atau mengurangi  perdarahan dengan cara bebat tekan sementara dilarikan ke rumah sakit. Penanganan di rumah sakit harus di awali dengan prinsip ATLS. Pemberian oksigen (O2) guna mencegah terjadinya hipoksia jaringan serta terutama organorgan vital. Kemudian dilanjutkan dengan terapi cairan, terapi cairan awal harus diarahkan untuk mengoreksi takikardia atau hipotensi dengan memperluas volume cairan tubuh dengan cepat dengan menggunakan cairan NaCl ( isotonic) atau ringer  laktat diguyur dan kemudian dilanjutkan perlahan ± 1-1.5 L/jam ( Barbera& Macintyre, 1996; Gonzalez, 2005; Gunal et Al., 2004; Malinoski et Al., 2004; Stewart, 2005). Untuk mencegah gagal ginjal dengan hidrasi yang sesuai, anjuran terapi akhir   – akhir ini berupa pemberian cairan Intravena dan manitol untuk  mempertahankan diuresis minimal 300- 400 mL/jam, dalam hal ini penting dipasang  folley cateter  guna menghitung balance cairan masuk dan cairan keluar  (Malinoski et Al., 2004). Volume agresif ini dapat mencegah kematian yang cepat dan dikenal sebagai penolong kematian, dimana dapat memperbaiki perfusi  jaringan yang iskemik sebagai akibat crush injury.  Natrium bikarbonat berguna pada pasien dengan Crush Syndrome. Ini akan mengembalikan asidosis yang sudah ada sebelumnya yang sering timbul dan juga sebagai salah satu langkah pertama dalam mengobati hiperkalemia. Hal ini juga

akan meningkatkan pH urin, sehingga menurunkan jumlah mioglobin yang mengendap di ginjal. Masukkan natrium bikarbonat intravena sampai pH urine mencapai 6,5 untuk mencegah mioglobin dan endapan sama urat di ginjal. Disarankan bahwa 50-100 mEq bikarbonat, tergantung pada tingkat kepara han. Selain natrium bikarbonat, perawatan lain mungkin diperlukan untuk  memperbaiki hiperkalemia, tergantung pada cedera yang mengancam , biasanya diberikan : a) Insulin dan glukosa.  b) Kalsium - intravena untuk disritmia. c) Beta-2 agonists - albuterol, metaproterenol sulfat (Alupent), dll d) Kalium-pengikat (Kayexalate).

resin

seperti

natrium

sulfonat

polystyrene

e) Dialisis, terutama pada pasien gagal ginjal akut Pemberian Manitol intravena memiliki tindakan yang menguntungkan beberapa korban crush syndrome guna melindungi ginjal dari efek rhabdomyolisis,  peningkatan volume cairan ekstraselular, dan meningkatkan kontraktilitas jantung. Selain itu, intravena manitol selama 40 menit berhasil mengobati sindrom kompartemen, dengan menghilangkan gejala dan mengurangi bengkak ( edema). Manitol dapat diberikan dalam dosis 1 gram / kg atau ditambahkan ke cairan intravena pada pasien sebagai infuse lanjutan. Dosis maksimum adalah 200 gm/d, dosis yang lebih tinggi dari ini dapat merusak fungsi ginjal. Mannitol boleh diberikan hanya setelah aliran urin baik yang dikoreksi dengan cairan IV lain sebelumnya. Luka harus dibersihkan, debridemen, dan ditutup dengan dressing sterile dengan kain kasa. Lokasi cedera diangkat lebih tinggi dari posisi jantung akan membantu untuk membatasi edema dan mempertahankan perfusi. Antibiotik  intravena sering digunakan guna mencegah infeksi, obat-obatan untuk mengontrol rasa sakit ( analgetik) dapat diberikan yang sesuai. Torniket yang kontroversial  perlu jika perdarahan aktif namun biasanya jarang digunakan. Amputasi di lapangan atau tempat kejadian digunakan hanya sebagai upaya terakhir. Ini mungkin sesuai strategi penyelamatan untuk pasien yang hidupnya  berada dalam bahaya langsung dan yang tidak dapat melepaskan diri dengan cara lain. Ini merupakan bidang yang sulit dengan prosedur yang sangat meningkatkan risiko infeksi dan perdarahan pada pasien. Amputasi dirumah sakit harus dilakukan oleh dokter ahli yang berkompeten berdasarkan keahlian. Pada amputasi bawah lutut dapat dilakukan jika ada kerusakan yang sulit untuk  dipetahankan lagi dan kerusakan fungsi komponen yang terdapat pada daerah  bawah lutut( under of bone) yang melibatkan kerusakan kulit,  soft tissue, otot, vaskularisasi, persarafan, tendon,  fascia serta tulang. Sehingga amputasi pada daerah bawah lutut dapat dilakukan dengan cara mempertahankan otot dan komponen lainnya serta kondilus tulang paha, namun pada kasus crush injury (regio cruris) yang kerusakannya mencapai tulang  patella, dapat dilakukan tindakan amputasi daerah lutut. Indikasi amputasi :

1.

Dead (dying), penyakit pembuluh darah perifer bertanggung jawab terhadap hampir 90% dari seluruh amputasi. Penyebab lainnya adalah trauma parah, luka  bakar, dan frost bite. 2. Dangerous, penyakit yang tergolong berbahaya adalah tumor ganas, sepsis yang  potensial lethal dan crush injury. Pada crush injury pelepasan torniquet atau  penekanan lain akan berakibat pada kegagalan ginjal (crush syndrome). 3. Damn nulsance, ada keadaan dimana mempertahankan anggota gerak dapat lebih buruk daripada tidak mempunyai anggota gerak sama sekali. Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh nyeri, malformasi berat, sepsis berulang atau kehilangan fungsi yang berat. Kombinasi antara deformitaas dan kehilangan sensasi khususnya merupakan masalah yang berat dan pada alat gerak bawah cenderung untuk menyebabkan ulserasi karena tekanan. Skor Mangled : Mangled Extremity Severity Score (MESS) Skeletal/soft tissue injury Low energy injury (eg. simple bone fracture) – 1 point Medium energy injury (eg. multiple bone fractures) – 2 points High energy injury (eg. car accidents) – 3 points Very high energy injury (eg. high speed trauma with severe contamination)  –  4 points Limb ischemia -  Normal perfusion with reduces or even absent pulse – 1point Absent pulse,paresthesia, diminished capillary refill – 2points Cool, paralyzed, insensate limb – 3points Shock  Systolic blood pressure > 90 mm Hg: 0 points Hypotensive transiently: 1 point Hypotensive persistent: 2 points Age < 30 years: 0 points 30-50 years: 1 point > 50 years: 2 points The score is doubled for ischemia > 6 hours apabila skor Mangled ≥7 maka indikasi dilakukannya amputasi. Indikasi amputasi :

F. Komplikasi a.  Hypotensi b. Crush syndrome c. Renal failure d.Compartmen Syndrome e. Cardiac arrest 

DAFTAR PUSTAKA Astuti, Ovi, dkk, Crush Injury pada Lower Extremity, FKUMS, Surakarta, 2013. http// http://www.scribd.com/doc/140460667/Referat-crush-injury. Clifton Rd. “ Crush Injury and Crush Syndrome” Centers for Disease Control and Prevention, Atlanta,USA 2009 ; http://www.bt.cdc.gov/masscasualties/blastinjuryfacts.asp Edward J. Newton, MD“Acute Complications of Extremity Trauma” Department of  Emergency Medicine, Keck School of Medicine, LACþUSC Medical Center, Building GNH 1011, 1200 North State Street, Los Angeles, CA 90033, USA. http://www.thedenverclinic.com/services/mangled/extremity-trauma-home/35-news/50-crushinjury-to-lower-legs.html  Fodor, Lucian. Dkk. Mangled Lower Extremity : Can We Trust the Amputation Scores?. Int J Burn Trauma 2012;2(1):51-58. http// www.IJBT.org /ISSN: 2160-2026/IJBT1111001 James R. Dickson M. D., FACEP, http://www.bt.cdc.gov/masscasualties/blastinjuryfacts.asp

Kamsri, S. Amputasi, Depkes http://bedahunmuh.files.wordpress.com/2010/05/amputasi.pdf .

Crush

Semarang,

Sukamti, E. Anatomi Ekstremitas Inferior, FIKUNY, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Anatomi-EXTREMITAS%20INFERIOR.pdf .

Injury

2009.

2010.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF