Rangkuman Materi Sad Saddha
September 18, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Rangkuman Materi Sad Saddha...
Description
RANGKUMAN MATERI SAD SADDHA Saddha artinya keyakinan. Keyakinan disini bukan berarti kepercayaan yang membabi buta, atau asal percaya saja, akan tetapi keyakinan key akinan yang berdasarkan pada fakta dan kebenaran. Yang dimaksud kebenaran adalah kesunyataan (Paramatha Sacca). Agama Buddha mempunyai keyakinan (Saddha) akan adanya :
1. Keyakinan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa; Setiap agama yang berkembang atau yang diakui oleh pemerintah pemer intah Indonesia harus memenuhi beberapa kriteria yang salah satunya adalah mempunyai Tuhan, dan dalam sebutannyapun berbedabeda sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya. Semua sekte agama Buddha di Indonesia berkeyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menyebut-Nya dengan sebutan yang berbeda-beda tetapi pada hakekatnya adalah satu. Sebutan Tuhan Yang Maha Esa; antara lain: Parama Buddha, Sanghyang Adi Buddha, Hyang Tathagata, Yang Esa dan sebagianya. Ajaran agama tentang keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berbeda-beda. Sekalipun tampaknya ada hal-hal yang bertentangann, terdapat hal-hal yang sama yaitu Dia yang Mutlak. Sang Buddha mengungkapkan sebagai berikut: “ Atthi bhikkhave ajâtam abhûtam akatam asankhatam, no asankhatam, no ce tam bhikkhave abhavisam ajâtam abhûtam akatam asankhatam, nayidha jâtassa bhûtassa katassa k atassa sankhatassa nissaranam paññâyetha. Yasmâ ca kho bhikkhave atthi ajâtam abhûtam akatam asankhatam, Tasmâ jâtassa bhûtassa sankhatassa nissaranam paññâya’ ti. “ “ Yang Artinya “Para Bhikkhhu, ada yang tidak dilahirkan (Ajata), yang tidak menjelma (Abhuta), yang tidak dicciptakan (Akata), yang mutlak (Asankhata). Para Bhikkhu, apabila tiada yang dilahirkan, yang tidak menjelma, yang tidak diciptakan, yang mutlak, maka tida tidak k akan ada kemungkinan untuk bebas dari hal-halberikut ini, yaitu kelahiran, penjelmaan,penciptaanpembentukan dari sebab yang lalu. Tetapi para Bhikkhu, karena ada yang tidak dilahirkan yang yang tidak menjelma, yang tidak diciptakan, yang mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari hal-hal berikut ini, kelahiran, penjelmaan,penciptaan pembentukan dari sebab yang yang lalu”. (Udana lalu”. (Udana VII:3)
2.
Keyakinan Terhadap Tri Ratna/Tiratana:
Keyakinan terhadap Tri Ratna/ Tiratana adalah keyakinan terhadap Buddha, Dhamma dan Sangha. Umat memiliki keyakinan kepada Buddha, karena jasa sang Buddha kita dapat mengenal dan belajar Dhamma. Umat Buddha mempunyai keyakinan terhadap Dhamma, D hamma, dengan melaksanakan Dhamma dalam kehidupannya dan merealisasikannya ia mencapai tingkat-tingkat kesucian, mereka yang mencapai tingkat Arahat dapat mengatasi usia tua, sakit dan mati, serta se rta mematahkan roda samsara. Umat Buddha yakin kepada Sangha, karena Sanghalah maka Dhamma dapat lestari di dunia ini sampai sekarang. Tanpa adanya Sangha, kita tidak dapat mengenal Dhamma yang dibabarkan oleh Sang Buddha Gotama.
Buddha berdasarkan cara pencapaiannya , terdiri dari 3 jenis, yaitu : 1. Samma Sambuddha, adalah orang yang berusaha sendiri hingga mencapai Penerangan Agung
(Bodhi),
mengajarkan orang lain sehingga mereka pun mencapai penerangan agung. ag ung. 2. Pacceka Buddha, adalah orang yang berusaha sendiri hingga mencapai Penerangan Agung (Bodhi), Namun tidak dapat mengajarkan orang lain mencapai penerangan agung (Bodhi). 3. Savaka Buddha atau Ariya Punggala , adalah orang yang mencapai Penerangan Agung (Bodhi) (Bodhi) karena belajar dari seorang Samma Sambuddha. Biasa disebut juga Arahat. ada arahat yang dapat mengajarkan Dhamma kepada orang lain,sehingga orang lain juga mencapai kesucian. Umat Buddha menjadikan Tiratana sebagai keyakinan untuk mendorong diri mengakhiri penderitaan. Tiratana terdiri dari Buddha Ratana, Dhamma Ratana, dan Saṅ Saṅgha Ratana. Keyakinan ini diperoleh dari memahami kualitas atau sifat-sifat luhur dari Buddha, Dhamma, dan Saṅ Saṅgha. Kita dapat menemukan kualitas itu dengan menghayati menghayati yang ada pada Buddhānusati, Dhammānusati, dan Sa Saṅghānusati. ṅghānusati. Seperti Buddhānusati terdapat sembilan kualitas luhur dari Buddha, Dhammānusati terdapat enam kualitas luhur dari Dhamma, dan Saṅghānusati Saṅghānusati terdapat sembilan kualitas luhur dari Sa Saṅ ṅgha Dalam Buddhānussati, direnungkan sembilan sifat-sifat sifat-sifat luhur dari Buddha. Kesembilan sifat Buddha tersebut adalah maha suci (arahaṁ), telah mencapai penerangan sempurna (sammāsambuddho), sempurna pengetahuan dan tingkah lakunya (vijjācaraṇa-sampanno), (vijjācaraṇa-sampanno), sempurna menempuh jalan ke Nibbāna (sugato), pengenal semua alam (lokavidū), pembimbing manusia yang tiada taranya (anuttaropurisadammasārathi), guru para dewa dan manusia (satthādeva(satthādeva-manussānaṁ), yang sadar (buddho), yang patut dimuliakan (bhagavā). (bhagavā). Dalam Dhammānussati, Dhammānussati, direnungkan enam sifat-sifat luhur dari Dhamma. Keenam sifat Dhamma itu telah dibabarkan dengan sempurna (svākkhāto), terlihat amat jelas (sandiṭṭhiko), tak bersela oleh waktu (akāliko), mengundang untuk dibuktikan (ehipassiko), patut diarahkan ke da dalam lam batin (opanayiko), dapat dihayati oleh para bijaksana (paccataṁveditabbo viññūhi). viññūhi). Dalam Saṅghānussati, direnungkan sembilan sifatsifat-sifat luhur dari Saṅgha. Kesembilan sifat adalah saṅgha siswa telah bertindak bert indak baik (supaṭipanno), bertindak lurus (ujupaṭ (ujupaṭipanno), ipanno), bertindak benar (ñāyapaṭipanno); bertindak patut (sāmīcipaṭipanno); patut menerima pujaan (āhuneyyo), patut menerima suguhan (pāhuneyyo), patut menerima persembahan pe rsembahan (dakkhineyyo), patut menerima penghormatan (añjalikaraṇīyo), ladang untuk menanam jasa menanam jasa yang tiada taranya bagi makhluk dunia dunia (anuttaraṁ--puññakkhettaṁ lokassa). (anuttaraṁ lokassa).
3.
Keyakinan Terhadap Adanya Bodhisatva, Arahat dan Dewa: Bodhisatva adalah calon Buddha atau seorang yang bercita-cita dan bertekad untuk menjadi
Buddha. Buddha Sakyamuni Gotama sebelum menjadi Buddha terlebih dahulu terlahir sebagai seorang Bodhisatva yang harus menyempurnakan paramita atau sifat-sifat luhur. Ada 3 macam Bodhisatva berdasarkan cara untuk mencapai Samma Sambuddha S ambuddha yaitu: 1. Pannadhika Bodhisatva. Bodhisatva yang mencapai Samma Sambuddha melalui keunggulan
kualitas kebijaksanaannya. Untuk mencapai Samma Sambuddha dibutuhkan waktu 4 Assankheya kappa. Pangeran Sidharta termasuk Pannadhika Bodhisatva. 2. Viryadhika Bodhisatva. Bodhisatva yang akan mencapai Samma Sambuddha lewat keunggulan
kualitas semangatnya. Untuk mencapai Samma Sambuddha S ambuddha dibutuhkan waktu 8 Assankheya Kappa. 3. Saddhadhika Bodhisatva. Bodhisatva yang akan mencapai Samma Sambuddha melalui keunggulan
kualitas keyakinannya. Untuk mencapai Samma Sambuddha dibutuhkan waktu selama 16 Assankheya Kappa. Arahat adalah siswa Sang Buddha, karena ketekunan dan keyakinannya melaksanakan ajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari, berlatih dalam sila, Samadhi dan Panna, sehingga dapat mengatasi serta melenyapkan semua kekotoran batin dan mencapai tingkat kesucian tertinggi. ter tinggi. 1. Sukkhavipassako : Arahat yang memiliki pandangan terang saja . Arahat Ar ahat ini mencapai kesucian batin
asavakkhaya-nana tetapi tanpa kemampuan batin atau Abhijna. 2. Tevijjo : Arahat yang mempunyai Vijja ( Pengetahuan ) 3 yaitu :
1. Pubbenivasanussatinana Pubbenivasanussatinana ( Kemampuan Kemampuan untuk mengingat penitisan dahulu ). 2. Dibbacakkhunana ( Kemampuan untuk melihat Alam-Alam halus dan k kesanggupan esanggupan melihat muncul-lenyapnya makluk yang menitis sesuai denga karma karm a masing-masing ). 3. Asavakkhayanana ( Kemampuan untuk memusnahkan memusnahkan asava/kekotoran bathin. ) 3. Chalabhinno : Arahat yang mempunyai Abhinna/Tenaga Bathin 6 yaitu :
1. Pubbenivasanussatinana Pubbenivasanussatinana ( Kemampuan Kemampuan untuk mengingat penitisan dahulu ). 2. Dibbacakkhunana atau Cutuppatanana ( Mata Bathi Bathin n ialah kemampuan untuk melihat Al AlamamAlam halus dan kesanggupan melihat muncul-lenyapnya makluk yang menitis m enitis sesuai dengan karma masing-masing. 3. Asavakkhayanana ( Kemampuan untuk memusnahkan memusnahkan asava / kekotoran bathin ). 4. Cetopariyanana atau Paracittavijanana ( Kemampuan untuk untuk membaca pikiran pikiran maklukmakluk lain ) 5. Dibbasotanana ( Telinga Bathin, ialah kemampuan untuk mendengar suara-su suara-suara ara dari Alam Manusia, Alam Dewa, Alam Brahma, yang dekat maupun yang jauh ) 6. Iddhividhanana ( Kekuatan Megis )
4.Patisambhidappatto : Arahat yang mempunyai Patisambhida ( Pengertian Sempurna ) 4 yaitu :
1. Atthapatisambhida, yaitu pengertian mengenai arti-maksudnya dan mampu memberi penerangan secara terperinci. 2. Dhammapatisambhida, yaitu pengertian mengenai inti-sarinya dan mampu mengeluarkan pertanyaan. 3. Niruttipatisambhida, Niruttipatisambhida, yaitu pengertian mengenai bahasa dan mampu memakai kata-kata yang mudah dimengerti. 4. Patibhananapatisambhi Patibhananapatisambhida, da, yaitu pengertian mengenai kebijaksanaan dan mampu menjawab seketika bila ada pertanyaan secara mendadak. Dewa adalah makhluk yang hidup di alam Dewa/Surga , yang hidup dari hasil ciptaanya sendiri berkat kekuatan karma baik atau kusala- kamma yang dilakukan pada kehidupannya lampau maupun semasa di alam Dewa. 4. Keyakinan Terhadap Hukum Kesunyataan;
Umat Buddha mempunyai keyakinan terhadap Hukum Kesunyataan yang telah diajarkan oleh Sang Buddha. Hukum Kesunyataan tersebut terdiri dari: a. Hukum Empat Kesunyataan Mulia (Cattari Ariya Saccani) yang memuat tentang: Kesunyataan Mulia tentang Dukkha atau penderitaan; Sebab dukkha (Dukkha Samudaya) yaitu Tanha; Lenyapnya dukkha (Dukkha Nirodha) yaitu Nibbana atau Nirvana; dan Jalan untuk melenyapkan Dukkha (Dukkha Nirodha Gaminipatipada) yaitu delapan Jalan Utama beruas delapan yang terdiri dari: 1. Pandangan Benar (Sammaditthi), 2. Pikiran Benar (Samma Sankapa), 3. Ucapan Benar (Samma Vacca), 4. Perbuatan Benar (Samma Kammanta), 5. Matapencaharian Benar (Samma Ajiva), 6. Daya Upaya Benar (Samma Vayama), 7. Perhatian Benar (Samma Sati) dan 8. Konsentrasi Benar (Samma Samadhi). b. Hukum Karma dan Punarbhava (tumimbal lahir) 1. Hukum Karma Hukum Karma berlaku pada siapa saja,di saja, di mana saja,kapan saja.Hukum karma tidak mengenal waktu,usia,manusia,dewa,hewan,setan atau makhluk apa pun.Apa yang kita peroleh maka apa yang akan didapat.Seperti kita menanam bibit mangga maka akan tumbuh pohon manga. 2. Tumimbal Lahir / Kelahiran Kembali (Punabhava) Menurut Agama Buddha semua mahkluk akan terlahir kembali di 31 alam kehidupan.Alam kehidupan ada yang menderita ada juga alam kehidupan yang bahagia.Terlahir kemana kita kelak tergantung dengan karma(perbuatan) kita pada masa lampau.Kita dapat terlahir sebagai binatang,setan,iblis ,dan dewa.
c. Hukum Tilakkhana Tilakkhana atau Tiga Corak Umum atau kadang disebut Tiga Corak Kehidupan yaitu anicca, dukkha dan anatta, merupakan tiga corak umum yang ada di setiap set iap segala sesuatu atau fenomena yang terbentuk dari perpaduan unsur (berkondisi) yang ada di alam semesta ini, termasuk makhluk hidup. Ciri ini merupakan salah satu bentuk dari Hukum Kebenaran Mutlak(Paramatha-sacca) karena berlaku dimana saja dan kapan saja. Oleh karena itu, Tilakkhana merupakan corak yang universal. Tilakkhana ( 3 sifat universal) universal) : ·
Sabbe Sankhara Anicca Anicca berasal dari kata “an” yang merupakan bentuk negatif atau sering diterjemahkan sebagai tidak atau bukan. Dan “nicca” yang berarti tetap, selalu ada, kekal, abadi. Jadi kata”annicca” berarti tidak tetap, tidak selalu ada, tidak kekal, tidak abadi, berubah. Dalam bahasa
Sanskerta disebut juga sebagai anitya
Sabbe sankhara anicca berarti segala sesuatu yang berkondisi (terbentuk dari perpaduan unsur) akan mengalami perubahan (tidak kekal). ( Majjhima Nikaya I : 228) ·
Sabbe Sankhara Dukkha Dukkha berasal dari kata ”du” yang berarti sukar dan kata ”kha” yang berarti dipikul, ditahan. Jadi kata ”du-kha” berarti sesuatu atau beban yang sukar untuk dipikul. Jadi kata ”duhkha” berarti sesuatu atau beban yang sukar untuk dipikul. Pada umumnya dukkha dalam bahasa
Indonesia diartikan sebagai penderitaan, ketidakpuasan, beban.
Sabbe sankhara dukkha berarti segala sesuatu yang berkondisi, terbentuk dari perpaduan unsur, merupakan sesuatu yang tidak memuaskan yang akan menimbulkan beban berat atau penderitaan. Pandangan tentang Dukkha dapat dilihat dari tiga sudut pandang yaitu: 1. Dukkha-Dukkha, yaitu Dukkha sebagai penderitaan yang biasa atau Dukkha yang dialami manusia secara langsung pada fisiknya melalui panca indera dan pada perasaannya. Penderitaan pada kehidupan manusia seperti lahir, sakit, usia tua, berkumpul dengan orang yang tidak disenangi, tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkan dan lain-lain termasuk dalam kelompok Dukkha ini. 2. Viparinama-Dukkha, yaitu Dukkha sebagai akibat dari perubahan. Segala keadaan yang menyenangkan manusia adalah tidak kekal dan selalu berubah dari saat ke saat. Perubahan ini biasanya menimbulkan penderitaan atau kemurungan. 3. Sankhara-Dukkha, yaitu Dukkha yang timbul akibat kondisi- kondisi yang selalu bergerak atau berubah-rubah. Dukkha inilah yang berhubungan dengan lima kelompok kemelekatan(Pancakkhandha).
·
Sabbe Dhamma Anatta Anatta adalah kata bahasa Pali yang berasal dari awalan ' an' yang sering diterjemahkan sebagai tidak, bukan atau tiada. 'atta' berarti ‘inti’, ‘diri sejati’ ‘roh’ atau at au jiwa. Dalam bahasa Sanskerta disebut juga sebagai anatman. Jadi kata ”an-atta” berarti ‘‘bukan diri sejati” atau dalam konteks penulisan ini , anatta akan diterjemahkan diterjemahkan sebagai “Tiada inti diri”. diri”. Kata atta mempunyai makna yang luas dan dapat ditemukan dalam bidang ilmu psikologi, filsafat, maupun peristilahan sehari-hari, contohnya, atta dapat berarti “diri”, “mahkluk”, “ego”, “jiwa”, “roh”, “aku” atau “kepribadian”. Namun “kepribadian”. Namun sebelum membahas tentang apa itu atta, maka perlu melihat berbagai arti atta yang ditelaah dari sudut pandang Buddhis maupun non-Buddhis, agar kita dapat memahami dengan tepat, apa yang ditolak Sang Buddha ketika Beliau membabarkan doktrin anatta, yang mana Ia menolak keberadaan atta.
Sabbe dhamma anatta berarti segala sesuatu yang berkondisi, terbentuk dari perpaduan unsur, dan juga sesuatu yang tidak berkondisi merupakan sesuatu yang tidak memiliki inti/’jiwa’ dan dan bukan di diri ri yang sejati.
d. Hukum Paticca Samuppada Kata "Paticcasamuppada" mempunyai arti : Sebab Musabab Yang Saling Bergantungan atau timbul karena kondisi-kondisi yang saling bergantungan. Paticcasamuppada ini adalah untuk memperlihatkan kebenaran dari keadaan yang sebenarnya, dimana tidak ada sesuatu itu timbul tanpa sebab. Bila kita mempelajari Hukum Paticcasamuppada ini dengan sungguh-sungguh, kita akan terbebas dan pandangan salah dan dapat melihat hidup dan kehidupan ini dengan sewajarnya. Paticcasamuppada ini adalah merupakan obyek dasar dari Vipassana Bhavana termasuk salah satu obyek dari keenam obyek dasar Vipassana Bhavana, yaitu : 1. Khadha 5/Pancakkhandha 2. Dhatu 18 3. Ayatana 12 4. Indriya 22 5. Paticcasamuppada 6. Ariya Sacca/Cattari Ariya Saccani Paticcasamuppada ada 12 faktor sebagai berikut : 1. Avijja paccaya sankhara : Dengan adanya Avijja (kebodohan bathin) maka muncullah Sankhara (bentuk-bentuk karma). 2. Sankhara paccaya vinnanam : Dengan adanya Sankhara (bentuk-bentuk karma) maka muncullah Vinnana (kesadaran). 3. Vinnana paccaya nama-rupam : Dengan adanya Vinnana (kesadaran) maka muncullah Nama-Rupa (bathin jasmani). 4. Nama-Rupa paccaya salayatanam : Dengan adanya Nama-Rupa (bathin-jasmani) maka muncullah Salayatana (enam landasan indera).
5. Salayatana paccaya phasso : Dengan adanya Salayatana (enam landasan indera) maka muncullah Phassa (kesan-kesan/kontak).
6. Phassa paccaya vedana : Dengan adanya Phassa (kesan-kesan kontak) maka muncullah Vedana (perasaan). 7. Vedana paccaya tanha : Dengan adanya Vedana (perasaan) maka muncullah Tanha (keinginan rendah). 8. Tanha paccaya upadanam : Dengan adanya Tanha (keinginan rendah), maka muncullah Upadana (kemelekatan) 9. Upadanna paccaya bhavo : Dengan adanya Upadana (kemelekatan) maka muncullah Bhava (penjadian). : Dengan adanya Bhava (penjadian) maka muncullah Jati (kelahiran). 10. Bhava paccaya jati : 11. Jati paccaya jara-maranam : Dengan adanya Jati (kelahiran) maka muncullah Jara (ketuaan) dan Marana (kematian).
5. Keyakinan terhadap kitab suci Tipitaka/Tripitaka.
Kitab Suci agama Buddha bernama Tipitaka (Pali) atau Tripitaka (Sansekerta). Tipitaka atau Tripitaka artinya tiga keranjang atau tiga kelompok. Setiap keranjang atau kelompok terdiri dari masing-masing bagian Kitab Suci. Kitab Suci berhasil ditulis kembali 400 tahun setelah Sang Buddha Parinibbana (meninggal) dengan tidak mengurangi keasliannya oleh bhikkhu BUDDHAGOSA. Tipitaka atau Tripitaka terdiri dari : 1. Vinaya Pitaka : buku yang berisi peraturan para bhikkhu dan bhikkhuni. Vinaya Pitaka terbagi menjadi 3 bagian :
Vibhanga
para Bhikkhu Bhikkhu dan dan Bhikkhuni Bhikkhuni,, Kitab Sutta Vibhanga berisi peraturan-peraturan bagi para terdiri dari: j enis pelanggaran, di a) Bhikkhu Vibhanga - berisi 227 peraturan yang mencakup 8 jenis antaranya terdapat 4 pelanggaran yang menyebabkan dikeluarkannya seorang Bhikkhu dari Sangha dari Sangha dan tidak dapat menjadi Bhikkhu lagi seumur hidup. Keempat pelanggaran itu, adalah berhubungan kelamin, mencuri, membunuh manusia atau terlibat dalam rencana, dan berbohong menyatakan dirinya telah mencapai kesucian padahal belum. Untuk ketujuh jenis pelanggaran yang lain ditetapkan hukuman dan pembersihan yang sesuai dengan berat ringannya pelanggaran yang bersangkutan.
b) Bhikkhuni Vibhanga - berisi peraturan-peraturan yang serupa bagi para Bhikkhuni, hanya
jumlahnya lebih banyak.
Khandaka
Kitab Khandhaka terbagi atas: a) Kitab Mahavagga - berisi peraturan-peraturan dan uraian tentang upacara pentahbisan
Bhikkhu; upacara uposatha pada saat bulan purnama dan bulan baru di mana m ana dibacakan Patimokha (peraturan disiplin bagi para Bhikkhu); peraturan tentang tempat tinggal selama musim hujan (vassa); upacara pada akhir vassa (pavarana); peraturan-peraturan mengenai jubah, peralatan, obat-obatan dan makanan; pemberian jubah Kathina setiap tahun; peraturan-peraturan bagi para Bhikkhu yang sakit; peraturan tentang tidur; peraturan tentang bahan jubah; tata cara melaksanakan Sanghakamma (upacara Sangha); dan tata cara dalam hal terjadi perpecahan.
b) Kitab Culavagga - berisi peraturan-peraturan untuk menangani pelanggaran-
pelanggaran; tata cara penerimaan kembali seorang Bhikkhu ke dalam Sangha setelah melakukan pembersihan atas pelanggarannya; tata cara untuk menangani masalahmasalah yang timbul; berbagai peraturan yang mengatur cara mandi, pengenaan jubah, menggunakan tempat tinggal, peralatan, tempat bermalam dan sebagainya; mengenai perpecahan kelompok-kelompok Bhikkhu; kewajiban-kewajiban guru (acariya) dan calon Bhikkhu (samanera); pengucilan dari upacara pembacaan Patimokkha; P atimokkha; pentahbisan dan bimbingan bagi Bhikkhuni; kisah mengenai Pasamuan Agung Pertama di Rajagaha; dan kisah mengenai Pasamuan Agung Kedua di Vesali.
Parivara
Kitab Parivara memuat ringkasan dan pengelompokan peraturan-peraturan Vinaya, yang disusun dalam bentuk tanya jawab untuk dipergunakan dalam pengajaran dan ujian. 2. Sutta Pitaka : buku yang berisi khotbah Sang Buddha. Sutta ini terdiri dari 5 nikaya (kumpulan):
Digha Nikaya : buku yang berisi 34 sutta panjang Majjhima Nikaya : buku yang berisi 152 sutta
Anguttara Nikaya : buku yang berisi 9.557 Sutta. Samyutta Nikaya : buku yang berisi 7.762 sutta. Kuddhaka Nikaya : buku yang berisi 15 kitab.
3. Abhidhamma Pitaka : buku yang berisi filsafat ajaran Buddha. Buku ini terdiri dari 7 kitab :
Dhammasangani, berisi perincian Paramatha Dhamma (etika/keadaan batin).
Vibhanga, menguraikan pembagian paramatha dhamma dalam bentuk yang berbeda.
Dhatukatha, menguraikan unsur batin yang terdiri dari 14 bagian.
Puggalapannati, menguraikan pannati, puggala, dan paramatha.
Kathavatthu, menguraikan paramatha dalam bentuk tanya jawab, terdiri dari 23 bab, ba b, menguraikan kumpulan dan sanggahan terhadap pandangan salah tang berhubungan dengan teologi dan metafisika.
Yamaka, menguraikan paramatha secara berpasangan (berpasangan) terdiri dari 10 bab
(Mula, Khanda, Ayatana, Dhatu, Sacca, Sankhara, Anusaya, Citta, Dhamma, dan Indriya).
Patthana, menguraikan 24 pacaya (hubungan antara batin dan jasmani).
6. Keyakinan terhadap Nibbana/Nirvana.
Keyakinan umat Buddha terhadap adanya Nibbana didasarkan pada khotbah Sang Buddha yang pertama yaitu Dhammacakkha-pavatthana-Sutta. Khotbah tersebut dinyatakan bahwa untuk mengatasi penderitaan akibat roda r oda samsara adalah dengan pencapaian Nibbana. Selain itu Sang Buddha menjelaskan tentang Nirvana atau Nibbana kepada Ananda demikian: Ini adalah aman tentram, ini adalah suci, luhur, dimana semua bentuk kamma telah berhenti, berhenti,
gugurnya semua lapisan kehidupan, padamnya keinginan k einginan nafsu (tanha) disanalah Nirvana atau Nibbana. Dalam Kitab Udana VIII:3, Nibbana dijelaskan oleh Buddha sebagai berikut: "Oh, Bhikkhu, ada berhentinya kelahiran, berhentinya penjelmaan, berhentinya Kamma, behentinya Sankhara. Jika seandainya saja, Oh bhikkhu, tidak ada berhentinya kelahiran, berhentinya penjelmaan, berhentinya Kamma, berhentinya Sankhara; maka tidak akan ada jalan keluar kebebasan kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi karena ada berhentinya kelahiran, berhentinya penjelmaan, berhentinya Kamma, berhentinya Sankhara, maka ada jalan keluar kebebasan kelahiran, penjelmaan, pembentukan, dan pemunculan dari sebab yang lalu" Nibbana dapat dicapai ketika masih hidup (Sa-upadisesa Nibbana) dan ketika meninggal dunia (An-upadisesa Nibbana). Ketika Pangeran Siddhartha mencapai Penerangan Pener angan Sempurna dan menjadi Samma Sambuddha, maka pada saat itu Dia me mengalami ngalami Sa-upadisesa Nibbana. Ketika Buddha Gotama meninggal dunia pada usia 80 tahun di Kusinara, maka Dia mencapai AnAn upadisesa Nibbana atau Parinibbana. Cara untuk mencapai Nibbana adalah dengan mempraktikkan sendiri Jalan sendiri Jalan Mulia Berunsur Delapan, yaitu: Delapan, yaitu: 1. Pengertian Benar (Samma ditthi) 2. Pikiran Benar (Samma sankappa) 3. Ucapan Benar (Samma vaca) 4. Perbuatan Benar (Samma kammanta) 5. Penghidupan/Mata Pencaharian Benar (Samma ajiva) 6. Usaha/Daya Upaya Benar (Samma vayama) 7. Perhatian Benar (Samma sati) 8. Konsentrasi/Meditasi Benar (Samma samadhi)
View more...
Comments