REFERAT Acne Vulgaris

September 4, 2017 | Author: Andi Rizki Ayu | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

REFERAT...

Description

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UMI

REFERAT : ACNE VULGARIS

Disusun oleh : Andi Rizki Tenryayu

110 211 0150

Supervisor Pembimbing : dr. Dian Amelia Abdi, M.Kes, Sp.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2015

1

BAB I PENDAHULUAN

Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista pada daerah - daerah predileksi seperti wajah, bahu, bagian atas dari ekstremitas superior, dada, dan punggung. 1 Akne vulgaris menjadi masalah pada hampir semua remaja. Acne minor adalah bentuk akne yang ringan, dan dialami oleh 85% para remaja. Sebanyak 15% remaja menderita acne major yaitu bentuk akne yang cukup hebat sehingga mendorong mereka untuk berobat ke dokter. 1 Karena hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, maka sering dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Kligman mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang sama sekali tidak pernah menderita penyakit ini. Penyakit ini memang jarang terdapat pada waktu lahir, namun ada kasus yang terjadi pada masa bayi. Betapa pun, baru pada masa remajalah akne vulgaris menjadi salah satu problem. 1, 2 Biasanya, akne vulgaris mulai timbul pada masa pubertas. Karena pada waktu pubertas terdapat kenaikan dari hormone androgen yang beredar dalam darah yang dapat menyebabkan hyperplasia dan hipertrofi dari glandula sebasea. Pada wanita, Insiden terbanyak terdapat pada usia 14-17 tahun sedangkan pada laki – laki 16 – 19 tahun. Namun kadang – kadang pada wanita akne menetap sampai usia 30an atau lebih. 1, 2 Penyebab yang pasti dari akne vulgaris belum diketahui secara pasti tetapi ada banyak faktor yang diduga dapat menyebabkan akne vulgaris, antara lain: Sebum, bakteria, herediter, hormon, diet, iklim, psikis, kosmetik dan bahan kimia lain.1, 2 Diagnosis

akne

vulgaris

dapat

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris antara lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral. 2, 3

2

Penatalaksanaan akne vulgaris berupa terapi sistemik, topikal, fisik, dan diet. Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari sekuele yang bersifat permanen.1, 3

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

Definisi Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan gejala klinis polimorfik berupa komedo, papul, pustul, nodus dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik jaringan parut yang hipotropik maupun yang hipertrofik. Predileksi akne vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung. Walaupun Akne vulgaris merupakan penyakit self limited (sembuh sendiri) dapat terjadi gejala sisa berupa pitted scar atau skar hipertrofik yang bisa menetap seumur hidup.

2.2.

1, 2, 3

Epidemiologi Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch. Pada umumnya insiden akne terjadi pada usia 14-17 tahun pada wanita dan 16-19 tahun pada laki-laki, dengan lesi predominan adalah komedo dan papul. Rothman (1997) mengatakan akne sudah timbul pada anak usia 9 tahun, namun puncaknya pada laki-laki terutama usia 17-18 tahun sedangkan wanita usia 16-17 tahun.1, 2 Pada wanita akne vulgaris dapat terjadi premenarke. Setelah masa remaja kelainan ini berangsur berkurang. Namun kadang-kadang, terutama pada wanita, akne vulgaris menetap sampai dekade umur 30-an atau bahkan lebih. Meskipun pada pria umumnya akne vulgaris lebih cepat berkurang, namun pada penelitian diketahui bahwa justru gejala akne vulgaris yang berat biasanya terjadi pada pria. Diketahui pula bahwa ras Oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih jarang menderita akne vulgaris dibanding dengan ras Kaukasia (Eropa, Amerika), dan lebih sering terjadi nodulo-kistik pada kulit putih daripada negro. Akne vulgaris mungkin familial, namun karena tingginya prevalensi penyakit, hal ini sukar dibuktikan. Dari sebuah penelitian diketahui bahwa mereka yang bergenotip XYY mendapat akne vulgaris yang lebih berat. 1

4

2.3.

Etiopatogenesis Penyebab terjadinya Akne Vulgaris

belum diketahui secara pasti, tetapi

informasi mengenai faktor-faktor yang diduga berperan dalam patogenesisnya telah dikemukakan. 4 Penyebab Akne Vulgaris bersifat multifaktorial melibatkan unit pilosebasea, oleh karena itu paling sering didapatkan di area dengan jumlah kelenjar sebasea paling banyak dan berukuran paling besar. Faktor-faktor yang memainkan peranan sentral dalam patogenesisnya antara lain 1) hiperproliferasi folikel epidermis, 2) peningkatan produksi sebum, 3) proses inflamasi, serta

4)

kolonisasi bakteri Propionibacterium acnes. Sedangkan peranan faktor herediter masih diperdebatkan. 3, 4 1) Hiperproliferasi folikel epidermis Hiperproliferasi folikel epidermis menyebabkan pembentukan lesi primer akne yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu infundibulum menjadi hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi dari keratinosit.

Kelebihan

sel

dan

kekuatan

kohesinya

menyebabkan

pembentukan plug pada ostium follikular. Plug ini kemudian menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terakumulasi di dalam folikel. Hal tersebut kemudian menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas, yang kemudian membentuk mikrokomedo. Stimulus terhadap proliferasi keratinosit dan peningkatan daya adhesi masih belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yaitu stimulasi androgen, penurunan asam linoleat, dan peningkatan aktifitas interleukin (IL)-1α.3 Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular untuk menyebabkan

hiperproliferasi.

