Referat Bph Jadi(1)

July 2, 2019 | Author: Iklima Lintang | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

referat bph jadi...

Description

REFERAT ILMIAH BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Umum Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh : Heti Prasekti 22010117220046

Pembimbing : dr. Dadi Garnadi, Sp.B

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2018

HALAMAN PENGESAHAN

 Nama

: Heti Prasekti

 NIM

: 22010117220046 22010117220046

Judul Referat

: Hernia Inguinalis

Pembimbing

: dr. Dadi Garnadi, Sp.B

Batang, 7 Januari 2018 Pembimbing,

dr. Dadi Garnadi, Sp.B

BAB I PENDAHULUAN

Benign Prostat Hiperplasia (BPH) merupakan kelainan yang sering ditemukan. BPH adalah tumor jinak yang sering terjadi pada laki-laki dan insidensinya terkait dengan umur pasien. Jika dilihat secara epidemiologi, insidensi BPH di dunia pada usia 50 tahun sebesar 50%, dan semakin meningkatnya usia, yakni dalam rentang usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya meningkat menjadi 60% dan diatas 80 tahun persentasenya mencapai hingga 90%.1 Gejala pada kasus ini juga terkait dengan umur pasien. Pada umur 55 tahun, sekitar 25% dari laki-laki mengeluhkan gejala obstruksi berkemih. Pada umur 75 tahun 50% laki-laki melaporkan penurunan kekuatan dan kaliber dari aliran urin. 2 Di rumah sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) sub bagian urologi, setiap tahun ditemukan antara 200 sampai 300 penderita baru dengan prostat hipertrofi. Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat oleh karena yang sebenarnya terjadi adalah

hiperplasia kelenjar periuretral yang mendesak jaringan prostat asli ke perifer sehingga kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical ( surigcal capsule).3 Faktor risiko untuk perkembangan hiperplasia prostat jinak belum dapat diketahui dengan baik. Beberapa studi mengemukakan beberapa faktor yang  berpengaruh diantaranya kadar hormon, usia, obesitas, pola diet, aktivitas seksual, kebiasaan merokok dan minum alkohol, olahraga, dan diabetes melitus. 4,5,6

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

DEFINISI

Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi sebenarnya adalah hiperplasia kelenjar periuretral yang mendesak jaringan prostat asli ke  perifer sehingga kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical.1

Gambar 1. Prostat Normal dan Prostat yang Membesar

2.2

ANATOMI PROSTAT7 Prostat adalah kelenjar seks tambahan terbesar pria yang ekskresinya

 berkontribusi pada cairan semen. Prostat terletak di dalam rongga pelvis ditembus oleh dua buah saluran yaitu uretra dan duktus ejakulatorius. Prostat berbentuk seperti  piramida terbalik dan mempunyai ukuran yang bervariasi sekitar 4x3x2 cm. Apex  prostat merupakan bagian paling bawah yang terletak pada facies superior diafragma urogenitalis dan terletak 1,5 cm di belakang bagian bawah simfisis pubis. Basis  prostat merupakan bagian atas prostat dan berhubungan dengan vesika urinaria pada suatu bidang horizontal melalui bagian tengah simfisis pubis yang dipisahkan oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat di dalam spatium retropubicum (cavum Retzius). Konsistensinya keras, sebagian berupa kelenjar sebagian berupa otot. Prostat terbungkus dalam sebuah kapsul jaringan ikat, kapsul ini dilapisi oleh fascia  prostatica yang tebal yang berasal dari fascia pelvica. Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan aspek posterior os pubis oleh ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini terletak di samping kanan dan kiri linea mediana dan merupakan  penebalan fascia pelvis. Permukaan belakang prostat berhubungan erat dengan facies

2

anterior ampulla recti dan dipisahkan dari rectum oleh septum rectovesicale (fascia denonvillier), permukaan inilah yang teraba pada saat pemeriksaan colok dubur (rectal toucher). Permukaan samping prostat (menonjol) difiksasi oleh bagian depan musculus levator ani dan bagian atas permukaan ini dipisahkan dari vesica urinaria oleh plexus venosus vesicalis.

Gambar 2. Anatomi Prostat

Jaringan kelenjar prostat membentuk tiga buah gugusan konsentris, dibedakan oleh lokasi duktus masing-masing ke dalam uretra, perbedaan lesi patologinya dan  pada beberapa kasus berdasarkan embriologinya yaitu: 1. Zona perifer (Glandula prostatica propia) Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, zona ini meliputi 70% masa kelenjar  prostat. Sekitar 70% kanker prostat timbul pada zona ini dan umumnya disebabkan oleh prostatitis kronik.

2. Zona sentralis Lokasinya terletak diantara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah. Zone ini mengandung 25% dari volume prostat dan membentuk kerucut disekeliling duktus ejakulatorius pada bagian dasar vesica urinaria. Zone ini memiliki karakteristik secara struktural dan imunohistokimia yang  berbeda dari bagian prostat yang lain, dan diduga berasal dari sistem duktus Wolffian (umumnya mirip dengan epididimis, vas deferens dan vesica seminalis) dimana bagian prostat yang lain berasal dari sinus urogenital. Berdasarkan hal tersebut zone sentral jarang terkena penyakit, hanya 1  –  5%

3

adenokarsinoma yang timbul pada lokasi ini sekalipun terinfiltrasi oleh sel kanker dari zone yang berdekatan. 3. Zona transisional Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH). Benign Prostat Hypertrophy (BPH) umumnya muncul dari zone ini. BPH awalnya merupakan mikronodul kemudian berkembang membentuk makronodul disekitar tepi inferior dari urethra preprostatik tepat diatas verumontanum. Makronodul ini selanjutnya menekan jaringan normal sekitarnya pada posteroinferior zone perifer dengan membentuk kapsul palsu disekitar jaringan hyperplasia. Sekitar 20% dari adenocarsinoma terjadi pada zone ini. 4. Zona periuretral Bagian ini terdiri dari duktus  – duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif yang tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.

Gambar 3. Zona Prostat

Prostat terbagi dalam beberapa lobus. Secara klinis prostat membentuk tiga  buah lobus yaitu dua buah lobus lateralis dan sebuah lobus medius. Kedua lobus lateralis dibagi oleh sulcus sentralis yang dapat dipalpasi pada pemeriksaan colok dubur dan dihubungkan satu sama lain di sebelah ventral uretra oleh ismus prostate yang tidak tampak dari luar. Lobus lateralis merupakan pembentukan massa prostat yang utama. Lobus medius merupakan bagan yang berbentuk kerucut dari prostat dan terletak antara kedua ductus ejakulatorius dan uretra. Mempunyai ukuran yang  bervariasi, terletak menonjol ke dalam uretra pars cranialis pada permukaan posterior dan menyebabkan terbentuknya uvula vesicae. Hipertrofi lobus medius dapat menghalangi pengeluaran urine.

4

Gambar 4. Lobus Prostat

Prostat menerima serabut-serabut saraf simpatis dan parasimpatis dari plexus nervosus prostaticus. Serabut-serabut parasimpatis berasal dari medulla spinalis segmen sacralis. Inervasi simpatis dan parasimpatis dari plexus pelvis berjalan sepanjang prostat sampai nervus cavernosa. Saraf mengikuti cabang dari arteri capsular untuk mempercabangkan pada bagian kelenjar dan stroma. Saraf parasimpatis  berakhir pada acinus dan merangsang sekresi, serabut simpatis menyebabkan kontraksi otot polos dari kapsul dan stroma. Penghambatan alfa-1 adrenergik mengurangi tonus stroma prostat dan tonus sfingter preprostatik dan meningkatkan laju aliran kencing  pada orang dengan BPH. Arteri-arteri untuk prostat terutama berasal dari arteri vesicalis inferior dan arteri rectalis media, cabang arteri iliaca interna. Vena-vena bergabung membentuk  plexus venosus prostaticus yang terletak diantara kapsula fibrosa dan sarung prostat, ditampung oleh vena iliaca interna. Plexus venosus prostaticus juga berhubungan dengan plexus venosus vesicalis dan plexus venosus vertebralis. Pembuluh limfe terutama berakhir pada nodi lymphoide iliaci interni dan nodi lymphoidei externi.

2.3

FISIOLOGI PROSTAT Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bergabung dengan

sekret dari vesikula seminalis menjadi komponen utama cairan semen. Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pHnya agak asam. Selain itu dapat ditemukan enzimenzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. Kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi.8

5

2.4

HISTOLOGI PROSTAT

Prostat merupakan suatu kumpulan 30-50 kelenjar tubuloalveolar yang  bercabang. Duktusnya bermuara ke dalam uretra pars prostatika yang menembus  prostat. Kelenjar tubuloalveolar prostat dibentuk oleh epitel bertingkat silindris atau kuboid. Stroma fibromuskular mengelilingi kelenjar-kelenjar. Prostat dikelilingi oleh suatu simpai fibroelastis dengan otot polos. Septa dari simpai ini menembus kelenjar dan membaginya dalam lobus-lobus yang tidak berbatas tegas  pada orang dewasa. Hormon androgen testis berfungsi untuk mengontrol  pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel-sel prostat. 9

Gambar 5. Histologi Prostat

2.5

ETIOLOGI10

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia

prostat

jinak

yaitu:

(1)

Teori

Dihidrotestosteron,

(2)

Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel prostat/ apoptosis. 1. Teori Dihidrotestosteron

Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat  penting pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5 α-reduktase dengan bantuan koenzim  NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis  protein  growth  factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada  berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda

6

dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal. 2.

Ketidakseimbangan antara Estrogen  –  Testosteron Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan  jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel

 prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa  prostat menjadi lebih besar. 3.

Interaksi Stroma  –  Epitel (Teori Growth F actors)

Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator ( growth factor ) tertentu. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi transforming

growth

factor-α

(TGF-α)  akan

menyebabkan

terjadinya

ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran  prostat. 4.

Berkurangnya kematian sel prostat ( Apoptosis)

Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju  proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan semakin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan masa prostat. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.

7

2.6

FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor predisposisi yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah : 1. Kadar Hormon11

Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan  peningkatan risiko BPH. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten yaitu dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5α reductase, yang memegang peran penting dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat. 2. Usia2

Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada  buli (otot detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena  pengaruh

usia

tua

menurunkan

kemampuan

buli-buli

dalam

mempertahankan aliran urin pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran prostat, sehingga menimbulkan gejala. Selain itu sesuai dengan pertambahan usia, kadar testosteron mulai menurun secara perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun keatas. 3. Obesitas4

Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan seksual, tipe bentuk tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk tubuh yang membesar di bagian pinggang dengan perut buncit, seperti  buah apel. Beban di perut itulah yang menekan otot organ seksual, sehingga lama kelamaan organ seksual kehilangan kelenturannya. Selain itu deposit lemak berlebihan juga akan mengganggu kinerja testis. Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh terhadap  pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap androgen dan menghambat proses kematian sel-sel kelenjar prostat. Pola obesitas pada laki-laki biasanya berupa penimbunan lemak pada abdomen. 4. Pola Diet12

Suatu studi menemukan adanya hubungan antara penurunan risiko BPH dengan mengkonsumsi buah dan makanan mengandung kedelai yang kaya akan isoflavon. Kedelai sebagai estrogen lemah mampu untuk memblokir reseptor estrogen dalam prostat terhadap estrogen. Jika estrogen yang kuat ini sampai menstimulasi reseptor dalam prostat,

8

dapat menyebabkan BPH. Studi demografik menunjukkan adanya insidensi yang lebih sedikit timbulnya penyakit prostat ini pada laki-laki Jepang atau Asia yang banyak mengkonsumsi makanan dari kedelai. Isoflavon kedelai yaitu genistein dan daidzein, secara langsung mempengaruhi metabolisme testosteron. Risiko lebih besar terjadinya BPH adalah mengkonsumsi margarin dan mentega, yang termasuk makanan yang mengandung lemak jenuh. Konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh yang tinggi (terutama lemak hewani) dapat merusak keseimbangan hormon yang berujung pada berbagai penyakit. 5. Aktivitas Seksual13

Kelenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk  pembentukan hormon laki-laki. BPH dihubungkan dengan kegiatan seks  berlebihan dan alasan kebersihan. Saat kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami peningkatan tekanan darah sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi hambatan prostat yang mengakibatkan kalenjar tersebut bengkak permanen. Seks yang tidak  bersih akan mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan BPH. Aktivitas seksual yang tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar hormon testosteron. 6. Kebiasaan merokok 14

 Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan  penurunan kadar testosteron. 7. Kebiasaan minum-minuman beralkohol15

Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang penting untuk prostat yang sehat. Zinc sangat penting untuk kelenjar prostat. Prostat menggunakan zinc 10 kali lipat dibandingkan dengan organ yang lain. Zinc membantu mengurangi kandungan  prolaktin di dalam darah. Prolaktin meningkatkan penukaran hormon testosteron kepada DHT. 8. Penyakit Diabetes Mellitus4

Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dL mempunyai risiko tiga kali terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki dengan penyakit Diabetes Mellitus mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH dibandingkan dengan laki-laki dengan kondisi normal.

9

2.7

PATOFISIOLOGI16,1

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini  berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi saraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik. Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan  perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan  pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstruksi saluran kemih adalah  penderita harus menunggu keluarnya kemih pertama, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi lemah, dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi disebabkan oleh hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena  pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga  pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi

10

lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia  paradoks. Retensi

kronik

menyebabkan refluks

vesiko-ureter,

hidroureter,

hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis. 2.8

DIAGNOSIS

1.

Gambaran Klinis1,17

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih. Keluhan  pada saluran kemih itu sendiri terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif. Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi

Obstruksi

Iritasi

Hesitansi

Frekuensi

Pancaran miksi lemah

Nokturi

Intermitensi

Urgensi

Miksi tidak puas

Disuri

Menetes setelah miksi Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah  bawah digunakan sistem scoring yaitu Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem scoring I-PSS terdiri atas tujuh  pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Dari skor I-PSS dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat yaitu (1) ringan : skor 0-7, (2) sedang : skor 8-19, dan (3) berat : skor 20-35.

11

Tabel 2. International Prostate Symptoms Score (IPSS)

2.

Pemeriksaan Fisik 1,17 Pemeriksaan Colok Dubur / Digital Rectal Examination (DRE)

Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat memberikan gambaran tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan meraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan konsistensi, adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas dapat diraba. Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal atau normal, permukaan licin dan konsistensi kenyal. Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat dikeluarkan dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100cc  biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan intervensi pada hipertrofi prostat. Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur  pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal  pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar

12

20ml/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6-8 ml/detik sedangkan maksimal pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang. Pada pemeriksaan fisik, apabila sudah terjadi kelainan pad traktus urinarius  bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi  pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, buli-buli penuh (ditemukan masa suprapubis) yang nyeri dan pekak pada perkusi. Tabel 3. Derajat Berat BPH berdasarkan Gambaran Klinis

Derajat

Colok Dubur

Sisa Volume Urin

I

Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba

100 ml

IV 3.

Retensi urin total Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Radiologis1,17 a. Foto Polos Abdomen (BNO)

Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius,  pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih  juga dapat untuk mengetahui adanya metastasis ke tulang dari carcinoma  prostat. Kalau dibuat foto setelah miksi dapat dilihat sisa urin. b. Pielografi Intravena (IVP)

Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai filling defect/indentasi prostat  pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas  berbentuk seperti mata kail (hooked fish). Dapat pula mengetahui adanya kelainan pada ginjal atau ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit (trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli). Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin. c.

Transrektal Ultrasonografi (TRUS)

13

Adalah tes USG melalui rektum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang suara prostat. Gema  pola gelombang suara merupakan gambaran dari kelenjar prostat pada layar tampilan. Selain untuk mengetahui pembesaran prostat, pemeriksaan USG dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urin, dan keadaan  patologi lain seperti divertikulum, tumor dan batu. USG transrektal dapat digunakan untuk mengukur besar prostat untuk menentukan terapi yang tepat. d.

USG Transabdominal

Gambaran

sonografi

benigna

hyperplasia

prostat

menunjukkan

 pembesaran bagian dalam glandula, yang relatif hipoekoik dibanding zona  perifer. Zona transisi hipoekoik cenderung menekan zona sentral dan  perifer. Batas yang memisahkan hiperplasia dengan zona perifer adalah “surgical capsule”. USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama. e.

Sistoskopi

Tabung, disebut sebuah “cystoscope”, berisi lensa dan sistem cahaya yang membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam uretra serta mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi. 2.9

DIAGNOSIS BANDING1,17

Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi uretra. Setiap kesulitan miksi disebabkan oleh salah satu dari ketiga faktor tersebut. Kelemahan detrusor dapat disebabkan oleh kelainan saraf yang mempersarafinya. Kekakuan leher vesika disebabkan oleh proses fibrosis, sedangkan resistensi uretra disebabkan oleh  pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor di leher kandung kemih, batu di uretra atau striktur uretra. Kelainan tersebut dapat dilihat dengan sistokopi.

14

Tabel 4. Diagnosis Banding Obstruksi Saluran Kemih karena H iperplasi Prostat

2.10

PENATALAKSANAAN1,17

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun ada pula yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah. Tujuan terapi hiperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urin setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas  penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan urologi yang kurang invasif. Di dalam praktek, pembagian besar prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan cara penanganan. Penderita derajat I biasanya belum memerlukan tindakan bedah tetapi diberikan pengobatan konservatif dengan medikamentosa. Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker) dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menurunkan kadar hormone testosteron/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5αreduktase.

15

1.

 Penghambat reseptor adrenergik α Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih membantu

untuk meringankan obstruksi kemih yang disebabkan oleh pembesaran prostat pada BPH. Umumnya alpha blocker yang digunakan pada BPH diantaranya tamsulosin (flomax), alfuzosin (uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (hytrin) atau doxazosin (cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu tetapi tidak  berpengaruh pada ukuran prostat. 2.

 Penghambat 5 α reduktase Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron

(DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 α reduktase di dalam sel  prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel  prostat menurun. Pembesaran prostat pada BPH secara langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan. Selain itu pasien juga diedukasi mengenai suatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5)  jangan menahan kencing terlalu lama. Derajat II merupakan indikasi untuk dilakukan pembedahan. Biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra (TUR). Sembilan puluh lima persen  prostatektomi sederhana dapat dilakukan secara endoskopi. Risiko TUR meliputi ejakulasi retrograd (75%), impotensi (5-10%), dan inkontinensia (
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF