Rahasia Wujudiah
April 8, 2017 | Author: bobzahra | Category: N/A
Short Description
Download Rahasia Wujudiah...
Description
RISALAH WUJUDIAH SYEIKH MUHYIDDIN IBNU ARABI QS (MAN ARAFA NAFSAHU FAQAD ARAFA RABBAHU)
k~1=eãoM=eã êãkBæ Dalam nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang, dan kepada-Nya kita minta tolong. Segala puji bagi Allah sebelum keesaannya tidak ada yang mendahului, kecuali jika Sebelum/Awal itu adalah Dia, dan setelah ketunggalan yang tiada kesudahan, kecuali Akhir itu adalah Dia. Dia ada dan tak
ada apapun bersama-Nya, tiada sesudah dan sebelum, tiada di atas atau di bawah, tiada dekat atau jauh, tiada bersatu atau berpisah, tiada bagaimana atau kapan, tiada waktu atau saat atau tahun, tiada wujud atau tempat. Dan Dia sekarang sebagaimana Dia sebelumnya. Dia Satu tanpa kesatuan dan Tunggal tanpa ketunggalan. Dia tidak tersusun atas nama dan
yang dinamakan, sebab namaNya adalah Dia dan yang dinamakan adalah Dia. Maka tiada nama yang lain selain Dia, atau yang dinamakan. Maka Dia adalah nama dan yang dinamakan. Dia Maha Awal tanpa keawalan dan Maha Akhir tanpa keakhiran. Dia Az Zahir tanpa kezahiran dan Maha Batin tanpa kebatinan. Aku maksud adalah Dia lah
wujud utama dari Al Awal dan wujud utama dari Al Akhir, dan wujud utama dari Az Zahir dan wujud utama dari Al Batin. Sehingga tiada awal ataupun akhir, tiada zahir maupun batin kecuali Dia tanpa hal ini menjadi Dia atau Dia menjadi mereka. Maka pahamilah supaya kamu tidak jatuh ke dalam kesalahan tentang Hulul
(ingkarnasi): Dia tidaklah dalam sesuatu tidak juga sesuatu di dalam-Nya, entah masuk atau keluar. Adalah wajib bagimu mengenal-Nya dengan cara demikian, bukan melalui ilmu,atau aka atau pemahaman atau imajinasi atau makna atau dengan mata zahir atau dengan mata batin atau melalui persepsi. Tak ada yang melihatNya selain diri-Nya sendiri,
tiada yang mempersepsi-Nya selain diri-Nya sendiri. Dengan diri-Nya Dia melihat diri-Nya sendiri, dan dengan diri-Nya Dia mengetahui diri-Nya sendiri. Tak ada siapapun yang melihat Dia selain Dia sendiri, dan tak ada siapapun yang mempersepsi-Nya selain Dia. Hijab-Nya adalah kesatuan-Nya, tak ada yang menghijab selain Dia. Hijab-Nya hanyalah
penutupan wujud-Nya dalam keesaan-Nya, tanpa sifat apapun. Tak ada yang melihatNya selain Dia sendiri—tiada nabi yang diutus, tiada wali yang sempurna dan tiada Malaikat Muqarrabun mengenal-Nya. Nabi-Nya adalah Dia, dan utusan-Nya adalah Dia, dan kalam-Nya adalah Dia. Dia mengirim diriNya sendiri dengan diri-Nya
sendiri kepada diri-Nya sendiri. Tiada perantara atau bantuan alat apapun selain dari Dia. Tiada perbedaan antara Yang Mengirim dan Yang dikirim, dan seseorang yang dikirim dan seseorang yang kepadanya lah pengiriman tersebut. Eksistensi mendasar akan pesan Kenabian adalah wujud-Nya. Tiada yang lain, tiada wujud bagi yang lain
selain Dia, tidak juga bagi fana, namanya dan yang dinamakan. Karena inilah Nabi SAW berkata: ”Barang siapa mengenal dirinya sesungguhnya kenal Rabb nya.” Dan beliau berkata:” Aku mengenal Rabb ku dengan Rabb ku.” Nabi SAW menunjukkan bahwa kamu bukanlah dirimu: kamu adalah Dia tanpa kamu, bukan Dia
masuk ke dalam dirimu, atau engkau masuk ke dalam diriNya, tidak juga Dia berasal darimu, atau muncul dari-Nya. Dan bukan yang dimaksudkan hanya engkau lah yang ada atau sifatmu yang ada, namun yang dimaksud dengan hal ini adalah kamu tidak pernah ada dan memang tidak akan pernah ada, baik melalui dirimu atau melalui-Nya atau di dalam-Nya
atau bersamaan dengan-Nya. Kamu tidak tiada dan tidak juga tetap ada. Kamu adalah Dia, tanpa batasan dari hal-hal tersebut. Maka jika kamu mengetahui wujudmu demikian, maka kamu mengenal Rabb mu, dan jika tidak, maka kamu tidak mengenal. Dan kebanyakan dari ‘mereka yang tahu (al ‘urraf)
membuat/menjadikan wujud tiada dan peniadaan dari peniadaan tersebut sebagai syarat untuk mencapai pengetahuan tentang Allah, dan ini lah kesalahan fatal dan kelalaian yang jelas. Karena pengetahuan tentag Allah tidaklah dengan anggapan awal peniadaan wujud atau peniadaan dari peniadaan tersebut. Sebab makhluk tidak
memiliki wujud, dan apa yang tidak ada tidaklah dapat dikatakan dia berhenti menjadi ada. Sebab peniadaan menyiratkan pernyataan wujud, dan itu lah syirik. Dan jika kamu mengenal dirimu tanpa wujud atau tiada, maka kamu mengenal Allah; dan jika tidak, maka kamu memang tidak mengenal, dan kamu sungguh seorang yang buta.
Dan dalam menjadikan peniadaan wujud dan peniadaan dari peniadaaan sebagai syarat bagi pengenalan Allah di situ melibatkan penegasan syirik. Sebab Nabi SAW berkata:” Barang siapa mengenal dirinya”, dan beliau tidak berkata,” Barang siapa menjadikan dirinya tiada.” Sebab penegasan yang lain menjadikan pelenyapannya
tidak mungkin, dan sebaliknya penegasan pelenyapannya tidaklah dibolehkan. Wujudmu tidak ada, dan tak ada yang dapat ditambahkan kepada sesuatu, entah ia binasa atau abadi, maujud atau tiada. Nabi SAW menunjukkan fakta bahwa kamu bukanlah maujud sekarang sebagaimana sebelumnya kamu bukan maujud sebelum Penciptaan.
Sebab sekarang adalah keabadian yang lalu dan sekarang adalah keabadian masa depan, dan sekarang adalah masa lalu. Dan Allah Ta’ala adalah wujud Keabadian Awal dan wujud Keabadian Akhir, meskipun tanpa keabadian Awal atau keabadian Akhir atau masa lalu yang pernah ada. Sebab andai bukan demikian Dia tidak akan ada
sendiri-Nya tanpa sekutu, dan tak terbantahkan bahwa Dia mesti ada melalui diri-Nya sendiri tanpa sekutu. Sebab ‘sekutu’-Nya akan menjadi dia yang wujudnya adalah dalam wujudnya sendiri, bukan dalam wujud Allah, dan siapapun yang berada dalam posisi demikian maka dia tidak bergantung kepada Allah. Maka, dalam kasus tersebut, akan ada Rabb
yang kedua, yang sangat menggelikan. Allah Ta’ala tidak dapat memiliki sekutu atau pun yang setara. Dan siapapun yang melihat kepada segala sesuatu sebagai wujud yang bersama Allah atau terpisah dari-Nya atau di dalam-Nya, namun mempermasalahkan-Nya dalam acuan Uluhiyah-Nya, maka telah menjadikan sesuatu itu sekutu, (hanya)
mempermasalahkan Nya dalam acuan Uluhiyah. Dan siapapun yang mengijinkan bahwa segala sesuatu ada berdampingan dengan Allah, entah hidup dengan sendirinya atau hidup di dalam-Nya atau mampu berhenti ada atau mampu berhenti dari berhenti menjadi ada, maka dia sangat jauh dari mencium baunya nafas pengetahuan tentang diri.
Sebab siapapun yang membolehkan bahwa dia adalah wujud yang maujud selain Allah, baqa di bersamaNya, dan fana di dalam-Nya menjadi fana, dan fana dari fana, maka satu fana dihubungkan dengan yang lain, dan itulah syirik di atas syirik. Sehingga dia seorang musyrik, bukan seorang yang mengenal Allah dan dirinya.
Jika seseorang berkata: Bagaimana jalan pengenalan diri dan pengenalan Allah? Maka jawabannya adalah: Jalan akan pengenalan akan dua hal ini adalah seseorang mesti tahu dan mengerti bahwa Allah ada dan tak ada sesuatu pun yang bersama-Nya, Dia sekarang adalah sebagaimana Dia sebelumnya.
Kemudian jika seseorang berkata: Aku melihat diriku sebagai yang ‘selain’ Allah dan aku tidak melihat Allah menjadi diriku. Maka jawabannya adalah: yang Nabi SAW maksudkan dengan diri adalah eksistensi dan realitasmu, bukan diri yang memerintah, yang marah (nafsu ammarah) atau yang
tenang (muthma’innah), namun yang beliau maksud adalah segala apa yang ‘selain Allah’ seperti yang terlihat dalam doa beliau:” Ya Allah, perlihatkan kepadaku yang haq itu haq”, dan itu bermakna ‘segala sesuatu selain’ Allah, dengan kata lain maknanya adalah “Jadikan aku tahu ‘apa yang dimaksud selain’ Engkau supaya aku mengerti segalanya
sebagaimana adanya, entah itu adalah Engkau atau ‘selain’ Engkau, entah mereka dulunya ada, kekal atau sekarang tiada/binasa.” Kemudian Allah menunjukkan kepada beliau apa yang sebelumnya adalah ‘selain’ Dia tanpa eksitensi yang selain Dia. Sehingga beliau melihat mereka sebagaimana adanya, aku maksud hakekat/realitas Allah Ta’ala
tanpa pertanyaan bagaimana atau dimana.Dan yang dinamakan dengan diri adalah termasuk segala sesuatu dan yang bukan sesuatu. Karena eksistensi diri dan lainnya adalah setara dalam acuan ‘sesuatu (syai’un)’ yaitu bahwa mereka tiada sebab dalam hakekatnya ‘sesuatu’ itu adalah Allah dan Allah lah yang dinamakan dengan ‘sesuatu’.
Maka jika kamu mengenal sesuatu, kamu mengenal diri dan kamu pun mengenal Rabb mu. Karena sesungguhnya apa yang kamu pikirkan/anggap sebagai yang ‘selain’ Allah sesungguhnya bukan lah ‘selain’ Allah, namun kamu tidak mengenal-Nya, namun kamu melihat-Nya hanya saja kamu tidak mengerti/tahu bahwa kamu sedang melihat-
Nya. Dan ketika Rahasia ini disingkapkan kepadamu, kamu pun mengerti bahwa kamu bukan lah yang ‘selain’ Dia, dan kamu tahu bahwa dirimu lah tujuan akhir dan objek akan pencarianmu akan Rabb mu, dan kamu tidak akan berhenti mewujud, dan kamu akan terus menerus dan selalu demikian mewujud tanpa ruang dan waktu, seperti yang kami
sebutkan di atas. Kamu melihat seluruh af’almu adalah af’alNya dan seluruh sifat-Nya adalah sifatmu. Kamu melihat zahirmu menjadi zahir-Nya dan batinmu menjadi batin-Nya, dan awalmu menjadi awal-Nya dan akhirmu menjadi akhir-Nya tanpa ragu dan bingung. Dan kamu melihat sifatmu adalah sifat-Nya dan esensimu adalah esensi-Nya, tanpa kamu
menjadi Dia atau Dia menjadi kamu, entah itu di derajat tertinggi atau di derajat yang terendah. ‘Segala sesuatu binasa kecuali wajah-Nya.’ Yaitu tiada yang maujud selain Dia, atau tiada wujud selain Dia; sehingga itulah yang disebut ‘binasa’ dan hanya wajah-Nya yang ada, maka tak ada apapun selain wajah-Nya. Sebab itu dikatakan:” Kemana
pun kau menghadap di sana lah terdapat wajah Allah.” Ia seolah-olah seseorang sebelumnya tidak mengetahui dan kemudian menjadi tahu. Wujudnya tidaklah lenyap, namun kebodohannya lah yang lenyap, wujudnya akan selalu ada tanpa wujudnya berubah ke wujud yang lain, atau wujud seseorang yang tidak tahu tercampur dengan wujud yang
mengetahui, atau saling tertukar, namun ini murni hanyalah pelenyapan kebodohan. Karena itu, jangan pernah berpikir kamu mesti tiada. Sebab jika kamu mesti tiada, maka kamu akan berada dalam hijab-Nya, dan hijab adalah segala sesuatu yang disebut ‘selain’ Allah Ta’ala; yang mewajibkan yang selain Dia mesti mengalahkan Nya
dalam mencegah Dia terlihat, dan ini adalah sebuah kesalahan dan kekeliruan yang besar. Dan kami telah menyebutkan di atas bahwa hijab-Nya hanyalah bagian dari Kesatuan-Nya dan ketunggalanNya bukanlah selain (kesatuan) ini. Maka dibolehkan kepada dia yang telah ‘menyatu’ dengan Haq untuk berkata,’ Aku lah Al Haq,’ segala puji
bagiku.’ Namun tak seorang pun mencapai penyatuan kecuali dia yang melihat sifatnya menjadi sifat Allah Ta’ala, dan esensinya menjadi esensi Allah Ta’ala, tanpa sama sekali ada istilah sifatnya atau esensinya ‘masuk’ ke dalam Allah atau ‘keluar/berasal’ dariNya, atau tiada dari Allah dan menetap di dalam-Nya. Dan dia melihat dirinya tidak pernah
ada, bukan sebagai yang ada kemudian menjadi tiada. Sebab tiada diri selain diri-Nya, dan tiada wujud selain wujud-Nya. Karena itu lah Nabi SAW berkata:” Jangan caci maki dunia, sebab Allah Dia lah dunia.” Ini menunjukkan fakta bahwa wujud dunia adalah wujud Allah tanpa sekutu atau persamaan. Dan ini berasal dari
Nabi SAW ketika dia berkata sebagai berikut: “ Wahai hamba-Ku, Aku sakit dan kamu tidak mengunjungiKu, Aku meminta dan kamu tidak memberi-Ku,” dengan pernyataan yang serupa, hal ini menunjukkan fakta bahwa wujud si peminta adalah wujudNya, dan wujud seseorang yang sakit adalah wujud-Nya. Dan ketika diijinkan wujud si
peminta dan si sakit adalah wujud-Nya, maka tentu saja diijinkan wujudmu adalah wujud-Nya, dan seluruh wujud makhluk entah aksiden atau substansinya, seluruhnya adalah wujud-Nya. Dan ketika rahasia sebuah atom dari sebuah atom terbongkar, maka rahasia seluruh mahkluk baik yang zahir maupun yang batin juga menjadi jelas, dan kamu
tidak melihat apapun di dunia ini maupun di akhirat selain Allah, namun wujud dari dua alam ini, dan nama mereka serta yang dinamakan, keseluruhannya adalah Dia, tanpa keraguan dan kebingungan. Dan kamu tidak melihat Allah sebagai yang pernah menciptakan makhluk, namun kamu melihat-Nya sebagai “ setiap saat Dia dalam
kesibukan,” dalam urusan Dia menyingkapkan wujud-Nya atau juga menghijab, tanpa kualitas apapun, sebab Dia lah Al Awal dan Al Akhir, Az Zahir dan Al Batin. Dial ah yang Zahir dalam kesatuan-Nya dan batin dalam ketunggalan-Nya: Dia lah yang Awal dalam zat-Nya dan keabadian-Nya, dan yang akhir dalam kekekalan-Nya. Yang maujud paling awal adalah Dia,
yang maujud paling akhir adalah Dia juga, dan maujud paling zahir adalah Dia, dan demikian juga yang maujud paling batin adalah Dia. Dia adalah nama-nama-Nya dan Dia adalah Dia yang Dinamakan. Dan karena wujudNya adalah wajib, maka ketiadaan segala selain Dia adalah juga wajib. Karena itu apa yang kamu sangka sebagai
‘selain’ Dia adalah bukan yang selain Dia. Bahkan, yang lain itu adalah Dia, dan tiada ada yang lain. ‘Yang lain’ adalah dengan wujud-Nya dan di dalam wujudNya, secara lahiriah dan batiniah. Seseorang yang memiliki gambaran seperti ini diberkahi dengan banyak kualitas tanpa batas dan akhir. Namun persis sebagaimana dia yang
mengalami kematian tubuh (shuwari) dia kehilangan seluruh kualitasnya, baik pujian dan penyalahan, demikian juga dalam kematian Ma’nawi seluruh kualitasnya baik terpuji dan penyalahan akan dipotong/lenyap, dan Allah Ta’ala masuk ke dalam tempatnya dalam seluruh derajatnya. Maka sebagai ganti esensinya datang lah esensi
Allah Ta’ala, dan dalam sifatnya datang lah sifat Allah Ta’ala. Dan demikianlah Nabi SAW berkata,” Mati lah sebelum engkau mati!” Yaitu kenali lah dirimu sebelum engkau mati. Dan Dia SAW berkata:” Allah Ta’ala berfirman: Senantiasa hamba mendekati-Ku dengan amal kebaikan hingga Aku mencintainya. Maka ketika Aku
mencintainya, Aku lah pendengarannya, Aku lah penglihatannya dan lidahnya serta tangannya….”, ini menunjukkan fakta bahwa dia yang mengenal dirinya melihat seluruh wujudnya adalah wujud-Nya, dan tidak melihat perubahan apapun yang mengambil tempat dalam wujudnya dan sifatnya, melihat bahwa dia bukanlah wujud
esensinya, namun murni sebelumnya sebagai yang ‘bodoh/tidak tahu’ akan dirinya sendiri. Sebab jika kamu mengenal dirimu, egoismu akan hilang, dan kamu tahu bahwa kamu bukan lah selain Allah. Sebab jika kamu telah memiliki wujud yang merdeka/mandiri sendirinya sedemikian hingga kamu tidak perlu tiada atau ‘mengenal dirimu’, maka kamu
akan menjadi Tuhan selain-Nya; dan Allah melarang bahwa Dia mesti menciptakan Tuhan selain Diri-Nya sendiri. Manfaat dari ilmu tentang diri adalah bahwa kamu mengerti dan yakin bahwa wujudmu adalah bukan ada atau tiada; dan kamu sekarang bukanlah dirimu, demikian juga
sebelumnya dan memang tidak akan pernah. Dari sini lah makna ucapan,” Tiada Tuhan selain Allah”, menjadi jelas, sebab tiada tuhan selain Dia, tiada juga wujud selain wujud-Nya, sehingga tiada apapun selain Dia—dan tidak ada tuhan selain Dia.
Kemudian jika seseorang berkata: Kamu melenyapkan Rububiyah Maka jawabannya adalah: Aku tidak menghilangkan Rububiyah-Nya. Sebab Dia tetap menjadi Rabb dan Marbub, dan Al Kholiq serta makhluk. Dia sekarang sebagaimana Dia sebelumnya
sebagaimana Kekuasaannya dan Rububiyah-Nya, tidak memerlukan ciptaan ataupun pelaku, sebab Dia adalah Al Kholiq dan makhluk, dan Rabb serta Marbub. Ketika Dia ingin mewujudkan makhluk sebagaimana adanya, Dia memang memiliki seluruh sifat. Dan Dia sekarang sebagaimana Dia kemudian. Dalam keesaanNya tiada perbedaan antara
apa yang sekarang dan apa yang pada asalnya. Yang sekaranga dalah sebagai hasil perwujudan/penampakan-Nya akan diri-Nya, dan yang asal adalah sebagai hasil akan tetapnya Dia dalam diri-Nya sendiri. Zahir-Nya adalah batinNya, dan batin-Nya adalah zahir-Nya: Awal-Nya adalah akhir-Nya dan akhir-Nya adalah awal-Nya, seluruhnya adalah
satu dan Yang Ahad adalah keseluruhan. Definisi Dia adalah,” Setiap saat Dia dalam kesibukan,” dan tak ada satu pun selain Dia, dan Dia sekarang sebagaimana Dia sebelumnya kemudian, tak ada wujud dalam realitas akan apa yang selain Dia. Sebagaimana Dia dalam keabadian yang lalu dan ‘setiap saat Dia dalam kesibukan’ yang lalu dan tiada
yang maujud selain Dia, maka sekarang pun Dia sama dengan sebelumnya, karena itu tiada kesibukan, tiada saat/hari, sebagaimana tiada keabadian atau hari di masa sebelumnya. Dan wujud makhluk dan ketiadaan mereka adalah sesuatu yang sama. Dan andai bukan demikian, maka wajib ada sebuah pengasalan sesuatu yang baru yang tidak ada dalam
kesatuan-Nya, dan itu adalah sebuah ketidaksempurnaan, dan kesatuan-Nya terlalu tinggi buat hal demikian! Karena itu ketika kamu mengenal dirimu dengan cara ini, tanpa menambahkan keserupaan atau keseteraan atau sekutu kepada Allah Ta’ala, maka kamu mengetahuinya sebagaimana adanya (hakekat). Dan inilah
yang dikatakan Nabi SAW:” Barang siapa kenal dirinya kenal Rabb nya.” Beliau tidak mengatakan:” Barang siapa menjadikan dirinya tiada, kenal Rabb nya,” sebab beliau paham dan melihat bahwa tak ada satu pun selain Dia. Karenanya beliau menunjukkan bahwa pengenalan tentang diri adalah pengenalan tentang Allah Ta’ala. Yaitu:” Ketahuilah
bahwa wujudmu adalah bukan wujudmu dan bukan juga wujud selain dirimu. Sebab kamu bukan maujud dan bukan pula tiada, bukan yang selain maujud dan bukan pula yang selain tiada. Wujudmu dan ketiadaanmu adalah wujudNya, dan meskipun begitu tanpa ada wujud apapun atau ketiadaan apapun, sebab wujudmu dan ketiadaanmu
adalah benar-benar wujudNya.” Maka kamu melihat sesuatu itu Dia (tanpa melihat sesuatu yang lain bersamaNya), maka kamu mengenal dirimu, dan sesungguhnya dengan mengenal dirimu dengan cara demikian lah kamu mengenal Allah, tanpa bingung dan ragu, dan tanpa mencampur apapun dari apa
yang sekarang awal dengan apa yang asli, dalam cara apapun. Dan jika seseorang bertanya: Bagaimana jalan menuju penyatuan, ketika kamu menyatakan bahwa tiada apapun selain Dia, dan sesuatu tidaklah dapat menyatu dengan dirinya sendiri?
Maka jawabannya adalah: Tanpa keraguan tak ada dalam realitasnya penyatuan atau pembagian, tiada jauh atau dekat. Sebab penyatuan tidaklah memungkinkan kecuali di antara dua hal, dan jika hanya ada satu,maka tidak mungkin ada penyatuan atau pembagian. Sebab penyatuan memerlukan dua hal yang entah serupa atau tidak serupa.
Dan kemudian jika dia serupa maka mereka setara, dan jika mereka tak serupa maka mereka adalah berlawanan, dan Dia Ta’ala menolak untuk memiliki kesetaraan maupun lawan, sehingga penyatuan adalah sesuatu yang lain dari penyatuan, dan kedekatan adalah sesuatu yang lain dari kedekatan, dan kejauhan adalah sesuatu yang lain dari
kejauhan. Sehingga terdapat penyatuan tanpa penyatuan, kedekatan tanpa kedekatan dan kejauhan tanpa kejauhan. Dan jika seseorang bertanya: Jelaskan kepadaku akan ‘penyatuan tanpa penyatuan’ ini; dan makna ‘kedekatan tanpa kedekatan’ dan ‘kejauhan tanpa kejauhan’?
Maka jawabannya adalah: Aku maksud adalah kamu dalam keadaan sedang mendekat atau menjauh, bukan lah sesuatu selain Allah Ta’ala, namun kamu tidak mengenal dirimu, dan tidak mengerti bahwa kamu adalah Dia tanpa kamu. Dan kemudian ketika engkau ‘menyatu’ dengan Allah yaitu ketika kamu mengenal dirimu (meskipun pengetahuan itu
sendiri tidaklah eksis)—kamu paham bahwa kamu adalah Dia. Dan kamu sebelumnya tidak sadar bahwa kamu adalah Dia, atau Dia selain Dia. Dan kemudian ketika pengetahuan tiba kepadamu, kamu pun tahu bahwa kamu mengenal Allah melalui Allah, bukan karena dirimu. Ambil sebagai contoh: Anggap kamu tidak tahu bahwa
namamu Mahmud, atau kamu dinamakan Mahmud. Maka jika nama dan yang dinamakan berada dalam realitas tunggal, dan kamu pikir namamu adalah Muhammad, dan setelah beberapa waktu kamu tahu bahwa dirimu adalah Mahmud, maka wujud tetap terus ada, namun nama Muhammad lah yang dilenyapkan darimu, melalui pengetahuanmu akan
dirimu bahwa kamu adalah Mahmud, dan hanya nama Muhammad lah yang berhenti jadi dirimu. Dan ‘berhenti menjadi’ memerlukan anggapan awal akan wujud, dan siapapun yang mengusulkan wujud selain Dia maka telah menyekutukan Dia SWT. Sehingga tiada apapun yang positif diambil dari Mahmud atau Muhammad
berhenti mewujud di dalam Mahmud, atau memasukinya atau keluar darinya, tidak juga Mahmud ke dalam Muhammad, namun segera setelah Mahmud mengenal dirinya bahwa dia adalah Mahmud dan bukan Muhammad, dia mengenal dirinya melalui dirinya, bukan melalui Muhammad. Sebab Muhammad memang tidak
pernah ada sama sekali, bagaimana bisa sesuatu yang tiada diketahui melalui dirinya? Jadi yang mengenal dan apa yang dikenal adalah satu, dan dia yang menyatukan dan apa yang disatukan adalah satu, dan yang melihat dan yang dilihat adalah satu. Sebab Yang Mengetahui adalah sifat-Nya dan yang diketahui adalah esensi-Nya, dan sifat serta apa
yang disifatkana dalah satu. Dan inilah penjelasan akan perkataan:” Yang mengenal dirinya kenal Rabb nya.” Maka siapapun yang paham contoh ini bahwa tiada penyatuan atau pun pembagian, dan dia tahu bahwa Yang Mengetahui adalah Dia dan yang diketahui adalah Dia, Yang Melihat adalah Dia dan yang dilihat
adalah Dia, yang mengesakan adalah Dia dan yang diesakan adalah Dia. Di sana tidak ada selain Dia yang menyatu dengan Dia, dan juga tidak ada selain Dia yang terpisah dari Dia. Dan siapapun yang paham hal ini adalah bebas dari syirik segala syirik dan jika tidak, maka dia belum merasakan nafas kebebasan dari syirik.
Kebanyakan di antara “mereka yang tahu” (yang berpikir bahwa mereka mengenal dirinya dan mengenal Rabb mereka, dan bahwa mereka bebas dari khayalan wujud) berkata bahwa Jalan tidak akan ditapaki kecuali dengan meniadakan diri, dan meniadakan akan peniadaan tersebut. Dan hal ini disebabkan ketidakmengertian
akan perkataan Nabi SAW. Dan karena mereka mesti menghapus syirik, mereka menunjukkan pada suatu waktu penyangkalan yaitu peniadaan/penghilangan wujud, dan pada saat yang lain peniadaan dari peniadaan tersebutn dan pada saat yang lain meniadakan, dan pada saat yang lain memfanakan. Dan seluruh pernyataan ini adalah
syirik yang murni. Sebab siapapun yang membolehkan bahwa ada sesuatu selain Dia, dan setelah itu kemudian tiada, atau membiarkan penghentian kepunahannya, maka dia menegaskan/menyatakan wujud sesuatu yang lain selain Allah, maka siapapun yang melakukan hal ini telah menyekutukan Allah. Semoga Allah memberi hidayah bagi
mereka dan kita kepada Jalan Yang Lurus! Kamu berpikir bahwa kamu adalah kamu Sungguh kamu bukanlah kamu dan tidak pernah menjadi kamu Sebab jika kamu adalah kamu, maka kamu adalah seorang Rabb
Dan Yang Kedua dari Dua hal.Tinggalkan apa yang kamu pikirkan Tiada perbedaan antara wujud Dia dan kamu Sebab jika kamu katakan dalam kebodohan bahwa kamu adalah yang lain, Maka kamu adalah keras kepala, dan jika wujudmu tiada kamu adalah seorang yang patuh.
Penyatuanmu adalah penerbangan dan penerbanganmu adalah penyatuan Dan jauhmu adalah dekat. Dalam hal ini kamu diberkati Tinggalkan akal dan pahami melalui intuisi, Agar apa yang melaluimu tidak melawanmu dengan apa yang kamu pelihara
Dan jangan sekutukan Allah dengan apapun sama sekali, Supaya seluruhnya baik denganmu: dalam ‘syirik’ kamu mendapatkan kebahagiaan Dan jika seseorang bertanya: kamu menunjukkan bahwa pengetahuanmu akan dirimu adalah pengetahuan akan Allah. Dan dia yang mengenal
dirinya sebagai selain Allah; maka bagaimana bisa yang selain Allah mengenal Allah, dan bagaimana itu menyatu dengan-Nya? Maka jawabannya adalah: Dia yang mengenal dirinya paham bahwa wujudnya adalah bukan wujudnya sendiri, namun wujudnya adalah wujud Allah, tanpa wujudnya menjadi wujud
Allah Ta’ala dan tanpa wujudnya masuk ke dalam wujud Allah atau muncul dari wujud-Nya, atau wujudnya berdampingan dengan-Nya atau di dalam-Nya. Namun dia melihat wujudnya dalam kondisi ia sebagaimana ia sebelumnya sama sekali. Sehingga tiada wujud tiada juga penghapusan, tiada pelenyapan dari pelenyapan. Sebab
pelenyapan sesuatu menuntut asumsi awal ia ada dengan sendirinya, bukan melalui Qudrah Allah..dan ini sangat menggelikan. Karena itu pahamilah, bahwa ilmu yang mengenal dirinya adalah ilmu Allah akan diri-Nya sendiri, sebab dirinya tiada lain adalah Dia. Dan apa yang dimaksudkan Nabi SAW dengan jiwa/diri adalah wujud. Dan
siapapun mencapai derajat ini, maka wujudnya tiada lagi secara lahiriah dan batiniah selain wujud Dia Ta’ala. Bahkan wujudnya adalah wujud Allah Ta’ala, dan kalamnya adalah kalam Allah, dan af’alnya adalah af’al Allah, dan klaimnya akan pengetahuan tentang Allah adalah klaim kepada pengetahuan akan dirinya sendiri. Namun kamu
mendengar klaim tersebut darinya, dan melihat tindakan sebagai berasal darinya, dan kamu melihat wujudnya sebagai yang selain Allah, sebagaimana kamu melihat dirimu sebagai selain Dia, karena kebodohanmu akan pengenalan dirimu sendiri. Maka jika “ mu’min adalah cermin Al Mu’min ”, maka dia adalah Dia, dalam ‘mata’-Nya,
yaitu dalam penglihatan-Nya, karena matanya adalah mata Allah dan pandangannya adalah pandangan Allah. Dan dia bukanlah Dia dalam pandanganmu, atau ilmumu, atau pemahamanmu, atau imajinasimu, atau pikiranmu, atau penglihatanmu. Namun dia adalah Dia dalam pandangan-Nya dan ilmu-Nya serta penglihatan-Nya.
Sehingga jika seseorang berkata,” Aku lah Allah”, maka dengarkan lah dia, sebab itu adalah Allah Ta’ala yang berkata ‘Aku lah Allah’, bukan dia. Namun kamu belum mencapai apa yang dia telah capai, kamu akan memahami apa yang dia katakan, dan mengatakan apa yang dia katakan, dan melihat apa yang dia lihat.
Dan secara umum, wujud sesuatu adalah wujud-Nya, tanpa wujud mereka sama sekali. Namun jangan jatuh ke dalam ambiguitas melalui membayangkan dari bukti ini bahwa Allah diciptakan. Sebab seseorang dari ‘mereka yang mengenal’ telah berkata,” Sufi tidaklah diciptakan”; dan itu adalah setelah penyingkapan sempurna dan lenyapnya
keraguan dan khayalan. Namun hikmah ini hanyalah baginya yang memiliki sifat lebih luas dari dua dunia, dan adapaun bagi dia yag sifatnya seperti dua dunia tersebut, hal ini tidak menyangkut/menghiraukan dia, sebab ini lebih mulia dari dunia tersebut. Dan secara universal, kamu dapat paham bahwa yang melihat dan yang dilihat, dan
Yang Menciptakan dan yang diciptakan, yang mengetahui dan yang diketahui, dan yang melihat dan yang dilihat adalah satu. Dia melihat wujudnya dalam wujud-Nya, dan mengetahui wujudnya melalui wujud-Nya, dan memahami wujudnya melalui wujud-Nya, tanpa sifat pemahaman dan penglihatan dan mengetahui dan tanpa bentuk pemahaman
dan penglihatan dan pengetahuan wujud. Ini seperti seolah-olah wujudnya tanpa sifat, dan dia melihat dirinya tanpa sifat, dan memahami dirinya tanpa sifat dan mengetahui dirinya tanpa sifat. Kemudian jika seseorang bertanya dan berkata: Dalam cahaya apa kamu menghubungkan seluruh yang
dicintai dan yang dibenci? Sebab jika engkau melihat sebagai contoh penolakan atau sampah, namun kamu berkata itu adalah Allah Ta’ala. Maka jawabannya adalah: Allah melarang bahwa Dia mesti menjadi makhluk! Namun bahasan kita adalah tentang dia yang tidak melihat sampah sebagai sampah, tidak juga penolakan sebagai penolakan.
Namun, bahasan kita adalah dengan dia yang memiliki pandangan dan tidak terlahir buta. Sebab dia yang tidak mengenal dirinya adalah buta dan tidak dapat melihat. Dan hingga kebutaan meninggalkannya dia tidak akan memperoleh masalah spiritual ini. Namun bahasan ini tentang Allah, bukan tentang sesuatu ‘selain’ Allah dan bukan
dengan seorang yang buta. Sebab dia yang mencapai maqam ini tahu bahwa dia bukan lah selain Allah. Dan diskusi kita adalah dengan dia yang memiliki resolusi dan kekuatan dalam pencarian untuk mengetahui dirinya agar dapat mengenal Allah, dan dia yang selalu menjaga dalam hatinya akan citra pencariannya dan kerinduannya demi
penyatuan dengan Allah; dan bukan dengan dia yang tidak memiliki tujuan atau akhir. Dan jika seseorang bertanya dan berkata: Allah Ta’ala berkata,” Pandangan tidak melihat-Nya, namun Dia melihat pandangan mata.” Namun kamu mengatakan sebaliknya dari hal itu. Karena
itu apa yang kamu katakan dalah salah. Maka jawabannya adalah: Seluruh apa yang kami katakana dalah makna dari pernyataan ‘Pandangan mata tidak melihat-Nya’, yaitu, tak ada seorang pun, dan tak seorang pun memiliki penglihatan, mampu melihatNya. Maka jika kita mengira bahwa ada yang selain Dia di
dalam wujud, kita mesti mengijinkan ada yang lain melihat Dia. Namun Allah Ta’ala telah mengingatkan kita dalam firman-Nya,” pandangan mata tidak lah melihat-Nya ” bahwa tak ada yang lain selain Dia; bermakna tak ada yang lain melihat Dia, namun Dia yang melihat Dia adalah Allah Ta’ala. Jadi tidak ada apapun selain Dia. Dial ah yang melihat
esensi-Nya sendiri, bukan yang lain. Maka “pandangan mata tidak melihat-Nya”, murni sebab mata tiada lain adalah wujud-Nya sendiri. Dan jika seseorang berkata,” Mata tidak melihat-Nya, hanya dikarenakan mereka adalah yang baru (muhdats), dan apa yang baru tidaklah melihat apa yang kekal dan mendahului. Dia belum mengenal dirinya
sendiri, sebab tak ada apapun dan tak ada mata selain Dia. Dia karena itu melihat wujud-Nya sendiri, tanpa wujud penglihatan dan tanpa kualitas apapun. Aku mengenal Rabb melalui Rabb, tanpa ragu dan bingung Esensiku adalah wujud-Nya dalam kebenaran, tanpa cacat
Tak ada penjadian antara dua ini, dan jiwaku itulah yang menyatakan/menzahirkan rahasia itu Dan sejak aku mengenal diriku tanpa pencampuran dan berkelindan Aku mencapai penyatuan dengan Kekasih, tanpa dekat dan jauh Aku memperoleh hadiah dari Rabb Maha Kaya tanpa Mencela dan menuduh.
Aku tidak kehilangan dirimu kepada-Nya, tidak juga ia tetap kepada aturan pembubaran. Dan jika seseorang bertanya dan berkata: Kamu menetapkan Allah dan menyangkal eksistensi yang lain. Jadinya apa yang kita lihat itu? Maka jawabannya adalah: diskusi ini adalah dengan dia yang tidak melihat apapun
selain Allah. Dan kamu yang melihat yang lain selain Allah Ta’ala, maka kami tidak memiliki urusan dan menjawabnya, sebab dia tidak melihat yang lain selain yang dia lihat. Dan dia yang mengenal dirinya tidak lah dia melihat yang selain Allah, dam dia yang tidak mengenal dirinya tidaklah telah melihat Allah, dan setiap wadah mengalirkan apa yang ada di dalamnya. Dan kami telah jelaskan banyak di
atas, dan jika kami mesti jelaskan lebih dari itu, maka dia yang tidak melihat tidaklah akan melihat, tidak pula paham, tidak pula memahami, dan dia yang melihat maka dia memang telah melihat dan paham: “ dan sebuah tanda adalah cukup bagi dia yang memperolehnya.” Dan bagi dia yang belum mencapai, dia tidak akan mencapainya melalui pengajaran (ta’lim), tidak pula petunjuk, atau penceritaan
ulang, atau melalui belajar, atau melalui akal, namun hanya melalui tarikan Syeikh yang telah mencapai dan instruktur yang cerdas, melewati Jalan, dan diberi petunjuk melalui cahayanya, dan berjaland engan kekuatannya, hingga mencapai tujuan, jika Allah berkehendak. Semoga Allah Ta’ala menjamin kesuksesan kepada kami dan kalian dalam segala yang Dia inginkan dan cintai, baik ucapan
dan amal perbuatan, baik teori dan praktek, dan cahaya serta petunjuk. Sesungguhnya, Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu dan pantas untuk Menjawab.
View more...
Comments