Proposal Redoks

March 8, 2019 | Author: Dian Agus Setyawati | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

PROPOSAL...

Description

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Pendidikan memegang peranan penting dalam menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Proses pembelajaran merupakan inti dari proses  pendidikan secara keseluruhan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dari proses pembelajaran itu sendiri, terutama proses pembelajaran di dalam kelas. Peran guru dan peserta didik ketika pembelajaran sedang  berlangsung menjadi salah satu faktor yang menentukan keberhasilan proses  pembelajaran. Penggunaan media dalam proses pembelajaran akan membantu  peserta didik dalam memahami materi sehingga akan meningkatkan pemahaman  peserta didik itu sendiri. Menurut Asyar (2012), media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan atau menyalurkan pesan dari suatu sumber secara terencana, sehingga terjadi lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat dapat memudahkan guru untuk menggunakan media dalam  pembelajaran, baik media yang hanya memuat konten visual atau audio saja sampai dengan multimedia. Multimedia merupakan perpaduan antara berbagai media (format  file)  file) yang berupa teks, gambar, grafik, musik, animasi, video, interaksi dan lain-lain, yang telah dikemas menjadi file digital (komputerisasi), serta digunkan untuk menyampaikan pesan kepada pengguna (Sugianto, dkk, 2013). Salah satu jenis dari multimedia adalah  flipbook.  Flipbook merupakan

multimedia interaktif yaitu suatu multimedia yang dilengkapi dengan alat  pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna, sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya. Flipbook selanjutnya.  Flipbook dapat membuat dan mengubah file pdf menjadi layaknya sebuah buku. Hasil akhir dapat disimpan dalam format .swf, .exe, .html, zip (Wijayanto, 2011). Ilmu kimia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat karena manusia setiap hari tidak lepas dari zat-zat kimia. Ilmu kimia termasuk dalam rumpun Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang mempelajari segala sesuatu yang  berhubungan dengan zat yaitu komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika dan energetika zat. Ilmu kimia mempelajari tentang teori, aturan-aturan, fakta, deskripsi, dan peristilahan kimia (Depdiknas, 2006). Untuk dapat memahami ilmu kimia, peserta didik tidak hanya dituntut untuk menghafal konsep, tetapi juga memahami konsep. Akan tetapi, mayoritas topik yang dikaji dalam ilmu kimia cenderung bersifat abstrak dan kompleks, seperti proses terjadinya reaksi kimia dan arah pergerakan partikel. Antar konsep kimia memiliki keterkaitan satu sama lain. Jika satu konsep tidak dapat dipahami dengan  baik dan benar, maka akan menghambat pemahaman konsep berikutnya. Hal ini membuat peserta didik beranggapan bahwa ilmu kimia adalah ilmu yang sulit dipelajari dan dipahami. Banyak dari peserta didik yang kesulitan mempelajari kimia karena mereka tidak mampu mengkonstruk pemahaman yang mendasari konsep tersebut. Pada dua dekade terahir ini, fokus studi pengembangan pendekatan belajar dan mengajar kimia lebih ditekankan pada tiga level representasi yaitu: makroskopik, submikroskopik dan simbolik. Pemahaman seseorang terhadap

kimia ditunjukkan oleh kemampuannya mentransfer dan menghubungkan antara fenomena makroskopik, dunia submiskroskopik dan representasi simbolik. Kemampuan pemecahan masalah kimia sebagai salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi menggunakan kemampuan representasi secara ganda (multiple ( multiple)) atau kemampuan pebelajar ‘bergerak’ antara berbagai mode representasi kimia. Representasi kimia dapat dijelaskan dengan tiga level representasi dalam konsep-konsep kimia yaitu level makroskopis, level submikroskopis, dan level simbolis (Farida, 2009). Johnstone (Farida, 2009) menyatakan bahwa representasi makroskopik yaitu representasi kimia yang diperoleh melalui pengamatan nyata terhadap suatu fenomena yang dapat dilihat dan dipersepsi oleh panca indra atau dapat berupa pengalaman sehari-hari pebelajar. Contohnya: terjadinya perubahan warna, suhu, pH larutan, pembentukan gas dan endapan yang dapat diobservasi ketika suatu reaksi kimia berlangsung. Representasi submikroskopik yaitu representasi kimia yang menjelaskan mengenai struktur dan proses pada level  partikel (atom/molekular) terhadap fenomena makroskopik yang diamati. Representasi submikroskopik sangat terkait erat dengan model teoritis yang melandasi eksplanasi dinamika level partikel. Mode representasi pada level ini diekspresikan secara simbolik mulai dari yang sederhana hingga menggunakan teknologi komputer, yaitu menggunakan kata-kata, gambar dua dimensi, gambar tiga dimensi baik diam maupun bergerak (animasi) atau simulasi. Representasi simbolik yaitu representasi kimia secara kualitatif dan kuantitatif, yaitu rumus kimia, diagram, gambar, persamaan reaksi, stoikiometri dan perhitungan matematik.

Kebanyakan pembelajaran kimia yang dilaksanakan saat ini hanya membatasi pada dua level representasi, yaitu makroskopik dan simbolik (Tasker & Dalton, 2006) yang dilakukan secara verbal. Selain itu, banyak yang menganggap bahwa peserta didik yang dapat memecahkan soal matematis berarti mereka telah memahami konsep kimia. Padahal, banyak dari peserta didik yang  berhasil memecahkan soal matematis tetapi tidak memahami konsep kimianya karena

hanya

menghafal

algoritmanya.

Peserta

didik

cenderung

hanya

menghafalkan representasi  sub mikroskopik dan simbolik  yang bersifat abstrak (dalam bentuk deskripsi kata-kata) akibatnya tidak mampu untuk membayangkan  bagaimana proses dan struktur dari suatu zat yang mengalami reaksi (Farida,2009). Representasi submikroskopik merupakan faktor kunci dalam usaha mencapai kemampuan memahami fenomena-fenomena kimia (Kozma & Rusell, 2005 dan Chandrasegaran, et al, 2007 dalam Sunyono, 2012). Ketidakmampuan merepresentasikan

aspek

submikroskopik

dapat

menghambat

kemampuan

memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan fenomena makroskopik dan representasi simbolik (Chandrasegaran et al., al., 2007 dalam Mashuri, 2014). Peserta didik sulit mengerti bila penjelasan level submikroskopik menggunakan  penjelasan kata-kata, gambar dua dimensi yang tidak bergerak, atau simbolsimbol

(Bucat

&

Mocerino,

2009

dalam

Mashuri,

2014).

Kozma

&

Russell(Mashuri, 2014) menyatakan bahwa peggunaan multimedia dapat membantu peserta didik memahami konsep level submikroskopik. Multimedia dapat membantu menvisualisasikan level submikroskopik (yang merupakan  penggambaran kimia pada tingkat ion/partikel) dari apa yang dilihat atau diamati oleh peserta didik.

Reaksi redoks adalah salah satu materi pelajaran kimia di kelas X semester genap. Reaksi redoks merupakan salah satu materi yang cukup sulit dipahami hanya dengan disampaikan dalam bentuk verbal. Penggunaan representasi submikroskopik

dengan

bantuan

multimedia

akan

lebih

mmeningkatkan

 pemahaman peserta didik terhadap materi reaksi redoks. Dengan menggunakan video ataupun animasi, dapat membantu peserta didik untuk menggambarkan  proses terjadinya reaksi redoks. Dengan begitu, peserta didik tidak hanya mendapatkan penggambaran secara verbal, tetapi juga secara visual. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di SMAN 10 Kota Jambi, sarana dan prasarana penunjang kegiatan pembelajaran sudah cukup lengkap. Disini sudah tersedia laboratorium, hanya saja laboratorium yang ada masih laboratorium bersama, terdapat lab komputer dan juga ada jaringan internet yang terpasang di area sekolah. SMAN 10 Kota Jambi juga sudah memliki  beberapa infocus,  infocus,  tetapi pemanfaatannya kurang maksimal. Hampir sebagian  besar peserta didik kelas X di SMAN 10 Kota Jambi tidak memiliki buku paket. Dari pengalaman penulis ketika melakukan PPL di SMAN 10 Kota Jambi, sebagian besar peserta didik mengalami kesulitan untuk memahami konsep kimia. Ketika belajar suatu konsep kimia banyak dari peserta didik yang dapat mengerti atau memahami konsep tersebut, tetapi ketika peserta didik ditanya kembali pada  pertemuan selanjutnya hanya beberapa peserta didik yang dapat menjawab. Melihat permasalahan tersebut, maka penulis mencoba memberikan alternatif dengan membuat media pembelajaran berupa multimedia  flipbook materi reaksi redoks pada level submikroskopik agar peserta didik dapat memahami konsep reaksi redoks dengan baik. Di dalam multimedia  flipbook  yang  yang

dibuat dapat dimasukkan file video atau animasi-animasi yang menggambarkan kimia secara atomik/molekular sehingga ketika peserta didik menggunakannya, mereka tidak hanya memahami konsep/materi yang disajikan melalui representasi makroskopis dan simbolis saja seperti yang sering disajikan guru di kelas, tetapi  juga representsai submikroskopisnya yang sulit diamati tanpa adanya media yang dapat memvisualisasikannya. Digunakannya multimedia yang dikembangkan  pada level representasi submikroskopik pada pembelajaran akan mempermudah  peserta didik untuk meningkatkan pemahaman mereka karena konsep kimia yang diajarkan oleh guru di kelas tidak hanya menggunakan dua level representasi, melainkan tiga level representasi. Dengan adanya ketiga bentuk representasi kimia dalam pembelajaran dan peserta didik mampu mengaitkan antara ketiganya, maka hal ini akan meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan  permasalahan kimia. Multimedia pembelajaran yang dibuat dalam bentuk flipbook ini dapat disertakan hyperlink   situs-situs internet ataupun youtube yang relevan dengan materi pembelajaran sehingga apabila di klik oleh peserta didik/pengguna langsung dapat menuju ke halaman situs tersebut asalkan koneksi internet tersedia. Sehingga peserta didik tidak hanya mendapat ilmu dari satu sumber saja, melainkan dari banyak sumber. Selain itu, multimedia  flipbook   tidak hanya dapat disimpan dalam komputer, tetapi juga dapat disimpan dalam tablet maupun  smartphone yang lebih mudah untuk dibawa kemana-mana. Oleh karena itu  penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Multimedia

F lipbook  Materi Reaksi Redoks Pada Level Representasi Submikroskopik Di Kelas X SMAN 10 Kota Jambi” .

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasala han yaitu : 1. Bagaimana prosedur mengembangkan multimedia  flipbook   materi reaksi redoks pada level representasi submikroskopik di kelas X SMAN 10 Kota Jambi? 2. Bagaimana respon peserta didik terhadap multimedia  flipbook   materi reaksi redoks pada level representasi submikroskopik di kelas X SMAN 10 Kota Jambi ?

1.3

Tujuan Pengembangan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pengembangan ini adalah: 1. Mengetahui prosedur pengembangan multimedia flipbook   materi reaksi redoks pada level representasi submikroskopik di kelas X SMAN 10 Kota Jambi. 2. Melakukan pengujian untuk mengetahui respon peserta didik terhadap multimedia  flipbook   materi reaksi redoks pada level representasi submikroskopik di kelas X SMAN 10 Kota Jambi yang dikembangkan.

1.4

Pentingnya Pengembangan

Adapun manfaat dari pengembangan ini adalah : 1. Multimedia  flipbook  pada level submikroskopik yang dikembangkan diharapkan dapat membantu peserta didik dalam memahami konsep

reaksi redoks sehingga mampu menyimpannya dalam memori jangaka  panjang mereka. 2. Dapat digunakan sebagai media pembelajaran bagi guru ketika mengajarkan materi reaksi redoks. 3. Menambah pengetahuan bagi peneliti dalam mengembangkan media  pembelajaran yang sesuai dengan karakter dan kebutuhan peserta didik dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran.

1.5

Spesifikasi Produk yang Diharapkan

Produk yang diharapkan dari pengembangan ini adalah : 1. Multimedia  flipbook yang dikembangkan memuat materi pokok kimia yaitu reaksi redoks atau reaksi reduksi-oksidasi. 2. Multimedia  flipbook ini disusun menggunakan software  3D PageFlip  Professional yang di dalamnya memuat video serta animasi yang dapat merepresentasikan kimia secara submikroskopik atau dalam tingkat  partikel (atom/molekul).

1.6

Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan 1.6.1 Asumsi Pengembangan

Multimedia  flipbook   materi reaksi redoks pada level submikroskopik yang dikembangkan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif media  pembelajaran pada pembelajaran di sekolah maupun digunakan secara mandiri oleh peserta didik.

1.6.2 Keterbatasan Pengembangan

1. Pengembangan

multimedia  flipbook ini menggunakan model

desain pengembangan ADDIE yang hanya dilakukan sampai tahap uji coba produk kelompok kecil. 2. Dari tiga representasi kimia yang terdiri dari representasi makroskopik, submikroskopik, dan simbolik penulis melilih mengembangkan multimedia  flipbook   materi reaksi redoks pada level representasi submikroskopik.

1.7

Definisi Istilah

1. Multimedia Flipbook  Merupakan suatu program yang mendukung pembuatan bahanajar atau media pembelajaran dengan konsep multimedia interaktif. 2.

Multipel Representatif dan Representasi Submikroskopik Tiga

tingkat

representasi,

yaitu

representasi

makroskopik,

submikroskopik, dan simbolik yang digunakan untuk memahami ilmu kimia. Tingkat representasi makroskopik berkaitan dengan fenomena yang dapat diamati termasuk pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, Tingkat representasi submikroskopik berkaitan dengan proses yang terjadi pada atom, ion ataupun molekul selama fenomena tersebut terjadi. Tingkat representasi simbolik berkaitan dengan penggunaan simbol-simbol

seperti

persamaan

menggambarkan fenomena tersebut.

reaksi

dan

notasi

untuk

3. Reaksi redoks (reaksi reduksi-oksidasi) Reaksi oksidasi adalah reaksi pengikatan oksigen, pelepasan elektron, dan pertambahan bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi reduksi adalah  pelepasan oksigen, penyerapan/penangkapan elektron, dan penurunan  bilangan oksidasi.

1.8

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut. BAB I : Pendahuluan Dalam bab ini dijelaskan latar belakang permasalahan yang menjadi  penyebab

peneliti

ingin

mengadakan

penelitian

mengenai

“Pengembangan Multimedia Flipbook Materi Reaksi Redoks pada Level Representasi Submikroskopik di kelas X SMAN 10 Kota Jambi”. Dari latar belakang tersebut kemudian peneliti menentukan rumusan masalah, tujuan pengembangan, manfaat penelitian, spesifikasi produk yang diharapkan, pentingnya pengembangan, asumsi dan keterbatasan  pengembangan, definisi istilah, dan sistematika penulisan BAB II : Kajian Pustaka Pada bab ini berisi kajian mengenai multimedia  flipbook . Kajian tentang

multiple 

representasi

yang

terdiri

dari

representasi

makroskopik, submikroskopik, dan simbolik. Kajian tentang model  pengembangan ADDIE, serta kajian tentang reaksi redoks (reaksi reduksi-oksidasi).

BAB III : Metode Pengembangan Bab ini berisi tentang model pengembangan, prosedur pengembangan, uji coba produk yang meliputi : desain uji coba, subjek uji coba, jenis data, instrumen pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB IV : Hasil Pengembangan Bab ini beisi tentang penyajian hasil uji coba, analisi data dan revisi  produk. Dalam hasil uji coba disajikan berbagai data hasil validasi dari ahli materi, validasi ahi media, hasil angket uji coba kelompok kecil mengenai respon peserta didik terhadap modul elektronik berbasis kemampuan metakognisi, dan tanggapan pendidik terhadap media yang dikembangkan. Dalam analisis data dipaparkan mengenai analisis terhadap data yang diperoleh dari hasil uji coba kemudian hasil yang  belum memenuhi kriteria direvisi kembali untuk memperoleh media yang efektif digunakan dalam pembelajaran. BAB V : Penutup Dalam bab ini berisi tentang kajian produk yang telah direvisi, saran  pemanfaatan, dan pengembangan produk lebih lanjut.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1  Multiple Representasi dan Representasi Submikroskopik 

Dalam konteks pemecahan masalah, Bodner dan Domin (Rosengrant, et.al, 2006 dalam Farida, 2009:261) membedakan internal representasi dengan eksternal representasi. Internal representasi merupakan cara seseorang yang memecahkan masalah menyimpan komponen-komponen internal dari masalah dalam pikirannya (model mental ). Eksternal representasi adalah sesuatu yang berkaitan dengan simbolisasi atau merepresentasikan obyek dan/atau proses. Representasi ini digunakan untuk memanggil kembali pikiran melalui deskripsi, penggambaran atau imajinasi.

 Multiple representasi merupakan bentuk representasi yang memadukan antara teks, gambar nyata, atau grafik. Waldrip,et.al (Farida, 2009:261) menyatakan

pengertian

multiple

representasi

sebagai

praktik

merepresentasikan kembali (re-representing ) konsep yang sama melalui  berbagai bentuk, yang mencakup mode verbal, grafis dan numerik. Semua representasi eksternal seperti model-model, analogi, persamaan, grafik, diagram, gambar dan simulasi dapat memperlihatkan kata-kata, perhitungan matematik, visual dan/atau mode aksional-operasional.

 Multiple  representasi berfungsi sebagai instrumen untuk memberikan dukungan dan memfasilitasi terjadinya belajar bermakna dan belajar mendalam.

Dengan

menggunakan

representasi

berbeda

dan

mode

 pembelajaran berbeda dapat membuat konsep-konsep menjadi lebih mudah dipahami dan menyenangkan (intelligible,  plausible dan  fruitful ) sehingga dapat meningkatkan motivasi pebelajar untuk belajar sains (Farida, 2009:261).

Dalam ilmu kimia, representasi kimia diklasifikasikan dalam level representasi makroskopik, submikroskopik dan simbolik (Johnstone dalam Treagust, et.al, 2008). Representasi makroskopik yaitu representasi kimia yang diperoleh melalui pengamatan nyata terhadap suatu fenomena yang dapat dilihat dan dipersepsi oleh panca indra atau dapat berupa pengalaman sehari-hari pebelajar. Contohnya: terjadinya perubahan warna, suhu, pH larutan, pembentukan gas dan endapan yang dapat diobservasi ketika suatu reaksi kimia berlangsung. Seorang pebelajar dapat merepresentasikan hasil  pengamatan dalam berbagai mode representasi, misalnya dalam bentuk laporan tertulis, diskusi, presentasi oral, diagram vee, grafik dan sebagainya.

Representasi menjelaskan

submikroskopik

mengenai

(atom/molekular)

struktur

terhadap

yaitu dan

fenomena

representasi proses

pada

makroskopik

kimia

yang

level

partikel

yang

diamati.

Representasi submikroskopik sangat terkait erat dengan model teoritis yang melandasi eksplanasi dinamika level partikel. Mode representasi pada level ini diekspresikan secara simbolik mulai dari yang sederhana hingga

menggunakan teknologi komputer, yaitu menggunakan kata-kata, gambar dua dimensi, gambar tiga dimensi baik diam maupun bergerak (animasi) atau simulasi. Representasi simbolik yaitu representasi kimia secara kualitatif dan kuantitatif, yaitu rumus kimia, diagram, gambar, persamaan reaksi, stoikiometri dan perhitungan matematik.

Makroskopik

Submikroskopik

simbolik

Gambar 1. Bagan Hubungan Tiga Level Representasi Kimia (Farida, 2009:262)

Pembelajaran kimia pada dasarnya merupakan pembelajaran yang sebagian besar topik-topik pembahasannya bersifat abstrak dan perlu  pemahaman pada level submikroskopis, seperti topik Stoikiometri, Struktur Atom, dan Ikatan Kimia. Topik-topik tersebut diperlukan untuk memahami aspek kualitatif dan kuantitatif tentang fenomena kimia sekaligus dalam menyelesaikan berbagai masalah yang ada dalam ilmu kimia baik di tingkat sekolah menengah maupun di perguruan tinggi (Park, E.J., 2006; Wang, C.Y., 2007; & Davidowizth, at. al., 2010 dalam Sunyono, 2012:486).

Pada umumnya pembelajaran kimia yang terjadi saat ini hanya membatasi pada dua level representasi, yaitu makroskopik dan simbolik (Tasker & Dalton, 2006 dalam Sunyono, 2012:486) secara verbalistis. Dalam hal ini, pemahaman seseorang terhadap kimia ditentukan oleh kemampuannya

mentransfer

dan

menghubungkan

antara

fenomena

makroskopik, submiskroskopik, dan simbolik. Dalam pemecahan masalah kimia,

sebenarnya

kunci

pokoknya

adalah

pada

kemampuan

merepresentasikan fenomena kimia pada level submikroskopik (Treagust, et. al., 2003 dalam Sunyono, 2012:486). Hasil penelitian menunjukkan  bahwa umumnya pebelajar bahkan pada pebelajar yang performansnya  bagus dalam ujian mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah kimia akibat ketidakmampuan memvisualisasikan struktur dan proses pada level submikroskopik dan tidak mampu menghubungkannya dengan level representasi kimia yang lain (Treagust, 2008 dalam Sunyono, 2012:487). Kesulitan

tersebut

diduga,

akibat

kurang

diterapkannya

strategi

 pembelajaran yang berorientasi pada hubungan antara representasi level makroskopik, simbolik, dan submikroskopik yang tidak dapat dipisah pisahkan (Sunyono, 2012:487).

Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa  pebelajar/peserta didik selalu mengalami kesulitan dalam memberikan eksplanasi

tentang

representasi

submikro

berdasarkan

representasi

makroskopis dan simbolis. Pebelajar cenderung lebih banyak menggunakan transformasi level makroskopis ke simbolis atau sebaliknya, namun tidak mampu dalam mentransformasikan dari level makroskopis dan simbolis ke level submikroskopis (Wang, C.Y., 2007; Devetak, I., et. al., 2009, dan Davidowitz, B., et. al., 2010). Kesulitan-kesulitan pebelajar dalam mentransformasikan ketiga level fenomena kimia tersebut disebabkan belum dilatihnya mereka dalam belajar dengan representasi level submikroskopis (Sunyono, dkk., 2011). Peserta didik/pebelajar yang belum pernah dilatih

dengan

representasi

eksternal

akan

mengalami

kesulitan

dalam

menginterpretasikan struktur submikro dari suatu molekul (Devetak, I., et. al. ,2009 dalam Sunyono, 2012:487).

Simulasi, gambar grafis dan laboratorium berbasis mikro komputer telah digunakan sejak dua dekade sebagai metode mengajar yang efektif,  baik pada level Perguruan Tinggi maupun sekolah menengah. Penggunaan komputer

memungkinkan

terjadinya

display

simultan

representasi

molekular yang sesuai dengan observasi pada level submakroskopik. Visualisasi berbasis komputer dan animasi tiga dimensi merupakan alat  pembelajaran

yang

dapat

meningkatkan

pemahaman

konsep

dan

kemampuan spatial (Gilbert, 2005 ; Kozma & Russell, 2005). Demikian  pula model molekular virtual menggunakan komputer (Computerized  Molecular Modeling ) yang diintegrasikan dalam pembelajaran dapat digunakan

untuk

membangun

konsep,

memvisualisasikan,

dan

mensimulasikan sistem dan proses pada level molecular (Farida, 2009:263264).

Oleh karena itu, Tasker & Dalton (2006) dalam Farida (2009:264) menyarankan perlunya pengembangan desain pembelajaran yang dilandasi model

sistem

pemrosesan

informasi

multimedia

yang

merupakan

 pengembangan dari teori kognitif Mayer dan teori situatif . Teori kognitif  berkaitan dengan transformasi eksternal simbolik representasi ke dalam mental

representasi

(model

mental).

Teori

situatif

berfokus

pada

 pembelajaran sains sebagai suatu proses penyelidikan (inkuiri) dengan

menggunakan wacana sosial dan representasi untuk mendukung proses tersebut. Kedua teori tersebut juga berimplikasi terhadap bagaimana menyusun desain pembelajaran yang dapat mendukung perolehan konsep dan prosedur pemecahan masalah. 2.2

Media Pembelajaran

2.2.1 Pengertian Media Pembelajaran Media pembelajaran terdiri dari dua kata yaitu media dan pembelajaran. Secara etimologis, media berasal dari kata “medium” yang berarti tengah,  perantara, atau pengantar. Menurut Bovee (Asyhar, 2012: 4), media adalah  perantara atau pengantar suatu pesan dari si pengirim ( sender ) kepada si  penerima (receiver ) pesan. Media merupakan komponen yang sangat  penting dalam suatu proses komunikasi. Ada 4 komponen yang harus ada dalam proses komunikasi, yakni pemberi informasi, informasi itu sendiri,  penerima informasi, dan media (Widodo dan Jasmadi, 2009 dalam Asyhar, 2012: 5). Media memiliki peran yang sangat pentig yaitu sebagai suatu sarana atau perangkat yang berfungsi sebagai perantara dalam suatu proses komunikasi antara komunikator dan komunikan (Asyhar, 2012: 5). Kata pembelajaran merupakan terjemahan dari istilah Bahasa Inggris, yaitu “instruction”. Artinya adalah proses interaksi antara pendidik (guru) dan peserta didik (siswa) yang berlangsung secara dinamis. Tugas guru dalam proses pembelajaran, disamping menyampaikan informasi, ia juga  bertugas mendiagnosis kesulitan belajar siswa, menyeleksi materi ajar, mensupervisi kegiatan belajar, menstimulasi kegiatan belajar siswa, memberikan bimbingan belajar, mengembangkan dan menggunakan strategi

dan metode (Saputro, 1996 dalam Asyhar, 2012: 6). Selain itu, guru juga mengembangkan dan menggunakan berbagai jenis media dan sumber  belajar, dan memberi motivasi agar siswa mau belajar. Menurut Midun (Asyhar,

2012:

6),

guru

juga

harus

berperan

sebagai

mediator,

menyelenggarakan field trip, stimulasi dan sebagainya. Pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat membawa informasi dan pengetahuan dalam interaksi yang berlangsung antara pendidik dan peserta didik. Disini media  pembelajaran berperan untuk menyampaikan pesan-pesan pembelajaran. Adapun

komponen

penting

yang

menentukan

efektivitas

proses

 pembelajaran adalah pendidik (guru), peserta didik (siswa), materi, metode, media, dan situasi. Dari pengertian media dan pembelajaran yang telah dijelaskan di atas, maka kita dapat menjelaskan pengertian media pembelajaran. Secara terminologis, ada berbagai definisi yang diberikan tentang media  pembelajaran. Pendapat Schramm tentang media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan (informasi) yang dapar dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran (Widodo dan Jasmadi, 2009). Media pembelajaran menurut Gerlach & Ely (1971) dalam Asyhar (2012: 7), memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu termasuk manusia, materi atau kajian yang membangun suatu kondisi yang membuat peserta didik mampu memperoleh  pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Media pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dalam  pembelajaran,

sehingga

bentuknya

dapat

berupa

perangkat

keras

(hardwere), seperti komputer, televisi, projektor, dan perangkat lunak

( softwere) yang digunakan pada perangkat keras itu. Berdasarka pengertian di atas, media pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan atau menyalurkan pesan dari suatu sumber secara terencana, sehingga terjadi lingkungan belajar yang kondusif dimana  penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif (Asyhar, 2012: 8).

2.2.2 Jenis-Jenis Media Pembelajaran Meskipun beragam jenis dan format media sudah dikembangkan dan dipergunakan dalam proses pembelajaran, pada dasarnya semua media tersebut dapat dibagi kedalam empat jenis, yaitu : 1.

Media Visual Media

visual

merupakan

jenis

media

yang

digunakan

hanya

mengandalkan indera penglihatan semata-mata dari peserta didik. Dengan media ini, pengalaman belajar yang dialami peserta didik sangat tergantung  pada kemampuan penglihatannya. Beberapa media visual antara lain (a) media cetak seperti buku, modul, jurnal, peta, gambar, dan poster, (b) model dan prototipe seperti gobe mini, dan (c) media realitas alam dan sebagainya. 2.

Media Audio Media visual adalah jenis media yang digunakan dalam proses

 pembelajaran dengan hanya melibatkan indera pendengaran peserta didik. Pengalaman belajar yang akan didapatkan adalah dengan mengendalkan indera kemampuan pendengaran. Oleh karena itu, media audio hanya mampu memanipulasi kemampuan suara semata. Pesan dan informasi yang

diterimanya adalah berupa pesan verbal seperti bahasa lisan, kata-kata, dan lain-lain. Sedangkan pesan nonverbal adalah dalm bentuk bunyi-bunyian, musik, bunyi tiruan dan sebagainya. Contoh media audio yang umum digunakan adalah tape recorder, radio, dan CD player. 3.

Media Audio-Visual Merupakan jenis media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran

dengan melibatkan pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu  proses atau kegiatan. Pesan dan informasi yang didapatkan disalurkan melalui media ini dapat berupa pesan verbal dan nonverbal yang mengandalkan baik penglihatan maupun pendengaran. Beberapa contoh media audio-visual adalah film,video, program TV dan lain-lain. 4.

Multimedia Multimedia adalah media yang melibatkan beberapa jenis media dan

 peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan pembelajaran. Pembelajaran multimedia melibatkan indera penglihatan dan pendengaran melalui media teks, visual diam, visual gerak, dan audio serta media interaktif berbasis komputer dan teknologi komunikasi dan informasi. Martin (2010) membedakan multimedia dan audiovisual. Video conference dan video cassete termasuk media audiovisual, dan aplikasi komputer interaktif dan non interaktif adalah beberapa contoh multimedia. Dapat disimpulkan bahwa multimedia merupakan media berbasis komputer yang menggunakan berbagai jenis media secara terintegrasi dalan satu kegiatan. Multimedia memberikan pengalaman belajar secara langsung, baik dengan cara berbuat dan melakukan di lokasi, maupun dengan cara terlibat seperti

 permainan, simulasi, bermain peran,teater, dan sebagainya (Asyhar, 2012: 45-46). 2.3

Multimedia

Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa multimedia merupakan media yang terdiri dari beberapa jenis media secara terintegrasi. Multimedia interaktif adalah suatu multimedia yang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna, sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya. Contoh multimedia interaktif adalah: multimedia pembelajaran interaktif, aplikasi game, dll. 2.3.1 Karakteristik Multimedia

Pemanfaatan

multimedia

sebagai

sebagai

salah

satu

sarana

 pembelajaran bagi peserta didik, mempunyai beberapa kekuatan dasar, seperti yang dikemukakan oleh Phillips (1997) dalam Hasrul (2010), yaitu : 1.  Mixed media

Dengan menggunakan multimedia, berbagai media konvensional yang ada dapat diintegrasikan ke dalam satu jenis media interkatif, seperti media teks (papan tulis), audio, video, yang jika dipisahkan akan membutuhkan lebih banyak media. 2.

User control

Multimedia interaktif memungkinkan pengguna untuk menelusuri materi ajar sesuai dengan kemampuan dan latar belakang pengetahuan yang

dimilikinya, disamping itu menjadikan pengguna lebih nyaman dalam mempelajari isi media secara berulang-ulang. 3.

Simulasi dan visualisasi

Simulasi dan visualisasi merupakan fungsi khusus yang dimiliki oleh multimedia interaktif, sehingga dengan teknologi animasi, simulasi dan visualisasi komputer, pengguna akan mendapatkan infromasi yang lebih nyata dari infromasi yang bersifat abstrak. Dalam beberapa kurikulum dibutuhkan pemahaman yang kompleks, abstrak, proses dinamis dan mikroskopis, sehingga dengan simulasi dan visualisasi peserta didik akan dapat mengembangkan mental model dalam aspek kognitifnya. 4.

Gaya belajar yang berbeda

Multimedia interaktif mempunyai potensi untuk mengakomodasi  pengguna dengan gaya belajar yang berbeda-beda. 2.3.2 Format Multimedia Pembelajaran Format sajian multimedia pembelajaran dapat dikategorikan ke dalam lima kelompok sebagai berikut:

1) Tutorial Format sajian ini merupakan multimedia pembelajaran yang dalam  penyampaian materinya dilakukan secara tutorial, sebagaimana layaknya tutorial yang dilakukan oleh guru atau instruktur. Informasi yang berisi suatu konsep disajikan dengan teks, gambar, baik diam atau bergerak dan grafik. Pada saat yang tepat, yaitu ketika dianggap bahwa pengguna telah

membaca, menginterpretasikan dan menyerap konsep itu, diajukan serangkaian pertanyaan atau tugas. Jika jawaban atau respon pengguna  benar, kemudian dilanjutkan dengan materi berikutnya. Jika jawaban atau respon pengguna salah, maka pengguna harus mengulang memahami konsep tersebut secara keseluruhan ataupun pada bagianbagian tertentu saja (remedial). Kemudian pada bagian akhir biasanya akan diberikan serangkaian pertanyaaan yang merupakan tes untuk mengukur tingkat  pemahamn pengguna atas konsep atau materi yang disampaikan.

2) Drill dan Practise Format ini dimaksudkan untuk melatih pegguna sehingga memiliki kemahiran dalam suatu keterampilan atau memperkuat penguasaan sutu konsep. Program menyediakan serangkaian soal atau pertanyaan yang  biasanya ditampilkan secara acak, sehingga setiap kali digunakan makan soal atau pertanyaan yang tampil selalu berbeda, atau paling tidak dalam kombinasi yang berbeda. Program ini dilengkapi dengan jawaban yang  benar, lengkap dengan penjelasannya sehingga diharapkan pengguna akan  bisa pula memahami suatu konsep tertentu. Pada bahagian akhir, pengguna  bisa melihat skor akhir yang dia capai, sebagai indikator untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam memecahkan soal-soal yang diajukan.

3) Simulasi Multimedia pembelajaran dengan format ini mencoba menyamai proses dinamis yang terjadi di dunia nyata, misalnya untuk mensimulasikan

 pesawat terbang, di mana pengguna seolah-olah melakukan aktifitas menerbangkan pesawat terbang.

4) Percobaan atau Eksperimen

Format ini mirip dengan format simulasi, namjun lebih ditujukan pada kegiatan-kegiatan yang bersifat eksperimen, seperti kegiatan praktikum di laboratorium IPA, biologi atau kimia. Program menyediakan serangkaian  peralatan dan bahan, kemudian pengguna bisa melakukan percobaan atau eksperimen sesuai petunjuk dan kemudian mengembangkan eksperimen eksperimen lain berdasarkan petunjuk tersebut. Diharapkan pada akhirnya  pengguna dapat menjelaskan suatu konsep atau fenomena tertentu  berdasarkan eksperimen yang mereka lakukan secara maya tersebut.

5) Permainan

Tentu saja bentuk permainan yang disajikan disini tetap mengacu pada  proses pembelajaran dan dengan program multimedia berformat ini diharapkan terjadi aktifitas belajar sambil bermain. Dengan demikian  pengguna tidak merasa bahwa mereka sesungguhnya sedang belajar (Sigit Prasetyo, 2007: 11). 2.3.3 Langkah-Langkah Pembuatan Multimedia

Beberapa tahapan dalam merancang sebuah struktur isi dari suatu sistem

pembelajaran

berbasis

multimedia

interaktif

sebagaimana

diungkapkan oleh Lee, William, W. dan Owens, Diana, L. (2004) dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Proses Perancangan Multimedia

Langkah

Peran desain instruksional

1. Analisis :

Diagnostik

Konteks vs Konten

seluruh sumber daya tim)

(melibatkan

a. Kurikulum  b. Konten c. Tujuan performansi d.Tujuan pembelajaran e. Lingkungan 2. Seleksi Teknologi

Konsultasi

3.

Strategi (mengharuskan

Strategi

 pengembangan

dan

 peran aktif dari tim)

 proses 4. Desain/Pembangunan

Desain dan Pengembangan

/Uji coba

(peran tim utama)

Pemilihan Teknologi

Pada tahapan ini, ditentukan teknologi apa yang akan digunakan untuk merelasasikan analisis kurikulum yang telah dilakukan. Karena pada dasarnya terdapat lebih dari lusinan authoring systems untuk pengembangan multimedia. Pemilihan produk ini, khusunya dilakukan untuk menentukan :

1.

Antarmuka pengguna (the user interface)

2.

Kapabilitas system ( system capabilities)

3.

Bagaimana

pengguna

(learners)

menggunakan

dan

belajar

melakukan navigasi system 4.

Bagaimana elemen-elemen program dan interaktivitas umum diintegrasikan dengan link-link yang baik.

5.

Aturan-atruran

fasilitator,

latihan,

dukungan

teknis

dan

adminitratornya 6.

Penggunaan grafik

7.

Penggunaan audio dan video

Disamping itu, pemilihan teknologi hardware dan  software akan menentukan stratetgi belajar apa yang bisa dan tidak bisa digunakan. Oleh karena itu seorang desainer pembelajaran harus menentukan semuanya itu  berdasarkan isi dan target audien yang akan menggunakannya.

Strategi Pengembangan dan proses.

Berbagai tahapan pengembangan dan uji akhir terhadap audiens merupakan kebutuhan utama dalam pengembangan multimedia. Stretegi ini tidak hanya berhubungan dengan bagian teknologi mana yang akan diuji, tetapi juga berhubungan dengan bagian perancangan yang akan diuji sebelum pengembangan utuh dilakukan. Perancangan, pembuatan dan uji coba

Bagian ini merupakan bagian proses yang sebagian besarnya dilakukan di laboratorium. Dalam proses ini  project leader harus mengetahui

 bagaimana

hubungan

kontribusi

masing-masing

anggota

dalam

memproduksi suatu program jadi. Umumnya instructional designer merupakan suatu tim, yang menjamin integritas isi media dan keteraksesan program oleh pengguna (learner ) (Hasrul, 2010). 2.3.4 Kritera Penilaian Multimedia Suatu media interaktif yang dikembangkan harus memenuhi beberapa kriteria. Thorn (2006) dalam Hasrul (2010) mengajukan enam kriteria untuk menilai multimedia interaktif, yaitu : 1. Kriteria

penilaian

pertama

adalah

kemudahan

navigasi.

Sebuah

multimedia interaktif harus dirancang sesederhana mungkin sehingga  peserta didik dapat memperlajarinya tanpa harus memiliki pengetahuan yang kompleks tentang media. 2. Kriteria kedua adalah kandungan kognisi. Dalam arti adanya kandungan  pengetahuan yang jelas. 3. Kriteria ketiga adalah presentasi informasi, yang digunakan untuk menilai isi dan program multimedia interaktif itu sendiri 4. Kriteria

keempat

adalah

integrasi

media,

dimana

media

harus

mengintegrasikan aspek pengetahuan dan keterampilan. 5. Kriteria kelima adalah artistik dan estetika. Untuk menarik minat belajar, maka program harus mempunyai tampilan yang menarik dan estetika yang baik.

6. Kriteria penilaian yang terakhir adalah fungsi secara keseluruhan, dengan kata lain program yang dikembangkan harus memberikan pembelajaran yang diinginkan oleh peserta belajar.

2.4

Multimedia F lipbook 

Multimedia merupakan perpaduan antara berbagai media (format  file) yang berupa teks, gambar, grafik, musik, animasi, video, interaksi dan lainlain, yang telah dikemas menjadi file digital (komputerisasi), serta digunkan untuk menyampaikan pesan kepada pengguna (Sugianto, D., dkk, 2013:103).  Flipbook . Merupakan salah satu bentuk multimedia interaktif.  Flipbook atau  Flipping Book memiliki arti buku yang membalik. Istilah  flipbook   diambil dari sebuah mainan anak-anak yang berisi serangkaian gambar yang berbeda-beda, jika dibuka dari halaman yang satu ke halaman lain akan memperlihatkan bahwa gambar-gambar tersebut seakan-akan  bergerak.

Pada dasarnya  flipbook   adalah bentuk primitif animasi, namun seiring dengan pesatnya teknologi informasi ide  flipbook   kemudian diadopsi dan digunakan dalam membuat sebuah buku ( e-book ) dan majalah elektronik (emagazine) dengan karakteristik yang dapat dibuka dan dibolak-balik menyerupai majalah atau bukupada umumnya. Penggunaan e-book oleh masyarakat dunia telah populer beberapa tahun ke belakang, tetapi orangorang yang tidak puas dengan buku digital biasa, karena e-book   umum hanya dapat mengandalkan cara yang monoton untuk beralih dari sebuah halaman ke halaman berikutnya.

 Flipbook selain dapat membantu guru untuk melibatkan siswa dan membuat pelajaran lebih menarik serta efektif, juga dapat digunakan oleh siswa di rumah dengan mudah dan tanpa pengawasan. Agar dapat lebih  jelas, berikut ini adalah beberapa karakteristik dari flipbook : a. Diperoleh rasa seperti benar-benar membuka buku ( flipping experience).

Gambar 2. Flipping Experience pada Program Flip Book

 b. Dapat dikombinasikan dengan file video

Gambar 3. Kombinasi Flip Book dengan File Video

c. Dapat dikombinasikan dengan file animasi (SWF)

Gambar 4. Kombinasi Flip Book dengan File Animasi (SWF)

d. Terdapatnya fasilitas pencarian.

Gambar 5. Fasilitas Pencarian dalam Multimedia Flip Book

e. Selain itu, dapat pula dikombinasikan dengan gambar dan musik. Program/ software  pembuat  flipook   yang digunakan pada penelitian ini adalah 3D PageFlip Professional yang dikembangkan oleh  flash flipbook . 3D PageFlip Professional   adalah perangkat lunak yang handal yang dirancang untuk mengkonversi file PDF ke halaman-balik publikasi digital. Software ini dapat mengubah tampilan file PDF menjadi lebih menarik seperti layaknya sebuah buku. Tidak hanya itu, 3D PageFlip Professional

 juga dapat membuat file PDF menjadi seperti sebuah majalah, Majalah Digital, Flipbook, Katalog Perusahaan, Katalog digital dan lain-lain. Dengan menggunakan perangkat lunak tersebut, tampilan media akan lebih variatif, tidak hanya teks, gambar, video, dan audio juga bisa disisipkan dalam media ini sehingga proses pembelajaran akan lebih menarik (Ramdania, 2013). Pada 3D PageFlip Professional kita dapat menambahkan file-file gambar, pdf, swf, dan file video berformat FLV dan MP4. Sedangkan keluaran atau output dari software ini dapat berupa HTML, EXE, ZIP, dan APP (Sugianto, D., dkk, 2013:104). 2.5 Model Pengembangan ADDIE

Munurut Amri (2013:264 – 265), salah satu model desain pembelajaran yang memperlihatkan tahapan – tahapan desain yang sederhana dan mudah dipelajari adalah model ADDIE (Analysis –  Design –  Develop –  Implement  –   Evaluate). ADDIE muncul pada tahun 1990 – an yangdikembangkan oleh Feiser dan Mollenda. Salah satu fungsinya yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan infrastuktur program pelatihanyang efektif, dinamis, dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri. Model ini menggunakan 5 tahap pengembangan, yakni: a.

 Analysis

Analisis merupakan tahap pertama yang harus dilakukan oleh seorang  pengembang pembelajaran. Kaye Sheltondan George Saltsman menyatakan ada tiga segmen yang harus dianalisis yaitu siswa, pembelajaran, serta media untuk menyampaikan bahan ajarnya. langkah – langkah dalam tahapan

analisis ini setidaknya adalah menganalisis siswa, menentukan materi ajar, menentukan standar kompetensi ( goal ) yang akan dicapai, dan menentukan media yang akan digunakan.  b.  Design Pendisaianan dilakukan berdasarkan apa yang telah dirumuskan dalam tahapan analisis. Tahapan desain adalah analog dengan pembuatan silabus. Dalam silabus tersebut harus memuat informasi kontak, tujuan – tujuan  pembelajaran, persyaratan kehadiran, kebijakan keterlambatan pekerjaan,  jadwal pembelajaran, pengarahan, alat bantu komunikasi, kebijakan teknologi, serta desain antar muka untuk pembelajaran. langkah –   langah dalam tahap ini adalah membuat silabus yang didalamnya termasuk memilih standar

kompetensi

(goal)

yang

telah

dibuat

dalam

tahapan

analisis,menentukan kompetensi dasar (objective), menentukan indikator keberhasilan, memili bentuk penilaian, menentukan sumber atau bahan –   bahan belajar, menerapkan strategi pembelajaran, membuat storyboard, mendisain antarmuka. c.  Develop Tahapan ini merupakan tahapan produksi dimana segala sesuatu yang telah dibuat dalam tahapan desainmenjadi nyata. Langkah – langkah dalam tahapan ini diantaranya adalah: membuat objek   – objek belajar   (learning objects)  seperti dokumen teks, animasi, gambar, video, dan sebagainya; membuat dokumen – dokumen tambahan yang mendukung. d.  Implement 

Pada tahapan ini sistem pembelajaran sudah siap untuk digunakan oleh siswa. Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah mempersiapkan dan memasarkannya ketarget siswa. e.  Evaluate Evaluasi dapat dilakukan dalam dua bentuk evaluasi, yaitu formatif dan sumatif. Evaluasi sumatif dilakukan selama dan diantara tahapan tahapan tersebut. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk memperbaiki sistem  pembelajaran yang dibuat sebelum versi terakhir diterapkan. Evaluasi sumatif dilakukan setelah versi terakhir diterapkan dan bertujuan untuk menilai keefektifan pembelajaran secara keseluruhan. Pertanyan –   pertanyaan yang dapat diajuakan dalam tahapan evaluasi adalah: apakah tujuan belajar tercapai oleh siswa?; bagaimana perasaan siswa selama proses belajar? Suka atau tidak suka; adakah elemen belajar yang bekerja dengan baik atau tidak  baik?; apa yang harus ditingkatkan?; apakah informasi dan atau pesan yang disampaikan cukup jelas dan mudah

untuk dimengerti?; apakah

 pembelajaran menarik, penting, dan memotivasi?.

2.6

Reaksi Redoks

Gambar 6. peristiwa redoks

Reaksi redoks merupakan kegiatan dari reaksi oksidasi dan reduksi. Reaksi redoks sangat mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perkaratan besi, perubahan warna daging apel menjadi kecokelatan kalau dikupas merupakan contoh peristiwa oksidasi. Reaksi redoks dapat ditinjau dari penggabungan dan pelepasan oksigen, pelepasan dan penerimaan elektron dan berdasarkan perubahan bilangan oksidasi.

A. Konsep Reaksi Oksidasi Dan Reduksi Berdasarkan Penggabungan Dan Pelepasan Oksigen Konsep

reaksi

oksidasi

dan

reduksi

senantiasa

mengalami

 perkembangan seiring dengan kemajuan ilmu kimia. Pada awalnya, sekitar abad

ke-18,

konsep

reaksi

oksidasi

dan

reduksi

didasarkan

atas

 penggabungan unsur atau senyawa dengan oksigen membentuk oksida, dan  pelepasan oksigen dari senyawa. Oksidasi: penggabungan oksigen dengan unsur/senyawa. Reduksi: pelepasan oksigen dari senyawanya.

Contoh:

1. Reaksi oksidasi: 2Zn (s) + O2 (g)



CH4 (g) + 2O2 (g)

2ZnO (s)

 CO2

(g) + H2O (g)

2. Reaksi reduksi: 2CuO (s) 2PbO2 (s)

B.

 

Konsep

2Cu (s) + O2 (g) 2PbO (s) + O2 (g)

Reaksi

Oksidasi

Reduksi

Berdasarkan

Pelepasan

Dan

Penerimaan Elektron Reaksi oksidasi dan reduksi ternyata bukan hanya melibatkan oksigen, melainkan juga melibatkan elektron. Memasuki abad ke-20, para ahli melihat suatu karakteristik mendasar dari reaksi oksidasi dan reduksi ditinjau dari ikatan kimianya, yaitu adanya serah terima elektron. Konsep ini dapat diterapkan pada reaksi-reaksi yang tidak melibatkan oksigen. Oksidasi: pelepasan elektron Reduksi : penerimaan elektron

Contoh: 2Mg (s) + O2 (g)



2MgO (s)

Reaksi oksidasi dan reaksi reduksi selalu terjadi bersamaan. Oleh karena itu, reaksi oksidasi dan reaksi reduksi disebut juga reaksi oksidasi-

reduksi atau reaksi redoks. Zat yang mengalami oksidasi disebut reduktor , sedangkan zat yang mengalami reduksi disebut oksidator. Reaksi oksidasi dan reaksi reduksi selalu terjadi bersamaan.

C. Konsep Reaksi Oksidasi Reduksi Berdasarkan Perubahan Bilangan Oksidasi Reaksi redoks dapat pula ditinjau dari perubahan bilangan oksidasi atom atau unsur sebelum dan sesudah reaksi. Reaksi redoks adalah reaksi yang ditandai terjadinya perubahan bilangan oksidasi dari atom unsur sebelum dan sesudah reaksi. 1. Bilangan oksidasi

Bilangan oksidasi adalah muatan yang dimiliki oleh atom jika elektron valensinya cenderung tertarik ke atom lain yang berikatan dengannya dan memiliki keelektronegatifan lebih besar. Aturan penentuan bilangan oksidasi: a. Bilangan oksidasi atom dalam unsur bebas sama dengan 0 (nol).

Contoh: Bilangan oksidasi atom dalam unsur Na, Fe, H 2, P4, dan S8 sama dengan 0 (nol).  b. Bilangan oksidasi ion monoatom sama dengan muatan ionnya.

Contoh:  –  Bilangan oksidasi ion Na + sama dengan +1;  –  Bilangan oksidasi ion Mg 2+ sama dengan +2;  –  Bilangan oksidasi ion Fe 3+ sama dengan +3;

 –  Bilangan oksidasi ion Br  –  sama dengan – 1;  –  Bilangan oksidasi ion S 2 –  sama dengan – 2. c. Jumlah bilangan oksidasi semua atom dalam senyawa netral sama dengan 0 (nol).

Contoh: Senyawa NaCl mempunyai muatan = 0. Jumlah biloks Na + biloks Cl = (+1) + ( – 1) = 0. d. Jumlah bilangan oksidasi semua atom dalam ion poliatomik sama dengan muatan ionnya.

Contoh: Ion NO3 –  bermuatan = – 1, maka biloks N = +3 biloks O = -1 e. Bilangan oksidasi Fluor dalam senyawanya = – 1.

Contoh: Bilangan oksidasi F dalam NaF dan ClF 3 sama dengan – 1 f. Bilangan oksidasi oksigen (O) dalam senyawanya sama dengan -2, kecuali dalam senyawa biner fluorid, peroksida, dan superoksida.

Contoh: •

Bilangan oksidasi O dalam H 2O, CO2, dan SO2 sama dengan – 2;



Bilangan oksidasi O dalam senyawa peroksida, H 2O2 dan Na2O2 sama dengan – 1;



Bilangan oksidasi O dalam senyawa fluorida, OF 2 sama dengan +2;



Bilangan oksidasi O dalam senyawa superoksida KO 2 dan CsO2 sama dengan –  .

g. Bilangan oksidasi hidrogen (H) jika berikatan dengan non-logam sama dengan +1. Bilangan oksidasi H jika berikatan dengan logam alkali dan alkali tanah sama dengan – 1.

Contoh: Bilangan oksidasi H dalam HF dan H2O sama dengan +1 Bilangan oksidasi H dalam NaH dan CaH2 sama dengan – 1 h. Bilangan oksidasi logam golongan IA (alkali) dalam senyawanya sama dengan +1 i. Bilangan oksidasi logam golongan IIA (alkali tanah) dalam senyawanya dengan +2  j. Bilangan oksidasi logam transisi dalam senyawanya dapat lebih dari satu.

Contoh: Fe mempunyai bilangan oksidasi +2 dalam FeO; +3 dalam Fe2O3, dan seterusnya. Untuk memahami perubahan bilangan oksidasi dalam reaksi redoks, perhatikan contoh berikut:

Oksidasi: pertambahan bilangan oksidasi Reduksi: penurunan bilangan oksidasi

BAB III METODOLOGI PENGEMBANGAN

3.1

Model Pengembangan

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan atau yang dalam  bahasa Inggris disebut dengan  Research and Development   (R&D) dengan tujuan untuk menghasilkan produk berupa multimedia  flipbook  materi reaksi redoks pada level representasi submikroskopik yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas maupun digunakan secara mandiri oleh  peserta didik. Multimedia  flipbook   materi reaksi redoks pada level representasi submikroskopik ini dikembangkan dengan menggunakan model  pengembangan ADDIE yang dikembangkan oleh Feiser dan Mollenda pada tahun 1990 – an. Model pengembangan ADDIE terdiri dari lima tahapan, yaitu

analysis (analisis),

(pengembangan) ,

design (perancangan), 

development

implementation (implementasi), evaluation (evaluasi).

Gambar 12. Model Pengembangan ADDIE

3.2

Prosedur Pengembangan

Berdasarkan

model

pengembangan

ADDIE,

maka

prosedur

 pengembangannya adalah sebagai berikut : 1.  Analysis (Analisis) Pada tahap analisis, peneliti melakukan melakukan analisis kebutuhan dan analisis tugas. Analisis kebutuhan, berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMAN 10 Kota Jambi, Proses pembelajaran yang selama ini  berlangsung sudah mengupayakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, tetapi hanya beberapa yang aktif dalam pembelajaran. Peserta didik sebagian besar tidak memiliki buku pegangan, bahan ajar yang digunakan  pendidik berupa buku paket kimia yang dipinjam dari perpustakaan sekolah. Dan karena jumlahnya yang hanya sedikit, maka buku tersebut hanya digunakan saat diskusi. Selain itu kegiatan pembelajaran juga banyak menggunakan lembar kerja. Dari pengalaman penulis ketika melakukan PPL di SMAN 10 Kota Jambi, sebagian besar peserta didik mengalami kesulitan untuk memahami konsep kimia. Ketika belajar suatu konsep kimia banyak

dari peserta didik yang dapat mengerti konsep tersebut, tetapi ketika peserta didik ditanya kembali pada pertemuan selanjutnya hanya beberapa peserta didik yang dapat menjawab. Peserta didik di SMAN 10 Kota Jambi kelas X memiliki kisaran usia 14 – 15 tahun sehigga peserta didik cenderung menyukai pembelajaran menggunakan multimedia. Selain itu, peserta didik disini sudah terbiasa menggunakan komputer/laptop dan kebanyakan dari mereka mempunyai laptop sendiri dan juga smartphone. Langkah selanjutnya yaitu melakukan analisis tugas, merupakan langkah yang diperlukan untuk menentukan kemampuan-kemampuan atau kompetensi yang perlu dipelajari oleh peserta didik untuk meningkatkan  prestasi belajar. Menganalisis materi dan strategi penyampaian yang baik agar tujuan pembelajaran tercapai.

Setelah melakukan analisis maka penulis memilih materi reaksi redoks dalam

pengembangan

media

pembelajaran

pada

level

representasi

submikroskopik dengan menggunakan multimedia  flipbook . Hal ini dikarenakan reaksi redoks merupakan salah satu materi yang cukup sulit dipahami hanya dengan disampaikan dalam bentuk verbal. Penggunaan representasi submikroskopik dengan bantuan multimedia akan lebih mmeningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi reaksi redoks.

Berdasarkan hasil analisis diatas, maka penulis mengembangkan media  pembelajaran yang dapat membantu proses pembelajaran di SMAN 10 Kota Jambi terutama untuk peserta didik kelas X. Bahan ajar yang dikembangkan

 beruapa multimedia  flipbook   materi reaksi redoks pada level representasi submikroskopik . 2.  Design (Perancangan) Pada tahap ini peneliti membuat rancangan (blue print). Yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah suatu media pembelajaran yang  berupa multimedia  flipbook   untuk materi reaksi redoks yang dikembangkan  pada level representasi submikroskopik. Pada tahapan desain ini diawali dengan menentukan tujuan pembelajaran, menyusun tes yang didasarkan  pada tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Selain itu, penulis juga memilih dan menyusun materi pembelajaran, gambar, video, musik, dan  perlengkapan lain yang digunakan untuk menyusun multimedia  flipbook  pada level submikroskopik. Multimedia  flipbook pada level submikroskopik yang dikembangkan dibuat dengan menggunakan software 3D PageFlip  Professional .

Multimedia  flipbook yang dikembangkan berisi materi reaksi redoks (reaksi reduksi-oksidasi). Sistematika materi didasarkan pada kompetensi inti dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan menjadi indikator  –  indikator. Materi yang akan digunakan diambil dari sumber-sumber yang relevan. Selain itu, di dalam modul elektronik ini juga

akan memuat

gambar-gambar serta video yang akan memudahkan peserta didik untuk mempelajari ilmu kimia dengan representasi submikroskopik. Pada tahap design  juga dibuat  flowchart   dari multimedia  flipbook  pada level submikroskopik yang akan dikembangkan.

3.  Development (Pengembangan) Pengembangan (development ) merupakan proses mewujudkan blue  print atau desain yang dibuat menjadi kenyataan. Dalam tahapan ini  peneliti membuat multimedia flipbook pada level submikroskopik dengan menggunakan  software 3D PageFlip Professional . Salah satu langkah  penting dalam tahap pengembangan adalah uji coba atau evaluasi sebelum diimplementasikan. Lebih tepatnya evaluasi formatif atau review yang dilakukan oleh validator. Multimedia  flipbook pada level submikroskopik yang telah disusun kemudian divalidasi oleh ahli materi dan ahli media untuk mengetahui kelayakan modul elektronik yang dikembangkan. Penilaian dan saran dari validator digunakan sebagai bahan revisi untuk meghasilkan multimedia flipbook pada level submikroskopik yang efektif digunakan dalam pembelajaran. 4.  Implementation (Implementasi) Multimedia  flipbook  pada

level

submikroskopik

yang

telah

dikembangkan akan diujicobakan kepada peserta didik pada tahap implementasi. Selain kepada peserta didik, penilaian terhadap multimedia  flipbook yang dikembangkan juga akan dinilai oleh guru kimia. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat data yang diperoleh mengenai kelayakan multimedia  flipbook  pada level submikroskopik tersebut untuk digunakan dalam pembelajaran. Hasil uji coba ini kemudian akan digunakan untuk

revisi

lebih

lanjut

pada

multimedia  flipbook  pada

level

submikroskopik yang dikembangkan. Uji coba dilakukan terhadap peserta didik kelas X SMA N 10 Kota Jambi yang berjumlah 12 orang. Pemilihan

 peserta didik dilakukan secara acak yang terdiri dari peserta didik dengan tingkat kognitif tinggi, peserta didik dengan tingkat kognitif sedang, dan  peserta didik dengan tingkat kognitif rendah. 5.  Evaluation (Evaluasi) Evaluasi dapat dilakukan dalam dua bentuk evaluasi, yaitu formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilakukan selama dan diantara tahapan desain ADDIE. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk memperbaiki sistem  pembelajaran yang dibuat sebelum versi terakhir diterapkan. Evaluasi sumatif dilakukan setelah versi terakhir diterapkan dan bertujuan untuk menilai keefektifan pembelajaran secara keseluruhan. Untuk tahap evalusi yang berupa evaluasi sumatif tidak dilakukan karena keterbatasan biaya dan waktu penelitian. 3.3

Uji Coba Produk

3.3.1 Desain Uji Coba

Multimedia flipbook pada level submikroskopik yang dibuat kemudian diuji oleh validator yang terdiri dari validator ahli materi dan validator ahli media. Saran yang diberikan oleh validator kemudian digunakan untuk revisi produk (multimedia flipbook pada level submikroskopik). Multimedia  flipbook yang sudah direvisi kemudian dilakukan uji coba kelompok kecil terhadap 12 orang peserta didik kelas X SMA N 10 Kota Jambi. 3.3.2 Subjek Uji Coba

Subjek uji coba untuk validasi desain produk multimedia adalah satu ahli materi dan satu ahli media. Uji coba produk dan pemakaian produk

hasil pengembangan yang berupa multimedia  flipbook  pada level submikroskopik dibatasi hanya sampai uji coba kelompok kecil. Subjek uji coba kelompok kecil dilakukan terhadap 12 orang peserta didik dari kelas X SMA N 10 Kota Jambi dengan kemampuan kognitif yang bervariasi, yaitu 4 orang peserta didik dengan tingkat kognitif tinggi, 4 orang peserta didik dengan tingkat kognitif sedang, dan 4 orang peserta didik dengan tingkat kognitif rendah. 3.3.3 Jenis Data

Jenis data yang diperoleh dari tahap uji coba adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari tanggapan dan saran yang diberikan oleh tim ahli maupun praktisi, tim ahli disini adalah validator,  baik validator ahli materi maupun validator ahli media dan juga angket respon guru. Data yang diperoleh melalui lembar validasi dan angket respon guru merupakan data kualitatif yaitu berupa tanggapan, saran, atau masukan yang dihimpun dan disimpulkan untuk perbaikan. Data kuantitatif didapat dari instrumen (angket) respon peserta didik terhadap multimedia  flipbook  pada level submikroskopik yang dikembangkan.

3.3.4 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam pengembangan multimedia flipbook pada level submikroskopik ini adalah lembar observasi dan angket. 1. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk pengumpulan data awal mengenai  proses pembelajaran kimia di SMA N 10 Kota Jambi, kendala-kendala yang ditemui, serta motivasi peserta didik dalam pembelajaran kimia . Data yang diperoleh berisi aktivitas pembelajaran kimia, kendala yang ditemui dalam  pembelajaran, kesulitan – kesulitan yang dialami peserta didik dalam  pembelajaran, dan motivasi peserta didik dalam pembelajaran kimia.

2. Angket Angket diberikan kepada ahli media, ahli materi, guru dan peserta didik untuk menilai multimedia  flipbook  pada level submikroskopik yang dikembangkan. Dalam penelitian ini,angket validasi yang diberikan pada ahli materi dan ahli media serta angket respon guru merupakan angket terbuka. Oleh karena itu, ahli media, ahli materi, dan guru harus mengisi lembar angket dengan mengisi kolom tanggapan, saran, maupun kritik untuk  perbaikan

multimedia  flipbook  pada

level

submikroskopik

yang

dikembangkan. Angket yang diberikan untuk peserta didik merupakan angket tertutup. a.

Angket Validasi Angket validasi diberikan kepada ahli materi dan ahli media. Angket

validasi

ini

bertujuan

untuk

menilai

kelayakan

multimedia

yang

dikembangkan. Data penilaian ahli materi dan ahli media digunakan sebagai acuan untuk merevisi multimedia  flipbook   yang dikembangkan tersebut hingga diperoleh produk yang efektif digunakan dalam proses pembelajaran.

Angket validasi ahli materi dan ahli media disusun berdasarkan kisi – kisi intrumen berikut ini:

Tabel 2 Kisi – Kisi Instrumen Angket Validasi Ahli Materi

Aspek yang Dinilai Kesesuaian materi dengan kompetensi

Representasi submikroskopik

Kedalaman dan keluasan materi

Kejelasan materi

Indikator

 No Butir Soal

Kesesuaian materi reaksi redoks dengan kompetensi Kesesuaian materi reaksi redoks dengan tujuan  pembelajaran Kesesuaian gambar, video, atau animasi dengan representasi submikroskopik Kesesuaian representasi submikroskopik dengan konsep reaksi redoks Gambar, video, atau animasi telah menjelaskan reaksi redoks pada level representasi submikroskopik Gambar, video, atau animasi jelas dalam menggambarkan reaksi redoks pada level representasi submikroskopik

1

Gambar, video, atau animasi mudah dipahami Representasi submikroskopik yang disajikan mampu membantu peserta didik memahami konsep Kedalaman materi reaksi redoks telah sesuai dengan kompetensi Keluasan materi reaksi redoks telah sesuai dengan kompetensi Penyajian materi reaksi redoks disusun secara sistematis Kejelasan penyajian materi reaksi redoks Materi yang disajikan mampu membantu peserta didik memahami konsep reaksi redoks

7

2 3 4 5

6

8 9 10 11 12 13

Keakuratan materi

Evaluasi belajar

Tata bahasa

Konsep dan prinsip reaksi redoks telah akurat Definisi istilah dari materi reaksi redoks telah akurat Akurasi contoh reaksi redoks yang digunakan Akurasi pertanyaan dengan materi reaksi redoks Pertanyaan-pertanyaan untuk merangsang  pemahaman peserta didik terhadap materi mengarah pada materi Kejelasan kalimat yang digunakan dalam menjelaskan materi reaksi redoks Ketepatan kalimat yang digunakan dalam menjelaskan materi reaksi redoks Kesesuaian penggunaan bahasa dengan tingkat  berfikir peserta didik

14 15 16 17 18 19 20 21

Tabel 3. Kisi – Kisi Instrumen Angket Validasi Ahli Media

Aspek yang Dinilai Kesesuaian desain

Representasi submikroskopik

 Design dan layout multimedia

Penggunaan audio/suara

 No Butir Soal Kesesuaian desain dengan karakteristik peserta 1 didik Kesesuaian ukuran tampilan multimedia flipbook  2 Gambar, video, atau animasi yang digunakan sudah menampilkan reaksi redoks pada tingkat 3  partikel/atom Pemilihan gambar, video, atau animasi yang digunakan untuk menampilkan reaksi redoks pada 4 tingkat partikel/atom sudah tepat Gerakan atom, molekul, dan ion pada animasi 5 terlihat jelas Ukuran dan warna atom, molekul, dan ion pada 6 animasi sudah sesuai dan terbaca dengan baik Gambar, video, atau animasi yang digunakan untuk menampilkan reaksi redoks secara 7 representasi submikroskopik menarik Kemenarikan desain tampilan 8 Kemenarikan gambar, video, dan animasi 9 Ketepatan ukuran gambar, video, dan animasi 10 Perpaduan warna yang digunakan menarik 11 Ketepatan penggunaan audio (narasi, sound, effect, 12  backsound, musik) Volume audio yang digunakan sudah sesuai (tidak 13 terlalu keras/tidak terlalu pelan) Kejernihan suara narasi yang digunakan dalam 14 video atau animasi Kejelasan narasi yang digunakan dalam video atau 15 animasi Indikator

Kemudahan navigasi

Tombol-tombol yang digunakan sudah berfungsi dan terlihat dengan jelas

Tombol-tombol yang digunakan mudah untuk dioperasikan Variasi huruf yang digunakan telah sesuai dan terbaca dengan baik Ukuran huruf pada tampilan petunjuk penggunaan Tipografi terlihat jelas dan dapat terbaca dengan baik Perpaduan warna teks pada tampilan sudah serasi dan terlihat jelas  produk pengembangan mudah dipoerasikan pada Kompatibilitas  berbagai perangkat elektronik (laptop, komputer, handphone, tablet)  b. Angket Respon Pendidik/Guru

16 17 18 19 20

21

Tabel 4.Kisi – Kisi Instrumen Angket Respon Guru

Aspek yang Dinilai

Indikator 

Kesesuaian materi reaksi redoks dengan kompetensi dan indikator pembelajaran Kejelasan materi reaksi redoks yang tersaji Materi Kelengkapan materi reaksi redoks yang disajikan Sistematika penyajian materi sudah benar Kesesuaian penggunaan gambar, animasi, dan video dengan materi reaksi redoks Gambar, animasi, dan video yang digunakan telah menampilkan reaksi redoks pada tingkat  partikel/atom Gambar, animasi, dan video yang digunakan jelas dalam menampilkan reaksi redoks pada tingkat Representasi submikroskopik  partikel/atom Gambar, animasi, dan video yang digunakan mudah dipahami Gerakan atom, molekul, dan ion dalam animasi atau video yang ditampilkan terlihat jelas Gambar, animasi, dan video yang digunakan mampu meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi reaksi redoks Petunjuk penggunaan mudah dipahami kemudahan Kemudahan mengoperasikan sajian animasi, dan  penggunaan video multimedia Kemudahan penggunaan tombol navigasi Kejelasan

Kejelasan petunjuk penggunaan multimedia

 No Butir Soal 1 2 3 4 5 6

7 8 9 10 11 12 13 14

 petunjuk dan isi Penggunaan  bahasa Penggunaan audio

 Design Evaluasi belajar

c.

Kejelasan teks/tulisan dalam multimedia Gambar, video, atau animasi yang disajikan jelas Bahasa dan teks yang digunakan sederhana dan mudah dipahami Volume musik/backsound yang digunakan sudah sesuai (tidak terlalu keras/tidak terlalu pelan) Kejelasan pelafalan narasi pada video yang ditampilkan Volume narasi pada video yang ditampilkan sudah sesuai Kemenarikan tampilan

15 16 17 18 19 20 21

Pertanyaan untuk merangsang pemahaman peserta didik telah mengarah pada materi reaksi redoks

22

Angket Respon Peserta Didik  Angket respon peserta didik digunakan untuk mengetahui respon

 peserta didik terhadap multimedia yang dikembangkan. Angket respon  peserta didik dibuat dengan didasarkan pada skala Likert dengan empat aspek penilaian. Setiap aspek memiliki skor maksimum 4 dan minimum 1. Adapun penggunaan skala 4-1 untuk setiap jawaban responden yakni: (1) Sangat Setuju (SS) diberi skor 4 (2) Setuju (S) diberi skor 3 (3) Tidak Setuju (TS) diberi skor 2 (4) Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1 Tabel 6. Kisi – Kisi Instrumen Angket Respon Peserta Didik

Aspek yang Dinilai kemudahan  penggunaan multimedia Kejelasan  petunjuk dan isi Representasi

Indikator Petunjuk penggunaan mudah dipahami Sajian animasi, simulasi, dan video mudah dioperasikan Tombol navigasi mudah digunakan Kejelasan petunjuk penggunaan Kejelasan teks/tulisan dalam multimedia Penggambaran atom, molekul, dan ion dalam

 No Butir Soal 1 2 3 4 5 6

submikroskopik

Kejelasan materi Penggunaan  bahasa

Penggunaan audio

 Design multimedia Kompatibilitas

Pemahaman konsep peserta didik

Motivasi

animasi dan video yang terdapat pada multimedia  jelas Penjelasan reaksi redoks dengan menggunakan gambar, video dan animasi dalam multimedia mudah dipahami Materi jelas dan mudah dipahami Bahasa dan teks yang digunakan sederhana dan mudah dipahami Musik   /backsound   yang digunakan tidak mengganggu konsentrasi peserta didik saat belajar Volume musik/backsound yang digunakan sudah sesuai (tidak terlalu keras/tidak terlalu pelan) Kejelasan pelafalan narasi pada video atau animasi yang ditampilkan pada multimedia Volume narasi pada video atau animasi yang ditampilkan pada multimedia sudah sesuai Kemenarikan tampilan dari multimedia mudah dioperasikan pada berbagai perangkat elektronik (laptop, komputer, handphone, tablet) Multimedia mempermudah peserta didik memahami materi reaksi redoks Peserta didik dapat menjelaskan perbedaan antara reaksi reduksi dan oksidasi setelah mengunakan multimedia ini Peserta didik dapat menentukan bilangan oksidasi dari suatu unsur setelah mengunakan multimedia ini Peserta didik senang belajar reaksi redoks menggunakan multimedia ini Multimedia ini membuat peserta didik lebih semangat belajar

7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

18 19 20

1.3.5 Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh selama pengumpulan data dari responden dianalisis dengan teknik diskriptif naratif. Angket Validasi terhadap multimedia  flipbook  pada level submikroskopik oleh validator ahli materi dan ahli media dianalisis menggunakan teknik deskriptif naratif. Validator

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF