profesi kependidikan

November 10, 2017 | Author: CANDERA | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download profesi kependidikan...

Description

pendidikan ekonomi kelas b’08

PROFESI PENDIDIKAN portopolio Dosen Pengampu: Drs. Fachruddin Saudagar, M.Pd

editor: Mister Candera A1A108038

2010

universitas jambi

2

PROFESI PENDIDIKAN portopolio

Dosen Pengampu: Drs. Fachruddin Saudagar, M.Pd editor: Mister Candera A1A108038

UNIVERSITAS JAMBI

3

Hak cipta dilindungi: Dilarang keras memperbanyak, memfotocopi sebagian atau seluruh Isi buku ini, serta memperjualbelikannya tanpa mendapat izin tertulis dari Penulis/editor

©2010, penulis/editor, Jambi Judul buku

: Strategi Industrialisasi Indonesia

Penulis

: Tim kerja Pendidikan Ekonomi PIPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi

Editor

: Mister Candera Telp. 0852 66993746 Email: [email protected]

4

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr wb Pertama dan yang paling utama, penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya dalam memudahkan penyusunan portopolio tentang profesi kependidikan ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata kuliah profesi kependidikan yaitu Bapak Drs. Fachruddin Saudagar.M.Pd serta tim jajaran mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi Pendidikan Ekonomi Angkatan 2008 yang telah berpartisifasi dalam penyusunan portopolio ini. Portopolio ini disusun dan disederhanakan oleh penulis agar para pembaca dapat lebih mudah mempelajari, memahami, serta mengaplikasikan pelajaran yang tersirat ataupun tersurat secara lebih profesional. Akhirnya, sebagai manusia biasa yang pastinya tidak luput dari kesalahan serta kekhilafan baik itu tulisan, susunan kata-kata yang belum sempurna. Penulis mengharapkan kepada semua pembaca untuk dapat memberikan kritik ataupun saran yang membangun sebagai acuan dalam penyusunan selanjutnya. Jambi, penulis

2010

5

DAFTAR ISI

1. NILAI-NILAI PENDIDIKAN

2. LEMBAGA SEKOLAH 3. KESEJAHTERAAN GURU 4. PEMBELAJARAN 5. MODEL PEMBELAJARAN 6. PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL TERPADU 7. PEMBELAJARAN KOOPERATIF 8. METODE DISKUSI 9. DALAM PEMBELAJARAN 10. METODE DIKTE 11. METODE PEMBERIAN TUGAS 12. PENGEMBANGAN DAN PERENCANAAN KURIKULUM 13. KOMPETENSI PEDAGOGIK 14. BIMBINGAN KONSELING 15. PENGAJARAN REMEDIAL 16. PENILAINAN PORTOFOLIO 17. MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT SEKITAR SEKOLAH 18. MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH 19. MANAJEMEN STRATEGI DAN MUTU TERPADU 20. MANAJEMEN KONFLIK 21. MENYELENGGARAKAN RAPAT DI SEKOLAH

6

PEMBAHASAN I NILAI-NILAI PENDIDIKAN

A.

NILAI ESTETIKA PENDIDIKAN Bahasa menunjukkan cerminan pribadi seseorang. Karakter, watak, atau pribadi

seseorang dapat diidentifikasi dari perkataan yang ia ucapkan. Penggunaan bahasa yang lemah lembut, sopan, santun, sistematis, teratur, jelas, dan lugas mencerminkan pribadi penuturnya berbudi. Sebaliknya, melalui penggunaan bahasa yang sarkasme, menghujat, memaki, memfitnah, mendiskreditkan, memprovokasi, mengejek, atau melecehkan, akan mencitrakan pribadi yang tak berbudi. Bahasa memang memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional. Begitu pentingnya bahasa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu suatu kebijakan yang berimplikasi pada pembinaan dan pembelajaran di lembaga pendidikan. Salah satu bentuk pembinaan yang dianggap paling strategis adalah pembelajaran bahasa Indonesia, bahasa Sunda, bahasa Jawa, dan bahasa lainnya di sekolah. Dalam KTSP, bahasa Indonesia termasuk dalam kelompok mata pelajaran estetika. Kelompok ini juga merupakan salah satu penyangga dari kelompok agama dan akhlak mulia. Ruang lingkup akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral. Kelompok mata pelajaran estetika sendiri bertujuan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan itu mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mesyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis. Tujuan rumpun estetika tersebut dijabarkan dalam pembelajaran yang bertujuan agar peserta didiknya memiliki kemampuan antara lain •

Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik

secara lisan maupun tulis •

Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta

kematangan emosional dan sosial. Tujuan tersebut dilakukan dalam aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

7

B.

NILAI-NILAI MORAL PENDIDIKAN Konflik batin dialami sejumlah siswa SMA beberapa menit setelah mendengarkan

pelajaran tentang nilai-nilai moral. Dalam ruang kelas, guru memperkenalkan dan mengajarkan nilai saling menghargai, menghormati sesama, menghindari tindak kekerasan, hidup jujur, dan berlaku adil. Di luar kelas, mereka menyaksikan peristiwa perendahan martabat manusia, tawuran antarrekan pelajar, pemuda mengejek pemudi yang sedang lewat, tindak kekerasan oleh preman, oknum penguasa, korupsi di depan umum (bdk. Seminar Perguruan MTB "Kecerdasan Emosional dan Penanaman Nilai-nilai Moral dalam Konteks Pembelajaran Siswa"di Pontianak, 17-18/10/ 2003). Kontradiksi dan disintegrasi antara pendidikan nilai moral di ruang sekolah (kadang nilai ini tidak pernah ditanamkan!) dan keadaan dalam masyarakat muncul karena beberapa alasan. Pertama, penanaman nilai moral dalam dunia pendidikan formal umumnya masih berupa seperangkat teori mentah, terlepas dari realitas hidup masyarakat. Kurang digali akar terjadinya diskoneksitas antara penanaman nilai moral dan praksis hidup moral dalam masyarakat. Kedua, sebagai lembaga formal yang menyiapkan peserta didik untuk bertindak dan mentransformasi diri sesuai nilai-nilai moral, ternyata sekolah belum memiliki jaringan kerja sama yang erat dengan keluarga asal peserta didik, lembaga pemerintah, nonpemerintah, dan seluruh masyarakat. Ketiga, adanya kesenjangan pandangan hidup antara mereka yang menjunjung tinggi dan melecehkan pesan moral dalam hidup sosial sehari-hari. Masih tumbuh subur kelompok sosial yang menghalalkan dan merestui segala cara dan jalan mencapai sasaran yang digariskan. Nilai-nilai moral yang perlu disosialisasikan dan diterapkan di masyarakat kita dewasa ini umumnya mencakup: Pertama, kebebasan dan otoritas: kebebasan memiliki makna majemuk dalam proses pendidikan formal, nonformal, dan informal. Selama hayat dikandung badan, tak seorang pun memiliki kebebasan mutlak. Manusia perlu berani untuk hidup dan tampil berbeda dari yang lain tanpa melupakan prinsip hidup dalam kebersamaan. Kebebasan manusia pada hakikatnya bukan kebebasan liar, tetapi kebebasan terkontrol. Kebebasan tanpa tanggung jawab mengundang pemegang

8

roda pemerintahan dalam republik ini untuk menyelewengkan kuasa mereka demi kepentingan terselubung mereka. Kekuasaan yang seharusnya diterapkan adalah kekuasaan nutritif yang menyejahterakan hidup rakyat banyak; Kedua, kedisiplinan merupakan salah satu masalah akbar dalam proses membangun negara ini. Kedisiplinan rendah! Sampah bertebaran, para pemegang kuasa menunjukkan posisi mereka dengan menggunakan "jam karet", aturan lalu lintas tak pernah sungguh-sungguh ditaati, tidak sedikit polantas hanya duduk-duduk di bawah pondok di sudut dan mengintai pelanggar lalu lintas; kedisiplinan mengatur lalu lintas memprihatinkan; banyak oknum disiplin dalam tindak kejahatan, seperti korupsi; kedisiplinan dalam penegakan hukum positif terasa lemah sehingga kerusuhan sosial sering terulang di beberapa tempat. Ketiga, nurani yang benar, baik, jujur, dan tak sesat berperan penting dalam proses sosialisasi nilai moral dalam negara kita. Hati nurani perlu mendapat pembinaan terus-menerus supaya tak sesat, buta, dan bahkan mati. Para pemegang roda pemerintahan negara kita, para pendidik, peserta didik, dan seluruh anasir masyarakat seharusnya memiliki hati nurani yang terbina baik dan bukan hati nurani "liar" dan sesat. Keadaan sosial negara kita kini adalah cermin hati nurani anakanak bangsa. Penggelapan dan permainan uang oleh pegawai-pegawai pajak, "pembobolan" uang di bank menunjukkan nurani manusia yang kian korup (bdk. John S Brubacher, Modern Philosophies of Education, New York: McGraw-Hill Book Company, 1978). Ternyata bukan tanpa halangan untuk menjalankan pendidikan nilai-nilai moral di tengah kurikulum pendidikan formal yang terasa "mencekik". Bagaimanakah seorang pendidik bisa menanamkan nilai moral dalam sebuah kurikulum demikian? Ada beberapa kemungkinan. Pertama, terbuka peluang bagi pendidik untuk menggali dan menanamkan nilai-nilai moral di bidang pelajaran yang dipegang selama ini. Kedua, pendidik bisa menyisipkan

ajaran

tentang

nilai

moral

melalui

mitos-mitos

rakyat.

Ketiga,

kejelian/kreativitas pendidik menggali identitas nilai moral. Jelas, penanaman nilai-nilai moral dalam dunia pendidikan formal sama sekali tak bersifat otonom, tetapi selalu terkait dunia lain di luar lingkaran dunia pendidikan formal. Lingkungan keluarga, pengusaha, RT, lurah, camat, bupati, wali kota, gubernur, penagih pajak, imigrasi, polisi, tentara, jaksa, pengadilan (negeri, tinggi), Mahkamah Agung, kabinet, dan presiden seharusnya memiliki dan menghidupi perilaku yang benar-benar mendukung proses penanaman, penerapan, dan sosialisasi nilai-nilai moral yang digalakkan para pendidik. Pemerintah dan masyarakat diharapkan menjadi sekolah yang dapat mensosialisasikan (terutama dalam arti menghidupi) pendidikan nilai-nilai moral.

9

C.

Nilai Sosial Pendidikan Beranjak dari berbagai pemahaman mengenai paradigma pengajaran, hingga saat ini

saya belum ingin mengatakan pengajaran itu sebagai pendidikan, Indonesia saat ini dalam kaitannya dengan proses transformasi nilai-nilai etika lingkungan, perlu kiranya kita menengok ke dalam diri kita, mengingat kembali pengalaman-pengalaman saat kita diajar. Sejauh ini, pola pengajaran pada lembaga-lembaga pengajaran di Indonesia cenderung mengarahkan peserta ajar untuk sekadar tahu dan hapal mengenai hal-hal yang berkenaan dengan lingkungan agar hasil ujiannya baik. Pada sebuah diskusi mengenai adaptasi perubahan iklim melalui sektor pendidikan di Bogor beberapa waktu yang lalu, seorang peserta diskusi memaparkan pengalamannya belajar di sebuah institusi perguruan tinggi yang banyak mengajarkan tentang aspek-aspek lingkungan, namun dia merasa sistem pengajaran yang diterapkan di perguruan tinggi tersebut belum, bila tidak ingin dikatakan tidak, mampu menumbuhkan dan mengembangkan kepekaan dan kesadaran peserta ajar pada lingkungan walaupun ilmuilmu yang diajarkan adalah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan lingkungan. Lalu apa dan atau siapa yang salah? Objektifikasi peserta ajar, ketidakmampuan pengajar dalam mentransformasi nilai-nilai etika lingkungan, sistem pengajaran, atau kurikulumnya yang salah? Objektifikasi peserta ajar. Hal ini dimengerti bahwa selama ini, peserta ajar adalah objek atas transfer ilmu dari subjek yang bernama pengajar. Peserta ajar ,saat ini, jarang sekali dilibatkan dalam diskusi-diskusi atau diajak berdiskusi mengenai hal-hal yang mengarah pada pengembangan kreatifitas, kekritisan, dan kesadaran peserta ajar atas contoh- contoh kasus yang, harapannya, disampaikan oleh pengajar. Pengajar seperti melakukan teater monolog di mana peserta ajar duduk termangu menonton pengajarnya bermonolog. Ketidakmampuan pengajar dalam mentransformasikan nilai-nilai etika lingkungan. Tingkat kepakaran pengajar pada suatu bidang kadang kala membuat sang pengajar enggan untuk mentransformasikan hal-hal di luar bidang yang dikuasainya, terlebih lagi hal itu dianggap bertentangan dengan bidang yang digelutinya selama ini. Selain itu, hal tersebut pun terjadi karena sang pengajar pun belum memperoleh pengetahuan, atau belum mengaktualisasikan, nilai-nilai etika lingkungan, sehingga tentunya ia tidak mampu untuk mentransformasikan nilai-nilai etika lingkungan kepada peserta ajar. Sistem pengajaran. Sebagaimana telah dijelaskan pada pengantar tulisan ini, sistem pengajaran di Indonesia saat ini hanya mampu membentuk peserta ajar menjadi robot-robot

10

di mana orangtua sebagai pengendalinya dan pengajar sebagai benda yang memancarkan gelombang (kurikulum) untuk akhirnya ditangkap oleh sensor yang ada di otak peserta ajar. Akan baik kiranya bila orang tua mengarahkan anaknya untuk mengembangkan, kepekaan, kesadaran, wawasan dan kreatifitas anaknya terhadap nilai-nilai lingkungan dan didorong pula oleh pengajar dengan memberikan materi yang merangsang peserta ajarnya untuk kritis dan kreatif. Namun pada kenyataannya, saat ini hal itu masih sangatlah jarang ditemui, apalagi bila kita melihat di sekolah-sekolah maupun perguruan-perguruan tinggi negeri. Kurikulumnya yang salah? Lancang memang bila saya memasuki wilayah yang notabene dikuasai oleh pemerintah dan lebih lancang lagi sepertinya bila saya menganggap kesalahan kurikulum ini adalah kesalahan pemerintah. Penandatanganan nota kesepahaman antara Menteri Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan Nasional tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup pada tanggal 3 Juni 2005 merupakan langkah awal yang baik dilakukan oleh pemerintah sebagai langkah awal terintegrasinya nilai-nilai etika lingkungan ke dalam kurikulum pendidikan nasional. Namun perlu kita ingat bahwa apapun kebijakan pemerintah yang dibuat, bila tidak diselaraskan dengan pencerabutan keadaan struktural sistem pendidikan Indonesia yang telah begitu mengakar dan sulit diubah, tidak akan mampu mengubah paradigma pendidikan Indonesia yang masih hanya mengedepankan transfer pengetahuan hingga saat ini.

D.

Pergeseran Nilai Pendidikan “Tidak semua yang dapat menghitung dapat dihitung, dan tidak semua yang dapat

dihitung dapat menghitung.”(Einstein) Apa sebenarnya tujuan utama siswa sekolah menempuh ujian? mendapat kelulusan? pasti. Mendapatkan nilai yang tinggi? Tentu.Di belahan dunia manapun ketika seorang siswa menempuh ujian, 2 hal diataslah yang mereka cari. Tetapi adakah relevansi antara nilai dengan mutu pendidikan?Secara rasio jelas ada. Ketika seorang siswa mampu mendapatkan nilai bagus dalam ujian, dirinya akan dianggap berhasil.Setuju.Tetapi ketika seorang siswa tidak mampu mendapatkan nilai yang bagus dan kemudian serta merta di sebut gagal, tentu hal ini tidak bisa diterima begitu saja. Ketika pendidikan hanya sebatas ukuran numerik, maka pendidikan sudah tidak ada arti lagi. Ilmu menjadi barang mati yang tiada guna. Karena sudah menjadi barang mati maka yang ada adalah kecurangan dan kecurangan.Siswa seperti diajak berjuang untuk mendapatkan sebuah benda yang tidak ada artinya, hingga dihalalkan segala cara untuk meraihnya dan setelah diraih dibuang begitu.

11

Pendidikan adalah jiwa, pendidikan adalah norma, pendidikan adalah batu asah yang mengkilapkan mutiara bakat yang bersembunyi di dalam diri siswa. Ilmu itu yang akan mengeksistensikan dirinya sebagai anggota keluarga, warga masyarakat, warga bangsa dan dunia. Bukan sekedar deretan angka-angka mati yang tercatat dalam sertifikat kelulusan. Jauh lebih dari sekedar itu. Tubuh boleh hancur oleh kematian tetapi ilmu tidak. Ilmu tidak akan mati selama ilmu itu masih terpakai di dunia. Seorang Thomas Alva Edison bukanlah seorang yang bernilai tinggi di sekolahnya.Pada masa kecilnya di Amerika Serikat, Edison selalu mendapat nilai buruk. Oleh karena itu ibunya memberhentikannya dari sekolah dan mengajar sendiri di rumah. Atau Albert einstein, dia tergolong sebagai siswa yang lambat di sekolahnya. Tetapi lihat, apa yang sudah mereka hasilkan? mereka ‘gagal’ di sekolah dan menjadi orang yang sangat berjasa di dunia. Sampai sekarang penemuannya terus dipakai orang. Pergeseran nilai. Saya sebut gejala seperti ini dengan pergeseran nilai. Pergeseran nilai pendidikan dari ilmu menjadi sekedar teori dan angka. Yang para siswa kejar sekarang ini adalah angka, bukan ilmu. Gejala pergeseran nilai seperti ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara maju seperti Jepang, Eropa atau Amerika yang notabene sudah berpengalaman mencetak ilmuwan-ilmuwan bertaraf dunia. Pergeseran nilai ini mengakibatkan guncangan yang dahsyat dalam dunia pendidikan. Materialisme adalah contoh nyata dari dampak adanya goncangan ini yang selanjutnya disusul dengan perubahan mental anak didik, semula ia berangkat dari rumah untuk mengejar ilmu berubah niat menjadi pengejar nilai. Yang berbahaya lagi hal seperti ini tidak disadarinya, bahkan oleh orang tuanya sekalipun, mungkin karena tren jaman sudah seperti itu keadaannya. Kasus-kasus depresif pembantaian pelajar di sekolah yang dilakukan oleh seorang siswa yang biasanya kemudian disusul bunuh diri si pelaku atau kasus bunuh diri pelajar-pelajar Jepang yang kian mengkhawatirkan adalah juga dampak dari goncangan karena pergeseran nilai yang sedang terjadi. Bukannya mau menafikan peranan pendidikan sebagai unsur pencetak ilmu pengetahuan, namun ketika pergeseran-pergeseran nilai seperti ini terjadi kita wajib merasa khawatir akan dunia pendidikan kedepan. Melihat pada sisi lain dari sekolah sebagai sarana pendidikan adalah hal yang sudah saatnya harus kita lakukan sekarang saya rasa. Jangan sampai pendidikan justru menjadi tempat awal tumbuhnya nilai-nilai asusila dan kecurangan dalam diri anak. Kebesaran hati dan penanaman kepahaman yang mendalam dan kontinyu tentang ilmu kepada anak adalah suatu tindakan yang mestinya harus dilakukan orang tua terhadap anak saat ini. Jangan sampai ilmu kehilangan esensi hakikat

12

dalam diri anak didik. Pengajar, pemerintah dan orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar akan ini. Daftar refrensi http://23veranita.blogspot.com/2008/07/nilai-nilai-pendidikan.html http://umum.kompasiana.com/2009/04/22/pergeseran-nilai-pendidikan/

13

PEMBAHASAN 2 LEMBAGA SEKOLAH

A.

Pengertian Sekolah Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa (atau

"murid") di bawah pengawasan guru. Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal, yang umumnya wajib. Dalam sistem ini, siswa kemajuan melalui serangkaian sekolah. Nama-nama untuk sekolah-sekolah ini bervariasi menurut negara (dibahas pada bagian Daerah di bawah), tetapi umumnya termasuk sekolah dasar untuk anak-anak muda dan sekolah menengah untuk remaja yang telah menyelesaikan pendidikan dasar. Sekolah merupakan sarana yang sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan , seperti yang sudah dikemukakan bahwa karena kemajuan zaman keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi generasi muda terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin maju masyarakat , semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk kedalam proses pembangunan masyarakat itu. Oleh karena itu sekolah sebagai pusat pendidikan mampu melaksanakan fungsi pendidikan secara optimal yaitu mengembangkan kemampuan meningkatkan mutu kehidupan dan martabat bangsa Indonesia. Sekolah adalah lembaga tempat menghasilkan sumber daya manusia atau disebut pula dengan peserta didik atau murid. Tidak mungkin seorang pintar, pandai dan terampil jika tidak dididik, diajar dan dilatih oleh pendidik. Oleh karena itu, sekolah sebagai tempat mendidik di mana peserta didik tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti menjadi mengerti, tidak terampil menjadi terampil. Melalui sumber daya sekolah, masyarakat dapat melatih diri untuk menjadi warga sosial dan warga masyarakat yang terus-menerus meningkatkan ilmu pengetahuan, sikap baru, dan keterampilannya untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Di sanalah, nilainilai kehidupan pribadi dan masyarakat, peluang-peluang pengembangan diri, dan peningkatan produktivitas dapat digali dan dikembangkan. Oleh karena itu, keberadaan sekolah hendaknya dapat dimaknai sebagai salah satu center of excellence terbentuknya manusia-manusia yang lebih kritis dan memiliki keterampilan untuk lebih berkembang. Dalam hal ini, sekolah dapat memberikan nilai tambah bagi semua pihak, baik orang tua peserta didik maupun masyarakat yang tinggal di sekitar sekolah. Mengingat fakta peran sekolah terbatas sebagai tempat pembelajaran dan pertemuan guru dan murid dalam ilmu-ilmu khusus semata, maka kita memerlukan revitalisasi makna strategis sekolah.

14

Oleh sebab itu, sekolah harus dimaknai secara luas, sehingga memberikan kesan, bahwa melalui sekolah memiliki misi untuk menjadi peserta didik, untuk dapat menjadi insan kamil. Sekolah sebagai wadah membentuk karakter pribadi, yang cerdas, pintar, kreatif, inovatif, berbudi pekerti, mandiri, penuh tanggungjawab. Jadi, kita mesti melakukan revitalisasi terhadap sekolah, sehingga sekolah benar-benar menjadi lembaga otonom, yang tentunya menjadi tugas dan tanggungjawab komponen-komponen di dalamnya. Komponen-komponen yang ikut bertanggungjawab terhadap keberlangsungan dan kemajuan sekolah adalah kepala sekolah, guru, karyawan, peserta didik. Tentunya peran orang tua, masyarakat serta pemerintah akan menjadi faktor penentu di dalam keberlangsungan dan kemajuan sekolah. Selain sekolah-sekolah inti, siswa di negara tertentu juga mungkin memiliki akses dan mengikuti sekolah-sekolah baik sebelum dan sesudah pendidikan dasar dan menengah. TK atau pra-sekolah menyediakan sekolah beberapa anak-anak yang sangat muda (biasanya umur 3-5 tahun). Universitas, sekolah kejuruan, perguruan tinggi atau seminari mungkin tersedia setelah sekolah menengah. Sebuah sekolah mungkin juga didedikasikan untuk satu bidang tertentu, seperti sekolah ekonomi atau sekolah tari. Alternatif sekolah dapat menyediakan kurikulum dan metode non-tradisional. Ada juga sekolah non-pemerintah, yang disebut sekolah swasta. Sekolah swasta mungkin untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus ketika pemerintah tidak bisa memberi sekolah khusus bagi mereka; keagamaan, seperti sekolah Islam, sekolah Kristen, hawzas, yeshivas dan lain-lain, atau sekolah yang memiliki standar pendidikan yang lebih tinggi atau berusaha untuk mengembangkan prestasi pribadi lainnya. Sekolah untuk orang dewasa meliputi lembaga-lembaga pelatihan perusahaan dan pendidikan dan pelatihan militer. Dalam homeschooling dan sekolah online, pengajaran dan pembelajaran berlangsung di luar gedung sekolah tradisional.

B.

Sarana Prasarana Sekolah Ukuran dan jenis sekolah bervariasi tergantung dari sumber daya dan tujuan

penyelenggara pendidikan. Sebuah sekolah mungkin sangat sederhana dimana sebuah lokasi tempat bertemu seorang pengajar dan beberapa peserta didik, atau mungkin, sebuah kompleks bangunan besar dengan ratusan ruang dengan puluhan ribu tenaga kependidikan dan peserta didiknya. Berikut ini adalah sarana prasarana yang sering ditemui pada institusi yang ada di Indonesia, berdasarkan kegunaannya: Ruang Belajar

15

Ruang

belajar

adalah

suatu

ruangan

tempat

kegiatan

belajar

mengajar

dilangsungkan. Ruang belajar terdiri dari beberapa jenis sesuai fungsinya yaitu: 1) Ruang kelas atau ruang Tatap Muka, ruang ini berfungsi sebagai ruangan tempat siswa menerima pelajaran melalui proses interaktif antara peserta didik dengan pendidik, ruang belajar terdiri dari berbagai ukuran, dan fungsi. 2) Ruang Praktik/Laboratorium ruang yang berfungsi sebagai ruang tempat peserta didik menggali ilmu pengetahuan dan meningkatkan keahlian melalui praktik, latihan, penelitian, percobaan. Ruang ini mempunyai kekhususan dan diberi nama sesuai kekhususannya tersebut, diantaranya: 3) Laboratorium Fisika/Kimia/Biologi, 4) Laboratorium bahasa, 5) Laboratorium komputer, 6) Ruang keterampilan, dll Kantor Ruang kantor adalah suatu tempat dimana tenaga kependidikan melakukan proses administrasi sekolah tersebut, pada institusi yang lebih besar ruang kantor merupakan sebuah gedung terpisah. Perpustakaan Sebagai satu institusi yang bergerak dalam bidang keilmuan, maka keberadaan perpustakaan sangat penting.Untuk meminjam buku, murid terlebih dahulu harus mempunyai kartu peminjaman agar dapat meminjam sebuah buku. Halaman/Lapangan Merupakan area umum yang mempunyai berbagai fungsi diantaranya: 1) tempat upacara 2) tempat olahraga 3) tempat kegiatan luar ruangan 4) tempat latihan 5) tempat bermain/beristirahat Ruang lain 1) Kantin/cafetaria

16

2) Ruang organisasi peserta didik (OSIS, Pramuka, Senat Mahasiswa, dll) 3) Ruang Komite 4) Ruang keamanan 5) Ruang produksi, penyiaran dll. Sekolah menurut status Menurut status sekolah terbagi dari: 1) Sekolah negeri, yaitu sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah, mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan perguruan tinggi. 2) Sekolah swasta, yaitu sekolah yang diselenggarakan oleh non-pemerintah/swasta, penyelenggara berupa badan berupa yayasan pendidikan yang sampai saat ini badan hukum penyelenggara pendidikan masih berupa rancangan peraturan pemerintah.

C.

Fungsi dan Peranan Sekolah

1. Fungsi Lembaga Sekolah 1) Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan anak didik 2) Spesialisasi dalam bidang pendidikan dan pengajaran 3) Efisiensi. Pendidikan dilakukan dalam program yang tertentu dan sistematis, juga jumlah anak didik dalam jumlah besar akan memberikan efisiensi bagi pendidikan anak dan juga bagi orang tua. 4) Sosialisasi, yaitu proses perkembangan individu menjadi makhluk sosial yang mampu beradaptasi dengan masyarakat. 5) Konservasi dan transmisi kultural, yaitu pemeliharaan warisan budaya. Dapat dilakukan dengan pencarian dan penyampaian budaya pada anak didik selaku generasi muda. 6) Transisi dari rumah ke masyarakat. Sekolah menjadi tempat anak untuk melatih berdiri sendiri dan tanggung jawab anak sebagai persiapan untuk terjun ke masyarakat. Adapun fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan antara lain :

17

Sekolah mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan , dan diharapkan anak yang telah menyelesaikan sekolahnya dapat melakukan sesuatu pekerjaan atau paling tidak sebagai dasar dalam mencari pekerjaan. 1) Sekolah memberikan ketrampilan dasar 2) Sekolah membuka kesempatan memperbaiki nasib 3) Sekolah menyediakan tenaga pembangunan 4) Sekolah membentuk manusia sosial Peranan Lembaga Sekolah 1) Tempat anak didik belajar bergaul, baik sesamanya, dengan guru dan dengan karyawan. 2) Tempat anak didik belajar mentaati peraturan sekolah. 3) Mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama, bangsa dan agama. 2. Tanggung Jawab Sekolah 1) Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut ketentuan yang berlaku. 2) Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingkat pendidikan. 3) Tanggung jawab fungsional adalah tanggung jawab profesional pengelola dan pelaksana pendidikan yang menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan jabatannya.

Peran Lembaga Sekolah Dalam Mensukseskan Program Pendidikan 9 Tahun Lembaga sekolah sebagai transformasi tempat penyelenggaraan proses mengajar yang didalamnya sudah dilengkapi dengan kurikulum, guru, sumber, sarana dan prasarana dituntut berperan lebih besar dalam upaya menyukseskan wajib belajar sembilan tahun tersebut. Tetapi harus ditemukan dahulu hambatan-hambatan terhadap lajunya program tersebut, selanjutnya setelah ditemukan hambatan-hambatan dalam program wajib belajar sembilan tahun, maka perlu adanya tindakan-tindakan untuk mencari jalan keluar yang tepat guna dan berhasil guna. Dibawah ini ada beberapa pendekatan yang dapat ditempuh oleh lembaga-lembaga sekolah terutama guru-guru yang mungkin dapat membantu menyukseskan program tersebut, diantaranya :

18

1) Memperkenalkan program wajib belajar sembilan tahun kepada murid dan orang tua dengan jelas sehingga mereka mengerti maksud dan tujuannya. 2) Memperkenalkan jalur pendidikan formal sejak TK sampai perguruan tinggi, termasuk perbedaan dan penggolongan sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah menengah umum dan kejuruan, perbedaan akademi, institute, dan universitas. 3) Memperkenalkan tujuan tiap-tiap jenjang pendidikan dengan sederhana tapi jelas. 4) Memperkenalkan pendidikan seumur hidup ( long life education ) kepada muridmurid dengan maksud dan tujuannya. 5) Perlu adanya kekompakan dan persamaan persepsi antara semua personal sekolah dalam memberikan arahan kepada murid dan dilakukan secara terus menerus. 6) Mengusahakan agar semua murid bergairah dalam belajar dengan jalan mengajar yang tepat yang disajikan dengan segar sehingga terhindar dari anak-anak yang mendapat kesulitan dalam belajar, lebih-lebih anak-anak yang membenci pelajaran dan gurunya. 7) Memberikan perhatian khusus kepada anak-anak yang kemungkinan besar tidak melanjutkan sekolah dengan jalan memberikan rangsangan ( stimulus ) dan semangat ( motivasi ) serta mengadakan pendekatan kepada orang tuanya. 8) Memberikan jalan keluar kepada anak-anak yang setelah melalui berbagai macam cara tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke sekolah formal. Mereka dapat diarahkan ke pesantren-pesantren , mengikuti kursus-kursus keterampilan dan lain sebagainya. 9) Tidak terlalu membebankan pembiyayaan kepada anak-anak yang perekonomian orang tuanya di bawah standar, terutama dalam pembayaran sumbangan pembiyayan pendidikan ( SPP ) apalagi sekarang sudah disumbang oleh pemerintah yang disebut dana BOS ( bantuan operasi Sekolah ).

Daftar refrensi http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah http://www.balinter.net/news_226_Peranan_sekolah_di_dalam_Pendidikan.html http://meetabied.wordpress.com/2009/10/30/fungsi-dan-peranan-lembaga-pendidikan/ http://lalansupiani.wordpress.com/2008/09/13/peranan-guru-sebagai-direktur-belajar/ http://www.riaumandiri.net/rm/index.php? option=com_content&view=article&id=61:peran-strategis-sekolah&catid=64:cakap-lepas 2010

19

PEMBAHASAN 3 TEORI-TEORI DALAM PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

PENGERTIAN KEPRIBADIAN 1. Pengertian kepribadian secara umum Kepribadian (personality) bukan sebagai bakat kodrati, melainkan terbentuk oleh proses sosialisasi. Kepribadian merupakan kecenderungan psikologis seseorang untuk melakukan tingkah laku social tertentu, baik berupa perasaan, berpikir, bersikap, dan berkehendak maupun perbuatan. Definisi kepribadian menurut beberapa ahli antara lain sebagai berikut 2. Pengertian kepribadian menurut pengertian sehari-hari Lambat laun kata persona (personality) berubah istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima individu dari kelompok atau masyarakat. Sehingga kemudian individu diharapkan akan berperilaku sesuai dengan peran atau gambaran sosial yang diterimanya. Pengertian ini biasanya muncul dengan ungkapan seperti: “Didi berkepribadian pahlawan.” Atau “Dewi berkepribadian kartini sejati.” Disamping itu kepribadian sering diartikan dengan ciri-ciri yang menonjol pada diri individu, seperti kepada orang yang pemalu dikenakan atribut “berkepribadian pemalu”. Kepada orang supel diberikan atribut “berkepribadian supel” dan kepada orang yang plin-plan, pengecut, dan semacamnya diberikan atribut “tidak punya kepribadian”. 3. Pengertian kepribadian menurut para ahli a. Menurut Horton (1982) Kepribadian adalah keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi dan temparmen seseorang. Sikap perasaan ekspresi dan tempramen itu akan terwujud dalam tindakan seseorang jika di hadapkan pada situasi tertentu. Setiap orang mempunyai kecenderungan prilaku yang baku, atau pola dan konsisten, sehingga menjadi ciri khas pribadinya. b. Menurut Schever Dan Lamm (1998) Mendevinisikan kepribadian sebagai keseluruhan pola sikap, kebutuhan, ciri-ciri kas dan prilaku seseorang. Pola berarti sesuatu yang sudah menjadi standar atau baku,

20

sehingga kalau di katakan pola sikap, maka sikap itu sudah baku berlaku terus menerus secara konsisten dalam menghadapai situasi yang di hadapi. c. Yinger Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan system kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian instruksi. d. M.A.W Bouwer Kepribadian adalah corak tingkah laku social yang meliputi corak kekuatan, dorongan, keinginan, opini dan sikap-sikap seseorang. e. Cuber Kepribadian adalah gabungan keseluruhan dari sifat-sifat yang tampak dan dapat dilihat oleh seseorang. f. Theodore R. Newcombe Kepribadian adalah organisasi sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku. Zaman ini, pada umumnya orang tidak dapat melakukan segala sesuatu dengan kepribadianya sendiri tetapi kepribadian itu sangat di pengaruhi oleh kebudayaan. Salah satu contoh yang membuktikan bahwa kepribadian di pengaruhi oleh kebudayaan adalah, dulu masyarakat Indonesia pada umumnya tidak pernah mengenakan pakayan seksi, sangat sopan santun ketika bertemu atau akan melewati depan orang yang lebih tua dan sangat menjaga perasaan orang lain Hal ini di laksanakan tampa ada peraturang namun dengan kesadaran daripada pribadi seseorang. Tetapi yang kita temukan sekarang adalah, banyaka sekali perilaku yang terjadi dan itu sangat bertentangan dengan kepribadian seseorang pada zaman dulu, ini semua terjadi karena pemanasan global dan perkembangan budaya atau pertukaran budaya antar suatu kelompok suku, bangsa, bahasa, dan benua dapat mempengaruhi kepribadian seseorang.

KEPRIBADIAN ANAK Kepribadian adalah kumpulan karakter yang ada dalam diri setiap orang yang membedakan satu orang dengan lainnya. Kepribadian ini akan berpengaruh pada cara seseorang berpkir,bersikap dan bertindak. Kepribadian diyakini telah ada dalam dirisejak lahir dan kemudian berkembang dalam interaksi dengan lingkungan. Pembentukan gaya pribadi merupakan hasil pengaruh dari percampuran dua factor,yakni genetic dan

21

lingkungan. Karenanya,hal tersebut bisa diamati sejak bayi. Selanjutnya perkembangan karakteristik itu sangat bergantung pada respons lingkungan. Bila memberikan respons positif, tentu saja gaya pribadi ini akan dipertahankan. Sebaliknya bila negative,si individu cenderung akan menggunakan gaya pribadi dari pasangan sebaliknya. 1. Ekstrover (E): Si Banyak Bicara Bila anda lebih memilih memerhatikan dunia luar seperti orang-orang,kegiatan dan benda-benda,anda termasuk si ekstrover. Karena itu,para ekstrover mendapatkan energi dari kebersamaan dengan orang lain dan ikut terlibat dalam kegiatan. Semakin sering dilakukan,si ekstrover semakin bersemangat,energinya pun semakin besar. Hal sebaliknya akan terjadi bila si ekstrover harus berada dalam situasi sendiri. Mereka yang ekstrover terlihat

dari

cirri-cirinya

yang

ramah

dan

mudah

bergaul,antusias,menikmati

interaksi,memahami dunia dengan mengalami,suka bicara dan diskusi,bahkan kerap menuturkan pemikirannya lewat bicara,karenanya dikenal sebagai si banyak bicara. 2. Introver(I): Si Perenung Sebaliknya bila focus perhatian anda adalah dunia di dalam diri berupa konsepkonsep dan ide,anda termasuk si introver.Orang-orang introvert mendapatkan energinya bila mereka diizinkan untuk sendiri dan melakukan hal-hal yang terkait dengan perenungan atau pemikiran sendiri.Interaksi dengan banyak orang sekaligus akan membuat si introvert merasa kehabisan energi.Karena itu sikap-sikap yang tampak dari si introvert adalah lebih suka melakukan segala sesuatunya sendiri,banyak berpikirsebelum bertindak atau berbicara,lebih suka menuangkan pikiran dan perasaannya tanpa bicara,dan menikmati kegiatan merenung,maka ia dikenal sebagai si perenung. Meski saling berlawanan,pasangan dimensi ini saling membutuhkan. Ekstrover membutuhkan introvert untuk melihat hal yang lebih mendalam dari suatu konsep dan memikirkan segala kemungkinan sebelum bertindak. Sementara introvert membutuhkan ekstrover untuk dapat lebih cepat bertindak dan melakukan banyak hal sekaligus.

A. STRUKTUR KEPRIBADIAN Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (Conscious), pra sadar (Preconscious), dan tidak sadar (Unconscious). Alam sadar adalah apa yang anda sadari pada saat tertentu, penginderaan langsung, ingatan, persepsi, pemikiran, fantasy, perasaan yang anda miliki. Terkait erat dengan alam sadar ini adalah apa yang dinamakan Freud dengan alam pra sadar, yaitu apa yang kita sebut dengan saat ini dengan ‘kenangan yang sudah tersedia’ (available memory), yaitu segala sesuatu yang dengan mudah dapat di panggil ke alam sadar, kenangan-kenangan yang walakupun tidak

22

anda ingat waktu berpikir, tapi dapat mudah dengan mudah dipanggil lagi. Adapun bagian terbesar adalah alam bawah sadar (Unconscious mind). Bagian ini mencakup segala sesuatu yang sangat sulit dibawa ke alam bawah sadar, seperti nafsu dan insting kita serta segala sesuatu yang masuk ke situ karena kita tidak mampu menjangkaunya, seperti kenangan atau emosi-emosi yang terkait dengan trauma. Id (Is [Latin], atau es [Jerman]) Id adalah kepribadian yang dibawa sejak lahir. Dari Id ini akan muncul ego dan super-ego. Saat dilahirkan, Id berisi semua aspek psikologis yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drive. Id berada dan beroperasi dalam daerah unconscious, mewakili subyektifitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan enerji psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya. Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu : berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagi Id, kenikmatan adalah keadaan yang relatif inaktif atau tingkat energi yang rendah, dan rasa sakit adalah tegangan atau peningkatan energi yang mendambakan kepuasan. pleasure principle diproses dengan du acara, tindak refleks (refllex actions) dan proses primer (primary process). Tindak refleks adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejabkan mata-dipakai untuk menangani kepuasan rangsang sederhana dan biasanya dapat segera dilakukan. Proses primer adalah reaksi membayangkan/ mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan-dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau punting ibunya. Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu membedakan yang benar dan yang salah, tidak tahu moral. Jadi harus dikembangkan jalan memperoleh khayalan itu secara nyata, yang memberikan kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru khususnya masalah moral. Alasan ini lah yang kemudian membuat Id memunculkan ego. The Ego (Das Ich [Jerman]), ego berkembang dari Id agar orang mampu menangani realitas; sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita (reality principle); usaha memperoleh kepuasan yang dituntut Id dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai ditemukan obyek yang nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan. Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian, yang memiliki dua tugas utama; pertama, memilih stimulasi mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal. Dengan kata lain, ego sebagai eksekutif kepribadian berusaha memenuhi kebutuhan Id sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan perkembangan-

23

mencapai-kesempurnaan dari superego. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan Id, karena itu ego yang tidak memiliki enerji sendiri untuk akan memperoleh enerji dari Id. The Superego (Das Ueber Ich[Jerman]), adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistic (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan Id dan prinsip realistik dari ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego dia tidak mempunyai enerji sendiri. Sama dengan ego, superego beroperasi di tiga daerah kesadaran. Namun berbeda dengan ego, dia tidak mempunyai kontak dengan dunia luar (sama dengan Id) sehingga kebutuhan kesempurnaan yang dijangkaunya tidak realistik (Id tidak realistik dalam memperjuangkan kenikmatan). Prinsip idealistic mempunyai dua subprinsip, yakni conscience dan ego-ideal. Superego pada hakekatnya merupakan elemen yang mewakili nilai-nilai orang tua atau interpretasi orang tua menangani standart sosial, yang diajarkan kepada anak melalui berbagai larangan dan perintah. Apapun tingkah laku yang dilarang, dianggap salah, dan dihukum oleh orang tua, akan diterima menjadi suara hati (conscience), yang berisi apa saja yang tidak boleh dilakukan. Apapun yang disetujui, dihadiahi dan dipuji orang tua akan diterima menjadi standar kesempurnaan atau ego idea, yang berisi apa saja yang seharusnya dilakukan. Proses pengembangan konsensia dan ego ideal, yang berarti menerima standar salah dan benar itu disebut introyeksi (introjection). Sesudah menjadi introyeksi, kontrol pribadi akan mengganti kontrol orang tua. Superego bersifat nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran. Paling tidak ada 3 fungsi dari superego; (1) mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan-tujuan moralistic, (2) memerintah impuls Id, terutama impuls seksual dan agresif yang bertentangan dengan standart nilai masyarakat, dan (3) mengejar kesempurnaan.

B. PENGERTIAN PSIKOLOGI KEPRIBADIAN Kata personality dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Yunani kuno prosopon atau persona, yang artinya ‘topeng’ yang biasa dipakai artis dalam theater. Para artis itu bertingkah laku sesuai dengan ekspresi topeng yang dipakainya, seolah-olah topeng itu mewakili ciri kepribadian tertentu. Jadi konsep awal pengertian personality (pada masyarakat awam) adalah tingkah laku yang ditampakkan ke lingkungan social atau kesan mengenai diri yang diinginkan agar dapat ditangkap oleh lingkungan sosial.

24

Ada beberapa kata atau istilah yang oleh masyarakat diperlakukan sebagai sinonim kata personality, namun ketika istilah-istilah itu dipakai di dalam teori kepribadian diberi makna berbeda-beda. Istilah yang berdekatan maknanya antara lain : •

Personality (kepribadian); penggambaran perilaku secara deskriptif tanpa memberi nilai (devaluative)



Character (karakter); penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benarsalah, baik-buruk) baik secara ekspilit maupun implisit.



Disposition (watak); karakter yang telah dimiliki dan sampai sekarang belum berubah.



Temperament (temperament); kepribadian yang berkaitan erat dengan determinan biologic atau fisiologik, disposisi hereditas.



Traits (sifat); respons yang senada (sama) terhadap kelompok stimuli yang mirip, berlangsung dalam kurun waktu yang (relatif) lama.



Type-Attribute (ciri): mirip dengan sifat, namun dalam kelompok stimulasi yang lebih terbatas.



Habit (kebiasaan): respon yang sama cenderung berulang untuk stimulus yang sama pula. Sampai sekarang, masih belum ada batasan formal personality yang mendapat

pengakuan atau kesepakatan luas dilingkungan ahli kepribadian. Masing-masing pakar kepribadian membuat definisi sendiri-sendiri sesuai dengan paradigma yang mereka yakini dan fokus analisis dari teori yang mereka kembangkan. Berikut adalah beberapa contoh definisi kepribadian:

MEMBENTUK KEPRIBADIAN DIRI Kepribadian dalam diri individu, baik ataupun buruk, dibentuk oleh beberapa factor. Menurut Roucek dan Warren, sosiolog Amerika, ada tiga faktor manpengaruhi pembentukankepribadian seorang individu, yaitu faktor biologis/fisik, psikologi/kejiwa an, dan sosiologi/lingkungan. Faktor biologis/fisik adalah suatu faktor yang timbul secara lahiriah di dalam diri seorang individu. Contoh, seseorang yang dilahirkan dengan cacat fisik atau penampilannya kurang ideal, pasti ia akan rendah diri, pemalu, sukar bergaul, dan sifat minder lainnya. Ataupun sebaliknya. Warisan biologis adalah semua hal yang di terima seseorang sebagai manusia melalui gen kedua orang tuanya atau sifat turunan dari kedua orang tua . Contohnya : ayah

25

Darwin adalah seseorang yang tidak suka banyak berbicara dan suka berdiam diri, maka sifat itu tampa di sadari di miliki juga oleh anaknya Samuel. Contoh lainya adalah ayah otis adalah seorang yang bentuk tubuhnya sangat tinggi dan lebar otomatis otispun akan bertumbuh ke hal yang sama. Menurut sosiolog itu, faktor psikologi/kejiwaan, adalah suatu factor yang membentuk suatu kepribadian yang ditunjang dari berbagai watak, seperti, pemarah, pemalu, agresif, dan lain-lain. Contoh, temperamen pemarah jika dipaksa atau didesak untuk melakukan sasuatu yang tidak ia sukai, maka akan memuncak amarahnya. Faktor sosiologi/lingkungan, adalah suatu faktor yang membentuk kepribadian seorang individu sesuai dengan kenyataan yang nampak pada kehidupan kelompok atau lingkungan masyarakat sekitarnya tempat ia berpijak. Contoh, seseorang yang lahir di lingkungan yang penuh solidaritas, pasti orang tersebut akan mempunyai kepribadian solider atau sikap pengertian terhadap sesama. Pengaruh lingkungan atau fisik terhadap kepribadian manusia paling sedikit di bandingkan factor- factor lainya. Lingkungan fisik tidak mendorong terjadinya kepribadian khusus seseorang. Ada pepatah mengatakan, “Jika kita hidup di kehidupan yang nyata dan jika menyelaminya pasti akan terbawa arus”. Jadi, jika seseorang hidup dalam beberapa factor pendukung pembentukan kepribadian tersebut, baik faktor tersebut memenuhi syarat maupun tidak, pasti sangat berdampak pada terbentuknya kepribadian individu tersebut. Lingkungan Pertama Utama Dalam keadaan normal, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tua, saudara-saudara, serta mungkin kerabat dekat yang tinggal serumah. Melalui lingkungan pertama, anak mengenal dunia sekitar dan pola pergaulan sehari-hari. Agar proses sosialisasi dan pembentukan kepribadian anak menjadi baik, lingkungan pertama, khususnya orang tua, harus mengusahakan agar anak-anaknya selalu dekat dengan orang tua; memberikan pengawasan dan pengendalian yang wajar, sehingga jiwa anak tidak merasa tertekan; mendorong anak agar dapat membedakan yang benar dan salah, yang baik dan buruk, yang pantas dan tidak pantas; memperlakukan anak dengan baik; dan menasihati anak-anak jika melakukan kesalahan atau kekeliruan Berhati-hatilah dalam membimbing anak. Sebab, apabila terjadi sesuatu yang berbeda dengan hal-hal itu, anak-anak akan mengalami kekecewaan. Sebuah kekecewaan yang bisa jadi begitu mendalam. Rasa kecewa ini bisa terjadi lantaran orang tua kurang memperhatikan anak-anaknya, karena terlalu sibuk; orang tua terlalu memaksakan

26

kehendak dan gagasannya kepada anak dengan ancaman sanksi, sehingga akan dirasakan oleh anak cukup berat, dan akhirnya anak akan menjadi tertekan jiwanya

Teman Bermain Dalam lingkungan bermain, seorang anak belajar berinteraksi dengan orangorang yang sebaya. Pada tahap ini anak mempelajari aturan-aturan yang mengatur orang-orang yang kedudukannya sederajat. Dalam kelompok teman bermain ini anak mulai mempelajari nilai-nilai keadilan. Pada usia remaja, kelompok sepermainan itu berkembang menjadi persahabatan yang luas. Perkembangan itu, antara lain, disebabkan oleh remaja yang bertambah luas ruang lingkup pergaulannya, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Peranan positif dari kelompok persahabatan bagi perkembangan kepribadian remaja adalah mereka merasa aman dan merasa dianggap penting dalam kelompok persahabatan; dapat tumbuh dengan baik dalam kelompok persahabatan; mendapat tempat yang baik bagi penyaluran rasa kecewa, takut, khawatir, tertekan, gembira, dsb, yang mungkin tidak didapatkan di rumah. Selain itu, mereka dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan sosial yang berguna bagi kehidupan kelak; dan dapat bersikap dewasa karena pada umumnya kelompok ini mempunyai pola perilaku dan kaidah-kaidah tertentu. Disamping peranan positif, ada pula kemungkinan timbulnya peranan negatif. Misal, melalui kelompok persahabatan yang dinamakan geng. Geng adalah kelompok sosial yang mempunyai kegemaran berkelahi atau membuat keributan. Bahkan tak jarang mereka terbuai oleh minuman keras dan obat terlarang. Kemungkinan terjadinya peran negatf senantasa harus ducegah, baik dari orang tua, guru dan siapa saja yang merasa bertanggung jawab atas masa depan yang baik dan benar bagi para remaja.

Sosialisasi Sekolah Sekolah adalah tempat anak mempelajari hal-hal yang baru dan mulai membentuk suatu kepribadian pada diri mereka. Di sekolah, seorang siswa akan mendapatkan pengajaran dan keterampilan yang bersifat positif. Tetapi, lingkungan sekolah yang kurang baik justru akan dapat mempersubur proses pengembangan kepribadian anak yang bersifat negatif. Tidak semua sekolah memiliki kemampuan untuk melaksanakan proses pembekalan dalam anak didiknya dengan baik. Karenanya, selain guru, dalam proses pendidikan peran orang tua sangat besar. Mereka dapat mempengaruhi dan membentuk kepribadian anak

27

terbentuk oleh pengarahan lingkungan terhadap perilaku anak dari waktu ke waktu secara terus-menerus, termasuk sekolah sebagai lingkungan kedua tempat anak berinteraksi dan mengembangkan kemampuannya.

PROSES PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN Proses pembentukan watak, karakter, perilaku dan sifat seseorang sebenarnya telah terawali ketika masih didalam kandungan.Ketika ibu mengandung bayi, saat itulah kontak batin dan lahiriah antara sang ibu dengan sang bayi sedang berlangsung.Ketika sang ibu berkata-kata kotor, suka memfitnah maka kontak batin itu telah tersalurkan kedalam diri sang bayi. Ketika sang bayi telah terlahir, mulailah ia berinteraksi dengan lingkungan di mana ia berada. Pada saat ini pula, peran orang tua masih dominan terhadap perkembangan anaknya itu. Anak yang selalu dibimbing dengan akidah, akhlak yang baik tentunya akan memiliki perilaku yang berbeda dengan anak yang dibiarkan begitu saja mengikuti apa yang ada disekitarnya. Ketika sang anak sudah menemukan teman sepermainan ( masa kanak-kanak), disinilah pengaruh yang diberikan oleh teman sepermainan akan mulai ikut mewarnai perkembangan kepribadian sang anak tersebut. Bila ia berinteraksi dengan anak-anak yang jauh dari nilai-nilai agama maka ia akan dengan mudah meyerap perilaku tersebut. Pada masa kanak-kanak ini proses imitasi dan identifikasi sangat menonjol dalam respon yang dilakukan oleh sang anak tersebut. Pada masa ini proses untuk menilai, mengontrol, memfilter belum dimiliki oleh sang anak tersebut. Maka pandai-pandailah orang tua dalam mengarahkan

dan membimbing

anaknya secara selektif

untuk mencari

teman

sepermainannya. Bila proses imitasi dan identifikasi yang negative lebih dominan maka akan terbentuk karakter anak yang negative pula. Ketika memasuki masa remaja, peran orang tua mulai “tergantikan” oleh peran sosialisasi yang lain. Ketika masa kanak-kanak telah terbentuk karakter yang negative maka pada masa remaja ini karakter negative tersebut akan tumbuh subur ketika ia menemukan teman bermain yang “setipe”karakternya.Pada diri anak akan mulai muncul konsep dalam pikirannya bahwa dirinya telah tumbuh lebih dewasa dan berhak untuk bertindak sesuai dengan kehendak hatinya. Pada tahap ini , walaupun peran orang tua mulai berkurang, namun sikap bijak dari orang tua masih sangat dibutuhkan untuk mengarahkan perilaku anaknya. Orang tua masih memiliki kewenangan untuk memberikan action kepada anaknya untuk dapat berperilaku

28

yang baik.Jangan sampai orang tua lepas tanggung jawab terhadap pembentukan kepribadian kepada anaknya dan hanya menyerahkan kepada pihak sekolah. Memasuki pada masa dewasa maka seseorang telah memilih/memiliki bentuk dari watak,sifat , karakter dan perilakunya. Pembentukan karakter ketika dewasa ini sebenarnya telah terawali dari semenjak didalam kandungan,masa kanak-kanak, masa remaja dan akhirnya mengkristal pada diri individu pada usia dewasa. Pada masa ini bila telah terbentuk watak yang negative maka sulit sekali untuk melakukan perubahan karena watak tersebut telah terinternalisasi ke dalam diri pribadi seseorang. Pada tahap ini seseorang telah dengan sadar memiliki karakter yang dipilihnya/dimilikinya dengan berbagai konsekuensi /akibat dari sifatnya yang bermuara pada tindakan sosialnya. Misalnya seseorang telah memilih karakter sebagai seorang pencuri, maka ia telah menyadari bahwa tindakan mencuri akan memiliki konsekuensi yang akan ditanggungnya, misalnya dikucilkan masyarakat, masuk penjara bahkan dihakimi masa sampai meninggal. Pada masa dewasa ini, seorang individu memiliki hak sepenuhnya terhadap diri pribadinya untuk di bawa kemana. Pada diri seseorang akan terjadi pergulatan antara sifat yang baik dan sifat yang buruk. Bila bekal menuju dewasa lebih dominan yang buruk maka pertarungan antara yang baik dan buruh akan dimenangkan yang buruk ( % lebih besar ) dan sebaliknya, ketika bekal menuju dewasa lebih dominan yang baik maka pergulatan dalam diri pribadi akan dimenangkan oleh sifar/karakter yang baik. Oleh karena itu peran aktif dari orang tua untuk membentuk karakter anaknya.Hendaknya orang tua dapat memberikan contoh /tauladan dan perilaku yang baik sehingga anak akan teridentifikasi berperilaku baik karena mencontoh perilaku orang tuanya.Disamping itu peran individu, dan lingkungan sosial lebih luas sangat-sangat mempengaruhi pembentukan watak/kepribadian seseorang. Apalagi bagi remaja ( SMP dan SMA ) tantangan kehidupan sekarang ini semakit berat.Sekarang

begitu

mudahnya

seorang

remaja

untuk

mengakses

berbagai

informasi.Manfaatkan kemajuan iptek secara arif dan bijaksana. Bila proses sosialisasinya terhadap informasi yang negative maka ujung-ujungnya sudah dapat ditebak ( misalnya, kasus miras, narkoba, free sex dan pemerkosaan, pornoaksi dan pornografi banyak dilakukan oleh kalangan remaja ).Pandai-pandailah remaja untuk mensikapi perkembangan iptek yang semakin “maju”.Jangan sampai salah melangkah yang tentunya akan berakibat buruk dikemudian hari. Sifat yang menunjang pembentukan kepribadian dan peranan guru dalam rangka menumbuhkembangkan kepribadian Berikut ini beberapa sifat yang menunjang pembentukan kepribadian menyenangkan dan peran guru di sekolah dalam rangka menumbuhkembangkannya: 1. Ambisi, dalam pengertian positif adalah kadar kemauan anak untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya. Guru harus membantu anak didik menentukan sasaran

29

keberhasilan sesuai dengan kemampuannya agar anak didik berprestasi tanpa risiko frustrasi. 2. Asertif, ketegasan atau kemampuan untuk memutuskan atau memilih secara

mendiri. Guru harus memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mengekpresikan dirinya dan membuat keputusan. Seperti mengekpresikan hobinya dan memilih ekstrakulikuler yang disenanginya. 3. Antusias, kepribadian yang selalu bersemangat dalam menuntaskan/menyelesaikan

hal-hal yang menjadi keinginannya. Guru harus selalu mengajak anak didik untuk mengamati keberhasilan dan menyoroti semangat juang orang-orang atau temantemannya yang telah berhasil. Guru juga harus mengusahakan anak didiknya berada di lingkungan yang penuh semangat. 4. Percaya diri, kepribadian yang mengutamakan kepercayaan terhadap kemampuan diri dan membentuk kemandirian. Guru harus memberikan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan sesuatu dengan kemampuannya sendiri dan selalu memberikan pujian atas keberhasilan atau kemajuan terhadap prestasi yang diraihnya. 5. Mau bekerja sama. Kepribadian yang mengarah kepada keinginan untuk membangun kerja sama dengan teman-temannya. Guru harus memberikan kesempatan kepada anak didiknya untuk mengerjakan tugas-tugas di sekolah secara berkelompok atau bersama-sama dan tunjukkan penghargaan terhadap hasil kerjanya. 6. Berbesar hati, kemampuan untuk mengakui kelemahan/kekurangan diri dan bisa memaafkam kesalahan orang lain. Guru harus memberikan contoh dan pengarahan kepada anak didik tentang cara-cara menerima kekalahan/kelemahan diri dan bagaimana cara mengekspresikan kemenangan tanpa merendahkan orang lain. 7. Kontrol diri. Kemampuan untuk mengontrol diri terhadap situasi atau kondisi yang dialaminya. Guru harus membantu anak didik untuk mengindentifikasi penyebab permasalahan yang dialami anak didik. Memberi contoh dan membimbing anak tersebut untuk mengontrol emosinya. 8. Tidak mudah putus asa. Pribadi yang gigih dalam berjuang dan berusaha, baik dalam belajar maupun dalam melaksanakan kegiatannya sehari-hari. Menghadapi kesulitan sebagai hal yang harus diselesaikan bukan suatu hal yang harus dihindari. Guru harus mengenalkan cara-cara menghadapi kesulitan walaupun tidak selalu membantu secara total semua kesulitan anak didiknya. 9. Gembira. Kemampuan untuk selalu menciptakan suasana gembira dalam setiap hal. Guru harus mampu menciptakan dan mengembangkan suasana kegembiraan kepada anak didik dalam kegiatan belajar-mengajar. 10. Humoris. Mampu menciptakan suasana ceria dalam setiap pertemuan dan mampu menyikapi suatu hal dari sisi positifnya. Guru harus selalu mencoba menciptakan suasana ceria dalam setiap pertemuan

30

11. Menunjukkan simpati. Memupuk kebiasaan untuk merasakan hal-hal yang dirasakan orang lain, mengasah kemampuan melakukan empati terhadap permasalahan sehingga menjadi pribadi yang penuh perhatian terhadap lingkungan dan temantemannya. Guru harus sering-sering mengajak anak didik berkomunikasi tentang perasaan kita, perasaannya, dan perasaan orang lain. Beri anak didik kesempatan untuk melatih daya imajinasinya dengan demikian anak didik akan mampu membayangkan bagaimana bila mereka berada dalam kondisi orang lain yang kurang beruntung dalam hidupnya sehingga dapat melatih empatinya.

Ciri-Ciri Kepribadian yang Sehat dan Tidak Sehat Hingga saat ini, para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam memberikan rumusan tentang kepribadian. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan. Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, teori Analitik dari Carl Gustav Jung, teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, teori Medan dari Kurt Lewin, teori Psikologi Individual dari Allport, teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang di dalamnya mencakup :

31

1. Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat. 2. Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan. 3. Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen 4. Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari

lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa 5. Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi. 6. Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal.

Seperti : sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain. Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukkan kepribadian yang sehat atau justru yang tidak sehat. Dalam hal ini, Elizabeth (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat dan tidak sehat, sebagai berikut : Kepribadian yang sehat : 1. Mampu menilai diri sendiri secara realisitik; mampu menilai diri apa adanya tentang

kelebihan dan kekurangannya, secara fisik, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. 2. Mampu menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerima secara wajar, tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu yang sempurna. 3. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat menilai keberhasilan

yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional, tidak menjadi sombong, angkuh atau mengalami superiority complex, apabila memperoleh prestasi yang tinggi atau kesuksesan hidup. Jika mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustrasi, tetapi dengan sikap optimistik. 4. Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. 5. Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir, dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya. 6. Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat menghadapi situasi frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau konstruktif , tidak destruktif (merusak)

32

7. Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam setiap aktivitas dan kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar, dan berupaya mencapai tujuan dengan cara mengembangkan kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilan. 8. Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati terhadap orang lain, memiliki kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berfikir, menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya, merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain, tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan mengorbankan orang lain, karena kekecewaan dirinya. 9. Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif dalam kegiatan sosial dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain. 10. Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya. 11. Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang didukung oleh

faktor-faktor achievement (prestasi) acceptance (penerimaan), dan affection (kasih sayang) Kepribadian yang tidak sehat : 1. Mudah marah (tersinggung) 2. Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan 3. Sering merasa tertekan (stress atau depresi) 4. Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang 5. Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum 6. Kebiasaan berbohong 7. Hiperaktif 8. Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas 9. Senang mengkritik/ mencemooh orang lain 10. Sulit tidur 11. Kurang memiliki rasa tanggung jawab 12. Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor yang bersifat organis) 13. Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama

14. Pesimis dalam menghadapi kehidupan 15. Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan

33

Tips meningkatkan kepribadian •

Tetaplah tersenyum. Usahakan tetap tersenyum betapa pun anda memiliki hari-hari yang tidak

menyenangkan. Hal ini mungkin terasa seperti terpaksa saat itu tapi anda kemudian akan terheran-heran begitu besar senyum dapat meningkatkan spirit anda. • Pandai mengontrol diri. Ekspresi wajah merupakan salah satu tanda yang menggambarkan perasaan anda yang paling mudah dikenali. Upayakan ekspresi mimic muka anda netral sekalipun ketika anda tengah marah atau stress dan jangan biarkan dahi berkerut karena kerutan itu perlahan-lahan akan membuat anda tampak lebih tua. •

Tetap berkomunikasi Menutup dan menolak berkomunikasi secara emosi hanya bakal membuat masalah

lebih runyam jika hari-hari anda tetap penuh dengan kegelisahan dan ketegangan. Tidak masalah apapun situasinya, cobalah membuat segala sesuatu mudah dan teratur dengan membiarkan berkomunikasi kepada teman atau rekan kerja anda. •

Rasakan perasaan orang

Pikirkan bagaimana anda ingin diperlukan orang lain sebelum Anda memuntahkan perasaan kesal kepada orang lain. Tak ada seorang pun di sekitar anda yang ingin menjadi objek cemberut anda. Jika anda tidak ingin diperlukan seperti itu, jangan memberlakukan orang lain seperti itu. •

Miliki rasa humor Seberapa pun beratnya hari-hari anda, cobalah untuk tidak menghilangkan perasaan

humor. Tertawa itu baik bagi jiwa dan membantu membuat orang di sekitar anda merasa lebih baik dan tujukan Anda memiliki kepribadian baik.

Daftar referensi http://harismasterpsikology.ngeblogs.com/2009/10/21/teori-teori-dalam-psikologikepribadian/ http://budakbangka.blogspot.com/2010/01/pengertian-kepribadian.ht ... http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1943463-pengertian-kepribadian-danmenurut-para/ http://putra-tatiratu.blogspot.com/2008/06/pengertian-kepribadian-secara-umum.html

34

http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100129060909AAqYiBR http://id.shvoong.com/social-sciences/education/1937855-kepribadian-anak/

PEMBAHASAN 4 KESEJAHTERAAN GURU

A. Pengertian Kesejahteraan Kesejahteraan atau sejahtera dapat memiliki empat arti. •

Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia di

mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai. •

Dalam ekonomi, sejahtera dihubungkan dengan keuntungan benda. Sejahtera

memliki arti khusus resmi atau teknikal (lihat ekonomi kesejahteraan), seperti dalam istilah fungsi kesejahteraan sosial. •

Dalam kebijakan sosial, kesejahteraan sosial menunjuk ke jangkauan pelayanan

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini adalah istilah yang digunakan dalam ide negara sejahtera. •

Di Amerika Serikat, sejahtera menunjuk ke uang yang dibayarkan oleh pemerintah

kepada orang yang membutuhkan bantuan finansial, tetapi tidak dapat bekerja, atau yang keadaannya pendapatan yang diterima untuk memenuhi kebutuhan dasar tidak berkecukupan.

B. Tingkat Kesejahteraan Guru Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan oleh sejauh mana kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar-mengajar. Namun demikian, posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional mengajar dan tingkat kesejahteraannya. Ukuran kesejahteraan memang relatif dan sulit diukur hanya dengan kecukupan materi belaka. Oleh sebab itu, Isjoni (2000) mengemukakan bahwa tingkat kesejahteraan seorang guru dapat dilihat melalui indikator-indikator sebagai berikut.

35

a) Penghasilan setiap bulan mampu mencukupi kebutuhan pokok keluarga sehari-hari secara tetap dan berkualitas. b) Kebutuhan pendidikan keluarga dapat terpenuhi secara baik dan optimal. c) Memiliki kemampuan untuk mengembangkan pendidikan berkelanjutan serta mengembangkan diri secara profesional. d) Memiliki kemampuan untuk mengembangkan komunikasi ke berbagai arah sesuai dengan

kapasitasnya,

baik

dengan

memanfaatkan

teknologi

maupun

secara

konvensional. Penghasilan yang dimaksudkan bukan hanya penghasilan yang diperoleh dari gaji guru (baik sebagai pegawai negeri ataupun sebagai guru honorer/yayasan), melainkan juga penghasilan lain yang diperoleh dari sumber lain. Pada konteks ini tidak tertutup kemungkinan seorang guru memiliki pekerjaan tambahan lain di luar tugasnya sebagai guru di sebuah sekolah. Bahkan, pada sejumlah kasus penghasilan seorang guru sebagai tukang ojek lebih besar daripada gaji golongan III/C. Penghasilan tambahan serupa ini sudah barang tentu akan menumbuhkan tingkat kesejahteraan keluarga sehingga keluarga guru tersebut akan mampu meningkatkan taraf hidupnya, memberikan pendidikan kepada anakanaknya secara lebih baik, serta memiliki kesempatan untuk mengembangkan dirinya sendiri bagi kepentingan karirnya.

C. Pengaruh Tunjangan Kesejahteraan Guru terhadap Tingkat Profasionalisme Guru Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing dan mengevaluasi para siswanya. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut, guru dituntut selain memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional juga harus memiliki bakat, minat, idealisme serta komitmen meningkatkan mutu pendidikan. Untuk meningkatkan mutu pendidikan, banyak faktor yang memengaruhinya, salah satunya adalah peningkatan kesejahteraan guru. Apalagi Undang-undang No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen mengamanatkan guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Karena itu tidak heran jika pemerintah pusat maupun pemerintah daerah peduli dan merasa perlu memberi penghargaan dan meningkatkan kesejahteraan guru dengan memberikan tunjangan khusus kepada guru yang bertugas di daerah khusus maupun pemberian subsidi tunjangan fungsional bersumber dari dana APBN dan insentif guru berasal dana dari APBD. Misalnya: Berdasarkan data guru negeri dan swasta penerima dana insentif guru tahun 2010 yang bersumber dari APBD Sumut sebanyak Rp 149.038.560. 000 yang

36

diperuntukkan kepada 206.998 guru dari 33 kabupaten dan kota di Sumut. Plt Sekretaris Dinas Pendidikan Sumut, Drs Edward Sinaga menyebutkan, pemberian dana insentif guru tersebut diberikan masing-masing kepada guru negeri dan swasta sebesar Rp 60.000 per bulan atau total Rp 720 ribu per tahun.Selain pemberian dana insentif guru tersebut, pemerintah juga memberikan pemberian subsidi tunjangan fungsional bagi guru bukan PNS yang bersumber dari APBN sebanyak Rp 6.9326.400.000 yang diperuntukkan kepada 26.260 guru dari 33 kabupaten dan kota dan 1 provinsi Sumut. Sedangkan jumlah bantuan yang dibayarkan kepada masing-masing guru sebesar Rp 220 per bulan atau Rp 264.000 per tahun. Sedangkan tunjangan khusus bagi guru di daerah terpencil, terbelakang, pedalaman dan bencana diberikan kepada 782 orang, masing-masing guru sebesar Rp 1.350.000 per bulan atau Rp 16.200.000 per tahun hanya 6 kabupaten dan kota, yakni Nias, Nias Selatan, Samosir,Tapanuli Tengah, Pakpak Bharat dan Dairi. Dengan pemberian dana insentif dan subsidi tunjangan fungsional serta tunjangan khusus bagi guru di daerah terpencil ini, kata Edward diharapkan guru lebih fokus melakukan proses pembelajaran terhadap peserta didiknya, dengan demikian dapat meningkatkan mutu pendidikan di tanah air, khususnya di Sumut ini.

D. Kesejahteraan Guru Sebagai Cerminan Kemajuan Pendidikan di Indonesia Bukan lagi sebuah hal yang diragukan jika keberhasilan suatu bangsa dapat dilihat dari kualitas pendidikan yang ada di Negara tersebut. Dan kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh faktor pendidik yang secara langsung berperan dalam penentu utu pendidikan terutama di Indonesia. Melihat realita yang ada ternyata Negara Indonesia mamiliki kualitas pendidikan yang sangat rendah hal ini terbukti pada data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia. Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari

37

8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP). Dari data di atas nampak sekali tingkat pendidikan di Indonesia yang masih sangat rendah. Dan guru tentu saja juga merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab dari rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia. Dan ternyata sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta). Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Sealain itu rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005). Meskipun telah diamanahkan dalam pasal 10 UU tentang kesehjateraan guru dan dosen yang sudah menjamin tentang kelayakan hidup para pendidik. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas. Namun pada kenyataanya kesejahteraan guru masih sangat rendah terutama dikalangan guru swasta. Sebagaimana diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UUGuru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006). Meskipun dengan dinamika yang sedemikian sulit guru tetapmemegang peranan yang sangat penting dalam penentu arah dan kualitas pendidikan di Indonesia. Terutama

38

dalam penentu efektivitas dan efisiensi peserta didik. Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai : 1) Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan 2) sumber norma kedewasaan 3) Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik 4) Transformator(penterjemah)sistem-sistemnilai tersebutmelalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik 5) Organisator

(penyelenggara)

terciptanya

proses

edukatif

yang

dapat

dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya). Sehingga peningkatan kualitas guru merupakan jalan yang sangat bijaksana untuk meningkatkan tingkat pendidikan di Indonesia. Baik itu dalam hal peningkatan kualitas maupun tingkat kesejahteraan guru demi mengoptimalkan peran guru sebagai pendidik dan meningkatkan kulitas pendidikan. Pada pertemuan Better Education Through Reformed Management And Universal Teacher Upgrading (BERMUTU), 29 Januari 2009 di Hotel Kaisar Jakarta, Prof. Dr. SUDJARWO, M.S., menyampaikan pemikirannya tentang “Peran Pendidikan. Menuju Bangsa yang Bermartabat”. Dikatakannya bahwa mendidik merupakan usaha sadar manusia mengorganisir lingkungan menghubungkannya dengan peserta didik sehingga terjadi proses pembelajaran. Mengorganisir lingkungan adalah upaya sadar dengan melihat potensi lingkungan kemudian merespon peserta didik sehingga terjadi transformasi menuju pada terbentuknya proses pembelajaran. Sebagaimana ditunjukkkan dalam bagan model peran pendidik diatas. Untuk mewujudkan suatu bangsa yang bermartabat dan memiliki kualitas pendidikan yang tinggi dibutuhkan pula tingkat kesejahteraan dan peran guru yang maksimal, efektif, dan efisien. Daftar referensi http://krisna1.blog.uns.ac.id/files/2010/05/peran-guru-sebagai-cerminan-perkembanganindonesia.pdf http://id.wikipedia.org/wiki/Kesejahteraan http://www.ff.unair.ac.id/other/PP-no-41-2009-ttgtunjangangurudandosen.pdf

39

PEMBAHASAN 5 PEMBELAJARAN

A. Pengertian Pembelajaran Belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu yang dipelajari. Sedangkan mengajar sendiri memiliki pengertian : 1. Upaya guru untuk “membangkitkan” yang berarti menyebabkan atau mendorong

seseorang (siswa) belajar. (Rochman Nata Wijaya,1992) 2. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjdinya proses belajar. (Hasibuan

J.J,1992) 3. Suatu usaha untuk membuat siswa belajar, yaitu usaha untuk terjadinya perubahan tingkah laku. (Gagne) Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan dan evaluasi (Knirk & Gustafson dalam Sagala, 2005). Dalam hal ini pembelajaran tidak terjadi seketika, melainkan sudah melalui tahapan perancangan pembelajaran. Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar (Dimyati & Mudjiono dalam Sagala, 2005). Pembelajaran (pengajaran) adalah upaya untuk membelajarkan siswa (Degeng dalam Uno, 2006). Dalam pembelajaran guru harus memahami materi pelajaran yang diajarkan sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan memahami barbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencaan pengajaran yang matang oleh guru. Oleh sebab itu diperlukan adanya teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif dikelas (Bruner dalam Sagala, 2005) Proses pembelajaran aktivitasnya dalam bentuk interaksi belajar mengajar dalam suasana interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan, artinya interaksi yang telah dicanangkan untuk suatu tujuan tertentu setidaknya adalah pencapaian tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan pada satuan pelajaran. Kegaitan pembelajaran yang diprogramkan guru merupakan kegiatan integralistik antara pendidikan dengan peserta didik. Kegiatan pembelajaran secara metodologis berakar dari

40

pihak pendidik yaitu guru, dan kegiatan belajar secara pedagogis berakar dari pihak peseta didik. Dalam proses, pembelajaran dikembangkan melalui pola pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta peran pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Secara implisit dalam pengajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pengajaran yang ada. Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Oleh karena itu pembelajaran memusatkan perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa” bukan pada “apa yang dipelajari siswa”. Pembelajaran yang akan direncanakan memerlukan berbagai teori untuk merancangnya agar rencana pembelajaran yang disusun benar-benar dapat memenuhi harapan dan tujuan pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. (Wikipedia.com) Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik. Instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Gagne dan Briggs (1979:3) Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU No. 20/2003, Bab I Pasal Ayat 20)

41

Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa komponen : 1). Siswa; 2) Guru; 3) Tujuan; 4) Isi Pelajaran; 5) Metode; 6) Media; dan 7) Evaluasi

B. Teori-Teori Pembelajaran 1. Berhavioristik Pembelajaran selalu memberi stimulus kepada siswa agar menimbulkan respon yang tepat seperti yang kita inginkan. Hubungan stimulus dan respons ini bila diulang kan menjadi sebuah kebiasaan.selanjutnya, bila siswa menemukan kesulitan atau msalah, guru menyuruhnya untuk mencoba dan mencoba lagi (trial and error) sehingga akhirnya diperoleh hasil. 2. Kognitivisme Pembelajaran adalah dengan mengaktifkan indera siswa agar memeperoleh pemahaman sedangkan pengaktifan indera dapat dilaksanakan dengan jalan menggunakan media/alat Bantu. Disamping itu penyampaian pengajaran dengan berbagai variasi artinya menggunakan banyak metode. 3. Humanistic Dalam pembelajran ini guru sebagai pembimbing memberi pengarahan agar siswa dapat mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai manusia yang unik untuk mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya sendiri. Dan siswa perlu melakukan sendiri berdasarkan inisisatif sendiri yang melibatkan pribadinya secara utuh (perasaan maupun intelektual) dalam proses belajar, agar dapat memperoleh hasil. 4. Sosial/Pemerhatian/permodelan Proses pembelajaran melalui proses pemerhatian dan pemodelan Bandura (1986) mengenal pasti empat unsure utama dalam proses pembelajaran melalui pemerhatian atau pemodelan, iaitu pemerhatian (attention), mengingat (retention), reproduksi (reproduction),

42

dan penangguhan (reinforcement) motivasi (motivion). Implikasi daripada kaedah ini berpendapat pembelajaran dan pengajaran dapat dicapai melalui beberapa cara yang berikut: •

Penyampaian harus interktif dan menarik



Demonstasi guru hendaklah jelas, menarik, mudah dan tepat



Hasilan guru atau contoh-contoh seperti ditunjukkan hendaklah mempunyai mutu yang tinggi.

C. Ciri-ciri Pembelajaran Menurut Eggen & Kauchak (1998) Menjelaskan bahwa ada enam ciri pembelajaran yang efektif, yaitu: 1) siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan, 2) guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran, 3) aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian, 4) guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa dalam menganalisis informasi, 5) orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir, serta 6) guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru.

Adapun ciri-ciri pembelajaran yang menganut unsur-unsur dinamis dalam proses belajar siswa sebagai berikut : 1) Motivasi belajar Motivasi dapat dikatakan sebagai serangkaina usaha untuk menyediakan kondisi kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatau, dan bila ia tidak suka, maka ia akan berusaha mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi, motivasi dapat dirangsang dari luar, tetapi motivasi itu tumbuh di dalam diri seseorang. Adalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di

43

dalam diri seseorang/siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjalin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dihendaki dapat dicapai oleh siswa (Sardiman, A.M. 1992) 2) Bahan belajar Yakni segala informasi yang berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain bahan yang berupa informasi, maka perlu diusahakan isi pengajaran dapat merangsang daya cipta agar menumbuhkan dorongan pada diri siswa untuk memecahkannya sehingga kelas menjadi hidup. 3) Alat Bantu belajar Semua alat yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, dengan maksud untuk menyampaikan pesan (informasi)) dari sumber (guru maupun sumber lain) kepada penerima (siswa). Inforamsi yang disampaikan melalui media harus dapat diterima oleh siswa, dengan menggunakan salah satu ataupun gabungan beberaapa alat indera mereka. Sehingga, apabila pengajaran disampaikan dengan bantuan gambar-gambar, foto, grafik, dan sebagainya, dan siswa diberi kesempatan untuk melihat, memegang, meraba, atau mengerjakan sendiri maka memudahkan siswa untuk mengerti pengajaran tersebut. 4) Suasana belajar Suasana yang dapat menimbulkan aktivitas atau gairah pada siswa adalah apabila terjadi : a) Adanya komunikasi dua arah (antara guru-siswa maupun sebaliknya) yang intim dan hangat, sehingga hubungan guru-siswa yang secara hakiki setara dan dapat berbuat bersama. b) Adanya kegairahan dan kegembiraan belajar. Hal ini dapat terjadi apabila isi

pelajaran yang disediakan berkesusaian dengan karakteristik siswa. Kegairahan dan kegembiraan belajar juga dapat ditimbulkan dari media, selain isi pelajaran yang disesuaiakan dengan karakteristik siswa, juga didukung oleh factor intern siswa yang belajar yaitu sehat jasmani, ada minat, perhatian, motivasi, dan lain sebagainya. Kondisi siswa yang belajar Mengenai kondisi siswa, dapat dikemukakan di sini sebagai berikut : •

Siswa memilki sifat yang unik, artinya anatara anak yang satu dengan yang lainnya

berbeda.

44



Kesamaan siwa, yaitu memiliki langkah-langkah perkenbangan, dan memiliki

potensi yang perlu diaktualisasikan melalui pembelajaran.

Kondisi siswa sendiri sangat dipengaruhi oleh factor intern dan juga factor luar, yaitu segala sesuatau yang ada di luar diri siswa, termasuk situasi pembelajaran yang diciptakan guru. Oleh Karena itu kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada peranan dan partisipasi siswa, bukan peran guru yang dominant, tetapi lebih berperan sebagai fasilitaor, motivator, dan pembimbing

D. Pola Dasar Kegiatan Pembelajaran Berdasarkan bentuk kegiatan pembelajaran yang digunakan, dapat dibedakan tiga pola dasar pembelajaran, (1) pola presentasi, (2) pola interaksi, dan (3) pola pembelajaran mandiri (Depdikbud-Dikti,1980:45-46). 1. Pola Presentasi Pola presentasi dapat diaktualisasikan melalui penggunaan metode ceramah, penggunaan teks yang mengharuskan siswa membaca, penggunaan transfaransi, multi media, dan opaqeu proyektor. Inti dari pola presentasi adalah siswa bertindak selaku reseptor atas sejumlah informasi yang disajikan guru baik langsung maupun melalui perantaraan media. 2. Pola Studi Independen Pola kegiatan pembelajaran individual menuntut siswa belajar secara individual dengan membaca text, pemecahan problem, membuat laporan tertulis/paper, menggunakan perpustakaan, kerja di laboratorium, dan sebagainya. 3. Pola Interaksi Pola kegiatan belajar melalui interaksi guru siswa dan atau siswa-siswa, secara positip melalui diskusi, tanya jawab, seminar dari laporan-laporan

hasil suatu proyek individual atau

ilmiah, dan sebagainya. Variasi Pola pengaturan Pembelajaran Pola

pengaturan pembelajaran dapat dikenakan pada unsur-unsur tertentu dari variabel-variabel yang membentuk perwujudan proses pembelajaran. Pola pengaturan pembelajaran yang dimaksud adalah sebagai berikut. 1. Pola Pengaturan Guru dalam Pembelajaran Berdasarkan pembelajaran berikut

Jenis klasifikasi ini dapat

ditemukan

beberapa macam pola

45

a. Pola Pembelajaran dengan Seorang Guru. Pola kegiatan pembelajaran dalam klasifikasi ini ditandai oleh kegiatan dimana proses belajar-mengajar dipimpim hanya oleh seorang guru. Dalam mana guru bertindak sebagai fasilitator, motivator, manajer dan evaluator

kegiatan pembelajaran.

Semua

tindakan mengajar menjadi tanggung jawabnya secara penuh. Mulai dari perencanaan pelaksanaan hingga penilaian dilaksanakan oleh seorang guru. Dalam bentuknya yang ekstrim, guru merupakan satu-satunya, pemegang tunggal suatu kelas tertentu, yang sering dikenal dengan istilah guru kelas. Sedangkan dalam bentuknya yang lebih longgar, guru mempunyai tanggung jawab bidang studi tertentu saja, sesuai dengan bidang keahkliannya. b. Pembelajaran Melalui Team Pola pembelajaran dalam kategori ini, pembelajaran untuk suatu topik tertentu dilaksanakan oleh sejumlah guru. Pelaksanaan terdapat variasi teknik. Guru dalam suatu team merupakan team

yang

utuh dalam arti pertemuan pembelajaran tertentu,

perencanaan, pelaksanaan dan penilaian untuk suatu topik pembelajaran, digarap bersama oleh team yang bersangkutan. Sedangkan dalam variasi lain setiap anggota dari team tersebut mempunyai tugas dan peranan masing-masing. Terdapat pembagian tanggung jawab tertentu. Setiap anggota team melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan padanya. 2. Pola Pengaturan Siswa dalam Proses Belajar. a. Pola Pembelajaran klasikal Pola kegiatan pembelajaran klasikal merupakan suatu diperuntukkan kepada sejumlah anak dalam berangkat dari kesamaan-kesamaan pembelajaran ini mengabaikan bentuk

satu

pembelajaran

yang

kelas tertentu. pembelajaran ini

yang dimiliki oleh anak.

Dengan demikian

perbedaan individual anak. Dalam suatu kelas

yang sama guru memperlakukan anak secara sama untuk materi yang sama dalam waktu yang sama pula. Guru menghendaki pencapaian tujuan

secara sama pula, sehingga

pembelajaran meningkat untuk anak-anak secara bersamaan. b. Pola Pembelajaran Kelompok Kecil (5--7 anak) Berbeda dengan pola klasikal, dalam pola kegiatan ini pembelajaran diperlakukan untuk sejumlah anak dalam kelompok kecil. Suatu kelas yang besar dapat dibagi dalam kelompok-kelompok kecil (5-7 anak) untuk menyelesaikan suatu tugas kontrol terhadap individual lebih baik, dibanding dengan bentuk klasikal. Tugas-tugas dapat diselesaikan secara komplementer, dapat juga seluruh kelompok mempunya tanggung jawab tugas yang sama. c. Pola Pembelajaran Individual atau Perorangan

46

Secara mandiri siswa menyelesaikan tanggung jawab yang diberikan kepadanya oleh guru. Di sini siswa bekerja sendiri misalnya dengan membaca buku, memecahkan masalah, menyusun laporan

mengadakan

eksperimen menggunakan laboratorium, ke

perpustakaan dan sebagainya. Kontrol guru terhadap kemajuan siswa secara individual sangat efektif. 3. Pola Pengaturan Hubungan Guru - Siswa Dilihat dari segi hubungan guru- murid, dapat dilihat beberapa bentuk pola kegiatan mengajar. a. Pola Kegiatan Pembelajaran Tatap muka Kegiatan pembelajaran dalam pola ini terjadi secara face to face, antara guru dengan murid. Guru mengikuti

belajar

siswa. Guruberceramah, tanya jawab atau

menstimulasi dengan tugas-tugas kepada siswa. Berbagai kesulitan siswa, guru dapat memonitor dengan segera. Guru sebagai partner dalam kegiatan belajar bagi siswa dan sekaligus sebagai sumber belajar. b. Pola Kegiatan Pembelajaran dengan Perantaraan Media Penemuan-penemuan

pembaharuan dibidang teknologi

pembelajaran,

tidak

menafikan kemungkinan kegiatan pembelajaran tanpa kehadiran guru secara tatap muka. Guru harus hadir di tengah-tengah kegiatan siswa hanyalah alternatif. Kegiatan belajar siswa dapat terjadi hanya dengan media-media yang dimanfaatkan guru. Segala instruksi kegiatan belajar didesain melalui media cetak atau yang lain, sehingga kegiatan belajar siswa tinggal mengikutinya, melalui paket belajar dengan pola kegiatan individual, siswa tidak mendapatkan kontrol langsung dari guru pada saat proses belajar terjadi. Buku modul telah diberikan berbagai petunjuk kerja serta peralatan yang harus dikerjakan siswa dalam proses pembelajaran. Bahkan sampai pada suatu waktu yang harus digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas telah didesain dalam buku modul tersebut. Teaching machine dapat dengan cepat memberikan umpan balik, apabila siswa salah dalam menyelesaikan tugas. Keterangan diatas menggambarkan bentuk pembelajaran di mana guru tidak ikut terlibat di dalam kegiatan langsung dengan proses belajar siswa. 4. Struktur Peristiwa Pembelajaran a.Pola Struktur terbuka Luasnya struktur peristiwa pembelajaran sebenarnya bersifat kontinum mencakup dari terbuka sama sekali sampai yang tertutup sama sekali. Broudy, Smith dan Burnes dalam Depdikbud-Dikti (1980:60), menyebutkan pola terbuka adalah pola tanpa struktur dan membutuhkan cara berpikir adventurous karena guru sedikit sekali memberikan informasi sebagai tuntunan, dan siswa menentukan caranya sendiri

47

untuk memperoleh pengetahuan. Pola ini kadang-kadang disejajarkan dengan pola yang berkadar penyuluhan minimal. Dalam hal ini seorang gurudapat mengajukan problem untuk diselesaikan siswa tanpa bimbingan guru lebih lanjut. b. Pola Struktur Tertutup Kebalikan dari pola terbuka, adalah pola tertutup sama sekali. Pola yang sama sekali tertutup menunjukkan suatu respons yang implisit di dalam situasi itu sendiri. Struktur peristiwa-peristiwa pembelajaran demikian dapat bersifat ketat dalam arti segala sesuatunya telah ditentukan oleh guru. Dilihat dari kadar penyuluhannya, dapat bersifat maksimal. Guru telah memberikan tuntunannya pada setiap tingkah laku yang diperbuat siswa. Kenyataan bahwa bila berbicara mengenai suatu kontinum ini berarti diantara pola yang terbuka sampai pola tertutup sama sekali, terdapat variasi pola yang sejajar dengan garis lurus suatu kontinum tersebut. 5. Pola Peranan Guru dalam Pengelolaan Pesan Kalau Broudy, Smith dan Burnes berbicara kontinum tentang terbuka sampai tertutup, Jerom S. Bruner membedakan kontinum antar mengajar ekspositori dan heuristik atau hipotetik. a. Pola ekspositori Melalui pola ini pengetahuan yang diperuntukkan dalam proses pembelajaran telah dipersiapkan secara tuntas oleh guru, sedangkan siswa tinggal menerimanya. Dalam pola ekspositori, guru adalah melulu seorang pencerita atau ekspositor, sedang siswa seorang pendengar yang terikat bangku atau penerimaan dengan positif. Ekspositor adalah suatu penguraian dan dapat berupa bahan tertulis atau presentasi verbal. Dalam pembelajaran ekspositori kadang-kadang disebut pembelajaran deduktif, siwa adalah penerima dari bagian ilmu pengetahuan melalui presentasi ekspositori guru. b. Pola Heuristik atau Hipotetik Pola

pembelajaran yang mengharuskan siswa

mengolah

sendiri bagian

pengetahuan (pesan) untuk dimiliki sendiri dinamakan heuristik atau hipotetik. Dalam pola hipotetik, guru

dan

siswa berada

dalam hubungan yang kooperatif, siswa

memainkan peranan yang aktif di dalamproses memperoleh informasi, rumusan hipotesishipotesis

dan

mengevaluasi informasi itu.

Dengan

heuristik, guru

pertama-tama

mengarahkan perhatian siswa kepada beberapa data yang terpilih, sedang siswa membuat suatu kesimpulan dari data tersebut. Di dalam heuristik, guru tidak menginformasikan pengetahuan, melainkan menuntun atau mengarahkan saja sehingga siswa menemukan sendiri. Dalam pola heuristik terdapat sub-pola yaitu dicavery dan inquiry. Perbedaan yang jelas antara discovery dan inquiry adalah terletak pada belajar yang disiapkan dan

48

belajar dengan kebebasan. Dalam discavery, guru mempersiapkan situasi belajar itu sehingga kepada siswa disuguhkan kondisi belajar yang dapat menyadarkan siswa dengan sepenuhnya. Dalam hal ini discovery menggunakan prosedur terkontrol agar tercapai hasil-hasil yang telah ditetapkan sebelumnya. Pola inquiry berbeda secara kontinum dengan pola diskoveri. Pola Inkuiri, proses belajar terbuka secara lebar, siswa sendiri mengontrol proses dari pengumpulan data, analisa dan eksprimentasi.

Siswa bebas

mengatur belajarnya sendiri. Siswa mendapatkan bagian pengetahuan bebas dari campur tangan guru. 6. Pola Pengorganisasian Pesan a. Pola Induktif Dalam arti yang paling murni, Induktif adalah proses penalaran yang beranjak dari suatu bagian menuju simpulan

keseluruhan. Dari yang khusus ke yang umum, dari

individual ke yang universal. Pola pembelajaran yang menerapkan pola ini dalam proses pembelajaran dapat dianggap pola induktif. Dictionary of Education mendefinisikan pola induktif sebagai pola pembelajaran

yang didasarkan kepada pemberian sejumlah

contoh spesifik kepada siswa secara menyukupi untuk memampukan dia (siswa) sampai pada pemahaman suatu aturan, atau prinsip pasti. b. Pola Deduktif Deduktif, sebagai kebalikan induktif adalah proses penalaran yang eranjak dari umum ke yang khusus atau dari

suatu

premis menunjuk

ke uatu konklusi logis.

Kesimpulan-kesimpulan tentang suatu kasus ertentu dapat dideduksi dari suatu prinsip umum yang berlaku bagi emua kasus yang semacam. Dictionary of Education mendefinisikan pola eduktif sebagai suatu pola dalam mengajar yang beranjak dari aturanaturan atau generalisasi ke contoh-contoh dan kemudian sampai pada onklusi-konklusi atau penerapan dari generalisasi-generalisasi. PERBEDAAN ISTILAH PEMBELAJARAN DENGAN ISTILAH LAIN •

Pembelajaran vs pertumbuhan, perkembangan, kematangan Perubahan yang terjadi dalam pertumbuhan, perkembangan dan kematangan akan

terjadi dengan sendirinya karena dorongan dari dalam secara naluriah. Proses pembelajaran berlangsung secara efektif apabila ada persesuaian dengan proses pertumbuhan, perkembangan dan kematangan. Dan sebaliknya, proses pertumbuhan dan perkembangan akan berlangsung dengan baik apabila disertai dengan pembelajaran. •

Pembelajaran vs menghafal

49

Perubahan yang terjadi dalam menghafal hanya terbatas dalam penyimpanan dan pengeluaran informasi dalam kesadaran (otak), hanya mencakup satu aspek saja dari perilaku kognitif, dan belum mencakup perilaku lainnya. Orang yang hafal tentang sesuatu belum tentu memahaminya atau cakap melakukannya. Pembelajaran mencakup perubahan secara keseluruhan. Proses pembelajaran akan berlangsung dengan efektif apabila disertai dengan aktivitas menghafal. •

Pembelajaran vs latihan Aspek perilaku yang berubah karena latihan adalah perubahan dalam bentuk skil

atau ketrampilan. Pembelajaran akan lebih berhasil apabila disertai dengan latihanlatihan yang teratur dan terarah. •

Pembelajaran vs studi Dalam aktivitas studi, perubahan perilaku yang terjadi adalah aspek

pengetahuan (knowledge), dan pemahaman (understanding). Jadi aktivitas studi merupakan sebagian dari aktivitas pembelajaran secara keseluruhan. Aktivitas studi merupakan dasar dalam aktivitas pembelajaran secara keseluruhan. •

Pembelajaran vs berpikir Berpikir adalah merupakan suatu proses kognitif dalam tingkat yang lebih

tinggi. Dalam berpikir, individu akan menggunakan berbagai informasi yang dimilikinya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Untuk dapat berpikir secara efektif, seseorang harus menguasai sejumlah informasi (fakta, konsep, generalisasi, prinsip, teori, dsb), untuk dijadikan dasar dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Informasi yang dimiliki seseorang diperoleh melalui proses pembelajaran. Ini berarti bahwa terdapat keterkaitan antara proses berpikir dengan pembelajaran. Pembelajaran yang efektif (terutama pembelajaran pemecahan masalah) sangat memerlukan ketrampilan berpikir. Dan untuk berpikir diperlukan hasil-hasil pembelajaran. Berpikir itu sendiri sebenarnya merupakan proses pembelajaran. Orang tidak mungkin berpikir tanpa belajar, dan tidak mungkin belajar tanpa berpikir.

Daftar referensi http://instructionaltheorycourse.blogspot.com/2009/02/1-introduction_18.html http://krisna1.blog.uns.ac.id/2009/10/19/pengertian-dan-ciri-ciri-pembelajaran/ http://techonly13.wordpress.com/2009/07/04/pengertian-belajar-dan-pembelajaran/

50

PEMBAHASAN 6 MODEL PEMBELAJARAN

I. PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN Winataputra (1994) menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan tertentu Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau prosedur pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai 4 ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode pembelajaran : 1. Rasional teoritis yang logis yang disusun oleh pendidik. 2. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai 3. Langkah-langkah

mengajar yang duperlukan agar model pembelajaran dapat

dilaksanakan secara optimal. 4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat dicapai.

II. MACAM-MACAM MODEL PEMBELAJARAN A. MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG 1. Pengertian Pembelajaran Langsung Model pembelajaran langsung merupakan model pembelajaran yang lebih berpusat pada guru dan lebih mengutamakan strategi pembelajaran efektif guna memperluas informasi materi ajar.

2. Macam-Macam Pembelajaran Langsung Adapun macam-macam pembelajaran langsung antara lain : 1

Ceramah, merupakan suatu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seorang kepada sejumlah pendengar.

51

2

Praktek dan latihan, merupakan suatu teknik untuk membantu siswa agar dapat menghitung dengan cepat yaitu dengan banyak latihan dan mengerjakan soal.

3

Ekspositori, merupakan suatu cara penyampaian informasi yang mirip dengan ceramah, hanya saja frekuensi pembicara/guru lebih sedikit.

4

Demonstrasi, merupakan suatu cara penyampaian informasi yang mirip dengan ceramah dan ekspositori, hanya saja frekuensi pembicara/guru lebih sedikit dan siswa lebih banyak dilibatkan.

5

Questioner

6

Mencongak

3. Ciri-Ciri pada Pembelajaran Langsung Model pembelajaran langsung mempunyai ciri-ciri, antara lain : 1.

Proses pembelajaran didominasi oleh keaktifan guru.

2.

Suasana kelas ditentukan oleh guru sebagai perancang kondisi.

3.

Lebih mengutamakan keluasan materi ajar daripada proses terjadinya pembelajaran.

4.

Materi ajar bersumber dari guru.

4. Tujuan Pembelajaran Langsung Model pembelajaran langsung dikembangkan untuk mengefisienkan materi ajar agar sesuai dengan waktu yang diberikan dalam suatu periode tertentu. Dengan model ini cakupan materi ajar yang disampaikan lebih luas dibandingkan dengan model-model pembelajaran yang lain.

B. MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, 2000:7). Menurut Slavin (1997), pembelajaran kooperatif, merupakan model pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen.

52

Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada model pengajaran, siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar (Nur dan Wikandari, 2000:25). Eggen dan Kauchak (1993: 319) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling membantu dalam mempelajari sesuatu.

2. Macam-Macam Model Pembelajaran Kooperatif Ada 4 macam model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Arends (2001), yaitu; 1.

Student Teams Achievement Division (STAD)

2.

Group Investigation

3.

Jigsaw

4.

Structural Approach Sedangkan dua pendekatan lain yang dirancang untuk kelas-kelas rendah adalah; 1. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) digunakan pada pembelajaran membaca dan menulis pada tingkatan 2-8 (setingkat TK sampai SD), dan 2. Team Accelerated Instruction (TAI) digunakan pada pembelajaran matematika untuk tingkat 3-6 (setingkat TK). Model pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur

tujuan, dan struktur penghargaan (Arends, 1997: 110-111). a.

Struktur tugas mengacu pada cara pengaturan pembelajaran dan jenis kegiatan siswa dalam kelas

b.

Struktur tujuan, yaitu sejumlah kebutuhan yang ingin dicapai oleh siswa dan guru pada akhir pembelajaran atau saat siswa menyelesaikan pekerjaannya. Ada tiga macam struktur tujuan, yaitu: 1 Struktur tujuan individualistik 2 Struktur tujuan kompetitif 3

c.

Struktur tujuan kooperatif

Struktur penghargaan kooperatif, yaitu penghargaan yang diberikan pada kelompok jika keberhasilan kelompok sebagai akibat keberhasilan bersama anggota kelompok.

3.

Ciri-Ciri dan Tahapan pada Model Kooperatif Menurut Arends (1997: 111), pembelajaran yang menggunakan model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: •

siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar,

53



kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah,



jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda,



penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu. Pembelajaran kooperatif dilaksanakan mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut

(Ibrahim, M., dkk., 2000: 10)

4.

1

Menyampaikan tujuan pembelajaran dan perlengkapan pembelajaran.

2

Menyampaikan informasi.

3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.

4

Membantu siswa belajar dan bekerja dalam kelompok.

5

Evaluasi atau memberikan umpan balik.

6

Memberikan penghargaan.

Tujuan Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga

tujuan pembelajaran yang disarikan dalam Ibrahim, dkk (2000:7-8) sebagai berikut: 1 Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. 2 Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Mengajarkan untuk saling menghargai satu sama lain. 3 Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial. 5.

Ketrampilan Pembelajaran Kooperatif Melalui model ini diharapkan tidak cuma kemampuan akademik yang dimiliki

siswa tetapi juga ketrampilan yang lain. Keterampilan-keterampilan itu menurut Ibrahim, dkk. (2000:47-55), antara lain: 1 Keterampilan-keterampilan Sosial 2 Keterampilan Berbagi 3 Keterampilan Berperan Serta 4 Keterampilan-keterampilan Komunikasi 5 Pembangunan Tim 6 Keterampilan-keterampilan Kelompok

54

C. MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH 1. Pengertian Pembelajaran Berdasarkan Masalah Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanan, 2002 : 123).

2. Macam-Macam Pembelajaran Berdasarkan Masalah Macam-macam pembelajaran berdasarkan masalah Menurut Arends (1997), antara lain : 1

Pembelajaran berdasarkan proyek (project-based instruction), pendekatan pembelajaran yang

memperkenankan

siswa

untuk

bekerja

mandiri

dalam

mengkonstruk

pembelajarannya. 2

pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction), pendekatan pembelajaran yang memperkenankan siswa melakukan percobaan guna mendapatkan kesimpulan yang benar dan nyata.

3

belajar otentik (authentic learning), pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa mengembangkan ketrampilan berpikir dan memecahkan masalah yang penting dalam konsteks kehidupan nyata.

4

Pembelajaran bermakna (anchored instruction), pendekatan pembelajaran yang mengikuti metodologi sains dan memberi kesempatan untuk pembelajaran bermakna.

3. Ciri-Ciri dan Tahapan pada Pembelajaran Berdasarkan Masalah Ciri-ciri dari model pembelajaran berdasarkan masalah menurut Arends (2001 : 349), antara lain : 1

Pengajuan pertanyaan atau masalah.

2

Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.

3

Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.

4

Menghasilkan produk dan memamerkannya.

55

5

Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan ketrampilan berfikir. Pengajaran berdasarkan masalah terdiri dari 5 langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan langkah-langkah berikut. 1 Tahap-1 Orientasi siswa pada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan 2 Tahap-2 Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. 3 Tahap-3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Guru

mendorong

siswa

untuk

mengumpulkan

informasi

yang

sesuai,

melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. 4 Tahap-4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. 5 Tahap-5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. (Sumber: Ibrahim, 2000 : 13). 4. Tujuan Pembelajaran Berdasarkan Masalah Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri (Ibrahim, 2000 : 7). Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperoleh dari metode Dewey adalah metode

56

pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya.

5. Peran Guru dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah Menurut Ibrahim (2003:15), di dalam kelas PBI, peran guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru di dalam kelas PBI antara lain sebagai berikut: 1

Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari.

2

Memfasilitasi/membimbing penyelidikan misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen/ percobaan.

3

Memfasilitasi dialog siswa.

4

Mendukung belajar siswa.

MODEL PEMBELAJARAN 1. EXAMPLES NON EXAMPLES Langkah-langkah ; a) Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran. b) Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP/LCD. c) Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisa gambar. d) Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas. d) Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya. e) Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai. f) Kesimpulan. 2. PICTURE AND PICTURE Langkah-langkah ; a) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. b) Menyajikan materi sebagai pengantar. c) Guru menunjukkan/memperlihatkan gambargambar kegiatan berkaitan dengan materi. d) Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis. e) Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut. f) Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. g) Kesimpulan/rangkuman.

57

3. NUMBERED

HEADS TOGETHER (KEPALA BERNOMQR: SPENCER

KAQAN, 1992) Langkah-langkah ; a) Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor. b) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya. c) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya. d) Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka. e) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain. f) Kesimpulan 4.

COOPERATIVE SCRIPT (DANSEREAU CS, 1985) Skrip kooperatif: Metode belajar di mana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari. Langkah-langkah ; a) Guru membagi siswa untuk berpasangan. b) Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan. b) Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. c) Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar ; Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang

lengkap.

membantu

mengingat/menghafal

ide-ide

pokok

dengan

menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya. d) Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti di atas. e) Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan Guru. f) Penutup. 5.

KEPALA BERNOMOR STRUKTUR (MODIFIKASI DARI NUMBER HEADS) Langkah-langkah : a) Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor. b) Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor terhadap tugas yang berangkai. c) Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya. d) Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka. e) Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain. f) Kesimpulan.

6.

STUDENT-TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) TIM SISWA KELOMPOK PRESTASI (SLAVIN, 1995)

58

Langkah-langkah ; a) Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll). b) Guru menyajikan pelajaran. c) Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggotaanggota kelompok. Anggotanya tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti. d) Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu. e) Memberi evaluasi. e) Kesimpulan. 7.

JIGSAW (MODEL TIM AHLl) (ARONSON, BLANEY, STEPHEN, SIKES, AND SNAPP, 1978) Langkah-langkah : a) Siswa dikelompokkan ke dalam = 4-5 anggota tim. b) Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda. c) Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan. d) Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka. e) Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh. f) Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi. g) Guru memberi evaluasi. h) Penutup.

8.

PROBLEM

BASED

INTRODUCTION

(PBI)

(PEMBELAJARAN

BERDASARKAN MASALAH) Langkah-langkah ; a) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. b) Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll). c) Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah. d) Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya. f) Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. 9.

ARTIKULASI Langkah-langkah ; a) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. b) Guru menyajikan materi sebagaimana biasa. c) Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang. d) Suruhlah seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok

59

lainnya. e) Suruh siswa secara bergiliran / diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya. f) Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa. g) Kesimpulan/penutup. 10.

MIND MAPING Langkah-langkah ; a) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. b) Guru menyajikan materi sebagaimana biasa. c) Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang. d) Suruhlah seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya. e) Suruh siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya. f) Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa. g) Kesimpulan/penutup. 11.

MAKE A-MATCH (MENCARI PASANGAN) (Lorna Curran, 1994)

Langkah-langkah ; a) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. b) Setiap siswa mendapat satu buah kartu. c) Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang. d) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban). e) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. f) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. g) Demikian seterusnya. h) Kesimpulan / penutup. 12.

THINK PAIR AND SHARE (FRANK LYMAN, 1985) Langkah-langkah ; a) Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai. b) Siswa diminta untuk berpikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru. c) Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing. d) Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya. e) Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa. f) Guru memberi kesimpulan. g) Penutup.

13. DEBATE Langkah-langkah ; a) Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yang lainnya kontra. b) Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh kedua, kelompok di atas. c) Setelah selesai membaca materi. Guru

60

menunjuk salah satu anggotanya kelompok pro untuk berbicara saat itu ditanggapi atau dibalas oleh kelompok kontra demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya. d) Sementara siswa menyampaikan gagasannya guru menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan di papan tulis. Sampai sejumlah ide yang diharapkan guru terpenuhi. e) Guru menambahkan konsep / ide yang belum terungkap. f) Dari data-data di papan tersebut, guru mengajak siswa membuat / kesimpulan / rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai. 14. ROLE PLAYING Langkah-langkah ; a) Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan. b) Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum KBM. c) Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang. d) Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai. e) Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan. f) Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan mengamati skenario yang sedang diperagakan. g) Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk membahas. h) Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya. i) Guru memberikan kesimpulan secara umum. j) Evaluasi. k) Penutup. 15.

GROUP INVESTIGATION (SUARAN, 1992)

Langkah-langkah ; a) Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen. b) Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok. c) Guru memanggil ketua-ketua untuk satu materi tugas sehingga satu kelompok mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok lain. d) Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif berisi penemuan. e) Setelah selesai diskusi, lewat juru bicara, ketua menyampaikan hasil pembahasan kelompok. f) Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan. g) Evaluasi. h) Penutup. 16. TALKING STIK Langkah-langkah : a) Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen. b) Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok. c) Guru memanggil ketua-ketua untuk satu materi tugas sehingga satu kelompok mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok lain. d) Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif berisi penemuan. e) Setelah selesai diskusi, lewat juru bicara, ketua menyampaikan hasil pembahasan kelompok. f) Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan. g) Evaluasi. h) Penutup.

61

17. BERTUKAR PASANGAN Langkah-langkah ; a) Setiap siswa mendapat satu pasangan, guru biasa menunjukkan pasangannya atau siswa menunjukkan pasangannya. b) Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya. c) Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain. d) Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan masing-masing pasangan yang baru ini. e) saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka. f) Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula 18. SNOWBALL THROWING Langkah-langkah ; a) Guru menyampaikan materi yang akan disajikan. b) Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi. c) Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya. d) Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. e) Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit. f) Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian. g) Evaluasi. h) Penutup. 19.

STUDENTS FACILITATOR AND EXPLAININ. Siswa/peserta mempresentasikan ide/pendapat pada rekan peserta lainnya. Langkah-langkah ; a) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. b) Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi. c) Memberikan kesempatan siswa/peserta untuk menjelaskan kepada peserta lainnya baik melalui bagan/peta konsep maupun yang lainnya. d) Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa. e) Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu. f) Penutup 20. COURSE REVIEW HORAY Langkah-langkah ; a) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. b) Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi. c) Memberikan kesempatan siswa tanya jawab. d) Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing siswa. e) Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar dan salah diisi tanda silang (x). f) Siswa yang sudah mendapat tanda V vertikal atau

62

horizontal, atau diagonal harus berteriak horay atau yel-yel lainnya. g) Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh. h) Penutup. 21. DEMONSTRATION (Khusus materi yang memerlukan peragaan atau percobaan misalnya Gussen) Langkah-langkah : a) Guru menyampaikan TPK. b) Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan disampaikan. c) Siapkan bahan atau alat yang diperlukan. d) Menunjuk salah seorang siswa untuk mendemonstrasikan sesuai skenario yang telah disiapkan. e) Seluruh siswa memperhatikan demonstrasi dan menganalisa. f) Tiap siswa atau kelompok mengemukakan hasil analisanya dan juga pengalaman siswa didemonstrasikan. g) Guru membuat kesimpulan. 22.

EXPLICIT INTRODUCTION (PENGAJARAN LANGSUNG) (ROSENSHINA & STEVENS, 1986) Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan proseduran dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah. Langkah-langkah ; a) Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa. b) Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan. c) Membimbing pelatihan. d) Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik. e) Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan.

23.

COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC)

KOOPERATIF TERPADU MEMBACA DAN MENULIS. (STEVEN & SLAVIN, 1995) Langkah-langkah ; a) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen. b) Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran. c) Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan

terhadap

wacana/kliping

dan

ditulis

pada

lembar

kertas.

d)

Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok. e) Guru membuat kesimpulan bersama. f) Penutup. 24.

INSIDE-OUTSIDE-CIRCLE (LINGKARAN KECIL DAN LINGKARAN

BESAR) OLEH SPENCER KAGAN Siswa seling membagi Informasi pada saat yang bersamaan, dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Langkah-langkah ; a) Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar. b) Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran

63

pertama, menghadap ke dalam. c) Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan. d) Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam. e) Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian seterusnya 25.

TEMBOK KATA MEDIA :

* Buat kartu ukuran 10 x 10 cm dan isilah ciri-ciri atau kata-kata lainnya yang mengarah pada jawaban (istilah) pada kartu yang ingin ditebak. * Buat kartu ukuran 5 x 2 cm untuk menulis kata-kata atau istilah yang mau ditebak (kartu ini nanti dilipat dan ditempel pada dahi atau diselipkan di telinga. Langkah-langkah ; a) Jelaskan TPK atau materi ± 45 menit. b) Suruhlah siswa berdiri di depan kelas dan berpasangan. c) Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10 x 10 cm yang nanti dibacakan pada pasangannya. Seorang siswa yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5 x 2 cm yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan di telinga. d) Sementara siswa membawa kartu 10x10 cm membacakan kata-kata yang tertulis di dalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud dalam kartu 10x10 cm. jawaban tepat bila sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan di dahi atau telinga. e) Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu) maka pasangan itu boleh duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan kata-kata lain asal jangan langsung memberi jawabannya. f) Dan seterusnya. CONTOH KARTU : 

Perusahaan ini tanggung jawabnya tidak terbatas.



Dimiliki oleh 1 orang.



Struktur organisasinya tidak resmi.



Bila untung dimiliki diambil sendiri. NAH...SIAPA...AKU ? JAWABNYA: PERUSAHAAN PERSEORANGAN

26.

WORD SQUARE MEDIA : * Buat kotak sesuai keperluan.

64

* Buat soal sesuai TPK Langkah-langkah ; a) Sampaikan materi sesuai TPK. b) Bagikan lembaran kegiatan sesuai contoh. c) Siswa disuruh menjawab soal, kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban. d) Berikan poin setiap jawaban dalam kotak. CONTOH : T

Y

E

N

I

O

K

N

R

A

U

A

N

K

U

O

A

B

A

R

T

E

R

M

N

A

N

I

R

R

S

I

S

D

G

I

I

T

G

N

A

O

N

L

S

A

I

A

K

L

A

A

I

S

R

L

S

A

C

E

K

B

O

S

I

R

I

N

G

G

I

T

CONTOH SOAL : a. Sebelum mengenal uang orang melakukan pertukaran dengan cara ......... b. ....... Digunakan sebagai alat pembayaran yang sah. c. Uang ....... saat ini banyak di palsukan d. Nilai bahan pembuatan uang disebut....... e. Kemampuan uang untuk ditukar dengan sejumlah barang / jasa disebut nilai ...... f. Nilai perbandingan uang dalam negara dengan mata uang asing disebut....... g. Nilai yang tertulis pada mata uang disebut nilai ....... h. Dorongan seseorang menyimpan uang untuk keperluan jual beli disebut motif....... i. Perintah tertulis dari seseorang yang mempunyai rekening ke bank untuk membayar sejumlah uang disebut....... 27.

SCRAMBLE MEDIA : •

Buatlah pertanyaan yang sesuai dengan TPK. •

Buat jawaban yang diacak hurufnya.



Langkah-langkah ; a) Guru menyajikan materi sesuai TPK. b) Membagikan lembar

A

1.

Sebelum

mengenal

uang

orang

kerja sesuai contoh. c) Susunlah huruf-huruf pada kolom sehingga merupakan kata melakukan pertukaran dengan cara ...

kunci (jawaban) dari pertanyaan kolom A. 2. ... digunakan sebagai alat pembayaran B

yang sah. 3.

Uang ... saat ini banyak dipalsukan.

4.

Nilai bahan pembuatan uang disebut

nilai... 5.

Kemampuan

uang

untuk

ditukar

dengan sejumlah barang atau jasa disebut nilai... 6.

Nilai perbandingan uang dalam negeri

dengan mata uang asing disebut...

7.

1. TARREB ................. ..... 2. GANU .................... ...... 3. TRASEK.................. ..... 4. KISTRINI................ ......

65

28.

TAKE AND GIVE MEDIA: •

Kartu ukuran ± 10 x 15 cm sejumlah peserta tiap kartu berisi sub materi yang

berbeda dengan kartu yang lainnya, materi sesuai dengan TPK. •

Kartu contoh sejumlah siswa.



CONTOH Kartu : NAMA SISWA : .......................... SUBMATERI : .......................... NAMA YANG DIBERI :

Langkah-langkah ; a) Siapkan kelas sebagaimana mestinya. b) Jelaskan materi sesuai TPK. c) Untuk memantapkan penguasaan peserta tiap siswa diberi masing-masing satu kartu untuk dipelajari (dihafal) lebih kurang 5 menit. d) Semua siswa disuruh berdiri dan mencari pasangan untuk saling menginformasi. Tiap siswa harus mencatat nama pasangannya pada kartu contoh. e) Demikian seterusnya sampai tiap peserta dapat saling memberi dan menerima materi masing-masing (take and give). f) Untuk mengevaluasi keberhasilan berikan siswa pertanyaan yang tak sesuai dengan kartunya (kartu orang lain). g) Strategi ini dapat dimodifikasi sesuai keadaan. h) Kesimpulan. 29. CONSEPTSENTENSE Langkah-langkah ; a) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. b) Guru menyajikan materi secukupnya. c) Guru membentuk kelompok yang anggotanya ± 4 orang secara heterogen. d) Menyajikan beberapa kata kunci sesuai materi yang disajikan. e) Tiap kelompok disuruh membuat beberapa kalimat dengan menggunakan minimal 4 kata kunci setiap kalimat. f) Hasil diskusi kelompok. Diskusikan lagi secara pleno yang dipandu guru. g) Kesimpulan.

66

30. COMPLETTE SENTENCES Media : * Siapkan blangko isian berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap. Langkah-langkah ; a) Guru menyampaikan yang ingin dicapai. a) Menyampaikan materi secukupnya atau peserta disuruh membacakan buku atau model dengan waktu secukupnya. c) Bentuk kelompok 2 atau 3 orang secara heterogen. c) Bagikan lembar kerja berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap (lihat contoh). d) Peserta diharap berdiskusi untuk melengkapi kalimat dengan kunci jawaban yang tersedia. e) Bicarakan bersama-sama anggota kelompok. f) Setelah jawaban benar yang salah diperbaiki. Tiap peserta disuruh membaca berulang-ulang sampai mengerti atau hafal. g) Kesimpulan. 31.

TIME TOKEN ARENDS (1998) Struktur yang dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, untuk menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama sekali. Langkah-langkah : a) Kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi (cooperative learning / CTL). b) Tiap siswa diberi kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik. Tiap siswa diberi sejumlah nilai sesuai waktu keadaan. c) Bila telah selesai bicara kupon yang dipegang siswa diserahkan. Setiap berbicara satu kupon. d) Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Yang masih pegang kupon harus bicara sampai kuponnya habis. e) Dan seterusnya.

32.

PAIR CHEKS SPENCER KAGEN (1993) APA YANG DILAKUKAN ? a) bekerja berpasangan. b) Bentuk tim dalam pasangan-pasangan dua siswa dalam

pasangan itu mengerjakan soal yang pas sebab semua itu akan membantu melatih. c) pelatih mengecek. d) Apabila partner benar pelatih memberi kupon. e) bertukar peran. F) Seluruh partner bertukar peran dan mengurangi langkah 1 – 3. G) pasangan mengecek. H) Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban. I) penegasan guru. J) Guru mengarahkan jawaban /ide sesuai konsep. 33.

KELILING KELOMPOK Maksudnya agar masing-masing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lainnya Caranya............? a)

Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok menilai dengan memberikan

pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan. b) Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya. c) Demikian seterusnya giliran bicara bisa dilaksanakan arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan.

67

34.

TARI BAMBU Agar siswa saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dalam waktu singkat secara teratur strategi ini cocok untuk materi yang membutuhkan pertukaran pengalaman pikiran dan informasi antar siswa. Caranya ; a) Separuh kelas atau seperempat jika jumlah siswa terlalu banyak berdiri berjajar. Jika ada cukup ruang mereka bisa berjajar di depan kelas. Kemungkinan lain adalah siswa berjajar di sela-sela deretan bangku. Cara yang kedua ini akan memudahkan pembentukan kelompok karena diperlukan waktu relatif singkat. b) Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran yang pertama. c) Dua siswa yang berpasangan dari kedua jajaran berbagi informasi. Kemudian satu atau dua siswa yang berdiri di ujung salah satu jajaran pindah ke ujung lainnya di jajarannya. Jajaran ini kemudian bergeser. Dengan cara ini masing-masing siswa mendapat pasangan yang baru untuk berbagi. Pergeseran bisa dilakukan terus sesuai dengan kebutuhan

35.

DUA TINGGAL DUA TAMU (TWO STAY STRAY) SPINCER KAGEN 1992 MEMBERI KESEMPATAN KEPADA KELOMPOK UNTUK MEMBAGIKAN HASIL DAN INFORMASI DENGAN KELOMPOK LAINNYA. Caranya ; a) Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa. b) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing bertamu kedua kelompok yang lain. c) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka. d) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. e) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.

Daftar referensi http://nsant.student.fkip.uns.ac.id/files/2009/05/makalah-model-pembelajaran1.doc

68

PEMBAHASAN 7 PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL TERPADU

A. Pengertian Pembelajaran Terpadu Pembelajaran terpadu merupakan suatu model pembelajaran yang mencoba memadukan beberapa pokok bahasan. Salah satu diantaranya adalah memadukan pokok bahasan atau sub pokok bahasan atau bidang studi, keterangan seperti ini disebut juga dengan kurikulum (DEPDIKBUD, 1990: 3), atau pengajaran lintas bidang studi (Maryanto, 1994: 3). Pembelajaran terpadu merupakan paket pengajaran yang menghubungkan berbagai konsep dari beberapa disiplin ilmu. Metode pembelajaran terpadu berorientasi pada keaktifan siswa, pengetahuan awal siswa sangat membantu dalam memahami konsep dan keberhasilan belajar. Menurut Fogarty (1991) pembelajaran terpadu dibedakan atas tiga model yaitu 

model dalam satu disiplin ilmu yang meliputi tipe Connected dan Nested,



model antar bidang studi yang meliputi tipe Sequenced, Shared, Webbed, Threaded,

dan Integrated, 

model dalam lintas bidang studi yang meliputi tipe Immersed dan Networked. Metode pembelajaran terpadu memiliki ciri seperti

1) berpusat pada anak, 2) memberikan pengalaman langsung pada anak, 3) pemisahan antar bidang studi tidak begitu jelas, 4) menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam satu proses pembelajaran, 5) hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai minat dan kebutuhan anak. Pembelajaran ini dapat dilaksanakan dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Perlu suatu penelitian yang dilakukan dalam bentuk kaji tindakan kelas (action research) bertujuan untuk memperbaiki kegiatan belajar mengajar di kelas dan mengembangkan pembelajaran terpadu model gabungan dalam pembelajaran IPS di SD, SMP dan aktivitas belajar siswa. Secara umum pembelajaran terpadu pada prinsipnya terfokus pada pengembangan perkembangan kemampuat siswa secara optimal, oleh karena itu dibutuhkan peran aktif

69

siswa dalam proses pembelajaran. Melalui pembelajaran terpadu siswa dapat pengalaman langsung dalam proses belajarnya, hal ini dapat menambah daya kemampuan siswa semakin

kuat

tentang

hal-hal

yang

dipelajarinya.

Pembelajaran terpadu juga suatu model pembelajaran yang dapat dikatakan sebagai pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Dikatakan bermakna pada pembelajaran terpadu artinya, siswa akan memahami konsep-konep yang mereka pelajari itu melalui pengalaman langsung dan menghubungkan dengan konsep yang lain yang sudah mereka pahami. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Tim Pengembang D-2 PGSD dan S-2 Pendidikan Dasar (1997 : 17) yang mengatakan bahwa “ pembelajaran terpadu adalah suatu pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman bermakna kepada siswa”. Pada dasarnya pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa baik individu maupun kelompok aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik. Berdasarkan

uraian

di

atas

maka

pembelajaran

terpadu

sebagai

berikut:

Pembelajaran dari suatu tema tertentu sebagai pusat perhatian yang digunakan untuk memahami gejala-gejala dan konsep lain baik berasal dari bidang studi yang bersangkutan ataupun lainnya. 1) Suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan berbagai bidang studi yang mencerminkan dunia nyata disekeliling dan dalam rentang kemampuan dan perkembangan anak. 2) Suatu cara untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan anak secara simultan. 3) Menggabungkan sebuah konsep dalam beberapa bidang studi yang berbeda dengan harapan anak akan belajar dengan lebih baik dan bermakna. Pendidikan IPS penyerderhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial filsafat,ideologi negara dan disiplin ilmu lainnya serta masalah-masalah sosial terkait yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan fisikologis untuk tujuan pendidikan dasar. Fungsi Pendidikan IPS adalah : 1. mengembangkan pengetahuan 2. nilai sikap dan keterampilan sosial serta kewarganegaraan peserta didik agar dapat direflesikan dalam kehidupan masyarakat. 3. bangsa dan negara maupun pergaulan dunia

70

Tujuan pendidikan IPS adalah: 1. mengembangkan pengetahuan dasar sosiologian, kegeografian, keekonomian, kesejahteraan, dan kewarganegaraan. 2. Nebgenbangkan

kemampuan

berpikir,

inkuiri,

peemecahan

masalah

dan

keterampilan sosial 3. Memnbangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan Aspek-Aspek dalam pendidikan IPS : a. Batasan b. Jati diri c. Batang tubuh pendidikan IPS masih sangat terbatas Konsep Pembelajaran Terpadu Kecenderungan konsep pembelajaran terpadu diyakini sebagai suatu pendekatan yang berorientasi pada praktek pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran anak. Pendekatan ini berangkat dari suatu paham bahwa pembelajaran terpadu merupakan suatu konsep dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. Adapun untuk dapat melaksanakan pembelajaran terpadu, beberapa hal yang diperlukan antara lain adalah: 1) Kejelian guru dalam mengantisipasi pemanfaatan berbagai arahan pengait konseptual intra ataupun antar bidang studi. 2) Penguasaan material dan metodologi terhadap bidang-bidang studi yang bisa dikaitkan. 3) Wawasan kependidikan yang mampu membuat guru selalu waspada untuk memanpaatkan setiap keputusan dan tindakan untuk memberikan uraian nyata bagi pencapaian tujuan utuh pendidikan. Untuk mempermudah ilustrasi proses pembelajaran terpadu, dapat dilihat melalui alur proses seperti dibawah ini: Karakteristik Pembelajaran Terpadu Pembelajaran terpadu memiliki beberapa macam karakteristik, seperti menurut Hilda Karli (2003: 53) mengungkapkan bahwa: Pembelajaran terpadu memiliki beberapa macam karakteristik, diantaranya: 1) Berpusat pada anak (studend centerd).

71

2) Memberi pengalaman langsung pada anak. 3) Pemisahan antara bidang studi tidak begitu jelas. 4) Menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam suatu proses pembelajaran. 5) Bersipat luwes. 6) Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak. 7) Holistik, artinya suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu di amati dan di kaji dari beberapa mata pelajaran sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. 8) Bermakna, artinya pengkajian suatu penomena dari berbagai macam aspek memungkinkan terbentuknya semacam jalinan skemata yang dimiliki siswa. 9) Otentik, artinya informasi dan pengetahuan yang diperoleh sipatnya menjadi otentik. 10) Aktif, artinya siswa perlu terlibat langsung dalam proses pembelajaran mulai dari perencanaan,

pelaksanaan

hingga

proses

evaluasi.

Wujud lain dari implementasi terpadu yang bertolak pada tema, yakni kegiatan pembelajaran yang dikenal dengan berbagai nama seperti pembelajaran proyek, pembelakaran unit, pembelajaran tematik dan sebagainya.

Adapun kelebihan-kelebihan pembelajaran terpadu diantaranya: 1) Pengalaman dan kegiatan belajar anak akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak. 2) Kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak pada minat dan kebutuhan anak. 3) Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak sehingga hasil belajar akan dapat bertahan lebih lama. 4) Pembelajaran Terpadu menumbuh kembangkan keterampilan berpikir anak. 5) Menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui dalam lingklungan anak. 6) Menumbuh kembangkan keterampilan sosial anak seperti kerja sama, toleransi, komunikasi dan respek terhadap gagasan orang lain. Selain kelebihan pembelajaran terpadu juga memiliki keterbatasan terutama pada pelaksanaannya, terutama pada aspek evaluasi yang lebih banyak menuntut guru untuk melakukan evaluasi tidak hanya terhadap hasil tetapi juga terhadap proses. Langkah-langkah pembelajaran terpadu  Memberi tanda PB/SPB yang dipadukan dan menghubungkannya  Menentukan jenis mata pelajaran yang akan dipadukan

72

 Menyusun daftar PB/SPB mata pelajaran yang dipaduklan  Membaca dan mengkaji uraian PB/SPB  Menentukan tema pemersatun Penguraian lanjut PB/SPB yang dipadukan Membuat satuan pembelajaran/rencana masing-masing mata pelajaran

B. Pembelajaran Mata Pelajaran IPS di Sekolah/Madrasah Saat Ini Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB, bahkan sampai pada jenjang SMK. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Menurut lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006, tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, butir Struktur Kurikulum Pendidikan Umum pada struktur kurikulum SD/MI point b, dinyatakan bahwa “substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan ‘IPA terpadu’ dan ‘IPS terpadu’ (2006:7). Demikian halnya untuk substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SMP/MTs juga merupakan ‘IPA terpadu’ dan ‘IPS terpadu’ (2006:9). Bahkan untuk jenjang pendidikan menengah, khususnya pada SMK/MAK, substansi mata pelajaran IPS juga disajikan sebagai ‘IPS terpadu’ (2006:17). Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan. Disiplin ilmu sosial yang termasuk dalam mata pelajaran IPS adalah (1) ilmu Geografi (aspek yang dipelajari mencakup manusia, tempat, dan lingkunga), (2) ilmu Sejarah (aspek yang dipelajari mencakup waktu, keberlanjutan, dan perubahan), (3) ilmu Sosiologi (aspek yang dipelajari mencakup sistem sosial dan budaya), dan (4) ilmu Ekonomi (aspek yang dipelajari mencakup perilaku ekonomi dan kesejahteraan). Dengan demikian ada perbedaan mendasar pada tujuan mempelajari disiplin ilmu sosial dengan mempelajari IPS. Tujuan mempelajari disiplin ilmu sosial secara tersendiri adalah untuk menjadi ilmuan disiplin ilmu sosial yang dipilih (misalnya Ekonom, Sosiolog, Sejarahwan, dan sebagainya); sedangkan mempelajari mata pelajaran IPS sebagaimana dikemukakan oleh Banks (dalam Asmi, 2002:243) bertujuan untuk “membantu siswa mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai dan kecakapan untuk menghadapi isu dan maslah sosial secara reflektif”.

73

Adapun tujuan mempelajari mata pelajaran IPS sebagaimana dinyatakan dalam kurikulum IPS 2006 pada satuan pendidikan SD/MI dan satuan pendidikan SMP/MTs adalah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut; (1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, (2) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, (3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, dan (4) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Sedangkan tujuan mempelajari mata pelajaran IPS. Menurut Asmi (2002: 243) dalam kenyataannya, di sekolah Indonesia sekarang keadaan ideal ini tidak tercapai. Walaupun dalam kurikulum sering disebut proses pembelajaran inkuiri, sebagaimana juga terlihat dalam rencana kurikulum baru, namun hal ini tidak terjadi dan terlaksana dengan baik di kelas. Pembelajaran IPS sangat menekankan jumlah pengetahuan yang harus dimiliki atau akumulasi pengetahuan yang berbentuk fakta dan teori (accumulated knowledge), lebih menekankan pada hafalan (rote learning) dari pada berpikir, sehingga dengan demikian siswa tidak terlatih melihat dan menghadapi kenyataan hidup yang sebenarnya. Penekanan yang lebih mengutamakan ”learning accumulated knowledge” akan melemahkan prinsip pembelajaran ”learning to learn”, suatu kecakapan yang diperlukan untuk hidup. Akibatnya mata pelajaran IPS menjadi pelajaran yang tidak menarik siswa. Keadaan ini terutama dipicu pula oleh materi kurikulum yang padat dengan informasi dan ujian yang menekankan pada hafalan (recalling of knowledge/rote learning), ditambah dengan kurangnya media belajar yang tersedia. Meskipun kurikulum sudah mengalami perubahan, yakni dari kurikulum 1994 menjadi kurikulum berbasis kompetensi (KBK) 2004 dan kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP) yang keduanya tetap dapat disebut sebagai kurikulum berbasis kompetensi, namun pelaksanaan pembelajaran IPS tidak mengalami perubahan. Hal yang tidak berubah atau seringkali tetap sama dilakukan antara lain seperti: cara mengajar guru, materi pelajaran setiap disiplin ilmu yang tergabung dalam mata pelajaran IPS (terdiri atas kompetensi dasar Sosiologi, Sejarah, Geografi dan Ekonomi) tetap disajikan secara tersendiri tanpa dikaitkan dengan disiplin ilmu yang lain; jadi pola pengajaran yang diterapkan masih terpisah seperti pola kurikulum 1994 khususnya pada satuan pendidikan di SMP/MTs. Hal demikian terjadi karena di samping latar belakang pendidikan guru memang sudah terspesialisasi dalam pendidikan disiplin ilmu tertentu seperti pendidikan Ekonomi, pendidikan Sejarah, pendidikan Geografi, dan pendidikan Sosiologi sehingga merasa sudah menjadi tanggungjawabnya mengajar disiplin ilmu tersebut, juga rendahnya keterpahaman guru tentang konsep dan praktek pengajaran terpadu berdasarkan tema sebagaimana tuntutan kurikulum 2006.

74

Perbedaan penyajian IPS terpadu pada satuan pendidikan MI/SD dengan satuan pendidikan MTs/SMP adalah jika pada satuan pendidikan MI/SD sebagaimana tertera dalam tabel 1. yakni untuk satuan pendidikan MI/SD kelas 1, 2 dan 3 atau yang disebut dengan kelas rendah pembelajaran dilakukan secara tematik, artinya bahwa pembelajaran mata pelajaran IPS harus disajikan secara tematik dengan mata pelajaran lain, seperti Matematika, IPA, Bahasa Indonesia dan sebagainya. Biasanya satu tema mencakup dari dua atau lebih KD-KD yang ada pada mata pelajaran yang ada pada struktur kurikulum di MI/SD. Pembelajaran di kelas rendah ini menggunakan pendekatan pembelajaran guru kelas. Sedangkan untuk kelas 4, 5, dan 6 atau yang disebut dengan kelas tinggi pada satuan pendidikan MI/SD pendekatan guru mata pelajaran yang diterapkan, sehingga model pembelajaran mata pelajarannya sama dengan yang berlaku pada satuan pendidikan MTs/SMP. Dengan demikian pengembangan kurikulum mata pelajaran IPS juga sama. Oleh karena pembelajaran IPS dalam kurikulum 2006 merupakan IPS Terpadu yang merupakan gabungan antara berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, yang terdiri atas beberapa bagian disiplin ilmu terseleksi seperti Geografi, Sosiologi, Ekonomi, dan Sejarah, maka dalam pelaksanaannya tidak lagi terpisah-pisah melainkan menjadi satu kesatuan. Hal ini memberikan implikasi terhadap guru yang mengajar di kelas. Seyogianya (idealnya) guru dalam pembelajaran IPS dilakukan oleh seorang guru mata pelajaran, yakni Guru Mata Pelajaran IPS. Hal demikian juga ditunjukan oleh temuan penelitian Wahidmurni (2006: 60) yang menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, dari kurikulum 1994 ke kurikulum 2004 dan bahkan telah diterbitkan kurikulum 2006 yang pada saat ini sedang disosialisasikan pada lembaga-lembaga pendidikan di seluruh Indonesia. Lebih khusus kurikulum untuk mata pelajaran IPS di SD/MI, SMP/MTs, dan di SMK/MAK, yang dahulu mata pelajaran yang tergabung dalam IPS disajikan secara mandiri dan sekarang disajikan secara terintegrasi. Implikasinya sebagai lembaga atau program studi yang menghasilkan calon guru, direkomendasikan kepada fakultas Tarbiyah khususnya program studi Pendidikan IPS untuk segera menyesuaikan kurikulumnya guna memenuhi kebutuhan calon guru IPS di masa yang akan datang. C. Model Pembelajaran Mata Pelajaran IPS yang Disarankan Terkait dengan tugas pengajaran mata pelajaran IPS, guru dituntut untuk dapat menyajikan pengajarannya dengan menggunakan pendekatan tematik, sebab sebagaimana dinyatakan dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi bahwa substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan “IPA Terpadu” dan “IPS Terpadu”; demikian pula substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SMP/MTs juga merupakan “IPA Terpadu” dan “IPS Terpadu”. Keterpaduan ini menuntut penyajian materi yang saling terkait antara disiplin ilmu-disiplin ilmu yang tergabung dalam mata pelajaran IPS, yakni Sosiologi, Sejarah, Geografi dan Ekonomi. Setiap standar kompetensi (SK) dan kompetensi

75

dasar (KD) yang ada dalam kurikulum seharusnya dipetakan SK dan KD manakah yang dapat dipadukan, dan SK dan KD mana yang tidak dapat dipadukan, sehingga harus disajikan secara mandiri. Keterpaduan SK dan KD ini dapat diwujudkan dalam suatu tematema tertentu. Perwujudan tema-tema inilah yang seringkali kita sebut sebagai konsep pembelajaran tematik.

1. Tahap Perencanaan Pembelajaran Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran terpadu bergantung pada kesesuaian rencana yang dibuat dengan kondisi dan potensi siswa (minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan). Untuk menyusun perencanaan pembelajaran terpadu perlu dilakukan langkah-langkah berikut ini: (1) pemetaan SK dan KD untuk menentukan topik/tema, dan

(2)

pengembangan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pada langkah pemetaan SK dan KD dilakukan oleh tim guru IPS secara bersama-sama. Seyogyanya seluruh anggota tim harus hadir dalam acara ini, sebab pada acara pemetaan SK dan KD harus ada kesepakatan seluruh anggota tim tentang tema-tema sentral yang menjadi acuan dalam pembuatan silabus dan RPP. Pada tahap ini biasanya terjadi perdebatan yang sengit antar guru untuk menyepakati tema/topik yang akan menjadi acuan bersama. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pemetaan KD-KD yang ada dalam mata pelajaran IPS adalah: (1) upayakan pemetaan dilakukan pada setiap kurikulum mata pelajaran IPS pada kelas tertentu saja yang terdiri atas dua semester, jangan mengabungkan dengan tingkatan kelas yang berbeda, (2) sedapat mungkin setiap KD dari disiplin ilmu sosial dapat dimasukan ke dalam tema yang disepakati, jika tidak dapat dimasukkan juga tidak boleh dipaksakan, (3) satu KD dari disiplin ilmu sosial yang ada dapat dimasukkan pada dua atau lebih tema yang ada, (4) jika ada KD disiplin ilmu sosial tertentu tidak dapat dimasukkan ke dalam tema yang ada, maka KD tersebut disajikan secara terpisah, dan (4) dalam satu tema dapat terdiri atas dua atau lebih KD dari suatu disiplin ilmu sosial tertentu. Pada langkah pengembangan silabus dan penyusunan RPP dengan acuan sebagai berikut, untuk penyusunan silabus dibuat secara bersama-sama oleh anggota tim sedangkan untuk penyusunan RPP disusun oleh masing-masing guru pengampu mata pelajaran IPS sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki. Rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam penyusunan RPP ini adalah sebagai berikut: (1) Silabus tematik yang telah disepakati menjadi acuan utama, dan (2) format RPP hendaknya diseragamkan antar guru. Adapun RPP dibuat secara individual dengan tetap terikat pada tema yang telah disepakati bersama (hal ini sebagai konsekuensi bahwa guru masih mengajar sesuai dengan bidang keahlian dalam disiplin ilmu sosial yang berdiri sendiri). Penjabaran KD menjadi indikator hasil belajar setidaknya sama tingkatannya dengan indikator-indikator pada

76

model pembelajaran sebelumnya, atau bahkan lebih tinggi tingkatannya. Hal demikian dilakukan sebagai persiapan mata pelajaran IPS akan dimasukan sebagai mata pelajaran yang diujikan secara nasional. Komponen yang harus dijabarkan lebih rinci dalam RPP adalah komponen kegiatan pembelajaran dan penilaian. Komponen kegiatan pembelajaran harus menggambarkan secara rinci interaksi belajar antara siswa-guru dan sumber belajar. Sedangkan dalam komponen penilaian harus disertakan bentuk konkrit dari instrumen yang digunakan untuk mengukur ketercapaian kompetensi yang telah ditetapkan berikut rubrik penilaiannya.

2. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Dalam tahap pelaksanaan pembelajaran dapat menerapkan model pembelajaran dengan menggunakan pola (1) model pembelajaran mandiri dan (2) model pembelajaran berkolaborasi. Model pembelajaran mandiri berarti setiap guru melaksanakan tugas pembelajaran secara individual dengan tetap beracuan pada tema (akan dapat berhasil dengan baik jika latar belakang pendidikan guru adalah dari program studi Pendidikan IPS, dan atau guru yang berlatar belakang pendidikan program studi pendidikan dalam disiplin ilmu sosial tertentu ditambah dengan bekal pelatihan atau program pendidikan IPS sebagai tambahan). Sedangkan model pembelajaran berkolaborasi berarti pelaksanaan pembelajaran diampu oleh beberapa orang guru, dimana satu orang guru bertindak sebagai guru inti dan guru lainnya membantu jalannya pembelajaran (ini dapat dilakukan oleh karena kondisi yang ada masih banyak guru yang berlatar belakang pendidikan program studi pendidikan ilmu sosial tertentu). Pada saat ini, model yang disarankan adalah model pembelajaran berkolaborasi, sebab di samping masih banyaknya guru yang berlatar belakang pendidikan program studi pendidikan ilmu sosial tertentu juga karena dengan adanya kolaborasi akan memudahkan guru untuk memperbaiki program pembelajaran secara berkelanjutan; lebih-lebih dalam pelaksanaan pembelajaran diikuti dengan adanya penelitian tindakan kelas (PTK). Pembagian tugas di antara anggota tim setidaknya harus jelas dan tegas, sehingga suasana pembelajaran dapat diprotret/diamati secara lebih tajam sebagai bahan refleksi atas program pembelajaran yang telah dilaksanakan. Dengan memperhatikan kerangka dasar dan struktur kurikulum sebagaimana tertuang dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, maka dalam pelaksanaan program pembelajaran mata pelajaran IPS pada setiap satuan pendidikan (MI/SD, MTs/SMP dan SMK) menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Pelaksanaan program pembelajaran mata pelajaran IPS harus didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan

77

pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan selama mengikuti program pembelajaran. 2. Pembelajaran mata pelajaran IPS harus dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. 3. Pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran IPS harus memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi keTuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral. 4. Pembelajaran mata pelajaran IPS harus dilaksanakan dalam suasana hubungan

peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan). 5. Pembelajaran mata pelajaran IPS harus dilaksanakan dengan menggunakan

pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan). 6. Pembelajaran mata pelajaran IPS harus dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.

3. Tahap Penilaian Pembelajaran Untuk memastikan bahwa pelaksanaan pembelajaran telah mencapai tujuan atau kompetensi yang ditetapkan dalam RPP diperlukan kegiatan penilaian pembelajaran. Penilaian pembelajaran dikatakan baik dan benar jika instrumen penilaian yang digunakan benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Sistem penilaian yang dilakukan oleh sekolah/madrasah harus mengikuti pedoman atau prinsip penilaian yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan pada point B butir ke 8 yang menyatakan

78

bahwa “prinsip penilaian beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan”. Oleh karena kurikulum KTSP berdasarkan kompetensi dan untuk mengukur dan menilai keberhasilan belajar menggunakan Penilaian Acuan Kriteria (PAK), hal ini sebagaimana dapat dilihat dari adanya ujian nasional yang penilaiannya juga menggunakan PAK; maka sistem penilaiannya juga menggunakan PAK yang operasionalisasinya di sekolah/madrasah pada saat ini dikenal dengan istilah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Besarnya skor KKM pada dasarnya diserahkan kepada sekolah/madrasah itu sendiri, karena sekolah/madrasah yang lebih tahu akan kondisi dirinya, misalnya bagaimana karakteristik sekolah/madrasah, bagaimana kondisi sumberdaya yang dimiliki, bagaimana karakteristik peserta didiknya dan sebagainya. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, sub bab Pengertian point 10 bahwa “ kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai ambang batas kompetensi”. Lebih lanjut tentang penentuan besaran KKM oleh satuan pendidikan harus memperhatikan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik. Untuk dapat menerapkan penilaian yang baik dibutuhkan penguasaan yang optimal tentang: (1) ranah penilaian hasil belajar, (2) penyusunan instrumen penilaian baik tes maupun non tes, (3) penentuan besaran kriteria ketuntasan minimal (KKM) hasil belajar siswa. Dengan demikian pada tahap penilaian harus dilaksanakan secara matang oleh tim guru IPS. Format penilaian berikut besaran sekor KKM harus ditetapkan secara bersama oleh anggota tim guru mata pelajaran IPS pada awal tahun atau awal semester bersamaan dengan acara pemetaan SK dan KD dan penyusunan silabus. Hal demikian dilakukan untuk menghindari adanya perselisihan antar anggota tim ketika akan melaksanakan penilaian pembelajaran.

Daftar referensi Asmi. 2002. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu untuk Sekolah Menengah Umum (SMU). Ilmu Pengetahuan Sosial, Jurnal IPS dan Pengajarannya, Tahun 36, Nomor 2, Oktober: 240-251. Kurikulum 2006 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kurikulum 2006 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

79

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Beserta Penjelasannya. Bandung: Citra Umbara. Wahidmurni. 2006. Asesmen Kebutuhan untuk Pengembangan Kurikulum Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Malang: Penelitian Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Agama/Universitas Islam Negeri Malang.

80

PEMBAHASAN 8 PEMBELAJARAN KOOPERATIF

A. KARAKTERISTIK Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu 

hasil belajar akademik,



penerimaan terhadap keragaman, dan



pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, 2000:7).

Menurut Slavin (1997), pembelajaran kooperatif, merupakan model pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen. Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada model pengajaran, siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar (Nur dan Wikandari, 2000:25). Eggen dan Kauchak (1993: 319) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling membantu dalam mempelajari sesuatu. Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan secara intensif melalui berbagai penelitian, tujuannya untuk meningkatkan membentuk hubungan positif, mengembangkan kemampuan akademik melalui

kerjasama akademik antar mahasiswa, rasa percaya diri, serta meningkatkan

aktivitas kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif

terdapat saling ketergantungan positif di antara mahasiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap mahasiswa mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat pada mahasiswa dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung dalam memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar yang efektif mahasiswa lebih termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi, serta mampu membangun hubungan interpersonal. Model pembelajaran kooperatif memungkinkan semua mahasiswa dapat menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama atau sejajar. Ada 4 macam model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Arends (2001), yaitu;

81

(1)

Student Teams Achievement Division (STAD), Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu metode atau

pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang sederhana dan baik untuk guru yang baru mulai menggunakan pendekatan kooperatif dalam kelas, STAD juga merupakan suatu metode pembelajaran kooperatif yang efektif. Lima komponen utama pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu: 1. Pengajaran Tujuan utama dari pengajaran ini adalah guru menyajikan materi pelajaran sesuai dengan yang direncanakan. Setiap awal dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD selalu dimulai dengan penyajian kelas.Penyajian tersebut mencakup pembukaan, pengembangan dan latihan terbimbing dari keseluruhan pelajaran dengan penekanan dalam penyajian materi pelajaran. a) Pembukaan 

Menyampaikan pada siswa apa yang hendak mereka pelajari dan mengapa hal itu

penting. Timbulkan rasa ingin tahu siswa dengan demonstrasi yang menimbulkan tekateki, masalah kehidupan nyata, atau cara lain. 

Guru dapat menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk menemukan konsep

atau merangsang keinginan mereka pada pelajaran tersebut. 

Ulangi secara singkat ketrampilan atau informasi yang merupakan syarat mutlak.

b) Pengembangan 

Kembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa

dalam kelompok. 

Pembelajaran kooperatif menekankan, bahwa belajar adalah memahami makna

bukan hapalan. 

Mengontrol pemahaman siswa sesering mungkin dengan memberikan pertanyaan-

pertanyaan. 

Memberi penjelasan mengapa jawaban pertanyaan tersebut benar atau salah.



Beralih pada konsep yang lain jika siswa telah memahami pokok masalahnya.

c) Latihan Terbimbing •

Menyuruh semua siswa mengerjakan soal atas pertanyaan yang diberikan.

82



Memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan soal. Hal ini

bertujuan supaya semua siswa selalu mempersiapkan diri sebaik mungkin. •

Pemberian tugas kelas tidak boleh menyita waktu yang terlalu lama. Sebaiknya

siswa mengerjakan satu atau dua masalah (soal) dan langsung diberikan umpan balik. 2. Belajar Kelompok Selama belajar kelompok, tugas anggota kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru dan membantu teman satu kelompok untuk menguasai materi tersebut. Siswa diberi lembar kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih ketrampilan yang sedang diajarkan untuk mengevaluasi diri mereka dan teman satu kelompok. Pada saat pertama kali guru menggunakan pembelajaran kooperatif, guru juga perlu memberikan bantuan dengan cara menjelaskan perintah, mereview konsep atau menjawab pertanyaan. Selanjutnya langkah-langkah yang dilakukan guru sebagai berikut : 1) Mintalah anggota kelompok memindahkan meja / bangku mereka bersama-sama dan pindah kemeja kelompok. 2) Berilah waktu lebih kurang 10 menit untuk memilih nama kelompok. 3) Bagikan lembar kegiatan siswa. 4) Serahkan pada siswa untuk bekerja sama dalam pasangan, bertiga atau satu kelompok utuh, tergantung pada tujuan yang sedang dipelajari. Jika mereka mengerjakan soal, masing-masing siswa harus mengerjakan soal sendiri dan kemudian dicocokkan dengan temannya. Jika salah satu tidak dapat mengerjakan suatu pertanyaan, teman satu kelompok bertanggung jawab menjelaskannya. Jika siswa mengerjakan dengan jawaban pendek, maka mereka lebih sering bertanya dan kemudian antara teman saling bergantian memegang lembar kegiatan dan berusaha menjawab pertanyaan itu. 5) Tekankan pada siswa bahwa mereka belum selesai belajar sampai mereka yakin teman-teman satu kelompok dapat mencapai nilai sampai 100 pada kuis. Pastikan siswa mengerti bahwa lembar kegiatan tersebut untuk belajar tidak hanya untuk diisi dan diserahkan. Jadi penting bagi siswa mempunyai lembar kegiatan untuk mengecek diri mereka dan teman-teman sekelompok mereka pada saat mereka belajar. Ingatkan siswa jika mereka mempunyai pertanyaan, mereka seharusnya menanyakan teman sekelompoknya sebelum bertanya guru. 6) Sementara siswa bekerja dalam kelompok, guru berkeliling dalam kelas. Guru sebaiknya memuji kelompok yang semua anggotanya bekerja dengan baik, yang

83

anggotanya duduk dalam kelompoknya untuk mendengarkan bagaimana anggota yang lain bekerja dan sebagainya. 3. Kuis Kuis dikerjakan siswa secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok. Hasil kuis digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan dalam nilai perkembangan kelompok. 4. Penghargaan Kelompok Langkah pertama yang harus dilakukan pada kegiatan ini adalah menghitung nilai kelompok dan nilai perkembangan individu dan memberi sertifikat atau penghargaan kelompok yang lain. Pemberian penghargaan kelompok berdasarkan pada rata-rata nilai perkembangan individu dalam kelompoknya.

(2) Group Investigation, Ide model pembelajaran geroup investigation bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku Democracy and Education (Arends, 1998). Dalam buku itu, Dewey menggagas konsep pendidikan, bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan (Jacob et al., 1996), adalah: a) siswa hendaknya aktif, learning by doing; b) belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik; c) pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap; d) kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa; e) pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormat satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting; f) kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata. Gagasan-gagasan Dewey akhirnya diwujudkan dalam model group-investigation yang kemudian dikembangkan oleh Herbert Thelen. Thelen menyatakan bahwa kelas hendaknya merupakan miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial antar pribadi (Arends, 1998). Model group-investigation memiliki enam langkah pembelajaran (Slavin, 1995), yaitu:

84

1) grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok menentukan sumber, memilih topik, merumuskan permasalahan), 2) planning(menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari, siapa melakukan apa, apatujuannya), 3) investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasimengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi), 4) organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi laporan, penentuan penyaji moderator, dan notulis), 5) presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain

mengamati,

mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan), 6) evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan masingmasing berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan, melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman. Sistem sosial yang berkembang adalah minimnya arahan guru, demokratis, gurudan siswa memiliki status yang sama yaitu menghadapi masalah, interaksi dilandasi oleh kesepakatan. Prinsip reaksi yang dikembangkan adalah guru lebih berperan sebagai konselor,konsultan, sumber kritik yang konstruktif. Peran tersebut ditampilkan dalam proses pemecahan masalah, pengelolaan kelas, dan pemaknaan perseorangan. Peranan guru terkait dengan proses pemecahan masalah berkenaan dengan kemampuan meneliti apa hakikat dan fokus masalah. Pengelolaan ditampilkan berkenaan dengan kiat menentukan informasi yang diperlukan dan pengorganisasian kelompok untuk memperoleh informasi tersebut. Pemaknaan perseorangan berkenaan dengan inferensi yang diorganisasi oleh kelompok dan bagaimana membedakan kemampuan perseorangan. Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah: lembaran kerja siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk siswa dan untuk guru, peralatan penelitian yang sesuai, meja dan korsi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang sudah ditata untuk itu. Sebagai dampak pembelajaran adalah pandangan konstruktivistik tentang pengetahuan, penelitian yang berdisiplin, proses pembelajaran yang efektif, pemahaman yang mendalam. Sebagai dampak pengiring pembelajaran adalah hormat terhadap HAM dan komitmen dalam bernegara, kebebasan sebagai siswa, penumbuhan aspek sosial, interpersonal, dan intrapersonal.

(3) Jigsaw,

85

Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson’s. Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya. Sesuai dengan namanya, teknis penerapan tipe pembelajaran ini maju mundur seperti gergaji. Menurut Arends (1997), langkah-langkah penerapan model pembelajaran Jigsaw dalam matematika, yaitu: a) Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4 – 6 orang b) Masing-masing kelompok mengirimkan satu orang wakil mereka untuk membahas topik, wakil ini disebut dengan kelompok ahli c) Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling membantu untuk menguasai topik tersebut d) Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok masing-masing, kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya e) Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah didiskusikan Kunci pembelajaran ini adalah interpedensi setiap siswa terhadap anggota kelompok untuk memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan tes dengan baik. Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model pembelajaran Jigsaw memiliki beberapa kelebihan yaitu: 1)

Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar,karena sudah ada kelompok ahli

yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya 2)

Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat

3)

Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan

berpendapat. Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan yaitu : a) Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi. Untuk mengantisipasi masalah ini guru harus benar-benar memperhatikan jalannya diskusi. Guru harus menekankan agar para anggota kelompok menyimak terlebih dahulu penjelasan dari tenaga ahli. Kemudian baru mengajukan pertanyaan apabila tidak mengerti.

86

b) Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berfpikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga ahli. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus memilih tenaga ahli secara tepat, kemudian memonitor kinerja mereka dalam menjelaskan materi, agar materi dapat tersampaikan secara akurat. c) Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan.Untuk mengantisipasi hal ini guru harus pandai menciptakan suasana kelas yang menggairahkan agar siswa yang cerdas tertantang untuk mengikuti jalannya diskusi. d) Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran.

(4) Structural Approach. Sedangkan dua pendekatan lain yang dirancang untuk kelas-kelas rendah adalah; •

Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) digunakan pada

pembelajaran membaca dan menulis pada tingkatan 2-8 (setingkat TK sampai SD), •

Team Accelerated Instruction

(TAI) digunakan pada pembelajaran matematika

untuk tingkat 3-6 (setingkat TK).

Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah; (1) belajar bersama dengan teman, (2) selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman, (3) saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok, (4) belajar dari teman sendiri dalam kelompok, (5) belajar dalam kelompok kecil, (6) produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat, (7) keputusan tergantung pada mahasiswa sendiri, (8) mahasiswa aktif (Stahl, 1994). Senada dengan ciri-ciri tersebut, Johnson dan Johnson (1984) serta Hilke (1990) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah; (1) terdapat saling ketergantungan yang positifdi antar anggota kelompok,

87

(2) dapat dipertanggungjawabkan secara individu, (3) heterogen, (4) berbagi kepemimpinan, (5) berbagi tanggung jawab, (6) menekankan pada tugas dan kebersamaan, (7) membentuk keterampilan sosial, (8) peran guru/dosen mengamati proses belajar mahasiswa, (9) efektivitas belajar tergantung pada kelompok. Proses belajar terjadi dalam kelompok-kelompok kecil (3-4 orang anggota), bersifat heterogen tanpa memperhatikan perbedaan kemampuan akademik, jender, suku, maupun lainnya.

B. PRINSIP DASAR Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berpijak pada beberapa pendekatan yang diasumsikan mampu meningkatkan proses dan hasil belajar mahasiswa. Pendekatan yang dimaksud adalah belajar aktif, konstruktivistik, dan kooperatif. Beberapa pendekatan tersebut diintegrasikan dimaksudkan untuk menghasilkan suatu model pembelajaran yang memungkinkan mahasiswa dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Belajar aktif, ditunjukkan dengan adanya keterlibatan intelektual dan emosional yang tinggi dalam proses belajar,

tidak sekedar aktifitas fisik semata. Mahasiswa diberi kesempatan untuk

berdiskusi, mengemukakan pendapat dan idenya, melakukan eksplorasi terhadap materi yang sedang dipelajari serta menafsirkan hasilnya secara bersama-sama di dalam kelompok. Mahasiswa dibebaskan untuk mencari berbagai sumber belajar yang relevan. Kegiatan demikian memungkinkan mahasiswa berinteraksi aktif dengan lingkungan dan kelompoknya, sebagai media untuk mengembangkan pengetahuannya. Pendekatan konstruktivistik dalam model pembelajaran kooperatif dapat mendorong mahasiswa untuk mampu membangun pengetahuannya secara bersama-sama di dalam kelompok. Mereka didorong untuk menemukan dan mengkonstruksi materi yang sedang dipelajari melalui diskusi, observasi atau percobaan. Mahasiswa menafsirkan bersama-sama apa yang mereka temukan atau mereka bahas. Dengan cara demikian, materi pelajaran dapat dibangun bersama dan bukan sebagai transfer dari dosen. Pengetahuan dibentuk bersama berdasarkan pengalaman serta interaksinya dengan lingkungan di dalam kelompok belajar, sehingga terjadi saling memperkaya diantara anggota kelompok. Ini berarti,

88

mahasiswa didorong untuk membangun makna dari pengalamannya, sehinggapemahaman terhadap fenomena yang sedang

dipelajari meningkat. Mereka didorong untuk

memunculkan berbagai sudut pandang terhadap materi atau masalah yang sama, untuk kemudian membangun sudut pandang atau mengkonstruksi pengetahuannya secara bersama pula. Hal ini merupakan realisasi dari hakikat konstruktivisme dalampembelajaran. Pendekatan kooperatif mendorong dan memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk

trampil

berkomunikasi.

menyatakanpendapat

atau

Artinya,

idenya

dengan

mahasiswa jelas,

didorong

mendengarkan

untuk orang

mampu lain

dan

menanggapinya dengan tepat, meminta feedback serta mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan baik. Mahasiswa juga mampu membangun dan menjaga kepercayaan, terbuka untuk menerima dan memberi pendapat serta ide-idenya, mau berbagi informasi dan sumber, mau memberi dukungan pada orang lain dengan tulus. Mahasiswa juga mampu memimpin dan trampil mengelola kontroversi (managing controvercy) menjadi situasi problem solving, mengkritisi ide bukan persona orangnya.

Model pembelajaran kooperatif ini akan dapat terlaksana dengan baik jika dapat ditumbuhkan suasana belajar

yang memungkinkan diantara

mahasiswa serta antara

mahasiswa dan dosen merasa bebas mengeluarkan pendapat dan idenya, serta bebas dalam mengkaji serta mengeksplorasi topik-topik penting dalam kurikulum. Dosen dapat mengajukan berbagai pertanyaan atau permasalahan yang harus dipecahkan di dalam kelompok. Mahasiswa berupaya untuk berpikir keras dan saling mendiskusikan di dalam kelompok. Kemudian dosen serta mahasiswa lain dapat mengejar pendapat mereka tentang ide-idenya dari berbagai perspektif. Dosen juga mendorong mahasiswa untuk mampu mendemonstrasikan pemahamannya tentang pokok-pokok permasalahan yang dikaji menurut cara kelompok. Berpijak pada karakteristik pembelajaran di atas, diasumsikan model pembelajaran kooperatif mampu memotivasi mahasiswa dalam melaksanakan berbagai kegiatan, sehingga mereka merasa tertantang untuk menyelesaikan tugas-tugas bersama secara kreatif. Model pembelajaran ini dapat diterapkan dalam pembelajaran di berbagai bidangstudi atau matakuliah, baik untuk topik-topik yang bersifat abstrak maupun yang bersifat konkrit.

C. KOMPETENSI Kompetensi yang dapat dicapai melalui model pembelajaran kooperatif disamping;

89

1) pemahaman terhadap nilai, konsep atau

masalah-masalah yang berhubungan

dengan disiplin ilmu tertentu, serta 2) kemampuan menerapkan konsep/memecahkan masalah, 3) kemampuan menghasilkan sesuatu secara bersama-sama berdasarkan pemahaman terhadap materi yang menjadi obyek kajiannya, juga dapat dikembangkan 4) softskills kemampuan berfikir kritis, berkomunikasi, bertanggung jawab, serta bekerja sama. Tentu saja kemampuan-kemampuan tersebut hanya mungkin terbentuk jika kesempatan untuk menghayati berbagai kemampuan tersebut disediakan secara memadai, dalam arti, model pembelajaran kooperatif diterapkan secara benar dan memadai.

D. MATERI Materi yang sesuai disajikan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif adalah materi-materi yang menuntut pemahaman tinggi terhadap nilai, konsep, atau prinsip, serta masalah-masalah aktual yang terjadi di masyarakat. Materi ketrampilan untuk menerapkan suatu konsep atau prinsip dalam kehidupan nyata juga dapat diberikan. Materi dapat berasal dari berbagai bidang studi, seperti bahasa, masalah-masalah social ekonomi, masalah kehidupan bermasyarakat, peristiwa-peristiwa alam, serta ketrampilan dan masalah-masalah lainnya.

E. PROSEDUR PEMBELAJARAN Pada dasarnya, kegiatan pembelajaran

dipilahkan menjadi empat langkah, yaitu;

orientasi, bekerja kelompok, kuis, dan pemberian penghargaan.

Setiap langkah dapat

dikembangkan lebih lanjut oleh para dosen dengan berpegang pada hakekat setiap langkah sebagai berikut: 1. Orientasi Sebagaimana halnya dalam setiap pembelajaran, kegiatan diawali dengan orientasi untuk memahami dan menyepakati bersama tentang apa yang akan dipelajari serta bagaimana strategi pembelajarannya.

Dosen mengkomunikasikan tujuan, materi, waktu, langkah-

langkah serta hasil akhir yang diharapkan dikuasai oleh

mahasiswa, serta sistem

penilaiannya. Pada langkah ini mahasiswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya tentang apa saja, termasuk cara kerja dan hasil akhir yang diharapkan atau sistem penilaiannya. Negosiasi dapat terjadi antara dosen dan mahasiswa, namun pada akhir orientasi diharapkan sudah terjadi kesepakatan bersama.

90

2. Kerja kelompok Pada tahap ini mahasiswa melakukan kerja kelompok sebagai inti kegiatan pembelajaran. Kerja kelompok dapat dalam bentuk kegiatan memecahkan masalah, atau memahami dan menerapkan suatu konsep yang dipelajari. Kerja kelompok dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti berdiskusi, melakukan ekslporasi, observasi, percobaan, browsing lewat internet, dan sebagainya. Waktu untuk bekerja kelompok disesuaikan dengan luasdan dalamnya materi yang harus dikerjakan. Kegiatan yang memerlukan waktu lama dapat dilakukan di luar jam pelajaran, sedangkan kegiatan yang memerlukan sedikit waktu dapat dilakukan pada jam pelajaran. Agar kegiatan kelompok terarah, perlu diberikan panduan singkat sebagai pedoman kegiatan. Sebaiknya panduan ini disiapkan oleh dosen. Panduan harus memuat tujuan, materi, waktu, cara kerja kelompok

dan tanggung jawab masing-masing anggota

kelompok, serta hasil akhir yang diharapkan dapat dicapai. Misalnya, mahasiswa diharapkan dapat mengembangkan media tepatguna dalam pembelajaran. Untuk itu, mahasiswa secara bersama-sama perlu berdiskusi, melakukan analisis terhadap komponenkomponen pembelajaran seperti; kompetensi apa yang diharapkan dicapai oleh peserta didik, materi apa yang dipelajari, strategi pembelajaran yang digunakan, serta bentuk evaluasinya. Mahasiswa juga melakukan eksplorasi untuk mengembangkan media tepatguna. Eksplorasi dapat dilakukan secara individual atau kelompok sesuai kesepakatan. Hasil eksplorasi dibahas dalam kelompok untuk menghasilkan media-mediapembelajaran tepatguna yang

sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dosen berperan sebagai

fasilitator dan dinamisator bagi masing-masing kelompok, dengan cara melakukan pemantauan terhadap kegiatan belajar mahasiswa, mengarahkan ketrampilan kerjasama, dan memberikan bantuan pada saat diperlukan.

3. Tes/Kuis Pada akhir kegiatan kelompok diharapkan semua mahasiswa telah mampu memahami konsep/topik/masalah yang sudah dikaji bersama. Kemudian masing-masing mahasiswa menjawab tes atau kuis untuk mengetahui pemahaman mereka terhadap konsep/topik/ masalah yang dikaji. Penilaian individu ini mencakup penguasaan ranah kognitif, afektif dan ketrampilan. Misalnya, bagaimana melakukan analisis pembelajaran? Mengapa perlu melakukan analisis pembelajaran sebelum mengembangkan media? Mahasiswa dapat juga diminta membuat prototype media tepat guna yang memiliki tingkat interaktif tinggi dalam pembelajaran, dsb.

91

4. Penghargaan kelompok Langkah ini dimaksudkan untuk memberikan penghargaan kepada kelompok yang berhasil memperoleh kenaikan skor dalam tes individu. Kenaikan skor dihitung dari selisih antara skor dasar dengan sekor tes individual. Menghitung skor yang didapat masingmasing kelompok dengan cara menjumlahkan skor yang didapat mahasiswa di dalam kelompok tersebut kemudian dihitung rata-ratanya. Selanjutnya berdasarkan skor rata-rata tersebut ditentukan penghargaan masing-masing kelompok. Misalnya, bagi kelompok yang mendapat rata-rata kenaikan skor sampai dengan

15 mendapat penghargaan sebagai

“Good Team”. Kenaikan skor lebih dari 15 hingga 20 mendapat penghargaan “Great Team”. Sedangkan kenaikan skor lebih dari 20 sampai 30 mendapat penghargaan sebagai “Super Team”. Anggota kelompok pada periode tertentu dapat diputar, sehingga dalam satu satuan waktu pembelajaran anggota kelompok dapat diputar 2-3 kali putaran. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan dinamika kelompok di antara anggota kelompok dalam kelompok tersebut. Di akhir tatap muka dosen memberikan kesimpulan terhadap materi yang telahdibahas pada pertemuan itu, sehingga terdapat kesamaan pemahaman pada semua mahasiswa.

F. Evaluasi Evaluasi belajar dilakukan pada awal pelajaran sebagai prates, selama pembelajaran, serta hasil akhir belajar mahasiswa baik individu maupun

kelompok. Selama proses

pembelajaran, evaluasi dilakukan dengan mengamati sikap, ketrampilan dan kemampuan berpikir serta berkomunikasi mahasiswa. Kesungguhan mengerjakan tugas, hasil eksplorasi, kemampuan berpikir kritis dan logis dalam memberikan pandangan atau argumentasi, kemauan untuk bekerja sama dan memikul tanggung jawab bersama, merupakan contoh aspek-aspek yang dapat dinilai selama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan prosedur evaluasi: 1) Penilaian individu adalah

evaluasi terhadap tingkat pemahaman mahasiswa

terhadap materi yang dikaji, meliputi ranah kognitif, afektif, dan ketrampilan. 2) Penilaian kelompok meliputi berbagai indikator keberhasilan kelompok seperti, kekohesifan, pengambilan keputusan, kerjasama, dsb. Kriteria penilaian dapat disepakati bersama pada waktu orientasi. Kriteria ini diperlukan sebagai pedoman dosen dan mahasiswa dalam upaya mencapai keberhasilam belajar, apakah sudah sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan.

92

Daftar referensi http://ady-ajuz.blogspot.com/2009/03/model-pembelajaran-jigsaw.html http://www.ditnaga-dikti.org/ditnaga/files/PIP/kooperatif.pdf

93

PEMBAHASAN 9 METODE DISKUSI DALAM PEMBELAJARAN

A. Pengertian Metode Diskusi Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab

pertanyaan, menambah

dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk

membuat suatu keputusan (Killen, 1998). Karena itu, diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi. Metode diskusi adalah suatu cara mengajar yang dicirikan oleh suatu keterikatan pada suatu topik atau pokok pernyataan atau problem dimana para peserta diskusi dengan jujur berusaha untuk mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati bersama. Selama ini banyak guru yang merasa keberatan untuk menggunakan metode diskusi dalam proses pembelajaran. Keberatan itu biasanya timbul dari asumsi: •

diskusi merupakan metode yang sulit diprediksi hasilnya oleh karena interaksi

antar siswa muncul secara spontan, sehingga hasil dan arah diskusi sulit ditentukan; •

diskusi biasanya memerlukan waktu

yang

cukup

panjang,

padahal waktu

pembelajaran di dalam kelas sangat terbatas, sehingga keterbatasan itu tidak mungkin dapat menghasilkan sesuatu secara tuntas. Sebenarnya hal ini tidak perlu dirisaukan oleh guru. Sebab, dengan perencanaan dan persiapan yang matang kejadian semacam itu bisa dihindari.

Adapun kegiatan guru dalam pelaksanaan metode diskusi sebagai berikut: 1. Guru menetapkan suatu pokok atau problem yang akan didiskusikan atau guru meminta kepada siswa untuk mengemukakan suatu pokok atau problem yang akan didiskusikan. 2. Guru menjelaskan tujuan diskusi. 3. Guru memberikan ceramah dengan diselingi tanya jawab mengenai materi pelajaran yang didiskusikan. 4. Guru mengatur giliran pembicara agar tidak semua siswa serentak berbicara mengeluarkan pendapat.

94

5. Menjaga suasana kelas dan mengatur setiap pembicara agar seluruh kelas dapat mendengarkan apa yang sedang dikemukakan. 6. Mengatur giliran berbicara agar jangan siswa yang berani dan berambisi menonjolkan

diri saja yang

menggunakan

kesempatan

untuk mengeluarkan

pendapatnya. 7. Mengatur agar sifat dan isi pembicaraan tidak menyimpang dari pokok/problem. 8. Mencatat hal-hal yang menurut pendapat guru harus segera dikoreksi yang memungkinkan siswa tidak menyadari pendapat yang salah. 9. Selalu berusaha agar diskusi berlangsung antara siswa dengan siswa. 10. Bukan lagi menjadi pembicara utama melainkan menjadi pengatur pembicaraan. Kegiatan siswa dalam pelaksanaan metode diskusi sebagai berikut: 1. Menelaah topik/pokok masalah yang diajukan oleh guru atau mengusahakan Suatu problem dan topik kepada kelas. 2. Ikut aktif memikirkan sendiri atau mencatat data dari buku-buku sumber atau sumber pengetahuan lainnya, agar dapat mengemukakan jawaban pemecahan problem yang diajukan. 3. Mengemukakan pendapat baik pemikiran sendiri maupun yang diperoleh setelah membicarakan bersama-sama teman sebangku atau sekelompok. 4. Mendengar tanggapan reaksi atau tanggapan kelompok lainnya terhadap pendapat yang baru dikemukakan. 5. Mendengarkan dengan teliti dan mencoba memahami pendapat yang dikemukakan oleh siswa atau kelompok lain. 6. Menghormati pendapat teman-teman atau kelompok lainnya walau berbeda pendapat. 7. Mencatat sendiri pokok-pokok pendapat penting yang saling dikemukakan teman baik setuju maupun bertentangan. 8. Menyusun kesimpulan-kesimpulan diskusi dalam bahasa yang baik dan tepat. 9. Ikut menjaga dan memelihara ketertiban diskusi. 10. Tidak bertujuan untuk mencari kemenangan dalam diskusi melainkan berusaha mencari pendapat yang benar yang telah dianalisa dari segala sudut pandang.

Diskusi sebagai metode pembelajaran adalah

proses pelibatan dua orang peserta

atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan atau saling mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan kesepakatan diantara mereka. Pembelajaran yang menggunakan metode diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif (Gagne & Briggs. 1979: 251). Manakala salah satu diantara siswa

berbicara,

95

maka siswa-siswa lain yang menjadi bagian dari kelompoknya aktif mendengarkan. Siapa yang berbicara terlebih dahulu dan begitu pula yang menanggapi, tidak harus diatur terlebih dahulu. Dalam berdiskusi, seringkali siswa saling menanggapi jawaban temannya atau berkomentar terhadap jawaban yang diajukan siswa lain. Demikian pula mereka kadang-kadang mengundang anggota kelompok lain untuk bicara, sebagai nara sumber. Dalam penentuan pimpinan diskusi, anggota kelompok dapat menetapkan pemimpin diskusi mereka sendiri. Sehingga melalui metode diskusi, keaktifan siswa sangat tinggi. Mc.Keachie dan Kulik (Gage dan Berliner, 1984: 487), menyebutkan bahwa dibanding dengan metode ceramah, dalam hal retensi, proses berfikir tingkat tinggi, pengembangan sikap dan pemertahanan motivasi, lebih baik dengan metode diskusi. Hal ini disebabkan metode diskusi memberikan kesempatan anak untuk lebih aktif dan memungkinkan adanya umpan balik yang bersifat langsung. Menurut Mc. Keachie-Kulik dari hasil

penelitiannya, dibanding metode ceramah,

metode diskusi dapat meningkatkan anak dalam pemahaman konsep dan keterampilan memecahkan

masalah. Tetapi dalam transformasi

pengetahuan, penggunaan metode

diskusi hasilnya lambat dibanding penggunaan ceramah. Sehingga metode ceramah lebih efektif untuk meningkatkan kuantitas pengetahuan anak dari pada metode diskusi. Hasil-hasil penelitian tentang penggunaan metode diskusi kelompok oleh Lorge, Fox, Davitz, dan Brenner

(Davies, 1984:237--239) dapat disimpulkan dalam rangkuman

berikut. 1) Mengenai soal-soal yang berisiko, keputusan kelompok lebih radikal dari pada keputusan perorangan. 2) Kalau ada pelbagi pendapat tentang sebuah soal yang masih baru, maka pemecahan kelompok lebih tepat daripada pemecahan perorangan; tetapi tidak selalu demikian kalau soalnya biasa-biasa saja. 3) Kalau

bahan

persoalan bukan materi baru,

dan

anggota-anggota kelompok

mempunyai keterampilan dalam memecahkan soal-soal sejenis, pemecahan kelompok lebih baik dari pemecahan oleh anggota masing-masing, tetapi kadang-kadang pemcahan anggota yang paling cerdas lebih baik lagi. 4) Kebaikan utama diskusi kelompok bukanlah pengajuan banyak pendekatan, melainkan penolakan terhadap pendekatan yang tidak masuk akal. (Konklusi ini tidak berlaku untuk "brain storming"). 5) Yang memperoleh keuntungan dari diskusi kelompok, ialah siswa-siswa yang lemah dalam pemecahan soal. 6) Superioritas kelompok merupakan fungsi dari kualitas tiap anggota kelompok. Sebuah kelompok dapat diharapkan

memecahkan sebuah soal, kalau sekurang-

96

kurangnya satu anggota dapat memecahkan soal itu secara individual, sekalipun ia memerlukan lebih banyak waktu. 7) Dalam hal waktu, metode kelompok biasanya kurang efisien. Kalau

anggota-

anggota saling percaya dan bekerjasama dengan baik, maka kelompok dapat bekerja lebih cepat daripada kerja perorangan. 8) Kehadiran orang luar mempengaruhi prestasi

anggota-anggota kelompok.

Kalau kelompok itu bekerjasama secara harmonis, dan orang luar bergabung dengan kelompok,

hal itu

mempunyai

pengaruh positif; kalau

kerja

sama

itu tidak

harmonis, maka kehadiran itu merusak, jika dia hanya bertindak sebagai pendengar saja. Dengan metode diskusi perubahan sikap dapat dicapai dengan lebih baik daripada kritik langsung untuk mengubah sikap yang diharapkan. Metode diskusi juga paling baik untuk memperkenalkan inovasi-inovasi atau perubahan. 9) Kalau dipakai struktur pembahasan yang cocok dengan tugas, dan cukup waktu untuk meninjau persoalan dari segala segi, serta jika anggota-anggota tidak saling mengevaluasi, maka diskusi kelompok terbukti lebih

kreatif

daripada

belajar

perorangan. (Kondisi-kondisi ini terdapat pada "brain storming")

Bertolak dari hasil-hasil penelitian tersebut di atas menyokong asumsi bahwa keunggulan metode diskusi terletak pada efektivitasnya untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran tingkat tinggi dan tujuan pembelajaran ranah afektif (Davies, 1984: 239). Karena itu, ada tiga macam tujuan pembelajaran yang cocok melalui penggunaan metode diskusi: a) penguasaan bahan pelajaran, b) pembentukkan dan modifikasi sikap, c) pemecahan masalah (Gall dan Gall, dalam Depdikbud, 1983:28).

Pembentukkan dan modifikasi sikap merupakan tujuan diskusi yang berorientasi pada isu yang sedang

berkembang. Diskusi

yang

bertujuan membentuk atau

memodifikasi sikap ini, dimulai dengan guru mengajukan permasalahan atau sejumlah peristiwa yang menggambarkan isu yang ada dalam masyarakat (seperti: kolusi dalam suatu lembaga, pelecehan seksual, gerakan

disiplin nasional, penggusuran, dan

lain

sebagainya). Guru atau pimpinan kelompok selanjutnya meminta kelompok untuk

menemukan

pandangan

dari

anggota

alternatif-alternatif pemecahan masalah isu tersebut.

Komentar-komentar terhadap masalah atau jawaban masalah dapat diberikan anggota kelompok maupun pimpinan kelompok. Selama diskusi berlangsung, pemimpin diskusi mencoba memperoleh penajaman dan klarifikasi yang lebih baik tentang isu tersebut

97

dengan memperkenalkan contoh-contoh yang berbeda, dan menggerakkan para anggota diskusi mengajukan pernyataan-pernyataannya.

B. Pemecahan Masalah sebagai Tujuan Diskusi Pemecahan masalah merupakan tujuan utama dari diskusi (Maier, dalam Depdikbud, 1983:29). Masalah-masalah yang tepat untuk pembelajaran dengan metode diskusi adalah masalah yang menghasilkan banyak alternatif pemecahan. Dan mengandung banyak variabel. Banyaknya alternatif memancing

anak

juga masalah yang

dan atau variabel tersebut dapat

untuk berfikir. Oleh karena itu, masalah untuk diskusi yang

pemecahannya tidak menuntut anak untuk berfikir, misalnya hanya menuntut anak untuk menghafal, maka masalah tersebut tidak cocok untuk didiskusikan. Menurut

Maiyer (Depdikbud,1983:29)

dalam

diskusi kelompok kecil, dapat

meningkatkan siswa untuk berpartisipasi dalam memecahkan masalah. Untuk itu, bilamana guru menginginkan keterlibatan anak secara maksimal dalam diskusi, maka jumlah anggota kelompok diskusi perlu diperhatikan guru. Jumlah anggota kelompok diskusi yang mampu memaksimalkan partisipasi anggota adalah antara 3--7 anggota. Dari hasil pengamatan, kelompok diskusi yang jumlah anggotanya antara 3--7 itu saja, anggota yang diduga kurang berpartisipasi penuh berkisar 1--2 orang. Dalam diskusi dengan jumlah anggota yang relatif kecil memungkinkan setiap anak memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi. Masalah atau isu yang dijadikan topik diskusi hendaknya yang relevan dengan minat anak. Masalah diskusi yang cocok dengan minat anak dapat mendorong keterlibatan mental dan keterlibatan emosional siswa secara optimal. Melalui penggunaan metode diskusi, siswa juga mendapat kesempatan untuk latihan keterampilan berkomunikasi dan keterampilan untuk mengembangkan strategi berfikir dalam memecahkan masalah.

Namun demikian pembelajaran dengan metode diskusi

semacam ini keberhasilannya sangat bergantung pada anggota kelompok itu sendiri dalam memanfaatkan kesempatan untuk berpatisipasi dalam pembelajaran. Untuk meningkatkan proses diskusi, peranan pemimpin diskusi sangat menentukan. Pemimpin diskusi bertugas untuk mengklarifikasi topik yang tidak jelas. Jika diskusi tidak berjalan, pemimpin diskusi berkewajiban mengambil inisiatif dengan melontarkan ide-ide yang dapat memancing pendapat peserta diskusi. Demikian pula bila terjadi ketegangan dalam proses diskusi, tugas pemimpin diskusi adalah meredakan ketegangan. Tidak jarang pendapat-pendapat dalam diskusi menyimpang dari topik utama, karena itu pemimpin diskusi bertugas untuk mengembalikan pembicaraan kepada topik utama diskusi. Pemilikan pengetahuan secara umum tentang masalah prasyarat agar

setiap

peserta

yang didiskusikan adalah

mampu mengemukakan pendapat. Diskusi tidak akan

98

berhasil manakala peserta diskusi belum memiliki pengetahuan yang menjadi masalah yang didiskusikan. Dalam diskusi formal, untuk membekali pengetahuan peserta, disajikan terlebih dahulu makalah yang disusun oleh salah satu peserta diskusi.

C. Beberapa Jenis Diskusi a) Diskusi Kelompok Besar (Whole Group Discussion).

Jenis diskusi kelompok besar dilakukan dengan memandang kelas sebagai satu kelompok. Dalam diskusi ini, guru sekaligus sebagai pemimpin diskusi. Namun begitu, siswa yang dipandang cakap, dapat saja ditugasi guru sebagai pemimpin diskusi. Dalam diskusi kelompok besar, sebagai pemimpin diskusi, guru berperan dalam memprakarsai terjadinya diskusi. Untuk itu, guru dapat mengajukan permasalahan-permasalahan serta mengklarifikasinya sehingga mendorong anak untuk mengajukan pendapat. Dalam diskusi kelompok besar, tidak semua siswa menaruh perhatian yang sama, karena itu tugas guru sebagai pemimpin diskusi untuk membangkitkan perhatian anak terhadap masalah yang sedang didiskusikan. Di samping itu, distribusi siswa yang ingin berpendapat perlu diperhatikan. Dalam diskusi kelompok besar, pembicaraan sering didominasi oleh anakanak tertentu. Akibatnya tidak semua anak berkesempatan untuk

berpendapat. Untuk

menghindari keadaan itu, pemimpin diskusi perlu mengatur distribusi pembicaraan. Tugas terberat

bagi

pemimpin

diskusi

adalah

menumbuhkan

keberanian peserta untuk

mengemukakan pendapatnya. Dalam praktek, tidak sedikit anak-anak yang kurang berani berpendapat dalam berdiskusi. Terlebih bagi anak yang kurang menguasai permasalahan yang menjadi bahan diskusi.

b) Diskusi Kelompok Kecil (Buzz Group Discussion)

Kelas

dibagi menjadi beberapa kelompok

kecil

terdiri atas 4--5 orang. Tempat

berdiskusi diatur agar siswa dapat berhadapan muka dan bertukar pikiran dengan mudah. Diskusi diadakan

dipertengahan

pelajaran atau

diakhir

pelajaran dengan

maksud

menajamkan pemahaman kerangka pelajaran, memperjelas penguasaan bahan pelajaran atau menjawab pertanyaan-pertanyaan. Hasil belajar yang diharapkan ialah agar segenap individu membandingkan persepsinya yang mungkin berbeda-beda tentang bahan pelajaran, membandingkan

interpretasi dan informasi yang diperoleh masing-masing

individu yang dapat saling memperbaiki pengertian, persepsi, informasi, interpretasi, sehingga dapat dihindarkan kekeliruan-kekeliruan.

c) Diskusi Panel

99

Fungsi

utama diskusi panel adalah untuk

mempertahankan keuntungan

diskusi

kelompok dengan situasi peserta besar, dimana ukuran kelompok tidak memungkinkan partisipasi kelompok secara mutlak. Dalam artian panel memberikan pada kelompok besar keuntungan partisipasi yang dilakukan

orang lain

dalam

situasi diskusi yang

dibawakan oleh beberapa peserta yang terplih. Peserta yang terpilih yang melaksanakan panel mewakili beberapa sudut pandangan yang dipertimbangkan dalam memecahkan masalah. Mereka

memiliki latar belakang pengetahuan yang memenuhi syarat untuk

berperan dalam diskusi tersebut. Forum panel secara fisik dapat dihadiri audience secara lansung atau tidak langsung (melalui TV, radio, dan sebagainya).

d) Diskusi Kelompok. Suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil terdiri atas 3--6 orang. Masing-masing kelompok kecil melaksanakan diskusi dengan masalah tertentu. Guru menjelaskan garis besar problem kepada kelas, ia menggambarkan aspek- aspek masalah kemudian tiap-tiap kelompok (syndicate) diberi topik masalah yang sama atau berbedabeda selanjutnya masing-masing kelompok bertugas untuk menemukan kesepakatan jawaban penyelesaiannya. Untuk memudahkan diskusi anak, guru dapat menyediakan reference atau sumber-sumber informasi yang relevan. Setiap sindikat bersidang sendirisendiri atau membaca bahan, berdiskusi dan menysusun kesimpulan sindikat. Tiaptiap kelompok mempresentasikan kesimpulan hasil diskusinya dalam sidang pleno untuk didiskusikan secara klasikal.

e) Brain Storming Group.

Kelompok kelompok

menyumbangkan ide-ide baru tanpa

mengeluarkan

pendapatnya. Hasil

dinilai segera.

Setiap anggota

belajar yang diharapkan ialah agar

kelompok belajar menghargai pendapat orang lain, menumbuhkan ide-ide yang yang ditemukannya dianggap benar.

f) Symposium.

Beberapa orang membahas tentang aspek dari suatu subjek tertentu dan membacakan di muka peserta

simposium

secara singkat (5--20 menit). Kemudian dikuti dengan

sanggahan dan pertanyaan dari para penyanggah dan juga dari pendengar. Bahasan dan sanggahan itu selanjutnya dirumuskan oleh panitia perumus sebagai hasil simposium.

g) Informal Debate.

100

Kelas dibagi menjadi dua tim yang agak sama besarnya dan mendiskusikan subjek yang cocok untuk diperdebatkan tanpa

memperdebatkan peraturan perdebatan. Bahan

yang cocok untuk diperdebatkan ialah yang bersifat problematis, bukan yang bersifat faktual.

h) Colloqium. Seseorang atau beberapa orang manusia sumber menjawab pertanyaan-pertanyaan dari audiensi. Dalam kegiatan manusia

sumber, selanjutnya

belajar mengajar

siswa/mahasiswa

menginterview

mengundang pertanyaan lain/tambahan dari

siswa

mahasiswa lain.

i) Fish Bowl. Beberapa orang peserta dipimpin oleh seorang ketua

mengadakan suatu diskusi untuk

mengambil suatu keputusan. Tempat duduk diatur merupakan setengah lingkaran dengan dua atau tiga kursi kosong menghadap peserta diskusi, kelompok pendengar duduk mengelilingi kelompok diskusi, seolah-olah melihat ikan yang berada dalam mangkuk (fish bowl).

Selama kelompok

diskusi berdiskusi, kelompok pendengar yang

ingin

menyumbang pikiran dapat masuk duduk di kursi kosong. Apabila ketua diskusi mempersilahkan berbicara ia dapat langsung berbicara, dan meninggalkan kursi setelah berbicara.

D. Kegunaan Metode Diskusi Diskusi sebagai metode mengajar lebih cocok dan diperlukan apabila kita (guru) hendak memberi kesempatan kepada siswa: •

untuk mengekspresikan kemampuannya,



berpikir kritis,



menilai perannya dalam diskusi,



memandang masalah dari pengalaman sendiri dan pelajaran yang diperoleh di

sekolah, •

memotivasi, dan



mengkaji lebih lanjut.

Melalui diskusi dapat dikembangkan keterampilan mengklarifikasi, mengklasifikasi, menyusun hipotesis, menginterpretasi, menarik kesimpulan, mengaplikasikan teori, dan

101

mengkomunikasikan pendapat. Disamping itu, metode diskusi dapat melatih sikap anak menghargai pendapat

orang

lain, melatih keberanian untuk mengutarakan pendapat,

mempertahankan pendapat, dan memberi rasional sehubungan dengan

pendapat yang

dikemukakannya.

E. kelebihan Dan Kelemahan Metode Diskusi Dalam Pembelajaran Adapun kelebihan metode diskusi sebagai berikut: •

Mendidik siswa untuk belajar mengemukakan pikiran atau pendapat.



Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh penjelasan-penjelasan

dari berbagai sumber data. •

Memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati pembaharuan suatu

problem bersama-sama. •

Melatih siswa untuk berdiskusi di bawah asuhan guru.



Merangsang siswa untuk ikut mengemukakan pendapat sendiri, menyetujui atau

menentang pendapat teman-temannya. •

Membina suatu perasaan tanggung jawab mengenai suatu pendapat, kesimpulan,

atau keputusan yang akan atau telah diambil. •

Mengembangkan rasa solidaritas/toleransi terhadap pendapat yang bervariasi

atau mungkin bertentangan sama sekali. •

Membina siswa untuk berpikir matang-matang sebelum berbicara.



Berdiskusi bukan hanya menuntut pengetahuan, siap dan kefasihan berbicara

saja tetapi juga menuntut kemampuan berbicara secara sistematis dan logis. •

Dengan mendengarkan semua keterangan yang dikemukakan oleh pembicara,

pengetahuan dan pandangan siswa mengenai suatu problem akan bertambah luas. Kelemahan metode diskusi sebagai berikut: •

Tidak semua topik dapat dijadikan metode diskusi hanya hal-hal yang

bersifat problematis saja yang dapat didiskusikan. •

Diskusi yang mendalam memerlukan banyak waktu.



Sulit untuk menentukan batas luas atau kedalaman suatu uraian diskusi.



Biasanya tidak semua siswa berani menyatakan pendapat sehingga waktu

akan terbuang karena menunggu siswa mengemukakan pendapat. •

Pembicaraan dalam diskusi mungkin didominasi oleh siswa yang berani dan

telah biasa berbicara. Siswa pemalu dan pendiam tidak akan menggunakan kesempatan untuk berbicara.

102



Memungkinkan

timbulnya

rasa

permusuhan

antarkelompok

atau

menganggap kelompoknya sendiri lebih pandai dan serba tahu daripada kelompok lain atau menganggap kelompok lain sebagai saingan, lebih rendah, remeh atau lebih bodoh.

F. Prinsip Umum Penggunaan Metode Diskusi Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan metode diskusi, antara lain sebagai berikut. a. Perumusan masalah atau masalah-masalah yang

didiskusikan agar dilakukan

bersama-sama dengan siswa. b. Menjelaskan hakikat masalah itu disertai tujuan mengapa masalah tersebut dipilih untuk didiskusikan. c. Pengaturan peran siswa yang meliputi pemberian tanggapan, saran,

pendapat,

pertanyaan, dan jawaban yang timbul untuk memecahkan masalah. d. Memberitahukan tata tertib diskusi. e. Pengarahan pembicaraan agar sesuai dengan tujuan. f. Pemberian bimbingan siswa untuk mengambil kesimpulan.

G. Langkah-Langkah Pelaksanaan Diskusi Kelompok Langkah-langkah diskusi sangat bergantung pada jenis diskusi yang digunakan. Hal ini dikarenakan tiap-tiap jenis memiliki karakteristik masing-masing. Seminar memiliki karakteristik yang berbeda dengan simposium, brain storming, debat, panel, sindikat group dan lain-lain. Demikian pula siposium dan yang lain-lain tersebut juga memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya. Akibat perbedaan karakteristik tersebut, maka langkah dan atau prosedur pelaksanaannya berbeda satu dengan yang lain. Meskipun demikian, secara umum untuk keperluan pembelajaran di kelas, langkah-langkah

diskusi

kelas

dapat

dilaksanakan dengan

prosedur yang lebih sederhana. Moedjiono, dkk (1996) menyebutkan langkah-langkah umum pelaksanaan diskusi sebagai berikut ini. a. Merumuskan masalah secara jelas b. Dengan

pimpinan guru para siswa membentuk

memilih pimpinan diskusi (ketua, sekretaris,

kelompok-kelompok diskusi,

pelapor), mengatur tempat

duduk,

ruangan, sarana, dan sebagainya sesuai dengan tujuan diskusi. Tugas pimpinan diskusi antara lain: (1) mengatur dan mengarahkan diskusi,

103

(2) mengatur "lalu lintas" pembicaraan. c. Melaksanakan diskusi. Setiap anggota diskusi hendaknya tahu persis apa yang akan didiskusikan dan bagaimana cara berdiskusi. Diskusi harus berjalan dalam suasana bebas, setiap anggota tahu bahwa mereka mempunyai hak bicara yang sama.

d. Melaporkan hasil diskusinya. Hasil-hasil tersebut ditanggapi oleh semua siswa, terutama dari kelompok lain. Guru memberi alasan atau penjelasan terhadap laporan tersebut. Akhirnya siswa mencatat hasil diskusi, dan guru mengumpulkan laporan hasil diskusi dari tiap kelompok.

Budiardjo, dkk, 1994:20--23 membuat langkah penggunaan metode diskusi melalui tahap-tahap berikut ini. 1. Tahap Persiapan a. Merumuskan tujuan pembelajaran b. Merumuskan permasalahan dengan jelas dan ringkas. c. Mempertimbangkan karakteristik anak dengan benar. d. Menyiapkan kerangka diskusi yang meliputi: (1) menentukan dan merumuskan aspek-aspek masalah, (2) menentukan alokasi waktu, (3) menuliskan garis besar bahan diskusi, (4) menentukan format susunan tempat, (5) menetukan aturan main jalannya diskusi. e. Menyiapkan fasilitas diskusi, meliputi: (1) menggandakan bahan diskusi, (2) menentukan dan mendisain tempat, (3) mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan.

2. Tahap pelaksanaan a. Menyampaikan tujuan pembelajaran.

104

b. Menyampaikan pokok-pokok yang akan didiskusikan. c. Menjelaskan prosedur diskusi. d. Mengatur kelompok-kelompok diskusi e. Melaksanakan diskusi.

3. Tahap penutup a. Memberi kesempatan kelompok untuk melaporkan hasil. b. Memberi kesempatan kelompok untuk menanggapi. c. Memberikan umpan balik. d. Menyimpulkan hasil diskusi.

H. Peranan Guru Sebagai Pemimpin Diskusi Untuk mempertahankan kelangsungan, kelancaran dan efektivitas

diskusi,

guru

sebagai pemimpin diskusi memegang peranan menentukan. Mainuddin, Hadisusanto dan Moedjiono, 1980:8--9, menyebutkan sejumlah peranan yang harus dimainkan guru sebagai pemimpin diskusi, adalah berikut ini. 1. Initiating,

yakni menyarankan gagasan baru,

atau

cara baru dalam melihat

masalah yang sedang didiskusikan. 2. Seeking

information, yakni meminta fakta yang relavan atau informasi yang

otoritarif tentang topik diskusi. 3. Giving information, yakni fakta yang relavan

atau menghubungkan pokok

diskusi dengan pengalaman pribadi peserta. 4. Giving

opinion,

yakni memberi pendapat

tentang

pokok yang sedang

dipertimbangkan kelompok, bisa dalam bentuk menantang konsesus atau sikap "nrimo" kelompok. 5. Clarifying,

yakni merumuskan kembali pernyataan

sesorang; memperjelas

pernyataan sesorang anggota. 6. Elaborating, yakni mengembangkan pernyataan seseorang atau memberi contoh

atau penerapan. 7. Controlling, yakni menyakinkan bahwa giliran bicara merata; menyakinkan

bahwa anggota yang perlu bicara, memperoleh giliran bicara. 8. Encouraging, yakni bersikap resetif dan responsitif terhadap pernyataan serta

buah pikiran anggota.

105

9. Setting Standards, yakni memberi atau meminta kelompok menetapkan, kriteria

untuk menilai urunan anggota. 10. Harmonizing, yakni menurunkan kadar ketegangan yang terjadi dalam diskusi. 11. Relieving tension, yakni melakukan penyembuhan setelah terjadinya tegangan. 12. Coordinating, yakni menyimpulkan gagasan pokok yang timbul dalam diskusi,

membantu kelompok mengembangkan gagasan. 13. Orientating, yakni menyampaikan posisi yang telah

dicapai

kelompok dalam

diskusi dan mengarahkan perjalanan diskusi selanjutnya. 14. Testing, yakni menilai pendapat dan meluruskan pendapat kearah yang seharusnya

dicapai. 15. Consensus

Testing,

menialai tingkat

kesepakatan

yang telah dicapai dan

menghindarkan perbedaan pandangan. 16. Summarizing, yakni merangkum kesepakatan yang telah dicapai.

Daftar referensi http://aula.unair.ac.id/file.php/1/Materi_PEKERTI_15-19_Feb.2010/07METODE_PEMBELAJARAN.pdf http://gurupkn.wordpress.com/2007/11/26/metode-diskusi/ http://idb4.wikispaces.com/file/view/lr4002Cover.pdf http://www.laboratorium-um.sch.id/files/BAB%20IX%20STRATEGI %20PEMBELAJARAN%20DENGAN%20METODE%20%20DISKUSI.pdf

106

PEMBAHASAN 10 METODE DIKTE

A. Pendahuluan Dalam proses pembelajaran, metode mempunyai kedudukan yang sangat signifikan untuk mencapai tujuan, karena ia menjadi sarana yang bermaknakan materi pelajaran yang tersusun dari kurikulum pendidikan yang sedemikian rupa sehingga dapat dipahami atau diserap oleh manusia didik menjadi pengertian-pengertian yang fungsional terhadap tingkah lakunya. Mengingat mengajar pada hakikatnya merupakan upaya guru dalam menciptakan situasi belajar. Metode yang digunakan oleh guru diharapkan mampu menumbuhkan berbagai kegiatan belajar bagi pelajar sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Dengan perkataan lain, proses belajar mengajar merupakan proses interaksi edukatif anatar guru yang menciptakan suasana belajar dan pelajar yang memberi respons terhadap usaha guru tersebut. Oleh sebab itu, metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar bagi pelajar, dan upaya guru dalam memilih metode yang baik merupakan upaya mempertinggi mutu pengajaran/pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan berproses secara efisien dan efektif dalam kegiatan belajar mengajar menuju tujuan pendidikan. Metode pendidikan yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran jalannya proses belajar mengajar sehingga banyak tenaga dan waktu terbuang sia-sia. Oleh karena itu metode yang diterapakan oleh seorang guru, baru berdaya guna dan berhasil-guna jika mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

B. Pengartian Metode Dikte (Imla’) Metode Imla’ disebut juga metode dikte, atau metode menulis. Di mana guru membacakan acar pelajaran, dengan menyuruh siswa untuk mendikte / menulis di buku tulis. Dan imla’ dapat pula berlaku, dimana guru menuliskan materi pelajaran imla’ di papan tulis, dan setelah selesai diperlihatkan kepada siswa. Maka materi imla’ tersebut kemudian dihapus, dan menyuruh siswa untuk menuliskannya kembali di buku tulisnya.

107

Tujuan Metode Imla’ adapun tujuan pengajaran imla’ ini adalah sebagai berikut : •

Agar anak didik dapat menuliskan kata-kata dan kalimat dalam bahasa Arab dengan

mahir dan benar •

Anak-anak didik bukan saja terampil dalam membaca huruf-huruf dan kalimat-

kalimat dalam bahasa Arab, akan tetai terampil pula menuliskannya. Dengandemikian pengetahuan anak menjadi inegral. (terpadu) •

Melatih semua panca indera anak didik menjadi aktif. Baik itu perhatian,

pendengaran, pengelihatan maupun pengucapan terlatih dalam bahasaarab. •

Menumbuhkan agar menulis Arab dengan tulisan indah dan rapi



Menguji pengetahuan murud-murid tentang penulisan kata-kata yang telah

dipelajari •

Memudahkan murid mengarang dalam bahasa Arab dengan memakai gaya bahasa

sendiri.

Metode Mengajar Imla’ Pada dasarnya ada dua cara yang dapat dilakukan dalam pengajaran imla’ di kelas. Yakni dengan cara mengimla’kan materi pelajaran itu di papan tulis dan murid mencatat / menuliskannya di buku tulis. Kemudian imla’ dengan cara,gru hanya membacakan materi pelajaran itu, kemudian murid menuliskannya di buku tulis mereka masing-masing. Adapun metode imla’ tersebut adalah sebagai berikut : 1) Memeberikan, apersepsi terlebih dahulu, sebelum memulai imla’. Gunanya adlah agar perhatian anak didik terpusat kepada pelajaran yang akan dimulai. 2) Jika imla’ dilakukan dengan cara menuliskan materi imla’ maka langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut : •

Guru menuliskan materi pelajaran di papan tulis dengan tulisan yang menarik



Membacakan materi pelajaran imla’ yang telah ditulis itu secara pelan dan fasih



Setelah guru membacakan imla’, maka suruhlah di antara mereka untuk

membacakan acara imla’ hingga benar dan fasih. Jikaperlu semua siswa dapat membaca imla’ tersebut

108



Setelah selesai membca imla’ dari semua siswa, maka guru menyuruh mereka untuk

mencatatnya di buku tulis •

Menagdakan soal jawab, hal-hal yang dianggap belum dimengerti dan dipahami.

Dan kemudian mengulangi sekali lagi bacaan tersebut hingga tidak ada lagi kesalahan •

Menuliskan kata-kata sulit serta ikhtisar dari materi imla’



Guru menyuruh semua siswa untuk mencatat / menulis imla’ didepan papan tulis itu

ke dalam buku tulis mereka masing-masing, dengan benar dan rapi. •

Setelah selesai imla’, guru mengumpulkan catatan imla’ semua anak didik untuk

diperiksa atau dinilai 3) Dan jika imla’ dilaksanakan dengan cara : Guru membacakan materi pelajaran imla’ itu kepada siswa, maka langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut : •

Mengadakan apersepsi terlebih dahulu, agar perhatian siswa semua terpusat pada

acar imla’ •

Guru memulai mendikte acara imla’ secara terang / jelas, dan tidak terlalu cepat,

apakah itu dengan cara sebagian-sebagian atau dengan membacakan secara keseluruhan. Dan murid melalui perhatiannya dan pendengarannya yang cermat, mencatatnya pada buku tulis mereka masing-masing •

Mengumpulkan semua catatan imla’ siswa, untuk kemudian diperiksa, apakah

sudah benar atau belum imla’nya •

Guru mengadakan soal jawab mengenai imla’ yang baru saja dikerjakan itu, dan

kemudian menyuruh salah satu diantara siswa untuk menuliskannya di papan tulis •

Guru membetulkan imla’ secara keseluruhan, dan dapat menjelaskan kembali

mengenai kalimat yang belum dipahami oleh siswa •

Akhirilah pengajaran dengan memberi berbagai petunjuk dan nasihat-nasihat

kepada anak didik. 4) Mengadakan penilaian (evaluasi), atau post test, mengenai materi imla’, apakah tujuannya telah mengenai sasaran atau belum, jika belum, maka perlu diulang dan perbaikan-perbaikan

Saran-Saran Dalam Menggunakan Metode Imla’

109

Adapun berikut ini adalah beberapa saran dalam menggunakan metode imla’ sebagai berikut : 1) Jika imla’ dengan cara menuliskan di papan tulis, maka tulisan hendaknya rapi danterang, yang dapat dibaca oleh semua anak didik. Dan kalau imla’ dilakukan dengan cara guru membacakan, maka hendaknya bacaan imla’ dibacakan dengan suara yang lantang (terang), jangan terlalu lembek sehingga tidak diengar murid yang duduk di belakang. Jadi bacakanlah acara pelajaran imla’ tersebut dengan tenang tidak tergesagesa . 2) Guru janganlah memulai acara imla’, jika suasana kelas belum ditertibkan, sehingga siswa benar-benar dalam keadaan siap menerima imla’ yang akan disajikan. 3) Mulailah acara imla’ jika siswa telah dalam keadaan siap, bacakanlah secara terang dan pelan. 4) Adakanlah soal jawab dan diskusi mengenai materi imla’ tersebut kepada siswa dan mejelaskan maksud dari padanya. 5) Mengadakan evaluasi / post test. Dalam metode pembelajaran untuk mengembangkan dan merencanakan pembelajaran yang hendak dicapai perlu memahami prinsip – prinsip pembelajaran yang hendak dicapai prinsip-prinsip pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Prinsip Kesiapan ( Readness) Dalam proses belajar mengajar baik itu pengajaran umum, agama maupun dalam pengajaran Bahasa sangat dipengaruhi oleh prinsip kesiapan yaitu kesiapan individu sebagai subyek yang melakukan belajar. Kesiapan belajar adalah kondisi fisik–psikis (jasmani-mental) individu yang memungkinkan subyek dapat melakukan belajar. Biasanya kalau beberapa tahap dapat dilalui oleh peserta didik maka ia siap untuk melaksanakan suatu tugas khusus. Berdasarkan prinsip kesiapan belajar tersebut dapat dikemukakan halhal yang terkait dalam pembelajaran antara lain : Individu dapat belajar dengan baik apabila tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan kesiapan

( kematangan

usia,

kemampuan,

minat,

dan latar

belakang

pengalamannya) Kesiapan belajar harus diakaji lebih dulu untuk memperoleh gambaran kesiapan belajar siswanya dengan jalam mengetes kesiapan atau kemmpuan. Jika individu kurang siap untuk melaksanakan suatau tugas belajar maka akan menghambat proses pengaitan pengetahuan baru ke dalam stuktur kognitif yang dimilikinya. Kesiapan belajar mencerminkan jenis dan taraf kesiapan untuk menerima

110

sesuatu yang baru dalam membentuk atau mengembangkan kemampuan yang lebih matang. Bahan dan tugas–tugas belajar akan sangat baik kalau divariasi sesuai dengan faktor kesiapan kognitif, afektif, dan psikomotor pserta didik yang kan belajar.

2. Prinsip Motivasi (Motivation) Menurut Morgan yang dikutip dalam bukunya Muhaimin dijelaskan bahwa Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu (Muhaimin : 2001: 138). Berkenaan dengan prinsip motivasi, ada beberapa hal yang perlu diperhtikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran yaitu : •

Memberikan dorongan atau (drive)

Tingkah laku seseorang akan terdorong kearah suatu tujuan tertentu apabila ada kebutuhan. Kebutuhan ini menyebabkan timbulnya dorongan internal, yang selanjutnya mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan. •

Memberikan Insentif

Adanya karakteristik tujuan menyebabkan seseorang bertingkah laku untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan yang menyebabkan seseorang bertingkah laku tersebut disebut insentif. Dalam kegiatan belajar bahasa arab juga perlu insentif untuk lebih meningkatkan motiasi belajar peserta didik. Dalam hal ini insentif yang diberikan tidak selalu berupa materi, tetapi bisa berupa nilai atau penghargaan sesuai dengan kadar kemampuan yang dicapai peserta didik. •

Motivasi Berprestasi

Setiap orang mempuanyai motivasi untuk bekerja karena adanya kebutuhan untuk dapat berprestasi. Mc Clelland (dalam Carleson,1986) menemukan bahwa motivasi merupakan fungsi dari tiga variable yaitu (1) harapan untuk melakukan tugas dengan berhasil; (2) prestasi tertinggi tentang nilai tugas dan (3) kebutuhan untuk keberhasilan atau kesuksasan •

Motivasi Kompetensi

Setiap peserta didik memiliki keinginan untuk menunjukkan kompetensi dengan berusaha menaklukkan lingkungnnnya. Motivasi belajar tidak dapat dilepaskan dari keinginannya

111

untuk menunjukkan kemampuan dan penguasaannya kepada yang lain. Karena itu diperlukan yaitu (1) ketrampilan mengevaluasi diri (2) nilai tugas bagi peserta didik (3) harapan untuk sukses (4) patokan keberhasilan (5) kontol belajar dan (6) penguatan diri untuk mencapai tujuan( Worell dan Stilwell, 1981

3. Prinsip Perhatian Perhatian merupakan suatu strategi kognitif yang mencakup empat ketrmpiln, yaitu (1) berorientasi pada suatu masalah; (2) meninjau sepintas isi masalah ; (3) Memusatkan pada aspek-aspek yang relefan dan (4) mengabaikan stimuli yang idak relevan ( Worell dan Stilwell, 1981)

Dalam, proses pembelajaran, perhatian merupakan faktor yang besar pengaruhnya . Kalau peserta didk mempunyai perhatian yang besar mengenai apa yang disajikan atau dipelajari, peserta didik dapat menerima dan memilih stimuli yang relevan untuk diproses lebih lanjut diantara sekian banyak stimuli yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik untuk : (1) mengarahkan diri pada tugas yang akan diberikan (2) melihat masalah-masalah yang akan diberikan (3) memilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan dan (4) mengabaiakan hal-hal lain yang tidak relevan Dalam pembelajaran banyak metode yang digunakan salah satunya adalah metode imla, teknik ini sebagai salah satu strategi belajar mengajar dimana siswa didalam kelas diuji kemampuannya untuk menangkap dan menerima dengan baik dan benar tentang apa yang dikatakan atau yang didektekan oleh guru, baik dari segi tulisan atau ejaan. Juga sebagai

112

sarana untuk memelihara kebiasaan-kebiasaan yang baik. Selain itu, metode ini juga dapat digunakan untuk memperoleh ketangkasan , ketepatan , kesempatan, dan keterampilan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar di sekolah.

C. Kelebihan dan Kelemahan Metode Dikte (imla’) Kelebihan metode imla dari metode yang lain adalah : 1) Untuk memperoleh kecakapan motoris ,seperti menulis, melafalkan huruf, kata-kata atau kalimat, membuat alat-alat, menggunakan alat-alat ( mesin, permainan dan atletik) , dan terampil menggunakan peralatan olah raga. 2) Untuk memperoleh kecakapan mental seperti dalam perkalian, menjumlah pengurangan ,pembagian, tanda-tanda ( symbol), dan liannya. 3) Untuk memperoleh kecakapan dalam bentuk asosiasi yang dibuat seperti hubungan huruf-huruf dalam ejaan, penggunaan simbol, membaca peta, dan lain sebagainya. Selain memiliki beberapa kelebihan dari pada metode yang lain, metode imla ini juga memiliki kelemahannya. Adapun kelemahan metode ini antara lain adalah : 1) Menghambat kebiasaan yang dilakukan dan menambah ketepatan serta kecepatan pelaksanaan . 2) Kadang-kadang imla yang dilaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang menoton, dan mudah membosankan sehingga apabila metode ini dilakuakn terlalu sering. 3) Membentuk kebiasaan yang kaku, dan fasik sehingga murid kurang aktif . Selain memiliki beberapa kelebihan dari pada metode yang lain, metode imla ini juga memiliki kelemahannya , memang semua metode yang ada memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, begitu juga dengan metode imla ini. Jadi untuk menyingkapi masalah ini Cuma terletak kepada guru yang bersangkutan bagaimana dia bisa mensiasati dan menentukan metode mana yang afektif dan sesuai, sehingga tujuan dari pada pembelajaran tersebut bisa sesuai dan tercapai dengan baik. Jadi gurulah yang berperan sangat besar dalam memilih metode mana yang lebih tepat dan sesuai untuk memperoleh hasil pembelajaran yang memuaskan.

Daftar referensi

113

http://alhafizh84.wordpress.com/2010/02/04/metode-imla-metode-dikte/ http://heruexa.blogspot.com/2009/06/metode-imla-dikte.html http://udhiexz.wordpress.com/2008/08/08/metode-imla-dikte/

114

PEMBAHASAN 11 METODE PEMBERIAN TUGAS

A. Pengertian Metode Pemberian Tugas Pemberian tugas atau resitasi; berasal dari bahasa Inggris to cite yang artinya mengutip (re=kembali), yaitu siswa mengutip ataumengambil sendiri bagian-bagian pelajaran itu dari buku-buku tertentu, lalu belajar sendiri dan berlatih hingga sampai siap sebagaimana mestinya. Metode ini populer dengan bentuk PR (Pekerjaan Rumah). Sebetulnya bukan hanya itu/bukan hanya di rumah. Dengan kata lain metode resitasi dimaksudkan; yaitu guru menyajikan bahan pelajaran dengan cara memberikan tugas kepada siswa, untuk dikerjakan dengan penuh rasa tanggung jawab dan kesadaran. Dalam pelaksanaannya metode resitasi bukan saja hanya dilakukan

oleh

siswa

dirumah,

akan

tetapi

pemberian

tugas

(resitasi)

dapat

dikerjakan/dilaksanakan di sekolah/halaman sekolah, perpustakaan, laoratorium, di masjid, di langgar/mushalla dan lain tempat. Tergantung jenis tugas yang diberikan. Setiap tugastugas murid harus diberi nilai/dikoreksi, dan dicatat perkembangan prestasi murid-murid. Metode pemberian tugas adalah merupakan suatu metode mengajar yang diterapkan dalam proses belajar mengajar, yang biasa disebut dengan metode pemberian tugas. Biasanya guru memberikan tugas itu sebagai pekerjaan rumah. Akan tetapi sebenarnya ada perbedaan antara pekerjaan rumah dan pemberian tugas seperti halnya yang dikemukakan : Roestiyah dalam bukunya “Didaktik Metodik” yang mengatakan : “ Untuk pekerjaan rumah, guru menyuruh membaca dari buku dirumah, dua hari lagi memberikan pertanyaan dikelas. Tetapi dalam pemberian tugas guru menyuruh membaca. Juga juga menambah tugas (1),cari buku lain untuk membedakan(2), pelajari keadaan orangnya”(roestiyah, 1996 : 75 ). Dalam buku lainnya yang berjudul Startegi Belajar Mengajar

hal.132,

Roestiyah mengatakan teknik pemberian tugas memiliki tujuan agar siswa menghasilkan hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu menjadi lebih terintegrasi. Dengan pengertian lain tugas ini jauh lebih luas dari pekerjaan rumah karena metode pemberian tugas diberikan dari guru kepada siswa untuk diselesaikan dan dipertanggung jawabkan. Siswa dapat menyelesaikan di sekolah, atau dirumah atau di tempat lain yang kiranya dapat menunjang penyelesaian tugas tersebut, baik secara individu atau kelompok. Tujuannya untuk melatih atau menunjang terhadap materi yang diberikan dalam kegiatan

115

intra kurikuler, juga melatih tanggung jawab akan tugas yang diberikan. Lingkup kegiatannya adalah tugas guru bidang studi di luar jam pelajaran tatap muka. Tugas ditetapkan batas waktunya, dikumpulkan, diperiksa, dinilai, dan dibahas tentang hasilnya. Dalam memberikan tugas keadaan siswa, guru harus memperhatikan hal-hal berikut ini: •

Memberikan penjelasan mengenai

1) Tujuan penugasan 2) Bentuk pelaksanaan tugas 3) Manfaat tugas 4) Bentuk Pekerjaan 5) Tempat dan waktu penyelesaian tugas 6) Memberikan bimbingan dan dorongan 7) Memberikan penilaian Adapun jenis-jenis tugas yang dapat diberikan kepada siswa yang dapat membantu berlangsungnya proses belajar mengajar : 1) Tugas membuat rangkuman 2) Tugas membuat makalah 3) Menyelesaikan soal 4) Tugas mengadakan observasi 5) Tugas mempraktekkan sesuatu 6) Tugas mendemonstrasikan observasi Dalam pendidikan agama, melalui metode pemberian tugas ini dapat diterapkan terutama

materi

pelajaran

yang

bersifat

praktis.

Misalnya

memberikan

tugas

menerjemahkan literatur-literatur yang berbahasa asing (Arab, Inggris), membuat paper, kliping, resume dan lain-lain yang ada hubungannya dengan pelajaran agama.

B. Kelebihan dan Kelemahan Metode Pemberian Tugas Adapun kelebihan metode pemberian tugas diantaranya adalah Metode ini merupakan aplikasi pengajaran modern disebut juga azas aktivitas dalam mengajar yaitu guru mengajar

116

harus merangsang siswa agar melakukan berbagai aktivitas sehubungan dengan apa yang dipelajari, sehingga : 1) Dapat memupuk rasa percaya diri sendiri 2) Dapat membina kebiasaan siswa untuk mencari, mengolah menginformasikan dan dan mengkomunikasikan sendiri. 3) Dapat mendorong belajar, sehingga tidak cepat bosan 4) Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa 5) Dapat mengembangkan kreativitas siswa 6) Dapat mengembangkan pola berfikir dan ketrampilan anak.

Adapun kelemahan metode pemberian tugas 1) Tugas tersebut sulit dikontrol guru kemungkinan tugas itu dikerjakan oleh orang lain yang lebih ahli dari siswa. 2) Sulit untuk dapat memenuhi pemberian tugas 3) Pemberian tugas terlalu sering dan banyak, akan dapat menimbulkan keluhan siswa, 4) Dapat menurunkan minat belajar siswa kalau tugas terlalu sulit 5) Pemberian tugas yangmonoton dapat menimbulkan kebosanan siswa apabila terlalu sering. 6) Khusus tugas kelompok juga sulit untuk dinilai siapa yang aktif.

Langkah-langkah pemberian tugas (resitasi) yang perlu diperhatikan :  Merumuskan tujuan secara operasinal/spesifik mengenai target yang akan dicapai  Memperkirakan apakah tujuan yang telah dirumuskan itu dapat dicapai dalam batasbatas waktu, tenaga serta sarana yang tersedia  Dapat mendorong siswa secara aktif dan kreatif untuk mempelajari dan mempraktekan pelajaran yang telah diberikan  Agar siswa mempunyai pengetahuan yang integral/terpadu

117

Saran-saran pelaksanaannya : Oleh karena metode pemberian tugas (resitasi) ini tidak lepas dari kekurangan dan kelemahannya, maka kiranya perlu guru memperhatikan saran-saran pelaksanaannya sebagai berikut : 

Merencanakan resitasi secara matang



Tugas yang diberikan hendaklah didasarkan atas minat dan kemampuan anak didik



Tugas yang diberikan berkaitan dengan materi pelajaran yang telah diberikan



Jenis tugas yang diberikan kepada siswa itu hendaknya telah dimengerti betul oleh

siswa, agar tugas dapat dilaksanakan secara baik 

Jika tugas yang diberikan itu bersifat tugas kelompok maka pembagian tugas

(materi tugas) harus diarahkan, termasuk batas waktu penyelesaiannya 

Guru dapat membantu penyediaan alat dan sarana yang diperlukan dalam pemberian

tuhas 

Setiap hasil kerja PR murid-murid harus dikoreksi dengan teliti, diberi nilai dan

kertasnya dikembalikan, untukmemberi rangsangan/dorongan 

Perkembangan nilai prestasi murid-murid perlu dicatat pada buku catatan nilai guru

agar diketahui grafik belajar mereka 

Tugas yang diberikan dapat merangsang perhatian siswa dan realistis

Demikianlah sedikit ulasan tentang metode pemberian tugas. Semoga bermanfaat. Ada berbagai metode pembelajaran yang akan saya tuliskan setelah metode pemberian tugas. Selamat menjadi guru yang baik dan profesional.

Daftar referensi http://umum.kompasiana.com/2009/06/12/metode-pemberian-tugas/ http://alhafizh84.wordpress.com/2010/01/17/metode-pemberian-tugas-resitasi/

118

PEMBAHASAN 12 PENGEMBANGAN DAN PERENCANAAN KURIKULUM

1.

Pengertian Kurikulum Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup:

perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan

sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan

pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Undang-Undang No.20 TH. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional). Kurikulum adalah serangkaian mata ajar dan pengalaman belajar yang mempunyai tujuan tertentu, yang diajarkan dengan cara tertentu dan kemudian dilakukan evaluasi. (Badan Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004 tentang Kurikulum Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan).1 Dari berbagai macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis besar pengertian kurikulum yaitu: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Landasan Pengembangan Kurikulum

2. 1

119

Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia. Pengebangan kurikulum berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut: a. Filsafat dan tujuan pendidikan Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Berdasarkan citacita tersebut terdapat landasan, mau dibawa kemana pendidikan anak. Dengan kata lain, filsafat pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi landasan untuk merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip pembelajaran, serta perangkat pengalaman belajar yang bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengeruhi oleh dua hal pokok, yakni (1). Cita-cita masyarakat, dan (2). Kebutuhan peserta didik yang hidup di masyarakat. Nilai-nilai filsafat pendidikan harus dilaksanakan dalam perilaku sehari-hari. Hal ini menunjukkan pentingnya filsafat pendidikan sebagai landasan dalam rangka pengembangan kurikulum. Filsafat pendidikan sebagai sumber tujuan. Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau perbuatan seseorang atau masyarakat. Dalam filsafat pendidikan terkandung cita-cita tentang model manusia yang diharapakan sesuai dengan nilai-nilai yang disetujui oleh individu dan masyarakat. Karena itu, filsafat pendidikan harus dirumuskan berdasarkan kriteria yang bersifat umum dan obyektif. Hopkin dalam bukunya Interaction The democratic Process, mengemukakan kriteria antara lain: 1)

Kejelasan, filsafat/keyakinan harus jelas dan tidak boleh meragukan.

2)

Konsisten dengan kenyataan, berdasarkan penyelidikan yang akurat.

3)

Konsisten dengan pengalaman, yang sesuai dengan kehidupan individu.

b. Sosial budaya dan agama yang berlaku di masyarakat Keadaan sosial budaya dan agama tidaklah terlepas dari kehidupan kita. Keadaan sosial budayalah yang sangat berpengaruh pada diri manusia, khususnya sebagai peserta didik. Sikap atau tingkah laku seseorang sebagian besar dipengaruhi oleh interaksi sosial yang membuat sseeorang untuk bertingkah laku yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan masyarakat sekitar. Agama yang membatasi tingkah laku kita juga sangat besar pengaruhnya dalam membuat suatu kurikulum.

c.

Perkembangan Peserta didik yang menunjuk pada karateristik perkembangannya

120

Setiap peserta didik pasti mempunyai karateristik yang berbeda. Dengan keadaan peserta didik yang memiliki perbedaan dalam hal kemampuan beradaptasi atau dalan hal perkembangan, tentunya juga ikut ambil bagian dalam melandasi terwujudnya kurikulum yang sesuai dengan harapan. Kurikulum akan dibuat sedemikian rupa untuk mengimbangi perkembangan peserta didiknya. d. Kedaaan lingkungan Dalam arti yang luas, lingkungan merupakan suatu sistem yang disebut ekosistem, yang meliputi keseluruhan faktor lingkungan, yang tertuju pada peningkatan mutu kehidupan di atas bumi ini. Faktor-faktor dalam ekosistem itu, meliputi: 1)

Lingkungan manusiawi/interpersonal

2)

Lingkungan sosial budaya/kultural

3)

Lingkungan biologis, yang meliputi flora dan fauna

4)

Lingkungan geografis, seperti bumi, air, dan sebagainya. Masing-masing faktor lingkungan memiliki sumber daya yang dapat digunakan sebagai

modal atau kekuatan yang mempengaruhi pembangunan. Lingkungan manusiawi merupakan sumber daya menusia (SDM), baik dalam jumlah maupun dalam mutunya. Lingkungan sosial budaya merupakan sumber daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya yang terkait erat dengan pembangunan yang berwawasan lingkungan. e. Kebutuhan Pembangunan Tujuan pokok pembangunan adalah untuk menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk mewujudkan kesejahteraan lahir batin yang lebih selaras, adil dan merata. Keberhasilan pembangunan ditandai oleh terciptanya suatu masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera. Untuk

mencapai

tujuan

pembangunan

tersebut,

maka

dilaksanakan

proses

pembangunan yang titik beratnya terletak pada pembangunan ekonomi yang seiring dan didukung oleh pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, serta upaya-upaya pembangunan di sektor lainnya. Hal ini menunjuk pada kebutuhan pembangunan sesuai dengan sektor-sektor yang perlu dibangun itu sendiri, yang bidang-bidang industri, pertanian, tenaga kerja, perdagangan, transportasi, pertambangan, kehutanan, usaha nasional, pariwisata, pos dan telekomunikasi, koperasi, pembangunan daerah, kelautan, kedirgantaraan, keuangan, transmigrasi, energi dan lingkungan hidup (GBHN, 1993). Gambaran tentang proses dan tujuan pembangunan tersebut di atas sekaligus menggambarkan kebutuhan pembangunan secara kesuluruhan. Hal mana memberikan implikasi tertentu terhadap pendidikan di perguruan tinggi. Dengan kata lain, penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi harus disesuaikandan diarahkan pada

121

upaya –upaya dan kebutuhan pembangunan, yang mencakup pembangunan ekonomi dan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Penyelenggaraan pendidikan diarahkan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan keilmuan dan keahlian, yang bersifat mendukung ketercapaian cita-cita nasional, yakni suatu masyarakat yang maju, mandiri, dan sejahtera. f.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi

Pembangunan didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam rangka mempercepat terwujudnya ketangguhan dan keunggulan bangsa. Dukungan iptek terhadap pembangunan dimaksudkan untuk memacu pembangunan menuju terwujudnya masyarakat mandiri, maju dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan dan kemampuankemampuan tersebut, maka ada tiga hal yang dijadikan sebagai dasar, yakni: 1)

Pembangunan iptek harus berada dalam keseimbangan yang dinamis dan

efektif dengan pembinaan sumber daya manusia, pengembangan sarana dan prasarana iptek, pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta rekayasa dan produksi barang dan jasa. 2)

Pembangunan iptek tertuju pada peningkatan kualitas, yakni untuk

meningkatkan kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa. 3)

Pembangunan iptek harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai agama, nilai

luhur budaya bangsa, kondisi sosial budaya, dan lingkungan hidup. 4)

Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas,

efisiensi dan efektivitas penelitian dan pengembangan yang lebih tinggi. 5)

Pembangunan iptek berdasarkan pada asas pemanfaatannya yang dapat

memberikan pemecahan masalah konkret dalam pembangunan. Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmupengetahuan dan tekhnologi dilaksanakan oleh berbagai pihak, yakni: 1)

Pemerintah, yang mengembangkan dan memanfaatkan iptek untuk

menunjang pembangunan dalam segala bidang. 2)

Masyarakat, yang memanfaatkan iptek itu untuk pengembangan masyarakat

dan mengembangkannya secara swadaya. 3)

Akademisis terutama di lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan iptek

untuk disumbangkan kepada pembangunan. 4)

Pengusaha, untuk kepentingan meningkatan produktivitas. Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam

pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis ; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut. 1.

Landasan Filosofis

122

Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga

akan

mewarnai

terhadap

konsep

dan

implementasi

kurikulum

yang

dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum. a.

Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan,

kebenaran dan keindahan dari warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu. b.

Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya

dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu. Eksistensialisme

c.

menekankan

pada

individu

sebagai

sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahamu kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu? Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani

d.

perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif. e.

Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran

progresivisme. Pada rekonstruksivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Disamping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstuktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis , memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dan proses.

2.

Landasan Psikologis

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan

123

(2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. 3.

Landasan Sosial-Budaya

Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan. Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat. Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya. Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang. Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbankan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial-budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global. 4.

Landasan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi

Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang. Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan. Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia

124

sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal. Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta menngatasi situasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian. Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia.

3. Prinsip Pengembangan Kurikulum Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsipprinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu : a) Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).

125

b) Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik. c) Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan. d) Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai. e) Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.

D. Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum Pegembangan kurikulum meliputi empat langkah, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran (instructional objective), menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar ( selection of learning experiences), mengorganisasi pengalaman-pegalaman

belajar

(organization of learning experiences), dan mengevaluasi (evaluating). Merumuskan Tujuan Pembelajaran (instructional objective) Terdapat tiga tahap dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Tahap yang pertama yang harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah memahami tiga sumber, yaitu siswa (source of student), masyarakat (source of society), dan konten (source of content). Tahap kedua adalah merumuskan tentative general objective atau standar kompetensi (SK) dengan memperhatikan landasan sosiologi (sociology), kemudian di-screen melalui dua landasan lain dalam pengembangan kurikulum yaitu landasan filsofi pendidikan (philosophy of learning) dan psikologi belajar

(psychology of learning), dan tahap terakhir adalah

merumuskan precise education atau kompetensi dasar (KD).

Merumuskan dan Menyeleksi Pengalaman-Pengalaman Belajar ( selection of learning experiences) Dalam merumuskan dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar dalam pengembangan kurikulum harus memahami definisi pengalaman belajar dan landasan

126

psikologi belajar (psychology of learning). Pengalaman belajar merupakan bentuk interaksi yang dialami atau dilakukan oleh siswa yang dirancang oleh guru untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Pengalaman belajar yang harus dialami siswa sebagai learning activity menggambarkan interaksi siswa dengan objek belajar. Belajar berlangsung melalui perilaku aktif siswa; apa yang ia kerjakan adalah apa yang ia pelajari, bukan apa yang dilakukan oleh guru. Dalam merancang dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar juga memperhatikan psikologi belajar. Ada lima prinsip umum dalam pemilihan pengalaman belajar. Kelima prinsip tersebut adalah pertama, pengalaman belajar yang diberikan ditentukan oleh tujuan yang akan dicapai, kedua, pengalaman belajar harus cukup

sehingga siswa memperoleh

kepuasan dari pengadaan berbagai macam perilaku yang diimplakasikan oleh sasaran hasil, ketiga, reaksi yang diinginkan dalam pengalaman belajar memungkinkan bagi siswa untuk mengalaminya (terlibat), keempat, pengalaman belajar yang berbeda dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sama, dan kelima, pengalaman belajar yang sama akan memberikan berbagai macam keluaran (outcomes). 1. Mengorganisasi Pengalaman Pengalaman Belajar (organization of learning experiences) 2. Pengorganisasi atau disain kurikulum diperlukan untuk memudahkan anak didik untuk belajar. Dalam pengorganisasian kurikulum tidak lepas dari beberapa hal penting yang mendukung, yakni: tentang teori, konsep, pandangan tentang pendidikan, perkembangan anak didik, dan kebutuhan masyarakat. Pengorganisasian kurikulum bertalian erat dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Oleh karena itu kurikulum menentukan apa yang akan dipelajari, kapan waktu yang tepat untuk mempelajari, keseimbangan bahan pelajaran, dan keseimbangan antara aspek-aspek pendidikan yang akan disampaikan. 3. Jenis Pengorganisasian Kurikulum 4. Pengorganisasian kurikulum terdiri atas beberapa jenis, yakni: (1) Kurikulum berdasarkan mata pelajaran (Subject curriculum) yang mencakup mata pelajaran terpisah-pisah (separate subject curriculum), dan mata pelajaran gabungan (correlated curriculum). (2) Kurikulum terpadu (integrated curriculum) yang berdasarkan fungsi sosial, masalah, minat, dan kebutuhan, berdasarkan pangalaman anak didik, dan (3) berdasarkan kurikulum inti (core curriculum). 5. Tujuan dari kurikulum ini untuk mempermudah anak didik mengenal hasil kebudayaan dan pengetahuan umat manusia tanpa perlu mencari dan menemukan kembali dari apa yang diperoleh generasi sebelumnya. Sehingga anak didik dapat membekali diri dalam menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya. Dengan

127

pengetahuan yang sudah dimiliki dan telah tersusun secara logis dan sistematis tidak hanya untuk memperluas pengetahuan tetapi juga untuk untuk memperoleh cara-cara berpikir disiplin tertentu.

6. Keuntungan kurikulum ini, antara lain: (1) memberikan pengetahuan berupa hasil pengalaman generasi masa lampau yang dapat digunakan untuk menafsirkan pengalaman seseorang. (2) mempunyai organisasi yang mudah strukturnya. (3) mudah dievaluasi terutama saat ujian nasional akan mempermudah penilaian. (4) merupakan tuntutan dari perguruan tinggi dalam penerimaan mahasiswa baru. (5) memperoleh respon positif karena mudah dipahami oleh guru, orangtua, dan siswa. (6) mengandung logika sesuai dengan disiplin ilmu nya. Kelemahan kurikulum berdasarkan mata pelajaran antara lain: terlalu fragmentasi, mengabaikan bakat dan minat siswa, penyusunan kurikulumnya menjadi tidak efisien, dan mengabaikan masalah sosial. 7. Kurikulum ini merupakan modifikasi kurikulum mata pelajaran. Agar pengetahuan anak tidak terlepas-lepas maka perlu diusahakan hubungan antara dua matapelajaran atau lebih yang dapat dipandang sebagai kelompok namun masih mempunyai hubungan yang erat. Sebagai contoh, saat mengajarkan sejarah ada beberapa mata pelajaran yang berkaitan seperti geografi, sosiologi, ekonomi, antropologi, dan psikologi. Dan mata pelajaran yang digabungkan tersebut menjadi ‘broad field’. Namun demikian tidak bisa mengenyampingkan tujuan instruksionalnya atau yang sekarang lebih dikenal dengan kompetensi dasar, prinsip-prinsip umum yang mendasari, teori atau masalah di sekitar yang dapat mewujudkan gabungan itu secara wajar. Dengan menggunakan kurikulum gabungan diharapkan akan mencegah penguasaan bahan yang terlalu banyak sehingga akan menjadi dangkal dan lepas-lepas sehingga pada gilirannya akan mudah dilupakan dan tidak fungsional. Pada praktiknya kurikulum gabungan ini kurang dipahami para guru sehingga walaupun namanya ‘broad-field’ pada hakikatnya tetap separate subjectcentered. 8. Kurikulum terpadu mengintegrasikan bahan pelajaran dari berbagai matapelajaran. Integrasi ini dapat tercapai bila memusatkan pelajaran pada masalah tertentu yang memerlukan pemecahan dari berbagai didiplin ilmu. Sehingga bahan mata pelajaran dapat difungsikan menjadi alat untuk memecahkan masalah. Dan batas-batas antara mata pelajaran dapat ditiadakan. Pengorganisasian kurikulum terpadu ini lebih banyak pada kerja kelompok dengan memanfaatkan masyarakat dan lingkungan sebagai nara sumber, memperhatikan perbedaan individual, serta melibatkan para siswa dalam perencanaan pelajaran. Selain memperoleh sejumlah pengetahuan secara fungsional, kurikulum ini mengutamakan pada proses belajarnya. Kurikulum ini fleksibel, artinya

128

tidak mengharapkan hasil belajar yang sama dengan siswa yang lain. tanggungjawab pengembangannya ada pada guru, orangtua, dan siswa. 9. Munculnya kurikulum inti ini adalah atas dasar pemikiran bahwa pendidikan memberikan tekanan kepada dua aspek yang berbeda, yakni: (1) adanya reaksi terhadap mata pelajaran teori yang bercerai-berai yang mengakumulasi bahan dan pengetahuan. (2) Adanya perubahan konsep tentang peranan sosial pendidikan di sekolah. 10. Dengan demikian, kurikulum inti memberikan tekanan pada keperluan sosial yang berbeda terutama pada persoalan dan fungsi sosial. Sehingga konsep kurikulum inti bersifat ‘society centered’, dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) penekanan pada nilainilai sosial, (2) struktur kurikulum inti ditentukan oleh problem sosial dan perkehidupan sosial, (3) pelajaran umum diperuntukkan bagi semua siswa, (4) aktivitas direncanakan oleh guru dengan siswa secara kooperatif.

Daftar referensi http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/31/prinsip-pengembangan-kurikulum/ http://pustaka.ut.ac.id/puslata/index.php?menu=collection_detail&ID=19242

129

PEMBAHASAN 13 KOMPETENSI PEDAGOGIK

1. Pengertian Kompetensi Pedagogik Pedagogik berasal dari bahasa Yunani paedos yang artinya anak laki-laki, dan agogos yang artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogik secara harfiah membantu anak laki-laki zaman Yunani Kuno yang pekerjaannya mengantarkan anak majikannya pergi ke sekolah (Uyoh Sadullah). Menurut Prof Dr. J. Hoogeveld (Belanda), pedagogik ialah ilmu yang mempelajari masalah membimbing anak ke arah tujuan tertentu, yaitu supaya kelak ia akan mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya. Langeveld (1980) membedakan istilah pedagogik dengan istilah pedagogi. Pedagogik diartikannya sebagai ilmu pendidikan yang lebih menekankan pada pemikiran dan perenungan tentang pendidikan. Sedangkan pedagogi artinya pendidikan yang lebih menekankan kepada praktek yang menyangkut kegiatan mendidik, membimbing anak. Pedagogik adalah ilmu tentang pendidikan anak yang ruang lingkupnya terbatas pada interaksi edukatif antara pendidik dengan siswa. Sedangkan kompetensi pedagogik adalah sejumlah kemampuan guru yang berkaitan dengan ilmu dan seni mengajar siswa (Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus : 2009) Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pedagogik yaitu suatu ilmu tentang mendidik anak untuk mencapai suatu tujuan pendidikan yaitu kedewasaan melalui interaksi antara pendidik dengan siswa.

2. Ruang Lingkup Kompetensi Pedagogik Rumusan kompetensi pedagogik di dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 28 ayat 3 menyebutkan bahwa kompetensi ialah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi : a. Pemahaman terhadap peserta didik, b. Perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, c. Evaluasi hasil belajar,

130

d. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Kompetensi pedagogik (Samani, Mukhlas : 2008) ialah kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang meliputi : a. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, b. Pemahaman terhadap peserta didik, c. Pengembangan kurikulum, d. Perancangan pembelajaran, e. Pemanfaatan teknologi pembelajaran, f. Evaluasi proses dan hasil belajar, g. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

3. Problematik Pendidikan / Pedagogik a.

Relevansi Teori Pendidikan

Teori pendidikan perlu atau harus kita pelajari, karena yang akan dihadapi adalah manusia, menyangkut nasib hidup dan kehidupan manusia, menyangkut harkat martabat manusia, serta hak asasinya.

Kita perlu memahami teori pendidikan, karena dengan teori tersebut akan memberikan manfaat (Burhanuddin Salam : 1996) dalam hal : -

Memberi arah serta tujuan mana yang akan dicapai

-

Untuk memperkecil kesalahan dalam praktek, atas dasar teori pendidikan,

diketahui mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan -

Berfungsi sebagai tolok ukur, sejauh mana kita telah berhasil

melaksanakan tugas dalam pendidikan itu

Setiap tindakan dalam pendidikan, tidak begitu saja dengan sendirinya dapat menerapkan teori yang ada. Dalam prakteknya kita harus memperhatikan anak itu sendiri, tergantung kepada kepribadian pendidik, situasi dan kondisi lingkungan, dan tujuan yang akan dicapai.

b.

Hakikat Pendidikan

131

Prof. Langeveld seorang ahli pedagogik dari negeri Belanda mengemukakan batasan pendidikan, bahwa pendidikan ialah suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu kedewasaan. Dalam GBHN 1973, dikemukakan pengertian pendidikan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia, yang dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah, dan berlangsung seumur hidup. Dalam arti yang luas pendidikan berisi tiga pengertian, yaitu pendidikan, pengajaran, dan latihan (Burhanuddin Salam : 1996). Ketiga istilah tersebut mengandung pengertian yang berbeda. Istilah mendidik menurut Prof. Darji Darmodiharjo, menunjukkan usaha yang lebih ditujukan kepada pengembangan budi pekerti, semangat, kecintaan, rasa kesusilaan, ketakwaan, dan lain-lainnya. Istilah mengajar menurut Prof. Sikun Pribadi berarti memberi pelajaran tentang berbagai ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan kemampuan intelektualnya. Sedangkan istilah melatih, merupakan suatu usaha untuk memberi sejumlah keterampilan tertentu, yang dilakukan secara berulang-ulang, sehingga akan terjadi suatu pembiasaan dalam bertindak. Pendidikan pada hakikatnya akan berusaha untuk mengubah perilaku. Tetapi perilaku mana yang dapat terjangkau oleh pendidikan, karena hewan pun adalah makhluk yang berperilaku. Dalam hal ini Prof. Khonstamm mengemukakan beberapa jenis perilaku dari berbagai makhluk sebagai berikut : -

Anorganis : yaitu suatu gerakan yang terjadi pada benda-benda mati, tidak

bernyawa. -

Organis / nabati : yaitu yang terjadi pada tumbuh-tumbuhan. Gerakan ini

terjadi secara otomatis, setiap makhluk hidup dengan sendirinya memiliki gerakan nabati ini. -

Hewani : perilaku ini lebih tinggi derajatnya daripada perilaku nabati.

Perilaku ini bersifat instintif, dapat diperbaiki sampai taraf tertentu, dan memilih kesadaran indra. -

Manusiawi : merupakan perilaku yang hanya terdapat pada manusia.

-

Mutlak : di mana manusia dapat berkomunikasi dengan Maha Pencipta.

c.

Ilmu Pendidikan sebagai Ilmu Normatif

Menurut sistemnya ilmu pengetahuan dibedakan dalam 2 hal yaitu ilmu-ilmu murni dan ilmu-ilmu empiris berdasarkan pengalaman. Ilmu-ilmu empiris dibagi atas ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu rohani. Ilmu-ilmu rohani dibagi lagi menjadi ilmu-ilmu normatif dan ilmuilmu deskriptif (Burhanuddin Salam : 1996).

132

Nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam pandangan manusia seseorang atau sesuatu bangsa dijadikan norma atau kriteria untuk mendidik, dan norma ini biasanya tergambar dalam rumusan tujuan pendidikannya. Dengan demikian ilmu pendidikan diarahkan kepada perbuatan mendidik yang bertujuan, dan tujuan itu ditentukan oleh nilai yang dijunjung tinggi oleh seseorang. Sedangkan nilai itu sendiri merupakan ukuran yang bersifat normatif, maka dapat kita tegaskan bahwa ilmu pendidikan adalah ilmu yang bersifat normatif (Burhanuddin Salam : 1996).

d. •

Beberapa Pendekatan untuk Mempelajari Pendidikan Pendekatan Religius

Suatu pendekatan religius terhadap pendidikan, berarti bahwa ajaran agama dapat dijadikan sumber inspirasi untuk menyusun teori pendidikan, yang dapat dijadikan landasan untuk melaksanakan pendidikan. Ajaran agama dapat dijadikan sumber dalam menentukan tujuan pendidikan, materi, dan metode, bahkan sampai kepada jenis-jenis pendidikan. •

Pendekatan Falsafah Pendekatan falsafah terhadap pendidikan, ialah suatu pendekatan untuk menelaah,

dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan prinsip falsafat. Pengetahuan atau teori pendidikan yang dihasilkan dengan pendekatan filsafat ini ialah “filsafat pendidikan”. Menurut Henderson : “filsafat pendidikan adalah filsafat yang diterapkan untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan.” •

Pendekatan Ilmiah terhadap Pendidikan

Pendekatan ilmiah terhadap pendidikan, yaitu suatu pendekatan terhadap pendidikan dengan menggunakan ilmu untuk mempelajari, menelaah, serta memecahkan masalahmasalah pendidikan. Teori pendidikan dengan pendekatan ilmiah ini disebut ilmu pengetahuan pendidikan. Cara kerja yang dipergunakan ialah sebagaimana prinsip-prinsip dan metode kerja ilmu pengetahuan. •

Pendekatan Multidisplin

Pendekatan yang perlu kita lakukan ialah pendekatan multidisiplin secara terpadu. Pendekatan secara falsafah, secara ilmiah, secara religi, bahkan mungkin pendekatan secara seni.

4. Beberapa Landasan dalam Pendidikan a. 

Landasan Filosofis Filsafat dan Pendidikan

133

Secara etimologis filsafat berasal dari kata-kata “philos” yang artinya cinta dan “sophia” artinya kebijaksanaan (kearifan). Jadi filsafat dapat diartikan cinta secara mendalam terhadap kebijaksanaan, cinta akan kearifan. Menurut Henderson filsafat dapat berarti sebagai pendirian hidup, sebagai pandangan hidup. Pendekatan filosofis akan mencoba menjawab tiga pertanyaan pendidikan secara menyeluruh, yaitu : 1) apakah pendidikan, 2) apakah yang seharusnya dicapai oleh pendidikan, 3) dengan cara bagaimana cita-cita pendidikan dapat dicapai. Kegunaan Filsafat Pendidikan



Beberapa nilai manfaat yang mungkin dapat diperoleh dengan mempelajari filsafat pendidikan, antara lain: Membiasakan kita berpikir kritis dan reflektif terhadap problema-problema

 kehidupan 

Memberikan pengertian yang mendalam akan problema-problema esensial

dan dasar-dasar pertimbangan mana yang harus kita gunakan dalam menyelesaikan problema pendidikan 

Memberikan kesempatan pada pendidik untuk meninjau kembali pandangan

filsafat pendidikan yang selama ini diyakininya

b.

Landasan Psikologis

Tugas perkembangan dapat didefinisikan sebagai suatu tugas yang timbul pada periode tertentu dalam kehidupan individu (Burhanuddin Salam : 1996). Apabila individu berhasil mencapai tujuan itu, maka dapat mendatangkan kebahagiaan dan membantu keberhasilan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan berikutnya. Beberapa hukum dasar yang perlu kita perhatikan dalam membimbing anak dalam proses pendidikan : 

Tiap-tiap anak memiliki sifat kepribadian yang unik



Tiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda-beda



Tiap-tiap pertumbuhan mempunyai ciri-ciri tertentu

c.

Landasan Sosiobudaya Menurut Burhanuddin Salam bahwa manusia merupakan makhluk sosial karena

faktor-faktor sebagai berikut : 

Sifat ketergantungan manusia dengan manusia lainnya



Sifat adaptabiliti dan inteligensi

134

5. Hubungan Sekolah dan Masyarakat Hubungan antara sekolah dan masyarakat bisa dilihat dari dua segi : a.

Sekolah sebagai mitra dari masyarakat di dalam melakukan fungsi pendidikan,

b.

Sekolah sebagai prosedur yang melayani pesanan-pesanan pendidikan dari

masyarakat lingkungannya.

Ada empat macam pengaruh yang bisa dimainkan oleh pendidikan persekolahan terhadap perkembangan masyarakat di lingkungannya : a.

Mencerdaskan kehidupan masyarakat

b.

Membawa pembaruan perkembangan masyarakat

c.

Melahirkan warga masyarakat yang siap bagi kepentingan kerja di lingkungan

masyarakat d.

Melahirkan sikap-sikap positif dan konstruktif bagi warga masyarakat, sehingga

tercipta integrasi sosial yang harmonis di tengah-tengah masyarakat.

6. Dinamika Pembaruan Pendidikan Menurut Nisbet setiap pembaruan pendidikan harus bisa meleawti empat tahapan ujian dalam prinsip di bawah ini sebelum diterima dalam pendidikan : a.

The incres in workload (pertambahan beban kerja), artinya pembaruan dan

eksperimen harus sudah dipikirkan jauh sebelumnya agar bisa menggantikan hal yang sudah usang, bukan pada waktu krisis sedang menimpa baru sibuk mencari jawabannya. b.

Loss

of

confidence

(kehilangan

kepercayaan),

artinya

guru

harus

mempersiapkan diri dengan mempertinggi skill dalam rangka menerima dan mengembangkan ide-ide baru sehingga tidak canggung dan berdiam diri. c.

The period of confusion (masa kacau), artinya sebelum arah pembaruan yang

diserap jelas tujuannya bisa saja timbul kekacauan, tetapi dalam hal ini masih dalam batas-batas yang dapat ditanggung oleh para pengajar. d.

The blacklash, artinya apabila ada kasus-kasus yang timbul hendaknya

dipecahkan menurut upaya-upaya pembaruan.

7. Pendidikan Sepanjang Hayat a.

Dasar Hukum Konsepsi pendidikan seumur hidup (life long education) mulai dimasyarakatkan

melalui kebijaksanaan negara (Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 jo Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan prinsip-prinsip pembangunan

135

nasional (pembangunan bangsa dan watak bangsa). Berdasarkan ketentuan ini, maka kebijaksanaan negara menetapkan prinsip-prinsip : Pembangunan bangsa dan watak bangsa dimulai dengan membangun subjek



manusia Indonesia seutuhnya, sebagai perwujudan manusia Pancasila. Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya secara khusus merupakan



tanggung jawab lembaga dan usaha pendidikan nasional untuk mewujudkan melalui lembaga-lembaga pendidikan.

b.

Realisasi Pendidikan Manusia Seutuhnya

Menurut Garret bahwa dalam kenyataannya, pengertian kepribadian menurut para ahli ilmu jiwa bukan hanya mencakup sifat bagaimana seseorang bertingkah laku dalam kehidupan dan situasi sehari-hari, melainkan lebih ditekankan bersamaan dengan itu juga faktor-faktor jasmaniah, penampilan, inteligensi, bakat, dan sifat karakteristik. Semuanya ini menyumbang/ mencerminkan, walaupun dalam derajat yang berbedabeda terhadap keseluruhan kualitas seseorang, yaitu bagi kean orang lain tentang dirinya. c. 

Dasar-dasar Dasar-dasar filosofis

Secara filosofis hakikat kodrat martabat manusia merupakan kesatuan integral segisegi/potensi-potensi : -

Manusia sebagai makhluk pribadi

-

Manusia sebagai makhluk sosial

-

Manusia sebagai makhluk susila



Dasar-dasar psikofis

Yang dimaksud dasar-dasar psikofis ialah dasar-dasar kejiwaan dan kejasmanian manusia. Realitas psikofis manusia menunjukkan bahwa pribadi manusia merupakan kesatuan antara : -

Potensi-potensi dan kesadaran rohaniah

-

Potensi-potensi dan kesadaran jasmaniah

-

Potensi-potensi psikofis ini juga berada di dalam suatu lingkungan

hidupnya baik alamiah maupun budaya.



Dasar-dasar sosio-budaya

Dimensi sosio-budaya itu mencakup : -

Tata nilai warisan budaya bangsa yang menjadi filsafat hidup rakyatnya

136

-

Nilai-nilai filsafat negaranya

-

Nilai-nilai budaya dan tradisi bangsanya

-

Tata kelembagaan dalam hidup kemasyarakatan dan kenegaraan baik

yang nonformal maupun yang formal

Tujuan

 -

Untuk mengembangkan potensi kepribadian manusia sesuai dengan

kodrat dan hakikatnya -

Berlangsung selama manusia hidup seirama dengan pertumbuhan

kepribadian manusia yang bersifat dinamis

Implikasi

 -

Manusia seutuhnya sebagai subjek didik atau sasaran didik

-

Proses berlangsungnya pendidikan yakni waktunya seumur hidup

manusia d. 

Konsekuensi Pendidikan Cara Belajar

Dalam belajar mesti dikembangkan tiga prinsip yang mencakup “self management”, “self evaluation”, dan “self judgement” (Burhanuddin Salam : 1996). Para siswa harus mampu membimbing dirinya sendiri. Harus mampu menilai kemampuan, kemajuan, serta kegagalannya sendiri. 

Model Pendidikan

-

Pre-school education. Yang dikembangkan dalam periode ini ialah,

pertama kebebasan psikologis dan kedua sosialisasi anak, yang dibiasakan dengan permainan, pergaulan dengan teman sebayanya serta kegiatan-kegiatn kelompok. -

Basic school. Pada fase ini diberikan pengetahuan yang esensial sebagai

dasar dan bekal bagi pendidikan selanjutnya. Pengetahuan dasar itu mencakup penguasaan bahasa tertentu, matematika, dasar-dasar metode dan teknik berpikir ilmiah, pendidikan sosial dan kewarganegaraan, serta pendidikan artistik. -

Vocational education. Pada tingkat ini disediakan dua pilihan di mana

individu dapat memilih pelajaran yang akan membawanya ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi atau kepada vocational training. -

Adult education. Pendidikan orang dewasa mesti dikembangkan secara

maksimum dan berisikan program yang me”refreshing” (penyegaran kembali yang diperoleh pada masa lampau) dan remedial training.

Daftar referensi

137

Salam, Burhanuddin. 2002. Pengantar Pedagogik. Jakarta : Rineka Cipta. Fachruddin, Ali Idrus. 2009. Pengembangan Profesionalitas Guru. Jakarta : Gaung Persada.

138

PEMBAHASAN 14 BIMBINGAN KONSELING

1. Pengertian Bimbingan konseling Bimbingan dan konseling berasal dari dua kata yaitu bimbingan dan konseling. Bimbingan merupakan terjemahan dariguidance yang didalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer & Stone (1966:3) menemukakan bahwa guidanceberasal kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur, ataumengemudikan). Prayitno dan Erman Amti (2004:99) mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yangdilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasaagar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkankekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku. Sementara,Winkel (2005:27) mendefenisikan bimbingan: (1) suatu usaha untuk melengkapi individu dengan pengetahuan,pengalaman dan informasi tentang dirinya sendiri, (2) suatu cara untuk memberikan bantuan kepada individu untukmemahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala kesempatan yang dimiliki untuk perkembanganpribadinya, (3) sejenis pelayanan kepada individu-individu agar mereka dapat menentukan pilihan, menetapkan tujuandengan tepat dan menyusun rencana yang realistis, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan memuaskan diridalam lingkungan dimana mereka hidup, (4) suatu proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalamhal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih,menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan. I. Djumhur dan Moh. Surya, (1975:15) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yangterus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapaikemampuan untuk dapat memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance),kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization)sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga,sekolah dan masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakanbahwa “;;Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi,mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”;;. Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa bimbingan

139

pada prinsipnya adalah proses pemberian bantuanyang dilakukan oleh orang yang ahli kepada

seorang

atau

beberapa

orang

individu

dalam

hal

memahami

diri

sendiri,menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencanasesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku. Sedangkan konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004:105) adalah proses pemberian bantuan yang dilakukanmelalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatumasalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Sejalan dengan itu, Winkel(2005:34) mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantukonseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagaipersoalan atau masalah khusus.

2. Landasan Bimbingan dan Konseling 1. Landasan Filosofis Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling

yang

lebih

bisa

dipertanggungjawabkan

secara

logis,

etis

maupun

estetis.Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut : a) Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya. b) Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya. c) Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan. d) Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.

140

e) Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam. f) Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri. g) Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri. h) Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan

yang

menyangkut

perikehidupannya

sendiri.

Kebebasan

ini

memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu. i) Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu. Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya. 2. Landasan Psikologis Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang : a. Motif dan Motivasi Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan. b. Pembawaan dan Lingkungan Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu.

141

Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot). c. Perkembangan Individu Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya : (1) Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan individu; (2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual; (3) Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral; (6) teori dari Zunker tentang perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial; dan (8) Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa. d. Belajar Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan

dirinya, dan dengan belajar

manusia mampu

berbudaya dan

mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tandatanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psikofisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme. e. Kepribadian Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan

142

hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan. Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik dari Carl Gustav Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup : a) Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat. b) Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan. c) Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen. d) Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa. e) Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi. f) Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain. Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan

143

upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk memahami tentang aspekaspek dalam belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor benarbenar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan psikologi kepribadian. 3. Landasan Sosial-Budaya Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosialbudaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan

tersingkir

dari

lingkungannya.

Lingkungan

sosial-budaya

yang

melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, makatidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa nonverbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren

144

bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik. 4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan konseling telah menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek bimbingan dan konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak memanfaatkan

jasa

komputer

ialah

bimbingan

karier

dan

bimbingan

dan

konselingpendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk

145

kegiatan penelitian.Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno (2003) memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan

landasan

paedagogis,

landasan

religius

dan

landasan

yuridis-

formal.Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu: (a) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling; dan (c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu : (a) manusia sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah

agama;

dan

(c)

upaya

yang

memungkinkan

berkembang

dan

dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah. Ditegaskan pula oleh Moh. Surya (2006) bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa Barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari Undang-Undang Dasar, Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Indonesia.

3.

Fungsi, prinsip, dan azas Bimbingan Konseling

Fungsi Bimbingan dan Konseling adalah : 1.

Fungsi Pemahaman

, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.

146

2.

Fungsi Preventif

, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan,

diantaranya : bahayanya minuman

keras, merokok,

penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex). 3.

Fungsi Pengembangan

, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif,

yang

memfasilitasi

perkembangan

konseli.

Konselor

dan

personel

Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan

dalam

upaya

membantu

konseli

mencapai

tugas-tugas

perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata. 4.

Fungsi Penyembuhan,

yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching 5.

Fungsi Penyaluran

, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan. 6.

Fungsi Adaptasi

, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi

147

yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli. 7. Fungsi Penyesuaian yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif. 8. Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif. 9. Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli. 10. Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar Sekolah/Madrasah.

Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling adalah: a. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli . Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anakanak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam

148

bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual). b. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi . Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok. b) Bimbingan menekankan hal yang positif Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang. c) Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guruguru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork. d) Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan. e) Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta,

149

dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut. 1. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin. 2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut. 3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru

pembimbing

berkewajiban

mengembangkan

keterbukaan

konseli

(konseli).

Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpurapura. 4. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya. 5. Asas kemandirian,

150

yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli. 6. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang. 7. Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus

berkembang

serta

berkelanjutan

sesuai

dengan

kebutuhan

dan

tahap

perkembangannya dari waktu ke waktu. 8. Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. 9. Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan

dan

konseling

yang

dapat

dipertanggungjawabkan

apabila

isi

dan

pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut. 10. Asas Keahlian,

151

yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling. 11. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.

4. Tujuan bimbingan Konseling Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar konseli dapat: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk: (1) mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkem-bangannya, (2) mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya, (3) mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut, (4) memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri (5) menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat, (6) menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya; dan (7) mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal. Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir.

1. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli adalah: a)

Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan

ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga,

152

pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya. b)

Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling

menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing. c)

Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif

antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta dan mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut. d)

Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif,

baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis. e)

Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.

f)Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat g)

Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang

lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya. h)

Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen

terhadap tugas atau kewajibannya. i) Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia. j) Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain. k)

Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.

2. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah : a)

Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami

berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya. b)

Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan

membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan. c)

Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.

153

d)

Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan

membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian. e)

Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan

pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas. f)Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.

3. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah : a)

Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait

dengan pekerjaan. b)

Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang

menunjang kematangan kompetensi karir. c)

Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam

bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan norma agama. d)

Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran)

dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi citacita karirnya masa depan. e)

Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara

mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja. f)Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi. g)

Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila

seorang konseli bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus mengarahkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir keguruan tersebut. h)

Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau

kenyamanan dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki. Oleh karena itu, maka setiap orang perlu memahami kemampuan dan

154

minatnya, dalam bidang pekerjaan apa dia mampu, dan apakah dia berminat terhadap pekerjaan tersebut. i) Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karir.

daftar referensi http://eko13.wordpress.com/2008/03/16/pengertian-bimbingan/ http://www.scribd.com/doc/4100051/Bimbingan-dan-Konseling http://www.scribd.com/doc/4108141/Bimbingan-dan-Konseling

155

PEMBAHASAN 15 PENGAJARAN REMEDIAL

A. PENGERTIAN PENGAJARAN REMEDIAL DAN CIRI-CIRINYA Ditinjau dari arti kata, “remedial” berarti “sesuatu yang berhubungan dengan perbaikan”. Dengan demikian pengajaran remedial, adalah suatu bentuk pengajaran yang bersifat penyembuhan atau bersifat perbaikan. Pengajaran remedial merupakan bentuk kasus pengajaran, yang bermaksud membuat baik atau menyembuhkan. Sebagaimana pengerian pada umumnya proses pengajaran bertujuan agar murid dapat mencapai hasil belajar yang optimal, jika ternyata hasil belajar yang dicapai tidak memuaskan berarti murid masih dianggap belum mencapai hasil belajar yang diharapkan sehingga diperlukan suatu proses pengajaran yang dapat membantu murid agar tercapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Proses pengajaran remedial ini sifatnya lebih khusus karena disesuaikan dengan karakteristik kesulitan belajar yang dihadapi murid. Proses bantuan lebih ditekankan pada usaha perbaikan cara mengajar, menyesuaikan materi pelajaran, arah belajar dan menyembuhkan hambatan-hambatan yang dihadapi. Jadi dalam pengajaran remedial yang diperbaiki atau yang disembuhkan adalah keseluruhan proses belajar mengajar yang meliputi metode mengajar, materi pelajaran, cara belajar, alat belajar dan lingkunagn turut mempengaruhi proses belajar mengajar. Melalui pengajaran remedial, murid yang mengalami kesulitan belajar dapat diperbaiki atau disembuhkan sehingga dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan kemampuan. Kesulitan belajar yang dihadapi murid mungkin beberapa mata pelajaran atau satu mata pelajaran atau satu kemampuan khusus dari mata pelajaran tertentu. Penyembuhan ini mungkin mencakup sebagian aspek kepribadian atau sebagian kecil saja. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengajaran remedial sebagai bentuk khusus pengajaran yang bertujuan untuk memperbaiki sebagian atau seluruh kesulitan belajar yang dihadapi oleh murid. Perbaikan diarahkan untuk mencapai hasil belajar yang optimal sesuai dengan kemampuan masing-masing melalui perbaikan keseluruhan proses belajar mengajar dan keseluruhan kepribadian murid. Adapun ciri-ciri pengajaran remedial dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengajaran remedial dilaksanakan setelah diketahui kesulitan belajarnya dan kemudian diberikan pelayanan khusus sesuai dengan sifat, jenis dan latar belakangnya. 2. Dalam pengajaran remedial tujuan instruksional disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dihadapi murid.

156

3. Metode yang digunakan pada pengajaran remedial bersifat diferensial, artinya disesuaikan dengan sifat, jenis dan latar belakang kesulitan belajarnya. 4. Alat-alat yang dipergunakan dalam pengajaran remedial lebih bervariasi dan mungkin murid tertentu lebih memerlukan alat khusus tertentu. Misalnya: penggunaan tes diagnostic, sosiometri dan alat-alat laboratorium. 5. Pengajaran remedial dilaksanakan melalui kerjasama dengan pihak lain. Misalnya: pembimbing, ahli dan lain sebaginya. 6. Pengajaran remedial menuntut pendekatan dan teknik yang lebih diferensial, maksudnya lebih disesuaikan dengan keadaan masing-masing pribadi murid yang dibantu. Misalnya: pendekatan individualisme. 7. Dalam pengajaran remedial, alat evalusi yang dipergunakan disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dihadapi murid.

B. PENTINGNYA PENGAJARAN REMEDIAL DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR. Pengajaran remedial mempunyai peranan penting dalam keseluruhan proses belajar mengajar, khususnya dalam mencapai hasil belajar yang optimal. Pengajaran remedial merupakan pelengkap dari proses pengajaran secara keseluruhan. Beberapa alasan pentingnya pengajaran remedial, dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu: Segi-segi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.

Warga Belajar Warga belajar (murid) ternayat masih banyak yang mendapatkan nilai prestasi belajar

kurang. Misalnya: rata-rata yang dicapai masih jauh di bawah ukuran yang diharapkan. Kenyataan menunjukkan pula bahwa setiap murid mempunyai perbedaan individual dalam proses belajarnya Hal ini dapat mengakibatkan murid mengalami kesulitan belajar. Apabila murid dapat kesempatan belajar sesuai dengan pribadinya diharapkan ia dapat mencapai prestasi belajar yang optimal sesuai dengan kemampuannya. Atas dasar hal tersebut pengajaran remedial sangat diperlukan untuk membantu setiap pribadi murid agar mendapat kesempatan memperoleh prestasi belajar yang memadai sesuai dengan kemampuannya. 2. Pendidik dan Pengajar Pada dasarnya guru bertanggug jawab atas keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Hal ini berarti bahwa guru harus bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan pendidikan melalui pencapaian tujuan institusional, tujuan kutikuler dan tujuan instruksional. Kenyataan menunjukkan bahwa murid sebagai individu mempunyai perbedaan-perbedaan.

157

3. Proses Belajar Ditinjau dari segi pengertian proses belajar mengajar, pengajaran remedial diperlukan dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang sebenarnya. Pada dasarnya belajar yang sesungguhnya dapat diartikan sebagai sesuatu proses perubahan tingkah laku secara keseluruhan. 4. Pelayanan Bimbingan Pada dasarnya pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kelengkapan dari keseluruhan proses pendidikan. Melalui pelayanan ini diharapkan setiap murid dapat memahami dirinya, memahami kelebihan dan kelemahannya serta harus mampu mengarahkan dirinya untuk mencapai perkembangan yang optimal. C. TUJUAN DAN FUNGSI PENGAJARAN REMEDIAL 1. Tujuan Pengajaran Remedial Secara khusus pengajaran remedial bertujuan agar murid yang mengalami kesulitan belajar dapat mencapai prestasi belajar yang diharapkan melalui proses penyembuhan atau perbaikan, baik segi proses belajar mengajar maupun kepribadian murid. Tujuan pengajaran remedial secara terinci adalah agar murid dapat: a. Memahami dirinya, khususnya yang menyangkut prestasi belajar meliputi segi kekuatan, kelemahan, jenis dan sifatnya. b. Memperbaiki cara-cara belajar kea rah yang lebih baik sesuai dengan kesulitan yang dihadapi. c. Memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat untuk mengatasi kesulitan belajarnya. d. Mengembangkan sikap-sikap dan kebiasaan baru yang dapat mendorong tercapainya hasil belajar yang lebih baik. e. Mengatasi habatan-hambatan belajar yang lebih baik. f. Melaksanakan tugas-tugas belajar yang diberikan 2. Fungsi Pengajaran Remedial Berdasarkan pengertian sebagaimana telah dikemukakan di atas, jelas bahwa pengajaran remedial mempunyai fungsi yang amat penting dalam keseluruhan proses belajar mengajar. Adapun beberapa fungsi pengajaran remedial adalah sebagai berikut: 1. Fungsi korektif Pengajaran remedial mempunyai fungsi korektif, artinya melalui pengajaran remedial dapat diadakan pembentukan atau perbaikan terhadap sesuatu yang dianggap masih belum mencapai apa yang diharapakan dalam keseluruhan proses belajar mengajar.

158

Hal-hal yang diperbaiki atau dibetulkan melalui pengajaran remedial anatara lain meliputi perumusan tujuan 1. Penggunaan metode mengajar 2. Cara-cara belajar 3. Materi dana alat pelajaran 4. Evaluasi 5. Segi-segi pribadi murid Dalam perbaikan terhadap hal-hal tersebut di atas, maka prestasi belajar murid beserta factor-faktor yang mempengaruhi dapat diperbaiki. 2. Fungsi penyesuaian Yang dimaksud penyesuaian adalah agar dapat membantu murid untuk menyesuaikan dirinya terhadap tuntutan kegiatan belajar. Murid dapat belajar sesuai dengan keadaan dan kemampuan pribadinya sehingga mempunyai peluang besar untuk memperoleh prestasi belajar yang lebih baik. Tuntuan belajar yang diberikan murid telah disesuaikan denan sifat jenis dan latar belakang kesulitannya sehingga murid diharapkan lebih terdorong untuk belajar. 3. Fungsi pemahaman Fungsi pemahaman adalah agar pengajaran remedial memunkinkan guru, murid dan pihak lain dapat memeperoleh pemahaman yang lebih memahami dirinya dan segala aspeknya. Begitu pula guru dan pihak-pihak lainnya dapat lebih memahami akan keadaan pribadi murid. 4. Fungsi pengayaan Fungsi pengayaan dimaksud agar pengajaran remedial dapat memperkaya proses belajar mengajar. Bahan pelajaran yang tidak disampaikan dalam pengajaran regular, dapat iperoleh melalui pengajaran remedial. Pengayaan lain adalah dalam segi metode dan alat yang dipergunakan dalam pengajara remedial. Dengan demikian, diharapkan hasil yang diperoleh murid dapat lebih banyak, lebih luas dan lebih dalam sehingga hasil belajarnya lebih kaya. 5. Fungsi terapeutik Dengan pengajaran remedial secara langsung atau tidak langsung dapat menyembuhkan atau memperbaiki kondisi kepribadian dapat menunjang pencapaian prestasi belajar, demikian pula sebaliknya. 6. Fungsi akselerasi Fungsi akselerasi adalah agar pengajaran remedial dapat mempercepat proses belajar baik dalam arti waktu maupun materi. Misalnya murid yang tergolong lambat dalam belajar, dapat dibantu lebih cepat proses belajarnya melalui pengajaran remedial.

159

D. STRATEGI DAN PENDEKATAN REMEDIAL Sasaran akhir pengajaran remedial adalah sama dengan pengajaran pada umumnya, yaitu membantu murid dalam batas-batas normalitas tertentu agar dapat mengembangkan diri seoptimal mungkin sehingga dapat mencapai tingkat penguasaan tertentu, sekurangkurangnya sesuai dengan batas criteria keberhasilan yang dapat diterima (minimum acceptable, performance). Mengingat secara empiric sasaran strategis itu tidak selamanya dapat dicapai dengan pendekatan system pengajaran konvensional, maka perlu dicari juga pendekatan strategi lainnya. Strategi dan pendekatan penajaran remedial diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: 1. Strategi dan pendekatan pengajaran remedial yang bersifat kuratif 2. Strategi dan pendekatan pengajaran remedial yang bersifat preventif 3. Strategi dan pendekatan pengajaran remedial yang bersifat pengembangan (developmental). E. PROSEDUR PELAKSANAAN PENGAJARAN REMEDIAL Pengajaran merupakan salah satu tahapan kegiatan utama dalam keseluruhan kerangka pola layanan bimbingan, dan merupakan rangkaian kegiatan lanjutan logis dan usaha diagnosa kesulitan belajar. Adapun prosedure pengajaran remedial tersebut tertera dalam bagan skematis berikut: Setiap langkah dapat disisipkan fungsi, tujuan/ sasaran dan kegiatannya sebagai berikut: 1. Penelaahan kembali kasus dengan permasalahannya Dalam pengajaran remedial, langkah ini merupakan tahapan paling fundamental karena merupakan landasan pangkal tolak langkah- langkah berikutnya. Sasaran pokok langkah ini adalah untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas (definit) mengenai karakteristik kasus berikut permasalahannya untuk memperoleh gambaran yang lebih definitfasilitas alternatif tindakan remedial yang direomendasikan, sesuai dengan sasaran pokok tersebut maka kegiatan di dalam langkah ini difokuskan kepada suatu analisis rasional atas hasil diagnosis yang telah dilakukan atau rekomendasi dari pihak lain (guru, petugas BP dan sebagainya). 2. Menentukan alternatif pilihan Langkah ini merupakan lanjutan dari hasil pengkajian yang dilakukan pada langkah pertama itu akan diperoleh kesimpulan mengenai dua hal pokok penting yaitu: 1. Karakteristik khusus yang akan ditangani secara umum, dapat dikategorikan pada salah satu dari tiga kemungkinan 2. Alternatif pemecahannya lebih strategis Jadi, sasaran pokok kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah membuat suatu keputusan pilihan alternatif mana yang harus ditempuh berdasarkan pertimbangan rasional yang cermat. Dalam proses pengambilan keputusan ini ada beberapa prinsipprinsip sebagai berikut:

160

a. Efektifitas, dalam artian lebih mampu untuk mencapai tujuan pengajaran remedial yang diharapkan. b. Efisiensi, dalam arti lebih memerlukan usaha dan pengorbanan serta fasilitas seminimal mungkin dengan hasil yang diharapkan semaksimal mungkin. c. Keserasian, dalam arti keseuaian 3. Layanan Bimbinagn dan Konseling/ Psikoterapi Sasaran pokok yang hendak dicapai dalam layanan ini adalah terciptanya kesehatan mental kasus, dalam arti ia terbebas dari hambatan dan ketegangan batin, untuk kemudian siap sedia kembali melakukan kegiatan belajar secara wajar dan realistis. Pada batas- batas tertentu langkah- langkah ini dapat ditangani oleh guru, namun mungkin diperlukan bantuan dan kerjasama dengan pihak- pihak lain yang lebih ahli (petugas BK, wali kelas, psikolog, dokter, dll.) 4. Melaksanakan Pengajaran Remedial Setelah langkah ketiga ditempuh, maka langkah keempat dianggap tepat yaitu pelaksanaan pengajaran remedial. Seperti yang telah dijelaskan, sasaran pokok dari setiap pengajaran remedial ini adalah tercapainya prestasi dan kemampuan penyesuain diri sesuai dengan kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Sedangkan strategi dan teknik pelaksaan pengajaran remedial seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. 5. Mengadakan Pengukuran Prestasi Belajar Kembali Setelah pengajaran remedial dilakukan, seharusnya dilihat ada tidaknya perubahan pada diri siswa. Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran kembali, hasil pengukuran ini diharapkan memberikan informasi terhadap perkembangan siswa, baik kuantitif maupun kulaitatif. Adapun cara yang digunakan sebaiknya sama dengan post-test atau tes sumatif dari proses belajar mengajar. 6. Mengadakan Re-Evaluasi dan Re-Diagnostik Hasil dari pengukuran tersebut hendaknya perlu dipertimbangkan lagi dengan menggunakan cara dan kriteria untuk proses belajar mengajar utama. Hasil dari pertimbangan ini akan melahirkan tiga simpulan, yaitu : a. Kasus menunjukkan peningkatan prestasi dan penyesuaian diri dalam mencapai keberhasilan yang diharapkan. b. Kasus menunjukkan peningkatan prestasi dan penyesuaian diri, namun belum sepenuhnya mencapai keberhasilan yang diharapkan. c. Kasus belum menunjukkan perubahan yang berarti. Rekomendasi yang seharusnya dikemukakan sebagai tindak lanjut hasil kesimpulan di atas sudah tentu hendaknya menunjukkan tiga kemungkinan pula, yaitu: 1. Kasus (a) dapat dinyatakan terminal dan diperbolehkan melanjutkan program proses belajar mengajar utama tahap berikutnya 2. Kasus (b) seyogianya diberikan program khusus yang ditujukan pada pengayaan dan peningkatan prestasinya

161

3. Kasus (c) sebaiknya dilakukan rediagnosis, sehingga diketemukan letak kelemahannya pengajaran remedial tersebut 7. Remedial Pengayaan dan atau Pengukuhan (Tambahan) Langkah ini bersifat kondisional, sasaran pokok langkah ini adalah agar hasil remedial itu lebih sempurna dengan diadakan pengayaan (enrichment) dan pengukuhan (reinforcement). Berbagai bentuk cara dan instrument dapat digunakan, misalnya : dengan penguasaan untuk pemecahan soal tertentu, pengajaran proyek kecil tertentu, dsb. Hasilnya harus dilaporkan kembali pada guru untuk dinilai seperlunya sebelum selesai atau diperkenankan melanjutkan ke program proses belajar mengajar selanjutnya. F. MACAM-MACAM METODE PENGAJARAN REMEDIAL Metode mengajar dapat diartikan sebagai suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pengajaran agar tercapai tujuan pengajaran. Hakekat tujuan adalah merupakan petunjuk bagi guru untuk memilih satu atau serangkaian metode yang efektif. Dengan demikian maka metode mengajar adalah: •

merupakan salah satu komponen dari proses belajar mengajar



merupakan alat mencapai tujuan, yang didukung oleh alat-alat bantu mengajar



merupakan kebutuhan dalam suatu sistem pendidikan. Adapun faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan dan penggunaan

metode mengajar secara efektif adalah: 1. Tujuan pengajaran Kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan bertujuan, yang terikat dan terarah pada tujuan serta dilaksanakan untuk mencapai suatu tujuan. Dalam memilih metode hendaknya disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai dengan metode tersebut. 2. Bahan pengajaran Bahan pengajaran merupakan materi yang perlu diberikan atau dipelajari siswa agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Bahan pengajaran dapat berupa pengertian, bidang pengatahuan, bidang sosial, negara, lingkungan hidup, dan sebagainya sesuai dengan jenis sekolah dan kematangan perkembangan pribadi serta potensi dan bakat anak. 3. Guru/pendidik Tugas guru paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar guru merupakan medium atau perantara aktif antara murid dan ilmu pengetahuan. Sedangkan sebagai pendidik guru merupakan medium aktif antara murid dan filsafat negara dan kehidupan masyarakat dalam segala seginya dan dalam mengembangkan kepribadian siswa serta mendekatkan mereka dengan pengaruh-pengaruh dari luar yang baik dan menjauhkan mereka dari pengaruh-pengaruh yang buruk. Dalam melaksanakan tugasnya, guru harus mampu memilih dan menggunakan metode yang tepat, maka guru perlu mempertimbangkan kemampuannya dalam hal penguasaan terhadap berbagai metode mengajar.

162

4. Anak didik Anak didik dalam proses belajar mengaja dapat sebagai obyek dan subyek dalam proses pengajaran. Dikatakan sebagai obyek karena siswa adalah menjadi sasaran dalam proses mengajar oleh guru, sedangkan sebagai subyek karena siswa dalam belajar adalah pelaku dalam proses belajar membelajarkan diri agar terjadi perubahan pada dirinya baik menyangkut ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik. Dalam memilih metode mengajar hendaknya guru mempertimbangkan faktor anak didik, yaitu tingkat pengetahuan, kemampuan dan kematangan anak didik. 5. Situasi mengajar Maksudnya situasi atau sekitar di mana siswa sedang melaksanakan kegiatan belajar, juga menuntut metode yang berlainan sesuai dengan yang diperlukan.Metode pengajaran remedial merupakan metode yang dilaksanakan dalam keseluruhan kegiatan bimbingan kesulitan belajar mulai dari langkah-langkah identifikasi kasus sampai dengan langkah tindak lanjut. Beberapa metode yang dapat dilaksanakan dalam pengajaran remedial yaitu: a.

Metode Pemberian Tugas Merupakan metode yang dilakukan guru dengan memberikan tugas-tugas tertentu kepada murid baik secara kelompok maupun secara individual, kemudian diminta pertanggung jawaban atas tugas-tugas tersebut. Adapun penetapan jenis dan sifat tugas yang diberikan disesuaikan dengan jenis, sifat dan latar belakang kesulitan belajar yang dihadapi.

b.

Metode Diskusi Metode diskusi adalah suatu proses pendekatan dari murid dalam memecahkan berbagai masalah secara analitis ditinjau dari berbagai titik pandangan. Tujuannya adalah memecahkan masalah, suatu pertemuan pendapat atau suatu kompromi yang disepakati bersama sebagai gambaran dari gagasan terbaik yang diperoleh dari pembicaraan bersama. Dalam pengajaran remedial, metode diskusi dapat digunakan sebagai salah satu metode dengan memanfaatkan interaksi antar individu dalam kelompok untuk memperbaiki kesulitan belajar. Peranan guru dalam diskusi adalah merangsang dan mengarahkan jalannya diskusi.

c.

Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab merupakan bentuk interaksi langsung secara lisan antara guru dengan murid. Dalam pengajaran remedial metode tanya jawab dapat dilakukan dalam bentuk dialog antara guru dengan murid yang mengalami kesulitan belajar. Dalam hubungan ini guru dapat mengetahui murid yang mengalami kesulitan belajar dan mengenal jenis atau sifat kesulitan belajar yang dihadapi melalui tanya jawab. Berdasarkan jenis dan sifat kesulitan yang dihadapi murid, maka tujuan pengajaran remedial adalah: a. untuk membantu murid mengenal dirinya secara lebih mendalam b. membantu murid mengenali kelebihan dan kekurangannya c. membantu murid memperbaiki cara belajarnya

163

d. Metode Kerja Kelompok Metode kerja kelompok adalah penyajian dengan cara pemberian tugas-tugas untuk mempelajari sesuatu kepada kelompok-kelompok belajar yang sudah ditentukan dalam rangka mencapai tujuan. Dalam kerja kelompok yang terpenting adalah interaksi antar anggota kelompok dan dari interaksi ini diharapkan akan terjadi perbaikan pada diri murid yang mengalami kesulitan dalam belajar. e. Metode Tutor Sebaya Tutor sebaya adalah seorang murid atau beberapa murid yang ditunjuk dan ditugaskan untuk membantu murid tertentu yang mengalami kesulitan belajar. Murid yang dipilih sebagai tutor adalah murid yang tergolong dalam prestasi belajarnya baik dan mempunyai hubungan sosial baik dengan teman-temannya, terutama dengan murid yang mengalami kesulitan belajar. f. Metode Pengajaran Individual Pengajaran individual adalah suatu bentuk proses belajar mengajar yang dilakukan secara individual, artinya dalam bentuk interaksi antara guru dengan seorang murid secara individual. Dengan pengajaran individual ini guru mempunyai banyak waktu untuk memonitor kemajuan belajar murid, mendorong murid agar belajar giat dan membantu secara langsung murid menghadapi kesulitan-kesulitannya.

Daftar referensi makalahpsikologi.blogspot.com/2010/.../pengajaran-remedial.html (Aprilina Hartanti, 3 januari 2010 ) http://dexzrecc.wordpress.com/2008/10/11/langkah-penyusunan-programremedial/#comment-124) ( fefen dwi ardianto) www.bpkpenabur.or.id/ ( Dra. Wiwik Chrisnayanti, Jurnal Pendidikan Penabur - No.01 / th.i / maret 2002) http: noemi_zeta.com/konsep dasar pengajaran remedial (#3)
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF