Psoriasis Fitzpatrick

October 19, 2017 | Author: Kerin Ardy | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Psoriasis Fitzpatrick...

Description

PSORIASIS  EPIDEMIOLOGI

Prevalensi Psoriasis terjadi secara universal. Namun prevalensi pada populasi yang berbeda bervariasi dari 0.1 persen hingga 11.8 persen, berdasarkan laporan yang telah dipublikasikan. Kejadian tertinggi yang dilaporkan di Eropa adalah di Denmark (2.9 persen) dan Pulau Faeroe (2.8 persen), dengan rata-rata untuk seluruh Eropa Utara adalah 2 persen. Prevalensinya sekitar 2.2 persen hingga 2.6 persen yang telah dihitung di Amerika serikat, dengan rata-rata 150.000 kasus baru yang terdiagnosis setiap tahunnya. Prevalensi tertinggi ada di Afrika Timur yang berlawanan dengan Afrika Barat yang dapat menjelaskan bahwa prevalensi psoriasis yang relatif rendah di Amerika Afrika (1.3 persen dibandingkan 2.5 persen pada Amerika kulit putih). Angka kejadian psoriasis ini juga sangat rendah di Asia (0.4 persen) dan pemeriksaan dari 26.000 kasus di lndian Amerika Utara, tidak ada satu kasuspun yang tampak. Psoriasis umumnya terjadi sama pada laki-laki dan perempuan.

Onset usia Psoriasis dapat dimulai pada semua tingkatan usia, tetapi umumnya jarang pada usia di bawah 10 tahun. Biasanya timbul pada usia antara 15-30 tahun. Adanya antigen HLA kelas I terutama HLA Cw-6, dikaitan dengan onset usia yang lebih dini dengan riwayat keluarga yang positif. Temuan ini mendorong Henseler dan Christoper untuk mengajukan dua bentuk yang berbeda pada psoriasis: psoriasis tipe I, dengan onset usia sebelum 40 tahun dan dikaitkan dengan HLA, dan tipe II pada onset usia setelah 40 tahun dan tidak berkaitan dengan HLA, meskipun banyak pasien yang tidak termasuk dalam klasifikasi ini. Tidak ada bukti bahwa psoriasis tipe I dan II memberikan respon berbeda pada pemberian terapi yang berbeda.  ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Psoriasis adalah penyakit peradangan kronis pada kulit disertai dengan dasar genetika yang kuat, ditandai oleh adanya perubahan yang kompleks dalam pertumbuhan dan diferensiasi epidermis dan biokimia yang multipel, imunologi dan kelainan vaskular, serta hubungan yang

belum dipahami dengan baik terhadap fungsi sistem syaraf. Dasar penyebabnya masih belum diketahui. Berdasarkan riwayat penyakit, psoriasis umumnya dianggap sebagai suatu kelainan primer dari keratinosit. Dengan ditemukan adanya sel T spesifik imunosupresan cyclosporine A (CsA) sangat aktif melawan psoriasis, dimana sebagian besar penelitian memfokuskan pada sistem kekebalan.

Genetika psoriasis Dasar genetika psoriasis telah diapresiasi selama hampir 100 tahun. Seperti diuraikan oleh Gunnar Lomholt di tahun 1963 dalam studi klasiknya tentang psoriasis di pulau Faeroe : “Psoriasis secara genetika masih diragukan”. Tapi ketika faktor keturunan telah menunjukan perannya maka sekali lagi keluar dari aturan tetap yang ada. Selama bertahun-tahun, berdasarkan atas beberapa silsilah yang sangat luas dan survei populasi, satu gen resesif, dua gen resesif, dominan dengan pengurangan penetrasinya, dan model poligenik telah diusulkan. Analisis pada penelitian berbasis populasi dari Lomholt dan Hellgren memanfaatkan analisis resiko kekambuhan yang memperlihatkan bahwa λr-1, kelebihan resiko kekambuhan untuk derajat r, telah diturunkan oleh faktor 6 - 7 seperti r meningkat dari 1 - 2, yang berbeda terhadap faktor 2 yang diprediksikan untuk kelainan monogenik. Analisis ini mendukung model poligenik. Berdasarkan pada penelitian populasi, resiko psoriasis yang diturunkan diperkirakan sebesar 41 persen jika kedua orang tua menderita psoriasis dan 6 persen jika satu keturunan menderita psoriasis, dibandingkan dengan 2 persen bila tidak ada orang tua atau keturunan yang penderita psoriasis. Kesesuaian untuk psoriasis pada kembar monozigot berkisar dari 35 persen hingga 73 persen dalam berbagai penelitian. Variabilitas ini, dan fakta bahwa angka ini tidak mencapai 100 persen, mendukung adanya faktor lingkungan. Hal yang menarik, kecocokan pada kembar monozigot dan dizigot menurun ketika salah satunya bergerak lebih dekat ke khatulistiwa. Memberikan efek terapi yang kuat dari sinar ultraviolet terhadap psoriasis, data ini menunjukkan bahwa pemaparan sinar ultraviolet dapat menjadi faktor lingkungan utama yang berhubungan dengan faktor genetika dalam psoriasis. Penemuan adanya keterlibatan gen khusus pada psoriasis dimulai selama beberapa dekade yang lalu dengan penelitian pada hubungan genetika (contohnya, co-transmisi dan allel penyakit dalam keluarga)

Meskipun sudah dilakukan penelitian berbagai genom, hanya satu lokus yang disebut psoriasis susceptibility 1 (PSORS1), yang terus menerus dilaporkan. PSORS1 terletak pada major histocompabitity complex (MHC, kromososm 6p21.3), tempat gen HLA berada. Berbagai Allel HLA dihubungkan dengan psoriasis, khususnya HLA-B13, HLA-B37, HLA-B46, HLAB57, HLA-Cwl, HLA-Cw6, HLA-DR7, dan HLA-DQ9. Beberapa alel ini berhubungan dengan ketidakseimbangan dengan HLA Cw6 (mis: ditemukan bersamaan pada kromosom yang sama lebih sering daripada kemungkinan yang diperkirakan). HLA-Cw6 selalu relatif lebih tinggi pada penderita psoriasis di populasi Kaukasia. HLA-Cw6 juga dihubungkan dengan psoriasis arthritis, dengan kecenderungan onset lesi kulit lebih awal. HLA-B27, HLA-B38 dan HLA-B39 juga dihubungkan dengan psoriasis arthritis, dengan HLA-B27 berhubungan erat dengan varian aksial (lihat bab 19). HLA-Cw6 juga berhubungan erat dengan psoriasis ketika ditemukan bersamaan dengan beberapa alel HLA-B yang berbeda, menyatakan bahwa gen PSORS1 harus terletak telomerik terhadap HLA-B (Gbr.18-1). Hanya 10 persen dari HLA-CW6 karier yang berkembang menjadi psoriasis dan diperkirakan bahwa PSORS1 diperhitungkan hanya sepertiga hingga setengah dari variasi genetik yang bertanggung jawab terhadap psoriasis. Oleh karena itu, sangat mungkin bahwa tambahan gen non MHC juga turut berperan. Sebagai tambahan terhadap PSORS1, penelitian terkait menemukan 18 lokus yang disangkakan berpotensi. Namun, beberapa dari lokus gen ini terbukti sangat sulit bereplikasi. Setelah PSORS1, lokus replikasi psoriasis susceptibility kelemahan kedua adalah PSORS2 (17q24-q25), dengan empat penelitian independen yang memberikan konfirmasi bukti dalam mendukung laporan awal (p20% dari luas permukan tubuh). Namun, obesitas ini tampaknya tidak beperan dalam menetapkan onset psoriasis.

MEROKOK Merokok (lebih dari 20 batang perhari) dihubungkan dengan peningkatan resiko psoriasis yang berat hingga dua kali lipat. Tidak seperti obesitas, tampaknya merokok berperan pada onset psoriasis. Akhir-akhir ini, peran gene-environment interaction telah teridentifikasi diantara aktivitas rendah gen cytochrome P450 CYP1A1 dan merokok pada psoriasis.

INFEKSI Hubungan antara infeksi streptokokus pada tenggorokan dan psoriasis guttata telah dikonfirmasi berulang-ulang. lnfeksi streptokokus pada tenggorokan juga telah menunjukkan eksaserbasi psoriasis plak kronis yang telah ada sebelumnya. Eksaserbasi psoriasis yang berat dapat Keparahan psoriasis dapat tampak pada infeksi HIV. Seperti psoriasis secara umum, psoriasis yang berhubungan dengan HIV telah memiliki keterkaitan yang kuat dengan HLA-Cw6. Hal yang menarik, prevalensi psoriasis pada infeksi HIV tidak lebih tinggi dari pada populasi umum (1 persen hingga 2 persen penderita), menunjukkan infeksi ini tidak memicu psoriasis melainkan agen modifikasi. Psoriasis menjadi lebih parah dengan berkembangnya immunodefisiensi tetapi tentu dapat telihat dalam fase terminal. Eksaserbasi psoriasis yang bertentangan ini dapat disebabkan oleh kehilangan sel T reguler dan peningkatan aktivitas dari subset sel T CD8. Eksaserbasi psoriasis pada penyakit HIV secara efektif dapat diterapi dengan antiretrovirus.

OBAT-OBATAN Obat-obat yang dapat menyebabkan eksaserbasi psoriasis meliputi antimalaria, β-blocker, lithium, obat anti inflamasi non steroid, imiquimod, angiotensin-converting enzyme inhibitor dan gemfibrozil. lmiquimod bekerja pada pDCs dan juga merangsang poduksi IFN-α, yang kemudian memperkuat respon imun baik bawaan dan Th1. Lithium dikemukakan dapat menyebabkan eksaserbasi dengan cara mempengaruhi pelepasan kalsium di dalam keratinosit, sementara βblocker dianggap mempengaruhi kadar cyclic adenosine monophosphate intraselular. Mekanisme dimana obat-obatan menyebabkan eksaserbasi psoriasis sebagian besar belum diketahui. Penderita dengan psoriasis yang tidak stabil dan aktif sebaiknya mendapat saran ketika akan melakukan perjalanan ke negara dimana antimalaria dibutuhkan sebagai profilaksis.  PENGOBATAN

Pertimbangan umum Pengobatan anti psoriatik spektrum luas, baik topikal dan sistemik, tersedia untuk penatalaksanaan psoriasis. Seperti dirinci dalam Tabel 18-2 sampai 18-6, perlu dicatat bahwa tidak semua pengobatan ini bersifat immunomodulator. Ketika memilih regimen pengobatan (Gambar 18-16) maka sangat penting untuk mengetahui luas dan tingkat keparahan penyakit

dengan persepsi penyakit yang ada. Dalam konteks ini, perlu dicatat bahwa penelitian akhir-akhir ini menemukan 40 persen dari penderita mengalami frustrasi dengan tidak efektifnya pengobatan yang ada sekarang ini, dan 32 persen melaporkan bahwa pengobatan tidak cukup baik. Psoriasis merupakan keadaan yang kronis, perlu untuk mengetahui keamanan pengobatan dalam penggunaan jangka panjang. Pada beberapa pengobatan, lama waktu pengobatan sangat terbatas karena potensi toksisitas kumulatif dari pengobatan perorangan dan dalam beberapa hal kemanjurannya akan berkurang bersama waktu (takifilaksis). Beberapa pengobatan, seperti calcipotriol, MTX, dan acitretin, dapat dikatakan sesuai untuk penggunaan terus menerus. Pengobatan ini mempertahankan efikasi dan memiliki potensi toksik kumulatif yang rendah. Sebaliknya, kortikosteroid topikal, dithranol, tar, foto(kemo)terapi, dan cyclosporine tidak ditujukan untuk penggunaan kronik yang terus menerus, dan dianjurkan pengobatan kombinasi atau rotasi. Namun, penderita dengan psoriasis plak kronis yang memberikan respon baik therhadap pengobatan local mungkin tidak membutuhkan perubahan terapi. Pada kasus psoriasis pruritus/gatal, pengobatan yang berpotensi iritan, seperti dithranol, analog vitamin D3, dan foto(kemo)terapi, sebaiknya digunakan terus menerus, sedangkan pengobatan dengan efek anti radang yang poten seperti kortikosteroid topikal penggunaanya lebih tepat. Penderita dengan eritroderma dan psoriasis pustular, pengobatan yang berpotensi iritan haruslah dihindari, dan acitretin, MTX atau siklosporin yang singkat merupakan pilihan pertama untuk pengobatan. Lihat kotak 18-2 dan 18-3 untuk pertimbangan khusus pada penanganan wanita yang melahirkan, wanita hamil dan anak-anak.

Terapi topikal (lihat tabel 18-2) Beberapa kasus psoriasis ditangani secara khusus. Sebagai penanganan topikal seringkali tidak diterima secara kosmetik dan membutuhkan waktu untuk penggunaannya dan ketidakpatuhan hingga 40 persen. Dalam beberapa kasus, sediaan salep lebih efektif dibandingkan dengan krim tetapi kurang dapat diterima secara kosmetik. Untuk beberapa penderita, dibutuhkan peresepan yang tepat untuk sediaan krim dan salep, krim untuk digunakan pada pagi hari dan salep untuk malam hari.

KORTIKOSTEROID

Glukokortikoid banyak digunakan dengan efek yang terhitung dengan menstabilkan dan menyebabkan translokasi nuklear dari reseptor glukokortikoid, yang merupakan anggota superfamily dari reseptor hormon nuklear. Glukokortikoid topikal adalah terapi pertama pada psoriasis yang ringan hingga sedang dan lokasi seperti fleksura dan genitalia, dimana pengobatan topikal lain dapat menyebabkan iritasi. Perbaikan itu dapat dicapai dalam 2 - 4 minggu, dengan terapi pemeliharaan terdiri dari aplikasi yang intermiten (selalu terbatas pada akhir minggu). Takifilaksis terhadap pengobatan dengan kortikosteroid topikal telah ditetapkan dengan baik dalam fenomena psoriasis. Kortikosteroid topikal jangka panjang dapat menyebabkan striae dan juga supresi adrenal. Kelas dari obat ini dibahas lebih rinci dalam bab 25.

ANOLOG VITAMIN D3 Vitamin D memperlihatkan aksinya dengan mengikat reseptor vitamin D, anggota lain dari superfamily reseptor hormon nuklear. Vitamin D3 ini bekerja untuk mengatur pertumbuhan sel, diferensiasi dan fungsi kekebalan, serta metabolisme kalsium dan fosfor. Vitamin D telah memperlihatkan hambatan proliferasi keratinosit pada kultur dan mengatur diferensiasi epidermis. Selanjutnya, vitamin D menghambat produksi dari beberapa sitokin pro inflamasi oleh klon sel T psoriatik, termasuk IL-2 dan IFN-γ. Analog vitamin D telah digunakan untuk pengobatan penyakit kulit seperti calcipotriene, (calcipotriol), tacalcitol dan maxacalcitol. Dalam penelitian singkat, kortikosteroid topikal poten ditemukan lebih unggul dari calcipotriene. Ketika dibandingkan dengan kontak singkat dari anthralin atau 15 persen dari tar batubara, calciprotriene adalah merupakan obat yang lebih efektif. Kemanjuran calciprotriene tidak berkurang dengan pengobatan jangka panjang. Penggunaan calcipotriene dua kali sehari lebih efektif dari penggunaan satu kali sehari. Hiperkalsemia satu-satunya perhatian utama dengan menggunakan preparat vitamin D topikal. ketika jumlah yang digunakan tidak melebihi dosis yang direkomendasikan 100 g/minggu, calciprotriene dapat digunakan dengan margin of safety yang besar. Analog vitamin D selalu digunakan secara kombinasi dengan atau rotasi dengan kortikosteroid topikal dalam usaha untuk memaksimalkan efektivitas terapi sementara tetap meminimalkan atrofi kulit yang berhubungan dengan steroid.

ANTHRALIN (DITHRANOL)

Dithranol (l,8-dihydroxy-9-anthrone) adalah zat alami yang ditemukan pada kulit pohon araroba di Amerika Selatan. Juga dapat disintesis dari anthrone. Dithranol dibuat dalam krim, salep, atau pasta. Dithranol ini telah disetujui untuk pengobatan psoriasis plak kronis. Secara umum, digunakan dalam pengobatan psoriasis, terutama plak yang resisten terhadap terapi lain. Juga dapat dikombinasikan dengan fototerapi UVB dengan hasil yang baik. Efek samping yang sering adalah dermatitis kontak iritan dan memberikan noda pada pakaian, kulit, rambut dan kuku. Anthratin memiliki aktivitas antiproliferatif pada keratinosit manusia dengan efek anti peradangan yang poten. Terapi anthralin klasik dimulai dengan konsentrasi rendah (0,05 sampai 0,1 persen) yang dikombinasi dengan petrolatum atau pasta seng dan diberikan sekali sehari. Untuk mencegah auto oksidasi, asam salisilat (1 persen sampai 2 persen) sebaiknya ditambahkan. Konsentrasi ini mengalami peningkatan setiap minggu pada orang tertentu dengan peningkatan hingga 4 persen sampai lesi menyembuh. Psoriasis kulit kepala sebaiknya diobati dengan sangat hati-hati seperti anthralin yang dapat mewarnai rambut menjadi unggu sampai hijau.

TAR BATUBARA Penggunaan tar untuk mengobati penyakit kulit telah dimulai sejak 2000 tahun yang lalu. Di tahun 1925, Goeckerman memperkenalkan penggunaan tar batu bara mentah dan sinar UV untuk penanganan psoriasis. Tar merupakan produk distilasi kering dari bahan organik yang dipanaskan tanpa okigen. Mode aksi ini tidak dipahami oleh karena adanya kompleksitas zat kimia, tar ini tidak distandarisasi secara farmakologi, dan juga aktivitas terapi spesifik dari komponennya yang belum diketahui. Tar ini terlihat pada aksinya melalui supresi sintesis DNA dan juga akibat pengurangan aktivitas mitotik pada lapisan basal dari epidermis, dan beberapa komponen dalam tar yang terlihat memiliki aktivitas anti peradangan. Tar batu bara dalam kosentrasi hingga 20 persen (5 persen hingga 20 persen) dapat dipadukan dalam bentuk krim, salep, dan pasta. Seringkali dikombinasikan dengan asam salisilat (2 persen hingga 5 persen), yang merupakan aksi keratolitik yang menyebabkan penyerapan tar batu bara yang lebih baik. kadangkala, penderita menjadi lebih peka terhadap tar batu bara dan mengalami reaksi alergi. Folliculitis juga dapat terjadis etelah penggunaan tar batu bara. Selanjutnya, akan memiliki bau yang tidak menyenangkan dan penampilan yang kurang baik serta menodai pakaian dan bagian lain. Tar batubara ini bersifat karsinogenik.

TAZAROTENE Tazarotene adalah generasi ketiga dari retinoid untuk penggunaan topikal yang mampu mengurangi skuama dan ketebalan plak dengan efektivitas yang terbatas pada erithema. Juga dapat bekerja melalui pengikatan pada reseptor asam retinoid, tapi target molekularnya tidak diketahui. Tersedia dalam 0.05 persen dan 0.1 persen gel, dan juga formualsi krim yang telah dikembangkan. Ketika obat ini digunakan sebagai monoterapi, maka bagian signifikan dari penderita mengalami iritasi lokal. Dermatitis retinoid memburuk dengan formulasi 0.1 persen. Efikasi atau kemanjuran obat ini dapat ditingkatkan dengan melakukan kombinasi glukokortikoid potensi sedang sampai tinggi atau fototerapi UVB. Ketika digunakan dalam bentuk kombinasi dengan fototerapi, maka ini akan mengurangi dosis erithema minimal (MED) untuk UVB dan UVA. Telah direkomendasikan bahwa dosis UV dapat dikurangi hingga sepertiga jika tazarotene ditambahkan pada pertengahan fototerapi.

KALSINEURIN INHIBITOR TOPIKAL Takrolimus (FK-506) adalah antibodi makrolide, yang diturunkan dari bakteri Streptomyces tsukubaensis, berikatan dengan immunofilin (FK506 mengikat protein), menggambarkan menciptakan kompeks yang dapat berinteraksi dan juga menghambat calcineurin, sehingga menghambat transduksi sinyal limfosit T dan transkripsi IL-2. Pimekrolimus adalah menghambat kalsineurin dan bekerja mirip dengan takrolimus dan CsA. Dalam penelitian terhadap 70 penderit psoriasis plak kronis ditangani dengan takrolimus topikal, tidak ada perbaikan yang terlihat pada plasebo. Namun, untuk pengobatan psoriasis inversa dan wajah, agen ini memberikan pengobatan yang efektif. Efek samping utama dari pengobatan ini adalah adanya sensasi terbakar pada lokasi yang diaplikasi. Laporan anekdot dari kelenjer getah bening atau keganasan pada kulit selanjutnya membutuhkan evaluasi penelitian terkontrol, dan obat ini telah mendapatkan peringatan dari FDA (Food and Drug Administration).

BLAND EMOLIEN Diantara masa pengobatan, perawatan kulit dengan emolien haruslah dilakukan untuk menghidari kekeringan. Emolien mengurangi pembentukan skuama, yang dapat membatasi fisura yang menyakitkan dan dapat membantu pengendalikan pruritus. Ini lebih baik dipakai

segera setelah mandi. Penambahan urea (hingga 10 persen) juga sangat membantu dalam memperbaiki hidrasi kulit dan membuang skuama dari lesi sebelumnya. Penggunaan bland emolien diatas kulit secara tipis pada pengobatan topikal memperbaiki hidrasi serta dapat meminimalkan biaya pengobatan.

Fototerapi (lihat tabel 18-3) Mekanisme aksi dari fototerapi melibatkan pengurangan selektif sel T, terutama yang berada di epidermis. Mekanisme pengurangan ini melibatkan apoptosis dan juga disertai oleh adanya pergeseran dari respon kekebalan Th1 hingga pada respon Th2 pada kulit yang mengalami lesi.

SINAR ULTRAVIOLET B (290 sampai 320 nm) Terapi awal dari dosis UVB ini terletak pada 50 persen hingga 75 persen dari MED. Penanganan ini diberikan dua hingga lima kali per minggu. Ketika puncak eritema UVB terlihat dalam 24 jam paparan, maka peningkatan ini dapat menunjukan penanganan yang berturut-turut. Tujuannya adalah mempertahankan eritema tampak jelas sebagai indikator klinis dari dosis optimal. Penanganan ini diberikan hingga remisi total telah tercapai atau hingga tidak ada perbaikan lebih lanjut yang dapat dieproleh dengan pengobatan yang terus menerus. Efek samping utama dari fototerapi UVB diringkaskan dalam bab 238. Narrowband UVB (312 nm) (NB-UVB) lebih baik dari UVB broadband konvensional (290 sampai 320 nm) dengan mengacu kepada penyembuhan dan waktu remisi. Meskipun penelitian awal ditemukan NB-UVB menjadi seefektif psoralen dan sinar UVA (PUVA), uji terkontrol akhir-akhir ini menemukan PUVA yang lebih efektif, meskipun kurang nyaman. Pada penyembuhan, terapi ini tidak berlanjutkan atau penderita dapat diarahkan pada terapi pemeliharaan selama 1 - 2 bulan. Selama periode ini, frekuensi terapi UVB diturunkan sementara mempertahankan dosis terakhir yang diberikan pada waktu penyembuhan. Obat-obat sistemik, seperti retinoid, meningkatkan efikasi sinar UVB, terutama pada penderita dengan psoriasis tipe plak hiperkeratosis dan kronis. Karena semuanya telah diketahui dapat menghambat karsinogenesis pada binatang percobaan, retinoid yang juga dapat mengurangi potensi karsinogenik pada fototerapi UVB.

PSORALEN DAN SINAR ULTRVIOLET PUVA adalah penggunaan kombinasi psoralens (P) dan radiasi ultraviolet gelombang panjang (UVA). Kombinasi obat dan radiasi menghasilkan efek terapi, yang kemudian tidak dapat dicapai oleh satu komponen saja. Remisi akan diinduksi oleh pengulangan reaksi fototoksik terkontrol (lihat tabel 18-3). Terapi PUVA dan efek samping jangka pendek dan jangka paniang dapat dilihat pada bab 239.

LASER EXCIMER Fluensi supraerithemogenik dari UVB dan PUVA diketahui menghasilkan pembersihan psoriasis yang cepat, dengan faktor pembatas untuk penggunaan seperti fluensi yang tinggi dengan intoleransi dari kulit sekitarnya yang tidak terlibat pada lesi psoriatik sering dapat menahan paparan UV yang lebih tinggi. Laser excimer monokromatik 308 nm dapat diberikan dengan dosis supra erithemogenik (hingga 6 MED, biasanya pada rentang 2 sampai 6 MEDs) pada lesi kulit (lihat tabel 18-3). Pada penelitian terhadap 124 penderita, 72 persen dari subjek penelitian telah dicapai 75 persen dalam pembersihannya dengan rata-rata 6.2 yang diberikan dua kali seminggu. Peranan terapi ini ditujukan untuk penderita dengan plak yang rekalsitran khususnya di daerah siku dan lutut.

TERAPI FOTODINAMIK Terapi fotodinamik telah diuji coba untuk beberapa dermatosis peradangan yang berat, termasuk psoriasis. Dalam studi acak terhadap efek aminolevulinik topikal dari terapi fotodinamik berbasis asam, 29 penderita memperlihatkan respon klinis yang tidak memuaskan dan seringkali terjadi nyeri selama dan sesudah pengobatan, terutama bagi penulis untuk menyatakan bahwa terapi ini tidak adekuat untuk psoriasis.

TERAPI IKLIM Telah diketahui bahwa berpergian ke iklim cerah maka perbaikan psoriasis dapat terjadi, meskipun sebagian penderita mengalami perburukan secara aktual. Penderita juga harus diingatkan untuk tidak memaparkan diri secara berlebihan pada beberapa hari pertama, karena sunburn dapat menyebabkan berkembangnya psoriasis (fenomena koebner). Efek penelitian terbaik berasal dari daerah Laut Mati, dan efek terapi dapat dihubungkan, setidaknya secara

partial untuk karakteristik iklim yang unik pada lokasi. Karena terletak 400 m di bawah permukaan laut, penguapan laut dalam bentuk aerosol yang tetap bertahan pada atmosfir di atas laut dan disekitar pantai. Aerosol ini sebagian besar keluar pada cahaya UVB tetapi bukan pada UVA. Pancampuran cahaya UV ini cukup untuk menghapus psoriasis tanpa sunburn. Dengan demikian, penderita tetap tinggal di tepi laut mati untuk jangka waktu yang lama dengan penurunan resiko sunburn. Terapi ini dilakukan selama 3 sampai 4 minggu, dan perbaikannya sebanding dengan terapi menggunakan NB-UVB atau PUVA. Kelemahan utama terapi ini adalah waktu dan biaya.

Agen sistemik oral (lihat tabel 18-4) METHOTREXATE MTX sangat efektif untuk psoriasis plak kronik dan ditujukan untuk penanganan jangka panjang untuk psoriasis yang berat, termasuk psoriatik eritroderma dan psoriasis pustular (lihat tabel 18-4). Untuk mekanisme kerjanya, lihat bab 228. Ketika pertama kali digunakan untuk pengobatan psoriasis, MTX berperan langsung menghambat hiperproliferasi epidermis melalui penghambatan pada dehydrofolate reductase (DHFR). Namun, ditemukan efektif pada dosis yang lebih rendah (0,1 sampai 0,3 mg/kg perminggu) pada penanganan psoriasis, psoriasis arthritis, dan keadaan inflamasi yang lain seperti rheumatoid arthritis. Pada konsentrasi tersebut, MTX menghambat proliferasi limfosit, tetapi tidak menghambat proliferasi keratinosit. Pemikiran sekarang bahwa hambatan pada DHFR bukan merupakan mekanisme utama dari peran anti inflamasi dari MTX, melainkan penghambatan enzim yang terlibat pada metabolisme purin

[AICAR

(5-aminoimidazole-4-carboxamide

ribonucleotide)

transformylase].

Ini

menunjukan adanya akumulasi adenosine ekstraseluler, yang merupakan aktivitas anti inflamasi yang poten, khususnya untuk neutrofil. Sejalan dengan peran mekanisme DHFR independen, penangan yang bersama dengan asam folat (1 sampai 5 mg/hari) dapat mengurangi efek samping tertentu, seperti mual dan anemia megaloblastik, tanpa mengurangi efektifitas pengobatan anti psoriatik. Sasaran seluler dari peran MTX pada psoriasis masih dalam penyelidikan, tapi mekanisme kerjanya mungkin melibatkan modulasi dari molekul adhesi, seperti molekul adhesi interseluler 1, dari pada menginduksi apoptosis limfosit. Waktu paruh yang sangat panjang dari MTX dapat menjelaskan kemanjurannya setelah pemberian seminggu dan juga dapat membantu menjelaskan mengapa onset kerjanya agak

lambat (efek terapi biasanya membutuhkan 4 sampai 8 minggu untuk menjadi jelas). MTX diekskresikan di ginjal dan oleh karena itu tidak diberikan pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, yang efek samping MTX secara umum berhubungan dengan dosis. Masalah toksisitas jangka pendek dan jangka panjang didiskusikan pada bab 228. Dalam petunjuk yang paling baru, penderita dengan tes fungsi hati normal tanpa adanya riwayat penyakit hati atau alkoholisme tidak diminta untuk melakukan biopsi hati sampai mereka diobati dengan dosis MTX kumulatif 1.0 sampai 1.5 g. Biopsi ulangan dilakukan kira-kira 1.0 sampai 1.5 g selanjutnya jika tes fungsi hati dan biopsi normal. Berapa kelompok telah menyarankan penggunaan amino terminal type III procollagen peptide (PIIINP) assay untuk skrining fibrosis hati. Petunjuk yang spesifik telah dikembangkan untuk evaluasi tingkat PIIINP pada penderita psoriasis, tetapi FDA belum menyetujui penggunaan tes ini untuk penggunaan diagnostik di Amerika Serikat. Efek samping MTX yang lainnya adalah myelosupresi, khususnya pansitopenia, yang biasanya terjadi dalam pengaturan defisiensi folat. Lecovorin kalsium (asam folinik) merupakan satu-satunya antidotum untuk toksisitas hematologi MTX. Ketika dicurigai adanya kelebihan dosis, maka dosis leucovorin 20 mg dapat diberikan secara parental atau oral, dan dosis selanjutnya diberikan setiap 6 jam. Pneumonitis dapat berkembang, dan ulserasi mukosa dan kulit pernah juga dilaporkan pada penderita yang diterapi dengan MTX. Penghentian pengobatan MTX dibutuhkan pada kasus hepatotoksisitas, supresi hematopoitik, infeksi aktif, mual, dan pneumonitis. MTX juga teratogenik oleh karena itu sebaiknya tidak diberikan untuk wanita hamil. Beberapa kelompok obat, termasuk obat anti inflamasi non steroid dan sulfonamide, dapat berinteraksi dengan MTX untuk meningkatnya toksisitas.

ACITRETIN Acitretin merupakan generasi kedua, retinoid sistemik telah ditesetujui untuk pengobatan psoriasis sejak 1997 dan dibahas pada bab 229. Bentuk klinis yang paling responsif terhadap etretinat atau acitretin sebagai monoterapi adalah psoriasis pustular generalisata dan psoriasis eritroderma. Acitretin menginduksi pembersihan psoriasis in a dose-dependent fashion. Secara keseluruhan, dimulai dengan dosis

yang tinggi untuk menimbulkan pembersihan psoriasis yang sangat cepat. Mekanisme kerja retinoid untuk psoriasis tidak sepenuhnya dipahami. Dosis awal acitretin yang optimal untuk psoriasis yang telah dilaporkan yaitu 25 mg/hari, dengan dosis pemeliharaan 20-50 mg/hari (lihat tabel 18-4). Efek samping seperti rambut rontok dan paronikia, lebih sering terjadi dengan dosis awal yang lebih tinggi (yaitu ≥50 mg/hari). Kebanyakan penderita mengalami kekambuhan dalam 2 bulan setelah penghentian etretinat atau acitretin. Acitretin sebaiknya dihentikan jika ada disfungsi hati, hiperlipidemia, atau hiperostosis idiopatik difus.

CYCLOSPORIN A CsA adalah neutral cyclic undecapeptide turunan dari jamur tolypocladium inflatum gams. Mekanisme kerja dan efek sampingnya dibahas pada bab 234. Formulasi yang hanya disetujui untuk pengobatan psoriasis tersedia dalam larutan oral atau kapsul. Sangat efektif untuk psoriasis kutaneus dan juga efektif untuk psoriasis kuku (lihat Gbr. 18-17). CsA terutama bermanfaat untuk penderita dengan penyebaran yang luas, inflamasi yang hebat, atau psoriasis eritroderma. Dosisnya berkisar dari 2-5 mg/kg/hari (lihat tabel 18-4). Karena efek nefrotoksik dari CsA sebagian besar irreversible, pengobatan CsA sebaiknya dihentikan jika ada disfungsi ginjal dan/atau terjadinya hipertensi. Hipertensi yang diinduksi CsA dapat diobati dengan antagonis kalsium seperti nifedipine. Efek samping yang paling umum yang harus diingatkan pada penderita yang menggunakan CsA untuk jangka waktu yang singkat berupa neurologi, termasuk tremor, sakit kepala, parestesia, dan/atau hiperestesia. Pengobatan psoriasis jangka panjang dengan CsA dosis rendah dapat meningkatkan resiko kanker kulit non melanoma. Namun, tidak seperti pada penderita transplantasi organ yang diterapi dengan CsA, hanya sedikit atau tidak ada peningkatan resiko limfoma.

FUMARIC ACID ESTERS Asam fumaric pertama kali dilaporkan pada tahun 1959 yang bermanfaat pada pengobatan sistemik psoriasis dan berlisensi di Jerman untuk pengobatan psoriasis. Karena asam fumaric itu sendiri kurang diserap setelah asupan oral, maka ester digunakan untuk pengobatan. Ester diserap secara sempurna di usus kecil, dan dimethylfuramate dihidrolisasi secara cepat oleh esterase menjadi mono-methylfuramate, yang dianggap sebagai metabolisme aktif. Peran

fumaric acid esters (FAEs) pada pengobatan psoriasis tidak sepenuhnya dipahami, tapi data penelitian point toward a skewing of respon sel T yang didominasi Th1 pada psoriasis pola seperti Th2 dan hambatan proliferasi keratinosit. Penderita dengan penyakit penyerta yang berat, seperti penyakit kronik saluran gastrointestinal, penyakit ginjal kronis, atau dengan penyakit sum-sum tulang yang menunjukan leukositopenia atau disfungsi leukosit sebaiknya tidak diobati. Juga pada wanita hamil dan menyusui dan pada penderita penyakit keganasan (termasuk riwayat positif keganasan) sebaiknya dikeluarkan dari pengobatan. Pengobatan yang lama (hingga 2 tahun) dapat mencegah kekambuhan penderita psoriasis dengan aktivitas penyakit yang tinggi. Pilihan terapi lain adalah terapi jangka pendek yang intermiten. FAEs diberikan sampai terjadi perbaikan yang besar dan kemudian dihentikan (lihat tabel 18-4). Jika penderita tetap bebas dari lesi selama pengobatan, maka dosis FAE dapat diturunkan bertahap untuk mencapai ambang batas individu tersebut. Pengobatan dengan FAE dapat dihentikan tiba-tiba. Rebound phenomena belum pernah terjadi.

SULFASALAZINE Sulfasalazine merupakan obat sistemik yang jarang digunakan pada penanganan psoriasis. Dalam penilitian prospektif double-blind pada efektivitas sulfasalazine pada psoriasis, efek yang terlihat berupa 41 persen penderita menunjukkan perbaikan, 41 persen efek yang sedang, dan 18 persen dengan sedikit perbaikan setelah 8 minggu pengobatan.

STEROID SISTEMIK Pada umumnya, steroid sistemik sebaiknya tidak digunakan untuk pengobatan psoriasis rutin. Ketika menggunakan steroid sistemik, terjadi pembersihan psoriasis yang cepat, tetapi penyakit ini biasanya……….., membutuhkan dosis yang lebih tinggi secara progresif untuk mengontrol gejalanya. Jika withdrawal dilakukan, penyakit cenderung segera kambuh dan bisa terjadi rebound dalam bentuk psoriasis eritroderma dan psoriasis pustular. Namun, steroid sistemik mempunyai peranan dalam penanganan yang terus menerus. Sebaliknya, jika tidak terkendali, maka psoriasis eritroderma dan psoriasis pustular generalisata fulminant (von Zumbusch type) jika obat-obat lainnya tidak efektif.

MIKOFENOL MOFETIL

Mikofenol mofetil adalah prodrug dari asam mikofenol, penghambat inosine-5monophosphate dehydrogenase. Asam mikofenolik mengurangi nukleotida guanosin cenderung pada limfosit T dan B dan menghambat proliferasinya, dengan demikian menekan respon imun yang diperantarai oleh sel dan pembentukan antibodi. Obat ini biasanya ditoleransi baik dengan sedikit efek samping. Sedikit penelitian yang telah dilakukan dalam pengobatan psoriasis, tapi dalam prospective open-label trial pada 23 pasien dengan dosis antara 2-3 gram perhari, dimana 24 persen terjadi pengurangan daerah psoriasis dan severity index (PASI) yang ditemukan setelah 6 minggu, dengan 47 persen mengalami perbaikan dalam 12 minggu.

6-THIOGUANIN 6-Thioguanin merupakan analog purin yang yang sangat efektif untuk psoriasis. Selain mensupresi sum-sum tulang, keluhan gastrointestinal seperti mual dan diare dapat terjadi, dan peningkatan tes fungsi hati sering terjadi. Isolasi kasus penyakit oklusif vena hepatik telah pernah dilaporkan.

HYDROKSIUREA Hydroksiurea merupakan anti metabolit yang telah terbukti efektif sebagai monoterapi, hampir 50 persen penderita mengalami perbaikan yang ditandai dengan berkembangnya toksisitas sum-sum tulang dengan leukopeni atau trombositopenia. Anemia megaloblastik juga sering terjadi tapi jarang membutuhkan pengobatan. Reaksi kulit dapat mengenai sebagian penderita yang diobati dengan hydroksiurea, termasuk ulserasi pada kaki yang sangat menganggu.

Terapi kombinasi (lihat tabel 18-5) Pengobatan kombinasi ini dapat meningkatkan efikasi dan mengurangi efek samping dan juga dapat menghasilkan perbaikan yang cukup besar atau sebaliknya, yang dapat memungkinkan pengurangan dosis untuk mencapai perbaikan yang sama jika dibandingkan dengan monoterapi. Data tentang kombinasi biologi dengan zat topikal atau sistemik lainnya belum tersedia secara luas, tetapi ada beberapa kombinasi yang sering digunakan dalam pengobatan peradangan arthritis, seperti kombinasi MTX dan juga anti TNF, yang mungkin diperlukan untuk pengobatan penyakit sporiatik rekalsitran.

Terapi Biologi (lihat tabel 18-6) Berdasarkan perkembangan yang terus-menerus pada penelitian psoriasis dan kemajuan biologi molekular, maka kelas zat yang baru yang sasarannya pengobatan biologi telah muncul. Zat ini dirancang untuk menghambat tahap molekular spesifik yang penting dalam patogenesis psoriasis atau juga dapat dipindahkan ke area psoriasis setelah dikembangkan untuk penyakit peradangan lainnya. Sekarang ini, ada tiga tipe biologi yang telah disetujui dan berkembang untuk psoriasis: (1) rekombinan sitokine manusia, (2) protein fusi dan (3) antibodi monokonal yang kemudian bersifat chimetrik atau manusiawi. Karena adanya resiko pengembangan antibodi pada sequence tikus, secara manusiawi atau antibody manusia sepenuhnya lebih disukai untuk penggunaan klinis. Penggunaan yang diakui secara internasional yang lebih aman dan manjur dengan semua kegunaan dan manfat biologi telah diperlihatkan berdasarkan atas persentase penderita yang mencapai setidaknya 50 persen perbaikan dalam PASI (PASI-50), 75 persen perbaikan dalam PASI (PASI-75), dan juga dampak pengobatan terhadap kualitas hidup dan keamanan serta toleransi. Secara umum, zat ini memiliki aktivitas antipsoriatik yang kira-kira sebanding dengan MTX dan kurangnya resiko hepatotoksisitas. Namun, jauh lebih mahal dan membawa resiko imunosupresif, reaksi suntikan dan pembentukan antibodi, dan keamanan jangka panjangnya harus tetap dievaluasi. Menurut penulis, penggunaan zat biologi harus disediakan untuk pengobatan psoriasis berat yang tidak responsif terhadap MTX atau penderita dimana penggunaan MTX merupakan kontraindikasi.

ALEFACEPT Alefocept adalah antigen yang berkaitan dengan fungsi limfosit manusia dengan protein fusi (LFA)-3-IgG1 yang dirancang untuk mencegah interaksi antara LFA-3 dan CD2. Sinyal LFA-3-CD2 ini tentu memainkan peranan penting dalam aktivasi sel T. Bagian LFA-3 dari alefacept berikatan dengan reseptor CD2 pada sel T, menghambat interaksi antara LFA-3 dan CD2, sehingga interfering dengan aktivasi sel T, sehungga merangsang apoptosis dan juga memodifikasi proses peradangan. CD2 diregulasi pada efektor memori sel T, yang menjelaskan pengurangan sel ini oleh alefacept. Sepertiga hingga setengah dari penderita psoriatik tidak respon terhadap alefacept dengan alasan masih belum jelas. Namun, bukti menunjukan

pemberian berulang alefacept menunjukkan respon perbaikan, dan respon ini biasanya bertahan lama.

EFALIZUMAB Efalizumab (anti-CD11a) adalah antibodi monoklonal humanisasi yang dikembangkan untuk pengobatan psoriasis plak. Yang diarahkan melawan CD1la, subunit α dari LFA-1, dan dengan demikian menghambat interaksi LFA-1 dengan interselular ligan molekul adesi 1. Blokade ini akan menghambat aktivasi sel T, trafficking sel T kulit, dan adhesi sel T pada keratinosit. Sebagian penderita memperlihatkan bukti dari pemburukkan penyakit pada akhir periode pemberian dosis. Penelitian saat ini menilai keamanan dan toleransi efalizumab pada pengobatan jangka panjang.

ANTAGONIS TUMOR NECROSIS FACTOR-α Penggunaan klinis TNF antagonis dalam penyakit peradangan telah berkembang dalam bidang klinis yang mengingatkan kita pada aktivitas kortikosteroid.

TNF-α adalah protein

homotrimeric yang ada di kedua transmembran dalam bentuk larut, yang dihasilkan dari pembelahan dan pelepasan proteolitik. Masih belum jelas bentuk yang lebih penting dalam mempengaruhi aktivitas pro-inflamasi atau kepentingan yang relative pada kedua p55 dan p75kd reseptor pengikat TNF-α. Saat ini, ada tiga biologi anti TNF yang tersedia di amerika serikat. Infliximab adalah antibodi monoklonol chimeric yang memiliki spesifisitas, afinitas dan aviditas yang tinggi untuk TNF-α. Contoh dari hasil pengobatan yang sangat baik dengan infliximab ditunjukan pada Gbr. 18-17. Etanercept adalah rekombinan manusia, yang larut, reseptor TNF-α protein fusi FcIgG yang berikatan dengan TNF-α dan mampu menetralisir aktivitasnya. Adalimumab rekombinan manusia pertama antibodi monoclonal IgG1 dan khususnya target TNF. Saat ini, infliximab dan adalimumab yang disetujui FDA untuk psoriasis arthritis, namun, uji coba klinis telah menunjukkan setiap zat ini ditoleransi baik dan cocok untuk penggunaan jangka panjang pada pengobatan psoriasis plak kronik. Namun, seperti semua target terapi biologi, mereka membawa resiko imunosupresi (lihat tabel 18-6), dan keamanan jangka panjangnya membutuhkan penelitian lanjutan.

Penelitian klinis telah menemukan infliximab dan adalimumab lebih efektif daripada etanercept pada pengobatan psoriasis (lihat tabel 18-6). Efek samping zat ini dihubungkan dengan selektivitas dalam kemampuan mereka untuk mengganggu interaksi reseptor ligannya. Diketahui bahwa infliximab, adalimumab, dan etanercept berikatan dengan TNF yang berbeda; infliximab dan adalimumab berikatan dengan TNF baik yang terlarut dan terikat membran, sedangkan etanercept mengikat terutama TNF yang terlarut. Ikatan TNF yang terikat membran dapat menginduksi peningkatan dosis pada apoptosis sel T, tapi hubungan mekanisme ini pada psoriasis belum dievaluasi.

ANTI-INTERLEUKIN 12/ INTERLEUKIN 23 P40 Perkembangan zat khir-akhir ini telah dikembangkan dan diuji untuk pengobatan psoriasis plak kronis memperlihatkan kemanjuran dalam percobaan fase I. Zat ini merupakan antibodi monoklonal lgGl manusia yang berikatan dengan subunit p40 dari IL-12 dan IL-23 manusiadan mencegah interaksi dengan reseptornya. Disamping menghambat IL-12, yang penting untuk diferensiasi Th1 pada sel T, juga penghambatan IL-23 juga lebih penting dalam penanganan psoriasis plak kronis, seperti sitokin yang mendukung peradangan kronik dengan pengaturan subset sel T- CD4+ yang ditandai oleh adanya produksi IL-17. Percobaan fase I terhadap pengujian berbagai dosis pengobatan menujukkan hubungan yang jelas antara dosis anti IL-12 p40 dan proporsi subjek mencapai sedikitnya 75% perbaikan pada skor PASI. Banyak obat-obat baru sedang dalam uji coba klinis untuk pengobatan psoriasis seperti diuraikan dalam tinjauan yang komprehensif.  PENCEGAHAN Tidak ada pencegahan yang diketahui untuk psoriasis.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF