Proposal Ronde Ckd
May 20, 2019 | Author: gina riska | Category: N/A
Short Description
Hdbdbdb...
Description
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Management adalah proses bekerja melalui staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara professional. Disini dituntut tugas manajer keperawatan untuk merencanakan, mengorganisir, memimpin dan mengevaluasi sarana dan prasarana yang tersedia untuk memberikan asuhan keperawatan seefektif dan seefisien mungkin bagi individu, keluarga, dan mas yarakat (Gillies, 1996) Salah satu strategi untuk mengoptimalkan peran dan fungsi perawat dalam pelayanan keperatan adalah pembenahan manajemen keperawatan karena dengan adanya faktor kelola yang optimal diharapkan mampu menjadi wahana peningkatan keefektifan pembagian pelayanan keperawatan sekaligus lebih menjamin kepuasan klien terhadap pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan pada klien secara secara profesional dapat membantu klien dalam mengatasi masalah keperawatan keperawatan yang dihadapi klien. Salah satu bentuk pelayanan keperawatan yang profesional tersebut dengan memperhatikan seluruh keluhan yang dirasakan klien kemudian mendiskusikannya dengan tim keperawatan untuk merencanakan pemecahan pemecahan masalahnya. Pelayanan keperawatan yang perlu dikembangkan untuk mencapai hal tersebut adalah dengan ronde keperawatan. Ronde keperawatan adalah kegiatan untuk mengatasi keperawatan klien yang dilaksanakan oleh perawat dengan melibatkan pasien untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan, yang dilakukan oleh perawat primer dan atau konsuler, kepala ruang, dan perawat pelaksana, serta melibatkan seluruh anggota tim. Dimana ronde keperawatan merupakan sarana bagi perawat baik perawat primer maupun perawat assosiate untuk membahas masalah keperawatan yang terjadi pada klien yang melibatkan klien dan seluruh tim keperawatan termasuk konsultan keperawatan. Salah satu tujuan dari kegiatan kegiatan ronde keperawatan adalah meningkatkan kepuasan klien terhadap terhadap pelayanan keperawatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum Setelah dilakukan ronde keperawatan masalah keperawatan yang dialami klien dapat teratasi 2. Tujuan Khusus Setelah dilakukan ronde keperawatan, perawat mampu : a. Berfikir kritis dan sistematis dalam pemecahan masalah keperawatan klien b. Memberikan tindakan yang berorientasi pada masalah keperawatan klien c. Menilai hasil kerja d. Melaksanakan asuhan keperawatan secara menyeluruh C. Manfaat
1. Bagi perawat a. Terciptanya komunitas perawatan yang professional b. Terjalin kerjasama antar TIM c. Perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan yang tepat dan benar 2. Bagi pasien a. Masalah pasien dapat teratasi b. Kebutuhan pasien dapat terpenuhi D. Tahap ronde keperawatan
1. Pra ronde (persiapan)
Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum waktu pelaksanaan ronde
Pemberian informed consent kepada klien / keluarga
2. Tahap pelaksana
Penjelasan tentang klien oleh perawat primer/ketua tim yang difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan atau telah dilaksanakan dan memilih prioritas yang perlu didiskusikan
Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut
Pemberian justifikasi oleh perawat primer/ perawat konselor/ kepala ruangan tentang masalah klien serta rencana tindakan yang akan dilakukan.
Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang akan ditetapkan.
3. Tahap pasca ronde
Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta menetapkan tindakan yang perlu dilakukan
BAB II RENCANA STRATEGIS RONDE KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASES (CKD) DI RUANGAN AIRLANGGA DALAM, RSUD KANJURUHAN
A. Topik
: Askep dengan pasien CKD
B. Sasaran
: Ny L./ thn
C. Peserta
: - Mahasiswa Ners UMM - Pembimbing klinik - Keluarga pasien - Pasien
D. Waktu
: 30 menit
E. Hari/ tanggal :
2019
F. Tujuan 1. Tujuan umum : Menyelesaikan masalah-masalah keperawatan klien yang belum teratasi 2. Tujuan khusus: a. Tim keperawatan mampu menggali masalah-masalah klien yang belum teratasi b. Mampu mengemukakan alasan ilmiah terhadap masalah keperawatan klien c. Mampu merumuskan intervensi keperawatan yang tepat mengenai masalah klien d. Mampu mendesiminasikan tindakan yang tepat sesuai dengan masalah klien
e. Mampu mengadakan justifikasi terhadap rencana dan tindakan keperawatan yang dilakukan. G. Sasaran :
Nama
: Ny.L
Umur
: 54 Thn
Pekerjaan : IRT
H. Materi :
Konsep dasar penyakit CKD (Chronic Kidney Diseases)
Asuhan keperawatan klien dengan CKD (Chronic Kidney Diseases) (terlampir)
I. Pelaksanaan :
Hari/tanggal : 2019
Tempat
: Ruang Airlangga (Penyakit Dalam) RSUD Kanjuruhan
J. Metode :
Ceramah
Diskusi
K. Media :
Makalah
Leaflet
Lembar Balik
L. Tim ronde :
Karu Airlangga (Penyakit Dalam)
Perawat Airlangga (Penyakit Dalam)
Mahasiswa Ners UMM
M. Proses ronde keperawatan : -
-
-
Pra ronde :
Menentukan kasus dan topik
Menentukan tim ronde
Membuat informed consent
Mencari literatur
Diskusi
Ronde :
Diskusi
Pemberian pendidikan kesehatan untuk mengurangi keluhan
Pasca ronde :
Evaluasi pelaksanaan ronde
Revisi dan perbaikan
Mekanisme Kegiatan No.
1.
Waktu
5 menit
Kegiatan
Pembukaan:
Pemeran
Pasien
Mahasiswa 1
Mendengarkan
Mahasiswa 2
Pasien dan
Memberi salam 2.
10 menit
Menyampaikan tujuan ronde keperawatan
keluarga
Penyajian masalah :
mendengarkan
Menyampaikan masalah yang sudah terselesaikan
3.
5 menit
Menentukan masalah yang
Ketua Tim
belum terselesaikan 4.
5 menit
Implementasi yang sudah
Ketua Tim
dilakukan 5.
5 menit
Mengajarkan kepada keluarga pasien tentang diskusi dan Tanya jawab. Penutup : -
Ucapan terima
Mahasiswa
kasih -
Memberi salam.
Evaluasi :
Bagaimana koordinasi persiapan dan pelaksanaan ronde keperawatan
Bagaimana peran pelaksana saat ronde keperawatan
Membuat umpan balik yang sudah dikerjakan
BAB III KASUS Chronic Kidney Disease (CKD)
A. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)
B. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft – Kockroft – Gault Gault sebagai berikut : Derajat
Penjelasan
LFG (ml/mn/1.73m2)
1
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑
≥ 90
2
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan ringan
60-89
3
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang sedang
30-59
4
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat berat
15-29
5
Gagal ginjal
< 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
C. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006). Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudo yo, 2006).
D. Patofisiologi
E. PATHWAY
F.
Manifestasi Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut : a. Manifestasi kardiovaskuler Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem reninangiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital, Friction rub perikardial, rub perikardial, pembesaran vena leher. b. Manifestasi dermatologi Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar. c. Manifestasi Pulmoner Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul d. Manifestasi Gastrointestinal Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal e. Manifestasi Neurologi Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku f. Manifestasi Muskuloskeletal Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot tulang, foot drop g. Manifestasi Reproduktif Amenore dan atrofi testikuler G. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah : 1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat. 3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin aldosteron. 4. Anemia akibat penurunan eritropoitin. 5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik. 6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh. 7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan. 8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah. 9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal. 1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas. 2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis. 3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal. 4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa. b. Foto Polos Abdomen Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain. c. Pielografi Intravena Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat. d. USG Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat. e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sis a fungsi ginjal f. Pemeriksaan Radiologi Jantung Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis g. Pemeriksaan radiologi Tulang Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik h. Pemeriksaan radiologi Paru Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan. i.
Pemeriksaan Pielografi Retrograde Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j.
EKG Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu untuk mengetahui etiologinya. l.
Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal 1) Laju endap darah 2) Urin Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria). Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin. Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat). Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1. 3) Ureum dan Kreatinin Ureum: Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5). 4) Hiponatremia 5) Hiperkalemia 6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia 8) Gula darah tinggi 9) Hipertrigliserida 10) Asidosis metabolik
I.
Penatalaksanaan Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal. Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi : 1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan obat-obatan) dan mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga intake protein seharihari dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi katabolisme) 2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik, perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler; 3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet; 4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga (Black & Hawks, 2005) Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila :
Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
Overload cairan (edema paru)
Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
Efusi perikardial
Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.
Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya, yaitu:
J. Pengkajian Fokus Keperawatan
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut : 1. Demografi. Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak sehat. 2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik. Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun. 4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi te rjadi peningkatan suhu dan tekanan te kanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu. 5. Pengkajian fisik a. Penampilan / keadaan umum. Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma. b. Tanda-tanda vital. Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler. c. Antropometri. Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan. d. Kepala. Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor. e. Leher dan tenggorok. Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher. f. Dada Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung. g. Abdomen. Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit. h. Genital. Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas. Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik. j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
K. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut: 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi cairan dan natrium. 2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru. 3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual muntah. 4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder. 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis. 6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder terhadap adanya edema pulmoner. 7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).
L. Rencana Asuhan Keperawatan NO Diagnosa Keperawatan 1.
Kelebihan
volume
Tujuan & KH
Kode NIC
cairan Tujuan:
4130
b.d penurunan haluaran urin Setelah dilakukan asuhan keperawatan dan
retensi
natrium.
cairan
dan selama
3x24
jam
volume
Intervensi Keperawatan Fluid Management :
1.
cairan
Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema
seimbang.
2.
Batasi masukan cairan
Kriteria Hasil:
3.
Identifikasi sumber potensial cairan
NOC : Fluid Balance
4.
Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
Terbebas
dari
edema,
cairan
efusi, 5.
anasarka
Bunyi nafas bersih,tidak adanya 2100
dipsnea
Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
Memilihara tekanan vena sentral, tekanan
kapiler
paru,
output
jantung dan vital sign normal.
Hemodialysis therapy
1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah (misalnya BUN, kreatinin, natrium, pottasium, tingkat phospor) sebelum perawatan untuk mengevaluasi respon thdp terapi. 2. Rekam
tanda
vital:
berat
badan,
denyut
nadi,
pernapasan, dan tekanan darah untuk mengevaluasi
respon terhadap terapi. 3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien. 4. Bekerja
secara
menyesuaikan
kolaboratif panjang
dengan
dialisis,
pasien
untuk
peraturan
diet,
keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan 2
Gangguan
nutrisi
kurang Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1100
Nutritional Management
dari kebutuhan tubuh b.d selama 3x24 jam nutrisSi seimbang
1. Monitor adanya mual dan muntah
anoreksia mual muntah.
2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan
dan adekuat. Kriteria Hasil: NOC : Nutritional Status
status nutrisi. 3. Monitor
albumin,
total
protein,
hemoglobin,
dan
Nafsu makan meningkat
hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi dan
Tidak terjadi penurunan BB
untuk perencanaan treatment selanjutnya.
Masukan nutrisi adekuat
4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
Menghabiskan porsi makan
5. Berikan makanan sedikit tapi sering
Hasil lab normal (albumin, kalium)
6. Berikan perawatan mulut sering
7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai terapi
3
Perubahan
pola
berhubungan
napas
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3350
dengan selama 1x24 jam pola nafas adekuat.
hiperventilasi paru
Kriteria Hasil:
Peningkatan
otot
ventilasi
dan
Bebas dari tanda tanda distress
Suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
4
Gangguan perfusi jaringan berhubungan
retraksi
otot
supraclavicular
dan
intercostal
hiperventilasi, cheyne stokes 4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
pernafasan
tambahan,
3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
oksigenasi yang adekuat
1. Monitor rata – rata – rata, rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
NOC : Respiratory Status
Respiratory Monitoring
dan
dyspneu
mengeluarkan
sputum,
(mampu 3320 mampu
adanya ventilasi dan suara tambahan Oxygen Therapy
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
bernafas dengan mudah, tidak ada
2. Ajarkan pasien nafas dalam
pursed lips)
3. Atur posisi senyaman mungkin
Tanda tanda vital dalam rentang
4. Batasi untuk beraktivitas
normal
5. Kolaborasi pemberian oksigen
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4066
dengan selama 3x24 jam perfusi jaringan
Circulatory Care
1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi
penurunan suplai O2 dan adekuat.
periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur
nutrisi ke jaringan sekunder.
ekstremitas).
Kriteria Hasil: NOC: Circulation Status
2. Kaji nyeri
Membran mukosa merah muda
3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
Conjunctiva tidak anemis
4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk
Akral hangat
TTV dalam batas normal.
5. Monitor status cairan intake dan output
Tidak ada edema
6. Evaluasi nadi, oedema
memperbaiki sirkulasi.
7. Berikan therapi antikoagulan.
DAFTAR PUSTAKA
uk u Saku D i ag nosa nosa K eper awata watan n edisi 10. Carpenito, L.J & Moyet. (2007). B uku Jakarta: EGC.
uk u Aj A j ar K eper awa awatan tan Me M edi k al Be B edah Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). B uku Edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. (2011). B uku saku D i agnosa K eper awatan tan : D i ag nosi nosiss
NAND NA ND A, I nte ntervens rvensii NI C, K ri teri a H asil NOC N OC E disi 9. Jakarta : EGC Anonim.
Dialisis
Pada
Diabetes
Melitus.
http://internis.files.wordpress.com/2011/01/dialisis-pada-diabetesmelitus.pdf diakses melitus.pdf diakses pada tanggal 23 Februari 2014 Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai Prinsip Ilmu Fisika. http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html diakses pada tanggal 23 Februari 2014 Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam . Jakarta : EGC. 1999 Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management for Positive Outcome Seventh Edition. Edition. China : Elsevier inc. 2005 Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention Classification (NIC). (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008. Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. 2012-2014. Jakarta: EGC. 2012. Johnson, M. Etal. Nursing Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008. Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to Understanding and Management . USA : Oxford University Press. 2010
Price, Sylvia Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. 2. Jakarta : EGC. 2002 Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi 8. 8. Jakarta : EGC. 2001 Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pene rbit FKUI. 2006 Dalam. Jakarta : Balai Penerbit
View more...
Comments