Dihidrotestosteron

(DHT)

merupakan

androgen yang poten yang memegang peranan terhadap timbulnya akne. 17βhidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-reduktase merupakan enzim yang berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron (DHEAS) menjadi DHT. Jika dibandingkan dengan keratinosit epidermal, keratinosit follikular

5

menunjukkan peningkatan aktifitas 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-reduktase yang pada akhirnya meningkatkan produksi DHT. DHT dapat menstimulasi proliferasi keratinosit follikular. Hal lain yang mendukung peranan androgen dalam patogenesis akne ialah bahwa pada orang dengan insensitivitas androgen komplet tidak terkena akne. 3 Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya linoleic acid. Linoleic acid merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan menurun pada orang-orang yang terkena akne. Kuantitas Linoleic acid akan kembali normal setelah penanganan dengan isotretinoin. Kadar Linoleic acid yang tidak normal dapat menyebabkan hiperproliferasi keratinosit follikular dan memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa Linoleic acid diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan mengalami dilusi seiring dengan meningkatnya produksi sebum. 3 IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit. Keratinosit follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi dan pembentukan mikrokomedo ketika diberikan IL-1. Antagonis reseptor IL-1 dapat menghambat pembentukan mikrokomedo. 3 2) Peningkatan produksi sebum Pernyataan bahwa sebum memainkan peranan penting pada proses aknegenesis didukung oleh beberapa fakta, yaitu pasien dengan akne akan memproduksi lebih banyak sebum dibanding yang tidak terkena akne meskipun kualitas sebum pada kedua kelompok tersebut adalah sama. Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida mungkin berperan dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah menjadi asam lemak bebas oleh P.acnes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea. Asam lemak bebas ini kemudian menyebabkan kolonisasi P.acnes, mendorong terjadinya inflamasi dan dapat menjadi komedogenik.2,3 Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa dengan aktifitasnya pada keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen berikatan dan mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang dengan akne

6

memiliki kadar serum androgen yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak terkena akne. Kadar hormon ini lebih tinggi beberapa kali pada laki-laki dibandingkan dengan wanita, tetapi angka sekresi sebum hanya lebih tinggi sedikit pada laki-laki dibandingkan dengan wanita. Pada laki-laki dewasa muda kadar testosteron serum adalah 500 – 700 ng/dl, sedang pada wanita kadarnya hanya 30 – 50 ng/dl, sehingga yang diduga memegang peranan

pada

aktivitas

kelenjar

sebasea

adalah

DHEAS

(Dehidroepiandrosterone). Pada kelenjar sebasea, DHEAS ini akan dirubah menjadi testosteron, yang selanjutnya dengan bantuan enzim 5-reductase dirubah menjadi dihidrotestosteron, yang memegang peranan pada aktivitas kelenjar sebasea untuk memproduksi dan mensekresi sebum. 5α-reductase, enzim yang bertanggung jawab untuk mengubah testosteron menjadi DHT poten memiliki aktifitas yang meningkat pada bagian tubuh yang menjadi predileksi timbulnya akne yaitu pada wajah, dada, dan punggung.3, 5 Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti. Dosis estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh lebih besar jika dibandingkan dengan dosis yang diperlukan untuk menghambat ovulasi. Mekanisme dimana estrogen mungkin berperan ialah dengan secara langsung melawan efek androgen dalam glandula sebacea, menghambat produksi androgen dalam jaringan gonad melalui umpan balik negatif pelepasan hormon gonadotropin, dan meregulasi gen yang yang menekan pertumbuhan glandula sebacea atau produksi lipid. 3 3) Proses inflamasi Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses pembentukan komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal sesungguhnya mendahului pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada kulit yang tidak memiliki komedo dan cenderung menjadi akne menunjukkan peningkatan inflamasi dermal dibandingkan dengan kulit normal. Biopsi kulit

7

dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan aktifitas inflamasi yang jauh lebih hebat.3, 5 Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang lebih terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang mengakibatkan ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan pada 24 jam pertama ruptur komedo adalah limfosit. CD4 + limfosit ditemukan di sekitar unit pilosebacea dimana sel CD8+ ditemukan pada daerah perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah ruptur komedo, neutrofil menjadi sel yang predominan yang mengelilingi mikorkomedo.3, 5

Gambar 2.1 Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papul/pustul d) Nodul

4) Kolonisasi dan aktifitas dari Propionibacterium acnes Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium acnes juga memiliki peranan aktif dalam proses inflamasi yang terjadi. P.acnes merupakan bakteri gram-positif, anaerobik, dan mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan akne memiliki konsentrasi P.acnes yang lebih tinggi dibanding orang yang normal. Bagaimanapun tidak terdapat korelasi antara

8

jumlah P.acnes yang terdapat pada glandula sebacea dan beratnya penyakit yang diderita. 3 Dinding sel P.acnes mengandung antigen yang karbohidrat yang menstimulasi perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang paling berat memiliki titer antibodi yang paling tinggi pula. Antibodi propionibacterium meningkatkan respon inflamasi dengan mengaktifkan komplemen, yang pada akhirnya mengawali kaskade proses pro-inflamasi. P.acnes juga memfalisitasi inflamasi dengan merangsang reaksi hipersensitifitas tipe lambat dengna memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan faktor kemotaktik. Disamping itu, P.acnes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan berikatan dengan Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear yang mengelilingi folikel sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2, sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF-α dilepaskan. 3 5) Faktor-faktor lain yang dianggap bisa memperburuk akne, antara lain : a Stress Stress psikologis dapat mengakibatkan eksaserbasi lesi Akne Vulgaris, melalui beberapa mekanisme, antara lain: meningkatkan kadar hormon glukokortikoid dan androgen, yang keduanya terlibat pada patogenesis Akne Vulgaris. Stres emosional juga diduga menyebabkan hiperplasia kelenjar sebasea. Hormon corticotropin releasing hormone yang b

meningkat saat stres emosional meningkatkan lipogenesis sebasea.5 Diet Kaitan antara akne vulgaris dan makanan masih diperdebatkan. Saat ini belum ada bukti bahwa coklat, susu, seafood, atau makanan lain dapat langsung menyebabkan akne. Makanan tersebut dapat mempengaruhi metabolisme tubuh sehingga mengaktifkan kelenjar pilosebasea untuk menghasilkan sebum dan bila terjadi penyumbatan pada folikelnya maka dapat menjadi awal dari akne, namun metabolisme tubuh setiap individu berbeda-beda sehingga reaksi yang terjadi pada kelenjar pilosebasea tidak sama pada setiap individu. 5

9

c

Hormonal Pada masa remaja, akne vulgaris biasanya disebabkan oleh peningkatan hormon seks, terutama hormon androgen yang meningkat selama masa pubertas. Hormon androgen memegang peranan yang penting karena kelenjar sebasea sangat sensitif terhadap hormon ini. Hormon androgen berasal dari testis dan kelenjar adrenal. Hormon ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum meningkat. 5 Hormon esterogen pada keadaaan fisiologik tidak berpengaruh terhadap

produksi

sebum.

Esterogen

dapat

menurunkan

kadar

gonadotropin yang berasal dari kelenjar hipofisis. Hormon gonadotropin mempunyai efek menurunkan produksi sebum. 5 Hormon progesteron dalam jumlah fisiologis tidak mempengaruhi efek terhadap aktivitas kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama siklus menstruasi, akan tetapi kadang-kadang progesteron dapat menyebabkan akne premenstrual.3, 5 d

Cuaca/Iklim Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah parah pada musim dingin dan akan membaik pada musim panas. Sinar ultraviolet (u.v) mempunyai efek membunuh bakteri pada permukaan kulit. Selain itu, sinar ini juga dapat menembus epidermis bagian bawah dan bagian atas dermis sehingga berpengaruh pada bakteri yang berada di bagian dalam kelenjar sebasea. Sinar ultraviolet juga dapat menyebabkan pengelupasan kulit yang dapat membantu menghilangkan sumbatan saluran pilosebasea. 5

e

Kosmetik Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu, secara terus-menerus dalam waktu lama dapat menyebabkan suatu bentuk akne ringan yang terutama terdiri dari komedo tertutup dengan beberapa lesi papulopustular

10

pada pipi dan dagu. Bahan yang sering menyebabkan akne ini terdapat pada berbagai krim muka seperti bedak dasar (foundation), pelembab (moisturizer), krim penahan sinar matahari (sunscreen) dan krim malam yang mengandung bahan-bahan, seperti lanolin, petrolatum, minyak tumbuh-tumbuhan dan bahan-bahan kimia murni (butil stearat, lauril alkohol, dan oleic acid). 5 2.4.

Gejala Klinis Tempat predileksi akne vulgaris adalah di muka, bahu, dada bagian atas, dan punggung bagian atas. Lokasi kulit lain misalnya leher, lengan atas, dan glutea kadang-kadang terkena. Dapat disertai rasa gatal, namun umumnya keluhan penderita adalah keluhan estetis.2 Lesi awal akne dimulai dari sumbatan pada unit pilosebaseus yang terdiri atas folikel rambut dan kelenjar sebasea. Lesi dapat berupa inflammatory lesions atau non-inlamatory lesions.2, 3 Komedo merupakan non-inlamatory lesions dari akne. Hal tersebut dapat dilihat sebagai papul yang datar atau sedikit meninggi, komedo dibagi menjadi 2 macam yaitu komedo terbuka (blackhead) dan komedo tertutup (whitehead). Komedo terbuka tampak sebagai lesi yang datar atau lesi yang sedikit meninggi dengan bagian tengah berwarna hitam karena oksidasi material keratin dan lipid yang terdapat pada muara folikular. Komedo tertutup biasanya berupa papul kekuningan berukuran 1 mm yang membutuhkan peregangan pada kulit untuk dapat terlihat. 2, 3 Sedangkan untuk Inflammatory lesions dapat bervariasi dari papul kecil dengan tepi merah, pustul yang besar dan lunak, serta nodul yang berfluktuasi. Beberapa nodul yang besar sebelumnya disebut kista dan istilah nodulokistik digunakan untuk menggambarkan kasus akne inflamasi yang berat.

11

Gambar 2.2 Gambaran Patologi terkait lesi akne. A) Komedo tertutup B) Komedo terbuka C) Papul inflamasi D) Nodul

Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien dengan kulit yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan sampai keunguan yang memiliki umur yang lebih pendek. Pada pasien dengan warna kulit yang lebih gelap, makula hiperpigmentasi akan terlihat dan bertahan sampai beberapa bulan. Komplikasi berupa skar dapat disebabkan oleh kedua jenis akne. Terdapat 4 jenis skar yang disebabkan oleh akne, antara lain: ice pick, rolling, boxcar dan hypertrophic. 2.5.

Klasifikasi Sampai saat ini belum ada keseragaman klasifikasi akne yang memuaskan. Klasifikasi akne yang ada terutama digunakan untuk evaluasi obat baru atau menilai hasil dari suatu pengobatan. A. Menurut FKUI, gradasi acne vulgaris dibagi sebagai berikut.2 1 Ringan, bila : - beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi - sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi - sedikit lesi beradang pada 1 predileksi 2. Sedang, bila : 12

-

banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi beberapa lesi beradang pada 1 predileksi sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi

3. Berat, bila : -

banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi banyak lesi beradang pada 1 atau lebih predileksi

Catatan: Sedikit bila lesi 10 lesi Tak beradang bila terdapat komedo putih, komedo hitam,papul Beradang bila terdapat pustul, nodul, dan kista

Gambar 2.3 a)

Akne ringan b) Akne sedang c) Akne berat

B. FDA (Food and Drug Administration’s) global grade 8 a

Grade 0 Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi

b Grade 1 Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi c

Grade 2 Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi dengan sangat sedikit lesi inflamasi yang ada ( papul / pustul, tidak ada lesi nodular )

d Grade 3

13

Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan mungkin terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari satu lesi nodular e

Grade 4 Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan inflamasi, dengna sedikit lesi nodular.

C. Menurut Pillsburry, gradasi akne terbagi atas : 2 1 Komedo di muka. 2 Komedo, papul, pustul dan peradangan lebih dalam di muka. 3 Komedo, papul, pustul dan peradangan lebih dalam di muka, dada, punggung. 4 Akne konglobata. D. Klasifikasi lainnya oleh Plewig dan Kligman, yang mengelompokkan akne vulgaris menjadi: 2 a Akne komedonal Grade 1 : Kurang dari 10 komedo pada tiap sisi wajah Grade 2 : 10-24 komedo Grade 3 : 25-50 komedo Grade 4 : Lebih dari 50 komedo b Akne papulopustul Grade 1 : Kurang dari 10 lesi pada tiap sisi wajah Grade 2 : 10-20 lesi papulopustul Grade 3 : 20-30 lesi papulopustul Grade 4 : Lebih dari 30 lesi papulopustul c Akne konglobata E. Klasifikasi akne berdasarkan tipe lesi: 7 1. Jenis Acne Tak Beradang: Komedo tertutup dan terbuka dapat melepaskan isinya ke permukaan dan hilang dengan sendirinya. a

Komedo tertutup (white comedo)

14

Gambar 2.4 : komedo tertutup

Ketika sebum yang terperangkap dan ada bakteri yang berada di bawah permukaan kulit , maka terbentuklah komedo tertutup ( white comedo). Komedo putih dapat terlihat sebagai bintik putih kecil, ataupun tidak dapat terlihat oleh mata telanjang.

b

Komedo Terbuka (black comedo)

Gambar 2.5 : komedo terbuka

Komedo hitam atau terbuka dapat terbentuk apabila poripori terbuka sampai ke permukaan, dan sebum yang mengandung melanin

teroksidasi sehingga menimbulkan

warna coklat atau hitam. Komedo ini tidak dapat dibersihkan menggunakan sabun.

15

2. Jenis Akne Beradang : 7 Lesi yang beradang kadang-kadang dapat kempes atau pecah, sehingga dapat menginflamasi ke sekitar kulit bahkan dapat mengenai folikel di sebelahnya. Lesi seperti ini disebut nodul atau kista. a

Papul

Gambar 2.6 : papul

Papul dapat timbul bila ada kerusakan pada dinding folikel. Sel darah putih bekerja dan pori-pori tersebut menjadi terinflamasi. 2

Pustul

Gambar 2.7 : pustul

Beberapa hari kemudian,sel darah putih yang terdapat pada bentuk pustule, membuat jalannya sendiri untuk mencapai permukaan kulit. Hali inilah yang disebut sebagai zit atau pimple. 3

Nodul

16

Gambar 2.8 : nodul

Ketika folikel pecah di bagian dasar, dapat menyebabkan pembengkakan yang berukuran besar dan terasa sakit bila disentuh. 4

Kista

Gambar 2.9 : kista

Kadang-kadang reaksi inflamasi yang berat dapat menyebabkan nanah yang sangat luas menutupi lesi. 2.6.

Diagnosis Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Berdasarkan anamnesis, akne vulgaris biasanya terjadi pada saat pubertas, tetapi gejala klinis yang muncul sangatlah bervariasi. Perempuan mungkin memperhatikan bentuk yang berfluktuasi berdasarkan siklus mensturasinya. 3, 5 Pada pemeriksaan fisis akne non-inflamasi tampak sebagai komedo terbuka dan tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi dapat berkembang menjadi papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe lesi ditemukan pada area dengan glandula sebacea yang banyak.7 Diagnosis ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan ekskohleasi sebum,yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor (sendok unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam. Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik berupa sebukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebaseadengan

17

massa sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti dengan jaringan ikat pembatas massa cair sebum yang bercampur dengan darah,jaringan mati dan keratin yang lepas.2 Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai peran pada etiologi dapat digunakan untuk penelitia,tetapi hasil sering tidak memuaskan. 2 Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface lipids) dapat pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris kadar asam lemak bebas (free fatty acid) meningkat dank arena itu pada pencegahan dan pengobatan digunakan cara untuk menurunkannya. 2 Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar pasien dengan akne. Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti hiperandrogenisme, evaluasi hormonal untuk testeteron bebas, dehidroepiandrostenedion sulfat (DHEA-S), lutenizing hormone (LH), FSH dapat dilakukan. Tes mikrobiologi rutin tidak perlu pada evaluasi dan dan penanganan pasien dengan akne. Jika lesi terpusat pada peri oral dan area nasal dan tidak responsif terhadap penanganan akne konvensional, tes kultur dan sensitivitas bakteri untuk mengevaluasi follikulitis gram-negatif dapat dilakukan.7

18

Diagnosis Banding 3

2.7.

Tabel 2.1 Diagnosis banding akne

Diagnosis Banding Akne Consider  Komedo Tertutup  - Osteoma cutis - Trichoepiteloma - Trichodiskoma - Fibrofolikuloma - Steatocystoma multiplex - Koloid Milia  Komedo  Komedo Terbuka  Trichostasis Terbuka - Dilatated pore spinulosa - Nevus of Winer - Favrecomedonicus Racouchot syndrome

Most Likely  Komedo Tertutup - Milia - Sebaceous hyperplasia



Akne tipe  Akne tipe inflamasi - Pseudofolikulitis inflamasi - Rosasea barbae - Dermatitis - Keratosis pilaris



Always Rule Out Komedo Tertutup - Acne due to systemic agent (kortikosteroid) - Acne Kontak - Chloracne Komedo Terbuka - Acne due systemic agent - Contact acne - Chloracne

to

Akne tipe inflamasi - Acne due to systemic agent - Staphylococcal

19

Perioral

-

Neurotik eskoriasi Lupus miliaris disseminata

-

2.8.

folliculitis Gram negative folliculitis Eosinophilic folliculitis Furunkel / Karbunkel

Penatalaksanaan Ada 5 prinsip dasar untuk mengobati akne yaitu dengan menormalisasi keratinisasi/ eksfoliasi, eliminasi/mengurangi populasi bakteria P.acnes, membersihkan

material

yang

menutup

peradangan, dan menurunkan level sebum.

pori-pori, 9

meredakan

respons

Terapi akne vulgaris terdiri atas

terapi lokal, sistemik, topikal, fisik dan diet. 3,4,6

Gambar 2.10 : prinsip tatalaksana akne

1

Terapi lokal a Cleansing / mencuci wajah Salah satu tatalaksana utama dalam terapi akne adalah mencuci wajah. Dianjurkan untuk mencuci wajah dalam sehari sebanyak 2 kali dan dilanjutkan dengan terapi lainnya seperti obat topikal wajah. Terlalu sering mencuci wajah akan meningkatkan paparan sabun alkali ke wajah

20

sehingga dapat meningkatkan pH wajah, mengganggu perlindungan lipid wajah dan meningkatkan potensi terjadinya iritasi dalam penggunaan terapi topikal. Sabun mencuci wajah 2

yang digunakan

adalah sabun yang mengandung benzoyl peroxide atau asam salisilat.3 Terapi Sistemik Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan aktivitas jasad renik di sa mping dapat juga mengurangi reaksi radang, menekan produksi sebum, dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. 2 Golongan obat sistemik terdiri atas : a Antibiotik oral Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang masih meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin, doksisiklin, eritromisin, kotrimoksasole, dan klindamisin. Antibiotik ini mengurangi peradangan akne dengan menghambat pertumbuhan dari Propionibacterium acnes. 3, 4 Tetrasiklin generasi

pertama

(tetrasiklin,

oksitetrasiklin,

tetrasiklin klorida) merupakan obat yang sering digunakan unutk akne. Obat ini digunakan sebagai terapi lini pertama karena manfaat dan harganya yang murah, walaupun angka kejadian resistensinya cukup tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan menurunkan reaksi peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1 gram/hari (500mg diberikan dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat diturunkan 500 mg/hari. Karena absorbsinya dihambat oleh makanan, maka obat ini diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan dengan air untuk absorbsi yang optimal. 3, 4 Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan 50 sampai 100 mg dua kali sehari. Sebagai maintainance dose, (minosiklin) biasanya diberikan 100 – 200 mg/hari. Golongan obat ini lebih mahal akan tetapi larut lemak dan diabsorbsi lebih baik di saluran pencernaan. 3, 4

21

Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative. Obat ini sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi yang tinggi terhadap Propionibacterium acnes dan sering dikaitkan dengan kegagalan terapi. 3, 4 Klindamisin merupakan jenis obat yang sangat efektif, akan tetapi tidak baik digunakan untuk jangka panjang karena dapat menimbulkan perimembranous colitis. Kotrimoksasole (sulfometoksasol / trimetoprim, 160 / 800 mg, dua kali sehari) direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate respon dengan antibiotik yang lain dan untuk b

pasien dengan gram negative folikulitis. 3, 4 Isotretionoin oral Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif dan diberikan untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya, isotretinoin mengurangi komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga 90% dengan menurunkan proliferasi dari basal sebocyte, menekan produksi sebum invivo dan menghambat diferensiasi terminal

sebosit.

Walaupun

tidak

berefek

langsung

terhadap

Propionibacterium acnes, ini menghambat efek dari produksi sebum dan menurunkan jumlah Propionibacterium acnes yang mengakibatkan inflamasi. 3, 4, 7 Masih terjadi perdebatan untuk dosis pemberian (1 gram / kgBB / hari atau 50 mg/kgBB/hari), walaupun hasil yang ditunjukkan kedua dosis untuk pengobatan jangka panjang adalah sama, tapi angka kejadian kambuh dan memerlukan pengobatan ulang sering didapatkan pada dosis rendah yang diberikan untuk akne yang berat.3, 4 Indikasi pemberian oral isoretinoin adalah pada akne derajat sedang, bernodular dan tidak adanya perbaikan dengan terapi lainnya. Kontraindikasinya adalah tidak boleh dikonsumsi pada ibu hamil, tidak dikombinasikan dengan tetrasiklin karena dapat menimbulkan efek

22

samping berupa pseudotumor serebri (pembengkakkan intrakranial jinak).10 Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan pertama, dan diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat diberikan 0.2 untuk 3-9 bulan tambahan untuk mngoptimalkan hasil terapi. 3, 4 Efek samping dari pemberian obat oral itu sendiri yang sering timbul adalah dapat meningkatkan jumlah transaminase, night blindness, kekeringan pada kulit seluruh tubuh, kekeringan pada bibir, angular cheilitis. Ada juga efek samping yang jarang terjadi seperti nyeri kepala, depresi, nyeri sendi.10 c Hormonal Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai respon terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal ini secara sistemik mengurangi kadar testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang pada akhirnya dapat mengurangi produksi sebum dan mengurangi terbentuknya komedo. Ada tiga jenis terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan prednisolon, estrogen

dengan

cyproterone

acetate

(Diane,

Dianette)

dan

spironolakton. Terapi hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan penderita harus melanjutkan terapi topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obat-obat hormonal juga lambat, dalam bulan pertama terapi tidak didapatkan perubahan dan perubahan kadang-kadang baru dapat terlihat pada bulan ke enam pemakaian. Terapi setelah itu akan terlihat perubahan yang nyata. Perubahan yang dihasilkan pada penggunaan diane hampir mirip dengan tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 µg ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone acetate. Pada wanita usia tua (> 30 tahun) dengan kontraindikasi relatif terhadap pil kontrasepsi yang mengandung

23

estrogen, salah satu terapi pilihan adalah dengan penggunaan spironolakton. Dosis efektif yang diberikan antara 100-200 mg. 3,15 Anti androgen hormone dapat diberikan pada pasien perempuan dengan target pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.565%. Jika keputusan untuk hormonal terapi telah dibuat, ada berbagi macam pilihan disekitar androgen reseptor blocker dan inhibitors of 3

androgen synthesis pada ovarium dan glandula adrenal.3, 4 Topikal Tujuan diberikan terapi ini adalah untuk mengurangi jumlah akne yang telah ada,

mencegah terbentuknya spot yang baru, mempercepat

penyembuhan lesi dan mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal diberikan untuk beberapa bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan akne. Obat-obatan topikal tidak hanya dioleskan pada daerah yang terkena jerawat, tetapi juga pada daerah disekitarnya. Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu: 2, 6,16 A. Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit (Peeling) 1 Sulfur / sodium sulfocetamide / resorcinol Produk yang mengandung sulfur, sodium sulfocetamide dan resorcinol merupakan salah satu terapi topikal yang sering digunakan pada acne. Sulfonamid dan resorcinol diduga memiliki reaksi antibakterial dengan menghambat para-aminobenzoic acid (PABA) yang penting untuk pertumbuhan bakteri. Sulfur juga bekerja dengan menghambat free fatty acid dan memiliki peran sebagai keratolitik. Sulfur ini sering dikombinasikan dengan sodium sulfocetamide untuk menyamarkan sifat sulfur yang berbau. Diberikan dalam sediaan resorcinol 2% dikombinasikan dengan 2

sulfur 5%. 3 Asam salisilat Merupakan β-asam hidroksi bersifat larut lemak yang efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan konsentrasi dari substansi lain, selain itu juga mempunyai efek bakteriostatik dan bakteriosidal. 3, 7, 16

24

Bekerja sebagai komedolitik namun fungsinya lebih lemah dibandingkan retinoid. Selain itu, asam salisilat juga dapat menimbulkan eksfoliasi pada stratum korneum dengan menurunkan kohesi pada keratinosit. Diberikan dalam sediaan 0.5 – 2%. 3 3 Asam azeleat Asam azeleat merupakan asam dikarbosiklik yang mempunyai efek sebagai antimikrobal, komedolitik dan bekerja sebagai inhibitor kompetitif pada tirosin serta dapat menurunkan hiperpigmentasi pada postinflamasi. Asam azelaik aman digunakan pada ibu hamil dan tersedia dalam bentuk krim 20% dan gel 15%.3 4 Benzoil peroksida Benzoil peroksida (2,5 – 10%) merupakan salah satu obat topikal yang sering digunakan pada dermatologis untuk terapi acne serta dijual secara bebas. Benzoil peroksida adalah antimikrobal kuat yang bekerja

dengan

menurunkan

populasi

bakteri

tersebut

dan

menghidrolisis trigliserida. Tersedia dalam bentuk krim, gel, lotion, sabun cuci muka dan . dengan pemberian secara topikal yang dioleskan pada kulit memiliki efektivitas yang lebih baik, namun dapat menimbulkan efek samping berupa kulit kering dan iritasi.3 5 Retinoid topical. Retinoid memiliki kemampuan untuk berikatan dan mengaktifkan asam retinoid reseptor yang akan bekerja komedolitik dan 6

antiinflamasi. 3,10 Adapalene Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel, cream, atau solution dalam konsentrasi 0.1%. Dalam survey yang melibatkan 1000 pasien ditunjukkan bahwa adapalen 0.1% gel

7

mempunya efikasi yang sama dengan tretinoin 0.025%. 11 Tazarotene Tazarotene merupakan retinoid sintetik yang berkerja dengan menghambat RAR-ϒ reseptor sehingga memiliki efek sebagai komedolitik yang lebih baik. Disamping untuk psoriasis, tazarotene

25

juga digunakan sebagai terapi untuk akne, dengan sediaan 0.025 dan 0.1% gel atau cream. Efek iritan pada tazarotene juga dapat dihindari dengan pemakaian jangka pendek. Cara pemakaiannya dengan mengaplikasikan ke wajah dam didiamkan selama 5 menit lalu dilanjutkan dengan mencuci wajah. 3, 11 B. Antibiotik Topikal Kegunaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical adalah rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang resisten terhadap Propionibacterium acnes dan S. Aureus. 3, 4, 10 Efek klindamisin fosfat 1% adalah mengurangi jumlah Propionibacterium acnes baik dipermukaan atau dalam saluran kelenjar sebasea. Lebih efektif diberikan pada pustul dan lesi papulopustular yang kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil peroksida 5% tersedia dalam bentuk gel. Thomas dkk melakukan penelitian dengan membandingkan eritromisin 1,5% dengan klindamisin 1% mendapatkan hasil yang sama-sama efektif, duapertiga pasien mendapatkan respon yang sangat baik dalam waktu 12 minggu, tetapi penggunaan eritromisin secara tunggal tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan resistensi. Penggunaan eritromisin atau klindamisin kombinasi dengan benzoil peroksida lebih direkomendasikan. 3, 4, 11

Alogaritme dalam penatalaksaan akne berdasarkan klasifikasinya : -

Pada akne derajat ringan dapat diberikan antibiotik topikal seperti klindamisin dan eritromisin. Dapat diberikan juga benzoil peroksida topikal berupa gel (2%, 5%, 10%) dan topikal retinoid gel/krim/cair

-

yang diberikan secara bertahap dari 0,01% ke 0,025% hingga 0,05%. Pada akne derajat sedang dapat diberikan oral antibiotik. Antibiotik yang paling efektif adalah minosiklin yang diberikan sebesar 50-

26

100mg/hari atau dapat juga diberikan doksisiklin 50-100mg 2 kali dalam 1 hari, bila lesi akne sudah berkurang dapat diturunkan dosisnya secara bertahap 50mg/hari. dapat juga diberikan isoretinoin -

oral untuk mencegah terjadinya skar. Pada akne derajat berat diberikan obat topikal dan dikombinasikan dengan obat sistemik berupa isoretinoid oral yang diindikasikan pada akne jenis kistik atau konglobata.19

Tabel 2.2 : Alogaritme penatalaksanaan akne vulgaris

27

C. Terapi Fisik

28

Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan dengan menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah: a. Ekstraksi komedo Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne. Secara

teori,

pengangkatan

closed

comedos

dapat

mencegah

pembentukan lesi inflamasi. Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.3, 6, 11 b. Glukokortikoid Intralesi Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi. Nodul-nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik Dalam kurun waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan adalah 2,5 – 10 mg/ml triamsinolon asetonid. Jumlah total obat yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan penyuntikan harus ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu superfisial akan menyebabkan atrofi. 6,10 Terapi jenis ini sangat bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe nodular. Akan tetapi harus diulang dalam 2-3 minggu. Manfaat utamanya adalah menghilangkan lesi nodular tanpa insisi sehingga mengurangi pembentukan scar. 6 c. Liquid Nitrogen Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan mengaplikasikan nitrogen cair selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya. Terapi ini bekerja dengan mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts sehingga akan terjadi kerusakan pada dinding tersebut. 16 d. Fototerapi Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi dengan menghambat aksi dari sitokin. Radiasi UVA dn UVB sebaiknya diberikan secara bersama-sama untuk meningkatkan hasil yang ingin dicapai. Fototerapi dapat diberikan dua kali seminggu. Radiasi ultraviolet alami (UVR) yang didapat dari paparan matahari, 60% dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada akne, tetapi sekarang terapi ini 29

tidak dianjurkan lagi karena penetrasi UVB kurang baik pada folikel dermal dan bila digunakan dosis yang lebih besar dapat menyebabkan sunburn dan memicu terjadinya acne lebih lanjut. 3, 4, 11 Tipe lainnya dari fototerapi dengan diberikan blue light spectrum sebesar 407-420 nm yang akan menimbulkan irradiasi pada P.acnes dengan blue light dapat memicu terjadinya fotoeksitasi dari bakterial endogen porfirin dan menyebabkan destruksi pada bakteri itu sendiri. Blue light ini telah disetujui oleh FDA untuk penatalaksanaan moderate inflammatory acne, sebutan lainnya adalah Clearlight (Lumenis).3,17 Ada juga Red light spectrum yang dapat penetrasi lebih dalam pada folikel dermis dan memiliki efek antiinflamasi yang lebih baik, namun fotoaktivasi terhadap bakterial endogen porfirin lebih rendah. Oleh karena itu, pemberikan kombinasi blue light dan red light dapat memberikan hasil yang lebik baik. Terapi ini dapat diberikan 2 kali seminggu selama 15 menit pada bagian wajah saja, dan selama 45 menit untuk bagian wajah, dada dan punggung. Pada berbagai study menunjukkan bahwa terapi dengan Clearlight selama 4 minggu dapat menurunkan lesi akne sebesar 60%. Namun rekurensi munculnya akne dapat timbul sekitar 3-6 bulan kemudian.3,17 Untuk mendapatkan hasil yang lebih konsisten dapat dilanjutkan pemberian terapi fotodinamik. Terapi fotodinamik ini disertai dengan pemberian obat topikal berupa asam aminolevulinik (ALA) selama 1 jam dengan paparan sinar lebih rendah. Paparan sinar ini dapat berupa laser. Dengan pemberian topikal ALA akan diserap oleh pilosebaseus, dan memetabolisme protoporfirin yang akan ditargetkan oleh sinar laser sehingga akan merusak glandula sebaseus.3 D. Diet Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita akne vulgaris. Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan makanan berlemak dan hubungannya dengan akne masih diteliti. Hingga saat ini

30

belum ada evidence base yang mendukung bahwa eliminasi makanan akan berdampak pada akne, akan tetapi beberapa pasien akan mengalami kemunculan akne setelah mengkonsumsi makanan tersebut. 3,7 E. Pencegahan Menghindari terjadinya peningktan jumlah sebum dan perubahan isi sebum dengan cara diet rendah lemak dan karbohidrat, melakukan perawatan kulit untuk membersihkan permukaan kulit dan kotoran yang berperan pada etiopatogenesis akne vulgaris. Menghindari terjadinya faktor pemicu terjadinya akne, misalnya hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga sesuai kondisi tubuh, hindari stres. Lebih baik penggunaan kosmetika secukupnya, baik banyaknya maupun lamanya. Menjauhi terpacunya kelenjar minyak misalnya minuman keras, pedas, rokok, lingkungan yang tidak sehat dan sebagainya. Hindari polusi debu, pemencetan lesi yang tidak lege artis yang dapat memperberat erupsi yang telah terjadi. Memberikan informasi yang cukup pada penderita mengenai penyebab penyakit, pencegahan dan cara maupun lama pengobatannya, serta prognosisnya. Hal ini penting agar penderita tidak underestimate atau overestimate terhadap usaha penatalaksanaan yang dilakukan yang akan membuatnya putus asa atau kecewa. 2.9.

Komplikasi Semua tipe lesi akne memiliki resiko untuk sembuh dengan gejala sekuel. Hampir semua lesi akne meninggalkan eritema makular yang sifatnya sementara. Pada tipe kulit yang lebih gelap, hiperpigmentasi post – inflamasi bisa saja bertahan sampai berbulan – bulan setelah menghilangnya lesi akne. Pada beberapa individu, lesi akne menyebabkan skar permanen.3 Beberapa penderita akne vulgaris mungkin saja membutuhkan terapi psikologis. Diperkirakan 30 % – 50 % orang – orang dewasa yang memiliki pengalaman menderita akne vulgaris mengalami gangguan psikis. Studi menunjukkan bahwa pasien dengan akne memiliki level aktivitas sosial,

31

psikologis, dan gangguan emosi yang sama. Ditemukan juga bahwa jumlah laki – laki penderita akne kebanyakan tidak memiliki pekerjaan dibandingkan laki – laki yang tidak menderita akne. Hal ini penting agar kita memperhatikan konsekuensi psikologis serius yang mungkin menyerang individu – individu yang menderita akne vulgaris. 3 2.10.

Prognosis Onset dari akne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun dan kemudian tidak timbul lagi hingga umur 20 atau lebih. Kejadian akne ini biasanya diikuti oleh remisi yang terjadi secara spontan. Walaupun rata-rata pasien akan mengalami penyembuhan pada usia awal 20an tapi ada juga yang masih menderita akne hingga decade ketiga sampai decade keempat. Akne pada wanita biasanya berfluktuasi berkaitan dengan siklus haid dan biasanya bermunculan sesaat sebelum menstruasi. Kemunculan akne ini tidak seharusnya berhubungan dengan perubahan aktivitas glandula sabaseus, dimana tidak terjadi peningkatan produksi sebum pada fase luteal dalam siklus menstruasi. Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari sekuele yang bersifat permanen. 3

BAB III KESIMPULAN

Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista. Predileksi akne vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung. Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi pada remaja dengan beberapa derajat keparahan. Dimana didapatkan frekuensi yang lebih besar pada usia

32

antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun. Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan, antara lain: genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya. Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yakni, peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi). Diagnosis

akne

vulgaris

dapat

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris antara lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral. Prognosis dari penyakit ini cukup baik, namun dapat terjadi rekurensi terutama pada wanita akibat dari siklus haid yang berhubungan dengan faktor perbubahan hormonal.

DAFTAR PUSTAKA 1. Harahap, M., 2000, Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipocrates. 2. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Ed ke-6. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013. 3. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and Acneiform Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2008. 33

4. Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne. Dermatology, Acne Symposium at the World Congres of Dermatology Paris July 2002. Switzerland: Karger AG; 2003 5. Boxton PK. ABC of Dermatology 4th ed. London:BMJ Group;2003.

6. Baumann, M., 2002, Acne. dalam Bauman, L. & Weisberg, E. (Eds.) Cosmetic dermatology principles and practice New York, The McGraw-Hill Companies. 7. Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of Dermatology Therapeutics. 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007. 8. BMJ Best Practice. Acne Vulgaris. Cited on 14 June 2015. Available from: http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html

9. Truter

I.

Evidence-based

Pharmacy

Practice

:

Acne

Vulgaris.SA

Pharmaceutical Journal. 2009 10. Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 7th ed. New York: Mc Graw Hill. 2013; 11. Thieme, S. Clinical Companions Dermatology. USA. Thieme : 2006

34

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF