Psoas Abses
April 22, 2019 | Author: NataliaMaedy | Category: N/A
Short Description
dfghjlk;...
Description
1
LONG CASE CASE
ABSES PSOAS
Oleh: Natalia Maedy, S. Ked 1308012045
Pembimbing Dr. Amrul Marpaung, Sp.B
KEPANITERAAN KLINIK SMF/ BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2017
2
BAB I PENDAHULUAN
Abses iliopsoas ( Iliopsoas Abscess/ IPA) IPA) adalah suatu kondisi dimana terbentuknya pus pada organ retroperitoneal yang melibatkan muskulus iliopsoas. Pertama kali ditemukan oleh Mynter pada tahun 1881 yang dinamakan psoitis. Abses iliopsoas dapat terjadi melalui 2 cara, yaitu akibat penyebaran infeksi oleh organ disekitar otot iliopsoas atau secara hematogen dari sumber infeksi yang mengandung banyak vaskularisasi pada otot.1,2 Muskulus psoas memiliki vaskularisasi yang kaya sehingga diyakini sebagai salah satu predisposisi terhadap penyebaran hematogen dari daerah terinfeksi. Abses psoas juga dapat sebagai infeksi sekunder dari keadaan patologis organ sekitar, contohya organ gastrointestinal atau renal.3 Abses ini jarang terjadi khususnya pada negara barat dengan insidensi 0,4 per 100.000 angka kejadian di U.K. Walaupun demikian, abses iliopsoas menjadi masalah kesehatan utama di banyak negara-negara tropis. Sebelum terapi antituberkulosis modern ditemukan, abses iliopsoas dikenali sebagai komplikasi dari tuberkulosis spinal. Dengan menurunnya angka tuberkulosis, abses iliopsoas menjadi jarang ditemukan.4,5,6,7,8 Abses iliopoas adalah fenomena klinis yang jarang. Pemeriksaan radiologi modern seperti USG, CT-Scan, dan MRI dapat mendiagnosis abses ini secara cepat dan tepat. Abses Iliopsoas harus ditatalaksana dengan management yang tepat sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi
Abses adalah infeksi akut yang terlokalisir pada rongga yang berdinding tebal, terjadi sebagai akumulasi dari pus dalam suatu rongga patologis yang dapat terjadi di bagian tubuh manapun sebagai reaksi pertahan tubuh terhadap benda asing. Abses iliopsoas adalah abses yang terjadi pada kompartmen iliopsoas. 2.2 Anatomi
Kompartmen iliopsoas adalah rongga ekstraperitoneal yang berawal dari mediastinum posterior hingga sendi panggul. Kompartmen ini berisi muskulus psoas major, muskulus psoas minor, dan muskulus iliaca, yang berfungsi sebagai otot flexor utama panggul dan batang tubuh. Muskulus psoas major adalah otot berbentuk panjang yang terletak di sisi regio lumbal kolumna vertebral dan bibir pelvis minor.
Gambar 1. Anatomi Iliopsoas
4
Origo otot ini berasal dari batas lateral vertebra T12 sampai L5. Otot ini berjalan menurun melewati bibir pelvis mayor, semakin mengecil, melewati ligamentum inguinalis dan berakhir sebagai tendon di depan kapsul sendi panggul. Tendon ini memiliki hampir seluruh fibrosa muskulus iliaca dan memiliki insersi di trochanter minor os femoralis.2,8,9,10 Muskulus iliaca berawal dari dari fossa iliaca superior dan juga memasuki paha lewat ligamentum inguinalis. Memiliki insersi di trochanter minor os femoralis melalui tendon iliopsoas terutama eminensia iliopubica dan kemudian ke daerah kecil di femoral shaft dibawah trochanter minor. Permukaan otot diselubungi oleh fascia psoas yang kuat, dimulai dari vertebra lumbal ke eminensia iliopubica. Di balik fascia inilah abses iliopsoas terbentuk. Muskulus psoas minor assesorius ditemukan pada 10-65% manusia.2,8,9 Vaskularisasi psoas mayor berasal dari arteri L4 ipsilateral dan aliran balik melalui vena lumbalis. Iliaca menerima suplai arteri dari arteri femoralis sirkumfleksi medial dan cabang iliaca dari arteri iliolumbar, cabang posterior pertama arteri iliaca interna.8,9,10,11 Muskulus psoas mayor dan iliaca terkadang dianggap sebagai satu otot yang dinamakan iliopsoas. Otot ini dipersarafi oleh cabang L2, L3, dan L4. Fungsi otot ini sebagai otot fleksor utama dari sendi panggul.8,9,10
5
Gambar 2. Hubungan antara abses iliopsoas dan pembuluh darah femoralis Muskulus psoas terletak sangat dekat dengan beberapa organ seperti kolon sigmoid, appendiks, jejenum, ureter, aorta abdominalis, renal, pakreas, spinal, dan nodus limfe iliaca. Oleh karena itu, infeksi dari organ-orang ini dapat menyebar ke muskulus iliopsoas. Suplai darah yang berlimpah pada otot ini juga diyakini sebagai predisposisi dari penyebaran secara hematogenik dari sumber tempat infeksi.,9,10,11 2.3 Etiologi
Abses iliopsoas dapat diklasifikasi menjadi primer dan sekunder, tergantung dari kehadiran ada atau tidaknya penyakit yang mendasari. Abses iliopsoas primer terjadi kemungkinan akibat penyebaran secara hematogenik akibat dari proses infeksi yang terjadi dari sumber tertentu di dalam tubuh. Penyakit-penyakit yang dapat menjadi penyebab terjadinya abses iliopsoas primer diklasifikasi pada table 1. Sedangkan, abses iliopsoas sekunder terjadi akibat penyebaran infeksi oleh organ yang berada di dekat dan sekitar otot iliopsoas. Penyebab abses iliopsoas sekunder yang paling umum terjadi adalah Crohn’s disease.
6
Tabel 1. Klasifikasi Abses Psoas Pasien yang pernah menjalani prosedur operasi di regio lumbal, panggul, maupun selangkangan memiliki risiko tinggi untuk menjadi abses iliopsoas. Bartolo et al melakukan penelitian selama 10 tahun, dan didapatkan insidensi sebesar 0,4/100.000 kasus di United Kingdom. Dalam 367 kasus, Ricci et al mencatat berbagai macam perbedaan etiologi dari seluruh dunia. Di Asia dan Africa, lebih dari 99% abses iliopsoas merupakan abses primer, dimana pada Eropa hanya 17% dan di Amerika Utara sekitar 61%. Abses iliopsoas sering terjadi pada pasien muda dibanding pasien lansia. Dilaporkan juga bahwa keadaan ini lebih umum dialami oleh pria dibanding wanita.1,3,4 Penelitian lain dilakukan oleh Bresee et al yang meneliti 142 kasus pasien anak dengan abses iliopsoas. Ia menemukan sebanyak 57% abses terjadi pada bagian kanan, 40% bagian kiri, dan 3% abses terjadi pada keduanya atau bilateral. Angka mortalitas pada abses iliopsoas primer lebih rendah (2,4%) dibandingkan dengan abses iliopsoas sekunder (19%). Ricci et al mengatakan bahwa pasien dengan abses iliopsoas yang tidak mendapatkan terapi apapun memiliki angka mortalitas sebesar 100%.3,6
7
Bakteri penyebab terbanyak pada abses iliopsoas primer adalah Staphylococcus aureus sebanyak lebih dari 88%. Sedangkan abses iliopsoas sekunder disebabkan oleh Streptococcus sp. (4,9%) dan E. coli (2,8%).2,3 Mycobacterium tuberculosis sebagai penyebab abses iliopsoas sebenarnya tidak umum di negara barat, tapi sangat umum di negara berkembang. Bakteri penyebab lain antara lain: Proteus sp., Pasteurella multocida, Bacteroides sp., Clostridium sp., Yersinia enterocolitica, Klebsiella sp., methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA), Salmonella sp., Mycobacterium kansasii, dan Mycobacterium xenopi.6,7
Tabel 2. Bakteri penyebab Psoas Abses 2.4 Manifestasi Klinis
Presentasi klinis abses iliopsoas sering bervariasi dan tidak spesifik. Trias klinis pada kondisi ini dimana demam, nyeri punggung dan tungkai hanya terjadi pada 30% pasien. Dikarenakan muskulus psoas dipersarafi oleh L2, L3, dan L4, nyeri dapat menyebar hingga panggul dan paha. Gejala lain antara lain nyeri abdomen samar, malaise, nausea, dan penurunan berat badan.5,11
8
Gejala Klinis Nyeri punggung/panggul Nyeri abdominal samar Demam Lemas Malaise Penurunan berat badan Benjolan di selangkangan Tabel 3. Gejala klinis yang sering terjadi
Pemeriksaan fisik yang rutin sangat penting untuk penegakkan diagnosa pada penyakit ini. Diagnosa dapat ditegakkan jika pasien diminta untuk memposisikan diri dengan posisi paling nyaman. Posisi ini adalah posisi supine dengan lutut cukup fleksi dan panggul agak rotasi eksternal. Ada tanda-tanda jelas untuk memperoleh diagnosa pasien dengan abses iliopsoas, walaupun sangat tidak spesifik pada konsisi ini. Prinsip dari tes ini adalah muskulus psoas sebagai fleksor utama panggul.5,10 Ada 2 macam test yang dapat dilakukan. Pertama, pemeriksa meletakkan tangannya di bagian proksimal ipsilateral lutut pasien dan pasien diminta untuk mengangkat paha melawan tangan pemeriksa. Tindakan ini akan menyebabkan kontraksi otot psoas dan menimbulkan nyeri. Kedua, posisikan pasien berbaring dalam posisi normal. Hiperekstensi pada panggul yang terinfeksi akan menyebabkan nyeri otot psoas yang teregang. Namun, pemeriksaan ini juga dapat menghasilkan hasil yang positif pada penderita appendisitis dimana sama-sama terdapat inflamasi pada otot iliopsoas namun tanpa terbentuknya abses.5,10,11 Pada pasien dengan abses iliopsoas, pasien mungkin mengeluhkan gejala pembengkakan tanpa rasa nyeri dibawah ligamentum inguinalis. Hal ini akan sulit dibedakan dengan hernia femoralis atau nodus limfatikus inguinal yang membesar. Pada
9
keadaan abses iliopsoas, massa/benjolan yang membesar di daerah inguinal ini akan keluar saat batuk dan dapat masuk kembali.10,11 Abses iliopsoas sekunder Karena Chron’s disease dapat menekan ureter dan menyebabkan hidronefrosis. Tumor yang berasal dari organ dalam rongga pelvis atau regio lumbalis juga dapat tumbuh menyerupai abses iliopsoas. Abses iliopsoas yang besar dapat muncul bersamaan dengan deep vein thrombosis (DVT). Penyebab thrombosis dikarenakan kompresi ekstrinsik vena iliaca oleh karena abses iliopsoas.5,10,11 2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, C-reactive protein/CRP, LED, kultur darah), pemeriksaan radiologis: BNO-IVP, Barium Enema, USG, CT-Scan, MRI.11,12,13 Pada
pemeriksaan
laboratorium,
didapatkan
hasil
peningkatan
leukosit,
peningkatan CRP, anemia, dan peningkatan Laju Endap Darah (LED). Pada pemeriksaan kultur darah dapat ditemukan organisme penyebab abses. Pemeriksaan radiologis awal antara lain radiografi pada renal, ureter, dan vesica urinaria (BNO), dapat pula digunakan IVU/IVP (Intravenous urogram/pyelogram) atau barium enema. Namun, pemeriksaan radiologi tidak begitu spesifik ataupun sensitif dan tidak banyak membantu untuk mendiagnosa abses iliopsoas. Terkadang, abses yang berbentuk gas dapat terlihat sebagai bayangan gas yang berbintik di rongga retroperitoneum.11,12,13,14 Pemeriksaan USG (Ultrasound Sonografi) terjangkau, tidak memiliki efek samping radiasi, dan mudah digunakan. Namun, pemeriksaan ini sangat operator dependent. Abses iliopsoas dapat terdiagnosa dengan USG hanya pada 60% kasus.
10
Rongga retroperitoneal sulit untuk dilihat secara ultrasonic dan dapat dikaburkan oleh gas usus.13,14
Gambar 3. Hasil CT-Scan Abses Iliopsoas Bilateral disertai Abses Paha
Gambar 4. Hasil CT-Scan Abdomen dan Pelvis menunjukkan abses psoas kanan CT-Scan (Computed Tomography) seharusnya dilakukan untuk diagnose definitive dan merupakan gold standard untuk pasien dengan keadaan abses iliopsoas. CT-scan dapat berguna untuk menentukan batas abses, walaupun tidak dapat dibedakan antara abses atau hematoma. Namun, CT-Scan dapat memberikan gambaran negatif palsu bila abses tidak mengandung udara, atenuasi rendah. Beberapa peneliti meyakini bahwa MRI (Magnetic Resonance Imaging) lebih efektif dibandingkan dengan CT-Scan karena tingkat spesifitas dan sensitifitas yang sangat tinggi untuk membedakan berbagai soft tissue dan kemampuannya untuk
11
memperlihatkan abses dinding dan struktur disekitarnya tanpa memerlukan media kontras intravena. MRI retroperitoneal dapat digunakan untuk mendiagnosa Crohn’s disease dan sumber infeksi utama lainnya.12,14 2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meliputi penggunaan antibiotik yang sesuai bersamaan dengan drainasi abses. Pengetahuan yang adekuat terkait organisme penyebab abses dapat menjadi panduan untuk memilih terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur bakteri yang dilakukan. Kultur bakteri dilakukan dengan sampel cairan abses dan dilakukan uji kepekaan untuk melihat sensitifas antibiotik terhadap bakteri. Pada pasien yang diduga menderita abses iliopsoas primer, antibiotic antistaphylococcal harus diberikan terlebih dahulu sebelum hasil kultur keluar. Pada abses iliopsoas sekunder, pasien dapat diberikan antibiotic spektrium luas seperti clindamycin, penicillin antistaphylococcal, dan golongan aminoglikosa.12,13,14 Drainase abses dapat dilakukan secara drainase perkutan dengan bantuan CT-scan (PCD/Percutaneous Drainage) atau lewat prosedur pembedahan (surgical drainage). PCD lebih tidak invasif dan telah menjadi teknik drainase pilihan. Mueller et al melaporkan aplikasi PCD pertama pada abses iliopsoas di tahun 1984. Pada sebuah studi dari 22 pasien dimana 20 pasien mengalami abses iliopsoas primer dan 2 pasien mengalami abses iliopsoas sekunder, Cantasdemir et al menemukan bahwa PCD efektif pada 21 dari 22 pasien. Prosedur ini juga memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang rendah.14,15 Tindakan operatif dapat dilakukan atas indikasi:14 1. Tindakan PCD gagal untuk menghilangkan pus;
12
2. Pasien memiliki kontraindikasi dari tindakan PCD, antara lain kelainan pembekuan darah; 3. Terdapatnya keadaan patologis intraabdominal lainnya yang membutuhkan operasi. Pada pasien dengan Crohn’s disease, dilakukannya tindakan operasi tunggal untuk mendrainase abses dan reseksi usus diperlukan. Terkadang, PCD dapat berguna sebagai terapi inisial untuk memperbaiki kondisi pasien sebelum operasi dilakukan. Pemberian antibiotik dapat dilanjutkan hingga 2 minggu setelah drainase abses selesai.14,15 2.7 Diagnosis Banding Diagnosa banding abses iliopsoas11:
Diverticulitis: Biasanya pada sisi sebelah kiri. Manifestasi klinis berupa rasa nyeri di
area serupa, tapi jarang memberikan gangguan saraf sensoris di akar L1-L3
Appendicitis: terjadi pada keadaan yang sama dengan abses psoas. Namun dapat
dibedakan dengan melihat riwayat migrating pain dan McBurney’s sign yang positif. Walaupun demikian, “ psoas sign” dapat terjadi baik pada apendisitis maupun abses psoas.
Muscle strain : biasanya dikarenakan trauma otot pada pasien. Pola radiaton pain
yang terlihat pada abses psoas biasanya tidak ada. Pada keadaan ini juga tidak ada gejala sistemik.
Meralgia
paresthetica:
sering
menyebabkan
parestesia
namun
juga
dapat
menyebabkan nyeri tembak ke paha anterior dan lateral karena kompresi dari nervus cutaneous femoralis lateral disekitar selangkangan.
Sciatica: nyeri punggung akibat iritasi nervus lumbal atau sacral yang menyebar ke
13
posterior atau lateral paha, lutut, atau tungkai. Dan juga, dapat meliputi dorsal kaki, jari kaki I atau II dan III (L5), atau plantar kaki dan jari kaki ke IV dan V (S1) membuat tidak terlihat seperti abses iliopsoas. Keadaan parestesi di sepanjang nyeri dapat mengarah ke sciatica.
Renal colic/pyelonephritis: kondisi ini menyebabkan nyeri flank yang dapat
menyebar ke selangkangan bersamaan dengan mual dan muntah yang menjadi gejala umum. Demam dan malaise jarang terjadi kecuali bila terdapat infeksi renal yang berhubungan.
Endometriosis: pada wanita, endometriosis retroperitoneal dapat timbul bersamaan
dengan nyeri abdominal dan pinggul kiri.
Primary Ewing sarcoma: jarang berasal dari kolumna spinalis namun karena Ewing
sarcoma adalah tumor tulang yang sangat agresif dengan proliferasi yang tinggi dan juga invasif, gejala klinik yang muncul dan pemeriksaan radiologi yang ada dapat menyerupai penemuan patologis dan penyakit infeksius.
Septic Arthritis of Hip: baik abses iliopsoas maupun septic arthritis of hip dapat
timbul dengan gejala lemas dan nyeri pinggul. Nyeri abdominal lebih mengarah ke diagnose abses iliopsoas, namun nyeri alih ke paha dan punggung dapat terjadi pada keduanya. Keduanya juga sama-sama memiliki gejala sistemik seperti demam.
Abdominal Aortic Aneurysm: aneurisme aorta abdominalis yang meluas atau
rupture menunjukkan onset yang berbahaya, nyeri abdomen samar, atau nyeri punggung/flank. Diferential diagnosa penyakit ini tidak boleh terlewat.
14
BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Identitas
Nama
: Tn. HR
Umur
: 33 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan
Masuk Rumah Sakit sejak 4 Desember 2017
: Tukang Ojek
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri pada perut kanan bawah
Riwayat penyakit sekarang : Pasien rujukan dari Puskesmas Bakunase dengan tumor intraabdomen. Pasien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah yang menjalar ke uluh hati dan punggung bagian kanan. Nyeri dirasakan hilang timbul dan memberat jika daerah perut kanan bawah dan punggung ditekan, serta setelah pasien makan perut nanan bawah akan terasa nyeri dan teraba keras. Nyeri berkurang saat pasien berbaring. Keluhan nyeri muncul sejak tahun 2013, tetapi memberat sejak bulan November 2017. Pasien mengeluh BAB mencret sejak 5 hari Sebelum MRS dan pasien mengeluh nyeri dan rasa sesak saat BAK. Demam (+), mual dan muntah (-), flatus (+), keringat malam (+), dan setiap sore pasien mengeluh selalu mengigil.
Riwayat penyakit dahulu : -
Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama
Riwayat pengobatan : Pasien tidak pernah berobat ke poli bedah dan disarankan untuk operasi tetapi sedang menunggu jadwal operasi.
3.3 Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS : E4V5M6
15
Tanda-tanda vital :
– Tekanan darah : 100/70 mmHg – Nadi : 74x/menit, reguler – RR : 24x/menit – Suhu : 37 ºC
Kepala : jejas (-), Normocephal
Mata :Conjungtiva Anemis (+/+), pupil isokor, RCL (+/+)
Hidung : Rhinore (-), epistaksis (-)
Leher : terdapat bekas luka kering di daerah region koli sinistra
Pulmo : -
I : pengembangan dada simetris, retraksi (-)
-
P : Nyeri tekan (-), krepitasi (-)
-
P : sonor pada seluruh lapangan paru
-
A : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop(-)
Abdomen :
-
I :Datar, supel, jejas (-), massa (-)
-
A : bising usus (+) kesan normal
-
P : Nyeri Tekan (+), teraba benjolan diameter ±4cm, lunak, mobile.
-
P : timpani
Ekstremitas
– Look : jejas (-) – Feel : CRT ˂2detik, akral hangat – Movement : dbn
16
3.4 Pemeriksaan Penunjang
USG
Kesimpulan: Susp. TB Usus + Abses Psoas Dextra Laboratorium (4 Desember 2017)
Hemoglobin: 3,0 g/dL (L)
MCV: 64,5 fL (L)
Jml. Eritrosit: 1,38 x106/uL (L)
MCH: 21,7 pg (L)
Hematokrit: 8,9% (L)
Jml. Lekosit: 10,90 x103/uL (H)
17
Eosinofil: 0,2% (L)
GDS: 66 mg/dL (L)
Basofil: 0,7%
Ur/Cr: 24,40 mg/dL / 0,82 mg/dL
Nautrofil: 84,5% (H)
Natrium Darah: 128 mmol/L (L)
Limfosit: 7,0% (L)
Kalium Darah: 4,3 mmol/L
Monosit: 7,6%
Clorida Darah: 99 mmol/L
Jml. Trombosit: 132 x103/uL
Calsium: 1.520 mmol/L (H)
3.5 Assessment
TB Millier + Abses Psoas + Abses Skrotum 3.6 Planning
Terapi OAT
Drainase abses Pagi dan Sore
Paracetamol 3 x 500mg (iv)
Ketorolac 3 x 1 amp (iv)
3.7 Follow Up
5 Desember 2017 S: Nyeri pada panggul kanan dan perut kanan bagian bawah, BAB mencret. O: - TD: 100/60 mmHg - N: 65x/menit - S: 37,8°C - RR: 24x/menit -NT (+) pada perut kanan bawah, BU (+) kesan menurun
18
A: Susp. Abses Psoas P: - IVFD RL:D5 1:1 1000cc/24jam - Ceftriaxone 2x 1 gr (iv) - Paracetamol 3 x 1gr (drip) - Rencana USG Abdomen
6 Desember 2017 S: Nyeri pada panggul kanan dan perut kanan bagian bawah, BAB mencret, Demam (+), setiap sore mengigil, nyeri BAK (+). O: - TD: 100/60 mmHg - N: 92x/menit - S: 38,0°C - RR: 24x/menit -NT (+) pada perut kanan bawah, BU (+) kesan menurun, teraba massa. USG: Susp. TB usus dan Abses Psoas dextra A: Susp. Periapendikuler Infiltrat DD: Abses Psoas + TB Usus + Anemia P: - IVFD RL:D5 1:1 1000cc/24jam - Ceftriaxone 2x 1 gr (iv) - Paracetamol 3 x 1gr (drip) - Transfusi PRC 1 Kolf/ hari - Konsul Bedah Umum (dr. Alders,Sp.B)
7 Desember 2017
19
S: Nyeri pada panggul kanan dan perut kanan bagian bawah, BAB mencret, Demam (+), setiap sore mengigil, nyeri BAK (+). O: - TD: 100/60 mmHg - N: 92x/menit - S: 38,0°C - RR: 24x/menit -NT (+) pada perut kanan bawah, BU (+) kesan menurun, teraba massa. A: Susp. Periapendikuler Infiltrat DD: Abses Psoas + TB Usus + Anemia P: - Ct-Scan Abdomen - Tirah Baring Total - Diet lunak tanpa serat - IVFD RL:D5 2:2 2500cc/24jam - Ceftriaxone 2x 1 gr (iv) - Paracetamol 3 x 1gr (drip) - Metronidazole 3x500mg (drip) hari 1 - Ranitidine 2 x1amp (iv) - Transfusi PRC 1 Kolf/ hari
8 Desember 2017 S: Nyeri pada panggul kanan dan perut kanan bagian bawah, BAB mencret, Demam (+), setiap sore mengigil, nyeri BAK (+). O: - TD: 110/70 mmHg - N: 92x/menit
20
- S: 38,4°C - RR: 24x/menit -NT (+) pada perut kanan bawah, BU (+) kesan menurun, teraba massa. A: Susp. Periapendikuler Infiltrat DD: Abses Psoas + TB Usus + Anemia P: - Tirah Baring Total - Diet lunak tanpa serat - IVFD RL:D5 2:2 2500cc/24jam - Ceftriaxone 2x 1 gr (iv) - Paracetamol 3 x 1gr (drip) - Metronidazole 3x500mg (drip) hari 2 - Ranitidine 2 x1amp (iv) - Transfusi PRC 1 Kolf/ hari Laboratorium:
o
Hemoglobin: 8,9 g/dL (L)
o
Jml. Eritrosit: 3,99 x106/uL (L)
o
Hematokrit: 26,1% (L)
o
MCV: 65,4 fL (L)
o
MCH: 22,3 pg (L)
o
Jml. Lekosit: 8,86 x103/uL
o
Eosinofil: 0,2% (L)
o
Basofil: 0,8%
o
Nautrofil: 81,9% (H)
o
Limfosit: 0,56% (L)
o
Monosit: 10,8% (H)
o
Jml. Trombosit: 299 x103/uL
o
Laju Endap Darah: 72 mm/jam (H)
o
Malaria Mikroskopik: tidak ditemukan
21
9 Desember 2017 S: keluar nanah dari skrotum kanan, nyeri pada panggul kanan dan perut kanan bagian bawah serta punggung bagian kanan, BAB mencret, Demam (+), setiap sore mengigil, nyeri BAK (+). O: - TD: 110/70 mmHg - N: 92x/menit - S: 38,4°C - RR: 24x/menit -NT (+) pada perut kanan bawah, BU (+) kesan menurun, teraba massa - Skrotum: edema, hiperemis, pus(+), NT (+). Ct-Scan: Abses Psoas A: Anemia gravis + Abses Psoas dextra + Abses Skrotum Dextra. P: - Tirah Baring Total - Diet lunak tanpa serat - IVFD RL:D5 2:2 2500cc/24jam - Ceftriaxone 2x 1 gr (iv) - Paracetamol 3 x 1gr (drip) - Metronidazole 3x500mg (drip) hari 3 - Ranitidine 2 x1amp (iv) - Ketorolac 3 x 1 amp (iv) - Transfusi PRC 1 Kolf/ hari - Drainase abses dari skrotum pagi-sore - Kultur pus dari skrotum
22
10 Desember 2017 S: Pasien mengeluh masih merasa nyeri pada perut kanan bawah dan dam pada punggung kanan, keluar nanah dari skrotum kanan, BAB mencret, nyeri BAK (+). O: - TD: 110/70 mmHg - N: 96x/menit - S: 37,2°C - RR: 20x/menit -NT (+) pada perut kanan bawah dan lumbal dextra, BU (+) kesan menurun - Skrotum: edema, hiperemis, pus(+), NT (+). A: Anemia gravis + Abses Psoas dextra+ Abses Skrotum Dex tra. P: - Tirah Baring Total - Diet lunak tanpa serat - IVFD RL:D5 2:2 2500cc/24jam - Ceftriaxone 2x 1 gr (iv) - Paracetamol 3 x 1gr (drip) - Metronidazole 3x500mg (drip) - Ranitidine 2 x1amp (iv) - Ketorolac 3 x 1 amp (iv) - Drainase abses dari skrotum pagi-sore - Transfusi PRC (STOP) Laboratorium:
o
Jml. Eritrosit: 4,70 x106/uL
o
o
Hematokrit: 31,4% (L)
Hemoglobin: 10,8 g/dL (L)
23
o
MCV: 66,8 fL (L)
o
Nautrofil: 88,0% (H)
o
MCH: 23,0 pg (L)
o
Limfosit: 0,57% (L)
o
Jml. Lekosit: 10,08 x103/uL (H)
o
Monosit: 0,57% (L)
o
Eosinofil: 0,1% (L)
o
Jml. Trombosit: 295 x103/uL
o
Basofil: 0,5%
11 Desember 2017 S: Pasien mengeluh masih merasa nyeri pada perut kanan bawah dan dam pada punggung kanan, keluar nanah dari skrotum kanan, BAB mencret, Demam (+), setiap sore mengigil, nyeri BAK (+). O: - TD: 90/60 mmHg - N: 104x/menit - S: 38,0°C - RR: 20x/menit -NT (+) pada perut kanan bawah dan lumbal dextra, BU (+) kesan menurun - Skrotum: edema, hiperemis, pus(+), NT (+). A: Anemia gravis + Abses Psoas dextra+ Abses Skrotum Dextra. P: - Tirah Baring Total - Diet lunak tanpa serat - IVFD RL:D5 2:2 2500cc/24jam - Ceftriaxone 2x 1 gr (iv) (STOP) - Paracetamol 3 x 1gr (drip) - Metronidazole 3x500mg (drip) (STOP)
24
- Ranitidine 2 x1amp (iv) - Ketorolac 3 x 1 amp (iv) - Drainase abses dari skrotum pagi-sore Laboratorium:
o
Hemoglobin: 11,1 g/dL (L)
o
Hematokrit: 32,5% (L)
o
Jml. Lekosit: 8,57 x103/uL
o
Neutrofil: 82,7% (H)
o
Limfosit: 7,0% (L)
o
Jml. Trombosit: 281 x103/uL
o
GDS: 107 mg/dL
o
Ur/Cr: 14,98 mg/dL / 0,66 mg/dL
o
SGPT/ SGOT: 29/ 67 (H)
o
APT/APTT: 12,2”/ 45,2” (H)
12 Desember 2017 S: Pasien mengeluh masih merasa nyeri pada perut kanan bawah dan dam pada punggung kanan, keluar nanah dari skrotum kanan, BAB mencret, Demam (+), setiap sore mengigil, nyeri BAK (+). O: - TD: 120/70 mmHg - N: 88x/menit - S: 37,8°C - RR: 20x/menit
25
-NT (+) pada perut kanan bawah dan lumbal dextra, BU (+) kesan menurun. - Skrotum: edema, hiperemis, pus(+), NT (+). Radiologi: Foto Thorax: TB MILIER A: TB Millier + Abses Psoas dextra+ Abses Skrotum Dextra. P: - Tirah Baring Total - Diet lunak tanpa serat - IVFD RL:D5 2:2 2500cc/24jam - Paracetamol 3 x 1gr (drip) - Ranitidine 2 x1amp (iv) - Ketorolac 3 x 1 amp (iv) - Drainase abses dari skrotum pagi-sore
13 Desember 2017 S: Pasien mengeluh masih merasa nyeri pada perut kanan bawah dan dam pada punggung kanan, keluar nanah dari skrotum kanan, BAB mencret, Demam (+), setiap sore mengigil, nyeri BAK (+). O: - TD: 110/60 mmHg - N: 80x/menit - S: 38,5°C - RR: 20x/menit -NT (+) pada perut kanan bawah dan lumbal dextra, BU (+) kesan menurun.
26
- Skrotum: edema, hiperemis, pus(+), NT (+). A: TB Millier + Abses Psoas dextra+ Abses Skrotum Dextra. P: - Debrideneb setelah OAT 2 minggu - Paracetamol 3 x 500mg (iv) - Ketorolac 3 x 1 amp (iv) - Drainase abses dari skrotum pagi-sore
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Yadav R.P., Agrawal C.S., Andhikary S., Kumar M., Regmi R., Amatya R., Gupta R.K. 2007. Iliopsoas abscess: analysis and perspective from an endemic region of Eastern Nepal. Kathmandu University Medical Journal . 5(4):497-500 2. Bagul N.B., Abeysekara A.M.S. 2008. Primary psoas abscess due to Streptococcus milleri. Ann Clin Microbiol Antimicrobials. 7:7 3. Ricci M.A., Rose F.B., Meyer K.K. 1986. Pyogenic psoas abscess: worldwide variations in etiology. World J Surg . 10:834-843 4. Bartolo D.C., Ebbs S.R., Cooper M.J. 1987. Psoas abscess in Bristol: a 10 year review. International Journal Colorectal Disease. 2:72-6 5. Todkar M. 2005. Case report: psoas abscess – unusual etiology of groin pain. MedGenMed . 7(3):10. 6. Lopez N.V., Ramos J.M., Meseguer V., et al . 2009. Microbiology and outcome of iliopsoas abscess in 124 pasien. Medicine. 88(2): 120-30 7. Bresee J.S., Edward M.S. 1990. Psoas abscess in children. Pediatric Infection Disease Journal. 9:201-206 8. Elliott C. 2013. Paediatric iliopsoas abscess: a case report. Australasian Journal of Ultrasound in Medicine. 16(4):198-201 9. Mallick I.H., Thoufeeq M.H., Rajendran T.P. 2004. Iliopsoas abscesses. BMJ Journal . 80:459-462 10. Ozgur C., Ozayar A., Uzun T., Tuna Y. 2012. Psoas abscess due to appendicitis; case report and review of the literature. Journal of Clinical and Analytical Medicine. 3(3): 344-346 11. Shields D., Robinson P., Crowley T.P. 2012. Iliopsoas abscess – a review and update on the literature. International Journal of Surgery. 10(2012):466-469 12. Singal R., Mittal A., Gupta S., Naredi B., Singh M. 2013. Giant primary psoas abscess: masquerading peritonitis-for diagnosis and treatment. Acta Medica Indonesiana. 45(2): 136-140 13. Tabrizan P., Nguyen S., Greenstein A., Rajhbeharrysingh U., Divino C.M. 2009. Management and treatment of iliopsoas abscess. The Journal of The American
28
Medical Association. 144 (10):946-949 14. Mueller P.R., Ferrucci J.T. Jr., Wittenberg J., et al . 1984. Iliopsoas abscess: treatment by CT-guided percutaneous catheter drainage. Am J Roentgenol . 142:359-362 15. Cantasdemir M., Kara B., Cebi D, et al . 2003. Computed tomography-guided percutaneous catheter drainage of primary and secondary iliopsoas abscesses. Clin Radiol . 58:811-815
View more...
Comments