"Ijtihad itu Tidak Dapat Dibatalkan dengan Ijtihad": A. Makna Kaidah
July 3, 2019 | Author: Muhammad Sabir | Category: N/A
Short Description
Download "Ijtihad itu Tidak Dapat Dibatalkan dengan Ijtihad": A. Makna Kaidah...
Description
1
"Ijtihad itu Tidak Dapat Dibatalkan dengan Ijtihad"
! akna #aidah
Kaida Kaidah h terseb tersebut ut makna maknanya nya,, bahwa bahwa ijtiha ijtihad d yang yang tercap tercapai ai syarat syarat-sy -syara aratny tnya, a, apabil apabila a berhub berhubung ungan an dengan dengan suatu suatu hukum hukum atau atau keput eputus usan an mak maka teta tetap p berl berlak aku u (ijt (ijtih ihad ad itu) itu) dan dan tida tidak k dibata dibatalk lkan an dengan dengan keberad eberadaan aan ijtiha ijtihad d lain lain yang yang baru baru kare karena na penguatan. Sayut}i> berkata karena itu pengamalan ijtihad yang kedua pada suatu hal dan tidak membatalkan yang telah berlalu sesuai kesepakatan para imam. pabi p abila la se!ran se!rang g hakim hakim ("adi) ("adi) berijt berijtiha ihad d dalam dalam masala masalah h keagamaan, keagamaan, kemudian diajukan kepadanya masalah yang serupa maka maka hukum hukum (kepu (keputus tusan) an) pada pada masala masalah h baru baru terseb tersebut ut sesuai sesuai deng dengan an pand pandan anga gan n yang yang lain lain.. #jti #jtiha had d yang yang pert pertam ama a tida tidak k dibatalkan dengan ijtihad yang kedua. $engan demikan kalau se!r se!ran ang g mujt mujtah ahid id memu memutu tusk skan an pada pada suat suatu u masa masala lah h sesu sesuai ai dengan dengan ijtiha ijtihadny dnya a kemudia emudian n mujtah mujtahid id yang yang lain lain memutu memutusk skan an pada pada masala masalah h terseb tersebut ut maka maka ijtiha ijtihad d kedua edua mujtah mujtahid id terseb tersebut ut berbeda. %ukum yang dipegangi !leh ijtihad yang pertama tidak rusak karena karena ijtihad tidak batal dengan ijtihad yang lain. &aksud dari ijtihad yang tidak batal dengan keberadaan yang lainnya ada'ah ijtihad yang telah berlalu hukumnya. adi memutuskan dengan ijtihad yang pertama kemudian merubah hukum dikemudian dikemudian hari dengan perubahan ijtihad pula.
*midi> berkata mengenai sebab tidak rusaknya ijtihad deng dengan an ijti ijtiha had d yang yang lain lain,, bahw bahwas asan anya ya sean seanda dain inya ya rusa rusakn knya ya keputusan se!rang hakim itu b!leh apakah dengan berubahnya ijti ijtiha hadn dnya ya
atau atau deng dengan an keput eputus usan an haki hakim m yang yang lain lain,, mak maka
memungkinkan rusaknya hukum dengan memberikan kerusakan yang yang lain lainny nya a tanp tanpa a ada ada ujun ujungn gnya ya,, kehar eharus usan an dari dari hal hal itu itu berb berbed edan anya ya keput eputus usan an dan dan tida tidak k terp terper erca caya yany nya a keput eputus usan an se!rang se!rang hakim, hakim, dan itu merupak merupakan an berbedany berbedanya a kemasla kemaslahata hatan n yang dibuat !leh hakim. +lam +lama a
sepa sepak kat
bahw bahwas asan anya ya
seki sekira rany nya a
se!r se!ran ang g
"adi "adi
memutuskan dengan ijtihadnya kemudian kemudian ia merubah keputusan keputusan terseb tersebut ut dengan dengan ijtiha ijtihad d yang yang lain lain maka maka ijtiha ijtihad d yang yang pertam pertama a tidak batal sekalipun yang ijtihad yang kedua lebih kuat dari yang yang pert pertam ama a deng dengan an demi demiki kian an apab apabil ila a ia memp memper erba baha haru ruii keputusannya keputusannya maka ia tidak mengamalkan kecuali dengan ijtihad yang yang kedua kedua.. !nt!h !nt!hnya nya,,
se!ran se!rang g mujtah mujtahid id berijtih berijtihad ad dalam
masal asalah ah arah arah kibl kiblat at kemu emudian dian ia ragu agu deng engan dali dalill yang ang dipak dipakain ainya, ya, kemudia emudian n mendat mendatang angka kan n dalil dalil yang yang lain lain maka maka ia tawa"" tawa""u u (pendi (pending) ng) untuk untuk mengam mengambil bil pada pada masa masa yang yang akan akan datang, dan tidak rusak yang lalu sesua kesepakatan para imam. Sesu Sesuai ai
deng denga a
yang yang
ter terdahu dahulu lu,,
seki sekira rany nya a
mujt mujtah ahid id
memu memutu tusk skan an dala dalam m sebu sebuah ah keput eputus usan an lalu lalu ia meng mengan angk gkat at keputusan tersebut sesuai ijtihadnya, kemudian mujtahid yang lain memutuskan pada masalah tersebut lalu ia mengangkatnya dalam masalah tersebut maka tidak b!leh bagi mujtahid yang
kedua edua memb membat atal alka kan n keput eputus usan an yang yang lain lain apab apabila ila kedua eduana na berbeda pandangan. $emik $emikian ian juga, juga, dua !rang !rang yang yang berper berperka kara ra mendat mendatang angii hakim lalu ia berkata di antara kami ada sebuah perkara tentang hal ini lalu kami melimpahkan kepada "adi si anu (fula>n) tetapi kami menginginkan keputusan dari awal kepadamu (hakim lain) maka tidak b!leh bagi hakim kedua menerima tuntutannya, akan tetapi tetapi yang yang berlak berlaku u adalah adalah keput keputus usan an yang yang terdah terdahulu ulu sesuai sesuai ma/ahb yang dipilih yang sahih. $! Dalil #aidah
$alil menunjukkan bahwa ijtihad tidak batal dengan ijtihad yang lain, karena ijtihad merupakan hasil dari dugaan ( z}anni> z}anni>) ter terhada hadap p ketep etepat atan an sasa sasara ran n deng dengan an masi masih h memu memung ngki kink nkan an terjadi kesalahan. Setiap ijtihad bisa jadi benar bisa juga salah. $engan demikian bahwa ijtihad yang kedua tidak lebih kuat dari ijtihad yang pertama, karena ijtihad yang pertama merupakan dugaan
dan
yang
kedua
juga
dugaan
( z}anni >), z}anni>),
buk bukan
penguatan salah satu dari kedua dugaan terhadap yang lain. #nilah yang kemudian ditetapkan dan diputuskan !leh ijmak sahab ahabat at seb sebagai agaima man na
yang ang
ter tertuang uang dala dalam m a>s\a>r dan
pendap pendapatat-pen pendap dapat at yang yang diambi diambill dari dari merek mereka. a. $i antar antarany anya, a, +mar +mar ra. meneta menetapk pkan an dalam dalam sebua sebuah h keput keputus usan an bahwa bahwa tidak tidak b!lehnya bersyerikat antara saudara-saudara laki-laki kandung deng dengan an saud saudar araa-sa saud udar ara a seib seibu u pada pada sepe sepert rtig iga a kemud emudia ian n ia menggabungkan mereka pada kasus se!rang perempuan waat dan dan meni mening ngga galk lkan an suam suamin inya ya,, ibu, ibu, saud saudar ara a seib seibu, u, saud saudar ara a
0
kandung, lalu +mar menggabungkan saudara seibu dan saudara kandung pada sepertiga, kemudian se!rang laki-laki berkata kepada
+mar
Sesungguhnya kamu tidak
menggabungkan
mereka suatu waktu begini dan begitu, kemudian +mar berkata begitulah yang kami
putuskan
pada
saat
ini.
Kemudian
berlakulah hal itu dengan istilah umariyah (amarain). +mar
memutuskan
juga
pada
kasus
kakek
dengan
keputusan yang berbeda dalam tenggang waktu yang berbeda. $iriwayatkan dari #bn Si>ri>n berkata bahwa saya memutuskan dalam kasus kakek keputusan-keputusan berbeda saya tidak mengurangi haknya. 2ada kasus-kasus tersebut terdapat dalil bahwa setiap ketetapan (hukum) yang berlalu dengan ijtihad tidak batal dengan ijtihad yang serupa. 3as-nas dan keputusan-keputusan yang
di
nukil
tersebut
merupakan
petunjuk
yang
mengindikasikan bahwa kaidah dasar ketika hendak mengambil ketetapan di antara dua hal dalam #slam. $ari hal itu ukaha dan ulama usul sepakat tentang kekuatan kaidah tersebut. dapun kasus-kasus berikut maka wajib bagi mujtahid dan muti untuk memulai kembali memberikan keputusan (hukum), kemdian mengamalkan dengan ijtihad yang baru. 4arkasyi> berkata bahwa pembatalan yang dapat dicegah hanyalah pada hukum-hukum yang terdahulu, dan perubahan hukum pada masa yang akan datang karena tidak adanya penguatan. &akna tersebut sesuai dengan perkataan #mam Sayu>t}i> dalam kitab al-asyba>h wa al-naz}a>’ir bahwa ijtihad tidak batal dengan
5
ijtihad yang lain pada waktu yang lalu, tetapi hukum berubah pada masa yang akan datang karena tidak adanya penguatan (tarji>h}). %!
Furu>‘ #aidah
Kaidah tersebut dianggap !leh ukaha dan ulama usul merupakan kaidah kulli> (uni6ersal) dengan perkataan mereka bahwa tidak batal ijtiha dengan ijtihad yang lain. &ereka menganggap hal itu
sebagai sebuah
dasar dan mereka
membentuk banyak aplikasi (cabang) yang muncul dari kaidah. abang tersebut semuanya menguatkan bahwa ijtihad tidak batal dengan ijtihad yang serupa, karena syarat pembatalan adalah bersatunya peristiwa hukum dan terdapat perbedaan dugaan yang tidak dapat disatukan maka ijtihad tidak batal dengan ijtihad yang lain. $i antara cabang itu sebagai berikut 1. Kalau terjadi perubahan ijtihad dalam masalah aah kiblat maka yang diamalkan yang kedua, tidak ada qada>’ hingga sekiranya ia salat empat rakaat karena ia menghadap empat arah dengan sebuah ijtihad maka ia tidak b!leh meng"ada, karena ijtihad pada dua hal tidak membatalkan sebelumnya. 7irmi/8i>, h}mad dan 79abra>ni> mentakhrij dari hadis :*mir bin ;abi>:ah dengan laal fas\amma wajhulla>h=. $alam sebuah
riwayat ?a>bir dengan laal Ai tersebut menganggap anak dengan
B
salah se!rang yang mengguggat dengan tidak mengetahui di sisinya, kemudia ia merubah ijtihadnya dan menganggap anak itu dengan penggugat yang lain maka hal itu tid"k diterima, karena yang pertama merupakan ijtihad dan yang kedua ijtihad juga, yang pertama bukan lebih kuat dari yang kedua. Qiya>fahmerupakan salah satu dalil agama untuk menentukan
nasab ketika terjadi pengakuan. isyah ra. berkata ;asulullah saw. mendukhulku suatu waktu yang dirahasiakan. 2engamalan dengan qiya>fah dikhususkan pada suatu waktu yang lampau, adapun pada masa sekarang yang tampak ada keterbukaan maka qiya>fah merupakan pekerjaan !rang-!rang ahli yang dapat memutuskan pengakuan keturunan anak kepada bapaknya. 5. Kalau se!rang suami mengkhuluk istrinya tiga kali kemudian ia menikahinya untuk keempat kalinya tanpa adanya muh}allil karena dengan keyakinannya bahwa khuluk adalah asakh kemudian ia merubah ijtihadnya maka ia tetap dalam pernikahan kepada istrinya. %ukum yang pertama tidak batal dengan ijtihad yang kedua, kalau se!rang "adi menetapkan kemudian ada "adi yang lain yang berpadangan lain, maka keputusan hakim yang lain tersebut tidak berhubungan karena dasar pada sebuah keputusan yaitu sejak mujtahid memutuskan pada suatu kasus dan "adi yang lain tidak b!leh men!lak karena ijtihad yang kedua sama dengan ijtihad yang pertama. #jtihad yang pertama kuat karena bersambungnya keputusan dan ijtihad yang kedua tidak membatalkannya. $iriwayatkan bahwa +mar bin Khattab
C
ketika dihadapkan dengan suatu kasus ia meminta kepada 4aid bin SDa>bit, kemudian +mar bertemu salah se!rang yang berkasus lalu !rang itu berkata sesungguhnya 4aid memutuskan kepadaku begini, lalu +mar berkata kalau saya dalam p!sisinya maka saya akan memutuskan kepadamu begini, lalu !rang itu berkata apa yang menghalagimu maka putuskanlah untukku, lalu +mar berkata sekiranya ada nas maka pasti saya memutuskan, tetapi di sini adalah sebuah pendapat dan pendapat itu saling berkaitan. pabila se!rang hakim menetapkan bahwa tidak b!leh membatalkan pada masalah yang dapat menimbulkan ijtihad karena ada maslahat, kalau batalnya hukum itu b!leh maka dengan merubah ijtihadnya atau dengan ketetapan hakim yang lain. Eang
hanya
memungkinkan
untuk
membatalakannya
adalah apabila menyalahi dalil qat}‘i>dari nas, ijmak, qiya>s jali> atau selainya.
7erdapat beberapa c!nt!h, di antaranya a. Kalau "adi menetapakan atau hakim memutuskan sahnya pernikahan yang hilang suaminya setelah empat tahun dan masa iddah tidak batal hukumnya aka tetapi dihubungkan, karena merupakan tempat berijtihad pada kasus tersebut. #mam &alik, #mam hmad dan sebuah pendapat #mam Sya@:i yang qadi>m beranggapan bahwa istri menahan diri empat tahun dan itu merupakan peri!de kehamilan, kemudian istri mengalami iddah waat empat bulan sepuluh hari dan halal setelah pernikahan
F
yang mana berbeda pendapat bu %aniah dan #mam Sya@:i pada pendapatnya yang jadi>d. b. Kalau "adi menetapkan sahnya pernikahan tanpa wali maka memadai dan hukumnya tidak batal. Karena ijtihad tidak batal dengan ijtihad !leh karena masalah tersebut berbeda. bu %aniah mengatakan bahwa pernikahan perempuan yang berakal sah dengan kerelaannya tanpa wali, berbeda dengan #mam Sya@:i, hmad dan &alik dalam riwayat syhab dan bu Eu>su dan sungguh berbeda anggapan dengan bu %aniah karena kasus tersebut adalah tempat untuk melakukan ijtihad, bahwa perempuan berkuasa terhadap haknya yaitu dari keluarganya karena perempuan tersebut berakal dan mumayyizah (dapat membedakan baik dan buruk). $engan demikian, b!leh baginya melakukan transaksi terhadap hartanya, tetapi baginya hak untuk memilih tentang pernikahannya, hanya saja wali meminta dalam pernikahan. c. Kalau "adi menetapkan sahnya pernikahan tanpa ada saksi maka memadai dan ketetapannya tidak batal karena masalah tersebut berbeda !leh karena ijtihad tidak batal dengan ijtihad yang lain. #mam &alik mensyaratkan pengumuman (i‘la>n) pada pernikahan dan tidak memadai dengan kesaksian dan sungguh hal
itu
berbeda
karena
kedudukannya
adalah kedudukan
penyamaan dalil, pengaggapan pernikahan dengan seluruh transaksi tercapai tanpa adanya syarat kesaksian. d. Kalau "adi menetapkan batalnya khiya>r al-majlis maka memadai
dan
ketetapannya
tidak
batal
seperti
besarnya
1G
masalah-masalah yang diperselisihkan. bu %aniah beserta sahabatnya, &alik beserta sahabatnya kecuali #bn %9abi>b berpendapat tidak adanya khiya>r al-majlis, berbeda dengan Sya@:i, hmad dan #bn %9abi>b yang menganggap bahwa bu %aniah dan &alik menyalahi khabar yang terdapat dalam khabar a>h}ad yang menyalahi kias (qiya>s) karena merupakan
akad yang penggantian maka adanya khiya>r al-majlis memiliki pengaruh seperti setiap akad transaksi misalnya nikah, khuluk, gadai, dan damai dari pembunuhan sengaja. e. Kalau "adi menetapkan kesaksian suami terhadap istrinya atau kesaksian istri terhadap suaminya
maka memadai dan
tidak batal ketetapannya karena merupakan masalah khila@yah. #mam Sya@i berpendapat diterimanya kesaksian kedua suami istri. dapun pandangan yang diungkapkan !leh Sya@i bahwa hasil di antara keduanya adalah akad yang terjadi tanpa disangka-sangka dan tidak terhalangi untuk menerima kesaksian, seperti kalau penagih bersaksi terhadap !rang yang berhutang padanya, seperti kalau pemberi sewa bersaksi bagi penyewa maka kesaksian diterima. . Kalau "adi menetapkan pembunuhan !rang tua terhadap anaknya maka tidak memadai dan ketetapannya tidak batal karena merupakan masalah ijtihadiyah yang diperselisihkan. &alik dan #bn al-&un/8ir dari kalangan Sya@iyah berpendapat pembunuhan
!rang
tua
terhadap
anaknya
merupakan
kepemilikan. Hrang yang berbeda menganggap bahwa aluraAan dan sunah mewajibkan kisas karena keduanya (!rang
11
tua dan anak) adalah muslim yang merdeka yang dapat dikisas maka
wajib
dibunuh
salah
satu
dari
keduanya
seperti
pembunuhan terhadap !rang lain. l-;a@:i>
dan
#bn
al-;u:ah
dari kalangan
Sya@iyah
berpendapat bahwa bisa batal dan tidak memadai, karena menyalahi nas yang s{arih{ yang jauh dari penakwilan, tetapi #mam 3awawi dalam kitab al-raud{ah memberikan kesahihan dan al-;u>ya>ni> bahwa tidak batal seperti masalah-masalah yang diperselisihkan. g. Kalau "adi menetapkan pelarangan kisas pada pembunuhan dengan alat berat dan batu besar maka may!ritas ulama mengatakan, dan al-;a@:i> serta #bn al-;u:ah memastikan bahwa batal dan tidak memadai karena menyalahi teks yang sarih lagi sahih, dan karena menyalahai al-qiya>s al-jali> dan tanggungan jiwa dari pembunuhan dengan alat berat. #jtihad batal apabila menyalahi nas, ijmak, al-qiya>s al-jali>atau kaidahkaidah uni6ersal (kulliyah). Sebagian yang lain berpendapat bahwa tidak batal karena merupakan masalah ijtihadiyah karena dalam pembunuhan tersebut serupa dengan kesengajaan (syibh al-‘amd) demikian yang dikatakan !leh al-;u>ya>ni> dan al-3awawi>. h. Kalau "adi menetapkan dibunuhnya se!rang muslim karena membunuh ka@r z\immi>, maka may!ritas ulama berpandangan bahwa batal dan tidak memadai, dipastikan !leh al-;a@:i> dan #bn
al-;u:ah
serta
dikuatkan
!leh
al-Sayu>t}i>
menyalahi nas sahih lagi sarih yang jauh dari takwil.
karena
1
Sebagian yang lain berpendapat bahwa tidak batal karena merupakan
masalah
ijtihadiyah
yang
diperselisihkan.
bu
%aniah menyatakan bahwa se!rang muslim dibunuh (dikisas) karena membunuh ka@r z\immi> maka dianggap kebalikannya karena ijmak bahwa tangan pencuri dip!t!ng apabila mencuri harta ka@r z\immi>, maka apabila haramnya harta /8immi> dicuri seperti haramnya mencuri harta !rang #slam maka haram darahnya seperti haram darahnya !rang #slam. 2endapat pertama yang mengatakan batal itulah pendapat yang terkuat (arjah}) karena keberadaan nas sahih lagi sarih yang jauh dari takwil yang menetapkan demikian. l-Iukha>ri* meriwayatkan dari bu %aniah berkata Saya berkata kepada li pakah kalian memiliki sesuatu dari wahyu yang tidak terdapat dalam al-urAanJ #a berkata 7idak. Kemudian berkata Ketahuilah tidak dibunuh !rang #slam karena membunuh ka@r. $an dari :li ra. berkata ;asulullah saw bersabda d, takhs}i>s, nas yang kuat, serata yang masuk dan tidak masuknya dalam hal-hal yang parsial ( juz’iya>t ) Ketiga, hukum-hukum yang menunjukkan nas-nas pada dasarnya tidak secara qat}‘i> dan tidak secara z}anni> serta tidak meyakini ijmak para mujtahid pada suatu masa. Oapangan ijtihad di sini luas untuk mengeluarkan hukumhukum pada kasus-kasus baru. Oapangan ijtihad yaitu mencari hukumnya dengan dalil akal dari sumber yang diikutinya yaitu nas 7uhan seperti "iyas yang merupakan ragam bentuk ijtihad menurut jumhur dalam keadaan ada nas hingga #mam Sya@i mengatakan bahwa ijtihad adalah "iyas, atau seperti istih}sa>n! al-mas}lah}at
al-mursalah!
al-‘urf!
al-istis}h}a>b
dan
semacamnya dari dalil yang diperselisihkan. #mam al-Sya>t}ibi> mengatakan tidak tetap bagi agama sebuah kaidah yang dibutuhkan dalam kebutuhan primer (d}aru>riya>t ),
sekunder
(h}a>jiya>t )
dan
penyempurna
(takmi>liya>t ) kecuali dijelaskan dalam bentuk penjelasan. Ietul, tetap dipakai hal-hal yang parsial dalam hal uni6ersal yang diwakilkan kepada analisa mujtahid. Kaidah ijtihad juga statis dalam al-urAan dan sunah, maka harus diamalkan dan tidak
5
meninggalkan lebih jauh. pabila statis dalam syariat maka menjadi lapangan berijtihad. 7idak ditemukan untuk berijtihad kecuali yang tidak ada nasnya. Keempat, ijtihad pada maqa>s}id al-syari>‘ah. #mam alSya>t}ibi>
berkata
tentang
itu
bahwa
mujtahid
hanya
meluaskan lapangan ijtihadnya dengan memberikan ilat-ilat. Kalau tidak mendatangkan pelaksanaan hukum yang sesuai dengan kemaslahatan kecuali dengan nas dan ijmak. 3as-nas apabila diambil ke/ahirannya dan har@yahnya saja maka sempit. pabila diambil dengan ilat-ilatnya dan tujuan-tujuannya maka sesuai yang dapat membuka bab "iyas, hukum tetap dalam merealisasikan maksud-maksud 7uhan dalam mendatangkan kemaslahatan dan men!lak kemudarata. ;ingkasan dari hal tersebut adalah bahwa ijtihad bi al-ra’y terjadi ketika tidak ada nas yang statis secara qat}‘i s\ubu>t dala>lah. ;inciannya Iisa dengan ukaha mengeluarkan hukum
yang terbaru dari kaidah umum yang datang dari al-urAan dan sunah. Iisa juga dengan meng"iyaskan masalah baru yang tidak ditemukan nas pada hukum-hukum cabang yang lain. Iisa pula dengan mujtahid menanggung r!h syariat, maksudnya yang umum dan
asas perundang-undangan syariat
kemudahan,
menghilangkan
kesulitan,
#slam
yaitu
menyedikitkan
pembebanan dan menegakkan keadilan. :;a(at Ijtihad
$alam lapangan ijtihad, istinba>t hukum agama dari sumbernya yang asli dituntut bagi !rang yang mendalaminya.
%al tersebut memiliki syarat seperti yang disebutkan !leh ukaha sebagai berikut 1. &ahir (ahli) dalam mengetahui dalil-dalil syariat yaitu alurAan, sunah, ijmak dan "iyas serta yang serupa dari dalil yang lain seperti al-mas}lah}at al-mursalah! al-istih}sa>n! khabar wa>h}id! qaul al-s}ah}abi>! al-‘urf serta mengetahui yang
disyaratkan pada dalil dari segi bentuk dala>lahnya. . &engetahui ulum al-urAan, hadis, na>sikh mansu>kh, ilmu nahwu, bahasa dan ilmu sara, perbedaan dan kesepakatan ulama. .
&engetahui
ilmu
@kih
dan
menguasai
p!k!k
permasalahan dan cabng-cabangnya. 0. %ukum-hukum agama dalam akalnya. 7idak disyaratkan ia sebagai penghapal seluruh hukum tetapi cukup menghapal hukum yang umum dari sebagiannya ketika dibutuhkan. 5. &empertahtikan cara pengkiyasan dan pemaknaan. &enyempurnakan pada takhrij dan istinba>t} hukum, ahli dalam menyamakan yang tidak ada nasnya sesuai dengan yang dijadikan nas !leh para imam mujtahid. Iarang siapa yang memiliki siat-siat tersebut maka ia mampu untuk meng-istinba>t} hukum dari sumbernya dan menjadi mujtahid dalam agama. 2elaksanaanya merupaka ardu kiayah. %ukum yang bersiat ijtihadi merupakan hukum yang bersiat z}anni> bisa salah dan benar. 7idak ada siat yang seharusnya (ilza>m) kecuali bagi mujtahid dan bagi yang rela
B
pengucapannya
yaitu
menyalahi
perbedaan
pendapat
disekitarnya. 2erbedaan antara ukaha merupakan hal yang alami dalam menyelesaikan hukum-hukum masalah ijtihadiyah. Hleh karena itu, ;asulullah saw. melatih para sahabat untuk berijtihad dan istinba>t} hukum yang tidak ada nasnya secara statis untuk menjadikan syariat #slam memberikan penerangan yang abadi dan salih untuk memberikan kemaslahatan hamba. &ujtahid berpegang dalam ber-istinba>t} hukum agar sah ijtihadnya harus memiliki hal sebagai berikut 1. &engetahui dalil-dalil al-sam‘iyah(al-urAan dan sunah) yang penakwilannya kepada al-urAan, sunah, ijmak serta sumber yang diperselisihkan ulama. . 2enguatan dari petunjuk laal dalam bahasa rab dan dalam penggunaan balagah. 2etunjuk laal (dala>lah) tersebut dengan mant}u>", mahu>m, ma:"u>l, "iyas serta jenis istidla>l yang diperselisihkan !leh para imam. . &u untuk menimbang antara dalil serta memilih yang paling rajih dan yang kuat. &engetahui dalil-dalil al-sam‘iyah! penguatan dari dala>lah kebahasaan dan mampu menimbang dan mentarjih antara dalil merupakan unsur-unsur yang harus dimiliki !leh mujtahid untuk membentuk pentingnya ijtihad dan istinba>t}, memberikan hukum terhadup kasus dalam hidup. $alil-dalil al-sam‘iyah! met!de penguatan dari makna serta penguatan di antaranya adalah sesuatu yang dibahas !leh ilmu usul dan ijtihad.
C
Seharusnya bagi akih dan !rang berilmu apabila ingin menjadi mujtahid dari pengetahuan tentang al-urAan misalnya "iraatnya dan na>sikh mansu>k nya, mengetahui sunah dan mustalahatnya, tingkatannya, p!sisinya dari al-urAan, harus mengetahui ilmu usul dan bahasa, pendapat ukaha, sebab perbedaan ukaha, met!de istidla>l dari dalil al-sam:iyah (alurAan dan sunah) dan aqliyah ("iyas dan lain-lain) serta maqa>s}id al-syari>‘ah.
#bn al-ayyim menyebutkan bahwa #mam Sya@i ra. berkata dalam riwayat al-Khat}i>b dalam kitabnya al-faqi>h wa almutafaqqih 7idak halal bagi sese!rang untuk mematwakan
pada agama llah kecuali se!rang yang bijaksanaPmenguasai (a>rif ) al-urAan, menguasai hadis ;asulullah saw, mengetahui hadis seperti ia mengetahui al-urAan, menguasai syair dan sesuatu yang dibutuhkan demi sunah dan al-urAan. 2enggunaan hal tersebut dengan kesadaran
dan setelahnya terhadap
perbedaan para ahli. pabila dengan begitu maka b!leh baginya berbicara dan memberi atwa dalam masalah halal dan haram. pabila tidak memiliki siat demikian tidak b!leh baginya memberikan atwa, maka tidak sah terhadap k!ndisi begitu untuk berijtihad dan atwa selama tidak ada seluruh syaratsyarat ijtihad. 7idak menjadi syarat menguasai @kih atau beriburibu pada masalah @kih, atau menghapal kumpulan hadis-hadis lalu dianggap sebagai mujtahid. )u(u*+ #aidah
F
$i antara cabang kaidah tersebut bahwa hakim kalau menetapkan tidak sah rujuknya istri dalam talam raj‘i> tanpa keridaannya tidak memadai keputusan itu karena bertentangan dengan @rman llah swt. dalam al-Ia"arah C. Kalau hakim menetapkan halal wanita yang tertalak tiga dengan hanya akad nikah yang kedua maka tidak memadai hukumnya karena hadis bertentangan dengannya.
#?
Suatu kasus yang telah ditetapkan hukumnya melalui ijtihad (dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam
G
berijtihad) dan hukum tersebut telah diamalkan, tidak bisa dibatalkan !leh ijitihad lain (baru) yang berbeda hukumnya dari ijtihad pertama. Iaik !leh mujtahid yang sama atau mujtahid yang lain. %al ini dikarenakan akan munculnya suatu hukum yang tidak stabil dan tidak akan ada keputusan hukum pada masalah yang terjadi andai dib!lehkan membatalkan hasil ijtihad yang telah dilakukan para mujtahid. Selain itu, k!nsep tarjih tidak berlaku disini, sebab hasil ijtihad pertama maupun kedua adalah sama kedudukannya, tidak ada yang lebih tinggi, kerena keduanya berisiat d/!nni. +ntuk itu, se!rang mujtahid yang
melakukan ijtihad pada satu
permasalahan, kemudian ia berijtihad lagi dengan simpulan keputusan hukum yang berbeda dari yang pertama, maka ijtihad tersebut tidak membatalkan pada ijtihad yan pertama, sekalipun yang kedua lebih kuat argumennya, namun begitu, hanya ijithad yang kedua yang harus di amalkan. $emikian juga mujtahid yang lain, ia tidak bisa membatalkan hasil ijtihad mujtahid lain, sebab ia harus mengh!rmati hasil ijtihad yang dilakukan para mujtahid lain. da empat hal yang perlu diperhatikan, pertama, ijtihad antara kasus lama yang telah di amalkan hukumnya dengan kasus baru yang serupa (tidak satu kasus), maka hasil ijtihad
View more...
Comments