Referat Cardiac Sudden Death
October 27, 2017 | Author: Nadya Yuniarti Dhp | Category: N/A
Short Description
aritmia...
Description
REFERAT
CARDIAC SUDDEN DEATH
PENYUSUN : NADYA YUNIARTI D.H.P 030.07.173
PEMBIMBING : dr. Raja Al-Fath Widya Iswara
KEPANITRAAN KLINIK ILMU FORENSIK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. KARIADI PERIODE 23 NOVEMBER 2015 – 18 DESEMBER 2015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI SEMARANG
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga referat dengan judul ” CARDIAC SUDDEN DEATH” ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik Bidang Ilmu Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUP Dr.Kariadi Kota Semarang periode 23 November 2015 – 18 Desember 2015. Melalui referat ini penulis ingin mencoba menyajikan informasi mengenai “CARDIAC SUDDEN DEATH” bagi para pembaca, khususnya kalangan medis dan paramedis, dengan harapan agar menambah pengetahuan mengenai “CARDIAC SUDDEN DEATH”. Dalam penyusunan referat ini, penulis menghadapi berbagai hambatan dalam memperoleh informasi, seperti sulitnya memperoleh keakuratan data dengan melakukan seleksi dari berbagai sumber, serta kurangnya pengalaman penulis dalam menyusun karya ilmiah. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang telah diberikan selama penyusunan makalah ini, kepada: 1.
Pimpinan beserta staf RSUD Kota Semarang
2.
Dr. Dyah Nuraini Widhiana, Sp.S
selaku Kepala bagian/SMF dan
pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf di RSUD Kota Semarang 3.
Dr. Mintarti, Sp.S selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf RSUD kota Semarang 2
1. Dr. Marthin dan Dr. Windri, selaku residen Ilmu Penyakit Saraf 2. Rekan- rekan Anggota Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Universitas Tarumanegara serta Universitas Sultan Agung di Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD kota Semarang Periode 19 Oktober 2015 – 21 November 2015 3. Keluarga tercinta atas dukungan doa dan materialnya yang tulus demi keberhasilan studi penulis 4. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah ikut membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan karena kemampuan dan pangalaman penulis yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak, supaya makalah ini dapat menjadi lebih baik, dan dapat berguna bagi yang membacanya. Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun kekurangan dalam referat ini. Akhir kata, semoga referat ini bermanfaat bagi para pembaca.
Semarang, Desember 2015
Penulis
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................
i
KATA PENGANTAR...............................................................................................
ii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.....................................................................................................
1
1.2 Tujuan..................................................................................................................
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi................................................................................................................
3
2.2 Definisi.................................................................................................................
5
2.3 Etiologi.................................................................................................................
6
2.4 Klasifikasi............................................................................................................
6
2.5 Patofisiologi.........................................................................................................
7
2.6 Manifestasi Klinis................................................................................................
8
2.7 Diagnosis..............................................................................................................
9
2.8 Penatalaksanaan................................................................................................... 10 2.9 Prognosis.............................................................................................................. 20 BAB III PENUTUP.................................................................................................. 21 DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
4
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beraktivitas merupakan hal yang mutlak dilakukan semua makhluk hidup. Terlebih lagi bagi manusia yang aktivitasnya lebih beragam dibandingkan makhluk hidup yang lain. Tulang, otot, dan sendi merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam beraktivitas. Apabila terdapat kelainan pada tiga komponen tersebut maka akan berpengaruh pada aktivitas. Fungsi anggota badan (ekstremitas) manusia bagian atas yang terdiri atas lengan dan tangan merupakan bagian yang sangat penting bagi penunjang aktivitas. Dalam kehidupan seharihari didapati ada yang mengalami masalah pada ekstremitas bagian atas terutama disekitar bahu, yaitu tidak dapat melakukan aktivitas sepenuhnya dengan keadaan tertentu pada ekstremitas atasnya karena suatu penyebab.1,2 Frozen shoulder yang menyakitkan dan membuat frustasi. Rasa sakit yang terkait dengan frozen shoulder cenderung memprovokasi orang-orang dengan kondisi ini menjadi overprotective dan membatasi penggunaan bahu mereka.3 Frozen shoulder merupakan rasa nyeri yang mengakibatkan keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) pada bahu. Mungkin timbul karena adanya trauma, mungkin juga timbul secara perlahan-lahan tanpa tanda-tanda atau riwayat trauma. Keluhan utama yang dialami adalah nyeri dan penurunan kekuatan otot penggerak sendi bahu dan keterbatasan LGS terjadi baik secara aktif atau pasif. Frozen shoulder secara pasti belum diketahui penyebabnya. Namun diduga kemungkinan terbesar penyebabnya antara lain tendinitis, rupture rotator cuff, capsulitis, post immobilisasi lama, trauma serta diabetes mellitus.4 Respon autoimmunal terhadap rusaknya jaringan lokal yang diduga menyebabkan penyakit tersebut. Frozen shoulder ditandai dengan adanya keterbatasan luas gerak sendi glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun pasif. Hal ini adalah suatu gambaran klinis yang dapat menyertai tendonitis, infark miokard, diabetus mellitus, fraktur immobilisasi lama, atau redukulus cervicalis.5 Frozen shoulder terjadi 2% dari orang Amerika. Hal itu terjadi lebih sering pada bahu yang kurang dominan digunakan, meskipun alasan kurang dipahami. Selain itu, lebih umum terjadi pada wanita dan pada orang yang berusia antara 40-60 tahun.3
5
1.2 Tujuan 1. Mengetahui anatomi shoulder joint. 2. Mengetahui definisi, etiologi, manifestasi klinis, cara mendiagnosis, serta patofisiologi frozen shoulder. 3. Mengetahui penatalaksanaan serta program rehabilitasi medik pada frozen shoulder.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1
KEMATIAN MENDADAK DEFINISI Pengertian kematian mendadak sebenarnya berasal dari kata sudden
unexpected natural death yang di dalamnya terkandung kriteria penyebab yaitu natural (alamiah, wajar). Mendadak disini diartikan sebagai kematian yang datangnya tidak terduga dan tidak diharapkan, dengan batasan waktu yang nisbi. Camps menyebutkan batasan kurang dari 48 jam sejak timbul gejala pertama. 4 Menurut WHO, kematian mendadak adalah kematian yang terjadi pada 24 jam sejak gejala-gejala timbul. Pada kasus-kasus forensik, sebagian besar kematian terjadi dalam hitungan menit atau bahkan detik sejak gejala pertama timbul. Kematian
6
mendadak tidak selalu tidak diduga, dan kematian yang tak diduga tidak selalu terjadi mendadak, namun amat sering keduanya ada bersamaan pada suatu kasus.4 Simpson (1985) dalam bukunya “Forensic Medicine” menulis dua alternatif definisi, yaitu: 1. Sudden death adalah kematian yang tidak terduga, non traumatis, non self inflicted fatality, yang terjadi dalam 24 jam sejak onset gejala. 2. Definisi yang lebih tegas adalah kematian yang terjadi dalam satu jam sejak timbulnya gejala. Definisi
Simpson
tersebut
menyebutkan
suatu keadaan
yang
tidak
diperkirakan sebelumnya. Suatu kematian yang tidak diperkirakan sebelumnya, tentu tidak akan menjadi masalah dan tidak menimbulkan kecurigaan, karena sudah diketahui akan menyebabkan kematian yang cepat. Misalnya, orang yang dihukum gantung atau orang yang sedang dalam keadaan sakaratul maut. Simpson juga menyebutkan adanya syarat bahwa gejala yang ada sebelumnya tidak nyata atau gejala yang ada hanya dalam waktu pendek.5 Dari uraian tersebut maka mati mendadak mengandung pengertian kematian yang tidak terduga, tidak ada unsur trauma dan keracunan, tidak ada tindakan yang dilakukan sendiri yang dapat menyebabkan kematian dan kematian tersebut disebabkan oleh penyakit dengan gejala yang tidak jelas atau gejalanya muncul dalam waktu yang mendadak kemudian korban mati. Terminologi kematian mendadak disini dibatasi pada suatu kematian alamiah yang terjadi tanpa diduga dan terjadi secara mendadak, mensinonimkan kematian mendadak dengan terminologi ”sudden natural unexpected death”. Kematian alamiah di sini berarti kematian hanya disebabkan oleh penyakit dan trauma atau racun tidak memainkan dalam menyebabkan kematian. 11 Deskripsi “sudden” atau “unexpected” tidak selalu akurat, “unexplained” biasanya menjadi alasan dilakukan investigasi medico-legal. Otopsi dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian, meskipun setelah otopsi dilakukan, penyebab kematian tetap tidak diketahui. 9 Pada kematian mendadak, penyebab kematian hampir selalu ditemukan pada sistem kardiovaskuler, meskipun lesi tidak terdapat di jantung atau pembuluh darah 7
utama. Cerebral hemmorraghe yang masif, perdarahan subarachnoid, rupture kehamilan ektopik, hemoptisis, hematemesis dan emboli pulmonal, sebagai contoh, bersama dengan penyakit jantung dan aneurisma aorta mempunyai kontribusi pada sebagian besar penyebab kematian mendadak dan “unexpected” akibat system vascular. 9 Tanpa otopsi, para dokter salah dalam menentukan sebab kematian dari 2550% kasus. Di banyak negara dengan banyak proporsi otopsi medico-legal dan di Inggris dan Wales terdapat sekitar 80% otopsi koroner, sisanya karena bunuh diri, kecelakaan, dan pembunuhan. 9 2.1.2
EPIDEMIOLOGI Kematian mendadak terjadi empat kali lebih sering pada laki-laki
dibandingkan pada perempuan. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan Gonzales (1954) terhadap 2030 kasus kematian mendadak yang diautopsi, ditemukan penyebab kematian mendadak adalah kelainan jantung dan aorta (44,9%), kelainan sistem respirasi (23,1%), kelainan sistem
saraf (17,9%), kelainan saluran pencernaan
(6,5%), kelainan saluran kemih (1%), dan kelainan saluran genitalia (1,3%).3 Penyakit jantung dan pembuluh darah menduduki urutan pertama sebagai penyebab kematian mendadak, dan kecenderungan terjadinya serupa dengan kejadian kematian mendadak dimana lebih sering terjadi pada laki-laki. Penyakit jantung dan pembuluh darah secara umum menyerang laki-laki lebih sering dibanding perempuan dengan perbandingan 7 :1 sebelum menopause, dan menjadi 1 : 1 setelah perempuan menopause. Di Indonesia, seperti yang dilaporkan Badan Litbang Departemen Kesehatan RI, persentase kematian akibat penyakit ini meningkat dari 5,9% (1975) menjadi 9,1% (1981), 16,0% (1986) dan 19,0% (1995).4 Pada penelitian di Jerman tahun 1999 dimana dilakukan otopsi pada 113 atlet yang meninggal mendadak
didapatkan hasil bahwa 80 atlet meninggal karena
penyakit kardiovaskular dan 33 sisanya meninggal karena cedera olahraga. Penyakit kardiovaskular yang dimaksud adalah penyakit jantung koroner (80,4% pada atlet berumur lebih dari 35 tahun dan 36,1% pada atlet berumur kurang dari 35 tahun).6 Tahun 1997 -2003 di Jepang dilakukan penelitian pada 1446 kematian pada kecelakaan lalu lintas dan dari autopsi pada korban kecelakaan lalu lintas di Dokkyo University dikonfirmasikan bahwa 130 kasus dari 1446 kasus tadi penyebab 8
kematiannya digolongkan dalam kematian mendadak, bukan karena trauma akibat kecelakaan lalu lintas. 1 2.1.3
PENGGOLONGAN KEMATIAN MENDADAK Secara praktis kematian mendadak dapat dibagi ke dalam dua kategori yaitu
instantaneous death yaitu kematian yang terjadi dalam beberapa detik setelah awitan gejala, sedangkan non-instantaneous death merupakan kematian yang terjadi dalam beberapa menit setelah awitan gejala.2 Kematian mendadak yang alami dapat dibagi menjadi dua kategori besar : 1)
Kematian yang terjadi dimana ada saksi mata dan keadaan dimana faktor fisik dan emosi mungkin memainkan peran, juga dapat terjadi saat aktivitas fisik, saat merencanakan sebuah perjalanan atau selama
2)
melakukan hubungan seksual. Keadaan dimana mayat ditemukan
dalam
keadaan
yang
lebih
mencurigakan, terdapat kemungkinan hadirnya saksi-saksi yang mungkin ikut bertanggung jawab terhadap terjadinya kematian.11 2.1.4
ETIOLOGI Secara garis besar penyebab kematian mendadak, yaitu karena trauma,
keracunan dan penyakit. Insiden kematian mendadak akibat trauma dan keracunan lebih kurang sekitar 25-30%, sementara penyakit merupakan penyebab tersering dari terjadinya kematian mendadak dengan persentase mencapai 60-70%. Kematian mendadak terbanyak akibat dari penyakit pada sistem jantung dan pembuluh darah. 1,2,3 Berikut ini penyebab kematian mendadak secara garis besar, yaitu: 1. Trauma Menurut dr.Roslan Yusni Hasan, Sp.BS, trauma pada otak dan leher dapat menjadi kombinasi penyebab kematian yang fatal. Hal ini terjadi ketika terjadinya benturan pada bagian kepala yang kemudian bersamaan dengan leher yang tertolak ke belakang. Akibatnya, tulang leher patah dan patahnya tulang ini dapat memicu kematian dalam waktu singkat akibat tertutupnya jalan nafas. Tubuh seketika bisa kehilangan suplai oksigen, akibatnya sel-sel mengalami kematian mendadak. Akan tetapi, trauma otak ternyata sebenarnya tidak selalu menyebabkan kematian dalam waktu singkat, paling tidak diperlukan waktu 1-2 jam sebelum terjadinya kematian.1,5,6 Trauma lain yang bisa menyebabkan kematian mendadak adalah cedera tulang 9
dada (thorax) dan panggul (pelvis). Cedera tulang dada dapat menyebabkan terjadinya tamponade jantung atau suatu kondisi di mana jantung tertekan akibat benturan pada dada. Hal ini menyebabkan darah menggenang di sekitar jantung di dalam tulang dada. Sedangkan cedera pada tulang panggul menyebabkan tubuh mengalami kehilangan darah dalam jumlah banyak.1,3,4 Salah satu masalah yang paling sulit dalam kedokteran forensik adalah jika kematian terjadi pada seseorang yang mengalami kekerasan namun menderita juga sedang penyakit atau dimana penyakit telah meningkatkan kerusakan setelah terjadinya kekerasan. Pada keadaan seperti ini kontribusi penyakit dan kekerasan sebagai sebab kematian dapat menjadi masalah medikolegal. Pada prakteknya, situasi yang paling sering menyebabkan keadaan seperti ini adalah penyakit koroner, emboli pulmoner dan perdarahan subarachnoid.7 2. Keracunan4,8 a. Definisi Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan berupa sakit atau kematian. Intoksikasi merupakan suatu keadaaan dimana fungsi tubuh menjadi tidak normal yang disebabakan oleh sesuatu jenis racun atau bahan toksik lain. b. Jenis – jenis racun Berdasarkan sumber racun dapat digolongkan menjadi: Racun yang berasal dari tumbuh – tumbuhan yaitu opium, kokain, kurare, aflatoksin
Racun yang berasal dari hewan seperti bisa atau toksin ular, laba-laba dan hewan lautan
Racun yang berasal dari mineral seperti arsen, timah hitam dan lain-lain
Racun yang berasal dari sintetik seperti heroin
Berdasarkan tempat dimana racun berada, dapat dibagi menjadi: Racun yang terdapat di alam bebas, misalnya gas – gas yang terdapat di alam
Racun yang terdapat dirumah tangga, misalnya detergen, insektisida, pembersih (cleaners) 10
Racun yang digunakan dalam pertanian, misalnya insektisida, herbisida dan pestisida
Racun yang digunakan dalam industry dan laboratorium, misalnya asap dan basa kuat, logam berat
Racun yang terdapat dalam makanan, misalnya sianida dalam singkong, botulinium (racun ikan), bahan pengawet, zat adiktif
c.
Racun dalam bentuk obat, misalnya hipnotik, sedative Cara kerja atau efek yang ditimbulkan
Lokal : pada tempat kontak akan timbul beberapa reaksi, misalnya perangsangan, peradangan atau korosif. Contoh korosif : asam dan basa kuat
Sistemik : mempunyai afinitas terhadap salah satu system, misalnya barbiturate, alcohol, morfin, mempunyai afinitas kuat terhadap SSP. Digitalis dan oksalat terhadap jantung. CO terhadap darah.
Lokal dan sistemik : asam karbol menyebabkan erosi lambung, sedangkan sebagian yang diabsorpsi akan menimbulkan depresi SSP
d.
Faktor yang mempengaruhi keracunan
Cara masuk : mulai dari yang paling cepat sampai paling lambat berturut-turut adalah inhalasi, intravena, intramuskuler, intraperitoneal, subkutan, peroral, kulit.
Umur : orang tua dan anak-anak lebih rentan
Kondisi tubuh : lebih rentan pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah seperi pada orang dengan gizi kurang atau buruk, orang dengan penyakit ginjal
Kebiasaan : penting pada kasus keracunan alcohol dan morfin sebab terjadi toleransi
Alergi : misal vitamin E, penicillin, streptomisin, dan prokain
Faktor racun sendiri : yaitu takaran, konsentrasi, bentuk dan kondisi fisik lambung, struktur kimia, sinergisme dan adisi.
11
Waktu pemberian : sebelum atau sesudah makan. Pada racun peroral jika diberikan sebelum makan absorpsi akan lebih baik dan efek lebih cepat.
e. Kriteria Diagnosis (1) Adanya tanda dan gejala yang sesuai dengan racun penyebab (2) Dengan analisis kimiawi dapat dibuktikan adanya racun pada barang bukti jika sisanya masih ada (3) Dapat ditemukan racun atau sisa dalam tubuh atau cairan tubuh korban, jika racun menjalar secara sistemik (4) Kelainan pada tubuh korban, makroskopik maupun mikroskopik sesuai dengan racun penyebab (5) Riwayat penyakit, bahwa korban tersebut benar-benar kontak dengan racun (Catatan : Butir 3 dan 4 mutlak harus ada dalam kriteria) Yang perlu diperhatikan untuk korban keracunan : Keterangan tentang racun apa kira-kira yang menjadi penyebabnya
Harus sedikit sekali menggunakan air
Jangan menggunakan desinfektan
f. Pemeriksaan toksikologik Pemeriksaan toksikologik harus dilakukan pada : Bila pada pemeriksaan setempat terdapat kecurigaan terhadap keracunan.
Bila pada otopsi ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada keracunan dengan zat tertentu, misalnya lebam mayat yang tidak biasa (cherry red pada CO, merah terah pada sianida, kecoklatan pada nitrit, nitrat, anilin, fenasitin dan kina); luka bekas suntikan sepanjang vena, 12
keluarnya buih dari mulut dan hidung (keracunan morfin), bau amandel (keracunan sianida), bau kutu busuk (keracunan malation).
Bila pada otopsi tidak ditemukan penyebab kematian.
Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan pemeriksaan penting yaitu : Pemeriksaan di tempat kejadian (TKP)
Otopsi lengkap
Analisis toksikologik
Penyakit2,3,4 a. Penyakit Sistem Kardiovaskular
3.
Beberapa penyakit pada sistem kardiovaskular yang dapat mengakibatkan mati mendadak antara lain:
Penyakit Jantung Koroner (Coronary atherosclerosis) Penyakit Jantung Hipertensi Penyakit katup aorta (Aorta Stenosis) Sirkulasi koroner anomali Penyakit arteri koroner lainnya, seperti poliartritis Pembesaran Kardiomiopati Penyakit Jantung Kongenital b.
Penyakit Sistem Respirasi
Kematian biasanya melalui mekanisme perdarahan, asfiksia, dan atau pneumothoraks. Perdarahan dapat terjadi pada tuberculosis paru, kanker paru, bronkiektasis, abses, dan sebagainya. Sedangkan asfiksia terjadi pada pneumonia, spasme saluran nafas, asma, penyakit paru obstruktif kronis, aspirasi darah atau tersedak. 2,3,4 c.
Penyakit Sistem Pencernaan
13
Kematian dapat cepat terjadi pada kasus perdarahan akibat gastritis kronis atau ulkus duodeni. Perdarahan fatal akibat tumor jarang terjadi dan jika terjadi maka sering akibat dari karsinoma atau leiomyoma. Kematian mendadak dapat juga disebabkan oleh varises esophagus yang sering merupakan komplikasi dari sirosis hepatis dimana mekanisme terjadinya adalah akibat dari hipertensi portal. 2,3,4
d.
Penyakit Sistem Hematopoietik (1). Limpa Ruptur dari limpa dapat menyebabkan kolaps dan mati mendadak dengan cepat. Limpa dapat ruptur secara spontan atau karena trauma. Hal ini terjadi jika limpa terlibat dalam penyakit yang cukup berat yaitu infeksi mononukleosa, hemofilia, malaria dan tifoid. (2). Darah Kematian mendadak tak terduga dilaporkan oleh kasus megaloblastik anemia. Infeksi ringan juga dapat muncul sebagai pemicu terjadinya kematian pada beberapa keadaan anemia.Hal tersebut juga dapat terjadi pada pasien leukemia. 2,3,4
e.
Penyakit Sistem Urogenital
Penyakit pada ginjal dan sistem urinaria jarang menyebabkan mati mendadak. Ada beberapa kondisi yaitu pada pasien dengan uremia fase terminal atau dengan koma/kejang dapat terjadi mati mendadak. 2,3,4
d. Penyakit Sistem Saraf Pusat Kejadian mati mendadak yang berhubungan dengan penyakit sistem saraf pusat biasanya akibat perdarahan yang dapat terjadi pada subarachnoid atau intraserebral. (1). Perdarahan Sub Arakhnoid Spontan (Non Trauma) Perdarahan sub arakhnoid spontan merupakan keadaan yang sangat berpotensi mengancam jiwa. Penyebab dari perdarahan sub arakhnoid spontan
ini
sangat
perlu
diketahui
karena
akan
menentukan 14
penatalaksanaan
selanjutnya.
Perdarahan
subarakhnoid
dapat
menyebabkan kematian yang sangat cepat walaupun mekanismenya masih belum jelas. Pada autopsi, diagnosis perdarahan subarakhnoid terbukti sendiri (selfevident). Biasanya perdarahan berasal dari sirkulus Willis, perdarahan yang paling tebal akan melewati dasar otak, terutama sisterna basalis. Darah biasanya akan menyebar secara lateral dan dapat menutupi seluruh permukaan hemisfer serebral, otak bagian belakang, dan ke bawah menuju kanalis spinalis. Perdarahan akan berwarna merah terang pada perdarahan segar; apabila bertahan beberapa minggu akan berwarna kecoklatan karena hemoglobin mengalami perubahan. Hemosiderin dapat dideteksi dengan pengecatan Perl setelah sekitar tiga hari. Penentuan sumber perdarahan terkadang sulit. Aneurisma tampak pada 85% kasus perdarahan sub arakhnoid spontan namun sisanya tidak menunjukkan adanya aneurisma. Hal ini mungkin karena destruksi aneurisma kecil ketika ruptur. Pencarian akan adanya aneurisma kecil pada otopsi mungkin sulit karena adanya lapisan tebal dari bekuan darah yang terjebak antara selaput otak dan pembuluh darah. 2,3,4 (2). Perdarahan Intraserebral Perdarahan intraserebral non traumatik umumnya disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah akibat hipertensi (hipertensi, eklamsia), juga dikarenakan disfungsi autoregulasi dengan aliran darah otak yang berlebihan (cedera reperfusi, transformasi hemoragik, paparan dingin), pecahnya aneurisma atau malformasi arteri-vena, arteriopati, perubahan hemostasis (trombolisis, antikoagulasi, diatesis hemoragik), nekrosis hemoragik (tumor, infeksi), atau obstruksi aliran vena (trombosis vena serebral). Perdarahan intraserebral secara klinis ditandai dengan onset yang mendadak dan berkembang dengan cepat. Perdarahan serebral lebih sering ditemui pada laki-laki dibanding perempuan dan tidak umum terjadi pada umur muda. Perdarahan biasanya terjadi pada orang ketika aktif dibanding ketika beristirahat. Hipertensi sebenarnya sering menyertai keadaan ini dan biasanya hanya ada satu episode perdarahan yaitu ketika serangan. Perdarahan berulang tidak umum ditemukan. Penderita biasanya menunjukkan gejala dalam dua 15
hingga
beberapa
jam.
Pada
perdarahan
intraserebral
otak
akan
membengkak secara asimetris, dengan hemisfer yang membengkak mengandung darah. Perdarahan subarakhnoid dapat atau tidak muncul pada dasar otak. Pada irisan, jaringan otak yang berdekatan dengan perdarahan akan membengkak dan edematous. Tidak ada jaringan otak pada daerah hematom. Irisan mikroskopik menunjukkan sklerotik yang terhialinisasi pada arteri dan arteriol. Terkadang dapat ditemukan aneurisma arteriol dan arteri yang dilatasi. Kematian umumnya disebabkan kompresi dan distorsi otak tengah atau perdarahan ke dalam sistem ventrikel. Walaupun kematian pada pecahnya aneurisma atau perdarahan intraserebral dianggap wajar, namun pada beberapa keadaan tertentu dapat termasuk dalam pembunuhan, misalnya apabila orang tersebut mengalami ruptur aneurisma ketika terjadi kekerasan secara fisik, namun yang menentukan apakah ada aksi kriminal di dalamnya adalah pengadilan, bukan tenaga medis yang memeriksa. 2,3,4 (3). Lain-lain Kematian mendadak jarang terjadi pada infeksi, meskipun ada abses serebral yang ruptur, dan kematian yang cepat berhubungan dengan
meningitis
(pneumokokus, meningokokus,
influenza,
tuberkulosa). Akut poliomyelitis dan ensefalitis dapat menyebabkan kematian cepat jika juga mengenai batang otak.2,3,4 2.2 2.2.1
CARDIAC SUDDEN DEATH DEFINISI Kematian jantung mendadak adalah kematian yang tak terduga karena
penyebab jantung yang terjadi dalam jangka waktu singkat (biasanya dalam waktu 1 jam dari onset gejala) pada orang dengan penyakit jantung yang diketahui atau tidak diketahui. Sebagian besar kasus kematian jantung mendadak berhubungan dengan aritmia jantung yang dapat menimbulkan henti jantung mendadak.12,13 Henti jantung mendadak bukan merupakan serangan jantung (infark miokard), tetapi dapat terjadi selama serangan jantung. Serangan jantung terjadi ketika ada penyumbatan dalam satu atau lebih pembuluh darah ke jantung, sehingga darah yang kaya oksigen akan terhambat masuk ke dalam jantung dan menimbulkan otot jantung kekurangan oksigen. Sebaliknya, henti jantung mendadak terjadi saat terjadi 16
malfungsi dalam sistem listrik jantung dan menjadi tidak teratur. Jantung dapat berdetak cepat dan ventrikel bisa terjadi fibrilasi, sehingga darah tidak dapat mencapai seluruh tubuh. Dalam beberapa menit pertama, aliran darah ke otak akan berkurang dan seseorang akan kehilangan kesadaran. Bila tidak ditangani dengan segera maka akan menimbulkan kematian.13 Kematian jantung mendadak menjadi penyebab sekitar 91% dari kasus kematian mendadak.1 Gejala prodromal yang timbul biasanya non spesifik, nyeri dada (iskemik), palpitasi (takiaritmia), atau dispneu (gagal jantung).14
2.2.2
EPIDEMIOLOGI Kematian jantung mendadak menyumbang sekitar 325.000 kematian per tahun
di Amerka Serikat. Kematian jantung mendadak terjadi sekitar 0,1-0,2% per tahun pada populasi dewasa. Penelitian di Paris, 72% korban dari kematian jantung mendadak tidak didapatkan riwayat sakit jantung. Kematian jantung mendadak biasanya terjadi pada manusia dengan latar belakang penyakit koroner berat dengan penyempitan banyak pembuluh darah, jarang disebabkan oleh trombosis. Penelitian yang di lakukan di kota Medan mengenai penyebab kematian mendadak di kota tersebut menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskular menjadi penyebab utama dengan persentase 47,6%. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kematian jantung mendadak oleh karena penyakit jantung koroner lebih banyak terjadi pada manusia berkulit hitam dibandingkan kulit putih. Pria memiliki insiden yang lebih tinggi pada kematian jantung mendadak daripada wanita dengan perbandingan 3:1. Rasio ini umunya mencerminkan insiden yang lebih tinggi dari penyakit koroner obstruktif pada pria. Insiden kematian jantung mendadak sering terjadi pada rentang usia 45-75 tahun.1,13,14 2.2.3
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI Penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyebab terbanyak kematian
mendadak di dunia contohnya di Amerika Serikat, menyebabkan antara 300.000 sampai 400.000 kematian dalam setahun. 8
17
Terdapat variasi sirkardian pada insiden kematian mendadak dengan insiden puncak di pagi hari. Penjelasan yang mungkin adalah pada waktu tersebut aktivitas nervus simpatik meningkat, yang mungkin merupakan faktor predisposisi terjadinya Cardiac Aritmia. 8 Beberapa penyakit jantung dan pembuluh darah yang dapat mengakibatkan mati mendadak antara lain: 9 Penyakit Jantung Koroner (Coronary atherosclerosis)
Penyakit Jantung Hipertensi
Penyakit katup aorta (Aorta Stenosis)
Sirkulasi koroner anomali
Penyakit arteri koroner lainnya, seperti poliartritis
Pembesaran Kardiomiopati
Penyakit Jantung Kongenital
2.2.3.1.Penyakit Jantung Koroner (Coronary atherosclerosis) Dengan perhitungan kasar, sekitar 62% dari semua kematian mendadak karena penyakit jantung, disebabkan oleh arteriosklerosis pada arteri koroner. Terbentuknya sumbatan pada lumen cabang pembuluh darah yang partial atau total yang luas ataupun hanya setempat dapat menyebabkan arteri tidak dapat mengirim darah yang adekuat ke miokardium. Sebagai akibatnya akan terjadi coronary artery insufficiency dan jantung secara tiba-tiba berhenti. 11 Obstruksi yang signifikan pada lumen arteri koronaria adalah jika membatasi 75% lumen
8
atau setidaknya 80% dari lumen yang normal harus hilang sebelum
timbul infark myocard 9. Stenosis dari koroner oleh ateroma sangat sering terjadi, konsekuensinya terjadi pengurangan aliran darah ke otot jantung yang dapat menyebabkan kematian dengan berbagai cara. 9 1. Insufisiensi koroner akibat penyempitan lumen utama akan mengakibatkan iskemia kronik dan hipoksia dari otot-otot jantung di bawah stenosis. Otot jantung yang mengalami hipoksia mudah menyebabkan aritmia dan fibrilasi ventrikel, terutama pada adanya beban stress seperti olahraga atau emosi.
18
2. Komplikasi dari ateroma dapat memperburuk stenosis koroner dan kematian otot jantung yang mengikutinya. Plak ateroma ulseratif dapat pecah atau hancur, mengisi sebagian atau seluruh pembuluh darah dengan kolesterol, lemak dan debris fibrosa. Pecahan ini akan terbawa ke arah distal pembuluh darah dan pada percabangan pembuluh darah menyumbat pembuluh darah dan menyebabkan multipel mini-infark. Bagian endotel dari plak yang hancur dapat bertindak seperti katup dan menutup total pembuluh darah. Komplikasi lain adalah perdarahan sub-intima yang terjadi pada plak, membesarkannya secara tiba-tiba dan menutup lumen pembuluh darah. 3. Trombosis koroner 4. Miokard infark, terjadi ketika stenosis berat terjadi atau terjadi oklusi total dari pembuluh darah, bila pembuluh darah kolateral di tempat bersangkutan tidak cukup memberi darah pada daerah yang bersangkutan. Infark umumnya baru terjadi bila lumen tertutup lebih dari atau sama dengan 70%. 5. Lesi pada sistem konduksi jantung. Efek dari infark yang besar adalah mengurangi fungsi jantung karena kegagalan pompa dan otot yang mati tidak dapat berkontraksi atau menyebabkan aritmia dan fibrilasi ventrikel. Infark yang dapat dilihat dengan mata secara makroskopik tidak terjadi saat kematian mendadak, karena perlu beberapa jam agar oklusi jantung menjadi jelas. Tapi efek fatal dari infark dapat terjadi pada setiap saat setelah otot menjadi iskemik. 6. Infark miokard yang ruptur dapat menyebabkan kematian mendadak karena hemoperkardium dan tamponade jantung. Keadaan ini umumnya terjadi pada wanita tua, yang mempunyai miokardium yang rapuh, namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada semua orang. Keadaan ini cenderung terjadi dua atau tiga hari setelah onset infark dan bagian otot yang infark menjadi lunak. Ruptur terkadang terjadi pada septum interventrikuler, menyebabkan ”leftright shunt” pada jantung. 7. Fibrosis miokard, terjadi ketika infark miokard menyembuh karena miokardium tidak dapat berprofilerasi. Sebuah daerah fibrosis yang besar di ventrikel kiri dapat kemudian membengkak karena tekanan yang tinggi selama sistole membentuk aneurisma jantung yang mengurangi fungsi jantung. 19
8. Ruptur otot papilaris, dapat terjadi karena infark dan nekrosis. Keadaan ini memungkinkan katup mitral mengalami prolaps dengan gejala insufisiensi mitral dan bahkan kematian. Ateroma pada arteri koroner bisa fokal dengan plak yang irreguler dengan berbagai ukuran atau dalam jumlah sedikit dan terlokalisir dengan sisa lumen lain pada sistem kardiovaskuler hampir normal. Hal ini berarti setiap bagian pembuluh darah utama harus diperiksa saat otopsi, pemotongan transversal dilakukan dengan jarak tidak lebih dari 3 mm. 9 Beberapa bentuk infark miokard yang dapat dikenali saat otopsi yaitu: 9 Infark laminar, lebih banyak ditemukan pada daerah subendokardial atau pada ventrikel kiri, kadang infark luas sampai setengah atau lebih dari tebalnya dinding.
Infark lokal atau regional, lebih sering pada penyakin arteri koroner murni, dan disebabkan oklusi lokal atau sumbatan yang berat pada arteri koronaria. Besar dan posisi infark tergantung dimana oklusi terjadi. Hampir semua infark jenis ini ditemukan pada ventrikel kiri.
Gambaran makroskopis infark miokard awal digambarkan dengan berbeda pada banyak buku patologi, sebagian karena berbagai macam umur infark yang digambarkan oleh penulis. Beberapa gambaran yang khas dari tingkatan infark miokard, adalah:
12-18 atau bahkan 24 jam pertama, tidak dapat dilihat dengan
mata telanjang. Tanda pertama yang dapat ditemukan adalah oedem pada otot yang terlihat pucat karena tekanan serabut otot pada pembuluh darah.
Sekitar akhir hari pertama sampai hari kedua dan ketiga, daerah tersebut menjadi berwarna kuning disertai pecahnya miosit yang menyebabkan lapisan tampak merah. Hal ini akan memberikan gambaran “trigoid” seperti belang pada macan.
Setelah beberapa hari, infark menjadi lebih lembut dan rapuh, disebut “myomalacia cordis”. Pada fase ini, 2 atau 3 hari kedepan akan terjadi ruptur dan masuk ke kandung perikardial.
20
Tiga minggu dan setelahnya, bagian tengah infark menjadi seperti gelatin, warnanya memudar menjadi adu-adu transparan.
Satu atau dua bulan selanjutnya, fibrosis akan mengganti otot yang mati dan menjadi jaringan parut. Gambaran infark miokard yang berbeda pada tiap fase dapat terlihat secara
mikroskopis. Gambaran infark tersebut antara lain: 9 Perubahan awal gambaran mikroskopis infark miokard tidak spesifik. Perubahan tersebut diantaranya oedema intersisial, kongesti, dan perdarahan kecil.
Periode 18-24 jam, terjadi degenerasi yang progresif pada serabut otot dan jumlah eosinofilia bertambah. Oedema seluler mereda dan digantikan oleh oedema interfibre, memisahkan serabut otot.
Hari kedua sampai keempat, nukleus menjadi cekung dan membayang. Terjadi infiltasi netrofil pada sebagian infark, kemudian digantikan oleh mononuklear makrofag akan membersihkan debris dan fibroblas akan menjadi kolagen selama perbaikan.
Pada akhir minggu pertama, terjadi disitegrasi serabut otot, dan kapiler baru dan fibroblas mulai terlihat.
Pada minggu keempat, terjadi fibrosis awal yang lambat dan tidak merata. Beberapa komplikasi infark mikard yang mungkin timbul antara lain: 9 1. Ruptur jantung, merupakan penyebab umum timbulnya haemoperikardium dan cardiac tamponade. Ruptur selalu terjadi selama infark. Ruptur palign sering terjadi pada bagian distal dinding ventrikel kiri. 2.
Trombosis mural, tidak dapat disepelekan jika infark terjadi pada endokardium ventrikel kiri.
3.
Perikarditis, terjadi bersama dengan infark transmural. Perikardium viseral menjadi berwarna merah keunguan dengan vaskular blush pada permukaannya. 21
4.
Fibrosis miokard, pada orang tua dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel pada hipertensi dan meyebabkan iskemik relatif.
5.
Aneurisma jantung, terjadi dimana daerah fibrosis yang luas menggantikan infark transmural sebelumnya.
2.2.3.2 Penyakit Jantung Hipertensi Hipertensi dapat menyebabkan kematian mendadak diawali dengan hipertrofi ventrikel kiri. Pada hipertensi, otot jantung harus bekerja ektra untuk melawan tekanan eksternal dan membesar untuk dapat menghasilkan dorongan yang lebih kuat.9 Ateroma sering diasosiasikan dengan hipertensi. Ketika ventrikel kiri harus bekerja melawan tekanan arteri sistemik yang tinggi, serabut otot jantung menjadi hipertrofi. Jika 360-380 gram adalah batas berat rata-rata jantung manusia, maka pada penyakit jantung hipertensi adalah 500-700 gram. Pembuluh darah di bagian tengah harus memberikan suplai pada otot dengan volume yang lebih dari lapisan lain. Hal ini menjelaskan bahwa daerah tengah lebih rentan terhadap perubahan hipoksia, yang didindikasikan dengan penurunan aktivitas enzim dan terjadinya nekrosis laminar. Otot-otot ini menjadi tidak stabil dan dengan dengan mudah membuat rangkaian aritmia dan fibrilasi. 5 2.2.3.3 Stenosis Aorta Stenosis aorta menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri, bahkan lebih nyata dibanding pada hipertensi. Jantung dapat mencapai berat 800 – 1000 gram. Penyebabnya biasanya adalah kalsifikasi pada katup jantung menyebabkan katup menjadi tebal dan kaku. Pada tingkat lanjut, seluruh katup mungkin hampir tidak dapat dikenali, massa seperti kapur, dengan lumen hampir tidak cukuplebar untuk memuat sebuah pensil. 5 Katup aorta yang sempit, menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri dan menyebabkan hipertrofi otot dalam rangka memompa stroke volume yang sama melewati lubang yang lebih sempit. Efek yang lain adalah penurunan tekanan perfusi koroner, dan akan lebih buruk jika terjadi regurgitasi. Kematian mendadak umumnya terjadi pada usia di atas 60 tahun, namun terjadi pula pada orang yang lebih muda dengan kelainan kongenital berupa katup aorta yang bikuspid. 5 2.2.3.4 Kardiomiopati 22
Kardiomiopati adalah suatu kelainan pada miocardium yang dihubungkan dengan disfungsi jantung dimana
belum diketahui
penyebab
yang
pasti.
Kardiomiopati bukan merupakan hasil dari arteriosklerosis, hipertensi, kongenital, atau penyakit katup jantung. 9 Kardiomiopati dapat digolongkan menjadi 3, yaitu: dilated/kongesti, hipertrofi, dan restriktif-obliteratif. Pada dilated/kongesti, jantung dengan nyata membesar, dengan miokardium yang lembek dan perbesaran pada semua ruang. Secara mikroskopis, terdapat degenerasi dan atau hipertrofi serat otot, fibrosis miokardium yang fokal atau difus, infiltasi sel mononuklear, dan kadang infiltrasi lemak. 8
23
BAB III PENUTUP
3.1
KESIMPULAN Kasus kematian yang mendadak sering terjadi dan dapat ditemukan dalam
segala macam kondisi. Penentuan sebab kematian menjadi penting terkait dengan kepentingan hukum, perubahan status almarhum dan keluarganya, serta hak dan kewajiban yang timbul dari meninggalnya orang tersebut. Kematian mendadak karena penyakit jantung menduduki peringkat pertama dan meningkat setiap tahunnya. Kematian jantung mendadak adalah kematian yang tak terduga karena penyebab jantung yang terjadi dalam jangka waktu singkat (biasanya dalam waktu 1 jam dari onset gejala) pada orang dengan penyakit jantung yang diketahui atau tidak diketahui. Penyakit jantung yang dimaksud adalah penyakit jantung koroner. Sebagian besar kasus kematian jantung mendadak berhubungan dengan aritmia jantung yang dapat menimbulkan henti jantung mendadak. Pada kasus dengan kematian jantung mendadak dapat ditemukan tanda asfiksia pada pemeriksaan post mortem seperti sianosis, bendungan sistemik atau bintik perdarahan, lebam mayat berwarna kebiruan gelap, dan edema. Pemeriksaan penanda jantung menggunakan immunoassay jarang sekali digunakan karena diagnose pasti dapat menggunakan gross autopsy dan patologi anatomi, ditambah dengan gejala signifikan sebelum kematian. Namun, tidak semua kematian jantung dapat langsung diketahui dengan autopsy, contohnya pada beberapa kasus sulit seperti mikro infark yang tidak dapat diketahui dengan gross autopsy, namun tetap dapat mengakibatkan instabilitas elektrik di miokardium sehingga dapat diperiksa tes penanda jantung seperti Creatine kinase-MB (CK-MB), mioglobin, troponin T (cTnT) dan troponin I (cTnI).
24
View more...
Comments