Prk. 1 - Krim Pelembab
March 24, 2018 | Author: Dina Haryanti | Category: N/A
Short Description
kosmetik...
Description
LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI
DISUSUN OLEH: KELOMPOK 5 FARMASI 6A
MOISTURIZER CREAM
DIAN FIRANTI ALLISA 108102000037 DINA HARYANTI 108102000035 MARIA ULFA 108102000008 RATU FENI CHAIRUNNISA 108102000046 RR. ALVIRA WIDJAYA 108102000024
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
I.
LANDASAN TEORI A. Pengertian tentang sediaan krim Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Menurut Formularium Nasional, krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Secara tradisional istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak(a/m) atau minyak dalam air (m/a). Menurut Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ansel). Krim di definisikan sebagai cairan kental atau emulsi setengahpadat baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air. Istilah krim secara luas digunakan dalam farmasi dan industri kosmetik. Apa yang disebut Vanishing cream umummnya emulsi minyak dalam air, mengandung air dalam presentase yang besar dan asam stearat. Setelah pemakaian krim, air menguap meninggalkan sisa berupa selaput asam stearat yang tipis.
1)
B. Tujuan pembuatan dan penggunaan sediaan krim pelembab Secara alamiah kulit memiliki lapisan lemak tipis di permukaan, yang antara lain terdiri atas produksi kelenjar minyak kulit. Pembentukan lapisan lemak tersebut terutama untuk melindungi kulit dari kelebihan air yang akan menyebabkan dehidrasi kulit. 8) Menurut penelitian Blank, et. Al. (1952), kandungan air di dalam stratum korneum, meskipun hanya sedikit (hanya 10 %), sangat penting. Kelembutan dan elastisitas stratum kornum sepenuhnya tergantung pada air yang dikandungnya, dan bukan pada kandungan lemaknya. Blank juga menemukan bahwa stratum korneum yang diletakkan di udara kering menjadi keras, kering dan bersisik serta tidak dapat dilukkan kembali hanya dengan LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 1
pemberian lemak seperti lanolin, olive oil, dan petrolatum. Stratum korneum ini baru menjadi lunak kembali setelah diberi air.
8)
Kosmetik pelembab tipe ini sering di sebut moisturizer atau moisturing cream. Krim ini membentuk laoisan lemak tipis di permukaan kulit , sedikit banyak mencegah penguapan air kulit, serta menyebabkan kulit menjadi lembab dan lembut. 8)
Secara garis besar retak-retak stratum korneum bibawah kondisi yang kurang baik akan menimbulkan gangguan kulit yang lebih serius. Jika celahcelahberbentuk V itu berkembang dan bahan-bahan asing seperti sisa sabun, kotoran dan mikroorganisme masuk, maka kulit yang menjadi kering dan retak-retak itu akan menimbulkan iritasi dan peradangan atau kreatinisasi abnormal yang juga akan melemahkan kulit. Di sinilah perlunya kosmetik pelembab
kulit
untuk
mencegah
dehidrasi
kulit
yang
menyebabkan
kekeringan dan retak-retak pada kulit serta akibat-akibat buruknya. 8) C. Bentuk sediaan lain dengan tujuan yang sama Pada umumnya, emulsi air dalam minyak digunakan untuk formulasi yang mengandung kadar minyak yang tinggi, yang diperlukan untuk masa berminyak, misalnya krim malam, krimpijat, krim mata, dan sediaan lain untuk kulit kering. 2) Disamping itu terdapat emulsi bentuk lain, fase dispersinya berupa emulsi, contohnya emulsi a/m/a, fase kontinyu air sedangkan fase dispersinya berupa emulsi air dalam minyak. 2)
LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 2
II.
PREFORMULASI A. Minyak kelapa Minyak yang diperoleh dari pemerasan endosperma kering Cocos nucifera, L. a) Sinonim : Coconut Oil, Oleum Cocos b) Pemerian
: Cairan jernih, tidak berwarna atau kuning pucat, bau
khas, tidak tengik c) Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95%) P pada suhu 60 oC, sangat mudah larut dalam kloroform P dalam eter P. d) Suhu lebur : 23oC-26oC (FI III), 23oC-26oC (HOPE edisi 6) e) Khasiat : Emmolient f) Dosis : Topikal ointment → 50-70 % g) Stabilitas : Ditempatkan dalam wadah tertutup terlindungi dari cahaya pada temperatur tidak lebih dari 25oC. Minyak kelapa dapat mudah terbakar pada temperatur tinggi dan panas yang spontan dan terbakar jika disimpan pada keadaan panas dan kondisi lembab h) Inkompatibilitas : Minyak kelapa dapat bereaksi dengan agen pengoksidasi, asam, alkali. Polietilen permeable terhadap
minyak
kelapa. Sumber : Farmakope Indonesia III Handbook of Phrmaceutical Excipients Edisi Keenam hal. 184
B. Asam stearat a) Sinonim : Acid stearicum, ctylaceticacid, crodacid, edenor, emersol, stereophonic acid, pearl steric. b) Rumus Molekul : C18H36O2 c) Berat Molekul : 284.47 d) Rumus Bangun :
e) Pemerian : Zat pada keras mengkilat menunjukkan susunan hablur putih ayau kuning pucat mirip lemak lilin. f) Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol (95%) P, dan dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P. LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 3
g) Khasiat : Bahan pengemulsi h) Dosis : untuk salep dan krim = 1-20% i) Stabilitas : Asam stearat merupakan bahan yang stabil. Antioksidan dapat ditambahkan ke dalam asam stearat. Disimpan dalam wadah tertutup di tempat yang sejuk dan kering. j) Suhu lebur : tidak kurang dari 54oC (FI III), 69oC-70oC (HOPE) k) Inkompatibilitas : Asam stearat inkompatibel dengan metal hidroksida dan
inkompatibel
dengan
basa,
agen
pereduksi,
dan
agen
pengoksidasi. Basis salep yang dibuat dengan asam stearat akan menjadi kental jika bereaksi dengan senyawa zink dan garam kalsium. Sumber : Farmakope Indonesia III Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi Keenam hal. 697
C. Gliserin a) Sinonim : Glycerol, glycerin, glycerolum, glycon, pricerine, 1,2,3propanetriol, trihydroxypropan gliserol b) Rumus Molekul : C3H8O3 c) Rumus Bangun :
d) Berat molekul : 92.9 e) Pemerian : Cairan seperti sirup, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, manis diikuti rasa hangat, higroskopis. Jika disimpan beberapa lama pada suhu rendah dapat memadat membentuk massa hablur tidak berwarna yang tidak melebur hingga suhu mencapai lebih kurang 20oC. f)
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95 %) P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam minyak lemak.
g) Suhu lebur : 17.8oC h) Khasiat : Humektan i)
Dosis : ≤ 30%
LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 4
j)
Stabilitas : Gliserin bersifat higroskopis. Gliserin murni mudah teroksidasi jika disimpan di tempat yang tidak sesuai dan akan terdekomposisi
dengan
pemanasan
dengan
akrolein
toxic.
Pencampuran gliserin dengan air, etanol (95%), propilenglikol membuat gliserin stabil secara kimia. k) Inkompatibilitas : Gliserin dapat meledak jika dicampur dengan agen pereduksi kuat seperti trioksida chromicum, potassium klorat atau potassium permanganat. Jika terkena sinar gliserin berubah warna menjadi gelap/jika kontak dengan zink oksida basic bismut nitrat. Iron pada gliserin akan merubah warna gelap pada pencampuran dengan fenol, salisilat dan tanin. Sumber : Farmakope Indonesia III Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi Keenam hal. 283
D. Borax a) Sinonim : Sodium borate, borax decahydrate, boric acid disodium salt, natrii tetraboras, sodium biborate decahydrate, sodium pyroborate decahydrate, sodium tetraborat decahydrate. b) Nama Kimia : Disodium tetraborate decahydrate c) Rumus Molekul : Na2B4O7.H2O d) Berat Molekul : 381,37 e) Pemerian : Putih, kristal keras, granul, atau serbuk kristal. Bahan tidak berbau dan dapat mengalir. f) Kelarutan : 1:1 gliserin, 1:1 air mendidih, 1:16 air, praktis tidak larut dalam etanol (95%), etanol (99.5%), dan dietil eter. g) Khasiat : Agen alkali, antimikroba, buffer, desinfektan, bahan pengemulsi, bahan stabilisasi. h) pH : 9.0-9.6 i) Titik lebur : 75oC j) Stabilitas : Disimpan dalam keadaan tertutup rapat dalam tempat sejuk dan kering. k) Inkompatibilitas : asam dan garam metal serta garam alkaloid Sumber: Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi Keenam hal. 184
LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 5
E. Tea a) Sinonim : Triethanolamine (BP), Trolaminum (PhEur), Trolamine (USPNF),
Tealan,
triethylamine,
trihydoxytriethylamine,
tris
(hydroxyethyl)-amine. b) Nama Kimia : 2,2,’,2”-Nitrilotriethanol c)
Rumus Molekul : C6H15NO3
d) Berat Molekul : 149.9 e) Rumus Bangun :
f) Pemerian : Berwarna sedikit kuning muda (pucat), berbentuk cairan, berbau ammonia sedikit. g) Kelarutan : Becampur dengan acetone, karbon tetraklorida, metanol dan air, 1:24 dalam benzena, 1:63 dalam etileter. h) Khasiat : Agen alkali dan bahan pengemulsi i) pH: 10.5 j) Titik lebur : 20-21oC k) Stabilitas : Berwarna coklat jika terpapar udara dan cahaya l) Penyimpanan : Tempat yang tertutup rapat (kedap udara), terlindungi dari cahaya. Simpan dalam keadaan sejuk dan kering. m) Inkompatibilitas : Bereaksi dengan asam mineral menjadi bentuk garam kristal dan ester. Dengan asam lemak yang tinggi, TEA membentu garam yang larut dalam air dan mempunyai karakteristik seperti sabun. TEA beraksi dengan tembaga yang membentuk kompleks garam. TEA juga dapat bereaksi dengan reagen seperti tionil klorida. n) Kadar : 2-4 %
F. Nipagin a) Sinonim : Methyl hydroxybenzoate (BP), Methyl parahydroxybenzoate (JP),
Methylis
parahydroxybenzoates
(PhEur),
LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Methylparaben Page 6
(USPNF),
hydroxybenzoic
acids
methyl
ester,
methyl
p-
hydroxybenzoate, Nipagin , Uniphen p-23. b) Nama Kimia : Methyl-4-hydroxbenzoate c) Rumus Molekul : C8H8O3 d) Berat Molekul : 152.5 e) Rumus Bangun :
f) g) Pemerian : Kristal putih atau bedrupa serbuk, berbau lemah atau hampir tidak berbau, rasa khas (kuat) h) Kelarutan : Praktis tidak larut dalam minyak mineral, 1:2 etanol, 1:3 etanol (95%), 1:6 etanol (50%), 1:10 eter, 1:60 gliserin, 1:200 minyak kacang, 1:5 propilenglikol, 1:400 air, 1:50 air suhu 50 oC, 1:30 air suhu 80oC. i) Khasiat : Bahan antimikroba j) pH: 4-8 k) Titik lebur : 125-128oC l) Stabilitas : Larutan yang mengandung nipagin pada pH 3-6 mungkin disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 120oC selama 20 menit. m) Penyimpanan : Disimpan dalam tempat tertutup rapat dalam keadaan sejuk dan kering. n) Inkompatibilitas : Tereduksi dengan surfaktan nonionik seperti polisorbat 80. Inkompatibilitas dengan bentonit, magnesium trisilicat, talk, tragakan, sodium alginat, minyak essensial, sorbitol, atropin. Bereaksi dengan macam-macam gula dan alkohol gula. o) Kadar : Topikal (0.02-0.3%) Sumber: Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi Keenam hal. 794 LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 7
G. Aquadest a) Sinonim : Air Suling b) Rumus Molekul : H2O c) Berat Molekul : 18.02 d) Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak bebau, dan tidak berasa. e) Penyimpanan : Dalam wadah tertutup Sumber : Farmakope Indonesia III III.
PROSEDUR KERJA Cara Kerja
Bahan-bahan dari kiri atas ke kanan bawah: Borax, Nipagin, TEA, Minyak kelapa, As.
Pemanasan fase minyak
Pencampuran fase minyak
dan air di atas penangas
dan air ke dalam lumpang
Penimbanag krim yang
Uji homogenitas
Stearat, Gliserin
Pengadukan ad homogen
dihasilkan = 22.1 gram
dan terbentuk krim
LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 8
LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 9
IV.
HASIL DAN EVALUASI
LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 10
LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 11
LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 12
V.
PEMBAHASAN Emulsi adalah sediaan dasar berupa sistem dua fase, terdiri dari 2 cairanyang tidak campur, dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globuldalam cairan lainnya. Jika konsistensinya lebih kental biasa disebut krim.
Stratum korneum terbuat dari sisik-sisik keratin dan semn yang mirip lilin yang mengisi celah-celah piringan-piringan keratin tersebut. Keratin terdiri dari molekul-molekul rantai panjang yang dhubungkan satu sama lain dengan jembatan garam atau hydrogen. Semakin sedikit jumlah air di antara rantairantai, semakin kuat ikatan itu dan semakin rendah elastisitas jaringan kreatinin stratum korneum. Kulit akan kering dan pecah- pecah membentuk retak-retak mendalam miri huruf V. Mikroorganisme, kotoran, sisa sabun dan lain-lain akan
masuk dan menumpuk dalam celah-celah itu, sehingga
menimbulkan berbagai gangguan kebersihan dan kesehatan serta menjadi sumber infeksi. Bila bakteri atau bahan iritan menembus retak V tersebut sampai ke bawah lapisan rennin, tipe kelainan kulit yang lain, kreatinasi yang tidak sempurna dan tidak normal dapat terjadi. Stratum germinativum bereaksi terhadap bahan iritan dengan meningkatkan pembelahan sel-selnya. Mengakibatkan migrasi sel yang sangat cepat ke atas sehingga terjadi penebalan stratum korneum dengan penebalan sel-sel semi-kreatinisasi. Komposisi bahan semen stratum korneum juga menjadi abnormal, membuat aglomerasi sel-sel menjadi sisik-sisik yang lebih kasar. Bila sisi-sisik ini lepas,
LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 13
terjadi cela yang lebih dalamyang dapat menampung lebih banyak kotoran dan mikroorganisme. Secara garis besar retak-retak stratum korneum bibawah kondisi yang kurang baik akan menimbulkan gangguan kulit yang lebih serius. Jika celahcelahberbentuk V itu berkembang dan bahan-bahan asing seperti sisa sabun, kotoran dan mikroorganisme masuk, maka kulit yang menjadi kering dan retak-retak itu akan menimbulkan iritasi dan peradangan atau kreatinisasi abnormal yang juga akan melemahkan kulit. Di sinilah perlunya kosmetik oelembab
kulit
untuk
mencegah
dehidrasi
kulit
yang
menyebabkan
kekeringan dan retak-retak pada kulit serta akibat-akibat buruknya. Kosmetik plembab berdasarkan lemak Kosmetik pelembab tipe ini sering di sebut moisturizer atau moisturing cream. Krim ini membentuk laoisan lemak tipis di permukaan kulit , sedikit banyak mencegah penguapan air kulit, serta menyebabkan kulit menjadi lembab dan lembut. Viskositas lemak tidak boleh terlalu rendah sehingga menyebar kemana-mana di prmukaan kulit, atau terlalu kental sehingga membuat kulit lengket dan terlalu berminyak. Pelembab ini harus dapat menutup tepi-tepi tajam stratum korneum, mencegah masuknya bahan-bahan asing ke dalam kulit, dan mencegah penguapan air kulit, tetapi tidak sampai mencegah sepenuhnya agar kongesti perspirasi dan pengeluaran panas badan tetap terjadi. Krim dengan kandungan minyak tinggi biasanya menggunakan basis vanishing cream. Emulsi miyak
yang dibuat disebut vanishing cream
mengandung air dalam presentase yang besar dan asam sterat, kemudian setelah dioleskan air menguap meninggalkan sisa berupa selaput asam stearat yang tipis bahkan terkesan menghilang. Basis krim (vanishing cream) disukai pada penggunaan sehari-hari karena memiliki keuntungan yaitu setelah pemakaian tidak menimbulkan bekas, memberikan efek dingin pada kulit, tidak berminyak serta memiliki kemampuan penyebaran yang baik (Ansel, 1985) Bahan untuk pembuatan emulsi diperlukan bahan yang mencakup fase air, fase minyak, zat pengemulsi,zat pengawet dan antioksidan.
LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 14
Bahan utama krim dan pelembab adalah lemak (lanolin, lemak wool, fatty alcohol tinggi,lanette wax, glycerol monostearate, dan lain-lain) yang semuanya merupakan bahan tipe pengemulsi W/O. sebagai tambahan adalah campuran minyak seperti minyak tumbuhan, yang lebih baik dari mineral oil karena lebih mudah bercampur dengan lemak kulit, lebih mampu menembus sel-sl stratum corneum, dan memiliki daya adhesi yang lebih kuat. Preparat tipe emulsi O/W, misalnya bahan-bahan emulgator non ionic, merupakan yang paling cocok dengan krim pelembab. Sabun-sabun triethanolamine juga sering direkomendasikan sebagai pelembab. Sebagai tambahan, krim O/W selalu berisi humectan (gliserol, sirup sorbitol, dan lainlain). Air yang digunakan harus di destilasi atau dihilangkan garamgaramnya dengan ion-exchanger. Sisa-sisa besi dan tembaga sangat berbahaya karena mempercepat terjadinya ketengikan. Karena kandungan minyak tumbuhannyayang tingg, preparat pelembab ini mudah terjadi tengik. Karena itu, penambahan antioksidan adalah esensial. Kosmetik pelembab harus dilindungi dari mikroorganisme dan jamur dengan penambahan bahan pengawet. Umumnya, tanpa memperthatikan tipe emulsi a/m atau m/a, campur zat pengemulsi yang larut ke dalam fase minyak ke dalam fase minyak, jika perlu dengan pemanasan, dan zatzat pengemulsi yang larut dalam air ke dalam fase air. Tambahkan fase air ke dalam fase minyak, dengan perlahanlahan dan hati-hati, suhu kedua fase diatur lebih kurang sama. Jika dalam formula terdapat parfum atau minyak atsiri, ditambahkan ke dalam campuran setelah suhu mencapai suhu 45o – 50oC. Jika harus ditambahkan garam asam atau garam lain, terlebih dahulu garam itu dihaluskan atau dilarutkan, kemudian ditambahkan setelah emulsi terbentuk dan dingin. Pada praktikum kali ini kelompok kami membuat krim pelembab dengan metode fusion atau pelelehan. Metode fusion dilakukan dengan melebur fase minyak pada suhu 700 C, pada saat yang bersamaan fase air dipanaskan hingga suhu 700 C. Pencampuran dilakukan pada lumpang hangat untuk menghindari fluktuasi suhu.
LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 15
Pada waktu pembuatan emulsi yang terdiri dari dua cairan, ada dua proses yang berjalan secara berkesinambungan. Proses pertama ialah proses dispersi menjadi partikel halus sebagai fase dispersi diikuti proses stabilisasi partikel yang sudah terdispersi tersebut, sehingga emulsi tersebut tidak memisah menjadi dua. Pada proses pertama terjadi kenaikan luar biasa luas permukaan atau luas antar permukaan fase dispersi dan fase kontinyu. Sifat antarpermukaan ini penting untuk mempermudah pembentukan dan stabilitas emulsi. Kenaikan luas permukaan
akan
menaikkan
energi bebas dan
ketidakstabilan
termodinamika sistem tersebut. Zat pengemulsi akan teradsorpsi pada antarpermukaan, sehingga akan menurunkan energi bebas antarpermukaan, juga akan membantu mempermudah pembentukan emulsi.Tegangan antar permukaan minyak mineral yang dikocok dalam air ialah 45 dyne/cm. Pengaruh
beberapa
zat
pengemulsi
dalam
penurunan
tegangan
antarpermukaan sistem air-minyak mineral dapat dilihat pada Tabel-2. Tabel-2 Penurunan Tegangan Permukaan dan Tegangan Antarpermukaan Sistem Air-Minyak Mineral oleh Zat Pengemulsi Nama Zat Pengemulsi
Tegangan
Tegangan
Permukaan
Antarpermukaan
(dyne/cm)
(dyne/cm)
Polioksietilensorbitan monolaurat
36
6
Polioksietilensorbitan monooleat
41
10
Polioksietilensorbitan monostearat
43
9
Sorbitan monolaurat
28
3,5
Sorbitan monooleat
30
2,5
Sorbitan monostearat
46
11
Proses stabilisasi emulsi antara lain disebabkan pembentukan muatan listrik dan lapisan pelindung di sekitar partikel yang terdispersi. Faktor lain yang perlu diperhatikan ialah tegangan perdispersi. Faktor lain yang perlu diperhatikan ialah tegangan permukaan, viskosita, elastisitas dan rigiditas permukaan. Kestabilan emulsi merupakan pertimbanagan utama dalam industri, proses stabilisasi sanagat dipengaruhi oleh zat pengemulsi. Zat pengemulsi yang ideal harus memenuhi syarat berikut: LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 16
1. Dapat menurunkan teganagan permukaan menjadi lebih kurang 5 dyne/cm untuk emulsi yang dapat dibuat dengan pengadukan intensif dan lebih kurang 0,5 dyne/cm untuk emulsi yang akan dibuat tanpa pengadukan intensif. 2. Harus cepat teradsorpsi pada partikel yang terdispersi sehingga membentuk lapis tipis yang tidak lengket dan tidak mudah pecah waktu terjadi benturan antara dua partikel, sehingga tidak terjadi koagulasi atau koalessensi. 3. Harus mempunyai struktur molekul yang spesifik, gugus polarberada di bagian air dan gugusan nonpolar berada di bagian minyak. 4. Larut dalam fase kontinyu sehingga mudah dijerap disekeliling partikel emulsi. 5. Harus cukup memberikan potensial elektrokinetik. 6. Dapat mempengaruhi viskosita emulsi 7. Dalam kadar yang relatif kecil mampu mengemulsikan 8. Harganya relatif murah 9. Tidak toksik dan aman digunakan. Mutu emulsi tidak hanya ditentukan oleh mutu bahan, ketepatan pemilihan bahan terutama zat pengemulsi, keserasian formula dan teknik pembuatan, tetapi juga ditentukan oleh segala sesuatuyang terkait dalam proses pembuatan, misalnya alat perlengkapan, penambahan bahan lain, pendinginan dan homogenisasi. PERSYARATAN Emulsi harus memenuhi syarat: 1. Mudah dioleskan merata pada kulit atau rambut 2. Mudah dicuci bersih dari daerah lekatan 3. Tidak menodai pakaian 4. Tidak berbau tengik 5. Bebas partikulat keras dan tajam 6. Tidak mengiritasi kulit 7. Dalam penyimpanan harus tetap memiliki sifat berikut 7.1. Harus tetap homogen dan stabil 7.2. Tidak berbau tengik 7.3. Bebas partikulat keras dan tajam LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 17
7.4. Tidak mengiritasi kulit
Perbandingan Formula 1 A dan 1 B Formula 1A yang terdiri dari minyak kelapa 15 % + asam stearat 10% +
polisorbat 80 2,24 %+ sorbitan monostearat 2,76% + metil paraben 0,15 % + propil paraben 0,05 % + propilen glikol 15 % + BHT 0,0075 % menghasilkan krim yang encer. Jika dibandingkan dengan Formula 1B yang terdiri dari minyak kelapa 20 % + asam stearat 10% + polisorbat 80 2,24 %+ sorbitan monostearat 2,76% + metil paraben 0,15 % + propil paraben 0,05 % + propilen glikol 15 % + BHT 0,0075 % menghasilkan krim yang lebih encer dibandingkan formula 1A. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi minyak kelapa pada formula 1B (20%) yaitu lebih besar dibandingkan formula 1A (15%) namun konsentrasi emulgatornya sama, padahal formula 1B mempunyai jumlah fase minyak yang lebih banyak dibandingkan formula 1A. Oleh sebab itu seharusnya konsentrasi emulgator untuk formula 1B harus lebih banyak dari formula 1A. Menurut literatur Handbook of Pharmaceutical Excipients, konsentrasi sorbitan monostearat (span 60) sebagai emulgator jika dikombinasikan dengan emulgator hidrofilik di dalam emulsi minyak dalam air adalah 1 – 10%. Konsentrasi polisorbat 80 (tween 80) sebagai emulgator jika dikombinasikan dengan emulgator hidrofilik di dalam emulsi minyak dalam air adalah 1 – 10%. Konsentrasi asam stearat pada salep dan krim adalah 1 – 20 %. Oleh karena itu penggunaan polisorbat 80, sorbitan monostearat, asam stearat pada formulasi tersebut telah memenuhi kadar yang sesuai. Hanya saja perbandingan ketiganya tidak bisa memenuhi HLB butuh dari minyak kelapa dan asam stearat. Span 60 dan Tween 80 merupakan surfaktan non-ionik yang berfungsi sebagai emulgator dengan mekanisme kerjanya adalah: sorbitan berada dalam bola minyak dan radikal sorbitan berada dalam fase air. Bagian kepala sorbitan dari molekul-molekul span mencegah ekor hidrokarbon dari penggabungan yang erat dalam fase minyak. Bila Tween 80 ditambahkan, ia akan mengarah pada batas sedemikian rupa sehingga dari ekor hidrokarbon ada dalam fase minyak, dari rantai tersebut bersama-sama dengan cincin sorbitan dan rantai polieksietilen berada dalam fase air. Tween 80 berada LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 18
dalam
bola minyak antara
rantai-rantai span
80, dan
penyusunan
menghasilkan antaraksi (gaya tarik menarik vanderwalls ) yang efektif. Dari segi evaluasi homogenitas krim formula 1A dan 1B menghasilkan homogenitas yang baik karena setelah pengolesan krim pada kaca objek kemudian dikatupkan dengan kaca objek yang lain menghasilkan permukaan halus merata yang menandakan bahwa krim tersebut telah homogen. Pada hari kedua formula 1A mengalami ketidakstabilan yaitu creming. Creaming adalah peristiwa terbentuknya dua lapisan emulsi yang memiliki viskositas yang berbeda, dimana agregat dari bulatannya fase dalam mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk naik kepermukaan emulsi atau jatuh kedasar emulsi tersebut dengan keadaan yang bersifat reversibel atau dapat didistribusikan kembali melalui pengocokan. Pada hari kedua sampai hari kelima peristiwa creaming yang terbentuk semakin besar terlihat dengan adanya terbentuknya lapisan yang lebih jelas. Formula 1A memberikan kesan yang baik dan mudah hilang ketika dioleskan akan tetapi pada hari berikutnya setelah dioleskan lama mengering, hal ini mungkin juga dapat dipicu karena terjadi ketidakstabilan kirm yang terjadi selama masa penyimpanan sehingga karakteristik dari krim tersebut juga berubah. Pada formula 1B juga menghasilkan formula yang encer akan tetapi ketika hari ketiga sampai kelima memberikan konsistensi yang kental hal ini mungkin disebabkan karena emulgator membutuhkan waktu yang cukup lama agar benar-benar dapat masuk dan merata ke dalam formulasi krim tersebut sehingga emulgator tersebut baru dapat bekerja semestinya. Pada formula 1B ini tidak terjadi creaming dan dapat dikatakan stabil pada proses penyimpanan. Selain itu saat dilakukan pengolesan pada kulit hingga evaluasi terakhir juga terkesan menghilang ketika dioleskan ke kulit. Pada formula 1A dan 1 B penambahan metil paraben dan propil paraben berfungsi sebagai pengawet karena minyak yang digunakan berupa minyak tumbuhan yang lebih rentan ditumbuhi oleh mikroba. Menurut literatur Handbook of Pharmaceutical Excipients konsentrasi Metil paraben dan Propil paraben untuk sediaan topikal secara berturut-turut digunakan sebanyak 0.02 – 0.3 % dan 0.01 – 0.6%, sehingga kadar pada formulasi telah memenuhi syarat. LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 19
Propilenglikol berfungsi sebagai humektan, mekanisme kerja humektan ialah menarik air yang terdapat di udara dan dari dalam kulit. Propilenglikol digunakan sebagai agen pembasah dalam pembuatan sediaan krim. Selain itu fungsi dari propilenglikol adalah sebagai pelarut propil paraben dan metil paraben yang merupakan pengawet dalam sediaan krim BHT (Butil Hidroksi Toluen) berfungsi sebagai antioksidan, pemakaian BHT bertujuan untuk mencegah reaksi oksidasi yang biasa terjadi dalam minyak. Jika terjadi proses oksidasi dalam minyak, maka minyak tersebut dapat menjadi tengik.
Perbandingan Formula 2 A dan 2 B Formula 2A yang terdiri dari minyak kelapa 10 % + asam stearat 20%
+ setil alcohol 0,5 % + BHT 0,001% + TEA 1,2% + NaOH 0,01 % + Glyserin 8% + Nipagin 0,01% jika dibandingkan dengan formula 2B yang terdiri dari minyak kelapa 15% + asam stearat 20% + setil alcohol 0,5 % + BHT 0,001% + TEA 1,2% + NaOH 0,01 % + Glyserin 8% + Nipagin 0,01% menghasilkan krim yang baik akan tetapi kurang homogen dari hasil pengujian homogenitas yang menunujukan adanya gelembung dan permukaan tidak halus merata. Formula 2A menghasilkan rasa sedikit lengket ketika dioleskan ke kulit pada hari pertama sedangkan formula 2B tidak terlalu lengket karena menurut teori fase minyak yang lebih sedikit seharusnya cenderung lebih meresap di tangan dan tidak terlalu lengket saat dioleskan di permukaan kulit. Pada formulasi ini Asam stearat, TEA (Trietanolamin), dan setil alcohol digunakan sebagai emulgator. TEA merupakan emulgator anionic. TEA menghasilkan emulsi stabil tetapi setelah beberapa lama cenderung menjadi kental untuk mencegah dikombinasi dengan fatty alcohol (Oleyl Alcohol, Hexa Decyl Alcohol) atau glycerol monostearat. Dapat juga dikombinasi dengan Na Lauryl Sulfat atau 10 – 20 % minyak mineral. Emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispersi menyebabkan partikel sejenis yang akan tegabung
akan
terhalang.
Untuk
memberikan
stabilitas
maksimum.
Mekanisme asam stearat dengan TEA yang menyebabkan krim bersifat lunak. Asam stearat digunakan dalam krim yang basisnya dapat dicuci dengan air, sebagai zat pengemulsi untuk memperoleh konsistensi krim tertentu. Jika sabun stearat yang digunakan sebagai emulgator biasanya LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 20
ditambahkan kalium hidroksida atau trietanolamin ditambahkan secukupnya agar bereaksi dengan 8 sampai 20% asam stearat. Asam lemak yang tidak bereaksi menigkatakan konsistensi krim, krim ini bersifat lunak dan menjadi mengkilap atau berkilau selama penyimpaanan akibat adanya pembentukan kristal-kristal asam stearat. Jika asam lemak tidak bereaksi maka krim yang dihasilkan akan keras. Penambahan TEA dimaksudkan untuk penetral yang akan beraksi dengan gugus asam. Adanya gugus –COOH dan –OH dapat menyebabkan asam sterat dan TEA dapat berekasi menjadi garam Mekanisme Asam stearat dan TEA :
+ Asam stearat
TEA
Setil alcohol merupakan zat pengemulsi untuk menstabilkan emulsi minyak dalam air. setil alcohol digunakan sebagai absorpsi air. Setil alcohol bertindak sebagai pengemulsi lemah pada tipe air dalam minyak. Setil alcohol juga dilaporkan dapat meningkatkan konsistensi emulsi air dalam minyak. Setil alcohol digunakan sebagai agen pengemulsi pada konsentrasi 2-5 %. Pada emulsi minyak dalam air (m-a), setil alkohol dapat meningkatkan stabilitas dengan mengkombinasikan dengan agen pengemulsi larut air. Setil alkohol digunakan sebagai peningkat konsistensi dengan adanya campuran antara setil alkohol dengan pengemulsi hidrofi (Handbook of Pharmaceutical Excipient 5th Edition page 155). Setil alkohol ini berungsi sebagai emolien , karena mempunyai kemampuan mengabsorpsi air pada emulsi tipe A/M, merupakan emulgator lemah untuk emulsi tipe A/M .dapat meningkatkan konsistensi (viskositas krim). Penambahan NaOH pada formula 2A dan 2B karena
basis krim
bersifat asam, maka perlu ditambahkan NaOH sebagai pengatur pH. Penampilan dan kelenturan sediaan krim ditentukan dari proporsi basa yang ditambahkan pada basis. Krim stearat bereaksi alkali lemak (pH 7,2 sampai 8,4). Akan tetapi reaksi alkalinya tidak boleh berlebihan. Sebab alkalisasi kulit sehat akan terhalangi secara sempurna dalam waktu singkat dan pH LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 21
lingkungan kulit akan tercapai kembali atau bahkan lebih rendah lagi (Voigt, 1995). Setil alcohol
Gugus polar ( kepala hidrofilik )
Gugus non polar (ekor hidrofobik)
Perbandingan Formula 3 A dan 3 B Formula 3A yang terdiri dari minyak kelapa 10 % + asam stearat 20% +
setil alcohol 0,5% + BHT 0,001% + TEA 1,2% + NaOH 0,01 % + Glyserin 8% + Nipagin 0,01% jika dibandingkan dengan formula 3B yang terdiri dari minyak kelapa 15% + asam stearat 20% + setil alcohol 0,5 % + BHT 0,001% + TEA 1,2% + NaOH 0,01 % + Glyserin 8% + Nipagin 0,01% menghasilkan krim dengan formula 3A lebih homogen jika dilhat dari pengujian homogenitas. Uji Homogenitas merupakan perataan fase terdispersi dalam bahan pendispersi, tidak adanya agregasi partikel sekunder, distribusi yang merata dan teratur dari fase terdispersi serta penghalusan parikel primer yang besar. Ukuran partikel menentukan tingkat homogenitas zat aktif, tingkat kerja optimal dan bebas pengganggu ( Voigt, 1984 ). Formula 3A dan 3B pada dasarnya memilki konsistensi yang baik. Formula 3A menghasilkan krim yang paling stabil dianatar formula yang lain. Pada saat uji homogenitas formula 3B masih ada granul yang masih kasar pada kaca objek kemungkinan hal itu disebabkan oleh kristal dari boraks atau nipagin belum larut sempurna dalam air panas. Padahal jika dilihat dari monografi (FI ed.3) kedua bahan ini termasuk bahan yang mudah larut dalam air panas. Kedua bahan menjadi tidak larut juga bisa disebabkan oleh prosedur pengerjaannya saat di lab kurang sempurna. Saat proses pelarutan dan penggerusan bahan tersebut mungkin kuat, sehingga menjadikan bahan ini tidak larut. Bila bahan yang belum larut sempurna ini dicampurkan begitu saja ke dalam fase minyak, maka sediaan krim akan terasa kasar saat dipakai, terasa seperti ada butiran-butiran partikel. Ukuran partikel fase dispersi berkisar antara 0,1 – 10 μm. Sistem emulsi secara termodinamika tidak stabil. Partikel fase dispersi secara terus menerus akan cenderung membentuk aglomurat, lama kelamaan akan membentuk
masa
terpisah
sebagai
fasa
kontinyu
LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
kedua.
Untuk Page 22
memperlambat terjadinya pemisahan tersebut diperlukan penambahan penambahan zat pengemulsi. Dalam kosmetika diperlukan zat pengemulsi yang sesuai, sehingga disamping faktor stabilitas juga tidak mengganggu bentuk akhir yang meliputi estetika dan keamanan sediaan. Umumnya sebagai zat pengemulsi digunakan molekul amfifotik yang besar, dimana dalam molekul yang sama terdapat gugusan yang bersifat hidrofilik dan lipofilik. Zat tersebut meningkatkan kestabilan emulsi dengan menurunkan tegangan permukaan antara fase air dan minyak. Pembentukan emulsi dipercepat jika tegangan antar permukaan air dan minyak berkurang. Secara teoritis jika tegangan antar permukaan tersebut nol, maka emulsi akan terbentuk secara spontan. Emulgator yang digunakan adalah Asam stearat dan TEA . Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari lemak, sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat (C18H36O2) dan asam heksadekanoat (C16H32O2). Jika asam lemak tidak bereaksi maka krim yang dihasilkan akan keras. Penambahan TEA dimaksudkan untuk penetral yang akan beraksi dengan gugus asam. Adanya gugus –COOH dan –OH dapat menyebabkan asam sterat dan TEA dapat berekasi menjadi garam Gliserin merupakan humektan yang bekerja mengikat air dari udara dan dalam kulit. Gliserin juga secara nyata memiliki pengaruh terhadap konsistensi dari krim yang telah jadi, dan meningkatkan kelembutan dan kehalusan dari krim. Nipagin berfungsi sebagai pengawet
dalam formula ini digunkan
0,01% . Kadar Nipagin sebagai pengawet menurut literature adalah (0.020.3%). Meskipun emulsi secara ternmodinamik tidak stabil, yang disebabkan tegangan antarpermukaan lebih besar dari nol. Dalam praktek sediaan kosmetika yang berbentuk emulsi dapat dibuat sedemikian rupa sehingga stabil selama 2 – 3 tahun. Pada saat uji stabilitas formula 3B pada hari kedua sampai kelima mulai terasa agak sukar hilang bila dioleskan. Sedangkan formula 3A dari hari pertama sampai terakhir di uji menghasilkan karakteristik yang sama baik dari warna, bau, homogenitas, pengolesan pada kulit serta konsesitensi yang
LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 23
sama. Sehingga dapat dikatakan formula 3A stabil pada saat proses pembuatan sampai penyimpanan.
Perbandingan secara umum Menurut literatur Formularium Kosmetika Indonesia, Viskosita dan
penampilan emulsi sebagian besar dipengaruhi oleh ukuran partikel fase dispersi dan kadar kontinyu (lihat tabel -1). Jika ukuran partikel fase dispersi dan kadar fase dispersi lebih besar dari 1 μm, emulsi berubah warna menjadi putih susu, jika lebih kecil dari 1 μm emulsi akan berubah dari putih susu menjadi transparan. Warna putih susu terjadi karena pembiasan cahaya yang disebabkan perbedaan indeks bias antara fase dispersi dan fase kontinyu. Tabel-1 Penampilan Emulsi sebagai Fungsi dari Ukuran Partkel Fase Dispersi Ukuran Partikel
Penampilan
1
Putih
0,1 – 1
Putih – Biru
0,05 – 0,1
Opalesens, semitransparan
0,05
Transparan
Semua formulasi pada sediaan krim pelembab ini menghasilkan warna putih. Sehingga diperkirakan menurut literatur diatas, sediaan krim ini mempunyai ukuran partikel 1 μm. Stabilitas emulsi tergantung pula dari kadar zat pengemulsi. Zat pengemulsi harus cukup jumlahnya sehingga dapat membentuk lapisan tipis mengelilingi tiap partikel fase terdispersi. Pada saat pembuatan pada hari pertama sebagian besar krim yang dihasilkan saaat dioleskan ke permukaan kulit, krim tersebut akan terasa segera menghilang sesaat setelah dioleskan. Hilangnya krim ini dari kulit atau pakaian dipermudah oleh emulsi minyak di dalam air yang terkandung di dalamnya. Krim dapat digunakan pada kulit dengan luka yang basah, karena bahan pembawa minyak di dalam air cenderung untung menyerap cairan yang dikeluarkan luka tersebut. Basis yang dapat dicuci dengan air akan membentuk suatu lapisan tipis semipermiabel, setelah air menguap pada tempat yang digunakan (Lachman, 1994) LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 24
Ketidakstabilan emulsi Emulsi dikatakan pecah jika partikel halus yang yang terdispersi secara spontan bersatu membentuk partikel yang lebih besar atau berkoalesensi dan akhirnya terpisah menjadi 2 fase. Umumnya, proses kerusakan emulsi terjadi menurut 3 pola, yaitu kriming, inversi fase dan de-emulsifikasikasi
Kriming Adalah proses mengembangnya partikel dispersi karena pengaruh
gravitasi, sehingga masing – masing mengandung lemak berkisar 30 – 35 % dan 8 – 10 %. Kriming terjadi karena sedimentasi partikel dispersi secara perlahanlahan, kecepatan sedimentasi dapat dihitung menggunakan hukum Stokes. ( g
= gravitasi
r
= jari-jari partikel sferis
)
sc – sd =bobot jenis cairan ɳ
= viskositas
jika sd lebih besar dari sc maka partikel dispersi akan mengambang ke permukaan, walaupun ada pengaruh gravitasi.
Inversi fase Adalah ketidakstabilan emulsi yang terjadi sekonyong-konyong karena
perubahan fase m/a menjadi a/m atau sebaliknya. Faktor utama yang dapat menyebabkan terjadinya inversi fasa antara lain adalah: 1.
Konsentrasi volume kedua zat
2.
Sifat serta jumlah zat pengemulsi
Jika kadar fase dispersi naik, tetapi faktor lain masih tetap, tidak terjadi inversi fase. Inversi fase terjadi jika kadar mencapai 75% atau jika PFD 74% Sifat dan jumlah zat pengemulsi, suhu dan kondisi dinamik pada waktu proses emulsifikasi akan mempengaruhi inversi fase emulsi
De-emulsifikasi Adalah proses pemisahan sempurna emulsi menjadi masing-masing
komponen cair. Proses pemisahan tersebut dapat terjadi dalam 2 tahap yaitu: LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 25
1.
Mula-mula terjadi flokulasi, partikel dispersi saling berikatan, membentuk kelompok yang lebih besar, tetapi jika dikocok perlahan-lahan akan terdispersi sempurna.
2.
Selanjutnya
terjadi
koalesensi,
kelompok
partikel
dispersi
membentuk kelompok yang lebih besar, yang sifatnya irreversibel, secara visual terlihat memisah, tetapi jika dikocok kuat-kuat akan terdispersi sempurna Identifikasi Tipe Emulsi Untuk mengidentifikasi tipe emulsikosmetika dapat digunakan beberapa cara dengan memanfaatkan
sifat fase kontinyu
emulsi seperti kelarutan,
fluorosensi dan konduktivitas. 1. Pengenceran dengan air Jika emulsi mudah diencerkan dengan air, maka emulsi tersebut adalah tipe m/a, tetapi jika terdispersi dalam fase kontinyu, maka emulsi tersebut tipe a/m. 2. Perubahan warna 2.1. Tambahkan sedikit biru metil ke dalam emulsi. Jika larut sewaktu diaduk, maka emulsi tersebut adalah tipe m/a. 2.2. Tambahkan sedikit merah sudan ke dalam emulsi. Jika larut sewaktu diaduk, maka emulsi tersebut adalah tipe a/m. 2.3. Celupkan kertas kobalt klorida kering, yang dibuat dengan mencelup kertas saring kedalam larutan kobalt klorida 20 % kemudian di keringkan, ke dalam emulsi, jika warna biru berubah menjadi merah muda maka emulsi tersebut adalah tipe m/a. Jika tidak terjadi perubahan warna maka emulsi tersebut adalah tipe a/m. 3. Fluoresensi Jika emulsi disinari dengan sinar UV berfluoresensi, maka emulsi tersebut adalah tipe a/m, tetapi kesukarannya kadang-kadang juga tidak berfluoresensi 4. Konduktivitas Elektrolit Emulsi tipe m/a menunjukkan sifat konduktor elektrolit yang relatif baik, sedangkan emulsi tipe a/m menunjukkan sifat konduktor elektrolit lebih jelek.
LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 26
VI.
KESIMPULAN
Formula 3A (Kelompok 5) dari hari pertama pembuatan sampai hari terakhir pengujian menghasilkan karakteristik yang sama baik dari warna, bau, homogenitas, pengolesan pada kulit serta konsesitensi yang sama. Sehingga dapat dikatakan formula 3A stabil pada saat proses pembuatan sampai penyimpanan.
Sarannya perlu ditambahkan anti oksidan yang sesuai dalam formulasi, agar tidak terjadi proses oksidasi pada minyak yang terkandung dalam krim. Karena minyak mudah sekali mengalami ketengikan akibat proses oksidasi.
Antioksidan yang ditambahakn dapat berupa BHT 0,02% atau tokoferol 0,05%.
Karena sediaan krim moisturizer yang digunakan digunakan secara topikal pada kulit penambahan tokoferol pada sediaan juga dapat memiliki fungsi lebih yaitu merupakan sumber vitamin E yang baik untuk kulit.
LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 27
VIII. 1)
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
2)
Dewan Redaksi Panitia Formularium Kosmetika Indonesia. 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
3)
Farmakope Indonesia Ed. III
4)
Farmakope Indonesia Ed. IV
5)
Lachman, Leon. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri 2 Edisi ke-3. Jakarta : UI Press.
6)
Rowe, C Raymond; Sheskey, Paul J and Quinn, Marian E. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition. London: Pharmaceutical Press.
7)
Rowe, Raymond C; Sheskey, Paul J and Owen Siân C. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients 5th edition. London: Pharmaceutical Press.
8)
Tranggono, Retno Iswari, DR. SpKK dan Latifah, Fatimah, Dra. Apt. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengeahuan Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
9)
Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Tehknologi Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6A
Page 28
View more...
Comments