Rangkuman Etika Kristen by Norman L. Geisler
March 27, 2017 | Author: radicalz_86 | Category: N/A
Short Description
Download Rangkuman Etika Kristen by Norman L. Geisler...
Description
Etika Terapan -‐ Rangkuman Buku Etika Kristen: Pilihan & Isu Kontemporer -‐ Edisi Kedua Norman L. Geisler Dosen: Dr. Bambang Sriyanto Oleh: Kenny Gunawan STT Bethany [NIM: 16.13.399]
MENGENAI BUKU Buku etika klasik ini telah diperbarui secara menyeluruh, mengevaluasi pilihan-‐pilihan etika kotemporer dan juga isu-‐isu masa kini yang mendesak dari perspektif Injili. Edisi kedua ini telah ditambahkan bagian-‐bagian baru mengenai hak-‐hak binatang, etika seksual dan dasar Alkitab untuk keputusan etis. Buku ini juga memuat empat apendiks baru yang membahas tentang obat-‐obatan, perjudian, dan pengendalian kehamilan.
KENNY GUNAWAN STT Bethany [16.13.399/MA]
Daftar Isi
Etika Terapan Dosen: Dr. Bambang Sriyanto
Daftar Isi ................................................................................................................................................. 1 Bagian 1 -‐ Pilihan Etika ........................................................................................................................... 2 1. Pilihan-‐pilihan yang Ada ............................................................................................................. 2 2. Antinomianisme ......................................................................................................................... 3 3. Situasionisme .............................................................................................................................. 4 4. Generalisme ............................................................................................................................... 5 5. Absolutisme Total ....................................................................................................................... 5 6. Absolutisme Konflik .................................................................................................................... 6 7. Absolutisme Bertingkat .............................................................................................................. 7 8. Dasar untuk Keputusan Etika ...................................................................................................... 8 Bagian 2 -‐ Isu-‐isu Etika ........................................................................................................................... 9 9. Aborsi ......................................................................................................................................... 9 10. Pembunuhan Bayi dan Euthanasia ......................................................................................... 10 11. Isu-‐isu Biomedika ................................................................................................................... 11 12. Hukuman Mati ........................................................................................................................ 12 13. Perang .................................................................................................................................... 13 14. Ketidaktaatan pada Pemerintah ............................................................................................. 14 15. Persoalan Seksual ................................................................................................................... 15 16. Homoseksual .......................................................................................................................... 16 17. Perkawinan dan Perceraian .................................................................................................... 17 18. Ekologi .................................................................................................................................... 18 19. Hak-‐hak Binatang ................................................................................................................... 19
1
KENNY GUNAWAN STT Bethany [16.13.399/MA]
Etika Terapan Dosen: Dr. Bambang Sriyanto
Bagian 1 -‐ Pilihan Etika 1. Pilihan-‐pilihan yang Ada Etika berkaitan dengan apa yang secara moral benar dan salah, sedangkan etika Kristen berkaitan dengan apa yang secara moral benar dan salah bagi seorang Kristen. Ciri-ciri etika Kristen adalah sebagai berikut: •
Berdasarkan kehendak Allah Allah menghenaki apa yang benar yang sesuai dengan atribut-atribut moral-Nya sendiri.
•
Bersifat mutlak Kewajiban moral absolut mengikat semua orang di segala zaman dan segala tempat.
•
Berdasarkan penyataan Allah Allah telah menyatakan diri-Nya baik melalui alam maupun di dalam Kitab Suci. Gagal mengenali Allah sebagai sumber kewajiban moral tidak membebaskan siapa pun dari kewajiban moralnya, bahkan ateis sekalipun.
•
Bersifat menentukan Tidak ada hukum moral tanpa si Pemberi moral; tidak ada perundangundangan moral tanpa Pembuat undang-undang moral. Menguraikan tentang [perilaku manusia adalah tugas sosiologi, tetapi menentukan perilaku manusia merupakan wewenang moralitas.
•
Berpusat pada kewajiban Etika Kristen yakin bahwa beberapa perbuatan yang gagal itu tetap baik, namun tidaklah mengabaikan hasil. Akibat-akibat ini seluruhnya diperhitungkan dalam peraturan atau norma, meski tidak ada akibat yang sudah diketahui yang dapat digunakan sebagai pembenaran untuk melanggar hukum moral apa pun yang Allah berikan.
Etika dasar pada umumnya ada 6 jenis, yang masing-masing dirancang berdasarkan jawaban atas pertanyaan, “Adakah hukum-hukum etika yang obyektif?”. Maksudnya adalah apakah hukum moral tidak murni subyektif, tetapi benar-benar mengikat manusia pada umumnya. Antinomianisme dan generalisme menyangkal seluruh hukum moral yang secara obyektif absolut, sedangkan 4 jenis lainnya mengklaim adanya bentuk
2
KENNY GUNAWAN STT Bethany [16.13.399/MA]
Etika Terapan Dosen: Dr. Bambang Sriyanto
absolutisme. Karena etika Kristen berakar kuat pada karakter moral Allah yang tidak berubah, maka Antinomianisme, Situasionisme, dan Generalisme bukanlah pilihan untuk orang Kristen. Pernahkah berdusta untuk menyelamatkan nyawa itu dibenarkan? Pertanyaan ini akan menjawab dengan jelas perbedaan-perbedaan di antara keenam sikap dasar etika tersebut.
2. Antinomianisme Keyakinan dasar Antinomianisme adalah: tidak ada hukum moral yang Allah berikan, tidak ada hukum moral yang obyektif, tidak ada hukum moral yang abadi, tidak ada hukum yang menentang hukum. Tidak ada prinsip moral obyektif yang melaluinya masalah tersebut dapat dinilai benar atau salah. Kita benar-benar harus menetapkan pandangan pribadi (subyektif) terhadap persoalan tanpa hukum moral. Oleh Antinomianisme, pertanyaan mengenai “dusta yang menyelamatkan nyawa” ditegaskan bahwa dusta itu tidak benar dan juga tidak salah. Dalam
sejarah
perkembangannya,
ada
banyak
paham
yang
mempengaruhi Antinomianisme, yaitu prosesisme, hedonisme, skeptisisme, intensionalisme, voluntarisme, nominalisme, utilitarianisme, eksistensialisme, evolusionisme, emotivisme, nihilisme, dan situasionisme. Antinomianisme memiliki aspek-aspek positif, yaitu menekankan tanggung jawab individual, mengakui unsut emotif, menekankan hubungan pribadi, dan menekankan dimensi etika yang terbatas. Antinomianisme adalah bentuk radikal dari relativisme etika. Paham ini tidak hanya menyangkali adanya absolusi etika yang berlaku, tetapi juga bahwa ada hukum-hukum moral yang mengikat. Kaum antinomian memang menekankan nilai perseorangan didalam membuat keputusan-keputusan etika, demikian pula halnya dengan nilai hubungan antar manusia. Selanjutnya, mereka sering menunjukkan dimensi emotif yang jelas didalam banyak slogan etika kita. Namun sebagai suatu sistem etika yang memadai, Antinomianisme telah gagal karena banyak alasan. Pertama, mengalahkan diri dengan menyangkal adanya nilai-nilai moral yang mengikat. Yang meyangkal seluruh nilai sesungguhnya berarti menghargai haknya untuk menyangkalinya. Kedua,
3
KENNY GUNAWAN STT Bethany [16.13.399/MA]
Etika Terapan Dosen: Dr. Bambang Sriyanto
paham ini juga murni subyektif, tanpa memberikan peraturan-peraturan obyektif untuk permainan kehidupan. Sebab kehidupan kaum antinomian sesunggunya sama sekali bukanlah suatu pernainan; melainkan kebebasan bagi semua orang. Ketiga, paham ini terlalu individualistis. Setiap orang melakukan apa yang benar menurut pandangannya sendiri. Keempat, paham ini tidak efektif, karena dua orang atau lebih tidak dapat berfungsi di dalam suatu masyarakat tanpa peraturan-peraturan obyektif yang mengikat. Akhirnya, paham ini irasional, karena paham ini memerlukan keyakinan bahwa pandangan-pandangan yang bertentangan itu sama-sama benar.
3. Situasionisme Situasionisme menegaskan hanya ada satu hukum yang absolut, yaitu kasih. Peraturan moral apa pun, kecuali kasih, bisa dan harus dilanggar demi kasih. Dalam
kasus
“dusta
yang
menyelamatkan
nyawa”,
penganut
Situasionisme akan mengatakan bahwa hal ini dibenarkan. Berdusta adakalanya benar, dan ini adalah salah satunya sebab menyelamatkan nyawa merupakan hal yang baik untuk dilakukan. Situasionisme adalah etika dengan strategi pragmatis, taktik yang relativistis, sikap positivistis, dan pusat nilai personalistis. Ini adalah etika dengan satu kemutlakan, dimana segala sesuatu yang lain bersifat relatif dan yang diarahkan pada tujuan pragmatis yang melakukan kebaikan pada manusia. Sesungguhnya Situasionisme merupakan absolutisme, yaitu absolutisme satu-norma. Namun, ternyata bahwa satu prinsip moral ini sebenarnya hanya merupakan sesuatu yang formal dan kosong. Paham ini tidak memiliki isi yang dapat diketahui segera atau terlepas dari siituasi tersebut. Situasi-situasi yang berbeda benar-benar menentukan maknanya. Maka didalam analisis terakhir satu hukum moral berubah menjadi tidak ada hukum moral. Situsionisme turun menjadi antinomianisme, karena satu hukum moral absolut yang kosong di dalam praktiknya sebenarnya tidaklah lebih baik daripada tidak ada hukum moral yang absolut. Dan penyangkalan terhadap seluruh nilai adalah mengalahkan diri. Ia menghargai hak yang berkata tak ada nilai.
4
KENNY GUNAWAN STT Bethany [16.13.399/MA]
Etika Terapan Dosen: Dr. Bambang Sriyanto
4. Generalisme Generalisme mengaku ada beberapa hukum umum tetapi tidak ada yang absolut. Maksudnya, ada beberapa hukum moral obyektif yang mengikat sebagian besar waktu tetapi tidak harus mengikat sepanjang waktu. Dalam menjawab persoalan “dusta yang menyelamatkan nyawa”, Generalisme mengklaim bahwa dusta itu pada umumnya salah, tetapi tujuan dapat membuat cara yang salah menjadi benar. Dalam kasus ini, penganut Genaralisme yakin bahwa dusta untuk menyelamatkan nyawa itu benar. Karena tidak ada hukum moral yang universal, maka benar atau tidaknya suatu dusta itu tergantung pada hasilnya. Jika hasilnya baik, maka dusta itu benar. Pengikut
tradisional
dalam
Generalisme
adalah
generalisme
dan
utilitarianis. Kaum utilitarian percaya pada nilai hukum-hukum etika yang membantu setiap pribadi menentukan perbuatan apa yang mungkin akan memberikan kebaikan terbesar kepada jumlah manusia terbanyak. Utilitarian juga menolak adanya norma norma etika universal yang mengikat yang mewakili nilai-nilai intrinsik. Kaum ini memiliki tujuan-tujuan yang mutlak, tetapi mereka mengklaim tidak punya norma-norma yang mutlak. Hasil diutamakan sebagai dasar untuk menilai seluruh perbuatan, namun mereka tidak mengakui adanya peraturan-peraturan mutlak yang memampukan orang menyadari hasil akhir yang mendatangkan kebaikan terbesar untuk jumlah manusia terbanyak. Generalisme memiliki nilai-nilai positif, yaitu diperlukannya norma-norma, suatu solusi terhadap norma-norma yang sedang bertentangan, dan mereka memiliki norma “universal”. Meskipun demikian, Generalis salah karena tujuan tidak membenarkan cara, mereka tidak memiliki norma universal, perbuatan-perbuatan utilitarian tidak memiliki nilai intrinsik, mereka membutuhkan kebutuhan akan norma absolut.
5. Absolutisme Total Absolutisme Total yakin di antara banyak hukum absolut tidak pernah ada yang saling bertentangan, meski kelihatannya ada konflik. Ada banyak hukum moral yang absolut, dan tidak satu pun yang boleh dilanggar. Kebenaran adalah hukum yang semacam itu, dan dosa selalu dapat dihindarkan. 5
KENNY GUNAWAN STT Bethany [16.13.399/MA]
Etika Terapan Dosen: Dr. Bambang Sriyanto
Kebenaran itu absolut, dan yang absolut tidak boleh dilanggar. Akibat tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk melanggar peraturan, bahkan sekalipun hasilnya diinginkan. Dalam menjawab persoalan “dusta yang menyelamatkan nyawa”, kaum ini akan menjawab dengan tegas, “Tidak!”. Orang harus selalu berkata jujur, bahkan jika sekalipun harus mati sebagai akibatnya. Tidak ada pengecualian. Dasar pikiran Absolutisme Total adalah sebagai berikut: •
Karakter Allah yang tidak berubah
•
Allah telah menyatakan karakter moral-Nya yang tidak berubah melalui hukum-Nya.
•
Allah tidak bisa berkonflik dengan diri-Nya sendiri.
•
Tidak ada dua hukum moral mutlak yang benar-benar bisa saling berkonflik, hanya kelihatannya saja seperti konflik.
•
Tersirat bahwa providensia (pemeliharaan) Allah selalu membuat “alternatif ketiga” dalam setiap dilema moral yang tampak.
Aspek positif dalam paham ini adalah bahwa paham ini didasarkan pada natur Allah yang tidak berubah, penekanan peraturan melebihi hasil, dan memperlihatkan keyakinan pada providensia Allah. Ada beberapa kekurangan yang serius di dalam sikap ini. Sikap ini tidak realistis, tidak berbelas kasihan (bahkan adakalanya sah menurut hukum) dan tidak berhasil menghindarkan perubahan yang tak terelakkan dari yang absolut agar memberikan jawaban yang memadai terhadap banyak konflik Alkitabiah dan kehidupan nyata dari perintah-perintah ilahi. Sekalipun tidak perlu diragukan kebenarannya, bahwa konflik-konflik moral bukanlah tujuan Allah, juga kenyataannya bahwa dunia ini bukanlah dunia yang ideal. Dunia ini adalah nyata dan terjatuh.
6. Absolutisme Konflik Absolutisme Konflik berpendapat bahwa ada banyak norma absolut yang ada kalanya saling bertentangan, dan kita berkewajiban melakukan apa yang lebih tidak jahat. Namun demikian, kita tetap bersalah atas hukum apa pun yang kita langgar. Oleh karena itu, setelah terjadi pelanggaran, kita harus memohon ampun karena telah melanggar hukum moral Allah yang absolut.
6
KENNY GUNAWAN STT Bethany [16.13.399/MA]
Etika Terapan Dosen: Dr. Bambang Sriyanto
Allah tidak dapat mengubah ketentuan moral absolut-Nya hanya karena kesulitan moral yang kita hadapi. Absolutisme Konflik mengakui bahwa kita hidup di dunia yang jahat. Hukum
moral
absolut
adakalanya
menghadapi
konflik
yang
tidak
terhindarkan. Dalam kasus “dusta yang menyelamatkan nyawa”, Absolutisme Konflik menyetujuinya, namun kita harus memohon pengampunan. Berdusta itu bisa dimaafkan. Ada 4 alasan dasar dalam Absolutisme Konflik. Pertama, hukum Allah itu absolut dan tidak boleh dilanggar. Kedua, karena dunia sudah terjatuh, maka konflik-konflik yang tak terhindarkan antara perintah-perintah Allah pasti terjadi. Ketiga, ketika konflik-konflik moral terjadi, sebaiknya kita melakukan kejahatan yang lebih kecil. Keempat, pengampunan tersedia jika kita mengakui dosa-dosa kita. Pandangan ini memiliki kontribusi positif, yaitu bahwa pandangan ini memelihara absolusi moral, mempunyai realisme moral, menganggap konflik moral berakar pada kejatuhan manusia, dan merupakan solusi tanpa pengecualian. Keberatan akan pandangan ini didasarkan hal-hal sebagai berikut, yaitu: Kewajiban moral untuk berdosa secara moral ini tidak masuk akal, tak terelakkan berarti secara moral tidak bersalah, dan ketika dosa tak terelakkan dalam dilema moral maka Yesus pasti sudah berbuat dosa.
7. Absolutisme Bertingkat Absolutisme Bertingkat menganggap bahwa ada banyak hukum absolut, dan adakalanya saling bertentangan, serta beberapa hukum lebih tinggi daripada hukum yang lain. Maka ketika pertentangan yang tak terhindarkan terjadi, kita wajib dan bertanggung jawab menaati hukum yang lebih tinggi. Akibatnya, kita tidak bersalah karena tidak mengikuti perintah yang lebih rendah yang bertentangan dengannya. Allah membebaskan kita dari tanggung
jawab
mengikuti
hukum
yang
lebih
rendah
dengan
mempertimbangkan kewajiban yang lebih tinggi untuk menaati hukum yang lebih tinggi.
7
KENNY GUNAWAN STT Bethany [16.13.399/MA]
Etika Terapan Dosen: Dr. Bambang Sriyanto
Dalam menyikapi kasus “dusta yang menyelamatkan nyawa”, banyak penganut Absolutisme Bertingkat percaya bahwa belas kasihan kepada orang yang tidak bersalah merupakan kewajiban moral yang lebih besar ketimbang berkata jujur kepada orang yang bersalah. Maka, mereka yakin bahwa bisa dibenarkan di dalam kasus-kasus semacam itu untuk berdusta demi menyelamatkan nyawa. Absolutisme Bertingkat berbeda dengan Antinomianisme, Situasionisme, dan Generalisme, dalam hal bahwa pandangan ini percaya pada absolusi moral. Sumbernya adalah hukum-hukum moral absolut, dimana absolut lingkupnya ketika tidak ada konflik, dan absolut urutan prioritasnya ketika ada konflik. Berlawanan dengan Absolutisme Total, Absolutisme Bertingkat percaya bahwa ada konflik-konflik moral yang nyata. Namun perbedaannya adalah, bahwa dalam keadaan-keadaan konflik, seseorang tidak salah karena mengesampingkan kewajiban yang lebih rendah kepada kewajiban yang lebih tinggi. Prinsip-prinsip dasar Absolutisme Bertingkat adalah: Ada banyak prinsip moral yang berakar di dalam karakter moral Allah yang absolut. Ada kewajiban-kewajiban moral yang lebih tinggi dan yang lebih rendah misalnya, kasih kepada Allah merupakan kewajiban yang lebih besar dairpada kasih kepada manusia.
8. Dasar untuk Keputusan Etika Ada banyak pandangan yang berdasarkan pada keputusan etika. Pandangan-pandangan ini sangat beragam. Sekalipun pandangan etika nonKristen didapati tak sanggup memberikan sistem etika yang memadai, ada unsur kebenaran di dalam setiap pandangan tersebut, yaitu: •
Ditemukan bahwa “yang benar” tidak bisa dijelaskan dalam arti sesuatu yang lain yang tak terbatas.
•
Pandangan mereka memiliki keutamaan tetapi kehilangan inti.
•
Tidaklah cukup mengakui bahwa inti kebaikan yang utama bisa dijelaskan dengan mengaku bahwa apa pun yang Allah kehendaki itu baik.
•
Jika ada Allah yang mutlak baik, maka pastilah Dia berminat membawakan kebaikan terbesar bagi orang terbanyak dalam jangka
8
KENNY GUNAWAN STT Bethany [16.13.399/MA]
Etika Terapan Dosen: Dr. Bambang Sriyanto
panjang, namun apa yang benar menurut kehendak Allah menentukan akan seperti apa hasilnya nanti. •
Keyakinan yang sama juga diterapkan pada kesenangan.
•
Ada banyak kebenaran yang dianggap sebagai “keharusan” etika universal yang tak lebih daripada sekedar perasaan pribadi.
•
Tidak semua perintah Allah tak bisa diubah, hanya yang terikat oleh natur-Nya yang tak bisa diubah.
•
Tidak semua aspek aturan etika bisa diterapkan secara universal. Sejumlah aturan hanya berlaku lokal dan komunal. Kekristenan tidak menuntut manusia melepaskan budaya agar bisa menjalankan perintah-perintah Allah, malah meminta untuk menerapkan perintahperintah Allah di dalam budaya itu.
Satu-satunya dasar yang berlaku bagi keputusan etika adalah bentuk pandangan perintah Ilahi. Agar manusia dapat tahu inti perintah Ilahi, ada penyataan Allah secara umum melalui alam dan khusus melalui Kitab Suci. Ada keserasian di antara hukum moral Allah dalam Perjanijan Lama dan Perjanjian Baru, demikian pula di antara penyataan umum dengan penyataan khusus. Hal ini disebabkan hanya ada satu moral Allah yang sama di balik pernyataan natur moral-Nya. Prinsip moral yang sama yang mencerminkan natur moral Allah dimasukkan ke dalam hukum Musa dan juga dinyatakan dalam hukum alam. Hukum alam ini memiliki kelebihan yang khusus ketimbang penyataan khusus Allah di dalam Kitab Suci: ia tersedia bagi semua orang yang bertanggung jawab seara rasional dan moral. Sebab tidak semua orang memiliki Alkitab atau bagian dari Alkitab. Namun, hukum Allah yang tertulis adalah unggul sebab itu ditulis, tak mungkin salah, dan lebih gamblang ketimbang hukum alam. Dan karena lebih jelas, maka tanggung jawab orang percaya lebih besar.
Bagian 2 -‐ Isu-‐isu Etika 9. Aborsi Sekarang kita beralih dari pilihan-pilihan etis kepada masalah-masalah etis. Dari semua masalah moral, masalah yang paling mendesak adalah
9
KENNY GUNAWAN STT Bethany [16.13.399/MA]
Etika Terapan Dosen: Dr. Bambang Sriyanto
masalah-masalah yang melibatkan kehidupan dan kematian. Dan dari masalah tentang kehidupan dan kematian tersebut, satu yang berhubungan dengan kehidupan adalah masalah aborsi. Kita akan menyelidiki kapan, sekiranya mungkin, kita dibenarkan mengakhiri satu kehidupan yang ada dalam kandungan. Ada 3 sikap dasar mengenai aborsi yang berpusat pada status janin: •
Mereka yang percaya bahwa janin hanyalah bagian tubuh manusia, lebih cenderung memperbolehkan aborsi sesuai permintaan.
•
Mereka yang berpendapat bahwa janin itu benar-benar manusia, menentang aborsi.
•
Mereka yang berpendapat bahwa janin itu berpotensi menjadi manusia, cenderung mendukung aborsi dalam situasi tertentu saja.
Perdebatan tentang aborsi berfokus pada keseluruhan persoalan kekudusan hidup manusia. Baik Kitab Suci maupun ilmu pengetahuan mendukung pandangan bahwa hidup manusia masing-masing dimulai pada saat pembuahand an penyataan baik khusus maupun umum menyatakan bahwa membunuh seorang manusia yang tidak bersalah merupakan perbuatan yang salah. Meski aborsi ini secara umum adalah salah, namun jika diperlukan (seperti kehamilan di saluran telur), secara moral dibenarkan mengambil setiap tindakan pencegahan medis untuk menyelamatkan nyawa si ibu. Dalam hal nyawa ganti nyawa, sesungguhnya hal ini sama sekali bukan aborsi, karena operasi ini bukan ditujukan untuk membunuh embrio.
10. Pembunuhan Bayi dan Euthanasia Eutanasia (kematian yang baik atau bahagia) memiliki 2 jenis, yaitu aktif (mencabut nyawa untuk menghindari penderitaan, biasanya fisik) dan pasif (membiarkan sampai mati dengan maksud menghindari penderitaan). Eutanasia pasif memiliki 2 jenis, yaitu pasif tidak alami (disebabkan tidak diberikannya sarana alami mempertahankan hidup) dan pasif alami (disebabkan tidak diberikannya sarana tidak alami (misalnya alat bantu medis) untuk menolak penyakit yang tak terobati). Dalam eutanasia, pasian bisa rela (sepakat untuk mengakhiri hidupnya, atau bunuh diri) atau tidak rela (pembunuhan). Mereka yang mengalami
10
KENNY GUNAWAN STT Bethany [16.13.399/MA]
Etika Terapan Dosen: Dr. Bambang Sriyanto
kematian yang diprakarsai manusia bisa muda (pembunuhan bayi) atau tua (eutanasia). Aborsi adalah membunuh janin sebelum kelahiran, sedang dalam hal pembunuhan bayi adalah membunuh bayi manusia sesudah kelahiran. Pembunuhan bayi aktif meliputi suatu prosesdur yang benar-benar mencabut nyawa si bayi. Pembunuhan bayi pasif hanya membiarkan seorang bayi mati dengan
tidak
memberikan
perlakuan
yang
dibutuhkan
(seharusnya
kematiannya bisa dihindarkan). Eutanasia aktif secara moral adalah salah, namun dalam kasus-kasus penyakit tak tersembuhkan, seseorang boleh dibiarkan mati secara alamiah dengan tidak memberikan perlengkapan mempertahankan hidup yang tidak alami ketika sedang sekarat. Melawan proses kematian alami yang telah Allah tetapkan bisa dianggap sebagai tidak etis atau melawan Allah. Eutanasia pasif alami secara moral bisa diterima hanya pada kondisi sulit, yaitu hanya ketika seseorang sedang sekarat yang tak tersembuhkan, dan pada saat itu tidak bertentangan dengan kehendak yang dinyatakan si pasien. Keputusannya juga seharusnya sudah melalui kesepakatan antara pendeta, dokter, pengacara, dan keluarga. Allah harus terlebih dulu dicari dalam doa yang berulang kali untuk memohon kesembuhan. Ketika rangkaian kematian tak terhindarkan secara medis dan tak ada campur tangan ilahi yang akan datang, secara moral bisa dibenarkan untuk menghentikan upaya-upaya untuk memperpanjang proses kematian.
11. Isu-‐isu Biomedika Teknologi telah menciptakan masalah-masalah etis yang baru. Inseminasi buatan, bayi tabung, ibu yang dipinjam kandungan dan tubuhnya, transplantasi organ, pengambilan organ, penyambungan gen dan kloning, semuanya merupakan realitas-realitas medis. Tidak ada lagi pertanyaan apakah hal-hal tersebut dapat dilakukan, hanya ada pertanyaan, yaitu apakah hal-hal itu harus dilakukan. Ada suatu perbedaan penting di antara pendekatan-pendekatan Kristen dengan humanis terhadap etika biomedika. Orang Kristen yakin bahwa Allah berdaulat atas hidup; kaum humanis menganggap manusialah yang
11
KENNY GUNAWAN STT Bethany [16.13.399/MA]
Etika Terapan Dosen: Dr. Bambang Sriyanto
berdaulat. Dengan demikian, orang Kristen percaya bahwa kita harus melayani Allah, bukan bermain menjadi Allah. Tentu saja ini tidak berarti bahwa tidak ada peranan teknologi dan obatobatan untuk meningkatkan hidup manusia. Sebaliknya, itu berarti bahwa kita tidak menggunakan hikmat ini untuk menciptakan hidup manusia. Kumpulan pengetahuan ini seharusnya digunakan untuk mengembangkan apa yang sudah Allah berikan namun tidak mengendalikannya. Kaum Kristen percaya bahwa secara khusus Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya sendiri dan memberi mereka perintah-perintah moral untuk menjaga martabat dan kesucian hidup manusia. Campur tangan medis haruslah bersifat memperbaiki kehidupan, bukan berusaha membentuk ulang. Teknologi harus melayani moralitas, bukan sebaliknya.
12. Hukuman Mati Ada 3 pandangan dasar mengenai hukuman mati: •
Rekonstruksionisme, yang menuntut hukuman mati untuk semua kejahatan-kejahatan serius.
•
Rehabilitasionisme, yang tidak akan mengijinkan hukuman mati untuk kejahatan apapun juga.
•
Retribusionisme, yang menganjurkan kematian untuk beberapa kejahatan-kejahatan besar.
Rehabilitasionisme
berdasarkan
pada
pandangan
keadilan
yang
berhubungan dengan perbaikan (penjara). Pelaku pelanggaran dianggap sebagai pasien yang sakit dan yang membutuhkan perawatan. Dua pandangan lainnya yakin bahwa keadilan bersifat membalas. Mereka menganggap
pelaku
kejahatan
sebagai
orang
yang
secara
moral
bertanggung jawab yang layak mendapatkan hukuman. Retribusionisme berbeda dengan rekonstruksionisme yang tidak yakin bahwa pelanggaranpelanggaran yang menuntut hukuman mati dibawah hukum Musa saat ini masih mengikat. Sebaliknya, retribusionisme berpendapat bahwa hukuman mati didasarkan pada prinsip yang terdapat dalam Alkitab yaitu nyawa ganti nyawa yang berlaku untuk semua orang di segala tempat dan segala zaman.
12
KENNY GUNAWAN STT Bethany [16.13.399/MA]
Etika Terapan Dosen: Dr. Bambang Sriyanto
13. Perang Bagaimana seharusnya sikap orang Kristen terhadap perang? Apakah dibenarkan mengambil nyawa orang lain atas perintah pemerintah? Apakah ada dasar alkitabiah bila ikut serta dalam peperangan? Secara
mendasar,
pandangan-pandangan
yang
berkaitan
dengan
mengambil nyawa orang dalam perang ada dalam 3 kategori: •
Aktivisme, yang berpendapat bahwa orang Kristen harus berpartisipasi dalam perang apapun juga yang dihadapi oleh pemerintahnya, karena pemerintahan dilantik oleh Allah.
•
Pasifisme, yang berpendapat bahwa orang-orang Kristen tidak boleh berpartisipasi dalam perang sampai pada poin membunuh orang lain, karena Allah telah memerintahkan agar manusia tidak boleh mengambil nyawa orang lain.
•
Selektivisme, yang memperdebatkan bahwa orang-orang Kristen harus berpartisipasi dalam beberapa perang tertentu, yaitu perang yang adil. Melakukan yang sebaliknya berarti menolak mengikuti bagian yang adil yang diperintahkan oleh Allah.
Baik aktivisme maupun pasifisme mengklaim mendapatkan dukungan dari Kitab Suci. Setiap pandangan mewakili sejumlah kebenaran. Kebenaran dari pasifisme adalah bahwa sejumlah perang tidak adil dan orang-orang Kristen sebaiknya tidak berpartisipasi di dalamnya. Kebenaran dari aktivisme adalah bahwa sejumlah perang itu adil dan orang Kristen harus ikut berjuang di dalamnya. Maka selektivisme berkomitmen dalam sikap bahwa seseorang harus berpartisipasi hanya dalam perang yang adil. Pandangan selektivisme menawarkan alternatif yang lebih memuaskan bagi etika Kristen. Titik kesepakatan dari ketiga pandangan tersebut adalah: Orang tidak harus berpartisipasi dalam perang yang tidak adil. Dasar Alkitabiah dari selektivisme adalah bahwa ada pembunuhan untuk membela diri yang disetujui di dalam Keluaran 22:2, dan ada perang yang disetujui Allah, seperti yang dilakukan Abraham melawan raja-raja di Lembah Sidim (Kej 14). Kriteria perang yang adil telah dinyatakan atau tersirat di dalam Kitab Suci. Perang adil adalah perang demi membela yang tak bersalah dan berperang untuk menjalankan keadilan. Perang yang adil harus dilawan oleh pemerintah 13
KENNY GUNAWAN STT Bethany [16.13.399/MA]
Etika Terapan Dosen: Dr. Bambang Sriyanto
dan dilawan dengan adil. Perang yang adil juga memiliki prospek kemenangan yang rasional. Perang yang adil adalah upaya sesudah gagalnya upaya damai nonmiliter. Kita harus menjadi pembawa damai, bukan pembawa perang. Namun kita terpaksa berperang hanya ketika semua upaya damai gagal. Oleh karena itu, selektivisme dengan benar menunjuk pada perlunya menempatkan Allah di atas pemerintah dan mendorong ketaatan kepada pemerintah tetapi mempertahankan hak hati nurani untuk menolak perintah-perintah yang menindas.
14. Ketidaktaatan pada Pemerintah Apakah orang Kristen boleh, pada situasi tertentu, tidak mentaati pemerintah? Jika ya, kapan? Jika tidak, mengapa tidak? Apakah benar memberontak terhadap pemerintahan yang tidak adil atau membunuh seorang pemimpin yang kejam? Ada 3 posisi dasar mengenai ketidaktaatan terhadap pemerintah: •
Anarkisme, berpendapat selalu benar untuk tidak taat terhadap pemerintah. Pandangan ini meniadakan pembenaran Kristen manapun juga.
•
Patriotisme radikal, tidak pernah benar untuk tidak taat terhadap pemerintah.
•
Submisionisme alkitabiah, kadangkala benar untuk tidak taat terhadap pemerintah.
Selain dukungan Alkitab dan evaluasi mengenai 2 pandangan terakhir, bab ini juga menjelaskan mengenai revolusi (pemberontakan terakhir melawan
pemerintah), bagaimana
menghadapi
penindasan,
dan
satu
evaluasi tentang pandangan yang menolak pemberontakan. Sekalipun sebagian besar orang Kristen yakin Alkitab mendukung pandangan Submisionisme Alkitabiah, ada ketidaksepakatan tentang kapan ketidaktaatan bisa dibenarkan. Kaum anti-penerapan hukum meakini adanya hak tidak menaati hukum apapun yang mengizinkan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan Firman Allah. Kaum anti-pemaksaan, di sisi lain, berpendapat bahwa
14
KENNY GUNAWAN STT Bethany [16.13.399/MA]
Etika Terapan Dosen: Dr. Bambang Sriyanto
ketidaktaatan dibenarkan hanya ketika pemerintah berusaha memaksa orang berbuat jahat. Bahkan di kalangan mereka yang setuju bahwa ketidaktaatan terhadap pemerintah adakalanya diperlukan, ada perbedaan pendapat tentang bagaimana orang harus tidak taat. Sebagian orang menyetujui revolusi terhadap pemerintah yang tidak adil, tetapi pandangan Alkitab menyerukan untuk
melawannya
perlawanan
tanpa
tanpa
memberontak
memberontak
terhadapnya.
bukanlah
dengan
Menyerukan
pasif
menerima
ketidakadilan dalam pemerintah, tetapi bisa meliputi kampanye rohani, moral dan politik yang aktif untuk melawan ketidakadilan.
15. Persoalan Seksual Pandangan sekular tentang perizinan seks telah masuk ke dalam jemaat Kristen, sekalipun pada kenyataannya orang Kristen didesak oleh Kitab Suci untuk tidak menjadi serupa dengan dunia ini. Pandangan seks sekular yang unggul adalah apapun yang dilakukan di antara kaum dewasa yang sepakat itu tidak ada masalah. Alkitab, di sisi lain, mengutuk perzinahan, homoseksualitas, dan bentuk-bentuk penyalahgunaan seksual lain. Salah satu kesulitan dalam konteks Kristen adalah bahwa orang Kristen sering berpedoman pada apa yang orang Kristen lain lakukan, ketimbang apa yang mereka harus lakukan. Bagi mereka, dasar beraktivitas adalah norma dari orang Kristen, bukanlah norma bagi orang Kristen yang adalah penyataan Allah. 3 Alasan orang Kristen tak boleh ikut serta dalam amoralitas seksual jenis apapun
berkaitan
dengan
setiap
pribadi
dari
Trinitas.
Allah
akan
membangkitkan tubuh, dan orang percaya harus memelihara kemurnian tubuh mereka demi kebangkitan kelak. Orang Kristen bergabung dalam tubuh Kristus,
dan
dengan
melakukan
amoralitas
seksual
pada
dasarnya
mencemari tubuh Kristus. Tubuh orang Kristen kini adalah bait tempat berdiamnya Roh Kudus Allah, dan mencemari tubuh berarti mencemari bait yang di dalamnya berdiam Roh Kudus. Serbuan
hedonistis
membuat
manusia
menginginkan
seks
dan
menginginkannya sekarang. Namun demikian, kebenarannya adalah bahwa kita lebih menghargai ketika harus menunggu mendapatkannya (tidak
15
KENNY GUNAWAN STT Bethany [16.13.399/MA]
Etika Terapan Dosen: Dr. Bambang Sriyanto
terkecuali dengan seks). Allah tahu bahwa menunggu melakukan hubungan seks sampai menikah akan membutuhkan kesabaran, karakter, dan penghargaan yang lebih besar pada hadiahnya ketika saat itu tiba. Seks itu indah dan kuat, tetapi kita tidak boleh membiarkan siapapun mepermainkannya. Sebab ketika seks tidak dijaga di bawah kendali yang tepat, maka kerusakan seirus pasti mengikutinya. HIV, VD, rasa bersalah, perceraian, serta kehidupan dan keluarga yang berantakan, hanyalah sebagian dari akibat melanggar hukum Allah yang kudus.
16. Homoseksual Sementara sebagian besar orang Kristen sangat menentang praktekpraktek
homoseksual,
beberapa
orang
membela
mereka
dengan
argumentasi-argumentasi alkitabiah maupun yang bukan alkitabiah. Para pendukung homoseksual menawarkan 2 set pendapat yang menyetujui homoseksualitas, yaitu faktor Kitab Suci, dan faktor sosial dan moral yang lainnya. Pembelaan mereka dalam penafsiran Alkitab adalah bahwa dosa Sodom bukanlah homoseksualitas melainkan mementingkan diri sendiri, hukum Imamat sudah tidak berlaku, kemandulan adalah satu kutukan bagi para wanita
Yahudi,
homoseksualitas
dalam
Alkitab
dihubungkan
dengan
penyembahan berhala, hukuman dalam surat-surat Paulus merupakan pendapat-pendapat pribadi, pengutukan Paulus akan homoseksual dianggap sebagai pernyataan yang berkaitan dengan budaya, 1 Korintus 6:9 menentang kaum homoseksual yang melakukan tindakan-tindakan yang menjijikkan, heteroseksual adalah tak wajar bagi kaum heteroseksual, Yesaya 56:5 meramalkan kaum homoseksual di dalam Kerajaan Sorga, serta Daud dan Yonatan adalah homoseksual. Tentunya, penafsiran ini adalah tidak benar dan menyesatkan sebab ini adalah tafsiran eisegesis. Ketika penafsiran dilakukan secara eksegesis, yang terlihat adalah kebalikannya. Allah mengasihi pecandu alkohol tetapi membenci alkoholisme. Demikian pula dengan kaum homoseksual. Ada banyak pendapat Alkitab yang menentang homoseksualitas, baik yang tersirat maupun yang terangterangan. Allah menetapkan heteroseksualitas, Kanaan dihukum karena dosa homoseksual, Sodom dan Gomora dikutuk, hukum Musa mengutuk
16
KENNY GUNAWAN STT Bethany [16.13.399/MA]
Etika Terapan Dosen: Dr. Bambang Sriyanto
homoseksualitas, semburit bakti dikutuk, homoseksualitas dikutuk dalam kitab Hakim-Hakim,
para
nabi
mengutuk
sodomi,
Roma
1
mengutuk
homoseksualitas di kalangan bangsa kafir, kaum homoseksual tidak berada dalam kerajaan Allah, 1 Timotius mengutuk homoseksualitas, serta surat Yudas menyebut homoseksualitas sebagai perbuatan yang tidak wajar. Disamping peringatan-peringatan Alkitab yang berkuasa menentang homoseksualitas,
ada
juga
pandangan
masyarakat
yang
kuat.
Sesungguhnya, tidak ada masyarakat, dulu maupun kini, yang pernah menyetujui status yang serupa homoseksual. Homoseksual tidak hanya berbahaya dari segi psikologi dan sosial,tetapi telah menjadi satu ancaman wabah bagi kehidupan fisik dari jutaan manusia. Mengingat hal ini, adalah perlu bagi masyarakat yang rasional untuk melindungi warga negara mereka dari pengaruh-pengaruh yang mencemarkan yang berasal dari perilaku seksual menyimpang seperti itu. Sekalipun begitu, sebagai orang Kristen, kita harus mengasihi orang berdosa, walaupun kita membenci dosanya. Jadi kita harus mendekati dalam kasih untuk memenangkan mereka bagi Kristus yang mengasihi mereka dan yang mati bagi mereka.
17. Perkawinan dan Perceraian Pernikahan adalah unit masyarakat yang paling dasar dan berpengaruh di dunia. Adalah sulit untuk menaksir terlalu tinggi pentingnya pernikahan, tetapi setiap tahun di Amerika Serikat perceraian terjadi kira-kira separuh dari pernikahan yang ada. Mengingat hal ini, adalah perlu bagi kita untuk mempertimbangkan dasar alkitabiah bagi pernikahan dan perceraian. Bab ini membahas pandangan Alkitab mengenai pernikahan, beberapa pandangan Kristen mengenai perceraian, dan evaluasi dari pandanganpandangan Kristen mengenai perceraian. Allah memaksudkan perkawinan sebagai komitmen seumur hidup antara seorang
laki-lagi
dengan
seorang
perempuan.
Sekalipun
hubungan
perkawinan tidak berlangsung sampai kekekalan, perkawinan dimaksudkan berlangsung selama keseluruhan waktu mereka bersama di bumi. Perceraian tidak pernah dibenarkan, bahkan karena perzinahan. Perzinahan adalah dosa
17
KENNY GUNAWAN STT Bethany [16.13.399/MA]
Etika Terapan Dosen: Dr. Bambang Sriyanto
dan Allah tidak menyetujui dosa maupun terputusnya perkawinan. Apa yang disatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia. (Mat. 19:6). Namun begitu, sekalipun perceraian tidak pernah bisa dibenarkan, adakalanya diperbolehkan dan selalu bisa dimaafkan. Karena itu, mereka yang mengakui dosa perceraian, dan tanggung jawab untuk itu, seharusnya diperbolehkan untuk menikah kembali. Tetapi perkawinan kembali yang mereka lakukan haruslah untuk seumur hidup. Jika mereka gagal lagi, tidaklah
bijaksana
memperbolehkan
mereka
untuk
terus
mengulangi
kesalahan ini. Hanya mereka yang cenderung bisa menjaga komitmen seumur hidup yang boleh menikah, dan tidak merencanakan menikah lagi. Perkawinan adalah lembaga yang sakral dan tidak boleh dicemarkan oleh perceraian, terutama perceraian yang terjadi berulang kali. Proporsi mewabahnya perceraian dalam masyarakat kita merupakan peringatan yang bijaksana tentang bagaimana kesakralan perkawinan telah dicemarkan. Orang Kristen harus melakukan segala sesuatu sekuat tenaga untuk mengagungkan standar Allah terhadap perkawinan monogami seumur hidup.
18. Ekologi Mengingat situasi ekologi yang membahayakan ini (pemanasan global, dll), bagaimanakah tanggung jawab etis orang Kristen terhadap lingkungan fisik di mana kita hidup? Di antara 2 ekstrim, yaitu paham materialis yang menghabiskan alam dan paham panteis yang memuja-muja alam, orang Kristen mempercayai penghargaan dan penggunaan sumber alam yang tepat. Bab
ini
membahas
pandangan
materialistik
mengenai
lingkungan, pandangan panteistik mengenai lingkungan, dan pandangan Kristen mengenai lingkungan. Ekologi Kristen berasal dari teologi Kristen. Pandangan ini memiliki beberapa unsur penting: •
Dunia adalah ciptaan Allah.
•
Dunia adalah milik Allah.
•
Bumi adalah cermin Allah.
•
Bumi ditopang dan diselenggarakan oleh Allah.
•
Dunia berada di dalam perjanjian dengan Allah.
18
KENNY GUNAWAN STT Bethany [16.13.399/MA]
Etika Terapan Dosen: Dr. Bambang Sriyanto
•
Manusia adalah pemelihara lingkungan.
•
Kewajiban bangsa (bukan individu) untuk berkembang biak.
•
Kewajiban manusia untuk berkuasa atas ciptaan lainnya.
•
Kewajiban manusia menjadi pemelihara
Karena tidak mengetahui perintah Alkitab, maka bisa saja sepertinya kewajiban-kewajiban manusia saling bertentangan. Yesus Kristus yang menjadi hamba di dunia ini tetapi berkuasa atasnya adalah teladan kita. Maka dalam hal ini tidak ada pertentangan antara berkuasa dengan melayani. Kewajiban kita sebagai raja atas ciptaan adalah untuk melayani subyeksubyek kita dengan baik. Ada ironi yang aneh tentang polusi yang dilakukan manusia di dunia kita ini; dengan mencemari lingkungan kita, kita meracuni makanan dan minuman kita sendiri. Kita berdosa terhadap lingkungan dan diri sendiri, terhadap orang-orang yang akan mendiami bumi dan terhadap Allah yang menjadikan bumi baik sebagai penyataan diri-Nya maupun demi kebaikan kita. Kita dijadikan sebagai penjaga bumi, dan jika kita tidak memelihara bumi, bumi tidak akan menjaga kita. Pertanyaan yang harus kita ajukan pada diri sendiri adalah: “Apakah aku ini penjaga bumiku?”. Jika aku bukan penjaga bumi, maka akan semakin terbukti bahwa aku bukanlah penjaga saudaraku. Sebab di dalam Allah, ini adalah bumi saudaraku, dan jika aku tidak menjaganya, maka dia tidak akan lagi menjaga dirinya sendiri maupun aku.
19. Hak-‐hak Binatang Banyak masyarakat sekuler sudah bergabung dalam gerakan hak-hak binatang. Mereka berpendapat bahwa binatang memiliki status yang setara dengan manusia, dengan akibat bahwa mereka seharusnya memiliki hak yang setara dan bisa diterima ke dalam komunitas moralnya. Sejumlah kelompok Kristen, seperti CARE (Christian Animal Rights Effort), sudah
mempersembahkan
pelayanan
mereka
sepenuhnya
untuk
perlindungan terhadap binatang dan dukungan terhadap hak-hak mereka. Situs mereka mengklaim bahwa (1) manusia dan binatang setara dan umat manusia tidak punya kelebihan atas binatang (Pkh. 3:19), dan (2) bahwa semua yang mengaku Kristen haruslah vegetarian.
19
KENNY GUNAWAN STT Bethany [16.13.399/MA]
Etika Terapan Dosen: Dr. Bambang Sriyanto
Namun demikian, pandangan tradisional Kristen menegaskan bahwa tidak ada kewajiban moral terhadap binatang, karena mereka adalah makhluk ciptaan yang lebih rendah. Pandangan-pandangan besar ini yang bisa dibagi menjadi tiga kategori dasar, yaitu materialis, pantestis, dan teistis. Bab ini menjelaskan masingmasing pandangan, serta evaluasinya. Pandangan materialis sia-sia berupaya mengurangi semua perbedaan di antara semua perbedaan di antara manusia dengan binatang menjadi perbedaan dalam derajat, bukan dalam jenis. Pandangan pantheistis meyakini bahwa baik manusia maupun binatang adalah ilahi. Kaum panteis meninggikan semuanya menjadi Allah. Sebaliknya, kaum teistis membuat perbedaan dalam jenis di antara Allah, manusia, dan binatang. Hanya Allah yang dihormati (disembah); manusia sangat dihormati (sebab dijadikan menurut gambar Allah), dan binatang dianggap sebagai ciptaan Allah yang dijadikan untuk melayani kebutuhan umat manusia. Manusia harus memelihara binatang, bukan menghancurkan binatang atau meninggikan manusia hingga sama dengan Allah atau binatang hingga sama dengan manusia. Pandangan Kristen menyangkal bahwa alam adalah ibu kita (seperti yang dipercaya kaum panteis). Taman Eden bukanlah Allah, melainkan milik Allah. Dan manusia, sekalipun makhluk rasional yang bukan sekedar debu tanah ataupun ilahi, adalah penjaga taman Allah. Dan kita harus mengusahakannya dan memeliharanya, bukan menyalahgunakannya dan menghancurkannya. Istilah “hak-hak moral bagi binatang” adalah penggunaan istilah yang salah. Hak-hak moral hanya dimiliki oleh makhluk bermoral. Kita tidak punya kewajiban moral terhadap makhluk yang tidak bermoral. Namun karena Allah yang empunya segala kehidupan, kita berkewajiban memakainya, bukan menyalahgunakannya. Pada prakteknya, memang ada kesalahan yang bisa dilakukan pada binatang (seperti kekejaman dan kelaparan). Kewajiban moral kita sehubungan dengan binatang bukanlah kepada binatang itu sendiri, melainkan kepada Allah yang menjadikan mereka dan menyuruh kita memanfaatkannya dengan sepantasnya.
20
View more...
Comments