protap ortopedi
July 21, 2017 | Author: Benny Franclin Suripatty | Category: N/A
Short Description
uncen...
Description
I. TRAUMA VERTEBRA CERVICAL Tujuan utama dari manajemen trauma vertebra adalah : 1. Painless stable spine (stabilitas vertebra bebas nyeri) 2. Mencegah komplikasi pada medulla spinalis Gangguan stabilitas ada 2 macam : 1. Gangguan stabilitas permanen Terjadi bila lesi / kerusakan lewat diskus atau jaringan lunak. Dalam hal ini mutlak diperlukan stabilisasi anterior, posterior atau kombinasi anterior dan posterir tergantung dari kerusakannya. 2. Gangguan stabilitas temporer Terjadi bila lesi lewat komponen tulang. Tindakan stabilitas konservatif, kecuali bila
ada
desakan
fragmen
ke
spinal
canal
yang
menimbulkan
spinal
encroachment dengan neurologic deficit. Kriteria untuk melihat adanya instabilitas secara radiologis :
Dislokasi facet >50%
Los of paralelism dari facet joint
Vertebrae body angles >110 pada posisi fleksi
Widening interspinous space
Pelebaran ADI ( Atlanto Dental Interval) >3,5mm pada dewasa dan >5mm pada anak-anak
Pelebaran body mass C1 terhadap corpus C2 (axis) >7mm pada foto AP
PENANGANAN CIDERA AKUT CERVICAL TANPA GANGGUAN NEUROLOGIS 1. Cervical Sprain Derajat I dan II oleh karena Whiplash Injury :
Plain foto cervical AP / Lat tidak tampak kelainan
Pasang Collar brace selama 6 minggu
Ulangan dinamic
foto setelah 3 – 6 minggu pasca trauma untuk melihat
adanya chronic instability 2. Dislokasi Cervical Spine
Sebaiknya dilakukan emergency closed reduction dengan atau tanpa anestesi. Dianjurkan tanpa anestesi tapi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
cukup dengan premedikasi. 1
Keuntungan teknik ini adalah masih adanya kontrol otot-otot leher yang dapat mencegah over stretching dari medulla spinalis.
Reposisi dilakukan dengan pertolongan image intensifier proyeksi lateral. Bila fasilitas tidak ada, sebaiknya dikerjakan dengan gradual traction memakai crutch field dengan bandul bertahap dan kontrol x-ray proyeksi lateral.
OPERASI Tujuan Stabilitas Stabilitas mutlak diperlukan untuk mencegh kerusakan medulla spinalis akibat instabilitas Pada kondisi stabil, penyembuhan jaringan lunak akan lebih baik. Indikasi Operasi Instability ( C1≥2) Spinal canal enrochment >30% Neurologic deficit (complete / incomplete) Waktu Operasi Dianjurkan urgent : herniasi discus dan burst fracture yang menimbulkan canal enroachment tanpa posterior ligamentum instability. Posterior untuk : bilateral facet dislocation yang disertai putusnya posterior ligament complex.
Standar tenaga Ahli Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
2
3. Fracture of the Atlas (Jefferson’s fracture)
MOI : axial loading : menghasilkan bursiting fracture os atlas dengan displacement fragment secara sentripetal.
Sign & symptom Nyeri leher bagian atas atau occipital neuralgia dan torticalis Kadang-kadang tidak dapat mempertahankan kepada dalm posisi tegak (sense of stability) kepala ditopang dengan kedua tangan Deficit neurologis sangat jarang terjadi oleh karena terdapat disporporsi yang besar antara spinal cord dan spinal canal pad cervical bagian atas Bila terdapat kelumpuhan biasanya dalam bentuk pentaplegia yang berakibat fatal dan penderita tidak sempat masuk rumah sakit
Diagnostik Foto standar AP (open Mouth View) terjadi displacement body mass Foto laterl : fraktur dri arcus posterior CT-scan
Konsultasi Ahli rehabilitasi medis
Therapy Konservatif dengan minerva jacket atau halo traction selama 3 bulan Operatif : bila disertai deng ruptur ligament transversum (dilakukan stabilisasi posterior dengan posterior fusion antara occipital, vertebrae cervicl 1 dan vertebral cervical 2 Rupture ligament : transversum bisa dilihat pada foto AP terdapat lateral displacement dari body mass C1 terhadap C2 >7mm
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
3
Informed Consent Perlu secara tertulis
Standar tenaga Ahli Ortopedi
4. Fracture os odontoid
MOI : Kejatuhan benda berat di kepala kkl
Sign & Symptoms : Nyeri pada setiap pergerakan leher Nyeri pada leher bagian belakang : occipital neuralgia Torticolis dan accipito cervical instability Neurologic
deficit
akibat
terangsangnya
n.
occipitalis
mayor
dan
menimbulkan occipital neuralgia atau rasa tebal pada daerah occipital Penyulit : Pentaplegia akibat penekanan batang
otak oleh odontoi
berakhir dengan kematian
Diagnostik : Foto proyeksi AP/lat Tomografi AP/lat Kalau perlu dikerjakan dynamic x-ray untuk memastikan ada tidaknya instability Pada proyeksi lateral : terjadi instability bila ADI > 3,5 mm pada dewasa, ADI > 5 mm pada anak-anak. Pada foto proyeksi open mouth menurut Anderson & Alanzo dibagi 3 tipe: Type I : fracture diujung odontoid Type II : fracture di basis odontoid : paling sering terjadi non union Type III : fracture ditubuh C2 (body of C2)
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
4
Therapy Konservatif : immobilisasi dengan cructh field, kemudian dilanjutkan dengan minerva jacket Operatif : bila terdapat instability C1 & C2
Informed Consent Perlu secara tertulis
Standar tenaga Ahli Ortopedi
5. Traumatic Spondylolisthesis of The Axis (Hangman’s Fracture)
Definisi Fraktur dislokasi pedikel vertebrae C2
MOI Axial loading
pada posisi extensi cervical putusnya part. interarticular
VC2 putusnya anterior longitudinal ligament robeknya diskus anterior C2 & C3 serta pelebarannya part. interarticular & pergeseran ke posterior instability
Diagnostik Foto proyeksi lateral : terdapat fraktur part inter articularis dengan subluksasi anterior dari VC1 dan body vertebrae C2 terhadap C3
Konsultasi Ahli rehabilitasi medis
Therapy Pada type I dan II (stabil) dapat konservatif dengan minerva jacket, four boster brace atau halo cast selama 8 – 12 minggu
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
5
Pada type III dimana terjadi dislokasi terhadap C3 dilakukan operatif dengan stabilisasi interval
Informed Consent Perlu secara tertulis
Standar tenaga Ahli Ortopedi
6. Lower cervicl spine injury (VC3 – 7)
MOI Axial loading fracture kompresi Hyperflexi Whiplash injury (extensi & diikuti flexi) Distraksi & rotasi
Type fracture Type vertikal Type kompresi Unilateral facet dislokasi Bilateral facet dislokasi Tear drop
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
6
“clay schoveler” fracture
Sign & symptom Nyeri leher pasca trauma, kaku leher dan gangguan pergerakan oleh karena spasme otot-otot pada vertebral Bila terdapat lesi spinal cord, antara lain : anterior cord syndrome brown sequard syndrome complete transection central syndrome
Diagnostik Foto cervical standard AP / Lat Tidak jelas Dynamic cervical proyeksi lateral Terdapat instability bila :
Displacement facet joint >50%
Loss of paralelisme dari facet joint
Vertebrae body angle > 110
Pelebaran interspinosus
Pergeseran vertebrae body ke anterior >3,55mm
Bila tidak jelas Tomogram Tidak jelas CT-scan dengan atau tanpa kontras MRI 3 TD (tri dimentional tomogram)
Konsultasi Ahli rehabilisi medis
Therapy Stabil misal pada type kompresi konservatif dengan collar brace minerva jacket 8 – 12 mg. Harus dievaluasi radiologis agar tidak timbul kyphosis deformity problem static & neurologis
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
7
Operatif : pada type kompresi dengan kyphosis pada dislokasi
Informed Consent Perlu secara tertulis
Standar tenaga Ahli Ortopedi
7. Dislokasi cervical bawah
MOI Sering pada “whiplash” terjadi robekan komponen posterior kompleks & herniasi discus
Sign & Symptom Nyeri leher yang menjalar ke bahu dan kedua lengan pergerakan leher terbatas oleh karena spasme otot-otot paravertebral
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
8
Kelumpuhan
keempat
anggota
gerak
oleh
karena
penekanan
tau
penyempitan spinal canal atau herniasi discus Gangguan dapat berupa : brown sequard misal pada unilateral facet dislokasi anterior facet syndrome complete transection central cord syndrome
Diagnostik Foto standar cervical AP / Lat bila tidak tampak oleh karena auto reposisi Dynamic lateral atau test white (traksi leher 3 – 5 kilo dan dokontrol apakah ada “pelebaran interdistal” pada foto atau image intensifier proyeksi lateral Mielografi dikerjakan bila ada kecurigaan herniasi diskus CT-scan with / without contras MRI
Konsultasi Ahli rehabilisi medis Ahli jiwa
Therapy Mutlak perlu stabilisasi setelah reposisi Posterior stabilisasi & fusi : bila tidak ada herniasi discus Anterior dekompresi dilanjutkan posterior fusi dan stabilisasi bila ada herniasi discus Tidak pernah dilakukan laminectomy
Informed Consent Perlu secara tertulis
Standar tenaga Ahli Ortopedi
Revaliditas Cidera cervical dengan neurologic deficit diatas segmen thoracl akan terjadi gangguan sistem sympatis harus diperhatikan sistem respirasi, pencernaan, urogenital, kulit dan masalah kejiwaan multidisipliner approach
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
9
Prognosa Baik bila : type stabile tanpa ganggua neurologia incomplete neurology deficti pada brown sequard dan central cord syndrome Jelek bila complete transection dan anterior cord syndrome
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
10
BAGAN TATALAKSANA DIAGNOSIS CIDERA KECURIGAAN FRAKTUR VERTEBRA CERVICALIS
PLAIN PHOTO VERTEBRA CERVICALIS AP / LAT
FRAKTUR (+)
FRAKTUR (+)
TRAKSI CRUCTH NEUROLOGIS (+)
NEUROLOGIS (+)
MACAM CIDERA TRAKSI CRUCTH FIELD HORISONTA L
POST COMPLEX
TOMOGRA FI FRONTAL /
FRAGMEN DALAM FORAMEN
CT-SCAN
ULANGAN PLAIN PHOTO AP/LAT POSISI KHUSUS : DYNAMIC X-RAY CURIGA CERVICAL 1 & 2 : OPEN MOUTH VIEW FRAKTUR (-)
NEUROLOGIS (+) MYELOGRAFI CT MYELOGRAFI
Catatan :
TRAKSI GLISON
NEUROLOGIS (+) TAA
LEPAS TRAKSI GLISON
X-ray dynamic dikerjakan dengan image intensifier atau dengan hati-hati memflexikan leher dan dibuat foto polos lateral pada vertebra cervicalis (dilakukan oleh yang berpengalaman)
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
11
II. FRAKTUR & DISLOKASI VERTEBRATEORACOLUMBAL Batasan : Yang dimaksud dengan cedera tulang belakang disini ialah fraktur atau fraktur dislokasi dari tulang belakang, bisa tanpa disertai gangguan pada medulla spinalis. Klasifikasi 1. Dibagi 2 tipe :
Stabil terdiri dari : Fleksi Ekstensi Lateral bending Kompresi vertikal
Tidak stabil Fraktur rotasi Fraktur tipe “Shearing” Fleksi dislokasi
2. Menurut Frans Dennis :
Tipe kompresi
Tipe burs
Tipe seat bealt
Fraktur dislokasi
3. Menurut R. Louis
Stabil
Tidak stabil : sementara / permanen
Diagnosis 1. Pemeriksaan fisik Didapatkan nyeri tulang punggung, memar atau deformitas penderita diminta menggerakkan kedua tungkai untuk mencari kemungkinan gangguan neurologi pada kedua ekstremitas bawah. Apakah ada kiposis, skoliosis post traumatik. Perlu diingat fraktur daerah thorakal tidak jarang disertai, fraktur costa atau tanda-tanda trauma thoraks. (Gambar 1. Sistematis pemeriksaan penderita) 2. Pemeriksaan radiologis
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
12
Foto polos proyeksi AP / Lat kalau perlu tomografi untuk melihat jenis frakturnya. CT-scan dengan sagital rekonstruksi. MRI.
(Gambar 2.
Penatalaksanaan cedera tulang belakang secara skematis) Managemen 1. Stabil terapi konservatif dengan : Body jacket / plaster selama 8 – 12 minggu 2. Tidak stabil sementara ada 2 pilihan : Bisa konservatif, dapat juga operatif dengan melakukan, stabilisasi interna terutama bila penderita dengan gangguan neurologis Indikasi pembedahan :
Problem instabilitas
Problem statik, bial ada kifosis 25%
Penyempitan kanalis spinalis 30%
Adanya gangguan neurologis
Pembedahan yang dikerjakan :
Reposisi
Dekompresi terhadap penekanan korda spinalis
Stabilisasi dengan fiksasi internal
Konsultasi
Ahli Rehabilitasi medis
Perawatan 1. Pre-stabilisasi
Positioning : tempat tidur kasur dengan alas keras, beberapa bantal dengan bantalan pasir. (Gambar 3. Posisi tidur penderita dengan diganjal bantal
Turning setiap 2 jam (Log Roll) Dengan keuntungan Mencegah ulkus dekubitus Meningkatkan sirkulasi darah Membantu fungsi ginjal Mencegah statis paru-paru Memberikan kesempatan komunikasi (Gambar 4: cara memiringkan penderita)
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
13
(Gambar 5 : cara mengangkat penderita untuk tempat tidur) Terapi latihan luas gerak sendi Dengan tujuan mencegah kontraktur 2. Post stabilisasi
Latihan seperti sebelumnya
Hari ke 3 latihan tegak
Latihan pindah tempat
Latihan berdiri
Latihan ambulasi
Informed Consent
Perlu secara tertulis
Standar tenaga
Ahli Ortopedi
Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
14
(Gambar 1. Sistematis pemeriksaan penderita)
THORACOLUMBAR INJURY
Serial bed rest druing resuscitation and evaluation serial neurologic exam
AP, Lateral radiography CT-scan
Stable injuries Isolated compression fracture of the vertebral body Hyperesteration injury Transverse process fracture
Unstable injury
Flexion distraction injury
Chance injury
Flexion rotation injury
Burst injury
Shaft injury
Spinal distraction Open reduction internal fixation
Closed reduction
Body chest immobilization
Method plastic body jacket early rehabilitation
Symptomatis treatment
(Gambar 2. Penatalaksanaan cedera tulang belakang secara skematis)
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
15
(Gambar 4: cara memiringkan penderita)
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
16
(Gambar 5 : cara mengangkat penderita untuk tempat tidur)
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
17
(Gambar 3. Posisi tidur penderita dengan diganjal bantal)
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
18
III. TRAUMA BAHU 1. Dislokasi sendi sternoklavikula Definisi Terpisahnya sebagian atau seluruh bagian yang membentuk sendi sternoklavikula akibat ruda paksa sekitar sendi tersebut. Klasifikasi Berdasarkan arah dislokasi terhadap bidang koroner dibagi :
Dislokasi anterior : klavikula berada di anterior sternum
Dislokasi posterior
:
klavikula berada di posterior sternum
Prosedur diagnosa Klinis : Anamnesa
Arah gaya dari anterior dan lateral pada bahu anterior disloaksi
Arah gaya dari anterior dada posterior dislokasi
Pemeriksaan
Nyeri dan pembengkakan daerah medial klavikula
Pada posterior dislokasi teraba cekungan pada sisi lateral
Manubrium sterni
Gejala dan tanda gangguan viscera dan vaskuler (terutama ada dislokasi posterior)
Radiologis
AP plain foto bandingkan kanan dan kiri
Foto khusus : 40 – 450 proyeksi kaudal – kranial Hobb’s view
Penanganan Emergency
Perbaikan kondisi umum dan trauma lain
Adanya gangguan viscera dan atau vasculer perlu reduksi segera (pada post dislokasi) bersama bedah thorax
Definitif
Anterior dislokasi biasanya konservatif (shoulder sling 3 minggu)
Posterior dislokasi :
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
19
Asimptom konservatif Simptom (+) reduksi tertutup bila gagal reduksi terbuka fiksasi dengan suture sintetis Komplikasi
Gangguan visera / vaskuler (pada posterior dislokasi)
Fiksasi dengan pin / screw migrasi (+)
Rehabilitasi
Sling bahu 3 – 4 minggu
Paska Op : Sling bahu 3 – 4 minggu Isometric exercise lat. flexi dan ext. rotasi 6 minggu lat. Strenghthening
Konsultasi
Ahli rehabiltiasi medis
Bedah Thoraks
Informed consent
Perlu secara tertulis
Standar tenaga
Ahli Ortopedi
Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
20
2. Fraktur Klavikula Definisi Terputusnya kontiyuitas tulang klavikula akibat ruda paksa Klasifikasi :
Setara patah tulang panjang
Sub klasifikasi untuk fraktur 1/3 distal : Fraktur diantara lig. coracoclavicula & coraco acromial Fraktur tepat di medial perlekatan lig. coracoclavicula Fraktur pada artic. surface sendi acromiaclvicula
Prosedur diagnosa Klinis : Penderita
Nyeri, pembengkakan dan krepitasi pada daerah clavicula
Adakah gejala dan tanda trauma penyerta (vasculer dan atau plexus brachialis, trauma thorax)
Radiologis
AP radiologis
atau : 200 kaudo kranial AP view
Penanganan Emergency
Tindakan khusus (-)
Pada trauma penyerta (+) atasi
Pada open fraktur debridement
Definitif
Closed fraktur close reduction + sling / figure of eight bandage
Open reduction indikasi pada : Open fraktur Vasculer / neural injuri yang membutuhkan repair
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
21
Fraktural bilateral Ipsi lateral scapular fraktural / glenoid neck fraktur Scapulothoratic disosiasi Flail chest Non union Displaced fraktur 1/3 distal + ruptur coracoclavi.ligamen Komplikasi
Injuri vasculer / nervus
Pneumothorax
Infeksi
Informed Consent
Perlu secara tertulis
Standar tenaga
Ahli Ortopedi
Rehabilitasi
7 – 10 hari setelah figure of & perdarahan exercise meningkat, flexi dan extensi rotasi dengan bantuan
Paska bedah (ORIF) Langsung post of nyeri (-)isometric exercise (2-3 minggu) Minggu 3 – 6 : assisted ROM & pendulum exercise Minggu 6 – 12 : aktif exercise >12 minggu : strenghthening program
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
22
3. Akromio klavikula injuri Definisi Rudapaksa yang menyebabkan lesi pada ligamen akromioklavikula dengan atau tanpa lesi pada perletakannya pada tulang. Klasifikasi : dasar : tingkat parah injuri penyerta pada soft tissue Grade
I :
Injuri kapsul yang stabil
Grade
II :
Kapsul disrupsi total + lig. Coraclavicula sebagian
Grade
III :
Kapsul dan lig. Coraclavicula disrupsi total + klavikula
displaced superior Grade
III :
Dibagi menjadi :
Grade
IV :
Klavikula
displace
superior
(perlekatan
deltoid
trapezius terputus total) Grade
VI :
Subcoracoid dislocation
Prosedur diagnosa Klinis
Edema, ekimosis, nyeri didaerah AC joint
Deformitas (+) pada injuri yang parah
Catat : Status vasculer / sensorik / motoris Injuri thorax sekitarnya Kondisi daerah proksimal ekstremitas sebelahnya
Radiologis
Radiologi thorax AP
Kalau perlu Proyeksi kaudo kranial kedua clavicula pada satu film
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
23
&
Stress foto Penanganan Emergency
Tidak diperlukan kecuali diperlukan explore injury art axillres & trauma yang parah
Definitif
Grade I & II konservatif
Grade III Rekonstruksi : weaver – bunn proc Indikasi lain :
Grade III + ipsilateral trauma thorax / periscapsular injuri
Komplikasi
Pada Grade III degeneratif arthritis simptomatic perlu reseksi clavicula distal
Chronic instability pada Grade III perlu reseksi distal clavicula + rekonstruksi lig. Coracoclavic
Rehabilitasi
Shouler sling 3 – 4 minggu + isometric deltoid exercise
Akhir minggu 3 – 4 minggu pendular exercise
6 – 8 minggu post op : aktif ROM
Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
24
4. Fraktur Skapula Definisi
Hilangnya kontiyuitas dari masing-masing tulang skapula
Klasifikasi
Berdasarkan regio anatomi yang terkena corpus, collum, glenoid atau acromion
Prosedur diagnosa Klinis
Cacat trauma : kepala, thorax, abdomen, spinal, pelvis
Lokal : kontusi, edema, nyeri didaerah shoulder girdle
Cacat injuri penyerta : AC disruption fr. Clavicula Arteri axillaris Nervus axillaris & muskulokutaneus Flexus brachialis
Radiologis
Skapula proyeksi : AP / Lat / axillary view
Khusus : indikasi
Arteriografi
CT-scan
EMG
Penanganan
Emergency Tidak diperlukan kecuali ada lesi pembuluh darah
Definitif Indikasi operasi (ORIF) Displaced fr. Akromion Displaced (>2-3 mm) fr. Korpus Fr. Collum dengan ipsilateral fr. Clavicula
Komplikasi
Loss of motion sendi scapulothoracus & glenohumeral
Injury n. suprascapulla & axillaris
Rehabilitasi Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
25
Segera nyeri hilang : deltoid isometric exercise
Shoulder sling dipakai s/d wound healing
Wound healing (+) : isometric exercise + assisted ROM exercise
4 – 6 minggu post op : aktif ROM
6 – 8 minggu post op : strengthening exercise
Informed Consent
Perlu secara tertulis
Standar tenaga
Ahli Ortopedi
Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
26
5. Glenohumeral dislokasi Definisi
Terpisahnya
sebagian
atau
seluruh
bagian
yang
membentuk
sendi
glenohumeral akibat rudapaksa Klasifikasi
Dasar : displacement caput humeri : anterior / posterior / inferior dislokasi
Prosedur diagnose Klinis
Anterior dislokasi Posisi menahan lengan atas adduksi (menempel pada sisi badan) Deformitas bisa nampak langsung atau teraba ROM aktif / pasif menurun Catat status vasculer / nervus
Posterior dislokasi Posisi lengan atas exorotasi & slight abduksi Teraba “kosong” pada regio deltoid anterior
Inferior dislokasi Teraba caput di aksila Daerah kosong regio deltoid
Radiologis AP / Lat & axillary view (rutin) Post. Dislokasi perlu CT-scan Arteriografi / EMG
Penanganan Emergency
Atasi trauma prioritas (ABC)
Closed reduction dalam selaksasi & analgesia adekwat (tehnik Bigellow, stimson, Hippocrates)
Post reduksi shoulder sling + velpeau
Definitf
Indikasi open reduction Anterior displaced yang significant dari fr. Glenoidrim
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
27
Komplikasi
Reccurent dislokasi
Posterior dislokasi sering misdiagnosed
Rehabilitasi
Segera deltoid isometric exercise
2 – 3 minggu post op : streeching exercise untuk internal & eksternal rotation
Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
28
IV. TRAUMA LENGAN ATAS (HUMERUS) 1. Fraktur proximal humerus Definisi
Hilangnya kontiyuitas bagian proximal (metafisier) os humerus
Klasifikasi
Neer classification : Dasar : displacement 4 fragmen utama yaitu tuberositas major & minor, caput & shaft humerus Dibagi : Two part Three part Four part
Prosedur diagnosa Klinis
Deformitas shoulder, kontusio, edema, nyeri
Catat status vasculer / nervus
Radiologis
AP / Lat, axillary view
Penanganan Emergency
Tidak diperlukan kec. Adanya injuri a.axillaris
Definitif
Indikasi operasi : Fr. Collum chirurgium yang unstable (kontak (-)) antar fragmen Kontak partial (+) dengan ipsilateral trauma ext. atas Displaced (>55 mm) fr. Three or four part pada usia muda Displaced berat (>1mm) fr. Three or four part pada usia tua
Komplikasi
Maluion tuberositas
Degeneration arthritis caput humerus
Osteonecrosis simptomatik
Rehabilitasi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
29
2 – 3 hari post trauma, bila kondisi fr. Stabil segera isometric exercise meningkat sampai latihan strengthening pada minggu VI.
Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
30
2. Fraktur shaft humerus Definisi
Hilangnya kontiyuitas diafisis os humerus
Klasifikasi
Fraktur diaphysis tulang panjang ditambah : Closed atau open ? Pola fraktur ? Tingkat komunitifnya ?
Prosedur diagnosa Klinis
Simptom fraktur diafisis tulang panjang
Catat fungsi saraf-saraf : radialis, medianus, musculocutaneus, ulnaris
Catat status vaskuler
Radiologis
AP / Lat view nampak kedua sendi
Penanganan Emergency
Reduksi immobilisasi dengan U-shape coaptation sugar-tong splint & collar & cuf
Definitif
Indikasi operasi Open fraktur Defisit neurologis yang progressif Multiple trauma Fr. Humerus bilateral Lesi humerus bilateral Lesi floatig elbow Konservatif gagal
Open fraktur Grade III ext. fiksasi
Komplikasi
Delayed / non union
Radial
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
31
Rehabilitasi
Splint coaptasi dipertahankan 10 hari – 2 minggu abduction pillow aktif ROM shoulder
Post op : Shoulder sling dengan elbow flexi 90 Nyeri hilang aktif ROM Standar tenaga o Ahli Ortopedi o Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
32
Kepustakaan : 1. De Palma : Fractures & dislocation of the shoulder Girdle in De Palma : The Management of Fractures & Dislocation (an atlas), Vol 1, 1970, p. 436-538. 2. De Palma : Injuries of the ligaments & capsule of the glenohumeral joint (subluxation & dislocation), in De Palma : the management of factures & dislocation (an atlas), Vol. 1, 19070, p. 560-602. 3. Charles P. Rockwood ; DP. Green : Fractures & dislocation of the shoulderin : Frctures in adults, Charles A. Rockwood & David P. Green, 1984, p.675-950.
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
33
V. TRUMA LENGAN BAWAH (ANTERBRACHII) Definisi
Yang dimaksud dengan antebrachi adalah batang (shaft) tulang radius dan ulna
Klasifikasi fraktur antebrachi :
Fraktur antebrachii, yaitu pada kedua tulang radius dan ulna
Fraktur ulna (nighstick fracture), yaitu fraktur hanya pada tulang ulna
Fraktur Montegia, yaitu fraktur ulna proksimal yang disertai dengan dislokasi sendi radioulna proksimal
Fraktur radius, yaitu fraktur hanya pada tulang radius
Fraktur Galeazi, yaitu fraktur radius distal disertai dengan dislokasi sendi radioulna distal
1. Fraktur antebrachii Diagnosa Klinis
Didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti udem deformitas “false movement”, krepitasi dan nyeri
Radiologis
Anteropresterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas tulang
Prosedur tetap
Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, kemudian imobilisasi dengan gips (long arm cast). Posisi antebrachii tergantung letak fraktur, pada fraktur antebrachii 1/3 proksimal diletakkan dalam posisi supinasi, 1/3 tengah dalam posisi netral dan 1/3 distal dalam posisi pronasi. Gips supinasi gips dipertahankan 4 – 6 minggu.
Bila reposisi tertutup tidak berhasil (angulasi lebih dari 10 0 pada semua arah ) maka dilakukan internal fiksasi.
Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan “debridement” kemudian dilakukan tindakan seperti diatas. Sedangkan pada fraktur terbuka derajat III dilakukan eksternal fiksasi
Standar tenaga o Ahli Ortopedi o Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
34
2. Fraktur Ulna (nightstik fracture) Diagnosa Klinis
Didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti udem deformitas “false movement” dan nyeri.
Radiologis
Anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas.
Prosedur tetap
Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, kemudian imobilisasi dengan gips (long arm cast), dengan posisi lengan netral, selama 4 – 6 minggu.
Bila reposisi tertutup gagal atau komplikasi nonunion “debridement” kemudian dilakukan tindakan seperti diatas, kecuali pada fraktur terbuka derajat III dilakukan eksternal fiksasi
Standar tenaga o Ahli Ortopedi o Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
35
3. Fraktur Montegia Diagnosa Klinis
Didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti edema nyeri terutama pada tempat fraktur dan sendi radioiulner proksimal, deformitas, false movement dan krepitasi
Radiologis
Anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya kontinuitas tulang
Klasifikasi
Bado 1, dislokasi kaput radius ke anterior
Bado 2, dislokasi kaput radius ke posterior
Bado 3, dislokasi radius ke lateral
Bado 4, dislokasi kaput radius disertai fraktur radius dan ulna
Prosedur Tetap
Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, serta imobilisasi dengan gips (long arm cast), dengan posisi lengan supinasi, selama 4 – 6 minggu.
Bila reposisi tertutup gagal maka dilakukan fiksasi interna, post operasi dilakukan tes pada sendi radioulner bila tidak stabil imobilisasi dengan gips pada posisi lengan supinasi selama 3 minggu dilakukan fiksasi internal.
Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan “debridement” kemudian imobilisasi, sedangkan pada derajat III dilakukan eksternal fiksasi.
Standar tenaga o Ahli Ortopedi o Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
36
4. Fraktur radius Diagnosa Klinis
Didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti deformitas, false movement” krepitasi dan nyeri.
Radiologis
Anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas tulang
Prosedur tetap
Dilakukan reposisi tertutup kemudian imobilisasi dengan lengan pronasi pada fraktur 1/3 distal, netral pada fraktur 1/3 tengah dan supinasi pada fraktur 1/3 proksinasi. Imobilisasi selama 4 – 5 minggu
Bila reposisi tertutup dilakukan fiksasi internal
Pada fraktur terbuka dilakukan “debridement” kemudian reposisi imobilisasi, sedangkan pada derajat III dilakukan eksternal fiksasi.
Standar tenaga o Ahli Ortopedi o Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
37
5. Fraktur Galeazi Diagnosa Klinis
Didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti edema deformitas, false movement krepitasi dan nyeri.
Radiologis
Anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas tulang pada tulang radius disertai dislokasi sendi radioulner
Prosedur tetap
Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, kemudian imobilisasi dengan gips (long arm cast), pada posisi supinasi, selama 4 – 6 minggu.
Bila reposisi tertutup gagal maka dilakukan fiksasi interna, post operasi dilakukan stabilitas sendi radioulner, bila tidak stabil di imobilisasi dengan gips pada posisi supinasi selama 3 minggu.
Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan “debridement” kemudian reposisi imobilisasi, sedangkan pada derajat III dilakukan fiksasi eksterna.
Perawatan
Pada reposisi tertutup segera dilakukan fisioterapi dengan kontraksi isometrik pada otot-otot lengan dan gerakan aktif pada tangan. Observasi tanda-tanda adanya kompartemen sindrom. Lengan dielevasi. Ganti gips
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
38
pada hari ke 7 – 10 dengan kontrol radiologis terlebih dahulu. Kontrol radiologis diulang pada minggu ke 4. Pada dislokasi tanpa fraktur gips dapat dibuka pada minggu ke 3.
Pada penderita dengan internal fiksasi, bila dapat dicapai fiksasi yang stabil dapat segera dilakukan fisioterapi dengan gerakan aktif setelah bebas nyeri. Evaluasi radiologi pada minggu ke 2,4,8.
Standar tenaga o Ahli Ortopedi o Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
39
Kepustakaan : 1. Anderson, LD : Fracture of the shaft of the radius and ulna in rockwood CA; Green, DP (eds) : Fractures in Adult, Philadelphia, JB Lippincot Company, p. 511-550, 1984. 2. Amadia, PC : Taleisnik, J : Fractures of the carpal Bones in Green, Dp, (eds) : Operative Hand Surgery, Vol 13rded. 3. Crenshaw, AH : Fractures of shoulders girdle, Arm and forearm in crenshaw, AH (eds) : Campbell’s operative Orthopaedics Vol. 2 8 th ed. St Louis : Mosby Year Book, p. 989-1054, 1992. 4. Doybyns, JH, Lincshield, RL : Fractures in Adult, Philadelphia, JB. Lippincot Comp., p.411-450, 1984 5. Tile, M: Fractures of the radius and ulna in Schatzker, J: Tile M. (eds) : The rationale of operative fractures care, Berlin Heidelberg, Springer-Verlag. P.103-129, 1987. 6. Wright, PE : Wrist in Crenshaw, AH (eds) : Campbell’s operative Orthopaedics, Vol. 58thEd St. Louis, Mosby Year Book, p.3123-3166.
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
40
VI. TRAUMA PERGELANGAN TANGAN Wrist :
Merupakan regio yang meliputi tulang karpalia dan bagian metafise serta permukaan sendi tulang radius dan ulna
Klasifikasi 1. Fraktur distal radius
Fraktur Colle’s
fraktur yang terletak 1 inchi dari sendi radioulner distal
dengan “displaced” fragmen distal ke dorsal
Fraktur Smith’s kebalikan dari fraktur Colle’s (reverse Colle’s) denga “displaced” fragmen distal ke palmar
2. Fraktur dislokasi radiokarpal
Fraktur dislokasi tepi dorsal (Barton’s type colle’s fracture)
Fraktur dislokasi radiokarpal
Fraktur styloid radius (Chaufeur’s fracture)
Fraktur dislokasi tepi palmar (Barton’s type Smith’s fracture)
3. Dislokasi sendi radioulner
Dorsal dislokasi
Palmar dislokasi
4. Fraktur karpalia
Fraktur skafoid
Chip fraktur dorsal
Instabilitas karpal post trauma dengan atau tanpa dislokasi
Fraktur lunatum
Fraktur tulang karpalia lainnya Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
41
1. Fraktur radius distal Definisi
Fraktur yang terjadi pada bagian metafisi distal os radius dengan atau tanpa perluasan garis fraktur ke artikuler (permukaan sendi)
Klasifikasi
Klasifikasi AO : Fraktur extraartikuler : Fraktur extraartikuler ulna dengan radius intak Fraktur extraartikuler radius, simple & implikasi Fraktur extraartikuler radius, multifragmen Fraktur artikuler partial Fraktur artikuler partial radius dengan garis fraktur sagital Fraktur artikuler partial radius dengan dibagian sisi dorsal (Barton) Fraktur artikuler partial radius dibagian sisi volar (reserve Barton, Goyran Smith II) Fraktur artikuler komplit Fraktur artikuler komplit radius, artikuler simple, metafisis simple Fraktur
artikuler
komplit
radius,
artikuler
simple,
metafisis
multifragmen Fraktur artikuler komplit radius, multifragmen Diagnostik
Pemeriksaan fisik Edema & pembengkakan di distal radius Fraktur dengan angulasi ke dorsal single-fork deformity Segera evaluasi fungsi neurovasculer, khususnya nervus medianus
Pemeriksaan penunjang Foto standard AP / Lat dari seluruh lengan bawah dan tangan Foto oblik lengan bawah distal Tomografi kalau perlu (seperti pada die-punch injuries)
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
42
EMG : bila lesi saraf (+) Penanganan
Emergensi Pada anak dan orang tua lokal anesthesi (hematom blok) immobilisasi dengan gips sirkuler
Definitif Faktor yang mempengaruhi optimalisasi Stabilisasi fraktur Besarnya displacement Kualitas tulang Usia & aktifitas penderita Ketersediaan peralatan Macam Reduksi tertutup dan splint Reduksi tertutup dan pinning perkutan Fiksasi eksterna Reduksi terbuka dan fiksasi interna Fiksasi dan interna
Komplikasi
Hilangnya reduksi awal
Malunion
Instabilitas radio-ulnar distal
Reflex sympathetic dystrophy (RSD)
Non union (jarang) Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
43
2. Dislokasi radio karpal Definisi
Hilangnya hubungan / cerai sendi radius dengan baris proksimal os karpalia baik pada sebelah sisi dorsal maupun volarnya.
Klasifikasi
Type I
:
isolated radiocarpal joint injuries
Type II
:
dislokasi dengan injuri interkarpalia
Diagnostik
Pemeriksaan fisik Penampilan mirip fraktur distal radius Periksa apakah terdapat lesi neurovaskuler (khususnya n. medianus) Periksa juga apakah terdapat injuri pada bagian proximal lengan
Pemeriksaan penunjang Standar foto AP / Lat antebrachii dan manus Tomografi atau CT-scan melihat aligment karpus
Penanganan
Emergensi Reposisi harus segera dilakukan Dislokasi ke dorsal Dislokasi ke volar imobilisasi dalam slight volar flexi
Definif Tipe I + stabil +aligment baik LAC 8 minggu Lat. ROM
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
44
Tipe II sebagian besar dengan reduksi terbuka karpus, fixasi dengan kwire dan ligamen repair LAC 8 minggu latihan ROM aktif setelah 3 bulan
Komplikasi Loss of reduction Neurovasculer : CTS, RSD Significant joint stifness
Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
3. Instabilitas karpalia Definisi
Ketidakstabilan
tulang
karpalia
akibat
lesi
traumatik
pada
ligamen
interkarpalia Klasifikasi Klasifikasi Green & O’brein
Major carpal dislocation Dorsal perilunate / volar lunate dislocation (paling banyak terjadi) Dorsal trans-scaphoid perilunate dislocation Transradial styloid perilunate dislocation Scaphocapitate syndrome Volar perilunate / dorsal dislocation Complete dislocation og the scapoid Capitate – hamate diastasis
Carpal instability, dissociative Radial carpal instabilities Scapholunate dissection (paling sering) Dorsiflexion instability (disi) (paling sering) Ulnar capal instabilities Triquetro-hamet instability Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
45
Triquetrolunate instability (visi) Volarflexion carpal instability) Central carpal instability Carpal instability, non dissociative Non dissociative instability of the proximal carpal row Mid carpal joint Radiocarpal Diagnostik Pemeriksaan fisik Pembengkakan, ekimosis, deformitas didaerah wrist dan loss of motion, pain Kemungkinan terjadi lesi neurovasculer (n.medianus dan ulnaris) Pemeriksaan penunjang Plain foto AP & terutama lat dan oblique scaphoid view : evaluasi terhadap sudut-sudut penting : scapholunate, capitate-lunate & radioulnate Tomogram & CT-scan Kasus – kasus akut dan khronis : perlu videotaped arthograms, bone scan, arthrography Penanganan Emergency Segera immobilisasi dengan cukup padding dan long arm splint urgent definit Definitif Penanganan tergantung lama waktu berselang Instability 4 bulan kronis Instability akut pertahankan anatomi os karpalia Instability
krnonis
&
sub
akut
rekonstruksi
ligament
+
interkarpalis Komplikasi Neruovaskuler injuri : CTS, RSD Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
46
fiksasi
Loss of motion Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
4. Injuri sendi radio-ulner distal Definisi Cerai sendi radio-ulner distal akibat lesi traumatik pada struktur-struktur ligamen penyetabilisasi sendi tersebut. Klasifikasi Tidak klasifikasi baku Bowers mengelompokkan kedalam kelompok-kelompok : Fraktur akut Injuri sendi akut Injuri or late-aapearing joint disruption Gangguan sendi kronis Snapping tendon ECU Fixed rotational deformities
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
47
Diagnostik Pemeriksaan fisik Periksa seluruh extremitas atas (nyeri, limitas ROM dan instabilitas) Pemeriksaan penunjang Plain foto AP & Lat anterbrachii pada rotasinya yang normal dan view dengan center pada wrist dan elbow, oblique view untuk mengetahui apakah terdapat fraktur non displaced atau chip fraktur Tomografi : small fractures ?, displacmenet large fragment ? CT-scan pembanding dengan yang sehat Arthrography : ruptur TFCC ? Penanganan Emergensi : Ulna displaced ke dorsal splint anterbrachii posisi supinasi Ulna displaced ke volar splint anterbrachii posisi pronasi Definitif Coba dengan konservatif (cast) dalam 6 minggu Bila sendi tetap tak stabil dengan konservatif operatif Operatif : Fraktur styloid TBW (Tension Band Wiring) Rekonstruksi ligament Post op : cast long arm (LAC) 6 minggu dalam mid rotasi Lat ROM & strengthening esercise dan split s/d 3 bulan. Komplikasi Post traumatic arthritis Ulnar neuritis dan kompresi kronis n.ulnaris Adheis tendon dan stifnes Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
48
5. Fraktur Skapoid Definisi Fraktur yang terjadi pada os scaphoid yang dapat disertai dengan fraktur radius distal dan dislokasi transchapoid perilunate Klasifikasi Klasifikasi Russe Fraktur horinzontal (900) terhadap axis longus radius) Fraktur transvers (dalam bidang aixs scaphoid) Fraktur vertikal (sejajar dengan axis longus radius) paling tidak stabil Klasifikasi lain : displaced atau non displaced (translasi > 1mm dan angulasi >100 excessive displacement) Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
49
Diagnostik Pemeriksaan fisik Pembengkakan,
berkurangnya
ROM
wrist,
nyeri
pada
snuf
box,
berkurangnya kekuatan genggam. Pemeriksaan penunjang Plain foto AP / Lat dengan posisi wrist netral dan deviasi ke ulna, oblique view dengan wrist pronasi Bila foto awal : fraktur tidak ada, tapi klinis suspek fraktur thumb spica cast 2 minggu foto ulang Bila dalam foto ulangan : fraktur tetap tidak ada tapi klinis suspek fraktur bone scan Tomogram sesuai bidang axis scaphoid sering menolong Penanganan Emergensi Long arm thumb spica cast Definitif Non displaced fraktur thumb spica cast 6 minggu dengan posisi wrist netral flexi dan deviasi ke radial ringan + thumb posisi fungsional. Displaced >1 mm + dislokasi perilunate operatif + bone graft Fraktur
dengan
sudut
radiolunate
>150
dan
fraktur
dengan
scapholunate >600 operasi + bone graft. Post op : thumb spica cast klinisi cast bisa dilepas dan latihan sendi. Komplikasi Non union Malunion Standar tenaga
Ahli Ortopedi
Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
50
sudut
VII.
TRAUMA REGIO MANUS
Distal dari metacarpal (ossa carpalis masuk regio wrist) Fungsi terpenting adalah gerakan ibu jari terhadap jari telunjuk / jari tengah (50%) 1. Fraktur Penanganan Fraktur Secara umum :
Stabil gips atau bidai (MP angulasi lebih dari 60 0, tidak melebihi distal palmar crease tidak stabil ORIF (pinning, plating) Komplikasi : rotasi (patokan arah jari kedua sampai empat adalah os scaphoid)
Intraatikuler debridement + k.wire Bila luka kotor dilakukan delayed primary closure ( 3-5 hari). Tertutup bebat dengan compression dressing, fiksasi jari sebelah, fore slab / back posisi jari MP 60 – 900 dengan IP joint ekstensi
Secara khusus
Fraktur basis metacarpal I (Bennet’s fracture) Merupakan fraktur dislokasi intraatikuler, tidak stabil perlu reduksi anatomis, lebih disukai pinning (terbuka atau tertutup) penanganan yang sama pada fraktur basis metacarpal V.
Fraktur shaft metacarpal Disebabkan gaya torsi, umumnya stabil karena periosteum dan soft tissue sekitarnya, bila stabil reduksi tertutup (komplikasi : rotasi), tidak stabil percutan k.wire atua platting small fragmen.
Fraktur neck metacarpal Gerakan AP metacarpal jari 1 dan 2 minimal perlu reduksi near anatomic jari 3 (200) jari 5 (30 – 500). Reduksi tertutup dengan general anesthesi + relaksan (dipertahankan 2 minggu) bila tidak stabil ORIF (k.wire).
Fraktur head metacarpal Merupakan fraktur intraartikuler, sering rotasi perlu reduksi anatomis.
Fraktur shaft phalang proksimal dan media
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
51
Fraktur basis phalang proksimal fleksi sendi MP 900 selama 2 minggu bila gagal reduksi tertutup ORIF
Fraktur volar-sendi interphalang (IP) = Wilson’s fracture Bila fragmen lebih 150 permukaan sendi open pinning, pullet out wire looped. Kurang dari 150 reduksi tertutup, flexi phalang 45 – 500 (selama 4 minggu)
Fraktur avulsi phalang distal pada insersi tendon ekstensor (baseball fracture) Fragmen kecil hiperekstensi sendi 6 – 8 minggu Terapi yang sama untuk “mallet Fingger” (ruptur tendon ekstensor proksimal dari insersi) bidai distal phlang posisi hiperekstensi(sendi PIP bebas). Bila fragmen lebih dari 300 permukaan sendi ORIF dengan k.wire atau pulled out wire Boutonniere = button hole Ruptur sentral slip traumatik dari ekspansi ekstensor dekat sendi PIP ( persisten flexion deformity). Terapi perbaikan tendon, immobilisasi dengan k.wire sendi PIP posisi ekstensi penuh selama 3 minggu dilanjutkan fisioterapi fleksi aktif. Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
52
2. Ruptur dan dislokasi ligamen Ligamen kolateral dapat ruptur dengan atau tanpa dislokasi Cara reduksi : Dislokasi sendi MP perlu terbuka (vollar app) karena head MC interposisi dengan soft tissue palmar sendi Dislokasi dorsal sendi PIP reduksi tertutup dengan atau anestesi lokal Terapi post reduksi pressure dressing (bila edema), bidai sendi MP 900 fleksi sendi IP ekstensi sampai bengkak dan nyeri hilang dilanjutkan fisioterapi 10 hari kemudian. Game keeper’s thumb Ruptur ligamen kolateral ulna disertai subluksasi kerah radier (fungsi pinch lemah) Terapi : ruptur inkomplit scaphoid cast 6 – 8 minggu ruptur komplit tidak stabil, open repair + gips 8 minggu. Standar tenaga Ahli Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
53
3. Laserasi tendon ekstensor Terapi : repair sekunder Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi 4. Ruptur tendon flexor Dibagi menjadi 3 zone : Zona 1 ( zona hijau) Pertengahan phalang media distal sampai finger tip Zona 2 (zona merah) Distal palmar crease sampai pertengahan phalang media proksimal Zona 3 (zona kuning) Proksimal dari palmar crease distal Terapi Zona 1 ruptur diperbaiki primer > 1 cm, stump distal dieksisi – proksimal dijahit ke periosteal flap dengan bannel pullout wire < 1 cm, terapi sebagai zona 2 Zona 2 perlu keterampilan tinggi (hand surgeon) Unutk pemula hanya jahit diikuti delayed repair ruptur tendon ibu jari sebaiknya dikerjakan primer Zona 3 diperbaiki primer, namun perlu keterampilan tinggi untuk hasil yang baik Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
54
5. Terapi definitif finger tip Golden period dapat diperpanjang menajdi 10 –12 jam bila luka bersih dan diberi AB Skin loss > split thickness antebrachii atau hipothenar Bila kuku intak full thickness skin graft akan memberi bantalan diatas tulang Tulang terkena potong sedikit tulang sampai bersih dengan knabel + tutup primer Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi 6. Tenosynovitis non infeksi Tipe akut Terjadi dalam beberapa jam dengan nyeri hebat saat menggerakkan tendon yang bersangkutan disertai hangat dan warna kemerahan Tipe kronik Tampak sebagai fenomena tringger dari tendon fleksor, didapatkan disproporsi tendon sheath dan isinya. Keluhan nyeri dan kaku pada jari, sekali difleksikan tidak dapat atau sulit mengektensikan sendi DIP, sering teraba nodul diproksimal tendon sheath Predileksi : Diistirahatkan dengan immobilisasi + NSAID Injeksi steroid pada tendon sheath Insisi tendon sheath mengurangi fenomena tringger Standar tenaga
Ahli Ortopedi
7. Gigitan manusia Merupakan trauma yang serius Terapi : debridement, rawat luka terbuka dan antibiotik spektrum luas Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
55
Komplikasi trauma tangan Biasanya iatrogenik dan dapat dihindrai Immobilisasi yang pendek dan segera diikuti latihan aktif dimungkinkan bila vaskularisasi tangan baik, ukuran tulang kecil, vaskularisasi cancellous cukup banyak
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
56
8. Compartemen syndrome manus Dasar : iskemia otot saraf Gejala utama adalah : Nyeri yang menetap, progresif dan tidak hilang dengan imobilisasi, nyeri saat streching otot pasif merupakan tanda klinis yang dapat dipercaya Parestesi atau berkurangnya sensasi merupakan tanda penting kedua Kelemahan otot yang progressif (paralise) merupakan tanda yang sangat penting Terakhir, palpasi daerah compartemen akan terasa tegang dan nyeri Cara menilai ; Compartemen tangan instrinsik : Passive abduksi dan adduksi jari akan meningkatkan nyeri (posisi sendi MP ekstensi dan fleksi sendi PIP) Compartemen ibu jari adduktor : Menarik ibu jari ke arah abduksi palmar, streching otot-otot adduktor Otot-otot thenar : Radial abduksi ibu jari Otot-otot hipothenar : Ekstensi dan abduksi jari kelingking Terapi : satu-satunya cara adalah dekompresi Immediate fasciotomy merupakan cara terbaik untuk penyembuhan yang lebih baik (kalau bisa hindari nervus cutaneus dan vena besar, skin flap untuk menutup nervus medianus, release n.medianus pada carpal tunnel dan canal guyon, insisi pada wrist harus dihindari) 9. Replantasi Terminologi Replantasi : penyembuhan kembali bagian yang teramputasi secara komplit Revaskuler : rekonstruksi bagian amputasi yang tidak putus seluruhnya Indikasi absolut : ibu jari, multiple digit, complete hand
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
57
Indikasi lain : setiap bagian dari anak kecil, wrist atau anterbrachii, elbow dan humerus, digit distal dari insersi tendon fleksor superfisialis sampai 4 mm kulit dorsal nail plare harus utuh. Kontra indikasi : crush injury, multipel level amputasi, disertai penyakit dan kelainan mental, longed warm ischemic time Warm ischemic time : < 6 jam utuk amputasi proksimal corpus, > 12 jam untuk phalang. Cold ischemic tim : > 12 jam untuk amputasi proksimal, prognosa jelek Penanganan & preservasi : Stump dilakukan bebat tekan Puntung (amputat) dimasukkan dalam plastik yang kedap air Amputat dalam plastik dimasukkan dalam termos terisi air + es Operasi teknik replantasi phalang dan manus : Identifikasi vasa dan nervus Debridement Shorthening dan fixir tulang Repair tendon extensor Repair tendon flexor Anastomose arteri Repair nervus Anastomose vena Penutupan luka Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
58
VIII. TRAUMA PANGGUL 1. Fraktur pelvic ring Batasan Pelvic girdle dibentuk oleh 2 tulang innominate (os coxae) yang berartikulasi dibagian anterior yang disebut symphisis pubis dan dibagian posterior dengan os sacrum (sacro illiac joint). Pelvic ring dibentuk oleh dua arcus yang penting dalam menahan weight bearing forces yaitu femoro sacral arch dan ischial arch Klasifikasi Menurut Marvin Tile disruption of pelvic ring dibagi : Stable Unstable Miscellaneous : Complex : Associcated acetabular disruptions Bilateral sacroiiliac dislocation with intact anterior arch Menurut Marvin Tile symphisialisis dibagi 3 grade Symphisis open < 2,5 cm Symphisis open >25, cm
Symphisis open 2,5 cm with peroneal wound
Diagnosis Klinis Radiographic Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
59
Plain Plevic AP Inlet & outlet view Internal & external oblique view CT-scan Prosedur Tetap Indikasi pemasangan external fiksasi pelvic Stabel pelvic fracture dengan severe pelvic hemorrhage Stabel pelvic fracture yang memerlukan early mobilization Poly trauma Unstabel pelvic (vertical share injuries) Indikasi pemasangan C-clamp Unstabel pelvic (vertical shear injuries) / rupture posterior sacro illiac lig. Indikasi pemasangan internal fiksasi Rupture post sacro illiac lig. 1-2 hari setelah pemasangan C-clamp dan keadaan stabil Symphisialisis Gr. II & III Komplikasi Awal Loss of reduction Sepsis Thrombo phlebitis Lanjut Leg. Length discrepansy Low back pain Pelvic oblique Lumbo sacral plexus palsy Sacro illiac arthritis Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
60
MANAGEMENT FRACTURE PELVIC
FRACTURE OF PELVIC RING (808)
B
A Clinical Evaluation Urologi Abdominal & thoracic Neurologic Resuscitation
Radiographic evaluation AP Inlet & outlet view Internal & eksternal view
Minor fracture patterns Avulsion Fr. Isolated single break in the ring Illiac wing fractures Straddle fractures
C Symphisis treatment
External Pelvic
Major pelvis fracture (Malgaine Pattern)
D Unstable Injuries
Stable Injuries
F E
Reduction of Hemipelvic
Polytrauma Significant hemorrhage Need for early mobilizaion
Stabilization
Traction
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
Internal fixation
61
MANAGEMENT HEMORRHAGIC SHOCK PADA UNSTABLE PELVIC FRACTURE UNSTABLE PELVIC FRACTURE
A
B
General resuscitation Measures Minimize of the patient
Monitor vital sign, CVP urine output, hematokrit
C Intravenous fluids and blood transfusion > 4- 6 unit of blood within 12 – 24 hour
E
Physical sign Suggestive of major Vesel injuries
Emergency application of pelvic external fixator or pneumatic throuser
Hemorrhage subsides stable vital sign
Continued hemorrhagic >10 – 12 unit of blood with in first 24 – 36 hours
Arteriography
Major vessel injuries
Multiple bleed site
Laparostomy Vessel repair
F
Selective transcatheter arterial embolization
G Surgical exploration
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
Continued hemorrhagic > 15-10 unit of blood
62
1. Fraktur pelvic wing Tidak mempengaruhi stabilitas pelvic Terapi konservatif, kecuali pada : Open fracture Multiple fracture dengan terapi operatif 2. Fracture acetabulum Biomekanik : Fraktur yang disebabkan gerakan caput femur ke pelvic misal pada dashboard injury Evaluasi cedera Caput femur Patella, posterior cruciatum ligament Fracture pelvic dan acetabulum Posisi caput femur sangat penting : Fleksi : fraktur posterior wall dan atau dislokasi post hip External rotasi : fraktur anterior wall Internal rotasi : fraktur posterior wall Abduksi : Fraktur inferior medial wall Abduksi : Fraktur superolateral Klasifikasi (Letourei) Tipe posterior dengan / tanpa dislokasi posterior Fraktur posterior collum Tampak pada allar dan obturator view ORIF plating Fraktur posterior wall Fraktur permukaan sendi posterior Jika fragmen besar – ORIF plating Fraktur posterior wall dan posterior collumn ORIF plating Posterior wall dengan fraktur transverse Sering : 20% kasus ORIF plating Identifikasi cedera posterior, n.ischiadicus dan avascular necrosis Tipe anterior dengan atau tanpa dislokasi anterior Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
63
Fraktur collumn anterior Melalui rumus pubis superior Prognose baik karena buka weight bearing Jika sampai Dome superior, harus ORIF Fraktur anterior wall : jarang Fraktur anterior collumn, anterior wall dan fraktur transverse Tipe transverse dengan atau tanpa dislokasi central Fraktur transverse Membelah kedua collumn Displacement dapat ringan sampai komplit dislokasi central caput femur ke pelvis Tipe fraktur Bersama fraktur transverse, biasanya membelah acetabulum secara vertikal Komponen vertikal dapat ke anterior / posterior ke foramen obturator Trauma yang lebih kuat dibanding transverse Komponen T sangat bermakna karena reduksi 1 collum tak akan mereduksi yang lain seperti pada tipe transverse Fraktur transverse dan acetabular wall Fraktur double collum “Floating” acetabulum tidak melekat dengan rangka tubuh Fraktur membelah kedua collum diatas level acetabulum Spur sight sangat karakteristik X-ray Pelvis – AP Alar dan obturator view CT-scan : Bila terdapat : Fraktur dinding acetabulum Fragmen dalam sendi Mengetahui derajat komunitif Indikasi operasi Inkongruitas sendi Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
64
Fraktur Dome superior Instabilitas Hip Lesi n. ischiadicus post reposisi Disertai fraktur femur ipsilateral Politrauma Kontraindikasi Keadaan umum tidak stabil Komunitif fraktur Non operatif Fraktur undisplaced dan stable Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
65
3. Fracture collum femur Klasifikasi : yang sering dipakai adalah, berdasarkan : Lokasi anatomi fraktur Intrakapsular : Subcapital type Transcervical type Extrakapsular Basecervical type Sudut fraktur (Pauwel) Tipe 1 adalah 30° dari horisontal (stabil) Tipe II adalah fraktur 50° dari horisontal (tidak stabil) Tipe III adalah fraktur 70° dari horisontal (sangat tidak stabil) Displacement fragmen fraktur : Garden
I : adalah fraktur inkomplit atau impacted
Garden II : adalah fraktur komplit tanpa displacement Garden III : Adalah fraktur komplit dengan partial displacement Garden IV : Adalah fraktur komplit dengan total displacement Standar diagnosis Pemeriksaan fisik Tidak memberikan deformitas yang jelas Perkusi pada trokhanter major, nyeri X-ray Rutin dengan AP & lateral view Bila tak jelas diulang 10 – 14 hari Tomogram atau bone scan Terapi Garden I Internal fiksasi dengan multiple pins atau screwing Garden II Internal fiksasi dengan pinning / screwing Konservatif dapat mengakibatkan displacement Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
66
Garden III dan IV (displaced) Non operatif Traksi dilanjutkan sepica cast Pinning perkutan dengan lokal anesthesi Closed reduction dan spica cast dalam abduksi Operatif Dilakukan operasi urgent namun penderita setatusnya seoptimal mungkin Pada anak muda OMPG atau (osteomuscular pedicle graft) Pada orang tua hemiarthroplasty dengan Austin Moore Prothesis (AMP) atau bipolar prosthesis Rehabilitasi Muda : non weight bearing 8 – 12 minggu Tua : full weight bearing Komplikasi Tomboembolic disease : sebagai penyebab utama kematian post operatif. Insiden
venous
thrombosis
adalah
40%
mungkin
memerlukan
terapi
pencegahan dengan heparin, detuan, aspirin atua anti koagulan yang lain infeksi : Infeksi dapat lebih kuat dengan adanya deep sepsis, terapi antibiotika preoperatif selama signifikan menurunkan insidens Non union Sekarang terjadi hanya kurang dari 5% Jika caput femur viabel, maka : Bila
collum
femur
adekuat
osteotomi
+
bonegraft
(Diton’s
ostectomy) Bila collum femur tak adekuat brachettatau colona procedure Jika caput femur non viabel arhtroplasty Aseptic necuosin – insiden sangat bervariasi Menurut massie, bila operasi dilakukan dalam 12 jam trauma, insiden adalah 25%. Bila ditunda 13 – 24 jam insiden naik menajdi 30%. Antara 24 – 48 jam insiden 40% dan menjadi 100% setelah 1 minggu. Terapu alternatif antara lain simptomatis, osteotomi, bone grafting, endoprosthesis dan total hip arthroplasty Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
67
Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
68
4. Fraktur intertrochanter Definisi Adalah fraktur yang terjadi dalam sepanjang garis antara trochanter major dan minor Klasifikasi Menurut Boyd dan Grivin (berdasarkan mudahnya dalam memperoleh dan mempertahankan reduksi) Tipe
I : fraktur disepanjang grais intertrochanter non displaced
Tipe
II : Fraktur komunitif dengan multiple fraktur pada korteks
Tipe
III : Pada dasarnya fraktur subtrochanter dengan paling sedikit satu fraktur lewat proksimal dan ke distal / di trochanter minor
Tipe
IV : fraktur trochanter dan shaft proksimal dengan paling sedikit dua bidang
Standar diagnosis Pemeriksaan klinis Shortening Deformitas eksterna rotasi Nyeri Radiologis AP view dalam internal rotasi Lateral view Terapi Non operatif Dianjurkan bila tidak dapat distabilisasi dengan adekuat dengan open reduction Cara yang sering adalah skeletal traksi, untuk mempertahankan aligment dan menghindari varus, shortening dan eksternal rotasi. Setelah 6 – 8 minggu, pasang hemispica dan lepas hemispica seletah 10 – 12 minggu kemudian partial weight bearing.
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
69
Operatif Adalah merupakan terapi pilihan untuk tercapainya stabilitas dan mobilisasi dini. Stabilisasi ditentukan oleh : Kualitas tulang Geometri fragmen Reduksi Design implant Penempatan implant Macam-macam pilihan operasi antara lain Non displaced Nail plate (dynamic hip screw, ewett) Intramedullary nail (ender nail, zicket) Displaced Nail plate, setelah direduksi Osteotomy (Dimon & Hunghston, Samiento Valgus osteotomy) Hemiarthroplasty pada orang tua, penderita debil Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi Rehabilitasi Full weight bearing segera (pada penderita tua), kecuali pada type IV dan usia muda Komplikasi Mortalitas : angka mortalitas 10% dirumah sakit menurut Sherk, mortalitas adalah 52% pada penderita operasi dan 55% pada penderita non operasi Infeksi : insiden infeksi luka post operasi 1,7 – 16,9% faktor-faktor yang mempengaruhi adalah : Penderita tua Operasi lama Penderita disorientasi Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
70
Dekat perineus Varus deformity : relatif sering terjadi menyebabkan, nyeri, lemah, shortening Rotational deformity Penetrasi nail : terjadi pada sepertiga dari kegagaln terapi, hanya 1,3% yang memerlukan pengambilan nail Non union : jarang terjadi dan insiden kurang dari 2% Aseptic necrosis – jarang, insiden 0,8% Fraktur collum femur
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
71
Fraktur Subtrochanter Definisi Fraktur yang terjadi diantara trochanter minor sampai 5 cm ke distal Klasifikasi : menurut Sceinshmeir TipeI
: non displaced (displacement 15% avascular necrosis caput femur Klasifikasi Tipe
I : tanpa atau hanya fraktur minimal
Tipe
II : fraktur tepi posterior acetabulum yang besar
Tipe
III : Fraktur komunitif tepi posterior dengan atau tanpa fragmen besar
Tipe
IV : Fraktur tepi acetabulum dan dasar
Tipe
V : Fraktur caput femur atau tanpa fragmen lain
Terapi Reposisi segera, adduksi, flexi, fiksasi lalu adduksi dan external rotasi dengan sedatif atau anestesi umum, diikuti dengan ambulasi 10 hari dan weight bearing bertahap Reduksi terbuka jika reduksi tertutup tidak mungkin atau dislokasi setelah 3 minggu, kapsul sendi atau m.pyriformis menghalangi reposisi Arthrotomy jika terdapat fragmen yang lepas didalam sendi Reposisi Allis Posisi supinasi, pelvis distabilkan dan kedua SIAS oleh assisten Traksi sesuai arah deformitas Flexi hip 900, gerakkan internal dan eksternal rotasi dengan traksi longitudinal sampai tercapai reposisi Bigelow Flexi panggul Abduksi External rotasi Extensi Posisi netral Stomson Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
74
Posisi telungkup Panggul ditepi meja operasi Tungkai yang sehat extensi Flexi panggul yang …………………… Lutut flexi pegang pergelangan kaki dalam posisi netral Bila femur distal, tekan kebawah pada betis Standar tenaga Ahli Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
75
Dislokasi anterior 10% insiden dislokasi panggul 4% mengalami avascular necrosis Identasi fraktur caput femur : identasi 1 mm atau lebih dengan prognosis buruk Tipe : Superior (pubis atau iliac) : panggul abduksi, external rotasi, flexi Inferior (obturator) : jika fragmen lepas atau noncentric reduksi Terapi Reduksi tertutup : traksi, extensi dan internal rotasi (tambahan adduksi untuk tipe obturator) Reduksi terbuka : jika fragmen lepas atau noncentric reduksi Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi Kepustakaan : 1. Buchol, ZRW. Et al : Orthopaedic Decision Making, p. 28-29, BC Decker Inc. Toronto, Philadelphia, 1984 2. Scharzker J; Tile M.: The rationale of operative fracture care, p. 133-172, SpringerVerlag, Berlin Heidelberg, 1987.
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
76
TRAUMA TULANG FEMUR ( PAHA ) 1. Fraktur Shaft Femur Defenisi
:
Fraktur aadalah diskontinuitas (fraktur) pada tulang femur yang mengenai bagian shaft atau diafise tulang femur. Klasifikasi (Winquist) Grade 0 : Non comminuted (transverse, oblique, spinal) Grade 1 : Patahan small fragment Grade 2 : Patahan fragment besar < 50% dari korteks Grade 3 : Patahan fragment besar > 50% dari korteks Grade 4 : Komunitif menghalangi kontak atara fragment proksimal dan distal (Rockwood)
Simple : Spiral Oblique Transverse
Butterfly fragment Signal 2 fragments
3 fragments Comminuted/ segmental
1 segmen short comminution large comminution Standard diagnosis
Pememriksaan klinis : look, feel, move, measurement
Pemeriksaan radiologist Plain foto AP/law view, sepanjang tulang dan tampak dua sendi
Terapi emergency
Atasi shock bila ada
Lakukan
splinted
(bidai)
sebelum memindah penderita
idealnya
memamakai Thomas splint untuk transportasi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
77
Bila fraktur terbuka, maka harus segera dilakukan Debridement dalam 6 jam sejak kejadian. Open fraktur garade I dan II bila memungkinkan langsung dilakukan definitif treatment. Grade III dilakukan eksternal fixasi. Bila fraktur tertutup untuk persiapan terapi definitive, bila segera operasi dipasang skin traksi saja. bila masih lama operasinya dipasang skeletal traksi (tuberositas tibia bila isolated fractured/incorporated, supra condylar, calcaneal traksi bila disertai faraktur lain sesuai kondisinya).
Persiapan laboratorium /dll untuk terapi definitive
Evaluasi komplikasi komplikasi dini yang mungkin timbul.
Terapi definitif Konservatif :
Traksi
: Skin traksi
Skeletal taraksi Bila sudah clinical union dilanjutkan dengan hemispica cast
Traksi + braching (dewasa) Kerugian : Tinggal lama di rumah sakit Non ambulatoir Residual deformity : angulasi, rotasi dan shortening serta stifnes. Operatif : Intra madullary nailing
Ideal untuk fraktur siple transverse/short oblique di 1/3 tengah
Fraktur 1/3 proksimal ditambah anti rotasi di distal
Yang kurang ideal dapat memakai interlocking nail
Plate
Untuk fraktur 1/3 proksimal, 1/3 distal dan fraktur yang fragmental, long oblique atau spiral
Eksternal fiksasi Untuk open fraktur grade III atau untuk fixasi emergency pada
multi tarauma
Fraktur disertai dengan infeksi
Komplikasi
Lesi vaskuler (a. poplitea atau dekat percabangan)
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
78
Delayed union
Mal union
Stifness dari knee joint
Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
79
2. Fraktur Supra dan Intercondylar femur (fraktur intra artikuler) Defenisi
:
adalah fraktur yang mengenai condylus femur, sendi lutut dan supracondylus. Klasifikasi : (Neer’s classification) Frakktur oblique atau kominutif dengan garis fraktur melewati sendi sering disebut T atau Y fraktur. Standar diagnosis Klinis Radiologis : Proyeksi AP/lat Oblique view Penanganan Konservatif : Sama dengan fraktur supracondylar Operatif :
Percutaneus pinning
Blade palte & compression screw
Prinsip – prinsip penanganan adalah akurat reduction (intraarticular) & early mobilitation. Komplikasi : sama dengan fraktur supracondylar. Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
80
3. Fraktur condylus femur Defenisi
:
adalah fraktur isolated pada condylus femur Klasifikasi :
Sagital
Coronal
Kombinasi sagital dan coronal
Standard diagnosis : sama dengan fraktur inter condylat femur Penanganan Konsevatif : sama dengan supracondylar femur Operatif :
Canselous screw/bolts
Blade plate
Komplikasi : sama dengan fraktur supracondylar femur Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
81
4. Fraktur collum femur Klasifikasi : yang sering dipakai adalah berdasarkan :
Lokasi anatomi fraktur :
Intrascapular : Subcapital type Transcervical type
Ekstrakapsular : Basecervical type
Sudut fraktur (pauwel)
Tipe I adalah fraktur 300 dari horizontal
Tipe II adalah fraktur 500 dari horizontal
Tipe III adaklah fraktur 700 dari horizontal
Displecement fragment fraktur ;
Grade I : adalah fraktur incomplit atau impacted
Grade II : adalah fraktur komplit tanpa displacement
Grade III
: adalah fraktur komplit dengan partial
Displacement Grade IV
: adalah fraktur komplit dengan total displacement
Standard diagnosis
Pemeriksaan fisik :
Tidak memberikan deformitas yang jelas
Perkusi pada trochanter mayor, nyeri
X – Ray
Rutin dengan AP/lat view
Bila tak jelas diulang 10 – 14 hari
Tomogram atau bone scan
Terapi
Garden I :
Internal fixasi dengan multiple pins atau screwing
Gardden II :
Internal fixasi dengan pinning /screwing
Konservatif dapat mengakibatkan displacement
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
82
Garden III dan IV (displacement)
Non operatif :
Traksi dilanjutkan spica cast
Pinning perkuat dengan lokal anestesi
Close reduction dan spica cast dalam abduksi
Operatif : Dilakukan operasi urgent namun penderita statusnya seoptimal
mungkin Pada orang muda OMPG (Osteomuscular Pedicle Graft) Pada orang tua hemiartroplasty dengan Austin moore prothesis (AMP) atau bipolar prothesis Komplikasi
Trombo embolic disease : sebagai penebab utam akematian post operatif. Insiden venous thrombosin adalah 40% mungkin memerlukan terapi penncegahan dengan heparin , dettuan, aspirin atau anti koangulan lain.
Infeksi :
Infeksi dapat lebih kuat dengan adanya deep sepsis, terapi antibiotika preoperative selama signifikan menurunkan insidens
Non union
Sekarang terjadi hanya kuarang dari 5 % Jika caput femur viable maka : Bila colum femur adekuat
osteotomi + bone graft (Diton’s
osteotomi) Bila colum femur tidak adekuat brachett atau colona procedure Jika caput femur non viable arhtroplasty
Asdeptic necrosis – insiden sangat bervariasi : Menurut Messie bila operasi dilakuykan dalam 12 jam trauma , insidewn adalah 25 %. Bila ditunda 13 – 24 jam insiden naik menjadi 30 %. Antara 24 – 48 jam insiden 40% dan menmjadi 100% setelah 1 minggu Terapi alternative antara lain simptomatis, osteotomi, bone grafting, endoprothesis dan total hip artroplasty
Standar tenaga Ahli Ortopedi Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
83
Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
84
5. Fraktur Intertrochanter Defenisi : Adalah fraktur yang terjadi dalam sepanjamg garis antara trochanter mayor dan minor Klasifikasi : Menurut Boyd dan grivin (berdasarkan mudahnya dalam memperoleh dan mempertahankan reduksi) Tipe 1 : fraktur disepanjang garis intratrochanter non displaced Tipe 2 : Fraktur komunitif dengan multiple fraktur pada korteks Tipe 3 :Pada dasarnya fraktur subtrochanter dengan paling sedikit satu fraktur lewat di proksimal dan ke distal / di trochanter minor Standar diagnosis Pemeriksaan klinis :
Shortening
Deformitas
Nyeri
Radiologis
AP view dalam internal rotasi
Lateral view
Terapi Konsevatif :
Dianjurkan bila tidak dapat distabilisasi : dengan adekuat, dengan open reduction.
Cara yang sering dipakai adalah skeletal taraksi, untuk mempertahankan aligment dan menghindarai varus, shortening dan eksternal rotasi. Setelah 6 – 8 minggu kemudian partial weight bearing.
Operatif : Adalah
merupakan
terapi
pilihan
untuk
tercapainya
stabilisasi
mobolisasi dini. Stabilisasi ditentukan oleh :
Kualitas tulang
Geometri fragmen
Reduksi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
85
dam
Desingn implant
Penempatan implant
Macam macam pilihan operasi antara lain :
Non displacemen Nail plate (dynamic hip screws), Jewet Intramedullary nail (ender nail, zicel)
Displaced Nail palate, setelah direduksi Osteotomy (Dimon & Hunghston, Sarmientovalgus osteotomy) Hemiarhroplasty pada orang tua, penderita debil
Komplikasi
Mortalitas : angka mortalitas 10% dari rumah sakit menurut Sherk, mortalitas adalah 52% pada penderita operasi dan 55% pada penderita non operasi.
Infeksi
: Insiden infeksi luka post operasi 1,7 – 16,9%
Faktor faktor yang mempengaruhi adalah : Penderita tua Operasi lama Penderita disorientasi Dekat perineus
Varus
deformity
:
relative
sering
terjadi
menyebabkan
nyeri,
lemah,shortening Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi Kepustakaan :
Grenshaw, AH : Campbell”s Operative orthopaedics, Vol.3. 7terapi ed. Toronto 1987,P.1670 – 1771
Rockwood, CA : Fracture infeksi nosokomial children. Vol.32 nd ed. P.318 – 356, Philadelphia,1984
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
86
TRAUMA LUTUT
Fraktur Femur Diastal Batasan : Merupakan
fraktur
meliputi
daerah
condylus
femur
sampai
dengan
supracondylus femur (diatas condylus sampai hubungan metafise dengan shaft femur) Klasifikasi Secara umum didasarkan pada bentuk fraktur (simple atau comminutive) atau dengan intararticular /tindakan
Fraktur supra condylar (menurut Ao) Type A : Ekstra articular Type B : Unicondylar Type C : Bycondylar
Fraktur intracondylar I
: fraktur non displace bentuk “T” atau “Y”
IIa
: Fraktur bentuk “T” atau “Y” dengan displace medial
IIb
: Fraktur bentu “T” atau “Y” dengan displace lateral
III
: Fraktur comminutive.
Standar diagnosis Klinis
Nyeri,
bengkak,
deformitas,
false
movement,
crepitasi,
haemarthros limitasi ROM
Perhatian gangguan vaskuler & neuro
Radiologis
Foto femur AP/lat
Komplikasi Gangguan neuro vaskuler delayed /non union.mal union, joint kontraktur, instability knee, infeksi,arthritis post trauma. Terapi
Fracture impacted atau non displace dengan aligment yang baik > well molded cast brace long leg cast 6 – 8 mg.
Fracture supra condylar skeletal taraksi cast brace
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
87
Displace oblique atau trancverse (pasien muda) balance suspension
Fracture intraarticular Orif
Displace
bone graft
Yang tak bisa dipertahankan traksi
Dengan gangguan neurovascular
Dengan fracture tibia
Fracture condylar isolated
Rehabilitasi
Quadriceps exercise, exercise extensi knee dan dorso flexi kaki
Posisi post operasi : dengan CPM 4 – 5 hari
Latihan berdiri (toe touch ) NWB hari 5 -7 dengan crutch
PWB
bertahap
(bervariasi
sesuai
bentuk
&
implant
dipasang) Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
88
yang
Fraktur Patella Batasan : Fraktur pada os patella karena gaya langsung atau tak langsung Kalsifikasi
Undisplace
Transverse
Pole atas atau bawah
Communitiva
Vertikal
Standar diagnosis : Klinis :
Nyeri, bengkak, crepitasi, defect antar fragmen, haernarthros
Gangguan ekstensor Mechanism lutut
Radiologi
Foto genu AP/lat
Bila perlu surice / tangensial (untuk fraktur vertical) & fragmen osteochondral.
Komplikasi
Infeksi, saparsi fragmen
Kelemahan quadricap
Terapi Fraktur
Ekstensi knee aktif – permukaan artikular – gyps kocher intac Gangguan permukaan articular Fraktur simple transverse
Comminutive stellase fraktur
TBW
Partial/total patelloctomy
Extensi knee aktif (-) ORIF
Konservatif :
Post operasi sebaiknya dengan immobilisasi cast minimal 3 minggu
Quadriceps exercise, fleksi exercise aktif supported
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
89
PBW minggu ke 4
FWB minggu ke 8
Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Fraktur Tibial Plateau Batasan : Fraktur pada daerah tibia proximal sampai dengan permukaan articular Klasifikasi (Hohl) Displace minimal ( < 4 mm ) Local depression ( > 4 mm ) Split depression Bicondylar Total condylar Standard diagbnosis : Klinis :
Nyeri, bengkak, crepitasi, defect antar fragmen, haemarthros, gangguan ROM knee.
Radiologi :
AP/lat bila perlu oblique atau tomogram, stress foto.
Komplikasi
Deformitas varus/valgus, stif knee, arthritis
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
90
Terapi
Non displace long leg cast 6-8 minggu
Displace fraktur kompresi > 5 mm
5 mm knee tak stabil
ORIF bone graft
Split depresi Total condylar ORIF Bone graft Buttress plate Comminutive “ T “ atau “ Y “ bicondylar
sletal traksi early motion
Rehabilitasi : GE supported active knee fleksi 20 -60 Floor contact hari 9 – 8 Post operasi tanpa fixasi, CPM PBW minggu 10 – 14 EWB minggu 16 – 18 Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
91
Rupture ligament cruciate Batasan
ACL : ligament cruciate yang berorigo pada sisi posterior medial conylus lateral femur dan berinsersi pada inter spinosus tibia berfungsi sebagai stabilitas lutut
PCL : ligament cruciate yang berorigo pada sisi lateral condylus medial femur dan berinsersi pada posterior medial femur dan berinsersi pada posterior tibia berfungsi sebagai stabilitas lutut Klasifikasi Ruptur ligament cruciate berdasarkan derajat instabilitay 0
: normal
1+
: translasi < 0,5 cm
2+
: 0,5 – 1 cm
3+
: translasi 1 – 1,5 cm
4+
: translasi > 15 cm
Standard diagnosis : Klinis : Nyeri, bengkak, haemarthosis, sagging, limitasi ROM Test stabilitas lutut ( dengan anestesi lokal atau generasi ) Drawer test Lachman test Quadricep test Radiologis Foto genu : AP/lat, stress valgus/varus Artroscopy Artrography Komplikasi
Osteoarthritis, limitasi ROM lutut
Postr rekonstruksi :
Infeksi, kekakuan otot, gangguan neurovascular, nekrosis kulit
Terapi : pertimbangkan terapi meliputi: usia, aktifitas dan keluhan Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
92
Dengan rupture (+) rekonstruksi ACL: Ruptur ACL MCL/LCL
(-) atlit, usia muda keluhan(+) rekosnsruksi
Ruptur ACL partial rehabilitasi avulse tulang reatachment ruptur - isolated – rehabilitasi - (+) MCL/I.LC grade III - rekonstruksi - fungsional – rekonstruksi unstable Rehabilatasi / konservatif Phase I : (inflamasi) selama 5 hari
Anti inflamasi
Kompres es Imobilisasi Hari ke 5 dilanjutkan Quadricep exercise isometric Phase II : Quadricep exercise isometric ( strengtheining sleve type brace – aktifitas jari – jongkok, bersepeda, berenang ) Phase III : Mulai minggu 6 – 12 (Aktrifitas normal) skeve brace dipakai s/d 1 tahun Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Kepustakaan 1. Buchol, ZRW et al : Orthopaeadic Decision Making,p.28 – 29,BC Decker Inc., Toronto, Philadelphia, 1984 2. Schantzker J; Tile M : The rationale of Operative Fracture care p.133 – 172, Springer – Verlag, Berlin Heidelberg,1987
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
93
TRAUMA TUNGKAI BAWAH
Fraktur Tibial Shaft Klasifikasi Klasifikasi shaft tibia sesuai topografi, missal 1/3 proximal, medial , distal dan sesuai tipe fraktur (transverse, spiral, oblique, wedge & kominutif) Penatalaksanaan Pemeriksaan Pemeriksaan
fisik
:
look,
feel,
move,
measurement,
statuys
neurovascular. Pemeriksaan radiologi, foto AP/lat & lateral view Penanganan Close reduction Close reduction + long leg cast evaluasi akseptabilitas hasil reposisi
Kriteria akseptabilitas o
Angulasi anterior/posterior atau varus /valgus 50 %
Bila tidak acceptable dilakukan revisi & wedging cast Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi Open fraktur
Dilakukan Debridement dengan GA
Immobilisasi dilakukan dengan grade open fraktur Garade I & II : Temporary pinning + long leg cast immediate, nailing tibia bila tipe fraktur memenuhi indikasi (1/3 tengah, transverse type) a. Grade III
: External Fixsasi
Tindakan operasi (Internal fixsasi)
Pilihan, plating, nailing tibia
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
94
Indikasi
o
Lesi neurovaskuler
o
Fraktur tibia segmental
o
Dengan ipsilateral fraktur femur (floating knee)
o
Fraktur shaft tibia & intraartikuler tibia
o
Multi trauma
o
Fraktur tibia dengan fibula intak indikasi relative
o
Penanganan komplikasi : mal union, delayed union, non union.
After care Terapi konsevatif Skin tight 7 – 10 hari pasca reposisi Ganti dengan PTB cast setelah clinical union ( 6 minggu post trauma) dan bila sesuai indikasi Pembukaan cast setelah 12 minggu evaluasi radiology union Mobilasasi jalan NBW s/d ganti PTB cast kemudian PWB dan PTB cast Fisioterapi Terapi Operatif Temporary pinning + cast Pelepasan pin setelah skin tight Nailing
Elevasi tungkai dengan bantal dibawah lutut
Fisioterapi setelah 1 -2 hari pasca bedah
Mobilasisasi jalan NBW 4 minggu dil;anjutkan dengan PWB. Peningkatan PWB sesuai dengan evaluasi klinis dan radiologist. PWB setelah radiological union ( 3 bulan)
Of nail & plate setelah 18 – 24 bulan
Plating
After care sama dengan nailing tibia
Mobilisasi
jalan NBW
6
minggu
dilanjutkan
dengan
PWB.
Peningkatan PWB sesuai dengan evaluasi klinis dan radiologist. PWB setelah radiological union ( 3 bulan)
Of nail & plate setelah 18 – 24 bulan
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
95
Eksternal Fixsasi
Bisa sebagai terapi definitif atau temporer. Definitif pertahankan s/d union Temporer ganti dengan internal fixsasi bila luka baik
Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Isolated Fraktur Fibula Klasifikasi Klasifikasi sesuai topografi, caput fibula, shaft fibula 1/3 proksimal. 1/3 tengah, 1/3 distal. Penatalaksanaan : Pemeriksaan Pemeriksaaan
fisik,
look,
feel,
move,
measurement,
status
neurovascular Radiologist, AP/ lat view Singkirkan kemungkinan fraktur ankle pada setiap fraktur fibula Pemeriksaan status n. peroneus pada fraktur caput fibula Penanganan Close fraktur Pasang elastic bandage pada fraktur fibula 1/3 proximal dan 1/3 tengah Immobilisasi dengan below knee cast pertahankan 4 minggu Open fraktur Debridement dengan GA Fixsasi dengan intramedullary pinning pada fibula 1/3 distal pertahankan 4 minggu Penatalaksanaan fraktur tibiall shaft pada anak Selalu diupayakan terapi konservatif dengan long leg cast pasca reposisi Kriteria akseptabilitas (Rang) Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
96
o
Varus/ valgus angulasi < 100
o
Shortening < 10 – 20 mm
o
Tidak ada rotasi
o
Bayonet aposisi masih akseptabel
After care sama seperti penserita dewasa Terapi operatif dikerjakan pada kasus fraktur dengan temporary pinning + cast Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
97
Kepustakaan 1. Bucholz, RW. Et al : Dicision making ,BC Deuter Inc Toronto, 1984,p. 56 2. Leach, RE. : Fracture of tibia & Fibula. Dalam Rockwood Fracture in adults, JB Lipincott CO, Philadelphia 3. Rang,M. : Children Fracture, JB Lipincott
CA & green, DP
,1984 pp. 1593 – 1652
CO, Philadelphia, 1983,p. 297 –
307.
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
98
TRAUMA ANKLE & FOOT (KAKI)
Fraktur Ankle Stabilitas pada ankle ditentukan oleh :
Tulang : Maleolus lateralis Maleolusmedialis Tibial(sebagai atap) Talus
Ligamen ligament (lateral collateral, deltoid & Sydesmotic)
Dan kekuatan tambahan dari kapsul & otot
Fraktur ankle sendiri yang dimaksud adalah fraktur pada maleolus lateralis (fibula) dan atau maleolus lateralis. Klasifikasi Klasifikasi yang sering dipakai adalah klasifikasi dari Danis – Weber yang berdasarkan level pada fraktur fibula. Klasifikasi lainnya adalah dari AO serta Lange – Hansen yang berdasarkan patogenesanya. Klasifikasi Danis – Weber adalah sebagai berikut : Waber Type A : Fraktur fibula dibawah tibiofibular syndesmosis disebabkan aduksi atau abduksi. Medial maleolous dapat fraktur atau deltoid ligament robek. Weber Type B : Fraktur Oblique dari fibula yang menuju ke garis syndesmosis. Disebabakan
cedera
dengan
pedis
eksternal
rotasi
syndesmosisnya intak tapi biasanya struktur dibagaian median rupture juga. Weber Type C : Disini fibulanya patah diatas syndesmosis disebut C1 1/3 distal dan C2 bila lebih tinggi lagi. Disebabkanabduksi saja atau kombinasi
abduksi
dan
external
rotasi.
Syndesmosis
membrane interosseus robek juga. Standar diagnosis
Anamnesa : “mode of injury” nya
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan X – Ray Ankle AP/lat mortise view Bila perlu dapat dimintakan X – foto stress dengan eversi dan inversi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
99
&
Penanganan
Bila itu suatu open fraktur dilakukan Debridement dulu
Bila fraktur satbil (Weber C dengan sebagian weber B) dilakukan reposisi gips dengan below knee cast.
Bila fraktur tidak stabil (Weber C dengan sebagian Weber B) dilakukan reposisi dan gips below knee cast dan disiapkan untuk operasi (bila fraktur tertutup) atau segera operasi bila memungkinkan.
Operasi Indikasi :
Fraktur yang tidak stabial
Bila reposisi tertutup tidak berhasil
Bila disertai displaced pilon faraktur Operasi dilakukan dengan memasang plate dan fibula dan maleolar screw + pinning anti rotasi pada maleolus medialis. Transfixing screw dipasang bila terdapat diastasis pada syndesmosis (Weber C). Transfixing screw dicabut pada minggu ke 6 atau sebelum dilakukan weight bearing. Bila maleolous medialis yang patah terlalu kecil dipasang tension band wirig. Ligamen
yang rupture harus juga di
jahit. Komplikasi Dini :
Vascular injuri. Karena alasan ini maka fraktur subluksasi yang hebat harus segera di operasi Lambat :
Mal union yang akan menyebabkan osteoarthritis.
Non union maleolus medial disebabkan interposed periosteum dalam garis fraktur.
Joint stifnes biasanya akibat lanjut
Algodystrophy terjadi nyeri pada foot dan akan terjadi osteoporosis. Pasca tindakan :
Below knee cast dipertahankan 6 -12 mingg.
Bila dilakukan operasi :
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
100
Hari ke 2 atau ke 4 mulai melakukan mobilisasi dari ankle
Partial weight bearing mulai minggu IV – VI setelah transfixing screw dicabut. PWB minggu ke 12.
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
101
Faktur Calcaneus Adalah fraktur pada calcaneus yang biasanya disebabkan karena jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri. Itulah sebabnya pada fraktur calcaneus akibat jatuh dari ketinggian, jangan lupa untuk melihat collum femur dan tulang belakang penderita. Klasifikasi Intraarticular Extraarticular Standard diagnosis : Anamnesis Pemeriksaan fisik Bentuk calcaneus hilang bagian belakang kaki melebar dan concavity lateral maleolus menghilang Radiologis :
Posisi AP/lat, oblique dan axial
AP untuk melihat calcaneocuboid joint
Lateral untuk melihat tuberositas joint (Bohler’s angle) yang normalnya 25 - 400
Oblique untuk melihat luasnya fraktur
Axial untuk melihat varus/valgus aligment dan sustenaculum tali dan cortical marginal dari tuberositas
Penanganan
Bila fraktur terbuka dilakukan Debridement
Bila Bohler’s angle 25 – 40
0
dilakukan below knee cast dengan
Moulding pada calcaneus untuk membentuk kembali pada bentuknya
Bila Bohler’s angle < 25
0
atau > 40
0
dilakukan teknik Essax leprresty
dengan memakai Steinman pen dan dengan image intersiier dilakukan reposisi diikuti below knee cast Komplikasi Dini : Pembengkakan sampai terjadi lepuh-lepuh Lambat :
Malunion
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
102
peroneal tendon impingement
broadening pada heel
talocalcaneal stifnesdan osteoarthritis
Pasca tindakan :
2-3 minggu NWB dengan crutches
PWB sesudah fraktur pulih (kadang-kadang, 8 minggu)
FWB 4 minggu sesudah PWB
Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
103
Fraktur Talus Fraktru ini jarang terjadi biasanya akibat kecelakaan jatuh dari ketinggian atau tabrak mobil. Klasifikasi :
Fraktur pada body
Fraktur pada neck
Undisplaced
Displace dengan subtalar joint subluxation
Displace dengan dislokasi pada body
Subtalar dislocation
Total dislocation
Diagnosa
Anamnesa
Pemeriksaan fisik
Kaki dengan deformitas, bengkak kadang kadang kulit terkelupas dengan cepat dengan nekrosis.
X – Ray
AP / lat/ oblique
Dinilai : sebagian besar displace adalah dislokasi Bila perlu dibandingkan dengan X – Ray kaki sehat, terutama bila melihat midtarsal joint.
Penanganan
Undisplace fraktur
Below knee cast dengan posisi plantigrade selama 8 minggu
Displace fraktur
Bila fraktuyr tertutup dilakukan reposisi tertutup dan pemakaian below knee cast plantar flexion 2 – 3 minggu lalu diganti dengan below knee cast plantigrade 6 minggu Bila fraktur terbuka lakukan Debridement
Operatif
Bila reposisi tertutup tidak berhasil Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
104
Pada open fraktur Dilakukan dengan pemasangan K – Wire atau lag screw dan harus seantomis mungkin /benar benar tepat Standar tenaga Ahli Ortopedi Komplikasi
Dini
Skin damage ( kerusakan kulit ) Talus tag terlepas
Lambat
Malunion AVscular necrosis 50% oleh karena fgraktur displace dari talar neck sering lkali terlihat setelah 6 minggu sesudah trauma. Bila terjadi avascular necrosisi dengan talus yag gepenng disertai nyeri maka sebaiknya dilakuka
Pasca tindakan
Displace fraktur dengan below knee cast plantar flexion 2 minggu yang kemudian diubah plantigrade untuk 6 minggu Weight bearing tergantung terjadinya avascular necrosis bila terjadi harus ditunda
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
105
Fraktur Metatarsal Klasifikasi
Dengan anatomic classification
Penanganan Reposisi dengan traksi dan moulding serta immobilisasi dengan gips sepatu seringkali membawa hasil yang baik. Pada farkturyang displace minimal kadang kadang hanya dipasang sepatu dengan kaos kaki tebatl saja. Bila fraktur terbuka dilakukan Debridement dan intra medullary wiring 1,2 – 1,4 Bila fraktur pad ametatarsal ke 5 harus dikembalikan pada posisi anatomis dan dipasanag intrmedullary wiring 1,2 – 1,4 Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi Kepustakaan 1. Apley. A.G. et. al. : Apley’s system of orthopaedic and fractures, 7 Edition Butterworth Heinemann, 1993 p. 699 – 712 2. Bucholaz et.al. : Orthopaedic Decision Making, BC Dekker Inc. 1984. p. 62 – 68 3. Fractures in adult caharles A. Rokwood Jr & David P Green, 2nd ed. 1984
TRAUMA PADA ANAK
Fraktur pada anak Defenisi : adlah gangguan kontinuitas dari tulang dan atau tulnag rawan bisa dengan atau tampa terputusnya kontinuitas korteks tulang. Klasifikasi
Bowing : Plastic deformity = bending
Bucle : torus
Greensick
Complete
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
106
Transversal Oblique Spiral Comminutive
Epifisiolisis
Standar diagnosis Pemeriksaan fisik : Sama dengan fraktur dewasa Radiologi : mungkin memerlukan perbandingan sisi kontra lateral yang sehat. Terapi
Prinsip dasar teori fraktur pada anak adalah konservatif karena proses remodeling
terjadi
cepat,
angulasi
kecil
bisa
terkoreksi,
tumbuh
memanjang terjadi lebih cepat, imobilisasi lebih tingkat, jarang terjadi kaku sendi atau atrofi otot. Indikasi Operasi : bila konservtaif gagal
Plastiic deformity : Close reduction +immobilsasi dengan long cast 2 -3 minggu
Bucle : immobilisasi dengan cast 2 -3 minggu
Complite : Close reduction + cast imobilisasi 3 -5 minggu
Standar tenaga
Ahli Ortopedi
Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
107
Epifisolisis Klasifikasi : ada beberapa klasifikasi antara lain polan, weber, Titken, dan
Salter
–
Haris Klasifikasi Salter – Haris (SH) SH Tipe I : epifisi terpisah secara lengkap dari metafisis SH Tipe II : bidang fraktur berjalan transfersal melalui cartilage plate ke perifer SH Tipe III : fraktur intra articular dari epiphysis sampai ke metafisis SH Tipe IV : Vertical splitting dari fefifisis sampai ke metafisis SH Tipe V : Crusing melalui epiphisis kea rah metaphysis tak dapat di deteksi saaat tarauma. Terapi
Prinsip dilakukan sesegera mungkin reposisi
Sebagian besar kasus SH I dan SH II dapt dengan manipulasi reduksi tertututp
Displace spifisiolysis SH III dan SH IV biasanya perlu open reduction internal fixation
Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi Komplikasi
Jarang terjadi malunion ataupun delayed union juga jarang terjadi kaku sendi atau atrofi otot
Yang sering adalah gangguan growth plate, baik over grwoth atau grwoth arrest
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
108
SINDROMA KOMPARTEMEN Batasan Sindroma kompartemen adalah gejala kompleks disebabkan oleh peningkatan tekanan cairan jaringan dalam suatu kompartemen yang dibatasi oleh suatu jaringan fibro usseus dari anggota gerak yang mempengaruhi sirkulasi dan funggsi jaringan dalam kompertemen tersebut lebih dari 30 mmHg. Kompartemen terdiri dari otot, arteri, vena dan saraf dalam suatu ruangan yang meliputi (dibatasi) oleh osseofacial. Diagnostik
Nyeri : nyeri yang dalam, terus menerus, dan tidak terlokalisir (Pain at rest) serta regangan pasif dari otot otot yang terkena akan menimbulkan nyeri yang hebat (pain on passive movement). Pemeriksaan ini, lebih lebih bila disertai prestasi disepanjang distribusi saraf sensori yang mamlaui kompartemen merupakan tanda kompartemen sindroma yang paling terpercaya.
Prestasia,
sesuai
dengan
dermatom
saraf
yang
bersangkutan.
Dari
dermatomnya kita dpat memp[erkirakan saraf yang lesi sekaligus mengetahui kompartemen mana yang mengalami proses patologis
Paresis / paralisis
Hilangnya denyut nadi (pulselessness) terjadinya lambat kadang tidak terjadi sam sekali
Kulit diatas kompartemen tegang
Pengukuran tekanan intra kompartemen Sebenarnya secar klinis sindroma kompartemen sudah dapat ditegakkan akan tetapi pad apenderita – penderita yang tidak kooperatif atau tidak dapat dipercaya (uncooperative/unrekliable patient). Penderita yang tidak sadar (unresponsive patient) serta pada adanya deficit neurologist. Secara umum apbila tekanan intra kompartemen melebihi 30 mmHg penderita harus diobservasi ketat fasciotomi dilakukan bila tekanan diatas 40 mmHg. Penanganan
Anggota gerak yang mengalami tarauma, bengkak dan saakit harus terus dievaluasi (setiap 15 menit) ketat. Bila nadi tak teraba dilakukan pemeriksaan
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
109
Doppler serta lakukan pemeriksaan
neurologist yang akurat bila didapatkan
juga prestesia /hipostasia.
Bilakuat adanya kompartemen syndrome segera lepaskan gips (bivalved splitting) longgarkan bebat ekstensikan sendui yang flexi. Elevasi anggota gerak sedikit
diatas
jantung
penderita,
sebab
bila
terlalu
tinggi
justru
akan
meningkatkan intra kompartemen. Kemudian lakukan observasi ketat (tiap 15 menit)
Jika dalam satu jam tidak ada perubahan lepaskan semua gips, verban atau semua bebat yang ada. Jika dengan tindakan tersebut tetap tidak ada perubahan dalam waktu 30 menit, dianjurkan pengukuran intra komppartemen.
Segera lakukan fasciotomi , bila terdapat tanda klinis sindroma kompartemen bila tekanan intra kompartemen > 30mmHg (pada penderita yang tidak kooperatif, tidak sadar dan “unreiliable”)
Lakukan pemeriksaan ulang setelah fasciotomi. Bila tetap tidak ada perubahan mungkin :
Fasceotomi tidak adekuat
Ada kompartemen lain yang belum dekompresi
Diagnosa salah (memerlukan pemeriksaan arteriografi)
Periksa laboratorium : mioglobinuria, RFT dan urine produk
Profilaksi fasciotomi dianjurkan pada osteotomi tibia “lengthening” dan paska repair arteri dimana sudah terjadi iskemia 4 – 6 jam.
Komplikasi
Volkman’s ischemia
Volkman’s Contracture Perawatan pasca bedah
Rawat luka secara basah (dengan NaCl)
Ekstensi anggota gerak
Ganjal bantal/ elevasi anggota gerak setinggi level jantung
Observasi ketat : Nyeri, parestesia, paresis
Delayed closure atau skin graft setelah oedema berkurang (rata rata pada hari ke 5 -7)
Kepustakaan
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
110
1. Tanjung AS, : IP sukarna : Sindroma kompartemen, paper seksi ortopaedi lab/UPF Ilmu bedah FK UNAIR /RSUD Dr. Sutomo Surabaya 1992 2. Pogii, JJ : Compartemen syndrome : Orthopaedic secret, Brown DE : Neumann RD (Ed). Han ley & Belfus, Philadelphia 27 – 29 , 1995.
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
111
XV. SINDROMA FAT EMBOLI Definisi : Sidroma yang diakibatkan oleh masuknya lemak netral kedalarn sistem vaskuler, yang biasanya terjadi 28-24 jam setelah terjadinya trauma. Fraktur pada tulang panjang akibat trauma merupakan penyebab Sindroma fat emboli yang paling sering. Sindrorn fat emboli hampir selalu terjadi pada Femua fraktur pelvis dan fraktur extremitas inferior (terauma tibia dan femur). Pembedahan ortophaedi (Total hip arthoplasty, Total knee arthopiasty, intra medullary nailing) serta trauma pada jaringan yang kaya lemak sepert, liposuction, transplatasi sumsum tulang serta tindakan pernbedahan jantung, DM, akut pankreadtis dapat menyembuhkan sidroma fat emboli. Kemungkinan timbulnya sidroma fat emboli harus selalu kita pikirkan pada penderita-pendedta tersebut. Klasifikasi : Sevitt membagi tiga gejala klinis SFE 1. Tipe subklinis : Mungkin terjadi pada semua jenis fraktur tulang panjang extremitas, penurunan Pa C02,trombositopenia dan anemia ringan, 2. Tipe non fulminant : gangguan pemafasan dan sistern saraf pusat ptekiae, abnormalitas rontgen dan laboratorium. 3. Tipe fulminant : dalam beberapa jam paska trauma terjadi gangguan napas. Terdapat trias sindroma fat emboli 1. Perubahan pulmoner (takipnea, dispnea, ronki (+)) 2. Disfungsi serebri (nyeri kepala, letargi, stupor, koma) 3. Ptekiae (timbul 2-3 hah paska trauma, hilang setelah 7 hari dan khas timbul pada : dada bagian atas, dasar leher dan konjungtiva palpebra) Diagnosis : 1. Penderita mengalami fraktur tulang panjang extreniltas bawah / pelvis 2. Simptom timbul 1-2 hari paska trauma 3. Laboratorium : a.
Yang penting : analisa gas darah arterial (penurunan Pa O 2 sampai mmHg dalam 72 jam pertama adalah diagnostik)
b.
Hematologi : anemia, thrombosito.oenia, penurUnan serurn albumin,
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
112
c.
Urine : fat globulus (fat globus juga didapatkan pada- sPuturn, cairan serebrospinal dan darah).
4. Radiologis : pada kasus ringan / subklinis normal pada kasus berat : infiltrat yang halus difus (nufly) 5. EKG : normal, RHF I non specific T-ware karena iskernia atau hipoxia
Penanganan: 1. Fraktur ditangani secara gentle dan dibidai secara baik. Dianiurkan melakukan open rediction dan internal fixation dalarn 24-'48 jam setelah trauma. Imobilisasi dini menurunkan insidensi SFE 2. Transportasi yang baik 3. Cegah syok, bila perlu tranfusi 4. Analgetika, untuk mengurangi respon simpatomimetik akibat traum 5. Bantuan respirasi oksigen diberikan dengan canula atau dengan masker. Pada kasus yang berat pemberian 02 dengan ventilasi yang dibantu secara mekanis dengan intubasi endotrakeal 6.
Kortikosteroid : – 4 ½ mm / kgBB methyl prednisolon ((ID, 8 jam untuk 4 dosis – 30 mm / kgBB methyl prednisolon @. 2 jam untuk 2 dosis
7.
Balans cairan
8.
Observasi ketat vs / urine output
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
113
Kepustakaan : 1. Graham, DD : Rullmonary Problem.: Orthopaedic Secret, Brown DE; Neuman, DE (ed). Hanley & Belfus, Philadealphia: 35-36, 1995 2. Johnson JM; Lucas GL. : Fat Embolism Syndrome Orthopaedics Vol. 4 No. 1. 59-65, 1996 3. Sukarna IP : Embolisme Lemak (Fat Embolism), dalarn : Komplikasi Paru akibat fraktur, Seksi Orthopaedi Lab/UPF llmu Bedah FK Unair. Dr. Soetomo Surabaya, 1996.
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
114
XVI.
KELAINAN KONGENITAL
1. CONGENITAL DISLOCOATION OF THE HIP (CDH)/DDH Batasan : CDH Cerai sendi secara total, kaput femoris berada di luar asetabulum tetapi masih berada di dalarn kapsul sendi yang melebar dimana kelainan ini didapat sejak lahir. 1.
CSH (Congenital Subluxation of the Hip)
2.
Cerai sendi parsial, kaput femoris hanya berada pada tepi asetbulum dan belum keluar dari asetabulum.
Etiologi Dan Patofisiologi Etiologi Merupakan kombinasi dari 1. Faktor genetik 2. Faktor lingkungan (introuterin dan pasca kelahiran) 3. Faktor hormonal Patofisiologi
V Posisi fieksi intrauterin akan menimbulkan dislokasi bila terjadi ekstensi pasif secara mendadak saat kelahiran dan minggu-minggu awal kelahiran, terutama bila ada laxity capsile.
Dislokasi yang menetap akan menimbulkan perubahan sekunder, antara lain : 1. Displasia, maidireksi, flaUening 2. Anteversi berlebih pada kolurn femoris 3. Containment sendi tidak terjadi 4. Hipertrofi dan pernanjangan kapsul 5. Kontraktur otot adduktor hip dan iliopsoas 6. Perubahan menjadi irreversible
Gejala Klinis 1. Pada 3 bulan pertama
Bervadasi dan tidak nyata sampai cukup jelas
Lipal kulit paha asimetris
Abduksi hip terbatas
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
115
Tes Barlow +, teraba atau terdengar pada " dlslocapble hip " sewaktu kaput femoris keluar-masuk pada saat terjadi gerakan pasif ke posterior dan anterior, dan saat sendi pada posisi fleksi-adduksi dan fieksi-abduksi
Tes Ortolani +, teraba atau terdengar masuknya kaput femoris ke dalam asetabulum saat sendi t1eksi 900 dan trochanter ditahan ke anterior sambil digerakkan ke arah abduksi
2. Masa 3 bulan - 18 bulan Keterbatasan gerak abduksi dan kontraktur semakin jelas Pemendekan paha (Galeazzi / Mis Sign ) positif Penonjolan trochanter mayor Tes Ortolani sudah tidak terlalu nyata Teleschoping Phenomenon positif Pemeriksaan radiologis menunjukkan -
Kaput feromis dislokasi ke arah supertolateral dan asifikasi terlambat
-
Maldireksi asetabulum
3. Masa 18 bulan - 5 tahun Perubahan sekunder makin jelas Tingkat irreversible semakin tinggi Trendc-lenburg sign positif (pantat sisi sehat akan jatuh (drop) saat berdiri di sisi yang sehat Berjolan pincang – Dislokasi satu sisi : akan terjadi ayunan tubuh ke sisi dislokasi – Dislokasi dua sisi : akan terjadi ayunan tubuh ke kanan dan ke kiri seperti bebek (Duck Waddliog Gait) 4. Masa di atas 5 tahun Gejala klinis sama Perubahan sekunder lebih jelas dan lebih irreversible Diagnosis
Pemeriksaan umum 1.
Pemeriksaan klinis yang meliputi inspeksi, palpasi dan perneriksaan gerak
2.
perabot obyakfif
3.
Perabot-perabot objektif
4.
Dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologis
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
116
Menegakkan diagnosis dengan 5.
Asimetri lipat paha
6.
Tes Ortolani, Barlow dan Galeazzi positif
7.
Asetabulum indeks 400 atau lebih
8.
Disposisi lateral kaput femoris
9.
Keterbatasan gerak sendi panggUl yang menetap, dengan atau tanpa gambaran radiologis yang abnormal
Penatalaksanaan Penatalaksanaan diusahakan sedini mungkin dan disesuaikan dengan usia pasien
Masa 3 oulan perlarna 2.
ReduKsi secara halus
3.
Dipertahankan pada posisi fleksi-abduksi yang tidak berlebihan dengan memakai Frejka pillow Splint, bidai Cambridge atau Frog Plaster selama 3 - 4 bulan
Masa 3 bulan - 18 bulan
Tenotomi adduktor hip
Traksi kulit
3 Reduksi tertutup
4Pemakaian Forg Piaster untuk 6 -- 18 bulan yang digi I atau dengan Long Leg Brace bilateral dengan abductor bar
Masa 18 bulan - 5 tahun
Sama dengan masa 3 - 18 bulan
Bila gagal, dilakukan open reductl:on, inmominate osteotomy dan soft tissue reconstruction
Masa di atas 5 tahun 1. Prinsipnya sama dengan masa 18 bulan – 5 tahun, dengan keberhasilan minimal 2. Operasi paliatif untuk mengurangi rasa sakit 3. dipertimbangkan Total Hip Replancement pada orang dewasa dengan nyeri yang berlebihan Standar tenaga Ahli Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
117
2.
CONGENITAL PSEUDOARTHROSIS TIBIA Definisi CPT adalah suatu kondisi dimana terdapat sendi palsu pada tibia yang muncul sejak lahir sehingga tedadi gerakan abnormal pada bagian tersebut, disertai dengan bowing / angulasi (urnumnya angulasi anterior). Insidensinya cukup jarang tapi merupakan suatu cacat yang serius Etiologi Dan Patofisiologi
Etiologi
Secara pasti belurn diketahui
Kemungkinan berhubungan dergan neurofibromatosis
Patofisiologi 1. Merupakan kegagalan pertumbuhan tibia secara normal yang tedadi sejak sebelum lahir dan terdapat pembengkokan di bagiar, distal tibia 2. Tulang tipis, sklerotik dan rapuh, patah patologis sebelum atau segera sesudah melahirkan dan tidak dapat sambung (pseudoathrosis / oleh karena kedua ujung fragmen avaskuler) 3. Umumnya disertai pemendekan tulang dan jaringan lunak yang nyata, terutama pada sisi posterior 4. Fibula sering kali gagal tumbuh atau mengalami angulasi
Gejala Klinis
Ditegakkan dengan perneriksaan klinis
Harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologis
Penatalaksanaan 1. Semaksimal mungkin dilakukan rekonstruksi 2. Cukup sulit, prognosanya baik untuk penyambungan (union), mengatasi pemendekannya, rnaupun teknik operasi dan fiksasinya 3. Untuk penggunaan implant ( K. Pengendalign Infeksi Nosokornial, plate screw atau Ilizarov apparated) dan bone grafting 4. Kadang memerlukan amputasi dan protese
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
118
3. AMPUTASI KONGENITAL Batasan : Hilangnya anggota gerak bawah dan alas sejak kelahiran. Level amputasi amat bervariasi mulai hilangnya satu jari sampai hilangnya dua ekstrernitas atau bahkan keempat ekstremitas. Sering disertai dengan anular constricting band. Etiologi : 1. Gagalnya pertumbuhan melingkar kulit dan jaringan lunak intra uterin atau bahkan anggota gerak itu sendiri. 2. Ujung puntung atau stump sering tidak menutup, tetapi kadang-kadang masih dengan luka Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
119
4. FLAT FOOT (TAPAK CEPER) Batasan : Hilangnya arcus Plantaris atau arcus longitudinalis kaki Etiologi clan Patofisiologi 1. Kekenduran (laxity) ligament 2. Kurangnya stabilitas otot 3. Sering bersifat keturunan 4. Disebut Mobile flat foot Gejala klinis clan diagnosa : 1. Tidak tampak aclanya arcus plantwis kaki 2. Telapak kaki dapat ke tempat pijakan 3. Tumit pada posisi vaigus 4. Kaki mengalami pronasi 5. Diagnosa banding : rigid flat foot Penatalaksanaan 1.
Informasi pada orang tua bah-Ha tirlak merupakan kelainan yang berarti, kecuali mungkin sulit menjadi pelari / atlit yang handal.
2.
Dicoba diberi fisioterapi Untuk penquatan (strengthening) otot-otct fieksor dan inventor kaki
3.
Dicoba dengan sepatu orthopnedi (medial wedge orthopaedic shoe), Standar tenaga Ahli Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
120
5.
POLIDACTILI JARI TANGAN Batasan : Terjadinya jari-jari tangan atau ibu jari yang berlebihan Gejala klinis clan diagnosa : 1. Kelainan clapat mulai duplik8si jaringan lunak, phalanx atau metacarpal dengan atau tanpa sendi 2. Pedu pemeriksaan radiologis Penatalaksanaan 1.
Exisi sederhana
2.
Rekonstruksi tendo atau tulanggya
3.
Pelaksanaan menunggu usia anak beberapa tahun atau sebelum sekolah, khususnya untuk rekonstruksi
6. SINDACTILI TANGAN Batasan : Kelainan bawaan dimana dua jari tangan atau lebih'tidak terpisah atau bersatu satu sama lain. Disebut juga ' webbing fingers'. Gejala Klinis dan diagnosa 1.
Hubungan jari-jari dapat terjadi, hanya pada kulit atau jaringan lunak, tetapi dapat juga antara tulang dan tulang
2.
Sindactili sering disertai hypoolasi ruas-ruas jari. Jika tiga atau empat jari tidak terbentuk secara sempurna dan tergabung disebut “mitten hand”
Penatalaksanan 1. Sindactili yang inkomplit boleh dipisahkan waktu masih bayi 2. rekonstruksi untuk perbaiakn fungsi dan bentuk pada kondisi yang lebih berat pada umur sekitar empat tahun dan disarankan memerlukan ”skip graftting” 3. Standar tenaga Ahli Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
121
7. CLUB HAND (HYPOPLASIA RADIUS) Batasan : Defiasi radial dari tangan diseriai pemendekan dan pembengkokan dari ulna atau lengan bawah Etiologi Terjadinya hypoplasia atau aplasia radial ray yang meliputi
tulang radius
naviculare, trapezium, metacarpal 1, dan ibu jari tangan serta otot, saraf dan pembuluh darah yang bersangkutan. Kadang ada hypoplasia humerus. Gejala klinis dan diagnosa 1. Terlihat deviasi ke arah radial clan tongan. 2. Ulna pendek clan melengkung 3. Hypoplasia / apalasia tulang tampak pada gambaran radiologis Penatalaksanaan 1. Sulit 2. Manipulasi dan pemasangan bidai pada stadium awal (bayi) walau biasanya tidak terlalu berhasil 3. Operasi jaringan lunak (Z plasty kulit clan release jadngan fibrous ) dan koreksi dipertahankan dengan splin untuk beberapa bulan 4. Operasi tulang yaitu sentralisasi clan stabilisasi ( ujung distal ulna dan carpalia) 5. Rekonstruksi (policisasi) jari 11 sebagai ibu jari. Standar tenaga Ahli Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
122
8. TORTICOLIS MUSCULARIS (WPY NECK, INFANTILE TORTICOUS) Batasan : Pemendekan atau kontraktur oLlot sternocleidomastoldeus Etiologi : 1. Belum cliketahui secara jelas 2. Sebenarnya kelainan bukan kongenital, tetapi didapat setelah lahir Patofisiologi :
Beberapa minggu pertama timbul " tumor sternocleidomastoideus pada satu sisi leher yaitu benjolan pada otot yang kemungkinan merupakan hipertropi jaringan fibrous yang kemudian meningkalkan kontraktur otot tersebut.
Kontraktur ini menyebebkan posisi kepala ticlak simetris. Dalam pertumbuhan anak selanjutnya bentuk muka juag menjadi simetris
Gejala Klinis
Pada saat kelahiran sangat minimal. Beberapa minggu kemudian posisi kepala bayi cenderung fleksi lateral (tilting) ke sisi yang terkeri dan rotasi ke sisi yang anterolateral
Dalam tahun-tahun berikutnya pertumbuhan muka jgua menjadi asimetris Diagnosa 1. Berdasarkan pemeriksaan klinis 2. DID / servical synostosis (klippel Feil Syndrome) Penatalaksanaan 1. Pada bulan pertama sesudah kelahiran > stretching / pasif exercise oleh fisioterapist dan orang tua cukup efektif 2. Positioning kepala secara tepat cukup membantu program fisioterapi 3. Pada periode selanjutnya kontraktur yang ada mengurangi efektifitas streching dan tindakan operatif (tenotomy) sangat diperlukan 4. Pemakaian collar splint perlu dipertimbangkan Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
123
9. OSTEOGENESIS IMPERFECTA Batasan : Kelainan tulang secara umum dimana tulang mengalami kerapuhan dan bersifat heriditer sering disertai kelainan pada persendiran, pembuluh darah, kulit dan sclera Etiologi 1. Herediter, umumnya diturunkan melalui gen autosomal dominant 2. Sebagian kecil melalui :
Mutasi gen dominan
Sebagian mutasi gen dan sebagian gen resesif
Gen autosomal resesif
Patofisiollogi dan gejala klinis 1.Kelainan dasar terletak pada gangguan maturitas kolagen karena osteoblast tidak mampu berdiferensiasi 2.Selanjutnya kerapuhan tulang disebabkan kegagalan osifikasi ( deposisi tulang oleh osteoblast periosteum da:i endusteum dan resopsi tulang yang beriebihan oleh osteoclast. 3.Karera adanya imbalance tersebut". tulang cortical dan trabeculae tulang cancelous menjadi tipis dan rapuh 4.Pada x-ray : penitisan cortex tulang diafisis mengecil, tapi ujung-ujung epifisis melebar. 5.Tulang bengkok oleh adanya microfraktur yang berulang dan tulang mudah patah akibat trauma ringan 6.Penyambungan tulang yang patah rela"if normal tetapi tetap rapuh 7.Gejala lain . sendi tidak stabil, kulit tipis, sklera biru dan kerapuhan pembuluh darah. Kadang disertai tuli oleh karena otosclerosis Gejala Klinis :
Tergantung terjadinya fraktur pertama :
Fetal type:
Paling keras Fraktur multiple sejak dalam kandungan Mortalitas tinggi
Infantile type :
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
124
Patah terjadi pada masa anak balita Tulang bengkok dan patah
Juvenile type :
Paling ringan patah terjadi pada usia anak yang lebih dewasa Penatalaksanaan 1. Tidak ada pengobatan efektif untuk kerapuhan tulangnya 2. Anjuran hati-hati pada anak dan orang tua untuk mencegah deformitas 3. Perlu preventive splint dan kruk 4. Untuk tulang yang patah dan bengkok perlu dilakukan. open reduction interrial fixation dengan nail / pin dan sekaligus ostetomy multiple (Softeld osteotomy) 5. Standar tenaga 6. Ahli Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
125
10. ARTHROGYPOSIS MULTIPLEX CONGENITAL (AMYOPLASIA CONGENITAL) Batasan : Kelainan kongenital berupa deformitas dan kekakukan pada beberapa banyak sendi akibat gangguan otot-otot. Etiologi dan patofisiologi : Belurn diketahui kelainan genetiknya dan patogenesisnya. Kelompok otot-otot mengalami
hypoplasi
atau
aplasia
selama
perkembangan
embdonalnya
(amyoplasia) kadang-kadang sebagai akibat defect sel-sel cornu anterior medula spinalis. Secara mikorskopis terdapat infiltrasi lemak dan fibrous diantara serabut otot. Otot-otot tidak dapat berkembang secara normal dan tampak mengecil secara nyata. Infiltrasi jaringan fibrous secara berlebihan tedadi jaringan periartikuler, sub kutis dan kutis, sehingga kaku dan tidak 31estis. Kelainan otot sebenarnya statii, tidak progresif tetapi mengakibatkan kelainan sekunder pada sendi dan sekitarnya makin berarti selama pertumbuhan anak. Gejala klinis 1. Kelainan sudah ada sejak kelahiran, bayi tanipak kaku seperti wooden dools 2. Kelainan yang sering tedadi adalah : Club foot berat atau rigid Kekakuan untuk posisi lurus akibat hypoplasi quadriceps, kadang-kadang hyperekstensi lutut bahkan luksasi lutut CDH berat yang tidak dapat direposisi Kontraktur fleksi jari-jah dan pergelangan tangan Kontraktur ekstensi siku dan adduksi bahu Kadang-kadang scoliosis Mental umumnya dalarn bakas-batas normal Diagnosa : Umumnya secara klinis, tetapi perlu konfirmasi dengan x-ray Penatalaksanaan 1. Sulit dan pedu kesabaran dan dedikasi 2. Pasive streeching boleh dicoba hasilnya biasanya sedikit, tidak bolah secara force Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
126
3. Soft tissue operation (capsulotomy dan tendo lengthening ) tidak memuaskan bahkan sering diikuti terbentuknya jaringan fibrous padat scar 4. Body operation (osteotomy, arthrodesis) sering lebih efektif dan memberi perbaikan dan deformitas yang ada Standar tenaga Ahli Ortopedi
11.
CTEV (CONGENITAL TALIPES EQUINO VARUS, CLUB FOOT)
Batasan : CTEV adalah cacat bawaan yang merupakan gabungan antara : 1. Adduksi kaki depan (fore foot) 2. Supinasi sendi midtarsal 3. Varus tumit pada sendi sub talar 4. Equinus pada sendi ankle 5. Deflasi medial seluruh kaki terhadap lutut, akibat angulasi collum tali dan torsi internal tibia Etiologi : 1. Tidak diketahui secara pasti 2. Sepuluh persen diperkirakan herediter 3. Teori-teori yang ada : a)
Wyne davis : faktor genetik
b)
Denis brown : faktor mekanis
c)
Bohm : terbentuknya pertumbuhan janin
d)
Garceau : displasia otol den imbalance otot-otot
e)
Adam, sotile, irani den sherman : kelainan primer pada os talus yaitu caput-collum-corpus defigsi medial dan plantar
f)
Mc key: rotasi medial calcaneos pada sendi sub talar
Patofisiologi 1. M. Gastrocnemeus-soleos mengecil 2. Tendo achiles memendek equinus 3. Tendo M. Fleksor digitorum / hallucislongus memendek equinus dan varus 4. Tendo M. Tibialis posterior memendek equinus, varus, dan inversi fore foot Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
127
5. Sering tendo tibialis anterior memendek adduksi, inversi fore foot 6. Pemendekan dan penebalan kapsul sendi dan ligament pada sisi konkaf dari deformitas (posterior den medial side), juga apponeorosis plantaris 7. Kontraktur soft tissue yand dibiarkan akan menimbulkan kelainan bentuk tulang-tulang dan sendi-sendi 8. Terputarnya tulang calcaneus dan midtarsal ke medial, tumit letak tinggi dan mengecil 9. Akhirnya mengarah ke bawah, calcaneus menjadi varus, naviculare tergeser ke medial talus cunciforme dan cuboit berbentuk pasak (wedging), metatarsal bengkok ke medial Gejala klinis 1. Sesuai / sama dengan kriteris pada batasan 2. Derajat CTEV: a)
Ringan, sedang, berat
b)
Ditentukan oleh derajat ketegangan bagian posteromedial kaki dan resistensi terhadap manipulasi manual
3. Pada neglected club foot Timbul komplikasi: a)
Persistent
b)
Callositis pada dorso lateral kaki dapat luas sekali dengan luka di bagian tengahnya
c)
Kosmetik jelek
Diagnosa : 4. Mutlak perlunya diagnosa dini 5. Test dorso fieksi kaki pada bayi lahir 6. Ingat orthopaedi dan check list 7. Perlu x-ray kaki untuk mengetahui posisi talus, hubungan talus dengan tulang lain (calcaneus, naviculare, dan metatarsafia) 8. Diagnosa banding : Kongenital a) Bersifat lokal (localized) b) Bersifat umum (generalized)
Arthrogryposis multiplex congenital
Spina bivida
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
128
Congenital absence of distal tibia Didapat (aquisita) c) Post polio d) Post trauma e) Post combustio f) Cerebral palsy
Penatalaksanaan 1. Sedini mungkin, sejak 24 jam pertama kelahiran 2. Usahakan kalau mungkin koreksi selesai bayi mulai latihan berjalan 3. Disesuaikan dengan umur dan derajeat CTEV: a)
Minimal correction
b)
Cereal plastering correction
Metode kite
Tiap 1-2 minggu
Atas lutut
Fleksi lutut
Tanpa blus
c)
Soft tissue operation (postero medial release)
Rigid type
3 bulan gagal korektif
Kambuh (recurrent)
d)
Soft tissue and bone operation
Sama dengan soft tissue operation tetapi umur 4 tahun
Late / neglected CTEV umur sudah >4 tahun
4. Maintenance post therapi (konservative dan operative) a)
Denis brown splint atau ortosis lain
b)
Reversed shoe
Standar tenaga
Ahli Ortopedi
Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
129
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
130
XVII.
INFEKSl ORTOPEDI
MACAM: a.
Pyogenic
b.
Granulomatous (TBC)
c.
Indolent (fungi)
d.
Parasitic (Hydatid disease)
ASAL: a.
Focus tempat lain
b.
Lokal setempat 1. ACUT HEMATOGENUS OSTEOMYELITIS
Terutama pada anak
Jika terjadi pada orang dewasa harus dicurigai adanya penurunan resistensi tubuh akibat :
Debil, drug abuse atau penyakit lain (DM, terapi steroid, dll)
Post traumatic hematom
1. Organisme : 1. Staphylococcus Aureus 2. Streptococcus Pyoganus 3. Streptococcus Pneumonia 2. Pada anak < 4 tahun 1. Haemophylus Influenza 2. Eschericia Coli . 3. Pseudomonas Aeroginosa 4. Salmonela
Patofisiologi 1. Tergantung tempat inteksi dan virulensi 2. Respon imunologi akan menimbulkan fase Inflamasi : terjadi aliran PMN, eksudasi cairan yang menyebabkan peningkatan tekanan intraoseus, nyeri, obstruksi aliran darah, trombosis ischemia Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
131
Suppurasi : hari ke 2-3 terbentuk pus lewat cana Volkman terjadi subperiosteal absos menyebar ke seluruh tulang Pada anak kecil masih terdapat anastomose bebas antara metafisis dan epifisis mudah infeksi infeksi sendi Pada anak yang agak besar, fisis merupakan penghalang penyebaran infeksi ke sendi. Pada sendi yang metafisisnya terletak intracapsul (hip, shpulder dan elbow), pus dapat masuk dari periosteum ke dalam sendi Nekrosis
Peningkatan tekanan intraoseus
Vascular stasis
Trombosis
Perios stripping
Toksin bakteri
Enzym lekositic
New Bone Formation 1. Tampak pada akhir minggu kedua 2. Terbentuk dari deep layer periosteum 3. Tulang baru (nenebal membentuk involocrum, menutupi jaringan yang infeksi dan sequester bila inleksi berlanjut, pus keluar lewat lubang (cloaca) pada involocrum dan keluar lewat sinus pada kulit dan menjadi osteomyelitis chronis Resolusi Bila
infeksi
terobati
dan
tekanan
intraoseus
diturunkan
(dengan
drilling/
pengeboran) pada fase awal terjadi resolusi Standar tenaga
Ahli Ortopedi
Residen Ortopedi
2. OSTEOMYELITIS POST OPERASI ORTHOPAEDI
Organisme penyebab osteomyelitis post operasi merupakan campuran dari : 1. Patogen : Staphylococcus Aureus, Prateus, Pseudomonas 2. Not Normal Pathogen : Sreptococcus Epidermidis
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
132
Yang membantu invasi bakteri : 1. Kerusakan jaringan lunak dan matinya tulang 2. Kontak yang jelek antara implant dengan tulang 3. Loosening implant 4. Korosi implant 5. Fragmentasi bahan polirner (PMNA) Gejala klinis : A. Early infection (< 3 bulan)
Superfisial : keluhan ringan (infeksi pada kulit dan subkutan)
Deep : keluhan hebat, nyeri, panas, bengkak, nanah (infeksi pada fascia, otot, tulang)
Campuran
B. Late infection Rontgen : destruksi kortex, periosteal,new bone formation Scan peningkatan aktivitas fase perfusi dan tulang MRI area lokal dengan sinyal aktivitas tinggi Pus Pencegahan 1. Pasien dengan gangguan imunologi tidak dioperasi, diusahakan terapi konservatif 2. Memberantas:infeksi pre operasi 3. Meningkatkan sterilitas 4. Pemberian Antibiotik profilaksis sebelum insisi (saat induksi anestesi) 5. Memakai implant kualitas baik 6. Teknik operasi yang baik 7. Pencegahan infeksi post operasi Terapi 1. Operasi tanpa implant AB + drainage pus 2. Operasi dengan implat drainage pus biarkan luka terbuka sampai bersih, irigasi antibiotik Bila mungkin implant dipertahankan sampai union. Bila harus dilepas, ganti dengan eksternal fiksasi Standar tenaga Ahli Ortopedi Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
133
Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
134
3.
CHRONIC OSTEOMYELITIS Organisme
:
campuran
dari
Staphylococcus
Aureus,
Eschericia
Coli,
Streptococcus Pyogenus, Streptocaccu, Epidermis Tulang mati merupakan SUbstrat adhesi bakteri (implant) infeksi persistent : harus diambil. Terkadang keluar sendiri lewat draining sinus Diagnosis 1. Rontgen : terkadang mirip bone tumor 2. Sinogram : mendeteksi sinus dan fistel dengan zat kontras 3. Radio isotop scanning : 99 TC. 67 GA, III In 4. CT-Scan / CAT-Scan 5. MRI (dapat mendeteksi luas destruksi tulang, abses, squester tersembunyi) 6. Laboratorium LED, Leukosit, Kultur dan Sensitivity test Terapi
Antibiotik
Operasi a. Bersihkan jaringan terinfeksi b. Irigasi kontinyu c. Gentamycin beads dengan PMMA (Septopal) d. Teknik Papineau
Standar tenaga Ahli Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
135
4.
ACUTE SUPURATIVE ARTHRITIS
Infeksi pada sendi, asal dari 1. Direct : karena luka 2. Penyebaran abses 3. Penyebaran lewat darah
Organisme : 1.
Staphylococcus Aureus
2.
Haemophylus Influenzae
Patofisiologi 1. Infeksi membran sinovial eksudasi + pus terjadi erosi kartilago oleh enzim bakteri 2. Pada anak merusak epiphisis 3. Bila
tidak
diobati
dapat
menyebar
ke
tulang
dan
menimbulkan
osteomyelitis Gejala klinis 1. Pada bayi : rewel, panas, menolak menyusui, sendi hangat, bengkak, menolak digerakkan 2. Pada anak-anak : rewel, panas, menolak menyusui, sendi hangat, bengkak, menolak digerakkan, kesakitan dan spasme 3. Pada orang dewasa : ananinesa adanya infeksi GO dan drug abuse Pemeriksaan 1. Aspirasi cairan sendi (bening/pus) 2. Lakukan pengecatan gra, kultur dan sensitivitis Coccus gram +
: S. AureLIS
Coccus gram -
:
Nisseria
Gonorhoe
(dewasa),
Haernophylus,
influenzae (anpk) Diagnosis banding 1. Acute osteomyelitis 2. Traumatic synovitis dengan hemathros 3. Iritable joint 4. Haemophylia 5. Rheumatoid fever 6. Gout dan pseudogout (CPPD) Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
136
7. Gaucher disease Terapi 1. Supportive (infus + analgesic) 2. Splint 3. Antibiotik 4. Drainage Komplikasi Kerusakan cartilago, gangguan pertumbuhan tulang Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
137
5.
POLIO
Infeksi virus (entero) pada Anterior Horn Cell di spinal cord den brainstem yang menimbulkan paralisis LMN dari kelompok otot yang terkena.
Dengan vaksinasi dapat menurunkan kasus Patofisiologi
1. Virus masuk lewat usus gejala seperti flu menyerang sel cornu anterior paralisis (oleh karena inflamasi) dan oedem survive dan pulih lagi 2. Residual paralisis > 6 bulan permanen Klinis 1. Menyerang semua umur 2. Gejalanya adalah flu dan diare ringan 3. Akut : seperti mentrigitis akut (panas, nyeri kepala, leher kaku, muntah), nyeri otot dan spasme, paralisis (harl ke 2 - 3) kesulitan bernapas dan menular 4. Convalescent : 7 - 10 hari gejala menurun proses infeksi s/d 4 minggu Terapi : 1. Fase akut : 1. Isolasi, rest, symptomatic 2. Gentle passive stretching 3. Respiratory paralysis respirator 4. Pasang bidai (splintage) untuk mencegah deforinitas yang menetap 5. Muscle chart setiap bulan 2. Penanganan Residual Polio 1. Isolated muscle weaknes without deformity
Quadriceps paralyisis splint/caliper knee straight
2. Deformity : imbalanced Splint, tendon transfer 3. Flail joint : balanced Splint, arthrodesis 4. Shortening bone growth Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
138
< 3 cm : building up the shoes, bone lengthening yang pendek, bone shortening sebelah 5. Vascular dysfurction : sensasi N Cold & blue sympatectomy Standar tenaga Ahli Ortopedi 6.
TBC TULANG DAN SENDI Klinis Menyerupai TBC paru Anamnesis 1. Kontak anak dan remaja lebih banyak terserang 2. Sendi : nyeri, bengkak, night cries spasme 3. Serangan demam jarang terjadi, berat badan turun Pemeriksaan Fisik 1. Muscle wasting, synovial thickening 2. More : limited all direction. Erosi stif dan deformed 3. TBC spine: Abses groin (tendo iliopsoas) Collaps kyphosis Gangguan neurologi X-ray : 1. Soft tissue swelling 2. Periarticular osteoporosis 3. Articular space menyempit 4. Spine Vertebra collaps dengan lamina intact Paravertebral abses Diagnosis 1. History 2. Only 1 joint 3. Penebalan synovial 4. Muscle wasting 5. Rontgen : periarticular destruction 6. Lab :
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
139
a. Mantoux test + / heaf test b. ESR meningkat c. Lympocytosis d. Pewarnaan acid fast bacili e. PAP (Peroridase Anti Peroxidase) f. TB. DOT g. PCR (Polymerase Chain Rx) h. Biopsi i. Kultur Diagnosis banding Transient synovitis Monoarticular Rh A Subacute arthritis Hemorrhagic arthritis hemofili Pyogenic arthritis yang lama Standar tenaga : Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
140
XVIII.
PENYAKIT DEGENERASI Degenerasi (menua, aging process) adalah proses menghilangnya secara
perlahan-lahan
kemampuan
jaringan
untuk
memperbaiki
diri
dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga manusia tidak dapat bertahan terhadap jejas dan memperbarui kerusakan yang diderita. Proses degenerasi pada sendi sebenarnya sudah dimulai saat sesudah dewasa dan berlanjut sepanjang hidup manusia. Pada usia dewasa dan berlanjut sepanjang hidup, tulang rawan, sendi secara bertahap berubah dari permukaan yang licin dan mengkilap menjadi permukaan sendi yang sebaliknya. Oleh karena regenerasi, tulang rawan sendi sangat terbatas maka proses degenerasi berjalan progresif dan ireversibel. Hilangnya kondroitin sulfat secara bertahap dari matriks tulang rawan sendi mengakibatkan hilang atau berkurangnya support dari serabut-serabut kolagen. Tulang rawan sendi menjadi kurang efektif fungsinya sebagai Shock Absorber dan Lubricated Surface akan lebih mudah cedera terhadap gerakan / gesekan sendi yang selalu berulang sepanjang hidupnya. Terjadi degenerasi tulang rawan sendi secara progresif, hipertrophi dan remodeling tulang subkondral dan inflamasi sekunder lapisan sinovial. Penyakit degenerasi sendi mengenai 1. Tulang rawan sendi 2. Tulang subkondral 3. Kapsul sendi (lapisan sinovial dan fibrus) 4. Otot Penyakit sendi degeneratif sering disebut juga 1. Osteoartritis 2. Osteoartrosis 3. Artritis degeneratif 4. Artritis hipertrofik 5. Senescent arthritis Insidensi pada usia 2: 60 tahun 25% wanita dan 15% pria. Adanya wear and tear pada send! memperparah proses patologis yang ada, maka sendi penyangga beban tubuh (lumbal spine, hip, knee) lebih nyata kerusakannya.
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
141
1. OSTEOIARTHRITIS Batasan : Osteoarthritis adalah gangguan sendi yang bersifat kronis disertai kerusakan tulang rawan sendi berupa disintegrasi dan pelunakan progresif, yang diikuti pertumbuhan pada tepi tulang dan tulang rawan sendi (osteofit) dan fibrosis pada capsul sendi. Osteoarthritis timbul akibat mekanisme abnormal pada proses penuaan, trauma atau akibat kondisi lain yang menyebabkan kerusakan yang rawan sendi. Ada 2 jenis Osteoarthritis : 1. Osteoarthritis primer: akibat proses penuaan, terjadi pada usia pertengahan atau lebih. 2. Osteoarthritis sekunder : akibat penyakit yang menyebabkan kerusakan pada tulang rawan atau sinovium sendi. Etiologi : Terdapat faktor-faktor predisposisi terjadinya Osteoarthritis 1. Usia Berkurangnya pembentukan chondroitin sulfat dari matriks tulang rawan sendi merupakan awal Osteoarthritis primer, pada usia di atas 50 tahun. 2. Kelainan kongenital : CD.H, Clubfoot 3. Trauma Mayor trauma
: fraktur intraartikuler, ruptur meniskus
Mikro trauma
: akibat pekerjaan
4. Infeksi : arthritis piogenik, tuberkulosa 5. Inflamasi aspesifik RA, ankylosing spondilitis 6. Inkongruensi sendi nekrosis avaskuler, slipped epiphysis 7. Deformitas/ malalignment, vaigus/varus 8. Instabilitas sendi : laksiti capsul sencil dan ligamen, subluksasi 9. Gangguan metabolisme : gout 10.
Hemarthrosis. berula ng : hemofili
11.
Faktor-faktor lain : genetik, jenis kelarnin, ras, cuaca/ iklim.
Insidensi : Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
142
Osteoarthritis primer umumnya pada usia lebih 50 tahun, wanita lebih banyak dan lebih sering lagi pada sendi penyangga beban tubuh. Osteoarthritis sekunder pada usia lebih muda, laki-laki lebih banyak. Patologi : 1. Berkurangnya atau tidak terbentuknya condroitin sulfat merupakan awal proses Osteoarthritis 2. Kondromalasia/ melunaknya.tulang rawan 3. Fibrilasi dan fisurasi tulang rawan sendi 4. Tulang subkondral mengalami eburnasi dan langsung bersinggungan saat gerakan sendi. Sklerotik bagian tengah dan porotik/ rarefaksi pada bagian tepi. 5. Terbentuk kondrofit dan osteofit. 6. Akibatnya ROM berkurang 7. Terbentuk kiste subkondral yang mengalami hipervaskularisas; dan menambah rasa nyeri sendi 8. Sinonial menebal terjadi efusi sendi fibrosis kapsul yang juga mengurangi ROM. 9. Pada jari dapat terjadi “heberdens nodes” yaitu tonjolan keras akibat psifikasi dari bagian kapsul yang sebelumnya telah mengalami degenerasi hialin. 10.Otot mengalami spasme/sebagai reaksi terhadap nyeri, otot menjadi kontraktur (umumnya bagian fleksor) dan mengurangi ROM sendi. 11.
Terjadi “fibrous ankylosis” sendi dan delormitas.
Gejala Klinis: 1. Mengenai satu sendi atau lebih 2. Berhubungan dengan proses inflamasi sinovial, penggunaan sendi, inflamasi dan degenerasi sekitar sendi. 3. Nyeri, skibat inflamasi sinovial dan fibrous kapsul, kontraktur otot dan dari tulang. Keluhan nyeri tidak paralel dengan kelainan rontgen. 4. Pembengkakan, akibat efusi sendi, penebalan kapsul dan osteofit 5. Kekakuan sendi 6. Gangguan gerak, disebabkan oleh iregularitas permukaan sendi, disamping yang telah tersebut di atas. Sering dijumpai krepitasi pada palpasi, auskultasi dan pada gerakan 7. Deformitas (ankilosis, varus, valgus) 8. Nodus Heberden pada dorsal sendi interphalang distal. 9. Nadus Bouchard pada sendi interphalang proksimal jari tangan. Pemeriksaan Radiologis Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
143
1. Densitas tulang normal/meninggi 2. Penyempitan ruang sendi 3. Sklerosis tulang subkondral, sering dengan bayangan kisteus. 4. Ostecfit 5. Destruksi tulang dan deformitas sendi Diagnosa: Bentuk klasik Osteoarthritis primer pada sendi besar penyangga beban, harus dibedakan dengan Osteoarthritis sekunder yang didasari kelainan lain.
Penatalaksanaan : 1. Umum : a.
Istirahat teratur
b.
Mengurangi berat badan
c.
Obat analgetik anti inflamasi
d.
Informasi tentang kausa, patologi, prognosa.
2. Lokal : a.
Injeksi intra artikuler/pertiartikuler khusus saat proses akut.
b.
Fisioterapi
(mengurangi
sakit,
penguatan
otot,
mempertahankan/
menambah ROM) c.
Kalau perlu : aspirasi
d.
Pemasangan bidai
e.
Operasi Indikasi Operasi :
1. Nyeri tidak berkurang dalarn pengobatan konservatif 2. Realignment sendi agar distribusi beban terb.agi rata pada sendi. 3. Sendi tidak stabil / subluksasi dan deformitas 4. Kerusakan sendi tingkat lanjut. Jenis Operasi :
Correctian osteotomy (HTO, vaIgus osteotomy trochanter)
Hemiartroplasti
Arthroplasti total
Arthrodesis
Standar tenaga Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
144
Ahli Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
145
2.
PENYAKIT DEGENERATIF KOLUMNA VERTEBRALIS LUMBAL Batasan: Penyakit ini merupakan Osteoarthritis yang terjadi pada kolumna vertebralis dan lebih sering terjadi dibandingkan Osteoarthritis sendi lain. Hal ini disebabkan oleh karena beban yang paling besar ditanggung oleh kolumna vertebralis Proses Osteoarthritis tulang belakang terjadi 1. Pada hubungan antara dua tulang belakang yang bersifat simfisis melalui diskus intervertebralis yang terdiri dari nukleus pulposus, anulus fibrosus dan cakram tulang rawan hialin. 2. Pada sendi permukaan posterior (posterior facet) antara dua vertebra melalui sendi sinovial/diartrodial dengan tulang rawan sendi; membran sinovial, kapsul fibross Osteoarthritis tulang belakang paling sering terjadi pada vertebra lumbal dan servikal. Nama lain penyakit degeratif tulang belakang 1. Osteoarthitis vertebra 2. Spondilosis 3. Spondiloartrosis 4. Spondiloartritis Etiologi dan Predisposisi: 1. Sama dengan osteoarthritis yang lain (trauma,dll) 2. Penyakit. pada vert(-,bra(peny. Scheuermann) Patofisiologi Akibat
degenesasi
segmental,
terjadi
penyempitan
penyempitan segmental
dan
diskus hernia
intervertebralis, nukleus
instabilitas
pulposus,
yang
sebenarnya lebih sebagai komplikasi dari degenerasi diskus intervertebralis. Hernia nukleus pulposus menimbulkan iritasi nerve root sebagai "sciatica" dan paling sering pada L 4-5 dan L-5-Si. Osteofit yang terjadi juga dapat menekan serabut saraf yang melalui foramen intervertebralis. Pada rontgen 1. Penyempitan discus space, tanpa overriding faset posterior 2. Osteofit Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
146
Myelografi hanya diperlukan 1. Untuk persiapan pre operatif HNP yang perlu dioperasi 2. Bila dicurigai ada neop!asma medula spinalis Gejala Klinis : 1. Amat bervariasi 2. Nyeri (low back pain) kronis dan intermitent, terutama pada aktivitas yang memerlukan extensi tulang belakang berlebihan. Hilang waktu istirahat, kadang-kadang nyeri sampai ke pantat atau belakang paha. 3. Nyeri kemudian berkurang, tetapi pinggang menjadi kaku. 4. Pada HNP dapat terjadi
Lumbago akut dan sciatica akut, hilangnya lordosis lumbal, skoliosis sciatica.
Nerve root iritation
Laseque's sign positif (terbatasnya straight leg rising)
Bowstring test positif
Hipestesi dorsum pedis dan lemahnya dorsoflexi/extensi
pergelangan
kaki dan jari-jari (iritasi pada serabut saraf 1-5)
Hipestesi kaki bagian lateral, lemahnya flexi ankle dan jari-jari dan hilangnya refleks achilles (iritasi pada serabut saraf S1)
Diagnosis 1. LBP dengan /tanpa siatika, perlu assesment yang baik dari riwayat pemeriksaan fisik, radiologi dan laboratorium. 2. DD: o LBP Viserogenik o LBP Vaskulogenik o LBP Neurogenik o LBP Psikogenik Penatalaksanaan : 1. Membantu penderita agar mengetahui seluk-beluk penyakitnya, sekaligus memberi dukungan usikologis. 2. Mengurangi nyeri (pemberian obat dan alat bantu /korset). 3. Fisloterapi 4. Operasi pada keadaan-keadaan a.
Hilangnya kontrol kandung kencing
b.
Kelainan neurologis progresif
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
147
c.
Nyeri/siatika yang sangat menganggu/menetap/berkelanjutan.
Standar tenaga Ahli Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
148
3. PENYAKIT DEGENERATIF KOLUMNA VERTEBRALIS SERVIKAL Batasan etiologi dan patofisiologi mirip dengan daerah lumbal, tetapi dengan kelainan terutama pada C 5-6 dan C 6-7. Gejala Klinis 1. Nyeri dan kaku leher, lebih-lebih pada gerakan dan dapat menjalar ke m.trapezius. 2. Nyeri bahu. 3. Gejala iritasi saraf sebagai akibat herniasi atau penekanan serabut saraf pada foramen intervertebrale oleh osteofit. 4. Iritasi pada C 5-6 : a.
Kelemahan otot deltoideus dan bicpes
b.
Hilangnya refleks biceps
c.
Hiperestesi kulit ibu jari dan telunjuk
5. Iritasi pada C 6-7 : a.
Kelemahan otot triceps
b.
Hilangnya refleks triceps
c.
Gangguan sensibilitas jari II dan III
Pemeriksaan Radiologis 1. Penyempitan diskus 2. Osteofit (lipping, spurt) 3. Penekanan oleh osteofit pada foramen intervertebrata lebih jelas pada rontgen obligue Diagnosis Banding 1. Infeksi (piogenik dan tuberkulosa) 2. Neoplasma 3. Fibrositis 4. Tumor surnsum tulang belakang dan radiks 5. Spondilolistes is servikal 6. Kelainan pleksus brakhialis (tunior, penyakit paget, cervical rib) Penatalaksanaan 1. Mengurangi nyeri dengan istirahat lokal (dengan servikal kolar) 2. Fisioterapi (SWD, traksi servikal) 3. Laminektomi (pada herniasi) 4. Artrodesis (pada hyeri berkelanjutan / ganggLian neuroloyis menetap) Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
149
Standar tenaga
Ahli Ortopedi
4. FROZEN SHOULDER Batasan Kelainan pada sendi bahu, baik intra artikuler maupun ekstra artikuler, yang menghambat pergerakan sendi, sehingga sendi terkunci atau terpaku pada posisi tertentu. Nama lain : bahu beku, kapsulitis adhesiva, periartritis. Etiologi dan Patofisiologi 1. Idiopatik 2. Post traumatik 3. Imobilisasi terialu lama, terutarna pada orang tua 4. Tendinitis - kalsifikasi supra spinatus 5. Lesi rotator cuf 6. Tendinitis bicipital 7. Penderita enggan menggerakan bahu (menghindari sakit) pada a.
Spondilosis servikal
b.
HNP servikal
c.
Post mastektomi
d.
Herniplegi
e.
Herpes zoster
f.
Penyakit arterikoronasia
g.
Post kombustio
Gejala Klinis 1. Fase Akut 1. Nyeri bahu secara berangsur, terutama malarn hari dan dapat menjalar ke lengen bawah. 2. Spasme otot-otot sekitar bahu. 2. Fase Sub Akut 1. Beberapa minggu kemudian 2. Atroft otot-otot bahu Penatalaksanaan Tergantung tingkat penyakit. Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
150
1. TahapAwal a. Istirahat lokal sendi bahu (dengan mitela) b. Analgesik c. Injeksi intra artikuler (kalau sangat perlu) d. Fisioterapi 2. Tahap Lanjut a. Fisioterapi b. Terapi okupasi c. Manipulasi dengan general anestesi dan dilanjutkan fisioterapi d. Jika gagal, dipertimbanakan L:ntuk operasi :
Perbaikan kontraktur
Melepas perlekatan kapsul pada kaput humeri
Standar tenaga
Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
151
5. SHOULDER HAND SYNDROME Batasan Gangguan pada anggota gerak atas berupa rasa nyeri terutama pada bahu dan tangan dengan sebab yang tidak diketahui dan dapat diawali oleh gangguan intrinsik maupun ekstrinsik sendi bahu dan merupakan simpathetic reflex dystrophy. Etiologi, Patofisiologi dan Gejala Klinis 1. Sebab pasti belum diketahui 2. Menyerang penderita usia lebih dari 50 tahun, terutama penderita dengan nilai ambang sakit sakit rendah 3. Gejala karakteristiknya adalah nyeri yang mengganggu pada bahu dan tangan, disertai gangguan lokal neuro-vaskuler, kulit hiperestesi dan lembab, atrofi jaringan
sub
kutis,
bengkak
kronis
dan
atrofi
tulang
regional
(disuse
osteoporosis), Nyeri, bengkak dan kurangnya aktifitas anggota gerak akan memperparah keadaan. 4. Terjadi kontraktur. Penatalaksanaan 1. Perlu support dan dorongan psikologis 2. Analgesik 3. Kortiko steroid sistemik 4. Pemanasan lokal 5. Active exercise 6. Gentle passive exercise 7. Dipertimbangkan perlunya blok saraf simpatis Standar tenaga
Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
152
6.
TENNIS ELBOW (LATERAL EPICONDYLITIS) Batasan Tennis Elbow adalah penyakit degenerasi tendon, dimana kelainan menyebabkan rasa nyeri pada sisi lateral siku khususn ya epikondilus lateralis humeri dan origo otot ekstensor lengan bawah. Kelainan terjadi terutama pada pemain tennis atau yang mereka secar berulang menggunakan otot ekstensor lengan bawah dalam aktifitasnya. Etiologi a. Sebab pastinya belum diketahui b. Diduga degenerasi awal origo otot ini akibat inflamasi kronik tendo otot ekstensor atau tarauma kronik lokal pada aktifitas otot lengan bawah . Patofisiologi a. Kelainan terjadi pada daerah origo ekstensor khususnya origo ekstensor karpi radialis brevis pada epikondilus lateralis b. Proses degenerasi diperburuk oleh trauma yang berulang ulang baik secara makro maupun mikro sehingga terjadi robekan pada bagian tersebut. Gejala klinis a. sering terjadi pada usia pertengahan b. Riwayat degenerasi jaringan lunak ditempat lain (bursitis, tendinitis) terjadi pada 40% kasus tennis elbow. c. Rasa nyeri timbul pada saat mengangkat barang berat, mengepal tangan dan berjabat tangan serta sktifitas lain yang menegangkan origo ekstensor, misalnya dorso flexi pergelangan tangan saat memegang barang barat atau dorsi flexi saat diberi tekanan. d. Pada pemain tennis timbul pada pukulan back hand dan saat ditekan e. Rasa nyeri tepat di distal epikondilus lateralis. f.
X – Ray mungkin ada kalsifikasi pada origo tendon
Diagnosis a. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
153
b. Perlu DD dengan spondilosis servical yang mengalami hiperestesi dan kepekaan pada distal epikondilus lateralis. \ Penatalaksanaan a. Istrahat lokal, kalau perlu dengan gips b. Pemanasan lokal c. Anastesi lokal d. Hidrokortison lokal e. Operasi kadang – kadang diperlukan Standar tenaga Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
154
7. PENYAKIT DE QUERVAIN ( DE QUERVAIN TENOVANGITIS STENOSANS ) Batasan Penyakit de quervain adalah penyakit yang ditandai dengan nyeri pada daerah prosesus stiloideu radii akibat inflamasi pembungkus tendo otot abductor policis longus dan ekstensor policis brevis, yang kemudian dapat diikuti konstriksi (stenosis) saluran pembungkus tersebut. Etiologi dan Patofisiologi 1. Penyebab pasti tidak diketahui 2. Inflamasi
tyang
terjadi
pada
pembungkus
tendo
berhubungan
dengan
gesekan/friksi yang berlebihan/berkepanjangan/ berulang antara tendo dengan pembungkusnya. 3. Thaop berikutnya pembungkus mengalami penebalan kemudian terjadi stenosis. 4. Wanita lebih sering terkena penyakit ini Gejal klinis a. Nyeri pada daerah processus stiloideus radii yang dapat menjalar ke lengan bawahdan ibu jari. b. Nyeri diperparah jika penderita menggunakan tangan, khususnya ketika kedua tendo tersebut menegang. Kadang kadang benda berat yang dipagang jatuh tampa disadari saat penderita memegangnya pada mid position lengan bawah, sehingga penderita menghindari posisi tersebut saat membawa benda berat. c. Pada pemeriksaan dijumpai nyeri tekan pada daerah tersebut, dapat teraba benjolan akibat penebalan pembungkus tendo d. Nyeri berlebihab pada gerakan pasif pergelangan tangan sat ibu jari poosisi flexi penuh kea rah deviasi ulna menunjukkan adanya finkelstein’s Test yang positif. Penatalaksanaan a. tahap awal
Istirahat lokal pada pergelangan tangan dengan ibu jari pada posisi abduksi memakai gips / splint
Analgesik anti inflamasi
b. Tahap lanjut Operasi untuk membuka pembungkus tendo (tendon shealth) yang stenosis akan memeberikan hasil permanent. Standar tenaga Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
155
Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
156
8.
TRINGGER
FINGER
(
SNAPPING
FINGER,
DIGITAL
TENOVANGITIS
STENOSANS ) Batasan Keadaan dimana penderita dapat melakukan flexi jari secara aktif tetapi tidak dapat melakukan ekstensi jari tersebut secar aktif dan jari hanya dapat ekstensi secara pasif, biasanya disertai bunyi klik dan rasa nyeri. Etiologi dan Patofisologi
Penyebab pasti tidak diketahui, kadang kadang merupakan komplikasi arthritis rematik
Patofisiologinya mirip dengan penyakit de qurvain tetapi terjadi pada jari tangan umumnya jari III dan IV.
Gejala Klinis a. Nyeri b. Terjadi
benjolan
pada
polar
pangkal
jari
tangan
setinggi
sendi
methacarpophalgeal. c. Dapat fleksi aktif, tidak dapat ekstensi aktif d. Keadaan ini pada ibu jari tersebut Tinger thumb e. Kadang dijumpai congenital tinger thumb Standar tenaga
Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
9.
GANGLION Batasan Benjolan yang timbul akibat degenerasi kistik jaringan veriartikuler, kapsul sendi atau pembungkus tendo yang berisi cairan kental jernih Sering terjadi pada pungung tangan, walaupun dapat terjadi pada polar tangan maupun kaki. Etiologi dan Gejala Klinis
Diperkirakan oleh karena terjadinya degeneraasi mucoid Dirasakan adanya benjolan yang berangsur angsur membesar Bila terjadi pada bagian polar dapat menekan n. medianus atau n. ulnaris dan menimbulkan gangguan nervus tersebut. Penatalaksaan
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
157
a. Dapat sembuh spontan b. Aspirasi dan injeksi hidrokortison c. Operasi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
158
10.
FASCIITIS PLANTARIS Batasan Merupakan peradangan pada fascia plantaris yang umumnya mengenai bagian
medical calcaneus. Etiologi 1. Idiopatik 2. Diperkirakan ada hubungan dengan arthritis rematika / sindrom reiter, periostitis kalkaneus, gout dan obesitas. Gejala Klinis dan Radiologis a. Sakit atau rasa terbakar pada perlekatan atau sepanjang fascial plantaris b. Nyeri waktu gerakan, berkurang waktu istirahat c. Rasa nyeri pada tepi natero medial kalkaneus dan sering disertai ketegangan pad atendo Achilles d. Pada gambaran rontgen terdapat taji /spur yang ternyata kurang/tidak memberi petunjuk bermakna pada keluhan nyeri DD a. Penyakit pada kakaneus b. Paratendinitis kalkaneus c. Bursitis kalkanealposterior d. Apofisitis kalkaneal e. Nyeri heel pad f. Arthritis sendi subtalar g. Ruptur tendo Achilles Penatalaksanaan a. analgesic – anti inflamasi b. Fisioterapi ( pemanasan dan ultra sound ) c. Injeksi hidrokortison ( kalau perlu sekali ) d. Operasi, bila secara konservatif tidak mambawa hasil. Standar tenaga: Ahli Ortopedi Residen Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
159
XIX.
ORTHOGERIATRI
Ortogeriatri merupakan sindrom gerak dibidang orthopaedic dan merupakan sebagian sindrom geriatri secara umum diman keduanya tidak boleh dipisah pisahkan satu sama lain. Sepanjamg hidup tulang mengalami perusakan dan pembentukan yang berjalan bersamaan, sehingga tulang dapat membentuk modelnya sesuai dengan pertumbuhan badan (proses remodeling). Mudah dimengerti bahwa proses remodeling amat cepat pad anak dan remaja. Berbagai hal yang mempengaruhinya. Bila hasil akhir perusakan/ resorbsi lebih besar dari pembentukan / deposisi maka akan timbul osteoporosis.
1. OSTEOPOROSIS Batasan
Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangnya massa tulang sehingga hanya dengan trauma minimal tulang akn patah
Menurut WHO : adalah penurunan massa tulang lebih dari 2,5 kali standar deviasi massa tulang rata rat dari populasi usia muda Bila penurunan antara 1 – 2,5 standar deviasi dari rata rata usia muda disebut osteopenia
Pembagian osteoporosis (Peck and chestnut ):
Osteoporosis primer, yaitu osteoporosis yang bukan sebagai akibat penyakit lainnya.
Osteoporosis pasca menopause, terutama bagian trabekula
Osteoporosis senilis, terutam daerah korteks
Osteoporosis idiopatik, pada orang muda sebab tidak diketahui
Osteoporosis Sekunder Yaitu osteoporosis yang diakibatkan oleh penyakit lain, hyperparathiroid,
gagal ginjal kronis, arthritis rematoid, dll Etiologi Penyebab umum : a. Imobilisasi lama b. Menopause Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
160
c. Usia (senilis) d. Defesiensi protein CA, Vit C, Vit D, Flour e. Hiperparatiroidisme f. Klebihan steroid g. Alkoholisme h. Merokok i. Arthritis rematoid j. Penyakit hati lanjut k. Gagal ginjal kronis l. Gastrektomi m. DM Gejala Klinis a. Bervariasi, mulai tampa gejal sampai gejala yang klasik yaitu nyeri punggung b. Nyeri sering dipengaruhi stress fisik dan sering hilang setelah 4 – 6 minggu c. Kadang didapat patah tulang leher femur dan radius distal d. 30% wanita patah tulang leher femur mengalami osteoporosis e. Kadang penderita datang dengan keluhan penurunan tinggi badan atau bungkuk punggung (Dowager’s hump) akibat kolaps dan fraktur V.Th. tengah. Pemeriksaan lain a. Pemeriksaan laboratorium bisanya normal, kecuali osteoporosis sekunder sesuai penyakit primernya b. Pemeriksaan hidroksiprolin dan osteokalsin dianjurkan atau lebih spesifik lagi yaitu osteokalsin serum dan pirolidin crosslink unrine, tetapi mahal sekali. c. Pemeriksaan densitas tulang diperlukan yaitu untuk diagnosa dini dan untuk menilai hasil pengobatan secara cepat. Penatalaksanaan a. assesment mengenai sebab jatuh, faktor lingkungan, gangguan intra serebral atau ekstra serebral b. assessment osteoporosis primer atau sekunder c. assessment fraktur, Konservatif, operatif dan rehabilitasi d. Untuk prevensi osteoporosis :
Diet tinggi kalsium ( sayur hijau dll)
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
161
Olahraga, terbaik jogging / jalan cepat, dll
Obat obatan untuk membantu pertumbuhan tulang ( flour, steroid anabolic ) dan mengurangi perusakan tulang ( Kalsium, difosfonat, kalsitonin, estrogen )
2. OSTEOMALASIA Batasan Adalah suatu penyakit tulang metabolik yang ditandai dengan terjadinya kekurangan kalsifikasi matriks tulang yang noprmal Etiologi a.
Defesinsi Vitamin D oleh berbagai sebab
b.
Pada usia lanjut
Malabsorbsi
Penyakit hati kronis
Penyakit ginjal
c.
Obat obatan misalnya barbitural
d.
Kekurangan sinar matahari
e.
Prevalensi pada usia lanjut 3,7%. 40% pria dan 20 – 30% wanita fraktur leher femur disebabkan oleh osteomalasia
f.
Patologi Anatomi peningkatan jumlah osteoid/matriks tulang yang tidak terklasifikasi.
Gejala Klinis a. Keluhan nyeri tulang ( spontan dan nyeri tekan ) terutama pada tulang dada, punggung, paha dan lebih buruk lagi dengan adanya penyakit lain. b. Nyeri dan jatuh menyebabkan imobilitas c. Pada nyeri yang samara samar disamping osteomalasia dipikirkan rematisme otot , arthritis(termasuk di vertebral) atau neurosis.
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
162
d. Kelemahan otot otot menyebabkan kesulitan untuk bangkit dari kursi dan tempat tidur dankadang jalannya abnormal dengan langkah melebar. Pemeriksaan lain a. Pemeriksaan radiologist
Bervariasi
Yang bersiat diagnostik adalah adanya fisura di daerah batas lateral scapula, kostae, ramus pubis dan leher femur ( zona looser )
b. Pemeriksaan laboratorium
Kadar kalsium serum normal/rendah
Fosfat anorganik rendah
Alkali fosfatase meningkat
Hidroksikalsiferol rendah
Kalsium urine rendah
Pada osteomalasia ringan dapat dalam batas normal
Pada osteomalasia hipofosfatemik yang berhubungan dengan Ca Prostat = serum fosfat rendah dan perlu dukungan pemeriksaan laboratorium yang lain.
Penatalaksanaan a. VIt D oral, parenteral b. Sinar ultra violet c. Diet Idengan Ca, vit D, kalsiferol) d. Terapi terhadap penyebab primer
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
163
3. PENYAKIT PAGET TULANG (OSTEITIS DEFORMANS) Batasan Penyakit paget tulang adalah keadaan dimana terjadi peningkatan resorpsi dan deposisi tulang yang ditandai dengan terjadinya pembesaran dan deformitas tulang dan yang paling sering kena adalah tulang tengkorak, pelvis, sacrum, vertebra dan tulang panjang. Patofisiologi Dibedakan 2 fase : a.
Fase osteolitik : terjadi resorbsi dan deposisi tulang secara berlebihan, tetapi resorpsi melebihi reposisi daerah yang kena amat vaskuler, tulang membesar, lembek, seperti spons dan mengalami deformitas.
b.
Fase osteosklerotik : dimana deposisi melebihi reposisi sehingga tulang yang telah membesar menjadi tebal dan padat.
Umumnya poliostotik tetapi dapat juga monostotik Gambaran Patologi Anatomi a. Hilangnya gambaran lamella tulang yang normal b. Tampak gambaran mozaik terdiri atas tulang matur dan imatur Deformitas tulang berupa pembesaran, pembengkokan dan patah tulang patologis yang cenderung delayed union tapi dapat terjadi sesak, tinggi badan menurun Dan dapat terjadi degenerasi maligna menjadi sarcoma osteogenik Insidensi antara 2 – 4 % pada usia 60 tahun dan dapat sampai dengan 10% pada usia diatas 85 tahun khususnya di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Gejala Klinis a. Sangat bervariasi b. Asimptomatis c. Keluhan nyeri d. Deformitas tulang dan fraktur e. Komplikasi neurologist pada saraf II,VII,VIII cabang saraf V atau obstruksi cairan serebrospinal. f. Dapat gagal jantung dan dapat disertai gejala apatis dan letargi g. Perubahan menjadi ganas Pemeriksaan lain Alkalifosfatase tinggi terutama yang poliostotik, dengan kalsium dan fosfat serum normal Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
164
Diagnosis Berdasarkan : a. Gejala klinis b. Gambaran rontgen tulang c. Laboratorium d. Skan isotop e. Biopsy tulang Penatalaksanaan a. Tujuan utama adalah mengurangi gejala dan mencegah komplikasi b. Pemberian kalsitonin 100 selam 6 bulan (untuk menghambat osteoklas) dan pemberian difosfonat 200 mg/kg/hari selama 4 – 6 minggu dapat memberi hasil c. Dapat dipertimbangkan perios stripping dan drilling untuk mengurangi sakit. d. Radioterapi tidak memberikan hasil yang jelas. Standar tenaga
Ahli Ortopedi
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
165
4. PENYAKIT KEGANASAN TULANG Penyakit keganasan tulang pada geriatri akan lebih banyak dibicarakan pada bab neoplasma secara umum, dimana problematika dan penatlaksanaannya sama. Keganasan Primer : yang mungkin ditemukan yaitu : 1. Kondrosarkoma 2. Osteosarkoma Kondrosarkoma sering mengenai tulang pinggul, kostae, pangkal tulang paha dan tulang lengan atas Oateosarkoma pada usia lanjut terjadi akibat degenerasi maligna dari penyakit paget yang ada sebelumnya Keganasan Sekunder : merupakan metastase dari karsinoma payudara, bronchus, prostat, tiroid dan ginjal. Standar tenaga
Ahli Ortopedi Residen Ortopedi 5. FRAKTUR PADA USIA LANJUT
Fraktur pada usia lanjut sering terjadi hanya karena trauma yang ringan atau bahkan tampa adnaya tarauma yang nyata. Sebagaian besar fraktur justru terjadi di rumah, jatuh dikamar makan, kamar tamu, dapur atau kamar tidur. Jatuh dikamar mandi dan WC termasuk urutan terakhir. Stress utama pada tulang lansia datang dari kontraksi otot saat berusaha mempertahankan postur/posisi tubuh waktu akan jatuh, khususnya pada fraktur leher femur. Di luar rumah tempat jatuh dapat di halaman depan atau belakang. Terpleset, tersandung adanya lekukan karpet, jatuh dari kursi / tempat tidur dan gliyeng (rasa melayang) merupakan penyebab jatuh. Penerangan ruangan yang kurang, gangguan penglihatan dan pengalihan perhatian dapat menyebabkan jatuh dan fraktur. Fraktur disini adalah akibat osteoporosis yang sering dijumpai adalah fraktur leher femur, colles dan fraktur vertebra. Fraktur leher femur dan fraktur trohanterik pada usia lanjut merupakan masalah penting karena dapat merubah kehidupan menjadi sangat bururk. Penyembuhan lama dan imobilisasi lama dapat menimbulkan komplikasi berat misalnya : dakubitus, pneumoni, inkontinensia, konfusi dan kecacatan yang disertai mortalitas tinggi. Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
166
Pemasangan AMP (Austin Moor Prothesis) pada patah tulang leher femur sangat dianjurkan sehingga dapat segera mobilisai dan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas. Operasi pada fraktur procahatorik juga dianjurkan dengan alasan serupa. Fraktur colles terjadi sebagai akibat jatuh dengan tumpuan pada tangan biasanya memerlukan pemasangan gips 6 – 8 miggu. Fraktur columna vertebralis yang terjadi dapat wedging, crushing atau multiple. Rasa nyeri akibat fraktur dapat diperberat akibat penekanan syaraf. Dapat terjadi Dowager’s hump. Penyakit tulang dan fraktur pada usia lanjut merupakan sebagian dari sekian banyak permasalahan usia lanjut yang memerlukan pendekatan interdisiplinier bidang kodekteran secara komprehensif. Diasmping kuratif
maka perlu sekali
penekanan pada segi kuratifnya, sehingga perlu dipikirkan tindakan tindakan terhadap
dietetiknya,
kerapuhan
tulangnya,
penyebab
jatuhnya,
terhadap
frakturnya maupun perawatan dan rehabilitasinya, termasuk segi psikologisnya. Standar tenaga
Ahli Ortopedi Residen Ortopedi Mengetahui,
Jayapura,28 Sepember 2012
Direktur RSUD Jayapura
dr. Oktavianus Peday ,Sp.Rad Pembina Tingkat I NIP. 19521016 198803 1 003
dr. Robert Tirtowijoyo SpOT Bag. Ortopedi dan Traumatologi RSUD Jayapura
Tembusan : 1. Pelayanan Medis RSUD Jayapura 2. Bagian Bedah RSUD Jayapura 3. UGD RSUD Jayapura 4. OK RSUD Jayapura 5. Ruangan –Ruangan RSUD Jayapura
Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura
167
View more...
Comments