protap ortopedi

July 21, 2017 | Author: Benny Franclin Suripatty | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

uncen...

Description

I. TRAUMA VERTEBRA CERVICAL Tujuan utama dari manajemen trauma vertebra adalah : 1. Painless stable spine (stabilitas vertebra bebas nyeri) 2. Mencegah komplikasi pada medulla spinalis Gangguan stabilitas ada 2 macam : 1. Gangguan stabilitas permanen Terjadi bila lesi / kerusakan lewat diskus atau jaringan lunak. Dalam hal ini mutlak diperlukan stabilisasi anterior, posterior atau kombinasi anterior dan posterir tergantung dari kerusakannya. 2. Gangguan stabilitas temporer Terjadi bila lesi lewat komponen tulang. Tindakan stabilitas konservatif, kecuali bila

ada

desakan

fragmen

ke

spinal

canal

yang

menimbulkan

spinal

encroachment dengan neurologic deficit. Kriteria untuk melihat adanya instabilitas secara radiologis : 

Dislokasi facet >50%



Los of paralelism dari facet joint



Vertebrae body angles >110 pada posisi fleksi



Widening interspinous space



Pelebaran ADI ( Atlanto Dental Interval) >3,5mm pada dewasa dan >5mm pada anak-anak



Pelebaran body mass C1 terhadap corpus C2 (axis) >7mm pada foto AP

PENANGANAN CIDERA AKUT CERVICAL TANPA GANGGUAN NEUROLOGIS 1. Cervical Sprain Derajat I dan II oleh karena Whiplash Injury : 

Plain foto cervical AP / Lat tidak tampak kelainan



Pasang Collar brace selama 6 minggu



Ulangan dinamic

foto setelah 3 – 6 minggu pasca trauma untuk melihat

adanya chronic instability 2. Dislokasi Cervical Spine 

Sebaiknya dilakukan emergency closed reduction dengan atau tanpa anestesi. Dianjurkan tanpa anestesi tapi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

cukup dengan premedikasi. 1

Keuntungan teknik ini adalah masih adanya kontrol otot-otot leher yang dapat mencegah over stretching dari medulla spinalis. 

Reposisi dilakukan dengan pertolongan image intensifier proyeksi lateral. Bila fasilitas tidak ada, sebaiknya dikerjakan dengan gradual traction memakai crutch field dengan bandul bertahap dan kontrol x-ray proyeksi lateral.

OPERASI Tujuan Stabilitas  Stabilitas mutlak diperlukan untuk mencegh kerusakan medulla spinalis akibat instabilitas  Pada kondisi stabil, penyembuhan jaringan lunak akan lebih baik. Indikasi Operasi  Instability ( C1≥2)  Spinal canal enrochment >30%  Neurologic deficit (complete / incomplete) Waktu Operasi  Dianjurkan urgent : herniasi discus dan burst fracture yang menimbulkan canal enroachment tanpa posterior ligamentum instability.  Posterior untuk : bilateral facet dislocation yang disertai putusnya posterior ligament complex. 

Standar tenaga  Ahli Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

2

3. Fracture of the Atlas (Jefferson’s fracture) 

MOI : axial loading : menghasilkan bursiting fracture os atlas dengan displacement fragment secara sentripetal.



Sign & symptom  Nyeri leher bagian atas atau occipital neuralgia dan torticalis  Kadang-kadang tidak dapat mempertahankan kepada dalm posisi tegak (sense of stability) kepala ditopang dengan kedua tangan  Deficit neurologis sangat jarang terjadi oleh karena terdapat disporporsi yang besar antara spinal cord dan spinal canal pad cervical bagian atas  Bila terdapat kelumpuhan biasanya dalam bentuk pentaplegia yang berakibat fatal dan penderita tidak sempat masuk rumah sakit



Diagnostik  Foto standar AP (open Mouth View) terjadi displacement body mass  Foto laterl : fraktur dri arcus posterior  CT-scan



Konsultasi  Ahli rehabilitasi medis



Therapy  Konservatif dengan minerva jacket atau halo traction selama 3 bulan  Operatif : bila disertai deng ruptur ligament transversum (dilakukan stabilisasi posterior dengan posterior fusion antara occipital, vertebrae cervicl 1 dan vertebral cervical 2  Rupture ligament : transversum bisa dilihat pada foto AP terdapat lateral displacement dari body mass C1 terhadap C2 >7mm

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

3



Informed Consent  Perlu secara tertulis



Standar tenaga  Ahli Ortopedi

4. Fracture os odontoid 

MOI : Kejatuhan benda berat di kepala kkl



Sign & Symptoms :  Nyeri pada setiap pergerakan leher  Nyeri pada leher bagian belakang : occipital neuralgia  Torticolis dan accipito cervical instability  Neurologic

deficit

akibat

terangsangnya

n.

occipitalis

mayor

dan

menimbulkan occipital neuralgia atau rasa tebal pada daerah occipital  Penyulit : Pentaplegia akibat penekanan batang

otak oleh odontoi

berakhir dengan kematian 

Diagnostik :  Foto proyeksi AP/lat  Tomografi AP/lat  Kalau perlu dikerjakan dynamic x-ray untuk memastikan ada tidaknya instability Pada proyeksi lateral : terjadi instability bila ADI > 3,5 mm pada dewasa, ADI > 5 mm pada anak-anak. Pada foto proyeksi open mouth menurut Anderson & Alanzo dibagi 3 tipe: Type I : fracture diujung odontoid Type II : fracture di basis odontoid : paling sering terjadi non union Type III : fracture ditubuh C2 (body of C2)

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

4



Therapy  Konservatif : immobilisasi dengan cructh field, kemudian dilanjutkan dengan minerva jacket  Operatif : bila terdapat instability C1 & C2



Informed Consent  Perlu secara tertulis



Standar tenaga  Ahli Ortopedi

5. Traumatic Spondylolisthesis of The Axis (Hangman’s Fracture) 

Definisi  Fraktur dislokasi pedikel vertebrae C2



MOI  Axial loading

pada posisi extensi cervical putusnya part. interarticular

VC2 putusnya anterior longitudinal ligament robeknya diskus anterior C2 & C3 serta pelebarannya part. interarticular & pergeseran ke posterior instability 

Diagnostik  Foto proyeksi lateral : terdapat fraktur part inter articularis dengan subluksasi anterior dari VC1 dan body vertebrae C2 terhadap C3



Konsultasi  Ahli rehabilitasi medis



Therapy  Pada type I dan II (stabil) dapat konservatif dengan minerva jacket, four boster brace atau halo cast selama 8 – 12 minggu

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

5

 Pada type III dimana terjadi dislokasi terhadap C3 dilakukan operatif dengan stabilisasi interval 

Informed Consent  Perlu secara tertulis



Standar tenaga  Ahli Ortopedi

6. Lower cervicl spine injury (VC3 – 7) 

MOI  Axial loading  fracture kompresi  Hyperflexi  Whiplash injury (extensi & diikuti flexi)  Distraksi & rotasi



Type fracture  Type vertikal  Type kompresi  Unilateral facet dislokasi  Bilateral facet dislokasi  Tear drop

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

6

 “clay schoveler” fracture 

Sign & symptom  Nyeri leher pasca trauma, kaku leher dan gangguan pergerakan oleh karena spasme otot-otot pada vertebral  Bila terdapat lesi spinal cord, antara lain :  anterior cord syndrome  brown sequard syndrome  complete transection  central syndrome



Diagnostik  Foto cervical standard AP / Lat  Tidak jelas Dynamic cervical proyeksi lateral  Terdapat instability bila : 

Displacement facet joint >50%



Loss of paralelisme dari facet joint



Vertebrae body angle > 110



Pelebaran interspinosus



Pergeseran vertebrae body ke anterior >3,55mm

 Bila tidak jelas Tomogram  Tidak jelas CT-scan dengan atau tanpa kontras MRI 3 TD (tri dimentional tomogram) 

Konsultasi  Ahli rehabilisi medis



Therapy  Stabil misal pada type kompresi  konservatif dengan collar brace minerva jacket 8 – 12 mg.  Harus dievaluasi radiologis agar tidak timbul kyphosis deformity  problem static & neurologis

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

7

 Operatif : pada type kompresi dengan kyphosis pada dislokasi



Informed Consent  Perlu secara tertulis



Standar tenaga  Ahli Ortopedi

7. Dislokasi cervical bawah 

MOI  Sering pada “whiplash”  terjadi robekan komponen posterior kompleks & herniasi discus



Sign & Symptom  Nyeri leher yang menjalar ke bahu dan kedua lengan pergerakan leher terbatas oleh karena spasme otot-otot paravertebral

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

8

 Kelumpuhan

keempat

anggota

gerak

oleh

karena

penekanan

tau

penyempitan spinal canal atau herniasi discus  Gangguan dapat berupa :  brown sequard misal pada unilateral facet dislokasi  anterior facet syndrome  complete transection  central cord syndrome 

Diagnostik  Foto standar cervical AP / Lat  bila tidak tampak oleh karena auto reposisi  Dynamic lateral atau test white (traksi leher 3 – 5 kilo dan dokontrol apakah ada “pelebaran interdistal” pada foto atau image intensifier proyeksi lateral  Mielografi dikerjakan bila ada kecurigaan herniasi diskus  CT-scan with / without contras  MRI



Konsultasi  Ahli rehabilisi medis  Ahli jiwa



Therapy  Mutlak perlu stabilisasi setelah reposisi  Posterior stabilisasi & fusi : bila tidak ada herniasi discus  Anterior dekompresi dilanjutkan posterior fusi dan stabilisasi bila ada herniasi discus  Tidak pernah dilakukan laminectomy



Informed Consent  Perlu secara tertulis



Standar tenaga  Ahli Ortopedi



Revaliditas  Cidera cervical dengan neurologic deficit diatas segmen thoracl akan terjadi gangguan sistem sympatis  harus diperhatikan sistem respirasi, pencernaan, urogenital, kulit dan masalah kejiwaan  multidisipliner approach

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

9



Prognosa  Baik bila : type stabile tanpa ganggua neurologia incomplete neurology deficti pada brown sequard dan central cord syndrome  Jelek bila complete transection dan anterior cord syndrome

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

10

BAGAN TATALAKSANA DIAGNOSIS CIDERA KECURIGAAN FRAKTUR VERTEBRA CERVICALIS

PLAIN PHOTO VERTEBRA CERVICALIS AP / LAT

FRAKTUR (+)

FRAKTUR (+)

TRAKSI CRUCTH NEUROLOGIS (+)

NEUROLOGIS (+)

MACAM CIDERA TRAKSI CRUCTH FIELD HORISONTA L

POST COMPLEX

TOMOGRA FI FRONTAL /

FRAGMEN DALAM FORAMEN

CT-SCAN

ULANGAN PLAIN PHOTO AP/LAT POSISI KHUSUS : DYNAMIC X-RAY CURIGA CERVICAL 1 & 2 : OPEN MOUTH VIEW FRAKTUR (-)

NEUROLOGIS (+) MYELOGRAFI CT MYELOGRAFI

Catatan :

TRAKSI GLISON

NEUROLOGIS (+) TAA

LEPAS TRAKSI GLISON

X-ray dynamic dikerjakan dengan image intensifier atau dengan hati-hati memflexikan leher dan dibuat foto polos lateral pada vertebra cervicalis (dilakukan oleh yang berpengalaman)

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

11

II. FRAKTUR & DISLOKASI VERTEBRATEORACOLUMBAL Batasan : Yang dimaksud dengan cedera tulang belakang disini ialah fraktur atau fraktur dislokasi dari tulang belakang, bisa tanpa disertai gangguan pada medulla spinalis. Klasifikasi 1. Dibagi 2 tipe : 

Stabil terdiri dari :  Fleksi  Ekstensi  Lateral bending  Kompresi vertikal



Tidak stabil  Fraktur rotasi  Fraktur tipe “Shearing”  Fleksi dislokasi

2. Menurut Frans Dennis : 

Tipe kompresi



Tipe burs



Tipe seat bealt



Fraktur dislokasi

3. Menurut R. Louis 

Stabil



Tidak stabil : sementara / permanen

Diagnosis 1. Pemeriksaan fisik Didapatkan nyeri tulang punggung, memar atau deformitas penderita diminta menggerakkan kedua tungkai untuk mencari kemungkinan gangguan neurologi pada kedua ekstremitas bawah. Apakah ada kiposis, skoliosis post traumatik. Perlu diingat fraktur daerah thorakal tidak jarang disertai, fraktur costa atau tanda-tanda trauma thoraks. (Gambar 1. Sistematis pemeriksaan penderita) 2. Pemeriksaan radiologis

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

12

Foto polos proyeksi AP / Lat kalau perlu tomografi untuk melihat jenis frakturnya. CT-scan dengan sagital rekonstruksi. MRI.

(Gambar 2.

Penatalaksanaan cedera tulang belakang secara skematis) Managemen 1. Stabil terapi konservatif dengan : Body jacket / plaster selama 8 – 12 minggu 2. Tidak stabil sementara ada 2 pilihan : Bisa konservatif, dapat juga operatif dengan melakukan, stabilisasi interna terutama bila penderita dengan gangguan neurologis Indikasi pembedahan : 

Problem instabilitas



Problem statik, bial ada kifosis 25%



Penyempitan kanalis spinalis 30%



Adanya gangguan neurologis

Pembedahan yang dikerjakan : 

Reposisi



Dekompresi terhadap penekanan korda spinalis



Stabilisasi dengan fiksasi internal

Konsultasi 

Ahli Rehabilitasi medis

Perawatan 1. Pre-stabilisasi 

Positioning : tempat tidur kasur dengan alas keras, beberapa bantal dengan bantalan pasir. (Gambar 3. Posisi tidur penderita dengan diganjal bantal



Turning setiap 2 jam (Log Roll) Dengan keuntungan  Mencegah ulkus dekubitus  Meningkatkan sirkulasi darah  Membantu fungsi ginjal  Mencegah statis paru-paru  Memberikan kesempatan komunikasi (Gambar 4: cara memiringkan penderita)

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

13

(Gambar 5 : cara mengangkat penderita untuk tempat tidur)  Terapi latihan luas gerak sendi  Dengan tujuan mencegah kontraktur 2. Post stabilisasi 

Latihan seperti sebelumnya



Hari ke 3 latihan tegak



Latihan pindah tempat



Latihan berdiri



Latihan ambulasi

Informed Consent 

Perlu secara tertulis

Standar tenaga 

Ahli Ortopedi



Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

14

(Gambar 1. Sistematis pemeriksaan penderita)

THORACOLUMBAR INJURY

Serial bed rest druing resuscitation and evaluation serial neurologic exam

AP, Lateral radiography CT-scan

Stable injuries Isolated compression fracture of the vertebral body Hyperesteration injury Transverse process fracture

Unstable injury

Flexion distraction injury

Chance injury

Flexion rotation injury

Burst injury

Shaft injury

Spinal distraction Open reduction internal fixation

Closed reduction

Body chest immobilization

Method plastic body jacket early rehabilitation

Symptomatis treatment

(Gambar 2. Penatalaksanaan cedera tulang belakang secara skematis)

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

15

(Gambar 4: cara memiringkan penderita)

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

16

(Gambar 5 : cara mengangkat penderita untuk tempat tidur)

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

17

(Gambar 3. Posisi tidur penderita dengan diganjal bantal)

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

18

III. TRAUMA BAHU 1. Dislokasi sendi sternoklavikula Definisi Terpisahnya sebagian atau seluruh bagian yang membentuk sendi sternoklavikula akibat ruda paksa sekitar sendi tersebut. Klasifikasi Berdasarkan arah dislokasi terhadap bidang koroner dibagi : 

Dislokasi anterior : klavikula berada di anterior sternum



Dislokasi posterior

:

klavikula berada di posterior sternum

Prosedur diagnosa Klinis : Anamnesa 

Arah gaya dari anterior dan lateral pada bahu  anterior disloaksi



Arah gaya dari anterior dada  posterior dislokasi

Pemeriksaan 

Nyeri dan pembengkakan daerah medial klavikula



Pada posterior dislokasi  teraba cekungan pada sisi lateral



Manubrium sterni



Gejala dan tanda gangguan viscera dan vaskuler (terutama ada dislokasi posterior)

Radiologis 

AP plain foto  bandingkan kanan dan kiri



Foto khusus :  40 – 450 proyeksi kaudal – kranial  Hobb’s view

Penanganan Emergency 

Perbaikan kondisi umum dan trauma lain



Adanya gangguan viscera dan atau vasculer  perlu reduksi segera (pada post dislokasi) bersama bedah thorax

Definitif 

Anterior dislokasi  biasanya konservatif (shoulder sling  3 minggu)



Posterior dislokasi :

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

19

 Asimptom konservatif  Simptom (+) reduksi tertutup  bila gagal  reduksi terbuka  fiksasi dengan suture sintetis Komplikasi 

Gangguan visera / vaskuler (pada posterior dislokasi)



Fiksasi dengan pin / screw  migrasi (+)

Rehabilitasi 

Sling bahu  3 – 4 minggu



Paska Op :  Sling bahu 3 – 4 minggu  Isometric exercise  lat. flexi dan ext. rotasi  6 minggu  lat. Strenghthening

Konsultasi 

Ahli rehabiltiasi medis



Bedah Thoraks

Informed consent 

Perlu secara tertulis

Standar tenaga 

Ahli Ortopedi



Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

20

2. Fraktur Klavikula Definisi Terputusnya kontiyuitas tulang klavikula akibat ruda paksa Klasifikasi : 

Setara patah tulang panjang



Sub klasifikasi untuk fraktur 1/3 distal :  Fraktur diantara lig. coracoclavicula & coraco acromial  Fraktur tepat di medial perlekatan lig. coracoclavicula  Fraktur pada artic. surface sendi acromiaclvicula

Prosedur diagnosa Klinis : Penderita 

Nyeri, pembengkakan dan krepitasi pada daerah clavicula



Adakah gejala dan tanda trauma penyerta (vasculer dan atau plexus brachialis, trauma thorax)

Radiologis 

AP radiologis



atau : 200 kaudo kranial AP view

Penanganan Emergency 

Tindakan khusus (-)



Pada trauma penyerta (+) atasi



Pada open fraktur debridement

Definitif 

Closed fraktur close reduction + sling / figure of eight bandage



Open reduction  indikasi pada :  Open fraktur  Vasculer / neural injuri yang membutuhkan repair

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

21

 Fraktural bilateral  Ipsi lateral scapular fraktural / glenoid neck fraktur  Scapulothoratic disosiasi  Flail chest  Non union  Displaced fraktur 1/3 distal + ruptur coracoclavi.ligamen Komplikasi 

Injuri vasculer / nervus



Pneumothorax



Infeksi

Informed Consent 

Perlu secara tertulis

Standar tenaga 

Ahli Ortopedi

Rehabilitasi 

7 – 10 hari setelah figure of & perdarahan exercise meningkat, flexi dan extensi rotasi dengan bantuan



Paska bedah (ORIF)  Langsung post of nyeri (-)isometric exercise (2-3 minggu)  Minggu 3 – 6 : assisted ROM & pendulum exercise  Minggu 6 – 12 : aktif exercise  >12 minggu : strenghthening program

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

22

3. Akromio klavikula injuri Definisi Rudapaksa yang menyebabkan lesi pada ligamen akromioklavikula dengan atau tanpa lesi pada perletakannya pada tulang. Klasifikasi : dasar : tingkat parah injuri penyerta pada soft tissue Grade

I :

Injuri kapsul yang stabil

Grade

II :

Kapsul disrupsi total + lig. Coraclavicula sebagian

Grade

III :

Kapsul dan lig. Coraclavicula disrupsi total + klavikula

displaced superior Grade

III :

Dibagi menjadi :

Grade

IV :

Klavikula

displace

superior

(perlekatan

deltoid

trapezius terputus total) Grade

VI :

Subcoracoid dislocation

Prosedur diagnosa Klinis 

Edema, ekimosis, nyeri didaerah AC joint



Deformitas (+) pada injuri yang parah



Catat :  Status vasculer / sensorik / motoris  Injuri thorax sekitarnya  Kondisi daerah proksimal ekstremitas sebelahnya

Radiologis 

Radiologi thorax AP



Kalau perlu  Proyeksi kaudo kranial kedua clavicula pada satu film

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

23

&

 Stress foto Penanganan Emergency 

Tidak diperlukan kecuali diperlukan explore injury art axillres & trauma yang parah

Definitif 

Grade I & II  konservatif



Grade III  Rekonstruksi : weaver – bunn proc  Indikasi lain :



Grade III + ipsilateral trauma thorax / periscapsular injuri

Komplikasi 

Pada Grade III  degeneratif arthritis simptomatic  perlu reseksi clavicula distal



Chronic instability pada Grade III  perlu reseksi distal clavicula + rekonstruksi lig. Coracoclavic

Rehabilitasi 

Shouler sling 3 – 4 minggu + isometric deltoid exercise



Akhir minggu 3 – 4 minggu pendular exercise



6 – 8 minggu post op : aktif ROM



Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

24

4. Fraktur Skapula Definisi 

Hilangnya kontiyuitas dari masing-masing tulang skapula

Klasifikasi 

Berdasarkan regio anatomi yang terkena corpus, collum, glenoid atau acromion

Prosedur diagnosa Klinis 

Cacat trauma : kepala, thorax, abdomen, spinal, pelvis



Lokal : kontusi, edema, nyeri didaerah shoulder girdle



Cacat injuri penyerta :  AC disruption fr. Clavicula  Arteri axillaris  Nervus axillaris & muskulokutaneus  Flexus brachialis

Radiologis 

Skapula proyeksi : AP / Lat / axillary view

Khusus : indikasi 

Arteriografi



CT-scan



EMG

Penanganan 

Emergency  Tidak diperlukan kecuali ada lesi pembuluh darah



Definitif Indikasi operasi (ORIF)  Displaced fr. Akromion  Displaced (>2-3 mm) fr. Korpus  Fr. Collum dengan ipsilateral fr. Clavicula

Komplikasi 

Loss of motion sendi scapulothoracus & glenohumeral



Injury n. suprascapulla & axillaris

Rehabilitasi Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

25



Segera nyeri hilang : deltoid isometric exercise



Shoulder sling dipakai s/d wound healing



Wound healing (+) : isometric exercise + assisted ROM exercise



4 – 6 minggu post op : aktif ROM



6 – 8 minggu post op : strengthening exercise

Informed Consent 

Perlu secara tertulis

Standar tenaga 

Ahli Ortopedi



Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

26

5. Glenohumeral dislokasi Definisi 

Terpisahnya

sebagian

atau

seluruh

bagian

yang

membentuk

sendi

glenohumeral akibat rudapaksa Klasifikasi 

Dasar : displacement caput humeri : anterior / posterior / inferior dislokasi

Prosedur diagnose Klinis 

Anterior dislokasi  Posisi menahan lengan atas adduksi (menempel pada sisi badan)  Deformitas bisa nampak langsung atau teraba  ROM aktif / pasif menurun  Catat status vasculer / nervus



Posterior dislokasi  Posisi lengan atas exorotasi & slight abduksi  Teraba “kosong” pada regio deltoid anterior



Inferior dislokasi  Teraba caput di aksila  Daerah kosong regio deltoid



Radiologis  AP / Lat & axillary view (rutin)  Post. Dislokasi  perlu CT-scan  Arteriografi / EMG

Penanganan Emergency 

Atasi trauma  prioritas (ABC)



Closed reduction dalam selaksasi & analgesia adekwat (tehnik Bigellow, stimson, Hippocrates)



Post reduksi  shoulder sling + velpeau

Definitf 

Indikasi open reduction  Anterior displaced yang significant dari fr. Glenoidrim

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

27

Komplikasi 

Reccurent dislokasi



Posterior dislokasi sering misdiagnosed

Rehabilitasi 

Segera deltoid isometric exercise



2 – 3 minggu post op : streeching exercise untuk internal & eksternal rotation



Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

28

IV. TRAUMA LENGAN ATAS (HUMERUS) 1. Fraktur proximal humerus Definisi 

Hilangnya kontiyuitas bagian proximal (metafisier) os humerus

Klasifikasi 

Neer classification :  Dasar : displacement 4 fragmen utama yaitu tuberositas major & minor, caput & shaft humerus  Dibagi :  Two part  Three part  Four part

Prosedur diagnosa Klinis 

Deformitas shoulder, kontusio, edema, nyeri



Catat status vasculer / nervus

Radiologis 

AP / Lat, axillary view

Penanganan Emergency 

Tidak diperlukan kec. Adanya injuri a.axillaris

Definitif 

Indikasi operasi :  Fr. Collum chirurgium yang unstable (kontak (-)) antar fragmen  Kontak partial (+) dengan ipsilateral trauma ext. atas  Displaced (>55 mm) fr. Three or four part pada usia muda  Displaced berat (>1mm) fr. Three or four part pada usia tua

Komplikasi 

Maluion tuberositas



Degeneration arthritis caput humerus



Osteonecrosis simptomatik

Rehabilitasi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

29



2 – 3 hari post trauma, bila kondisi fr. Stabil segera isometric exercise  meningkat sampai latihan strengthening pada minggu VI.



Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

30

2. Fraktur shaft humerus Definisi 

Hilangnya kontiyuitas diafisis os humerus

Klasifikasi 

Fraktur diaphysis tulang panjang ditambah :  Closed atau open ?  Pola fraktur ?  Tingkat komunitifnya ?

Prosedur diagnosa Klinis 

Simptom  fraktur diafisis tulang panjang



Catat fungsi saraf-saraf : radialis, medianus, musculocutaneus, ulnaris



Catat status vaskuler

Radiologis 

AP / Lat view nampak kedua sendi

Penanganan Emergency 

Reduksi  immobilisasi dengan U-shape coaptation sugar-tong splint & collar & cuf

Definitif 

Indikasi operasi  Open fraktur  Defisit neurologis yang progressif  Multiple trauma  Fr. Humerus bilateral  Lesi humerus bilateral  Lesi floatig elbow  Konservatif gagal



Open fraktur Grade III  ext. fiksasi

Komplikasi 

Delayed / non union



Radial

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

31

Rehabilitasi 

Splint coaptasi dipertahankan 10 hari – 2 minggu  abduction pillow  aktif ROM shoulder



Post op :  Shoulder sling dengan elbow flexi 90  Nyeri hilang  aktif ROM  Standar tenaga o Ahli Ortopedi o Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

32

Kepustakaan : 1. De Palma : Fractures & dislocation of the shoulder Girdle in De Palma : The Management of Fractures & Dislocation (an atlas), Vol 1, 1970, p. 436-538. 2. De Palma : Injuries of the ligaments & capsule of the glenohumeral joint (subluxation & dislocation), in De Palma : the management of factures & dislocation (an atlas), Vol. 1, 19070, p. 560-602. 3. Charles P. Rockwood ; DP. Green : Fractures & dislocation of the shoulderin : Frctures in adults, Charles A. Rockwood & David P. Green, 1984, p.675-950.

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

33

V. TRUMA LENGAN BAWAH (ANTERBRACHII) Definisi 

Yang dimaksud dengan antebrachi adalah batang (shaft) tulang radius dan ulna

Klasifikasi fraktur antebrachi : 

Fraktur antebrachii, yaitu pada kedua tulang radius dan ulna



Fraktur ulna (nighstick fracture), yaitu fraktur hanya pada tulang ulna



Fraktur Montegia, yaitu fraktur ulna proksimal yang disertai dengan dislokasi sendi radioulna proksimal



Fraktur radius, yaitu fraktur hanya pada tulang radius



Fraktur Galeazi, yaitu fraktur radius distal disertai dengan dislokasi sendi radioulna distal

1. Fraktur antebrachii Diagnosa Klinis 

Didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti udem deformitas “false movement”, krepitasi dan nyeri

Radiologis 

Anteropresterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas tulang

Prosedur tetap 

Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, kemudian imobilisasi dengan gips (long arm cast). Posisi antebrachii tergantung letak fraktur, pada fraktur antebrachii 1/3 proksimal diletakkan dalam posisi supinasi, 1/3 tengah dalam posisi netral dan 1/3 distal dalam posisi pronasi. Gips supinasi gips dipertahankan 4 – 6 minggu.



Bila reposisi tertutup tidak berhasil (angulasi lebih dari 10 0 pada semua arah ) maka dilakukan internal fiksasi.



Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan “debridement” kemudian dilakukan tindakan seperti diatas. Sedangkan pada fraktur terbuka derajat III dilakukan eksternal fiksasi 

Standar tenaga o Ahli Ortopedi o Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

34

2. Fraktur Ulna (nightstik fracture) Diagnosa Klinis 

Didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti udem deformitas “false movement” dan nyeri.

Radiologis 

Anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas.

Prosedur tetap 

Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, kemudian imobilisasi dengan gips (long arm cast), dengan posisi lengan netral, selama 4 – 6 minggu.



Bila reposisi tertutup gagal atau komplikasi nonunion “debridement” kemudian dilakukan tindakan seperti diatas, kecuali pada fraktur terbuka derajat III dilakukan eksternal fiksasi 

Standar tenaga o Ahli Ortopedi o Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

35

3. Fraktur Montegia Diagnosa Klinis 

Didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti edema nyeri terutama pada tempat fraktur dan sendi radioiulner proksimal, deformitas, false movement dan krepitasi

Radiologis 

Anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya kontinuitas tulang

Klasifikasi 

Bado 1, dislokasi kaput radius ke anterior



Bado 2, dislokasi kaput radius ke posterior



Bado 3, dislokasi radius ke lateral



Bado 4, dislokasi kaput radius disertai fraktur radius dan ulna

Prosedur Tetap 

Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, serta imobilisasi dengan gips (long arm cast), dengan posisi lengan supinasi, selama 4 – 6 minggu.



Bila reposisi tertutup gagal maka dilakukan fiksasi interna, post operasi dilakukan tes pada sendi radioulner bila tidak stabil imobilisasi dengan gips pada posisi lengan supinasi selama 3 minggu dilakukan fiksasi internal.



Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan “debridement” kemudian imobilisasi, sedangkan pada derajat III dilakukan eksternal fiksasi. 

Standar tenaga o Ahli Ortopedi o Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

36

4. Fraktur radius Diagnosa Klinis 

Didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti deformitas, false movement” krepitasi dan nyeri.

Radiologis 

Anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas tulang

Prosedur tetap 

Dilakukan reposisi tertutup kemudian imobilisasi dengan lengan pronasi pada fraktur 1/3 distal, netral pada fraktur 1/3 tengah dan supinasi pada fraktur 1/3 proksinasi. Imobilisasi selama 4 – 5 minggu



Bila reposisi tertutup dilakukan fiksasi internal



Pada fraktur terbuka dilakukan “debridement” kemudian reposisi imobilisasi, sedangkan pada derajat III dilakukan eksternal fiksasi. 

Standar tenaga o Ahli Ortopedi o Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

37

5. Fraktur Galeazi Diagnosa Klinis 

Didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti edema deformitas, false movement krepitasi dan nyeri.

Radiologis 

Anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas tulang pada tulang radius disertai dislokasi sendi radioulner

Prosedur tetap 

Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, kemudian imobilisasi dengan gips (long arm cast), pada posisi supinasi, selama 4 – 6 minggu.



Bila reposisi tertutup gagal maka dilakukan fiksasi interna, post operasi dilakukan stabilitas sendi radioulner, bila tidak stabil di imobilisasi dengan gips pada posisi supinasi selama 3 minggu.



Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan “debridement” kemudian reposisi imobilisasi, sedangkan pada derajat III dilakukan fiksasi eksterna.

Perawatan 

Pada reposisi tertutup segera dilakukan fisioterapi dengan kontraksi isometrik pada otot-otot lengan dan gerakan aktif pada tangan. Observasi tanda-tanda adanya kompartemen sindrom. Lengan dielevasi. Ganti gips

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

38

pada hari ke 7 – 10 dengan kontrol radiologis terlebih dahulu. Kontrol radiologis diulang pada minggu ke 4. Pada dislokasi tanpa fraktur gips dapat dibuka pada minggu ke 3. 

Pada penderita dengan internal fiksasi, bila dapat dicapai fiksasi yang stabil dapat segera dilakukan fisioterapi dengan gerakan aktif setelah bebas nyeri. Evaluasi radiologi pada minggu ke 2,4,8. 

Standar tenaga o Ahli Ortopedi o Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

39

Kepustakaan : 1. Anderson, LD : Fracture of the shaft of the radius and ulna in rockwood CA; Green, DP (eds) : Fractures in Adult, Philadelphia, JB Lippincot Company, p. 511-550, 1984. 2. Amadia, PC : Taleisnik, J : Fractures of the carpal Bones in Green, Dp, (eds) : Operative Hand Surgery, Vol 13rded. 3. Crenshaw, AH : Fractures of shoulders girdle, Arm and forearm in crenshaw, AH (eds) : Campbell’s operative Orthopaedics Vol. 2 8 th ed. St Louis : Mosby Year Book, p. 989-1054, 1992. 4. Doybyns, JH, Lincshield, RL : Fractures in Adult, Philadelphia, JB. Lippincot Comp., p.411-450, 1984 5. Tile, M: Fractures of the radius and ulna in Schatzker, J: Tile M. (eds) : The rationale of operative fractures care, Berlin Heidelberg, Springer-Verlag. P.103-129, 1987. 6. Wright, PE : Wrist in Crenshaw, AH (eds) : Campbell’s operative Orthopaedics, Vol. 58thEd St. Louis, Mosby Year Book, p.3123-3166.

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

40

VI. TRAUMA PERGELANGAN TANGAN Wrist : 

Merupakan regio yang meliputi tulang karpalia dan bagian metafise serta permukaan sendi tulang radius dan ulna

Klasifikasi 1. Fraktur distal radius 

Fraktur Colle’s

fraktur yang terletak 1 inchi dari sendi radioulner distal

dengan “displaced” fragmen distal ke dorsal 

Fraktur Smith’s kebalikan dari fraktur Colle’s (reverse Colle’s) denga “displaced” fragmen distal ke palmar

2. Fraktur dislokasi radiokarpal 

Fraktur dislokasi tepi dorsal (Barton’s type colle’s fracture)



Fraktur dislokasi radiokarpal



Fraktur styloid radius (Chaufeur’s fracture)



Fraktur dislokasi tepi palmar (Barton’s type Smith’s fracture)

3. Dislokasi sendi radioulner 

Dorsal dislokasi



Palmar dislokasi

4. Fraktur karpalia 

Fraktur skafoid



Chip fraktur dorsal



Instabilitas karpal post trauma dengan atau tanpa dislokasi



Fraktur lunatum



Fraktur tulang karpalia lainnya Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

41

1. Fraktur radius distal Definisi 

Fraktur yang terjadi pada bagian metafisi distal os radius dengan atau tanpa perluasan garis fraktur ke artikuler (permukaan sendi)

Klasifikasi 

Klasifikasi AO :  Fraktur extraartikuler :  Fraktur extraartikuler ulna dengan radius intak  Fraktur extraartikuler radius, simple & implikasi  Fraktur extraartikuler radius, multifragmen  Fraktur artikuler partial  Fraktur artikuler partial radius dengan garis fraktur sagital  Fraktur artikuler partial radius dengan dibagian sisi dorsal (Barton)  Fraktur artikuler partial radius dibagian sisi volar (reserve Barton, Goyran Smith II)  Fraktur artikuler komplit  Fraktur artikuler komplit radius, artikuler simple, metafisis simple  Fraktur

artikuler

komplit

radius,

artikuler

simple,

metafisis

multifragmen  Fraktur artikuler komplit radius, multifragmen Diagnostik 

Pemeriksaan fisik  Edema & pembengkakan di distal radius  Fraktur dengan angulasi ke dorsal  single-fork deformity  Segera evaluasi fungsi neurovasculer, khususnya nervus medianus



Pemeriksaan penunjang  Foto standard AP / Lat dari seluruh lengan bawah dan tangan  Foto oblik lengan bawah distal  Tomografi kalau perlu (seperti pada die-punch injuries)

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

42

 EMG : bila lesi saraf (+) Penanganan 

Emergensi  Pada anak dan orang tua  lokal anesthesi (hematom blok)  immobilisasi dengan gips sirkuler



Definitif  Faktor yang mempengaruhi optimalisasi  Stabilisasi fraktur  Besarnya displacement  Kualitas tulang  Usia & aktifitas penderita  Ketersediaan peralatan  Macam  Reduksi tertutup dan splint  Reduksi tertutup dan pinning perkutan  Fiksasi eksterna  Reduksi terbuka dan fiksasi interna  Fiksasi dan interna

Komplikasi 

Hilangnya reduksi awal



Malunion



Instabilitas radio-ulnar distal



Reflex sympathetic dystrophy (RSD)



Non union (jarang) Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

43

2. Dislokasi radio karpal Definisi 

Hilangnya hubungan / cerai sendi radius dengan baris proksimal os karpalia baik pada sebelah sisi dorsal maupun volarnya.

Klasifikasi 

Type I

:

isolated radiocarpal joint injuries



Type II

:

dislokasi dengan injuri interkarpalia

Diagnostik 

Pemeriksaan fisik  Penampilan  mirip fraktur distal radius  Periksa apakah terdapat lesi neurovaskuler (khususnya n. medianus)  Periksa juga apakah terdapat injuri pada bagian proximal lengan



Pemeriksaan penunjang  Standar foto AP / Lat antebrachii dan manus  Tomografi atau CT-scan  melihat aligment karpus

Penanganan 

Emergensi  Reposisi harus segera dilakukan  Dislokasi ke dorsal  Dislokasi ke volar imobilisasi dalam slight volar flexi



Definif  Tipe I + stabil +aligment baik  LAC 8 minggu  Lat. ROM

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

44

 Tipe II  sebagian besar dengan reduksi terbuka karpus, fixasi dengan kwire dan ligamen repair  LAC 8 minggu  latihan ROM aktif setelah  3 bulan 

Komplikasi  Loss of reduction  Neurovasculer : CTS, RSD  Significant joint stifness

Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

3. Instabilitas karpalia Definisi 

Ketidakstabilan

tulang

karpalia

akibat

lesi

traumatik

pada

ligamen

interkarpalia Klasifikasi Klasifikasi Green & O’brein 

Major carpal dislocation  Dorsal perilunate / volar lunate dislocation (paling banyak terjadi)  Dorsal trans-scaphoid perilunate dislocation  Transradial styloid perilunate dislocation  Scaphocapitate syndrome  Volar perilunate / dorsal dislocation  Complete dislocation og the scapoid  Capitate – hamate diastasis

 Carpal instability, dissociative  Radial carpal instabilities  Scapholunate dissection (paling sering)  Dorsiflexion instability (disi) (paling sering)  Ulnar capal instabilities  Triquetro-hamet instability Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

45

 Triquetrolunate instability (visi)  Volarflexion carpal instability)  Central carpal instability  Carpal instability, non dissociative  Non dissociative instability of the proximal carpal row  Mid carpal joint  Radiocarpal Diagnostik  Pemeriksaan fisik  Pembengkakan, ekimosis, deformitas didaerah wrist dan loss of motion, pain  Kemungkinan terjadi lesi neurovasculer (n.medianus dan ulnaris)  Pemeriksaan penunjang  Plain foto AP & terutama lat dan oblique scaphoid view : evaluasi terhadap sudut-sudut penting : scapholunate, capitate-lunate & radioulnate  Tomogram & CT-scan  Kasus – kasus akut dan khronis : perlu videotaped arthograms, bone scan, arthrography Penanganan  Emergency  Segera immobilisasi dengan cukup padding dan long arm splint  urgent definit  Definitif  Penanganan tergantung lama waktu berselang  Instability 4 bulan  kronis  Instability akut  pertahankan anatomi os karpalia  Instability

krnonis

&

sub

akut

rekonstruksi

ligament

+

interkarpalis  Komplikasi  Neruovaskuler injuri : CTS, RSD Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

46

fiksasi

 Loss of motion Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

4. Injuri sendi radio-ulner distal Definisi  Cerai sendi radio-ulner distal akibat lesi traumatik pada struktur-struktur ligamen penyetabilisasi sendi tersebut. Klasifikasi  Tidak klasifikasi baku  Bowers mengelompokkan kedalam kelompok-kelompok :  Fraktur akut  Injuri sendi akut  Injuri or late-aapearing joint disruption  Gangguan sendi kronis  Snapping tendon ECU  Fixed rotational deformities

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

47

Diagnostik Pemeriksaan fisik  Periksa seluruh extremitas atas (nyeri, limitas ROM dan instabilitas) Pemeriksaan penunjang  Plain foto AP & Lat anterbrachii pada rotasinya yang normal dan view dengan center pada wrist dan elbow, oblique view untuk mengetahui apakah terdapat fraktur non displaced atau chip fraktur  Tomografi : small fractures ?, displacmenet large fragment ?  CT-scan pembanding dengan yang sehat  Arthrography : ruptur TFCC ? Penanganan Emergensi :  Ulna displaced ke dorsal  splint anterbrachii posisi supinasi  Ulna displaced ke volar  splint anterbrachii posisi pronasi Definitif  Coba dengan konservatif (cast) dalam 6 minggu  Bila sendi tetap tak stabil dengan konservatif  operatif  Operatif :  Fraktur styloid  TBW (Tension Band Wiring)  Rekonstruksi ligament  Post op : cast long arm (LAC) 6 minggu dalam mid rotasi Lat ROM & strengthening esercise dan split s/d 3 bulan. Komplikasi  Post traumatic arthritis  Ulnar neuritis dan kompresi kronis n.ulnaris  Adheis tendon dan stifnes Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

48

5. Fraktur Skapoid Definisi  Fraktur yang terjadi pada os scaphoid yang dapat disertai dengan fraktur radius distal dan dislokasi transchapoid perilunate Klasifikasi Klasifikasi Russe  Fraktur horinzontal (900) terhadap axis longus radius)  Fraktur transvers (dalam bidang aixs scaphoid)  Fraktur vertikal (sejajar dengan axis longus radius) paling tidak stabil  Klasifikasi lain : displaced atau non displaced (translasi > 1mm dan angulasi >100 excessive displacement) Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

49

Diagnostik Pemeriksaan fisik  Pembengkakan,

berkurangnya

ROM

wrist,

nyeri

pada

snuf

box,

berkurangnya kekuatan genggam. Pemeriksaan penunjang  Plain foto AP / Lat dengan posisi wrist netral dan deviasi ke ulna, oblique view dengan wrist pronasi  Bila foto awal : fraktur tidak ada, tapi klinis suspek fraktur  thumb spica cast  2 minggu foto ulang  Bila dalam foto ulangan : fraktur tetap tidak ada tapi klinis suspek fraktur  bone scan  Tomogram sesuai bidang axis scaphoid sering menolong Penanganan Emergensi  Long arm thumb spica cast Definitif  Non displaced fraktur thumb spica cast  6 minggu dengan posisi wrist netral flexi dan deviasi ke radial ringan + thumb posisi fungsional.  Displaced >1 mm + dislokasi perilunate  operatif + bone graft  Fraktur

dengan

sudut

radiolunate

>150

dan

fraktur

dengan

scapholunate >600  operasi + bone graft.  Post op : thumb spica cast klinisi  cast bisa dilepas dan latihan sendi. Komplikasi  Non union  Malunion Standar tenaga 

Ahli Ortopedi



Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

50

sudut

VII.

TRAUMA REGIO MANUS

 Distal dari metacarpal (ossa carpalis masuk regio wrist)  Fungsi terpenting adalah gerakan ibu jari terhadap jari telunjuk / jari tengah (50%) 1. Fraktur Penanganan Fraktur Secara umum : 

Stabil  gips atau bidai (MP angulasi lebih dari 60 0, tidak melebihi distal palmar crease tidak stabil  ORIF (pinning, plating) Komplikasi : rotasi (patokan arah jari kedua sampai empat adalah os scaphoid)



Intraatikuler  debridement + k.wire Bila luka kotor dilakukan delayed primary closure ( 3-5 hari). Tertutup  bebat dengan compression dressing, fiksasi jari sebelah, fore slab / back posisi jari MP 60 – 900 dengan IP joint ekstensi

Secara khusus 

Fraktur basis metacarpal I (Bennet’s fracture)  Merupakan fraktur dislokasi intraatikuler, tidak stabil perlu reduksi anatomis, lebih disukai pinning (terbuka atau tertutup) penanganan yang sama pada fraktur basis metacarpal V.



Fraktur shaft metacarpal  Disebabkan gaya torsi, umumnya stabil karena periosteum dan soft tissue sekitarnya, bila stabil  reduksi tertutup (komplikasi : rotasi), tidak stabil  percutan k.wire atua platting small fragmen.



Fraktur neck metacarpal  Gerakan AP metacarpal jari 1 dan 2 minimal  perlu reduksi near anatomic jari 3 (200) jari 5 (30 – 500). Reduksi tertutup dengan general anesthesi + relaksan (dipertahankan 2 minggu) bila tidak stabil ORIF (k.wire).



Fraktur head metacarpal  Merupakan fraktur intraartikuler, sering rotasi  perlu reduksi anatomis.



Fraktur shaft phalang proksimal dan media

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

51

 Fraktur basis phalang proksimal  fleksi sendi MP 900 selama 2 minggu bila gagal reduksi tertutup  ORIF 

Fraktur volar-sendi interphalang (IP) = Wilson’s fracture  Bila fragmen lebih 150 permukaan sendi  open pinning, pullet out wire looped. Kurang dari 150  reduksi tertutup, flexi phalang 45 – 500 (selama 4 minggu)

 Fraktur avulsi phalang distal pada insersi tendon ekstensor (baseball fracture)  Fragmen kecil  hiperekstensi sendi 6 – 8 minggu  Terapi yang sama untuk “mallet Fingger” (ruptur tendon ekstensor proksimal dari insersi) bidai distal phlang posisi hiperekstensi(sendi PIP bebas). Bila fragmen lebih dari 300 permukaan sendi  ORIF dengan k.wire atau pulled out wire  Boutonniere = button hole  Ruptur sentral slip traumatik dari ekspansi ekstensor dekat sendi PIP ( persisten flexion deformity).  Terapi  perbaikan tendon, immobilisasi dengan k.wire sendi PIP posisi ekstensi penuh selama 3 minggu dilanjutkan fisioterapi fleksi aktif. Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

52

2. Ruptur dan dislokasi ligamen  Ligamen kolateral dapat ruptur dengan atau tanpa dislokasi  Cara reduksi :  Dislokasi sendi MP  perlu terbuka (vollar app) karena head MC interposisi dengan soft tissue palmar sendi  Dislokasi dorsal sendi PIP  reduksi tertutup dengan atau anestesi lokal  Terapi post reduksi  pressure dressing (bila edema), bidai sendi MP 900 fleksi sendi IP ekstensi sampai bengkak dan nyeri hilang dilanjutkan fisioterapi 10 hari kemudian.  Game keeper’s thumb  Ruptur ligamen kolateral ulna disertai subluksasi kerah radier (fungsi pinch lemah)  Terapi : ruptur inkomplit scaphoid cast 6 – 8 minggu ruptur komplit  tidak stabil, open repair + gips 8 minggu. Standar tenaga  Ahli Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

53

3. Laserasi tendon ekstensor Terapi : repair sekunder Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi 4. Ruptur tendon flexor Dibagi menjadi 3 zone :  Zona 1 ( zona hijau)  Pertengahan phalang media distal sampai finger tip  Zona 2 (zona merah)  Distal palmar crease sampai pertengahan phalang media proksimal  Zona 3 (zona kuning)  Proksimal dari palmar crease distal Terapi  Zona 1  ruptur diperbaiki primer  > 1 cm, stump distal dieksisi – proksimal dijahit ke periosteal flap dengan bannel pullout wire  < 1 cm, terapi sebagai zona 2  Zona 2  perlu keterampilan tinggi (hand surgeon)  Unutk pemula hanya jahit diikuti delayed repair ruptur tendon ibu jari sebaiknya dikerjakan primer  Zona 3  diperbaiki primer, namun perlu keterampilan tinggi untuk hasil yang baik Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

54

5. Terapi definitif finger tip Golden period dapat diperpanjang menajdi 10 –12 jam bila luka bersih dan diberi AB  Skin loss > split thickness antebrachii atau hipothenar  Bila kuku intak  full thickness skin graft akan memberi bantalan diatas tulang  Tulang terkena  potong sedikit tulang sampai bersih dengan knabel + tutup primer Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi 6. Tenosynovitis non infeksi  Tipe akut  Terjadi dalam beberapa jam dengan nyeri hebat saat menggerakkan tendon yang bersangkutan disertai hangat dan warna kemerahan  Tipe kronik  Tampak sebagai fenomena tringger dari tendon fleksor, didapatkan disproporsi tendon sheath dan isinya. Keluhan nyeri dan kaku pada jari, sekali difleksikan tidak dapat atau sulit mengektensikan sendi DIP, sering teraba nodul diproksimal tendon sheath Predileksi :  Diistirahatkan dengan immobilisasi + NSAID  Injeksi steroid pada tendon sheath  Insisi tendon sheath mengurangi fenomena tringger Standar tenaga 

Ahli Ortopedi

7. Gigitan manusia  Merupakan trauma yang serius  Terapi : debridement, rawat luka terbuka dan antibiotik spektrum luas Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

55

Komplikasi trauma tangan  Biasanya iatrogenik dan dapat dihindrai  Immobilisasi yang pendek dan segera diikuti latihan aktif dimungkinkan bila vaskularisasi tangan baik, ukuran tulang kecil, vaskularisasi cancellous cukup banyak

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

56

8. Compartemen syndrome manus  Dasar : iskemia otot saraf  Gejala utama adalah :  Nyeri yang menetap, progresif dan tidak hilang dengan imobilisasi, nyeri saat streching otot pasif merupakan tanda klinis yang dapat dipercaya  Parestesi atau berkurangnya sensasi merupakan tanda penting kedua  Kelemahan otot yang progressif (paralise) merupakan tanda yang sangat penting  Terakhir, palpasi daerah compartemen akan terasa tegang dan nyeri  Cara menilai ;  Compartemen tangan instrinsik :  Passive abduksi dan adduksi jari akan meningkatkan nyeri (posisi sendi MP ekstensi dan fleksi sendi PIP)  Compartemen ibu jari adduktor :  Menarik ibu jari ke arah abduksi palmar, streching otot-otot adduktor  Otot-otot thenar :  Radial abduksi ibu jari  Otot-otot hipothenar :  Ekstensi dan abduksi jari kelingking  Terapi : satu-satunya cara adalah dekompresi  Immediate fasciotomy merupakan cara terbaik untuk penyembuhan yang lebih baik (kalau bisa hindari nervus cutaneus dan vena besar, skin flap untuk menutup nervus medianus, release n.medianus pada carpal tunnel dan canal guyon, insisi pada wrist harus dihindari) 9. Replantasi  Terminologi  Replantasi : penyembuhan kembali bagian yang teramputasi secara komplit  Revaskuler : rekonstruksi bagian amputasi yang tidak putus seluruhnya  Indikasi absolut : ibu jari, multiple digit, complete hand

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

57

 Indikasi lain : setiap bagian dari anak kecil, wrist atau anterbrachii, elbow dan humerus, digit distal dari insersi tendon fleksor superfisialis sampai 4 mm kulit dorsal nail plare harus utuh.  Kontra indikasi : crush injury, multipel level amputasi, disertai penyakit dan kelainan mental, longed warm ischemic time  Warm ischemic time : < 6 jam utuk amputasi proksimal corpus, > 12 jam untuk phalang.  Cold ischemic tim : > 12 jam untuk amputasi proksimal, prognosa jelek  Penanganan & preservasi :  Stump dilakukan bebat tekan  Puntung (amputat) dimasukkan dalam plastik yang kedap air  Amputat dalam plastik dimasukkan dalam termos terisi air + es  Operasi teknik replantasi phalang dan manus :  Identifikasi vasa dan nervus  Debridement  Shorthening dan fixir tulang  Repair tendon extensor  Repair tendon flexor  Anastomose arteri  Repair nervus  Anastomose vena  Penutupan luka Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

58

VIII. TRAUMA PANGGUL 1. Fraktur pelvic ring Batasan Pelvic girdle dibentuk oleh 2 tulang innominate (os coxae) yang berartikulasi dibagian anterior yang disebut symphisis pubis dan dibagian posterior dengan os sacrum (sacro illiac joint). Pelvic ring dibentuk oleh dua arcus yang penting dalam menahan weight bearing forces yaitu femoro sacral arch dan ischial arch Klasifikasi Menurut Marvin Tile disruption of pelvic ring dibagi :  Stable  Unstable  Miscellaneous :  Complex :  Associcated acetabular disruptions  Bilateral sacroiiliac dislocation with intact anterior arch Menurut Marvin Tile symphisialisis dibagi 3 grade  Symphisis open < 2,5 cm  Symphisis open >25, cm 

Symphisis open 2,5 cm with peroneal wound

Diagnosis Klinis Radiographic Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

59

 Plain  Plevic AP  Inlet & outlet view  Internal & external oblique view  CT-scan Prosedur Tetap Indikasi pemasangan external fiksasi pelvic  Stabel pelvic fracture dengan severe pelvic hemorrhage  Stabel pelvic fracture yang memerlukan early mobilization  Poly trauma  Unstabel pelvic (vertical share injuries) Indikasi pemasangan C-clamp  Unstabel pelvic (vertical shear injuries) / rupture posterior sacro illiac lig. Indikasi pemasangan internal fiksasi  Rupture post sacro illiac lig. 1-2 hari setelah pemasangan C-clamp dan keadaan stabil  Symphisialisis Gr. II & III Komplikasi Awal  Loss of reduction  Sepsis  Thrombo phlebitis Lanjut  Leg. Length discrepansy  Low back pain  Pelvic oblique  Lumbo sacral plexus palsy  Sacro illiac arthritis Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

60

MANAGEMENT FRACTURE PELVIC

FRACTURE OF PELVIC RING (808)

B

A Clinical Evaluation Urologi Abdominal & thoracic Neurologic Resuscitation

Radiographic evaluation AP Inlet & outlet view Internal & eksternal view

Minor fracture patterns  Avulsion Fr.  Isolated single break in the ring  Illiac wing fractures  Straddle fractures

C Symphisis treatment

External Pelvic

Major pelvis fracture (Malgaine Pattern)

D Unstable Injuries

Stable Injuries

F E

Reduction of Hemipelvic

Polytrauma Significant hemorrhage Need for early mobilizaion

Stabilization

Traction

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

Internal fixation

61

MANAGEMENT HEMORRHAGIC SHOCK PADA UNSTABLE PELVIC FRACTURE UNSTABLE PELVIC FRACTURE

A

B

General resuscitation Measures Minimize of the patient

Monitor vital sign, CVP urine output, hematokrit

C Intravenous fluids and blood transfusion > 4- 6 unit of blood within 12 – 24 hour

E

Physical sign Suggestive of major Vesel injuries

Emergency application of pelvic external fixator or pneumatic throuser

Hemorrhage subsides stable vital sign

Continued hemorrhagic >10 – 12 unit of blood with in first 24 – 36 hours

Arteriography

Major vessel injuries

Multiple bleed site

Laparostomy Vessel repair

F

Selective transcatheter arterial embolization

G Surgical exploration

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

Continued hemorrhagic > 15-10 unit of blood

62

1. Fraktur pelvic wing  Tidak mempengaruhi stabilitas pelvic  Terapi konservatif, kecuali pada :  Open fracture  Multiple fracture dengan terapi operatif 2. Fracture acetabulum Biomekanik : Fraktur yang disebabkan gerakan caput femur ke pelvic misal pada dashboard injury Evaluasi cedera  Caput femur  Patella, posterior cruciatum ligament  Fracture pelvic dan acetabulum Posisi caput femur sangat penting :  Fleksi : fraktur posterior wall dan atau dislokasi post hip  External rotasi : fraktur anterior wall  Internal rotasi : fraktur posterior wall  Abduksi : Fraktur inferior medial wall  Abduksi : Fraktur superolateral Klasifikasi (Letourei)  Tipe posterior dengan / tanpa dislokasi posterior  Fraktur posterior collum  Tampak pada allar dan obturator view  ORIF plating  Fraktur posterior wall  Fraktur permukaan sendi posterior  Jika fragmen besar – ORIF plating  Fraktur posterior wall dan posterior collumn  ORIF plating  Posterior wall dengan fraktur transverse  Sering : 20% kasus  ORIF plating  Identifikasi cedera posterior, n.ischiadicus dan avascular necrosis  Tipe anterior dengan atau tanpa dislokasi anterior Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

63

 Fraktur collumn anterior  Melalui rumus pubis superior  Prognose baik karena buka weight bearing  Jika sampai Dome superior, harus ORIF  Fraktur anterior wall : jarang  Fraktur anterior collumn, anterior wall dan fraktur transverse  Tipe transverse dengan atau tanpa dislokasi central  Fraktur transverse  Membelah kedua collumn  Displacement dapat ringan sampai komplit dislokasi central caput femur ke pelvis  Tipe fraktur  Bersama fraktur transverse, biasanya membelah acetabulum secara vertikal  Komponen vertikal dapat ke anterior / posterior ke foramen obturator  Trauma yang lebih kuat dibanding transverse  Komponen T sangat bermakna karena reduksi 1 collum tak akan mereduksi yang lain seperti pada tipe transverse  Fraktur transverse dan acetabular wall  Fraktur double collum  “Floating” acetabulum tidak melekat dengan rangka tubuh  Fraktur membelah kedua collum diatas level acetabulum  Spur sight sangat karakteristik X-ray  Pelvis – AP  Alar dan obturator view  CT-scan :  Bila terdapat :  Fraktur dinding acetabulum  Fragmen dalam sendi  Mengetahui derajat komunitif Indikasi operasi  Inkongruitas sendi Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

64

 Fraktur Dome superior  Instabilitas Hip  Lesi n. ischiadicus post reposisi  Disertai fraktur femur ipsilateral  Politrauma Kontraindikasi  Keadaan umum tidak stabil  Komunitif fraktur Non operatif  Fraktur undisplaced dan stable Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

65

3. Fracture collum femur Klasifikasi : yang sering dipakai adalah, berdasarkan :  Lokasi anatomi fraktur  Intrakapsular :  Subcapital type  Transcervical type  Extrakapsular  Basecervical type  Sudut fraktur (Pauwel)  Tipe 1 adalah 30° dari horisontal (stabil)  Tipe II adalah fraktur 50° dari horisontal (tidak stabil)  Tipe III adalah fraktur 70° dari horisontal (sangat tidak stabil)  Displacement fragmen fraktur :  Garden

I : adalah fraktur inkomplit atau impacted

 Garden II : adalah fraktur komplit tanpa displacement  Garden III : Adalah fraktur komplit dengan partial displacement  Garden IV : Adalah fraktur komplit dengan total displacement Standar diagnosis Pemeriksaan fisik  Tidak memberikan deformitas yang jelas  Perkusi pada trokhanter major, nyeri X-ray  Rutin dengan AP & lateral view  Bila tak jelas diulang 10 – 14 hari  Tomogram atau bone scan Terapi  Garden I  Internal fiksasi dengan multiple pins atau screwing  Garden II  Internal fiksasi dengan pinning / screwing  Konservatif dapat mengakibatkan displacement Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

66

 Garden III dan IV (displaced)  Non operatif  Traksi dilanjutkan sepica cast  Pinning perkutan dengan lokal anesthesi  Closed reduction dan spica cast dalam abduksi  Operatif  Dilakukan operasi urgent namun penderita setatusnya seoptimal mungkin Pada anak muda OMPG atau (osteomuscular pedicle graft) Pada orang tua hemiarthroplasty dengan Austin Moore Prothesis (AMP) atau bipolar prosthesis Rehabilitasi  Muda : non weight bearing 8 – 12 minggu  Tua : full weight bearing Komplikasi Tomboembolic disease : sebagai penyebab utama kematian post operatif. Insiden

venous

thrombosis

adalah

40%

mungkin

memerlukan

terapi

pencegahan dengan heparin, detuan, aspirin atua anti koagulan yang lain infeksi :  Infeksi dapat lebih kuat dengan adanya deep sepsis, terapi antibiotika preoperatif selama signifikan menurunkan insidens  Non union  Sekarang terjadi hanya kurang dari 5%  Jika caput femur viabel, maka :  Bila

collum

femur

adekuat



osteotomi

+

bonegraft

(Diton’s

ostectomy)  Bila collum femur tak adekuat  brachettatau colona procedure  Jika caput femur non viabel  arhtroplasty Aseptic necuosin – insiden sangat bervariasi  Menurut massie, bila operasi dilakukan dalam 12 jam trauma, insiden adalah 25%. Bila ditunda 13 – 24 jam insiden naik menajdi 30%. Antara 24 – 48 jam insiden 40% dan menjadi 100% setelah 1 minggu. Terapu alternatif antara lain simptomatis, osteotomi, bone grafting, endoprosthesis dan total hip arthroplasty Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

67

Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

68

4. Fraktur intertrochanter Definisi  Adalah fraktur yang terjadi dalam sepanjang garis antara trochanter major dan minor Klasifikasi  Menurut Boyd dan Grivin (berdasarkan mudahnya dalam memperoleh dan mempertahankan reduksi)  Tipe

I : fraktur disepanjang grais intertrochanter non displaced

 Tipe

II : Fraktur komunitif dengan multiple fraktur pada korteks

 Tipe

III : Pada dasarnya fraktur subtrochanter dengan paling sedikit satu fraktur lewat proksimal dan ke distal / di trochanter minor

 Tipe

IV : fraktur trochanter dan shaft proksimal dengan paling sedikit dua bidang

Standar diagnosis Pemeriksaan klinis  Shortening  Deformitas eksterna rotasi  Nyeri Radiologis  AP view dalam internal rotasi  Lateral view Terapi Non operatif  Dianjurkan bila tidak dapat distabilisasi dengan adekuat dengan open reduction  Cara yang sering adalah skeletal traksi, untuk mempertahankan aligment dan menghindari varus, shortening dan eksternal rotasi. Setelah 6 – 8 minggu, pasang hemispica dan lepas hemispica seletah 10 – 12 minggu kemudian partial weight bearing.

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

69

Operatif  Adalah merupakan terapi pilihan untuk tercapainya stabilitas dan mobilisasi dini.  Stabilisasi ditentukan oleh :  Kualitas tulang  Geometri fragmen  Reduksi  Design implant  Penempatan implant Macam-macam pilihan operasi antara lain Non displaced  Nail plate (dynamic hip screw, ewett)  Intramedullary nail (ender nail, zicket) Displaced  Nail plate, setelah direduksi  Osteotomy (Dimon & Hunghston, Samiento Valgus osteotomy)  Hemiarthroplasty pada orang tua, penderita debil Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi Rehabilitasi  Full weight bearing segera (pada penderita tua), kecuali pada type IV dan usia muda Komplikasi  Mortalitas : angka mortalitas 10% dirumah sakit menurut Sherk, mortalitas adalah 52% pada penderita operasi dan 55% pada penderita non operasi  Infeksi : insiden infeksi luka post operasi 1,7 – 16,9% faktor-faktor yang mempengaruhi adalah :  Penderita tua  Operasi lama  Penderita disorientasi Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

70

 Dekat perineus  Varus deformity : relatif sering terjadi menyebabkan, nyeri, lemah, shortening  Rotational deformity  Penetrasi nail : terjadi pada sepertiga dari kegagaln terapi, hanya 1,3% yang memerlukan pengambilan nail  Non union : jarang terjadi dan insiden kurang dari 2%  Aseptic necrosis – jarang, insiden 0,8%  Fraktur collum femur

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

71

Fraktur Subtrochanter Definisi  Fraktur yang terjadi diantara trochanter minor sampai 5 cm ke distal Klasifikasi : menurut Sceinshmeir  TipeI

: non displaced (displacement 15% avascular necrosis caput femur Klasifikasi  Tipe

I : tanpa atau hanya fraktur minimal

 Tipe

II : fraktur tepi posterior acetabulum yang besar

 Tipe

III : Fraktur komunitif tepi posterior dengan atau tanpa fragmen besar

 Tipe

IV : Fraktur tepi acetabulum dan dasar

 Tipe

V : Fraktur caput femur atau tanpa fragmen lain

Terapi  Reposisi segera, adduksi, flexi, fiksasi lalu adduksi dan external rotasi dengan sedatif atau anestesi umum, diikuti dengan ambulasi 10 hari dan weight bearing bertahap  Reduksi terbuka jika reduksi tertutup tidak mungkin atau dislokasi setelah 3 minggu, kapsul sendi atau m.pyriformis menghalangi reposisi  Arthrotomy jika terdapat fragmen yang lepas didalam sendi Reposisi  Allis  Posisi supinasi, pelvis distabilkan dan kedua SIAS oleh assisten  Traksi sesuai arah deformitas  Flexi hip 900, gerakkan internal dan eksternal rotasi dengan traksi longitudinal sampai tercapai reposisi  Bigelow  Flexi panggul  Abduksi  External rotasi  Extensi  Posisi netral  Stomson Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

74

 Posisi telungkup  Panggul ditepi meja operasi  Tungkai yang sehat extensi  Flexi panggul yang ……………………  Lutut flexi pegang pergelangan kaki dalam posisi netral  Bila femur distal, tekan kebawah pada betis Standar tenaga  Ahli Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

75

Dislokasi anterior  10% insiden dislokasi panggul  4% mengalami avascular necrosis  Identasi fraktur caput femur : identasi 1 mm atau lebih dengan prognosis buruk  Tipe :  Superior (pubis atau iliac) : panggul abduksi, external rotasi, flexi  Inferior (obturator) : jika fragmen lepas atau noncentric reduksi  Terapi  Reduksi tertutup : traksi, extensi dan internal rotasi (tambahan adduksi untuk tipe obturator)  Reduksi terbuka : jika fragmen lepas atau noncentric reduksi Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi Kepustakaan : 1. Buchol, ZRW. Et al : Orthopaedic Decision Making, p. 28-29, BC Decker Inc. Toronto, Philadelphia, 1984 2. Scharzker J; Tile M.: The rationale of operative fracture care, p. 133-172, SpringerVerlag, Berlin Heidelberg, 1987.

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

76

TRAUMA TULANG FEMUR ( PAHA ) 1. Fraktur Shaft Femur Defenisi

:

Fraktur aadalah diskontinuitas (fraktur) pada tulang femur yang mengenai bagian shaft atau diafise tulang femur. Klasifikasi (Winquist) Grade 0 : Non comminuted (transverse, oblique, spinal) Grade 1 : Patahan small fragment Grade 2 : Patahan fragment besar < 50% dari korteks Grade 3 : Patahan fragment besar > 50% dari korteks Grade 4 : Komunitif menghalangi kontak atara fragment proksimal dan distal (Rockwood) 

Simple :  Spiral  Oblique  Transverse



Butterfly fragment  Signal  2 fragments 



3 fragments Comminuted/ segmental

 1 segmen  short comminution  large comminution Standard diagnosis 

Pememriksaan klinis : look, feel, move, measurement



Pemeriksaan radiologist Plain foto AP/law view, sepanjang tulang dan tampak dua sendi

Terapi emergency 

Atasi shock bila ada



Lakukan

splinted

(bidai)

sebelum memindah penderita

idealnya

memamakai Thomas splint untuk transportasi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

77



Bila fraktur terbuka, maka harus segera dilakukan Debridement dalam 6 jam sejak kejadian. Open fraktur garade I dan II bila memungkinkan langsung dilakukan definitif treatment. Grade III dilakukan eksternal fixasi. Bila fraktur tertutup untuk persiapan terapi definitive, bila segera operasi  dipasang skin traksi saja. bila masih lama operasinya  dipasang skeletal traksi (tuberositas tibia bila isolated fractured/incorporated, supra condylar, calcaneal traksi bila disertai faraktur lain sesuai kondisinya).



Persiapan laboratorium /dll untuk terapi definitive



Evaluasi komplikasi komplikasi dini yang mungkin timbul.

Terapi definitif Konservatif : 

Traksi

: Skin traksi

Skeletal taraksi Bila sudah clinical union dilanjutkan dengan hemispica cast 

Traksi + braching (dewasa) Kerugian :  Tinggal lama di rumah sakit  Non ambulatoir  Residual deformity : angulasi, rotasi dan shortening serta stifnes. Operatif :  Intra madullary nailing 

Ideal untuk fraktur siple transverse/short oblique di 1/3 tengah



Fraktur 1/3 proksimal  ditambah anti rotasi di distal



Yang kurang ideal dapat memakai interlocking nail



Plate



Untuk fraktur 1/3 proksimal, 1/3 distal dan fraktur yang fragmental, long oblique atau spiral

 Eksternal fiksasi Untuk open fraktur grade III atau untuk fixasi emergency pada



multi tarauma 

Fraktur disertai dengan infeksi

Komplikasi 

Lesi vaskuler (a. poplitea atau dekat percabangan)

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

78



Delayed union



Mal union



Stifness dari knee joint

Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

79

2. Fraktur Supra dan Intercondylar femur (fraktur intra artikuler) Defenisi

:

adalah fraktur yang mengenai condylus femur, sendi lutut dan supracondylus. Klasifikasi : (Neer’s classification) Frakktur oblique atau kominutif dengan garis fraktur melewati sendi sering disebut T atau Y fraktur. Standar diagnosis Klinis Radiologis : Proyeksi AP/lat Oblique view Penanganan Konservatif : Sama dengan fraktur supracondylar Operatif : 

Percutaneus pinning



Blade palte & compression screw

Prinsip – prinsip penanganan adalah akurat reduction (intraarticular) & early mobilitation. Komplikasi : sama dengan fraktur supracondylar. Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

80

3. Fraktur condylus femur Defenisi

:

adalah fraktur isolated pada condylus femur Klasifikasi : 

Sagital



Coronal



Kombinasi sagital dan coronal

Standard diagnosis : sama dengan fraktur inter condylat femur Penanganan Konsevatif : sama dengan supracondylar femur Operatif : 

Canselous screw/bolts



Blade plate

Komplikasi : sama dengan fraktur supracondylar femur Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

81

4. Fraktur collum femur Klasifikasi : yang sering dipakai adalah berdasarkan : 

Lokasi anatomi fraktur : 

Intrascapular : Subcapital type Transcervical type

 



Ekstrakapsular : Basecervical type

Sudut fraktur (pauwel) 

Tipe I adalah fraktur 300 dari horizontal



Tipe II adalah fraktur 500 dari horizontal



Tipe III adaklah fraktur 700 dari horizontal

Displecement fragment fraktur ; 

Grade I : adalah fraktur incomplit atau impacted



Grade II : adalah fraktur komplit tanpa displacement



Grade III

 

: adalah fraktur komplit dengan partial

Displacement Grade IV

: adalah fraktur komplit dengan total displacement

Standard diagnosis 



Pemeriksaan fisik : 

Tidak memberikan deformitas yang jelas



Perkusi pada trochanter mayor, nyeri

X – Ray 

Rutin dengan AP/lat view



Bila tak jelas diulang 10 – 14 hari



Tomogram atau bone scan

Terapi 

Garden I : 



Internal fixasi dengan multiple pins atau screwing

Gardden II : 

Internal fixasi dengan pinning /screwing



Konservatif dapat mengakibatkan displacement

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

82



Garden III dan IV (displacement) 

Non operatif : 

Traksi dilanjutkan spica cast



Pinning perkuat dengan lokal anestesi



Close reduction dan spica cast dalam abduksi



Operatif : Dilakukan operasi urgent namun penderita statusnya seoptimal



mungkin Pada orang muda  OMPG (Osteomuscular Pedicle Graft) Pada orang tua  hemiartroplasty dengan Austin moore prothesis (AMP) atau bipolar prothesis Komplikasi 

Trombo embolic disease : sebagai penebab utam akematian post operatif. Insiden venous thrombosin adalah 40% mungkin memerlukan terapi penncegahan dengan heparin , dettuan, aspirin atau anti koangulan lain.



Infeksi : 

Infeksi dapat lebih kuat dengan adanya deep sepsis, terapi antibiotika preoperative selama signifikan menurunkan insidens



Non union

 Sekarang terjadi hanya kuarang dari 5 %  Jika caput femur viable maka : Bila colum femur adekuat

 osteotomi + bone graft (Diton’s

osteotomi) Bila colum femur tidak adekuat  brachett atau colona procedure  Jika caput femur non viable  arhtroplasty 

Asdeptic necrosis – insiden sangat bervariasi :  Menurut Messie bila operasi dilakuykan dalam 12 jam trauma , insidewn adalah 25 %. Bila ditunda 13 – 24 jam insiden naik menjadi 30 %. Antara 24 – 48 jam insiden 40% dan menmjadi 100% setelah 1 minggu Terapi alternative antara lain simptomatis, osteotomi, bone grafting, endoprothesis dan total hip artroplasty

Standar tenaga  Ahli Ortopedi Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

83

 Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

84

5. Fraktur Intertrochanter Defenisi : Adalah fraktur yang terjadi dalam sepanjamg garis antara trochanter mayor dan minor Klasifikasi : Menurut Boyd dan grivin (berdasarkan mudahnya dalam memperoleh dan mempertahankan reduksi) Tipe 1 : fraktur disepanjang garis intratrochanter non displaced Tipe 2 : Fraktur komunitif dengan multiple fraktur pada korteks Tipe 3 :Pada dasarnya fraktur subtrochanter dengan paling sedikit satu fraktur lewat di proksimal dan ke distal / di trochanter minor Standar diagnosis Pemeriksaan klinis : 

Shortening



Deformitas



Nyeri

Radiologis 

AP view dalam internal rotasi



Lateral view

Terapi Konsevatif : 

Dianjurkan bila tidak dapat distabilisasi : dengan adekuat, dengan open reduction.



Cara yang sering dipakai adalah skeletal taraksi, untuk mempertahankan aligment dan menghindarai varus, shortening dan eksternal rotasi. Setelah 6 – 8 minggu kemudian partial weight bearing.

Operatif : Adalah

merupakan

terapi

pilihan

untuk

tercapainya

stabilisasi

mobolisasi dini. Stabilisasi ditentukan oleh : 

Kualitas tulang



Geometri fragmen



Reduksi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

85

dam



Desingn implant



Penempatan implant

Macam macam pilihan operasi antara lain : 

Non displacemen  Nail plate (dynamic hip screws), Jewet  Intramedullary nail (ender nail, zicel)



Displaced  Nail palate, setelah direduksi  Osteotomy (Dimon & Hunghston, Sarmientovalgus osteotomy)  Hemiarhroplasty pada orang tua, penderita debil

Komplikasi 

Mortalitas : angka mortalitas 10% dari rumah sakit menurut Sherk, mortalitas adalah 52% pada penderita operasi dan 55% pada penderita non operasi.



Infeksi

: Insiden infeksi luka post operasi 1,7 – 16,9%

Faktor faktor yang mempengaruhi adalah :  Penderita tua  Operasi lama  Penderita disorientasi  Dekat perineus 

Varus

deformity

:

relative

sering

terjadi

menyebabkan

nyeri,

lemah,shortening Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi Kepustakaan : 

Grenshaw, AH : Campbell”s Operative orthopaedics, Vol.3. 7terapi ed. Toronto 1987,P.1670 – 1771



Rockwood, CA : Fracture infeksi nosokomial children. Vol.32 nd ed. P.318 – 356, Philadelphia,1984

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

86



TRAUMA LUTUT 

Fraktur Femur Diastal Batasan : Merupakan

fraktur

meliputi

daerah

condylus

femur

sampai

dengan

supracondylus femur (diatas condylus sampai hubungan metafise dengan shaft femur) Klasifikasi Secara umum didasarkan pada bentuk fraktur (simple atau comminutive) atau dengan intararticular /tindakan 

Fraktur supra condylar (menurut Ao) Type A : Ekstra articular Type B : Unicondylar Type C : Bycondylar



Fraktur intracondylar I

: fraktur non displace bentuk “T” atau “Y”

IIa

: Fraktur bentuk “T” atau “Y” dengan displace medial

IIb

: Fraktur bentu “T” atau “Y” dengan displace lateral

III

: Fraktur comminutive.

Standar diagnosis Klinis 

Nyeri,

bengkak,

deformitas,

false

movement,

crepitasi,

haemarthros limitasi ROM 

Perhatian gangguan vaskuler & neuro



Radiologis



Foto femur AP/lat

Komplikasi Gangguan neuro vaskuler delayed /non union.mal union, joint kontraktur, instability knee, infeksi,arthritis post trauma. Terapi 

Fracture impacted atau non displace dengan aligment yang baik > well molded  cast brace long leg cast 6 – 8 mg.



Fracture supra condylar  skeletal taraksi  cast brace

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

87

Displace oblique atau trancverse (pasien muda)  balance suspension 

Fracture intraarticular  Orif

Displace

bone graft



Yang tak bisa dipertahankan traksi



Dengan gangguan neurovascular



Dengan fracture tibia



Fracture condylar isolated

Rehabilitasi 

Quadriceps exercise, exercise extensi knee dan dorso flexi kaki



Posisi post operasi : dengan CPM 4 – 5 hari



Latihan berdiri (toe touch ) NWB hari 5 -7 dengan crutch



PWB

bertahap

(bervariasi

sesuai

bentuk

&

implant

dipasang) Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

88

yang



Fraktur Patella Batasan : Fraktur pada os patella karena gaya langsung atau tak langsung Kalsifikasi 

Undisplace



Transverse



Pole atas atau bawah



Communitiva



Vertikal

Standar diagnosis : Klinis : 

Nyeri, bengkak, crepitasi, defect antar fragmen, haernarthros



Gangguan ekstensor Mechanism lutut

Radiologi 

Foto genu AP/lat



Bila perlu surice / tangensial (untuk fraktur vertical) & fragmen osteochondral.

Komplikasi 

Infeksi, saparsi fragmen



Kelemahan quadricap

Terapi Fraktur 

Ekstensi knee aktif – permukaan artikular – gyps kocher intac Gangguan permukaan articular Fraktur simple transverse



Comminutive stellase fraktur





TBW

Partial/total patelloctomy

Extensi knee aktif (-)  ORIF

Konservatif : 

Post operasi sebaiknya dengan immobilisasi cast minimal 3 minggu



Quadriceps exercise, fleksi exercise aktif supported

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

89



PBW minggu ke 4



FWB minggu ke 8

Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi 

Fraktur Tibial Plateau Batasan : Fraktur pada daerah tibia proximal sampai dengan permukaan articular Klasifikasi (Hohl)  Displace minimal ( < 4 mm )  Local depression ( > 4 mm )  Split depression  Bicondylar  Total condylar Standard diagbnosis : Klinis : 

Nyeri, bengkak, crepitasi, defect antar fragmen, haemarthros, gangguan ROM knee.

Radiologi : 

AP/lat bila perlu oblique atau tomogram, stress foto.

Komplikasi 

Deformitas varus/valgus, stif knee, arthritis

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

90

Terapi 

Non displace  long leg cast 6-8 minggu

Displace  fraktur kompresi > 5 mm

 5 mm knee tak stabil

ORIF bone graft

Split depresi Total condylar ORIF Bone graft Buttress plate Comminutive “ T “ atau “ Y “ bicondylar

sletal traksi early motion

Rehabilitasi :  GE supported active knee fleksi 20 -60  Floor contact hari 9 – 8  Post operasi tanpa fixasi, CPM  PBW minggu 10 – 14  EWB minggu 16 – 18 Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

91



Rupture ligament cruciate Batasan



ACL : ligament cruciate yang berorigo pada sisi posterior medial conylus lateral femur dan berinsersi pada inter spinosus tibia berfungsi sebagai stabilitas lutut



PCL : ligament cruciate yang berorigo pada sisi lateral condylus medial femur dan berinsersi pada posterior medial femur dan berinsersi pada posterior tibia berfungsi sebagai stabilitas lutut Klasifikasi Ruptur ligament cruciate berdasarkan derajat instabilitay 0

: normal

1+

: translasi < 0,5 cm

2+

: 0,5 – 1 cm

3+

: translasi 1 – 1,5 cm

4+

: translasi > 15 cm

Standard diagnosis : Klinis : Nyeri, bengkak, haemarthosis, sagging, limitasi ROM Test stabilitas lutut ( dengan anestesi lokal atau generasi )  Drawer test  Lachman test  Quadricep test Radiologis  Foto genu : AP/lat, stress valgus/varus  Artroscopy  Artrography Komplikasi 

Osteoarthritis, limitasi ROM lutut

Postr rekonstruksi : 

Infeksi, kekakuan otot, gangguan neurovascular, nekrosis kulit

Terapi : pertimbangkan terapi meliputi: usia, aktifitas dan keluhan Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

92

Dengan rupture (+) rekonstruksi ACL: Ruptur ACL MCL/LCL

(-) atlit, usia muda keluhan(+) rekosnsruksi

Ruptur ACL partial  rehabilitasi  avulse tulang  reatachment  ruptur - isolated – rehabilitasi - (+) MCL/I.LC grade III - rekonstruksi - fungsional – rekonstruksi unstable Rehabilatasi / konservatif Phase I : (inflamasi) selama 5 hari 

Anti inflamasi

 Kompres es  Imobilisasi Hari ke 5 dilanjutkan Quadricep exercise isometric Phase II : Quadricep exercise isometric ( strengtheining sleve type brace – aktifitas jari – jongkok, bersepeda, berenang ) Phase III : Mulai minggu 6 – 12 (Aktrifitas normal) skeve brace dipakai s/d 1 tahun Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Kepustakaan 1. Buchol, ZRW et al : Orthopaeadic Decision Making,p.28 – 29,BC Decker Inc., Toronto, Philadelphia, 1984 2. Schantzker J; Tile M : The rationale of Operative Fracture care p.133 – 172, Springer – Verlag, Berlin Heidelberg,1987

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

93



TRAUMA TUNGKAI BAWAH 

Fraktur Tibial Shaft Klasifikasi Klasifikasi shaft tibia sesuai topografi, missal 1/3 proximal, medial , distal dan sesuai tipe fraktur (transverse, spiral, oblique, wedge & kominutif) Penatalaksanaan Pemeriksaan  Pemeriksaan

fisik

:

look,

feel,

move,

measurement,

statuys

neurovascular.  Pemeriksaan radiologi, foto AP/lat & lateral view Penanganan  Close reduction Close reduction + long leg cast  evaluasi akseptabilitas hasil reposisi 

Kriteria akseptabilitas o

Angulasi anterior/posterior atau varus /valgus 50 %

Bila tidak acceptable dilakukan revisi & wedging cast Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi Open fraktur 

Dilakukan Debridement dengan GA



Immobilisasi dilakukan dengan grade open fraktur Garade I & II : Temporary pinning + long leg cast immediate, nailing tibia bila tipe fraktur memenuhi indikasi (1/3 tengah, transverse type) a. Grade III

: External Fixsasi

 Tindakan operasi (Internal fixsasi) 

Pilihan, plating, nailing tibia

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

94

Indikasi

 o

Lesi neurovaskuler

o

Fraktur tibia segmental

o

Dengan ipsilateral fraktur femur (floating knee)

o

Fraktur shaft tibia & intraartikuler tibia

o

Multi trauma

o

Fraktur tibia dengan fibula intak  indikasi relative

o

Penanganan komplikasi : mal union, delayed union, non union.

After care Terapi konsevatif  Skin tight 7 – 10 hari pasca reposisi  Ganti dengan PTB cast setelah clinical union ( 6 minggu post trauma) dan bila sesuai indikasi  Pembukaan cast setelah  12 minggu  evaluasi radiology union  Mobilasasi jalan NBW s/d ganti PTB cast  kemudian PWB dan PTB cast  Fisioterapi Terapi Operatif  Temporary pinning + cast  Pelepasan pin setelah skin tight  Nailing 

Elevasi tungkai dengan bantal dibawah lutut



Fisioterapi setelah 1 -2 hari pasca bedah



Mobilasisasi jalan NBW 4 minggu dil;anjutkan dengan PWB. Peningkatan PWB sesuai dengan evaluasi klinis dan radiologist. PWB setelah radiological union ( 3 bulan)



Of nail & plate setelah 18 – 24 bulan

 Plating 

After care sama dengan nailing tibia



Mobilisasi

jalan NBW

6

minggu

dilanjutkan

dengan

PWB.

Peningkatan PWB sesuai dengan evaluasi klinis dan radiologist. PWB setelah radiological union ( 3 bulan) 

Of nail & plate setelah 18 – 24 bulan

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

95

 Eksternal Fixsasi 

Bisa sebagai terapi definitif atau temporer. Definitif  pertahankan s/d union Temporer  ganti dengan internal fixsasi bila luka baik

Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi



Isolated Fraktur Fibula Klasifikasi Klasifikasi sesuai topografi, caput fibula, shaft fibula 1/3 proksimal. 1/3 tengah, 1/3 distal. Penatalaksanaan : Pemeriksaan  Pemeriksaaan

fisik,

look,

feel,

move,

measurement,

status

neurovascular  Radiologist, AP/ lat view  Singkirkan kemungkinan fraktur ankle pada setiap fraktur fibula  Pemeriksaan status n. peroneus pada fraktur caput fibula Penanganan  Close fraktur  Pasang elastic bandage pada fraktur fibula 1/3 proximal dan 1/3 tengah  Immobilisasi dengan below knee cast  pertahankan 4 minggu  Open fraktur  Debridement dengan GA  Fixsasi dengan intramedullary pinning pada fibula 1/3 distal  pertahankan 4 minggu Penatalaksanaan fraktur tibiall shaft pada anak  Selalu diupayakan terapi konservatif dengan long leg cast pasca reposisi  Kriteria akseptabilitas (Rang) Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

96

o

Varus/ valgus angulasi < 100

o

Shortening < 10 – 20 mm

o

Tidak ada rotasi

o

Bayonet aposisi masih akseptabel

 After care sama seperti penserita dewasa  Terapi operatif dikerjakan pada kasus fraktur dengan temporary pinning + cast Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

97

Kepustakaan 1. Bucholz, RW. Et al : Dicision making ,BC Deuter Inc Toronto, 1984,p. 56 2. Leach, RE. : Fracture of tibia & Fibula. Dalam Rockwood Fracture in adults, JB Lipincott CO, Philadelphia 3. Rang,M. : Children Fracture, JB Lipincott

CA & green, DP

,1984 pp. 1593 – 1652

CO, Philadelphia, 1983,p. 297 –

307.

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

98



TRAUMA ANKLE & FOOT (KAKI) 

Fraktur Ankle Stabilitas pada ankle ditentukan oleh : 

Tulang : Maleolus lateralis Maleolusmedialis Tibial(sebagai atap) Talus



Ligamen ligament (lateral collateral, deltoid & Sydesmotic)



Dan kekuatan tambahan dari kapsul & otot

Fraktur ankle sendiri yang dimaksud adalah fraktur pada maleolus lateralis (fibula) dan atau maleolus lateralis. Klasifikasi Klasifikasi yang sering dipakai adalah klasifikasi dari Danis – Weber yang berdasarkan level pada fraktur fibula. Klasifikasi lainnya adalah dari AO serta Lange – Hansen yang berdasarkan patogenesanya. Klasifikasi Danis – Weber adalah sebagai berikut : Waber Type A : Fraktur fibula dibawah tibiofibular syndesmosis disebabkan aduksi atau abduksi. Medial maleolous dapat fraktur atau deltoid ligament robek. Weber Type B : Fraktur Oblique dari fibula yang menuju ke garis syndesmosis. Disebabakan

cedera

dengan

pedis

eksternal

rotasi

syndesmosisnya intak tapi biasanya struktur dibagaian median rupture juga. Weber Type C : Disini fibulanya patah diatas syndesmosis disebut C1 1/3 distal dan C2 bila lebih tinggi lagi. Disebabkanabduksi saja atau kombinasi

abduksi

dan

external

rotasi.

Syndesmosis

membrane interosseus robek juga. Standar diagnosis 

Anamnesa : “mode of injury” nya



Pemeriksaan fisik



Pemeriksaan X – Ray Ankle AP/lat mortise view Bila perlu dapat dimintakan X – foto stress dengan eversi dan inversi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

99

&

Penanganan 

Bila itu suatu open fraktur dilakukan Debridement dulu



Bila fraktur satbil (Weber C dengan sebagian weber B) dilakukan reposisi gips dengan below knee cast.



Bila fraktur tidak stabil (Weber C dengan sebagian Weber B) dilakukan reposisi dan gips below knee cast dan disiapkan untuk operasi (bila fraktur tertutup) atau segera operasi bila memungkinkan.



Operasi Indikasi :



Fraktur yang tidak stabial



Bila reposisi tertutup tidak berhasil



Bila disertai displaced pilon faraktur Operasi dilakukan dengan memasang plate dan fibula dan maleolar screw + pinning anti rotasi pada maleolus medialis. Transfixing screw dipasang bila terdapat diastasis pada syndesmosis (Weber C). Transfixing screw dicabut pada minggu ke 6 atau sebelum dilakukan weight bearing. Bila maleolous medialis yang patah terlalu kecil dipasang tension band wirig. Ligamen

yang rupture harus juga di

jahit. Komplikasi Dini : 

Vascular injuri. Karena alasan ini maka fraktur subluksasi yang hebat harus segera di operasi Lambat :



Mal union yang akan menyebabkan osteoarthritis.



Non union maleolus medial disebabkan interposed periosteum dalam garis fraktur.



Joint stifnes biasanya akibat lanjut



Algodystrophy terjadi nyeri pada foot dan akan terjadi osteoporosis. Pasca tindakan :



Below knee cast dipertahankan  6 -12 mingg.



Bila dilakukan operasi :

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

100



Hari ke 2 atau ke 4 mulai melakukan mobilisasi dari ankle

 Partial weight bearing mulai minggu IV – VI setelah transfixing screw dicabut.  PWB  minggu ke 12.

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

101



Faktur Calcaneus Adalah fraktur pada calcaneus yang biasanya disebabkan karena jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri. Itulah sebabnya pada fraktur calcaneus akibat jatuh dari ketinggian, jangan lupa untuk melihat collum femur dan tulang belakang penderita. Klasifikasi  Intraarticular  Extraarticular Standard diagnosis :  Anamnesis  Pemeriksaan fisik Bentuk calcaneus hilang bagian belakang kaki melebar dan concavity lateral maleolus menghilang  Radiologis : 

Posisi AP/lat, oblique dan axial



AP untuk melihat calcaneocuboid joint



Lateral untuk melihat tuberositas joint (Bohler’s angle) yang normalnya 25 - 400



Oblique untuk melihat luasnya fraktur



Axial untuk melihat varus/valgus aligment dan sustenaculum tali dan cortical marginal dari tuberositas

Penanganan 

Bila fraktur terbuka dilakukan Debridement



Bila Bohler’s angle 25 – 40

0

dilakukan below knee cast dengan

Moulding pada calcaneus untuk membentuk kembali pada bentuknya 

Bila Bohler’s angle < 25

0

atau > 40

0

dilakukan teknik Essax leprresty

dengan memakai Steinman pen dan dengan image intersiier dilakukan reposisi diikuti below knee cast Komplikasi Dini : Pembengkakan sampai terjadi lepuh-lepuh Lambat : 

Malunion

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

102



peroneal tendon impingement



broadening pada heel



talocalcaneal stifnesdan osteoarthritis

Pasca tindakan : 

2-3 minggu NWB dengan crutches



PWB sesudah fraktur pulih (kadang-kadang, 8 minggu)



FWB 4 minggu sesudah PWB

Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

103



Fraktur Talus Fraktru ini jarang terjadi biasanya akibat kecelakaan jatuh dari ketinggian atau tabrak mobil. Klasifikasi : 

Fraktur pada body



Fraktur pada neck 

Undisplaced



Displace dengan subtalar joint subluxation



Displace dengan dislokasi pada body



Subtalar dislocation



Total dislocation

Diagnosa 

Anamnesa



Pemeriksaan fisik 

Kaki dengan deformitas, bengkak kadang kadang kulit terkelupas dengan cepat dengan nekrosis.



X – Ray 

AP / lat/ oblique



Dinilai : sebagian besar displace adalah dislokasi Bila perlu dibandingkan dengan X – Ray kaki sehat, terutama bila melihat midtarsal joint.

Penanganan 

Undisplace fraktur

 Below knee cast dengan posisi plantigrade selama 8 minggu 

Displace fraktur

 Bila fraktuyr tertutup dilakukan reposisi tertutup dan pemakaian below knee cast plantar flexion 2 – 3 minggu lalu diganti dengan below knee cast plantigrade  6 minggu  Bila fraktur terbuka lakukan Debridement 

Operatif

 Bila reposisi tertutup tidak berhasil Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

104

 Pada open fraktur  Dilakukan dengan pemasangan K – Wire atau lag screw dan harus seantomis mungkin /benar benar tepat Standar tenaga  Ahli Ortopedi Komplikasi 

Dini

 Skin damage ( kerusakan kulit )  Talus tag terlepas 

Lambat

 Malunion  AVscular necrosis  50% oleh karena fgraktur displace dari talar neck sering lkali terlihat setelah 6 minggu sesudah trauma. Bila terjadi avascular necrosisi dengan talus yag gepenng disertai nyeri maka sebaiknya dilakuka 

Pasca tindakan

 Displace fraktur dengan below knee cast plantar flexion 2 minggu yang kemudian diubah plantigrade untuk  6 minggu  Weight bearing tergantung terjadinya avascular necrosis bila terjadi harus ditunda

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

105



Fraktur Metatarsal Klasifikasi 

Dengan anatomic classification

Penanganan  Reposisi dengan traksi dan moulding serta immobilisasi dengan gips sepatu seringkali membawa hasil yang baik. Pada farkturyang displace minimal kadang kadang hanya dipasang sepatu dengan kaos kaki tebatl saja.  Bila fraktur terbuka dilakukan Debridement dan intra medullary wiring  1,2 – 1,4  Bila fraktur pad ametatarsal ke 5 harus dikembalikan pada posisi anatomis dan dipasanag intrmedullary wiring  1,2 – 1,4 Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi Kepustakaan 1. Apley. A.G. et. al. : Apley’s system of orthopaedic and fractures, 7 Edition Butterworth Heinemann, 1993 p. 699 – 712 2. Bucholaz et.al. : Orthopaedic Decision Making, BC Dekker Inc. 1984. p. 62 – 68 3. Fractures in adult caharles A. Rokwood Jr & David P Green, 2nd ed. 1984 

TRAUMA PADA ANAK 

Fraktur pada anak Defenisi : adlah gangguan kontinuitas dari tulang dan atau tulnag rawan bisa dengan atau tampa terputusnya kontinuitas korteks tulang. Klasifikasi 

Bowing : Plastic deformity = bending



Bucle : torus



Greensick



Complete

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

106

 Transversal  Oblique  Spiral  Comminutive 

Epifisiolisis

Standar diagnosis Pemeriksaan fisik : Sama dengan fraktur dewasa Radiologi : mungkin memerlukan perbandingan sisi kontra lateral yang sehat. Terapi 

Prinsip dasar teori fraktur pada anak adalah konservatif karena proses remodeling

terjadi

cepat,

angulasi

kecil

bisa

terkoreksi,

tumbuh

memanjang terjadi lebih cepat, imobilisasi lebih tingkat, jarang terjadi kaku sendi atau atrofi otot. Indikasi Operasi : bila konservtaif gagal 

Plastiic deformity : Close reduction +immobilsasi dengan long cast 2 -3 minggu



Bucle : immobilisasi dengan cast 2 -3 minggu



Complite : Close reduction + cast imobilisasi 3 -5 minggu

Standar tenaga 

Ahli Ortopedi

 Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

107



Epifisolisis Klasifikasi : ada beberapa klasifikasi antara lain polan, weber, Titken, dan

Salter



Haris Klasifikasi Salter – Haris (SH)  SH Tipe I : epifisi terpisah secara lengkap dari metafisis  SH Tipe II : bidang fraktur berjalan transfersal melalui cartilage plate ke perifer  SH Tipe III : fraktur intra articular dari epiphysis sampai ke metafisis  SH Tipe IV : Vertical splitting dari fefifisis sampai ke metafisis  SH Tipe V : Crusing melalui epiphisis kea rah metaphysis tak dapat di deteksi saaat tarauma. Terapi 

Prinsip dilakukan sesegera mungkin reposisi



Sebagian besar kasus SH I dan SH II dapt dengan manipulasi reduksi tertututp



Displace spifisiolysis SH III dan SH IV biasanya perlu open reduction internal fixation

Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi Komplikasi 

Jarang terjadi malunion ataupun delayed union juga jarang terjadi kaku sendi atau atrofi otot



Yang sering adalah gangguan growth plate, baik over grwoth atau grwoth arrest

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

108



SINDROMA KOMPARTEMEN Batasan Sindroma kompartemen adalah gejala kompleks disebabkan oleh peningkatan tekanan cairan jaringan dalam suatu kompartemen yang dibatasi oleh suatu jaringan fibro usseus dari anggota gerak yang mempengaruhi sirkulasi dan funggsi jaringan dalam kompertemen tersebut lebih dari 30 mmHg. Kompartemen terdiri dari otot, arteri, vena dan saraf dalam suatu ruangan yang meliputi (dibatasi) oleh osseofacial. Diagnostik 

Nyeri : nyeri yang dalam, terus menerus, dan tidak terlokalisir (Pain at rest) serta regangan pasif dari otot otot yang terkena akan menimbulkan nyeri yang hebat (pain on passive movement). Pemeriksaan ini, lebih lebih bila disertai prestasi disepanjang distribusi saraf sensori yang mamlaui kompartemen merupakan tanda kompartemen sindroma yang paling terpercaya.



Prestasia,

sesuai

dengan

dermatom

saraf

yang

bersangkutan.

Dari

dermatomnya kita dpat memp[erkirakan saraf yang lesi sekaligus mengetahui kompartemen mana yang mengalami proses patologis 

Paresis / paralisis



Hilangnya denyut nadi (pulselessness) terjadinya lambat kadang tidak terjadi sam sekali



Kulit diatas kompartemen tegang



Pengukuran tekanan intra kompartemen Sebenarnya secar klinis sindroma kompartemen sudah dapat ditegakkan akan tetapi pad apenderita – penderita yang tidak kooperatif atau tidak dapat dipercaya (uncooperative/unrekliable patient). Penderita yang tidak sadar (unresponsive patient) serta pada adanya deficit neurologist. Secara umum apbila tekanan intra kompartemen melebihi 30 mmHg penderita harus diobservasi ketat fasciotomi dilakukan bila tekanan diatas 40 mmHg. Penanganan



Anggota gerak yang mengalami tarauma, bengkak dan saakit harus terus dievaluasi (setiap 15 menit) ketat. Bila nadi tak teraba dilakukan pemeriksaan

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

109

Doppler serta lakukan pemeriksaan

neurologist yang akurat bila didapatkan

juga prestesia /hipostasia. 

Bilakuat adanya kompartemen syndrome segera lepaskan gips (bivalved splitting) longgarkan bebat ekstensikan sendui yang flexi. Elevasi anggota gerak sedikit

diatas

jantung

penderita,

sebab

bila

terlalu

tinggi

justru

akan

meningkatkan intra kompartemen. Kemudian lakukan observasi ketat (tiap 15 menit) 

Jika dalam satu jam tidak ada perubahan lepaskan semua gips, verban atau semua bebat yang ada. Jika dengan tindakan tersebut tetap tidak ada perubahan dalam waktu 30 menit, dianjurkan pengukuran intra komppartemen.



Segera lakukan fasciotomi , bila terdapat tanda klinis sindroma kompartemen bila tekanan intra kompartemen > 30mmHg (pada penderita yang tidak kooperatif, tidak sadar dan “unreiliable”)



Lakukan pemeriksaan ulang setelah fasciotomi. Bila tetap tidak ada perubahan mungkin : 

Fasceotomi tidak adekuat



Ada kompartemen lain yang belum dekompresi



Diagnosa salah (memerlukan pemeriksaan arteriografi)



Periksa laboratorium : mioglobinuria, RFT dan urine produk



Profilaksi fasciotomi dianjurkan pada osteotomi tibia “lengthening” dan paska repair arteri dimana sudah terjadi iskemia 4 – 6 jam.



Komplikasi   

Volkman’s ischemia

Volkman’s Contracture Perawatan pasca bedah 

Rawat luka secara basah (dengan NaCl)



Ekstensi anggota gerak



Ganjal bantal/ elevasi anggota gerak setinggi level jantung



Observasi ketat : Nyeri, parestesia, paresis



Delayed closure atau skin graft setelah oedema berkurang (rata rata pada hari ke 5 -7)

Kepustakaan

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

110

1. Tanjung AS, : IP sukarna : Sindroma kompartemen, paper seksi ortopaedi lab/UPF Ilmu bedah FK UNAIR /RSUD Dr. Sutomo Surabaya 1992 2. Pogii, JJ : Compartemen syndrome : Orthopaedic secret, Brown DE : Neumann RD (Ed). Han ley & Belfus, Philadelphia 27 – 29 , 1995.

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

111

XV. SINDROMA FAT EMBOLI Definisi : Sidroma yang diakibatkan oleh masuknya lemak netral kedalarn sistem vaskuler, yang biasanya terjadi 28-24 jam setelah terjadinya trauma. Fraktur pada tulang panjang akibat trauma merupakan penyebab Sindroma fat emboli yang paling sering. Sindrorn fat emboli hampir selalu terjadi pada Femua fraktur pelvis dan fraktur extremitas inferior (terauma tibia dan femur). Pembedahan ortophaedi (Total hip arthoplasty, Total knee arthopiasty, intra medullary nailing) serta trauma pada jaringan yang kaya lemak sepert, liposuction, transplatasi sumsum tulang serta tindakan pernbedahan jantung, DM, akut pankreadtis dapat menyembuhkan sidroma fat emboli. Kemungkinan timbulnya sidroma fat emboli harus selalu kita pikirkan pada penderita-pendedta tersebut. Klasifikasi : Sevitt membagi tiga gejala klinis SFE 1. Tipe subklinis : Mungkin terjadi pada semua jenis fraktur tulang panjang extremitas, penurunan Pa C02,trombositopenia dan anemia ringan, 2. Tipe non fulminant : gangguan pemafasan dan sistern saraf pusat ptekiae, abnormalitas rontgen dan laboratorium. 3. Tipe fulminant : dalam beberapa jam paska trauma terjadi gangguan napas. Terdapat trias sindroma fat emboli 1. Perubahan pulmoner (takipnea, dispnea, ronki (+)) 2. Disfungsi serebri (nyeri kepala, letargi, stupor, koma) 3. Ptekiae (timbul 2-3 hah paska trauma, hilang setelah 7 hari dan khas timbul pada : dada bagian atas, dasar leher dan konjungtiva palpebra) Diagnosis : 1. Penderita mengalami fraktur tulang panjang extreniltas bawah / pelvis 2. Simptom timbul 1-2 hari paska trauma 3. Laboratorium : a.

Yang penting : analisa gas darah arterial (penurunan Pa O 2 sampai mmHg dalam 72 jam pertama adalah diagnostik)

b.

Hematologi : anemia, thrombosito.oenia, penurUnan serurn albumin,

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

112

c.

Urine : fat globulus (fat globus juga didapatkan pada- sPuturn, cairan serebrospinal dan darah).

4. Radiologis : pada kasus ringan / subklinis normal pada kasus berat : infiltrat yang halus difus (nufly) 5. EKG : normal, RHF I non specific T-ware karena iskernia atau hipoxia

Penanganan: 1. Fraktur ditangani secara gentle dan dibidai secara baik. Dianiurkan melakukan open rediction dan internal fixation dalarn 24-'48 jam setelah trauma. Imobilisasi dini menurunkan insidensi SFE 2. Transportasi yang baik 3. Cegah syok, bila perlu tranfusi 4. Analgetika, untuk mengurangi respon simpatomimetik akibat traum 5. Bantuan respirasi oksigen diberikan dengan canula atau dengan masker. Pada kasus yang berat pemberian 02 dengan ventilasi yang dibantu secara mekanis dengan intubasi endotrakeal 6.

Kortikosteroid : – 4 ½ mm / kgBB methyl prednisolon ((ID, 8 jam untuk 4 dosis – 30 mm / kgBB methyl prednisolon @. 2 jam untuk 2 dosis

7.

Balans cairan

8.

Observasi ketat vs / urine output

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

113

Kepustakaan : 1. Graham, DD : Rullmonary Problem.: Orthopaedic Secret, Brown DE; Neuman, DE (ed). Hanley & Belfus, Philadealphia: 35-36, 1995 2. Johnson JM; Lucas GL. : Fat Embolism Syndrome Orthopaedics Vol. 4 No. 1. 59-65, 1996 3. Sukarna IP : Embolisme Lemak (Fat Embolism), dalarn : Komplikasi Paru akibat fraktur, Seksi Orthopaedi Lab/UPF llmu Bedah FK Unair. Dr. Soetomo Surabaya, 1996.

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

114

XVI.

KELAINAN KONGENITAL

1. CONGENITAL DISLOCOATION OF THE HIP (CDH)/DDH Batasan : CDH Cerai sendi secara total, kaput femoris berada di luar asetabulum tetapi masih berada di dalarn kapsul sendi yang melebar dimana kelainan ini didapat sejak lahir. 1.

CSH (Congenital Subluxation of the Hip)

2.

Cerai sendi parsial, kaput femoris hanya berada pada tepi asetbulum dan belum keluar dari asetabulum.

Etiologi Dan Patofisiologi Etiologi Merupakan kombinasi dari 1. Faktor genetik 2. Faktor lingkungan (introuterin dan pasca kelahiran) 3. Faktor hormonal Patofisiologi 

V Posisi fieksi intrauterin akan menimbulkan dislokasi bila terjadi ekstensi pasif secara mendadak saat kelahiran dan minggu-minggu awal kelahiran, terutama bila ada laxity capsile.



Dislokasi yang menetap akan menimbulkan perubahan sekunder, antara lain : 1. Displasia, maidireksi, flaUening 2. Anteversi berlebih pada kolurn femoris 3. Containment sendi tidak terjadi 4. Hipertrofi dan pernanjangan kapsul 5. Kontraktur otot adduktor hip dan iliopsoas 6. Perubahan menjadi irreversible

Gejala Klinis 1. Pada 3 bulan pertama 

Bervadasi dan tidak nyata sampai cukup jelas



Lipal kulit paha asimetris



Abduksi hip terbatas

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

115



Tes Barlow +, teraba atau terdengar pada " dlslocapble hip " sewaktu kaput femoris keluar-masuk pada saat terjadi gerakan pasif ke posterior dan anterior, dan saat sendi pada posisi fleksi-adduksi dan fieksi-abduksi



Tes Ortolani +, teraba atau terdengar masuknya kaput femoris ke dalam asetabulum saat sendi t1eksi 900 dan trochanter ditahan ke anterior sambil digerakkan ke arah abduksi

2. Masa 3 bulan - 18 bulan  Keterbatasan gerak abduksi dan kontraktur semakin jelas  Pemendekan paha (Galeazzi / Mis Sign ) positif  Penonjolan trochanter mayor  Tes Ortolani sudah tidak terlalu nyata  Teleschoping Phenomenon positif  Pemeriksaan radiologis menunjukkan -

Kaput feromis dislokasi ke arah supertolateral dan asifikasi terlambat

-

Maldireksi asetabulum

3. Masa 18 bulan - 5 tahun  Perubahan sekunder makin jelas  Tingkat irreversible semakin tinggi  Trendc-lenburg sign positif (pantat sisi sehat akan jatuh (drop) saat berdiri di sisi yang sehat  Berjolan pincang – Dislokasi satu sisi : akan terjadi ayunan tubuh ke sisi dislokasi – Dislokasi dua sisi : akan terjadi ayunan tubuh ke kanan dan ke kiri seperti bebek (Duck Waddliog Gait) 4. Masa di atas 5 tahun  Gejala klinis sama  Perubahan sekunder lebih jelas dan lebih irreversible Diagnosis 

Pemeriksaan umum 1.

Pemeriksaan klinis yang meliputi inspeksi, palpasi dan perneriksaan gerak

2.

perabot obyakfif

3.

Perabot-perabot objektif

4.

Dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologis

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

116



Menegakkan diagnosis dengan 5.

Asimetri lipat paha

6.

Tes Ortolani, Barlow dan Galeazzi positif

7.

Asetabulum indeks 400 atau lebih

8.

Disposisi lateral kaput femoris

9.

Keterbatasan gerak sendi panggUl yang menetap, dengan atau tanpa gambaran radiologis yang abnormal

Penatalaksanaan Penatalaksanaan diusahakan sedini mungkin dan disesuaikan dengan usia pasien 

Masa 3 oulan perlarna 2.

ReduKsi secara halus

3.

Dipertahankan pada posisi fleksi-abduksi yang tidak berlebihan dengan memakai Frejka pillow Splint, bidai Cambridge atau Frog Plaster selama 3 - 4 bulan



Masa 3 bulan - 18 bulan 

Tenotomi adduktor hip



Traksi kulit



3 Reduksi tertutup



4Pemakaian Forg Piaster untuk 6 -- 18 bulan yang digi I atau dengan Long Leg Brace bilateral dengan abductor bar



Masa 18 bulan - 5 tahun 

Sama dengan masa 3 - 18 bulan



Bila gagal, dilakukan open reductl:on, inmominate osteotomy dan soft tissue reconstruction



Masa di atas 5 tahun 1. Prinsipnya sama dengan masa 18 bulan – 5 tahun, dengan keberhasilan minimal 2. Operasi paliatif untuk mengurangi rasa sakit 3. dipertimbangkan Total Hip Replancement pada orang dewasa dengan nyeri yang berlebihan Standar tenaga  Ahli Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

117

2.

CONGENITAL PSEUDOARTHROSIS TIBIA Definisi CPT adalah suatu kondisi dimana terdapat sendi palsu pada tibia yang muncul sejak lahir sehingga tedadi gerakan abnormal pada bagian tersebut, disertai dengan bowing / angulasi (urnumnya angulasi anterior). Insidensinya cukup jarang tapi merupakan suatu cacat yang serius Etiologi Dan Patofisiologi 



Etiologi 

Secara pasti belurn diketahui



Kemungkinan berhubungan dergan neurofibromatosis

Patofisiologi 1. Merupakan kegagalan pertumbuhan tibia secara normal yang tedadi sejak sebelum lahir dan terdapat pembengkokan di bagiar, distal tibia 2. Tulang tipis, sklerotik dan rapuh, patah patologis sebelum atau segera sesudah melahirkan dan tidak dapat sambung (pseudoathrosis / oleh karena kedua ujung fragmen avaskuler) 3. Umumnya disertai pemendekan tulang dan jaringan lunak yang nyata, terutama pada sisi posterior 4. Fibula sering kali gagal tumbuh atau mengalami angulasi

Gejala Klinis 

Ditegakkan dengan perneriksaan klinis



Harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologis

Penatalaksanaan 1. Semaksimal mungkin dilakukan rekonstruksi 2. Cukup sulit, prognosanya baik untuk penyambungan (union), mengatasi pemendekannya, rnaupun teknik operasi dan fiksasinya 3. Untuk penggunaan implant ( K. Pengendalign Infeksi Nosokornial, plate screw atau Ilizarov apparated) dan bone grafting 4. Kadang memerlukan amputasi dan protese

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

118

3. AMPUTASI KONGENITAL Batasan : Hilangnya anggota gerak bawah dan alas sejak kelahiran. Level amputasi amat bervariasi mulai hilangnya satu jari sampai hilangnya dua ekstrernitas atau bahkan keempat ekstremitas. Sering disertai dengan anular constricting band. Etiologi : 1. Gagalnya pertumbuhan melingkar kulit dan jaringan lunak intra uterin atau bahkan anggota gerak itu sendiri. 2. Ujung puntung atau stump sering tidak menutup, tetapi kadang-kadang masih dengan luka Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

119

4. FLAT FOOT (TAPAK CEPER) Batasan : Hilangnya arcus Plantaris atau arcus longitudinalis kaki Etiologi clan Patofisiologi 1. Kekenduran (laxity) ligament 2. Kurangnya stabilitas otot 3. Sering bersifat keturunan 4. Disebut Mobile flat foot Gejala klinis clan diagnosa : 1. Tidak tampak aclanya arcus plantwis kaki 2. Telapak kaki dapat ke tempat pijakan 3. Tumit pada posisi vaigus 4. Kaki mengalami pronasi 5. Diagnosa banding : rigid flat foot Penatalaksanaan 1.

Informasi pada orang tua bah-Ha tirlak merupakan kelainan yang berarti, kecuali mungkin sulit menjadi pelari / atlit yang handal.

2.

Dicoba diberi fisioterapi Untuk penquatan (strengthening) otot-otct fieksor dan inventor kaki

3.

Dicoba dengan sepatu orthopnedi (medial wedge orthopaedic shoe), Standar tenaga  Ahli Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

120

5.

POLIDACTILI JARI TANGAN Batasan : Terjadinya jari-jari tangan atau ibu jari yang berlebihan Gejala klinis clan diagnosa : 1. Kelainan clapat mulai duplik8si jaringan lunak, phalanx atau metacarpal dengan atau tanpa sendi 2. Pedu pemeriksaan radiologis Penatalaksanaan 1.

Exisi sederhana

2.

Rekonstruksi tendo atau tulanggya

3.

Pelaksanaan menunggu usia anak beberapa tahun atau sebelum sekolah, khususnya untuk rekonstruksi

6. SINDACTILI TANGAN Batasan : Kelainan bawaan dimana dua jari tangan atau lebih'tidak terpisah atau bersatu satu sama lain. Disebut juga ' webbing fingers'. Gejala Klinis dan diagnosa 1.

Hubungan jari-jari dapat terjadi, hanya pada kulit atau jaringan lunak, tetapi dapat juga antara tulang dan tulang

2.

Sindactili sering disertai hypoolasi ruas-ruas jari. Jika tiga atau empat jari tidak terbentuk secara sempurna dan tergabung disebut “mitten hand”

Penatalaksanan 1. Sindactili yang inkomplit boleh dipisahkan waktu masih bayi 2. rekonstruksi untuk perbaiakn fungsi dan bentuk pada kondisi yang lebih berat pada umur sekitar empat tahun dan disarankan memerlukan ”skip graftting” 3. Standar tenaga  Ahli Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

121

7. CLUB HAND (HYPOPLASIA RADIUS) Batasan : Defiasi radial dari tangan diseriai pemendekan dan pembengkokan dari ulna atau lengan bawah Etiologi Terjadinya hypoplasia atau aplasia radial ray yang meliputi

tulang radius

naviculare, trapezium, metacarpal 1, dan ibu jari tangan serta otot, saraf dan pembuluh darah yang bersangkutan. Kadang ada hypoplasia humerus. Gejala klinis dan diagnosa 1. Terlihat deviasi ke arah radial clan tongan. 2. Ulna pendek clan melengkung 3. Hypoplasia / apalasia tulang tampak pada gambaran radiologis Penatalaksanaan 1. Sulit 2. Manipulasi dan pemasangan bidai pada stadium awal (bayi) walau biasanya tidak terlalu berhasil 3. Operasi jaringan lunak (Z plasty kulit clan release jadngan fibrous ) dan koreksi dipertahankan dengan splin untuk beberapa bulan 4. Operasi tulang yaitu sentralisasi clan stabilisasi ( ujung distal ulna dan carpalia) 5. Rekonstruksi (policisasi) jari 11 sebagai ibu jari. Standar tenaga  Ahli Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

122

8. TORTICOLIS MUSCULARIS (WPY NECK, INFANTILE TORTICOUS) Batasan : Pemendekan atau kontraktur oLlot sternocleidomastoldeus Etiologi : 1. Belum cliketahui secara jelas 2. Sebenarnya kelainan bukan kongenital, tetapi didapat setelah lahir Patofisiologi : 

Beberapa minggu pertama timbul " tumor sternocleidomastoideus pada satu sisi leher yaitu benjolan pada otot yang kemungkinan merupakan hipertropi jaringan fibrous yang kemudian meningkalkan kontraktur otot tersebut.



Kontraktur ini menyebebkan posisi kepala ticlak simetris. Dalam pertumbuhan anak selanjutnya bentuk muka juag menjadi simetris

Gejala Klinis 

Pada saat kelahiran sangat minimal. Beberapa minggu kemudian posisi kepala bayi cenderung fleksi lateral (tilting) ke sisi yang terkeri dan rotasi ke sisi yang anterolateral

 Dalam tahun-tahun berikutnya pertumbuhan muka jgua menjadi asimetris Diagnosa 1. Berdasarkan pemeriksaan klinis 2. DID / servical synostosis (klippel Feil Syndrome) Penatalaksanaan 1. Pada bulan pertama sesudah kelahiran > stretching / pasif exercise oleh fisioterapist dan orang tua cukup efektif 2. Positioning kepala secara tepat cukup membantu program fisioterapi 3. Pada periode selanjutnya kontraktur yang ada mengurangi efektifitas streching dan tindakan operatif (tenotomy) sangat diperlukan 4. Pemakaian collar splint perlu dipertimbangkan Standar tenaga  Ahli Ortopedi Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

123

9. OSTEOGENESIS IMPERFECTA Batasan : Kelainan tulang secara umum dimana tulang mengalami kerapuhan dan bersifat heriditer sering disertai kelainan pada persendiran, pembuluh darah, kulit dan sclera Etiologi 1. Herediter, umumnya diturunkan melalui gen autosomal dominant 2. Sebagian kecil melalui : 

Mutasi gen dominan



Sebagian mutasi gen dan sebagian gen resesif



Gen autosomal resesif

Patofisiollogi dan gejala klinis 1.Kelainan dasar terletak pada gangguan maturitas kolagen karena osteoblast tidak mampu berdiferensiasi 2.Selanjutnya kerapuhan tulang disebabkan kegagalan osifikasi ( deposisi tulang oleh osteoblast periosteum da:i endusteum dan resopsi tulang yang beriebihan oleh osteoclast. 3.Karera adanya imbalance tersebut". tulang cortical dan trabeculae tulang cancelous menjadi tipis dan rapuh 4.Pada x-ray : penitisan cortex tulang diafisis mengecil, tapi ujung-ujung epifisis melebar. 5.Tulang bengkok oleh adanya microfraktur yang berulang dan tulang mudah patah akibat trauma ringan 6.Penyambungan tulang yang patah rela"if normal tetapi tetap rapuh 7.Gejala lain . sendi tidak stabil, kulit tipis, sklera biru dan kerapuhan pembuluh darah. Kadang disertai tuli oleh karena otosclerosis Gejala Klinis : 

Tergantung terjadinya fraktur pertama : 

Fetal type:

 Paling keras  Fraktur multiple sejak dalam kandungan  Mortalitas tinggi 

Infantile type :

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

124

 Patah terjadi pada masa anak balita  Tulang bengkok dan patah 

Juvenile type :

 Paling ringan patah terjadi pada usia anak yang lebih dewasa Penatalaksanaan 1. Tidak ada pengobatan efektif untuk kerapuhan tulangnya 2. Anjuran hati-hati pada anak dan orang tua untuk mencegah deformitas 3. Perlu preventive splint dan kruk 4. Untuk tulang yang patah dan bengkok perlu dilakukan. open reduction interrial fixation dengan nail / pin dan sekaligus ostetomy multiple (Softeld osteotomy) 5. Standar tenaga 6. Ahli Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

125

10. ARTHROGYPOSIS MULTIPLEX CONGENITAL (AMYOPLASIA CONGENITAL) Batasan : Kelainan kongenital berupa deformitas dan kekakukan pada beberapa banyak sendi akibat gangguan otot-otot. Etiologi dan patofisiologi :  Belurn diketahui kelainan genetiknya dan patogenesisnya. Kelompok otot-otot mengalami

hypoplasi

atau

aplasia

selama

perkembangan

embdonalnya

(amyoplasia) kadang-kadang sebagai akibat defect sel-sel cornu anterior medula spinalis.  Secara mikorskopis terdapat infiltrasi lemak dan fibrous diantara serabut otot.  Otot-otot tidak dapat berkembang secara normal dan tampak mengecil secara nyata.  Infiltrasi jaringan fibrous secara berlebihan tedadi jaringan periartikuler, sub kutis dan kutis, sehingga kaku dan tidak 31estis. Kelainan otot sebenarnya statii, tidak progresif tetapi mengakibatkan kelainan sekunder pada sendi dan sekitarnya makin berarti selama pertumbuhan anak. Gejala klinis 1. Kelainan sudah ada sejak kelahiran, bayi tanipak kaku seperti wooden dools 2. Kelainan yang sering tedadi adalah :  Club foot berat atau rigid  Kekakuan untuk posisi lurus akibat hypoplasi quadriceps, kadang-kadang hyperekstensi lutut bahkan luksasi lutut  CDH berat yang tidak dapat direposisi  Kontraktur fleksi jari-jah dan pergelangan tangan  Kontraktur ekstensi siku dan adduksi bahu  Kadang-kadang scoliosis  Mental umumnya dalarn bakas-batas normal Diagnosa :  Umumnya secara klinis, tetapi perlu konfirmasi dengan x-ray Penatalaksanaan 1. Sulit dan pedu kesabaran dan dedikasi 2. Pasive streeching boleh dicoba hasilnya biasanya sedikit, tidak bolah secara force Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

126

3. Soft tissue operation (capsulotomy dan tendo lengthening ) tidak memuaskan bahkan sering diikuti terbentuknya jaringan fibrous padat scar 4. Body operation (osteotomy, arthrodesis) sering lebih efektif dan memberi perbaikan dan deformitas yang ada Standar tenaga  Ahli Ortopedi

11.

CTEV (CONGENITAL TALIPES EQUINO VARUS, CLUB FOOT)

Batasan : CTEV adalah cacat bawaan yang merupakan gabungan antara : 1. Adduksi kaki depan (fore foot) 2. Supinasi sendi midtarsal 3. Varus tumit pada sendi sub talar 4. Equinus pada sendi ankle 5. Deflasi medial seluruh kaki terhadap lutut, akibat angulasi collum tali dan torsi internal tibia Etiologi : 1. Tidak diketahui secara pasti 2. Sepuluh persen diperkirakan herediter 3. Teori-teori yang ada : a)

Wyne davis : faktor genetik

b)

Denis brown : faktor mekanis

c)

Bohm : terbentuknya pertumbuhan janin

d)

Garceau : displasia otol den imbalance otot-otot

e)

Adam, sotile, irani den sherman : kelainan primer pada os talus yaitu caput-collum-corpus defigsi medial dan plantar

f)

Mc key: rotasi medial calcaneos pada sendi sub talar

Patofisiologi 1. M. Gastrocnemeus-soleos mengecil 2. Tendo achiles memendek  equinus 3. Tendo M. Fleksor digitorum / hallucislongus memendek  equinus dan varus 4. Tendo M. Tibialis posterior memendek  equinus, varus, dan inversi fore foot Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

127

5. Sering tendo tibialis anterior memendek  adduksi, inversi fore foot 6. Pemendekan dan penebalan kapsul sendi dan ligament pada sisi konkaf dari deformitas (posterior den medial side), juga apponeorosis plantaris 7. Kontraktur soft tissue yand dibiarkan akan menimbulkan kelainan bentuk tulang-tulang dan sendi-sendi 8. Terputarnya tulang calcaneus dan midtarsal ke medial, tumit letak tinggi dan mengecil 9. Akhirnya mengarah ke bawah, calcaneus menjadi varus, naviculare tergeser ke medial talus cunciforme dan cuboit berbentuk pasak (wedging), metatarsal bengkok ke medial Gejala klinis 1. Sesuai / sama dengan kriteris pada batasan 2. Derajat CTEV: a)

Ringan, sedang, berat

b)

Ditentukan oleh derajat ketegangan bagian posteromedial kaki dan resistensi terhadap manipulasi manual

3. Pada neglected club foot Timbul komplikasi: a)

Persistent

b)

Callositis pada dorso lateral kaki dapat luas sekali dengan luka di bagian tengahnya

c)

Kosmetik jelek

Diagnosa : 4. Mutlak perlunya diagnosa dini 5. Test dorso fieksi kaki pada bayi lahir 6. Ingat orthopaedi dan check list 7. Perlu x-ray kaki untuk mengetahui posisi talus, hubungan talus dengan tulang lain (calcaneus, naviculare, dan metatarsafia) 8. Diagnosa banding : Kongenital a) Bersifat lokal (localized) b) Bersifat umum (generalized) 

Arthrogryposis multiplex congenital



Spina bivida

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

128



Congenital absence of distal tibia Didapat (aquisita) c) Post polio d) Post trauma e) Post combustio f) Cerebral palsy

Penatalaksanaan 1. Sedini mungkin, sejak 24 jam pertama kelahiran 2. Usahakan kalau mungkin koreksi selesai bayi mulai latihan berjalan 3. Disesuaikan dengan umur dan derajeat CTEV: a)

Minimal correction

b)

Cereal plastering correction 

Metode kite



Tiap 1-2 minggu



Atas lutut



Fleksi lutut



Tanpa blus

c)

Soft tissue operation (postero medial release) 

Rigid type



3 bulan gagal korektif



Kambuh (recurrent)

d)

Soft tissue and bone operation 

Sama dengan soft tissue operation tetapi umur 4 tahun



Late / neglected CTEV umur sudah >4 tahun

4. Maintenance post therapi (konservative dan operative) a)

Denis brown splint atau ortosis lain

b)

Reversed shoe

Standar tenaga 

Ahli Ortopedi



Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

129

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

130

XVII.

INFEKSl ORTOPEDI

MACAM: a.

Pyogenic

b.

Granulomatous (TBC)

c.

Indolent (fungi)

d.

Parasitic (Hydatid disease)

ASAL: a.

Focus tempat lain

b.

Lokal setempat 1. ACUT HEMATOGENUS OSTEOMYELITIS 

Terutama pada anak



Jika terjadi pada orang dewasa harus dicurigai adanya penurunan resistensi tubuh akibat : 

Debil, drug abuse atau penyakit lain (DM, terapi steroid, dll)



Post traumatic hematom

1. Organisme : 1. Staphylococcus Aureus 2. Streptococcus Pyoganus 3. Streptococcus Pneumonia 2. Pada anak < 4 tahun 1. Haemophylus Influenza 2. Eschericia Coli . 3. Pseudomonas Aeroginosa 4. Salmonela

Patofisiologi 1. Tergantung tempat inteksi dan virulensi 2. Respon imunologi akan menimbulkan fase  Inflamasi : terjadi aliran PMN, eksudasi cairan yang menyebabkan peningkatan tekanan intraoseus, nyeri, obstruksi aliran darah, trombosis  ischemia Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

131

 Suppurasi : hari ke 2-3 terbentuk pus  lewat cana Volkman terjadi subperiosteal absos  menyebar ke seluruh tulang Pada anak kecil masih terdapat anastomose bebas antara metafisis dan epifisis  mudah infeksi  infeksi sendi Pada anak yang agak besar, fisis merupakan penghalang penyebaran infeksi ke sendi. Pada sendi yang metafisisnya terletak intracapsul (hip, shpulder dan elbow), pus dapat masuk dari periosteum ke dalam sendi Nekrosis 

Peningkatan tekanan intraoseus



Vascular stasis



Trombosis



Perios stripping



Toksin bakteri



Enzym lekositic

New Bone Formation 1. Tampak pada akhir minggu kedua 2. Terbentuk dari deep layer periosteum 3. Tulang baru (nenebal membentuk involocrum, menutupi jaringan yang infeksi dan sequester bila inleksi berlanjut, pus keluar lewat lubang (cloaca) pada involocrum dan keluar lewat sinus pada kulit dan menjadi osteomyelitis chronis Resolusi Bila

infeksi

terobati

dan

tekanan

intraoseus

diturunkan

(dengan

drilling/

pengeboran) pada fase awal terjadi resolusi Standar tenaga 

Ahli Ortopedi



Residen Ortopedi

2. OSTEOMYELITIS POST OPERASI ORTHOPAEDI 

Organisme penyebab osteomyelitis post operasi merupakan campuran dari : 1. Patogen : Staphylococcus Aureus, Prateus, Pseudomonas 2. Not Normal Pathogen : Sreptococcus Epidermidis

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

132



Yang membantu invasi bakteri : 1. Kerusakan jaringan lunak dan matinya tulang 2. Kontak yang jelek antara implant dengan tulang 3. Loosening implant 4. Korosi implant 5. Fragmentasi bahan polirner (PMNA) Gejala klinis : A. Early infection (< 3 bulan) 

Superfisial : keluhan ringan (infeksi pada kulit dan subkutan)



Deep : keluhan hebat, nyeri, panas, bengkak, nanah (infeksi pada fascia, otot, tulang)



Campuran

B. Late infection  Rontgen : destruksi kortex, periosteal,new bone formation  Scan peningkatan aktivitas fase perfusi dan tulang  MRI area lokal dengan sinyal aktivitas tinggi  Pus Pencegahan 1. Pasien dengan gangguan imunologi  tidak dioperasi, diusahakan terapi konservatif 2. Memberantas:infeksi pre operasi 3. Meningkatkan sterilitas 4. Pemberian Antibiotik profilaksis sebelum insisi (saat induksi anestesi) 5. Memakai implant kualitas baik 6. Teknik operasi yang baik 7. Pencegahan infeksi post operasi Terapi 1. Operasi tanpa implant  AB + drainage pus 2. Operasi dengan implat  drainage pus  biarkan luka terbuka sampai bersih, irigasi antibiotik Bila mungkin implant dipertahankan sampai union. Bila harus dilepas, ganti dengan eksternal fiksasi Standar tenaga  Ahli Ortopedi Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

133

 Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

134

3.

CHRONIC OSTEOMYELITIS  Organisme

:

campuran

dari

Staphylococcus

Aureus,

Eschericia

Coli,

Streptococcus Pyogenus, Streptocaccu, Epidermis  Tulang mati merupakan SUbstrat adhesi bakteri (implant)  infeksi persistent : harus diambil. Terkadang keluar sendiri lewat draining sinus Diagnosis 1. Rontgen : terkadang mirip bone tumor 2. Sinogram : mendeteksi sinus dan fistel dengan zat kontras 3. Radio isotop scanning : 99 TC. 67 GA, III In 4. CT-Scan / CAT-Scan 5. MRI (dapat mendeteksi luas destruksi tulang, abses, squester tersembunyi) 6. Laboratorium LED, Leukosit, Kultur dan Sensitivity test Terapi 

Antibiotik



Operasi a. Bersihkan jaringan terinfeksi b. Irigasi kontinyu c. Gentamycin beads dengan PMMA (Septopal) d. Teknik Papineau

Standar tenaga  Ahli Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

135

4.

ACUTE SUPURATIVE ARTHRITIS 

Infeksi pada sendi, asal dari 1. Direct : karena luka 2. Penyebaran abses 3. Penyebaran lewat darah



Organisme : 1.

Staphylococcus Aureus

2.

Haemophylus Influenzae

Patofisiologi 1. Infeksi membran sinovial eksudasi + pus  terjadi erosi kartilago oleh enzim bakteri 2. Pada anak merusak epiphisis 3. Bila

tidak

diobati

dapat

menyebar

ke

tulang

dan

menimbulkan

osteomyelitis Gejala klinis 1. Pada bayi : rewel, panas, menolak menyusui, sendi hangat, bengkak, menolak digerakkan 2. Pada anak-anak : rewel, panas, menolak menyusui, sendi hangat, bengkak, menolak digerakkan, kesakitan dan spasme 3. Pada orang dewasa : ananinesa adanya infeksi GO dan drug abuse Pemeriksaan 1. Aspirasi cairan sendi (bening/pus) 2. Lakukan pengecatan gra, kultur dan sensitivitis  Coccus gram +

: S. AureLIS

 Coccus gram -

:

Nisseria

Gonorhoe

(dewasa),

Haernophylus,

influenzae (anpk) Diagnosis banding 1. Acute osteomyelitis 2. Traumatic synovitis dengan hemathros 3. Iritable joint 4. Haemophylia 5. Rheumatoid fever 6. Gout dan pseudogout (CPPD) Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

136

7. Gaucher disease Terapi 1. Supportive (infus + analgesic) 2. Splint 3. Antibiotik 4. Drainage Komplikasi Kerusakan cartilago, gangguan pertumbuhan tulang Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

137

5.

POLIO 

Infeksi virus (entero) pada Anterior Horn Cell di spinal cord den brainstem yang menimbulkan paralisis LMN dari kelompok otot yang terkena.



Dengan vaksinasi dapat menurunkan kasus Patofisiologi

1. Virus masuk lewat usus  gejala seperti flu menyerang sel cornu anterior  paralisis (oleh karena inflamasi) dan oedem  survive dan pulih lagi 2. Residual paralisis > 6 bulan  permanen Klinis 1. Menyerang semua umur 2. Gejalanya adalah flu dan diare ringan 3. Akut : seperti mentrigitis akut (panas, nyeri kepala, leher kaku, muntah), nyeri otot dan spasme, paralisis (harl ke 2 - 3) kesulitan bernapas dan menular 4. Convalescent : 7 - 10 hari gejala menurun proses infeksi s/d 4 minggu Terapi : 1. Fase akut : 1. Isolasi, rest, symptomatic 2. Gentle passive stretching 3. Respiratory paralysis  respirator 4. Pasang bidai (splintage) untuk mencegah deforinitas yang menetap 5. Muscle chart setiap bulan 2. Penanganan Residual Polio 1. Isolated muscle weaknes without deformity 

Quadriceps paralyisis  splint/caliper knee straight

2. Deformity : imbalanced  Splint, tendon transfer 3. Flail joint : balanced  Splint, arthrodesis 4. Shortening bone growth Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

138

 < 3 cm : building up the shoes, bone lengthening yang pendek, bone shortening sebelah 5. Vascular dysfurction : sensasi N Cold & blue  sympatectomy Standar tenaga  Ahli Ortopedi 6.

TBC TULANG DAN SENDI Klinis Menyerupai TBC paru Anamnesis 1. Kontak anak dan remaja lebih banyak terserang 2. Sendi : nyeri, bengkak, night cries  spasme 3. Serangan demam jarang terjadi, berat badan turun Pemeriksaan Fisik 1. Muscle wasting, synovial thickening 2. More : limited all direction. Erosi  stif dan deformed 3. TBC spine:  Abses groin (tendo iliopsoas)  Collaps  kyphosis  Gangguan neurologi X-ray : 1. Soft tissue swelling 2. Periarticular osteoporosis 3. Articular space menyempit 4. Spine  Vertebra collaps dengan lamina intact  Paravertebral abses Diagnosis 1. History 2. Only 1 joint 3. Penebalan synovial 4. Muscle wasting 5. Rontgen : periarticular destruction 6. Lab :

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

139

a. Mantoux test + / heaf test b. ESR meningkat c. Lympocytosis d. Pewarnaan acid fast bacili e. PAP (Peroridase Anti Peroxidase) f. TB. DOT g. PCR (Polymerase Chain Rx) h. Biopsi i. Kultur Diagnosis banding  Transient synovitis  Monoarticular Rh A  Subacute arthritis  Hemorrhagic arthritis  hemofili  Pyogenic arthritis yang lama Standar tenaga : Ahli Ortopedi Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

140

XVIII.

PENYAKIT DEGENERASI Degenerasi (menua, aging process) adalah proses menghilangnya secara

perlahan-lahan

kemampuan

jaringan

untuk

memperbaiki

diri

dan

mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga manusia tidak dapat bertahan terhadap jejas dan memperbarui kerusakan yang diderita. Proses degenerasi pada sendi sebenarnya sudah dimulai saat sesudah dewasa dan berlanjut sepanjang hidup manusia. Pada usia dewasa dan berlanjut sepanjang hidup, tulang rawan, sendi secara bertahap berubah dari permukaan yang licin dan mengkilap menjadi permukaan sendi yang sebaliknya. Oleh karena regenerasi, tulang rawan sendi sangat terbatas maka proses degenerasi berjalan progresif dan ireversibel. Hilangnya kondroitin sulfat secara bertahap dari matriks tulang rawan sendi mengakibatkan hilang atau berkurangnya support dari serabut-serabut kolagen. Tulang rawan sendi menjadi kurang efektif fungsinya sebagai Shock Absorber dan Lubricated Surface akan lebih mudah cedera terhadap gerakan / gesekan sendi yang selalu berulang sepanjang hidupnya. Terjadi degenerasi tulang rawan sendi secara progresif, hipertrophi dan remodeling tulang subkondral dan inflamasi sekunder lapisan sinovial. Penyakit degenerasi sendi mengenai 1. Tulang rawan sendi 2. Tulang subkondral 3. Kapsul sendi (lapisan sinovial dan fibrus) 4. Otot Penyakit sendi degeneratif sering disebut juga 1. Osteoartritis 2. Osteoartrosis 3. Artritis degeneratif 4. Artritis hipertrofik 5. Senescent arthritis Insidensi pada usia 2: 60 tahun 25% wanita dan 15% pria. Adanya wear and tear pada send! memperparah proses patologis yang ada, maka sendi penyangga beban tubuh (lumbal spine, hip, knee) lebih nyata kerusakannya.

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

141

1. OSTEOIARTHRITIS Batasan : Osteoarthritis adalah gangguan sendi yang bersifat kronis disertai kerusakan tulang rawan sendi berupa disintegrasi dan pelunakan progresif, yang diikuti pertumbuhan pada tepi tulang dan tulang rawan sendi (osteofit) dan fibrosis pada capsul sendi. Osteoarthritis timbul akibat mekanisme abnormal pada proses penuaan, trauma atau akibat kondisi lain yang menyebabkan kerusakan yang rawan sendi. Ada 2 jenis Osteoarthritis : 1. Osteoarthritis primer: akibat proses penuaan, terjadi pada usia pertengahan atau lebih. 2. Osteoarthritis sekunder : akibat penyakit yang menyebabkan kerusakan pada tulang rawan atau sinovium sendi. Etiologi : Terdapat faktor-faktor predisposisi terjadinya Osteoarthritis 1. Usia Berkurangnya pembentukan chondroitin sulfat dari matriks tulang rawan sendi merupakan awal Osteoarthritis primer, pada usia di atas 50 tahun. 2. Kelainan kongenital : CD.H, Clubfoot 3. Trauma Mayor trauma

: fraktur intraartikuler, ruptur meniskus

Mikro trauma

: akibat pekerjaan

4. Infeksi : arthritis piogenik, tuberkulosa 5. Inflamasi aspesifik RA, ankylosing spondilitis 6. Inkongruensi sendi nekrosis avaskuler, slipped epiphysis 7. Deformitas/ malalignment, vaigus/varus 8. Instabilitas sendi : laksiti capsul sencil dan ligamen, subluksasi 9. Gangguan metabolisme : gout 10.

Hemarthrosis. berula ng : hemofili

11.

Faktor-faktor lain : genetik, jenis kelarnin, ras, cuaca/ iklim.

Insidensi : Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

142

Osteoarthritis primer umumnya pada usia lebih 50 tahun, wanita lebih banyak dan lebih sering lagi pada sendi penyangga beban tubuh. Osteoarthritis sekunder pada usia lebih muda, laki-laki lebih banyak. Patologi : 1. Berkurangnya atau tidak terbentuknya condroitin sulfat merupakan awal proses Osteoarthritis 2. Kondromalasia/ melunaknya.tulang rawan 3. Fibrilasi dan fisurasi tulang rawan sendi 4. Tulang subkondral mengalami eburnasi dan langsung bersinggungan saat gerakan sendi. Sklerotik bagian tengah dan porotik/ rarefaksi pada bagian tepi. 5. Terbentuk kondrofit dan osteofit. 6. Akibatnya ROM berkurang 7. Terbentuk kiste subkondral yang mengalami hipervaskularisas; dan menambah rasa nyeri sendi 8. Sinonial menebal terjadi efusi sendi fibrosis kapsul yang juga mengurangi ROM. 9. Pada jari dapat terjadi “heberdens nodes” yaitu tonjolan keras akibat psifikasi dari bagian kapsul yang sebelumnya telah mengalami degenerasi hialin. 10.Otot mengalami spasme/sebagai reaksi terhadap nyeri, otot menjadi kontraktur (umumnya bagian fleksor) dan mengurangi ROM sendi. 11.

Terjadi “fibrous ankylosis” sendi dan delormitas.

Gejala Klinis: 1. Mengenai satu sendi atau lebih 2. Berhubungan dengan proses inflamasi sinovial, penggunaan sendi, inflamasi dan degenerasi sekitar sendi. 3. Nyeri, skibat inflamasi sinovial dan fibrous kapsul, kontraktur otot dan dari tulang. Keluhan nyeri tidak paralel dengan kelainan rontgen. 4. Pembengkakan, akibat efusi sendi, penebalan kapsul dan osteofit 5. Kekakuan sendi 6. Gangguan gerak, disebabkan oleh iregularitas permukaan sendi, disamping yang telah tersebut di atas. Sering dijumpai krepitasi pada palpasi, auskultasi dan pada gerakan 7. Deformitas (ankilosis, varus, valgus) 8. Nodus Heberden pada dorsal sendi interphalang distal. 9. Nadus Bouchard pada sendi interphalang proksimal jari tangan. Pemeriksaan Radiologis Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

143

1. Densitas tulang normal/meninggi 2. Penyempitan ruang sendi 3. Sklerosis tulang subkondral, sering dengan bayangan kisteus. 4. Ostecfit 5. Destruksi tulang dan deformitas sendi Diagnosa: Bentuk klasik Osteoarthritis primer pada sendi besar penyangga beban, harus dibedakan dengan Osteoarthritis sekunder yang didasari kelainan lain.

Penatalaksanaan : 1. Umum : a.

Istirahat teratur

b.

Mengurangi berat badan

c.

Obat analgetik anti inflamasi

d.

Informasi tentang kausa, patologi, prognosa.

2. Lokal : a.

Injeksi intra artikuler/pertiartikuler khusus saat proses akut.

b.

Fisioterapi

(mengurangi

sakit,

penguatan

otot,

mempertahankan/

menambah ROM) c.

Kalau perlu : aspirasi

d.

Pemasangan bidai

e.

Operasi Indikasi Operasi :

1. Nyeri tidak berkurang dalarn pengobatan konservatif 2. Realignment sendi agar distribusi beban terb.agi rata pada sendi. 3. Sendi tidak stabil / subluksasi dan deformitas 4. Kerusakan sendi tingkat lanjut. Jenis Operasi : 

Correctian osteotomy (HTO, vaIgus osteotomy trochanter)



Hemiartroplasti



Arthroplasti total



Arthrodesis

Standar tenaga Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

144

 Ahli Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

145

2.

PENYAKIT DEGENERATIF KOLUMNA VERTEBRALIS LUMBAL Batasan: Penyakit ini merupakan Osteoarthritis yang terjadi pada kolumna vertebralis dan lebih sering terjadi dibandingkan Osteoarthritis sendi lain. Hal ini disebabkan oleh karena beban yang paling besar ditanggung oleh kolumna vertebralis Proses Osteoarthritis tulang belakang terjadi 1. Pada hubungan antara dua tulang belakang yang bersifat simfisis melalui diskus intervertebralis yang terdiri dari nukleus pulposus, anulus fibrosus dan cakram tulang rawan hialin. 2. Pada sendi permukaan posterior (posterior facet) antara dua vertebra melalui sendi sinovial/diartrodial dengan tulang rawan sendi; membran sinovial, kapsul fibross Osteoarthritis tulang belakang paling sering terjadi pada vertebra lumbal dan servikal. Nama lain penyakit degeratif tulang belakang 1. Osteoarthitis vertebra 2. Spondilosis 3. Spondiloartrosis 4. Spondiloartritis Etiologi dan Predisposisi: 1. Sama dengan osteoarthritis yang lain (trauma,dll) 2. Penyakit. pada vert(-,bra(peny. Scheuermann) Patofisiologi Akibat

degenesasi

segmental,

terjadi

penyempitan

penyempitan segmental

dan

diskus hernia

intervertebralis, nukleus

instabilitas

pulposus,

yang

sebenarnya lebih sebagai komplikasi dari degenerasi diskus intervertebralis. Hernia nukleus pulposus menimbulkan iritasi nerve root sebagai "sciatica" dan paling sering pada L 4-5 dan L-5-Si. Osteofit yang terjadi juga dapat menekan serabut saraf yang melalui foramen intervertebralis. Pada rontgen 1. Penyempitan discus space, tanpa overriding faset posterior 2. Osteofit Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

146

Myelografi hanya diperlukan 1. Untuk persiapan pre operatif HNP yang perlu dioperasi 2. Bila dicurigai ada neop!asma medula spinalis Gejala Klinis : 1. Amat bervariasi 2. Nyeri (low back pain) kronis dan intermitent, terutama pada aktivitas yang memerlukan extensi tulang belakang berlebihan. Hilang waktu istirahat, kadang-kadang nyeri sampai ke pantat atau belakang paha. 3. Nyeri kemudian berkurang, tetapi pinggang menjadi kaku. 4. Pada HNP dapat terjadi 

Lumbago akut dan sciatica akut, hilangnya lordosis lumbal, skoliosis sciatica.



Nerve root iritation



Laseque's sign positif (terbatasnya straight leg rising)



Bowstring test positif



Hipestesi dorsum pedis dan lemahnya dorsoflexi/extensi

pergelangan

kaki dan jari-jari (iritasi pada serabut saraf 1-5) 

Hipestesi kaki bagian lateral, lemahnya flexi ankle dan jari-jari dan hilangnya refleks achilles (iritasi pada serabut saraf S1)

Diagnosis 1. LBP dengan /tanpa siatika, perlu assesment yang baik dari riwayat pemeriksaan fisik, radiologi dan laboratorium. 2. DD: o LBP Viserogenik o LBP Vaskulogenik o LBP Neurogenik o LBP Psikogenik Penatalaksanaan : 1. Membantu penderita agar mengetahui seluk-beluk penyakitnya, sekaligus memberi dukungan usikologis. 2. Mengurangi nyeri (pemberian obat dan alat bantu /korset). 3. Fisloterapi 4. Operasi pada keadaan-keadaan a.

Hilangnya kontrol kandung kencing

b.

Kelainan neurologis progresif

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

147

c.

Nyeri/siatika yang sangat menganggu/menetap/berkelanjutan.

Standar tenaga  Ahli Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

148

3. PENYAKIT DEGENERATIF KOLUMNA VERTEBRALIS SERVIKAL Batasan etiologi dan patofisiologi mirip dengan daerah lumbal, tetapi dengan kelainan terutama pada C 5-6 dan C 6-7. Gejala Klinis 1. Nyeri dan kaku leher, lebih-lebih pada gerakan dan dapat menjalar ke m.trapezius. 2. Nyeri bahu. 3. Gejala iritasi saraf sebagai akibat herniasi atau penekanan serabut saraf pada foramen intervertebrale oleh osteofit. 4. Iritasi pada C 5-6 : a.

Kelemahan otot deltoideus dan bicpes

b.

Hilangnya refleks biceps

c.

Hiperestesi kulit ibu jari dan telunjuk

5. Iritasi pada C 6-7 : a.

Kelemahan otot triceps

b.

Hilangnya refleks triceps

c.

Gangguan sensibilitas jari II dan III

Pemeriksaan Radiologis 1. Penyempitan diskus 2. Osteofit (lipping, spurt) 3. Penekanan oleh osteofit pada foramen intervertebrata lebih jelas pada rontgen obligue Diagnosis Banding 1. Infeksi (piogenik dan tuberkulosa) 2. Neoplasma 3. Fibrositis 4. Tumor surnsum tulang belakang dan radiks 5. Spondilolistes is servikal 6. Kelainan pleksus brakhialis (tunior, penyakit paget, cervical rib) Penatalaksanaan 1. Mengurangi nyeri dengan istirahat lokal (dengan servikal kolar) 2. Fisioterapi (SWD, traksi servikal) 3. Laminektomi (pada herniasi) 4. Artrodesis (pada hyeri berkelanjutan / ganggLian neuroloyis menetap) Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

149

Standar tenaga 

Ahli Ortopedi

4. FROZEN SHOULDER Batasan Kelainan pada sendi bahu, baik intra artikuler maupun ekstra artikuler, yang menghambat pergerakan sendi, sehingga sendi terkunci atau terpaku pada posisi tertentu. Nama lain : bahu beku, kapsulitis adhesiva, periartritis. Etiologi dan Patofisiologi 1. Idiopatik 2. Post traumatik 3. Imobilisasi terialu lama, terutarna pada orang tua 4. Tendinitis - kalsifikasi supra spinatus 5. Lesi rotator cuf 6. Tendinitis bicipital 7. Penderita enggan menggerakan bahu (menghindari sakit) pada a.

Spondilosis servikal

b.

HNP servikal

c.

Post mastektomi

d.

Herniplegi

e.

Herpes zoster

f.

Penyakit arterikoronasia

g.

Post kombustio

Gejala Klinis 1. Fase Akut 1. Nyeri bahu secara berangsur, terutama malarn hari dan dapat menjalar ke lengen bawah. 2. Spasme otot-otot sekitar bahu. 2. Fase Sub Akut 1. Beberapa minggu kemudian 2. Atroft otot-otot bahu Penatalaksanaan Tergantung tingkat penyakit. Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

150

1. TahapAwal a. Istirahat lokal sendi bahu (dengan mitela) b. Analgesik c. Injeksi intra artikuler (kalau sangat perlu) d. Fisioterapi 2. Tahap Lanjut a. Fisioterapi b. Terapi okupasi c. Manipulasi dengan general anestesi dan dilanjutkan fisioterapi d. Jika gagal, dipertimbanakan L:ntuk operasi : 

Perbaikan kontraktur



Melepas perlekatan kapsul pada kaput humeri

Standar tenaga 

Ahli Ortopedi Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

151

5. SHOULDER HAND SYNDROME Batasan Gangguan pada anggota gerak atas berupa rasa nyeri terutama pada bahu dan tangan dengan sebab yang tidak diketahui dan dapat diawali oleh gangguan intrinsik maupun ekstrinsik sendi bahu dan merupakan simpathetic reflex dystrophy. Etiologi, Patofisiologi dan Gejala Klinis 1. Sebab pasti belum diketahui 2. Menyerang penderita usia lebih dari 50 tahun, terutama penderita dengan nilai ambang sakit sakit rendah 3. Gejala karakteristiknya adalah nyeri yang mengganggu pada bahu dan tangan, disertai gangguan lokal neuro-vaskuler, kulit hiperestesi dan lembab, atrofi jaringan

sub

kutis,

bengkak

kronis

dan

atrofi

tulang

regional

(disuse

osteoporosis), Nyeri, bengkak dan kurangnya aktifitas anggota gerak akan memperparah keadaan. 4. Terjadi kontraktur. Penatalaksanaan 1. Perlu support dan dorongan psikologis 2. Analgesik 3. Kortiko steroid sistemik 4. Pemanasan lokal 5. Active exercise 6. Gentle passive exercise 7. Dipertimbangkan perlunya blok saraf simpatis Standar tenaga 

Ahli Ortopedi Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

152

6.

TENNIS ELBOW (LATERAL EPICONDYLITIS) Batasan Tennis Elbow adalah penyakit degenerasi tendon, dimana kelainan menyebabkan rasa nyeri pada sisi lateral siku khususn ya epikondilus lateralis humeri dan origo otot ekstensor lengan bawah. Kelainan terjadi terutama pada pemain tennis atau yang mereka secar berulang menggunakan otot ekstensor lengan bawah dalam aktifitasnya. Etiologi a. Sebab pastinya belum diketahui b. Diduga degenerasi awal origo otot ini akibat inflamasi kronik tendo otot ekstensor atau tarauma kronik lokal pada aktifitas otot lengan bawah . Patofisiologi a. Kelainan terjadi pada daerah origo ekstensor khususnya origo ekstensor karpi radialis brevis pada epikondilus lateralis b. Proses degenerasi diperburuk oleh trauma yang berulang ulang baik secara makro maupun mikro sehingga terjadi robekan pada bagian tersebut. Gejala klinis a. sering terjadi pada usia pertengahan b. Riwayat degenerasi jaringan lunak ditempat lain (bursitis, tendinitis) terjadi pada 40% kasus tennis elbow. c. Rasa nyeri timbul pada saat mengangkat barang berat, mengepal tangan dan berjabat tangan serta sktifitas lain yang menegangkan origo ekstensor, misalnya dorso flexi pergelangan tangan saat memegang barang barat atau dorsi flexi saat diberi tekanan. d. Pada pemain tennis timbul pada pukulan back hand dan saat ditekan e. Rasa nyeri tepat di distal epikondilus lateralis. f.

X – Ray mungkin ada kalsifikasi pada origo tendon

Diagnosis a. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

153

b. Perlu DD dengan spondilosis servical yang mengalami hiperestesi dan kepekaan pada distal epikondilus lateralis. \ Penatalaksanaan a. Istrahat lokal, kalau perlu dengan gips b. Pemanasan lokal c. Anastesi lokal d. Hidrokortison lokal e. Operasi kadang – kadang diperlukan Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

154

7. PENYAKIT DE QUERVAIN ( DE QUERVAIN TENOVANGITIS STENOSANS ) Batasan Penyakit de quervain adalah penyakit yang ditandai dengan nyeri pada daerah prosesus stiloideu radii akibat inflamasi pembungkus tendo otot abductor policis longus dan ekstensor policis brevis, yang kemudian dapat diikuti konstriksi (stenosis) saluran pembungkus tersebut. Etiologi dan Patofisiologi 1. Penyebab pasti tidak diketahui 2. Inflamasi

tyang

terjadi

pada

pembungkus

tendo

berhubungan

dengan

gesekan/friksi yang berlebihan/berkepanjangan/ berulang antara tendo dengan pembungkusnya. 3. Thaop berikutnya pembungkus mengalami penebalan kemudian terjadi stenosis. 4. Wanita lebih sering terkena penyakit ini Gejal klinis a. Nyeri pada daerah processus stiloideus radii yang dapat menjalar ke lengan bawahdan ibu jari. b. Nyeri diperparah jika penderita menggunakan tangan, khususnya ketika kedua tendo tersebut menegang. Kadang kadang benda berat yang dipagang jatuh tampa disadari saat penderita memegangnya pada mid position lengan bawah, sehingga penderita menghindari posisi tersebut saat membawa benda berat. c. Pada pemeriksaan dijumpai nyeri tekan pada daerah tersebut, dapat teraba benjolan akibat penebalan pembungkus tendo d. Nyeri berlebihab pada gerakan pasif pergelangan tangan sat ibu jari poosisi flexi penuh kea rah deviasi ulna menunjukkan adanya finkelstein’s Test yang positif. Penatalaksanaan a. tahap awal 

Istirahat lokal pada pergelangan tangan dengan ibu jari pada posisi abduksi memakai gips / splint



Analgesik anti inflamasi

b. Tahap lanjut Operasi untuk membuka pembungkus tendo (tendon shealth) yang stenosis akan memeberikan hasil permanent. Standar tenaga Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

155



Ahli Ortopedi Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

156

8.

TRINGGER

FINGER

(

SNAPPING

FINGER,

DIGITAL

TENOVANGITIS

STENOSANS ) Batasan Keadaan dimana penderita dapat melakukan flexi jari secara aktif tetapi tidak dapat melakukan ekstensi jari tersebut secar aktif dan jari hanya dapat ekstensi secara pasif, biasanya disertai bunyi klik dan rasa nyeri. Etiologi dan Patofisologi 

Penyebab pasti tidak diketahui, kadang kadang merupakan komplikasi arthritis rematik



Patofisiologinya mirip dengan penyakit de qurvain tetapi terjadi pada jari tangan umumnya jari III dan IV.

Gejala Klinis a. Nyeri b. Terjadi

benjolan

pada

polar

pangkal

jari

tangan

setinggi

sendi

methacarpophalgeal. c. Dapat fleksi aktif, tidak dapat ekstensi aktif d. Keadaan ini pada ibu jari tersebut Tinger thumb e. Kadang dijumpai congenital tinger thumb Standar tenaga 

Ahli Ortopedi Residen Ortopedi

9.

GANGLION Batasan Benjolan yang timbul akibat degenerasi kistik jaringan veriartikuler, kapsul sendi atau pembungkus tendo yang berisi cairan kental jernih Sering terjadi pada pungung tangan, walaupun dapat terjadi pada polar tangan maupun kaki. Etiologi dan Gejala Klinis   

Diperkirakan oleh karena terjadinya degeneraasi mucoid Dirasakan adanya benjolan yang berangsur angsur membesar Bila terjadi pada bagian polar dapat menekan n. medianus atau n. ulnaris dan menimbulkan gangguan nervus tersebut. Penatalaksaan

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

157

a. Dapat sembuh spontan b. Aspirasi dan injeksi hidrokortison c. Operasi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

158

10.

FASCIITIS PLANTARIS Batasan Merupakan peradangan pada fascia plantaris yang umumnya mengenai bagian

medical calcaneus. Etiologi 1. Idiopatik 2. Diperkirakan ada hubungan dengan arthritis rematika / sindrom reiter, periostitis kalkaneus, gout dan obesitas. Gejala Klinis dan Radiologis a. Sakit atau rasa terbakar pada perlekatan atau sepanjang fascial plantaris b. Nyeri waktu gerakan, berkurang waktu istirahat c. Rasa nyeri pada tepi natero medial kalkaneus dan sering disertai ketegangan pad atendo Achilles d. Pada gambaran rontgen terdapat taji /spur yang ternyata kurang/tidak memberi petunjuk bermakna pada keluhan nyeri DD a. Penyakit pada kakaneus b. Paratendinitis kalkaneus c. Bursitis kalkanealposterior d. Apofisitis kalkaneal e. Nyeri heel pad f. Arthritis sendi subtalar g. Ruptur tendo Achilles Penatalaksanaan a. analgesic – anti inflamasi b. Fisioterapi ( pemanasan dan ultra sound ) c. Injeksi hidrokortison ( kalau perlu sekali ) d. Operasi, bila secara konservatif tidak mambawa hasil. Standar tenaga: Ahli Ortopedi Residen Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

159

XIX.

ORTHOGERIATRI

Ortogeriatri merupakan sindrom gerak dibidang orthopaedic dan merupakan sebagian sindrom geriatri secara umum diman keduanya tidak boleh dipisah pisahkan satu sama lain. Sepanjamg hidup tulang mengalami perusakan dan pembentukan yang berjalan bersamaan, sehingga tulang dapat membentuk modelnya sesuai dengan pertumbuhan badan (proses remodeling). Mudah dimengerti bahwa proses remodeling amat cepat pad anak dan remaja. Berbagai hal yang mempengaruhinya. Bila hasil akhir perusakan/ resorbsi lebih besar dari pembentukan / deposisi maka akan timbul osteoporosis.

1. OSTEOPOROSIS Batasan 

Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangnya massa tulang sehingga hanya dengan trauma minimal tulang akn patah



Menurut WHO : adalah penurunan massa tulang lebih dari 2,5 kali standar deviasi massa tulang rata rat dari populasi usia muda Bila penurunan antara 1 – 2,5 standar deviasi dari rata rata usia muda disebut osteopenia



Pembagian osteoporosis (Peck and chestnut ): 

Osteoporosis primer, yaitu osteoporosis yang bukan sebagai akibat penyakit lainnya.





Osteoporosis pasca menopause, terutama bagian trabekula



Osteoporosis senilis, terutam daerah korteks



Osteoporosis idiopatik, pada orang muda sebab tidak diketahui

Osteoporosis Sekunder Yaitu osteoporosis yang diakibatkan oleh penyakit lain, hyperparathiroid,

gagal ginjal kronis, arthritis rematoid, dll Etiologi Penyebab umum : a. Imobilisasi lama b. Menopause Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

160

c. Usia (senilis) d. Defesiensi protein CA, Vit C, Vit D, Flour e. Hiperparatiroidisme f. Klebihan steroid g. Alkoholisme h. Merokok i. Arthritis rematoid j. Penyakit hati lanjut k. Gagal ginjal kronis l. Gastrektomi m. DM Gejala Klinis a. Bervariasi, mulai tampa gejal sampai gejala yang klasik yaitu nyeri punggung b. Nyeri sering dipengaruhi stress fisik dan sering hilang setelah 4 – 6 minggu c. Kadang didapat patah tulang leher femur dan radius distal d. 30% wanita patah tulang leher femur mengalami osteoporosis e. Kadang penderita datang dengan keluhan penurunan tinggi badan atau bungkuk punggung (Dowager’s hump) akibat kolaps dan fraktur V.Th. tengah. Pemeriksaan lain a. Pemeriksaan laboratorium bisanya normal, kecuali osteoporosis sekunder sesuai penyakit primernya b. Pemeriksaan hidroksiprolin dan osteokalsin dianjurkan atau lebih spesifik lagi yaitu osteokalsin serum dan pirolidin crosslink unrine, tetapi mahal sekali. c. Pemeriksaan densitas tulang diperlukan yaitu untuk diagnosa dini dan untuk menilai hasil pengobatan secara cepat. Penatalaksanaan a. assesment mengenai sebab jatuh, faktor lingkungan, gangguan intra serebral atau ekstra serebral b. assessment osteoporosis primer atau sekunder c. assessment fraktur, Konservatif, operatif dan rehabilitasi d. Untuk prevensi osteoporosis : 

Diet tinggi kalsium ( sayur hijau dll)

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

161



Olahraga, terbaik jogging / jalan cepat, dll



Obat obatan untuk membantu pertumbuhan tulang ( flour, steroid anabolic ) dan mengurangi perusakan tulang ( Kalsium, difosfonat, kalsitonin, estrogen )

2. OSTEOMALASIA Batasan Adalah suatu penyakit tulang metabolik yang ditandai dengan terjadinya kekurangan kalsifikasi matriks tulang yang noprmal Etiologi a.

Defesinsi Vitamin D oleh berbagai sebab

b.

Pada usia lanjut 

Malabsorbsi



Penyakit hati kronis



Penyakit ginjal

c.

Obat obatan misalnya barbitural

d.

Kekurangan sinar matahari

e.

Prevalensi pada usia lanjut  3,7%. 40% pria dan 20 – 30% wanita fraktur leher femur disebabkan oleh osteomalasia

f.

Patologi Anatomi peningkatan jumlah osteoid/matriks tulang yang tidak terklasifikasi.

Gejala Klinis a. Keluhan nyeri tulang ( spontan dan nyeri tekan ) terutama pada tulang dada, punggung, paha dan lebih buruk lagi dengan adanya penyakit lain. b. Nyeri dan jatuh menyebabkan imobilitas c. Pada nyeri yang samara samar disamping osteomalasia dipikirkan rematisme otot , arthritis(termasuk di vertebral) atau neurosis.

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

162

d. Kelemahan otot otot menyebabkan kesulitan untuk bangkit dari kursi dan tempat tidur dankadang jalannya abnormal dengan langkah melebar. Pemeriksaan lain a. Pemeriksaan radiologist 

Bervariasi



Yang bersiat diagnostik adalah adanya fisura di daerah batas lateral scapula, kostae, ramus pubis dan leher femur ( zona looser )

b. Pemeriksaan laboratorium 

Kadar kalsium serum normal/rendah



Fosfat anorganik rendah



Alkali fosfatase meningkat



Hidroksikalsiferol rendah



Kalsium urine rendah



Pada osteomalasia ringan dapat dalam batas normal



Pada osteomalasia hipofosfatemik yang berhubungan dengan Ca Prostat = serum fosfat rendah dan perlu dukungan pemeriksaan laboratorium yang lain.

Penatalaksanaan a. VIt D oral, parenteral b. Sinar ultra violet c. Diet Idengan Ca, vit D, kalsiferol) d. Terapi terhadap penyebab primer

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

163

3. PENYAKIT PAGET TULANG (OSTEITIS DEFORMANS) Batasan Penyakit paget tulang adalah keadaan dimana terjadi peningkatan resorpsi dan deposisi tulang yang ditandai dengan terjadinya pembesaran dan deformitas tulang dan yang paling sering kena adalah tulang tengkorak, pelvis, sacrum, vertebra dan tulang panjang. Patofisiologi Dibedakan 2 fase : a.

Fase osteolitik : terjadi resorbsi dan deposisi tulang secara berlebihan, tetapi resorpsi melebihi reposisi daerah yang kena amat vaskuler, tulang membesar, lembek, seperti spons dan mengalami deformitas.

b.

Fase osteosklerotik : dimana deposisi melebihi reposisi sehingga tulang yang telah membesar menjadi tebal dan padat.

Umumnya poliostotik tetapi dapat juga monostotik Gambaran Patologi Anatomi a. Hilangnya gambaran lamella tulang yang normal b. Tampak gambaran mozaik terdiri atas tulang matur dan imatur Deformitas tulang berupa pembesaran, pembengkokan dan patah tulang patologis yang cenderung delayed union tapi dapat terjadi sesak, tinggi badan menurun Dan dapat terjadi degenerasi maligna menjadi sarcoma osteogenik Insidensi antara 2 – 4 % pada usia 60 tahun dan dapat sampai dengan 10% pada usia diatas 85 tahun khususnya di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Gejala Klinis a. Sangat bervariasi b. Asimptomatis c. Keluhan nyeri d. Deformitas tulang dan fraktur e. Komplikasi neurologist pada saraf II,VII,VIII cabang saraf V atau obstruksi cairan serebrospinal. f. Dapat gagal jantung dan dapat disertai gejala apatis dan letargi g. Perubahan menjadi ganas Pemeriksaan lain Alkalifosfatase tinggi terutama yang poliostotik, dengan kalsium dan fosfat serum normal Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

164

Diagnosis Berdasarkan : a. Gejala klinis b. Gambaran rontgen tulang c. Laboratorium d. Skan isotop e. Biopsy tulang Penatalaksanaan a. Tujuan utama adalah mengurangi gejala dan mencegah komplikasi b. Pemberian kalsitonin 100  selam 6 bulan (untuk menghambat osteoklas) dan pemberian difosfonat 200 mg/kg/hari selama 4 – 6 minggu dapat memberi hasil c. Dapat dipertimbangkan perios stripping dan drilling untuk mengurangi sakit. d. Radioterapi tidak memberikan hasil yang jelas. Standar tenaga 

Ahli Ortopedi

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

165

4. PENYAKIT KEGANASAN TULANG Penyakit keganasan tulang pada geriatri akan lebih banyak dibicarakan pada bab neoplasma secara umum, dimana problematika dan penatlaksanaannya sama. Keganasan Primer : yang mungkin ditemukan yaitu : 1. Kondrosarkoma 2. Osteosarkoma Kondrosarkoma sering mengenai tulang pinggul, kostae, pangkal tulang paha dan tulang lengan atas Oateosarkoma pada usia lanjut terjadi akibat degenerasi maligna dari penyakit paget yang ada sebelumnya Keganasan Sekunder : merupakan metastase dari karsinoma payudara, bronchus, prostat, tiroid dan ginjal. Standar tenaga 

Ahli Ortopedi Residen Ortopedi 5. FRAKTUR PADA USIA LANJUT

Fraktur pada usia lanjut sering terjadi hanya karena trauma yang ringan atau bahkan tampa adnaya tarauma yang nyata. Sebagaian besar fraktur justru terjadi di rumah, jatuh dikamar makan, kamar tamu, dapur atau kamar tidur. Jatuh dikamar mandi dan WC termasuk urutan terakhir. Stress utama pada tulang lansia datang dari kontraksi otot saat berusaha mempertahankan postur/posisi tubuh waktu akan jatuh, khususnya pada fraktur leher femur. Di luar rumah tempat jatuh dapat di halaman depan atau belakang. Terpleset, tersandung adanya lekukan karpet, jatuh dari kursi / tempat tidur dan gliyeng (rasa melayang) merupakan penyebab jatuh. Penerangan ruangan yang kurang, gangguan penglihatan dan pengalihan perhatian dapat menyebabkan jatuh dan fraktur. Fraktur disini adalah akibat osteoporosis yang sering dijumpai adalah fraktur leher femur, colles dan fraktur vertebra. Fraktur leher femur dan fraktur trohanterik pada usia lanjut merupakan masalah penting karena dapat merubah kehidupan menjadi sangat bururk. Penyembuhan lama dan imobilisasi lama dapat menimbulkan komplikasi berat misalnya : dakubitus, pneumoni, inkontinensia, konfusi dan kecacatan yang disertai mortalitas tinggi. Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

166

Pemasangan AMP (Austin Moor Prothesis) pada patah tulang leher femur sangat dianjurkan sehingga dapat segera mobilisai dan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas. Operasi pada fraktur procahatorik juga dianjurkan dengan alasan serupa. Fraktur colles terjadi sebagai akibat jatuh dengan tumpuan pada tangan biasanya memerlukan pemasangan gips 6 – 8 miggu. Fraktur columna vertebralis yang terjadi dapat wedging, crushing atau multiple. Rasa nyeri akibat fraktur dapat diperberat akibat penekanan syaraf. Dapat terjadi Dowager’s hump. Penyakit tulang dan fraktur pada usia lanjut merupakan sebagian dari sekian banyak permasalahan usia lanjut yang memerlukan pendekatan interdisiplinier bidang kodekteran secara komprehensif. Diasmping kuratif

maka perlu sekali

penekanan pada segi kuratifnya, sehingga perlu dipikirkan tindakan tindakan terhadap

dietetiknya,

kerapuhan

tulangnya,

penyebab

jatuhnya,

terhadap

frakturnya maupun perawatan dan rehabilitasinya, termasuk segi psikologisnya. Standar tenaga 

Ahli Ortopedi Residen Ortopedi Mengetahui,

Jayapura,28 Sepember 2012

Direktur RSUD Jayapura

dr. Oktavianus Peday ,Sp.Rad Pembina Tingkat I NIP. 19521016 198803 1 003

dr. Robert Tirtowijoyo SpOT Bag. Ortopedi dan Traumatologi RSUD Jayapura

Tembusan : 1. Pelayanan Medis RSUD Jayapura 2. Bagian Bedah RSUD Jayapura 3. UGD RSUD Jayapura 4. OK RSUD Jayapura 5. Ruangan –Ruangan RSUD Jayapura

Posedur Tetap Ortopedi dan Traumatologi RSUD DOK II Jayapura

167

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF