Presus Melanoma Facialis

November 9, 2018 | Author: Wistha Miyaki | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

bnnmnnb...

Description

PRESENTASI KASUS MELANOMA FACIALIS

 Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO

Disusun Oleh : Wistha Miyaki 20120310147

Diajukan Kepada : dr. Satrio Teguh Krisyuantoro, Sp.B

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH YOGYAKARTA BAGIAN ILMU BEDAH RUMAH SAKIT DAERAH WONOSOBO 2017

i

MELANOMA FACIALIS

 Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat  Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Bagian Ilmu Bedah  RSUD KRT SETJONEGORO SETJONEGORO WONOSOBO

Disusun Oleh : Wistha Miyaki 20120310147

Dokter Penguji :

dr. Satrio Teguh Krisyuantoro, Sp.B

ii

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia  –   Nya penulis dapat menyelesaikan Presentasi Kasus yang  berjudul “Melanoma Facialis” dalam rangka melengkapi persyaratan mengikuti ujian akhir program pendidikan profesi kedokteran di bagian ilmu BEDAH RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo. Penulis menyadari Presentasi Kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai  pihak, maka penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. dr. Satrio Teguh Krisyuantoro, Sp.B selaku dosen pembimbing dan dokter Spesialis Bedah di RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo 2. dr. Endro Ri Wibowo, Sp.B dan dr. Dimas Aryo K, Sp.B selaku dokter Spesialis Bedah di RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo 3. Teman-teman dokter muda dan seluruh tenaga medis RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan, guna Presentasi Kasus ini di kemudian hari. Harapan penulis semoga Presentasi kasus ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu BEDAH di klinik dan masyarakat. Wonosobo, Mei 2017

Wistha Miyaki

iii

DAFTAR ISI

PRESENTASI KASUS ........................................................................................................ i KATA PENGANTAR  ....................................................................................................... iii BAB I .................................................................................................................................. 2 LAPORAN KASUS ............................................................................................................ 2 I.

IDENTITAS PASIEN ............................................................................................ 2

II.

ANAMNESIS....................................................................................................... 2

III.

RESUME ANAMNESIS ..................................................................................... 3

IV.

PEMERIKSAAN FISIK  ..................................................................................... 3

V.

WORKING DIAGNOSIS .................................................................................... 5

VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG ........................................................................ 5

VII.

PENATALAKSANAAN  .................................................................................... 6

VIII.

KOMPLIKASI  .................................................................................................... 6

BAB II ................................................................................................................................. 7 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 7 I.

PENDAHULUAN ..................................................................................................... 7

II.

FAKTOR RESIKO ..................................................................................................... 8

III. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI  ........................................................................... 9 IV. STADIUM KLINIS .................................................................................................. 11 V.

DIAGNOSIS ............................................................................................................. 13

VI. PENATALAKSANAAN  .......................................................................................... 16 VII. PROGNOSIS ............................................................................................................ 20 BAB III ............................................................................................................................. 21 PEMBAHASAN ............................................................................................................... 21 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 23

iv

BAB I LAPORAN KASUS MELANOMA FACIALIS

I.

IDENTITAS PASIEN  Nama : Tn. S

Umur

: 51 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Batur

Pekerjaan

: Petani

Agama

: Islam

Tanggal masuk RS : 14 Mei 2017

II.

ANAMNESIS Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke poliklinik bedah RSUD KRT Setjonegoro dengan keluhan tahilalat yang semakin hari semakin membesar habis terkena kayu. Pasien mengaku tahilalat sudah sudah ada sejak pasien lahir. Mulanya, tahilalat berukuran kecil berwarna hitam setelah terkena kayu kurang lebih 1 tahun ini semakin hari semakin besar dan tidak  berbentuk seperti tahilalat lagi. Tahilalat tidak terasa sakit dan tidak mengeluarkan darah maupun nanah, hanya saja pasien mengeluh kadang terasa gatal. Pusing (-), Mual (-), muntah (-), demam (-). Benjolan di tempat lain disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu

(-) Riwayat Keluarga

(-)

2

Anamnesis Sistemik

a. Sistem Cerebrospinal : Demam (-), pusing (-)  b. Sistem Cardiovaskuler: tidak ada nyeri dada, tidak berdebar c. Sistem Respirasi

: tidak ada sesak, ada batuk

d. Sistem Gastrointestinal: mual (-), muntah (-), nyeri (-) e. Sistem Urogenital

: BAK lancar, BAB tidak lancar

f. Sistem Integumentum : tidak ada keluhan g. Sistem Muskuloskeletal: Nyeri otot tangan dan kaki (-)

III.

RESUME ANAMNESIS Seorang laki-laki berusia 51 tahun mengeluh tahilalat semakin hari

semakin membesar dan menyebar sejak terkena kayu, pasein mengeluh tahilalat kadang teras gatal.

IV.

PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum : Baik

2. Kesadaran

: Compos Mentis

3. Tanda Vital a. Suhu

: 36,7°C

 b.  Nadi

: 80 kpm, tegangan kuat, isi cukup, reguler

c. Pernapasan

: 20 kpm

d. Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

4. Status Generalis a. Kepala 1) Bentuk

: mesocephal

2) Mata

: Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-

3) Hidung

: bentuk normal, tidak ada sekret, tidak ada

epistaksis 4) Telinga

: Bentuk normal, simetris kanan dan kiri,

discharge tidak ada, serumen minimal

3

5) Mulut

: Tidak ada bibir sianosis,tampak bibir

kering, tidak terdapat gusi berdarah, mukosa mulut kering,  pembesaran tonsil tidak ada  b. Leher

: Tidak ada peningkatan JVP, tidak ada

 pembesaran KGB, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid c. Thorax dan Pulmo 1) Inspeksi

: : Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada

retraksi 2) Palpasi

: vokal fremitus sama kanan dan kiri

3) Perkusi

: suara sonor pada lapang paru

4) Auskultasi

: suara nafas vesikuler, tidak ada suara

tambahan d. Cor 1) Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

2) Palpasi

: Ictus cordis teraba di SIC 4 linea

midklavikula sinistra 3) Auskultasi

: Bunyi jantung 1 dan 2 murni, tidak ada

 bising e. Abdomen 1) Inspeksi

: supel, datar

2) Auskultasi

: Bising usus normal

3) Palpasi

: Nyeri tekan (-)

4) Perkusi

: Timpani pada keempat kuadran abdomen

f. Ekstremitas

: akral hangat, tidak ada edema, petekia (-)

CRT < 2 detik

Status Lokalis

I : Tampak benjolan yang bewarna hitam batas tidak teratur, asimetris, diameter sekitar 7 cm. P: Terasa padat dan keras, nyeri tekan (-)

4

V.

WORKING DIAGNOSIS Melanoma Facialis susp maligna

VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Rutin

Hb

13,2

g/dL

Leukosit

5,6

10^3/ul

Eosinofil

0.20 (L)

%

Basofil

0.20

%

 Netrofil

50.40

%

Limfosit

42,90 (H)

%

Monosit

6,30

%

Hematokrit

39 (L)

%

Eritrosit

4,6

10^6/uL

MCV

85

pg

MCH

29

g/dL

Trombosit

357

10^3/ul

PT

11,9

Detik

APTT

33,7

Detik

INR

1,14

Kimia Klinik

GDS

134

mg/dl

Ureum

33,0

mg/dl

Creatinin

0,60

mg/dl

SGOT

49,0

U/L

SGPT

103,0(H)

U/L

Sero Imunologi

HbsAg

negatif

5

VII.

PENATALAKSANAAN Pro eksisi Pemeriksaan PA Inf.Asering 28 tpm Inj. Ceftriaxon 2x1g Inj. Ketorolac 3x30mg Inj. Vit c 3x1

VIII. KOMPLIKASI Keganasan

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I.

PENDAHULUAN Kejadian keganasan pada kulit semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2006 di Amerika Serikat didapatkan lebih dari 1.000.000 kasus baru keganasan kulit dalam berbagai stadium klinis. Peningkatan angka kematian dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2006 mencapai lebih dari 10.000 pasien. Kematian terjadi akibat keganasan primer pada kulit maupun komplikasi yang timbul dari keganasan tersebut. Secara garis besar keganasan pada kulit dibagi menjadi 2, yaitu melanoma maligna yang merupakan keganasan berasal dari melanosit dan non melanoma yang berasal dari sel basal (karsinoma sel basal) atau keratinosit suprabasal (karsinoma sel skuomousa). Melanoma maligna merupakan salah satu jenis tumor ganas yang berasal dari melanocyt  yang berfungsi menghasilkan Melanin, di mana dapat terjadi pada kulit (Cutaneus Melanoma) maupun pada mukosa ( Mucosal  Melanoma). Melanocyt sendiri pada kulit terdapat pada lapisan ektodermal kulit, yang berada di stratum basalis epidermis. Melanoma maligna muncul dari melanocyte yang berubah sifat menjadi ganas.

Angka kejadian Melanoma Maligna bervariasi di dunia. Di Amerika Serikat, angka kejadian mencapai 15 per 100.000 orang atau mencapai 4% dari seluruh keganasan yang terjadi. Sedangkan di Australia, angka kejadian mencapai 45 per 100.000 orang dan di China angka kejadian < 1 per 100.000 orang. Di

7

Indonesia, berdasarkan statistik WHO April 2011, angka kejadian 1,4 per 100.000. Studi epidemiologi juga menunjukkan bahwa Melanoma Maligna memiliki kekhasan dalam umur, jenis kelamin, ras dan

lokasi penyakit.

Berdasarkan umur, rata –   rata usia penderita adalah 55 tahun. Melanoma Maligna sendiri lebih banyak diderita kaum pria (1,2:1).

Berdasarkan penelitian oleh

WHO, ras Kaukasian memiliki resiko terkena Melanoma Maligna lebih tinggi dibandingkan ras lain (ras Mongoloid, ras Negrito, ras Latin). Lokasi yang sering terkena penyakit ini adalah daerah tubuh yang terpapar langsung sinar UV yang  berasal dari matahari. II.

FAKTOR RESIKO Berdasarkan penelitian terdahulu, diketahui beberapa faktor resiko yang

mengakibatkan terjadinya Melanoma Maligna. 1. Paparan Sinar Ultra Violet Paparan Ultra Violet B (panjang gelombang 290-320 nm) yang berasal dari matahari merupakan faktor karsinogenik paling berpotensi. Seseorang dengan kulit putih dan jumlah rambut tipis menyebabkan sinar UV langsung terpapar pada kulit. Paparan UV menginduksi terjadinya melanoma dengan merusak DNA dari  Melanocyte sehingga  berubah sifat dan meningkatkan produksi radikal bebas dalam kulit. 2. Atypical Nevi Melanoma dapat terjadi dari Atypical Nevi atau Dysplastic Nevi yang  berubah sifat menjadi ganas. Gambaran atypical nevi memiliki ciri khas bentuk yang asimetris dan warna coklat atau lebih muda. Pada  penelitian oleh Tucker (1997), seseorang dengan Nevi > 5 buah memiliki resiko mengalami 10 kali lipat mengalami Melanoma Maligna. 3. Riwayat Keluarga Menurut Clark et al (1978), 10% dari penderita Melanoma Maligna merupakan  Familial Melanoma. Apabila salah seorang anggota keluarga mengalami Melanoma, Keturunan

pertamanya sering

8

didapatkan Atypical Nevi yang juga merupakan faktor resiko melanoma maligna. 4. Perubahan Genetika Perubahan genetika yang menyebabkan terjadinya Melanoma Maligna erat berkaitan dengan faktor keturunan atau riwayat dalam keluarga. Menurut Serrano et al (1993) yang didukung penelitian Masback et al (2002), adanya gen CDKN2A merupakan tanda khas mutasi genetika yang terjadi pada penderita dengan Melanoma Maligna. CDKN2A sendiri mengkode kromosom

protein p16, di mana p16 memiliki

 peranan vital dalam menghambat siklus sel. Selain perubahan genetika oleh CDKN2A, Melanoma Maligna juga dapat berhubungan dengan perubahan kromosom 9p21 yang terjadi  pada Familial Melanoma.

III.

KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI Melanoma Maligna secara histopatologi diklasifikasikan menjadi 4 tipe,

antara lain: 1. Superficial Spreading Melanoma Jenis ini merupakan jenis Melanoma yang paling sering terjadi yaitu 70% dari kejadian Melanoma. Umumnya muncul dari nevus atau dari kulit yang masih normal sebelumnya.

Gambarannya berupa plak dengan ukuran 0,5  –   3 cm dengan tepi ireguler dan meninggi. Permukaan sering berwarna kecoklatan. Meluas secara radial. Lesi ini sering regresi spontan dan meluas ke dalam.

9

Predileksinya berbeda pada pria dan wanita. Pria sering pada badan dan leher sedangkan wanita sering pada tungkai bawah. 2.  Nodular Melanoma Jenis ini merupakan Melanoma yang paling sering di Indonesia, kejadiannya terbanyak kedua setelah Superficial Spreading Melanoma. Umumnya muncul dari kulit normal sebelumnya dan jarang dari nevus.

Gambarannya berupa setengah bola atau polipoid dengan tepi simetris. Sering

berwarna

kebiruan.

Meluas

secara

vertikal,

sering

menyebabkan ulserasi, perdarahan dan muncul lesi satelit. Predileksi  paling banyak di punggung. 3. Lentigo Melanoma Maligna Jenis ini jarang ditemukan.

Gambarannya berupa lesi berbenjol dengan permukaan tengah lebih gelap dibanding tepi disertai hiperkeratotik pada ujung lesi, dengan tepi tak rata. Meluas secara radial. Melanoma jenis ini sering ditemukan pada daerah yang sering terpapar langsung sinar matahari. 4. Acral Lentigenous Melanoma Melanoma paling jarang terjadi dan memiliki nama Palmar Plantar Subungual Melanoma karena predileksinya. Muncul dari kulit normal.

10

Gambarannya berupa nodul yang kadang disertai ulserasi pada tengah  benjolan. Histopatologinya dikenali berdasarkan lokasinya yang khas.

IV.

STADIUM KLINIS Terdapat beberapa klasifikasi klinis pada Melanoma Maligna. Klasifikasi

klinis ini penting untuk menentukan penatalaksanaan pada Melanoma dan nilai  prognosis. Klasifikasi yang paling sering digunakan adalah sistem TNM (AJCC,2002). Selain system TNM, klasifikasi lain berdasarkan kedalaman seperti Clark’s Level   dan  Breslow’s Thickness  juga

sering digunakan dalam penentuan

 prognosis dari Melanoma Maligna.

11

(DIKUTIP DARI TMN ATLAS STAGING ONCOANATOMY 2008)

Clark’s Level 

12

Level I

: Melanoma terdapat pada epidermis, membrane basalis utuh

Level II

: Melanoma menembus membrane basalis sampai papilare dermis

Level III

: Melanoma menembus sampai perbatasan papilare dan retikulare

dermis Level IV

: Melanoma mencapai stratum retikularie dermis

Level V

: Melanoma menembus jaringan subcutan

 Breslow’s Thickness

I

: Melanoma menginvasi sampai kedalaman 0,76 mm

II

: Melanoma menginvasi sampai kedalaman antara 0,76 –  1,5 mm

III

: Melanoma menginvasi sampai kedalaman antara1,5 –  4 mm

IIV

: Melanoma menginvasi sampai kedalaman lebih dari 4 mm

V.

DIAGNOSIS Untuk menegakkan suatu diagnosis Melanoma Maligna, perlu melakukan

 pemeriksaan meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, yang akhirnya sekaligus untuk menentukan klasifikasi klinis. 1. Anamnesis Keluhan utama umumnya adalah tahi lalat yang membesar, tumbuh  progresif, gatal, berdarah dan disertai borok. Pada Melanoma perlu untuk mengetahui awal dari benjolan apakah ada atau tidak ada sebelumnya, bentuk dan ukuran benjolan dan kecepatan pertumbuhan. Perlu ditanyakan juga rasa nyeri dan perdarahan pada benjolan. Selain mengenai perjalanan penyakit sendiri, perlu dicari faktor resiko terjadinya Melanoma. Mulai dari riwayat keluarga, pekerjaan sehari  –  hari sampai dengan kebiasaan sehari –  hari.

2. Pemeriksaan Fisik Untuk menegakakan diagnosis secara klinis melanoma maligna, sebagai penuntun untuk menyaringnya ada 3 gejala mayor dan 4 gejala minor yang ditemukan pada lesi yang berpigmentasi (nevus). Tiga gejala mayor itu adalah :

13

1. Perubahan ukuran 2. Tepi yang irreguler 3. Warna yang tidak merata

Empat gejala minor adalah : 1. Ukuran lesi dengan diameter ≥ 7 mm 2. Inflamasi 3. Sering berdarah 4. Perubahan sensasi dari kulit sekitar. Apabila menemukan bentuk lesi pigmentasi yang memenuhi 1 gejala mayor atau 3 gejala minor maka lesi tersebut kemungkinan  besar adalah melanoma maligna.

Adanya suatu lesi kehitaman yang berubah sifat menjadi suatu Melanoma, memiliki gambaran perubahan sebagai berikut:

14

Pemeriksaan tidak hanya dilakukan pada bagian yang tampak mengalami perubahan sifat, tetapi perlu juga mencari kemungkinan tempat lain yang juga mengalami Melanoma Maligna. Selain mencari gambaran Melanoma, penting untuk mencari ada tidaknya Limfonodi regional yang teraba membesar pada saat melakukan pemeriksaan fisik. Hal ini penting pada penentuan staging  keganasan ini. 3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan Melanoma, juga memiliki  peranan dalam menentukan  staging   dari Melanoma itu sendiri. Yang harus dilakukan saat melakukan pemeriksaan penunjang meliputi a. Pemeriksaan Laboratorium Dilakukan pemeriksaan darah rutin untuk persiapan tindakan yang akan dilakukan. Selain pemeriksaan darah rutin, pada pasien dengan Melanoma perlu diperiksa status nutrisi pasien dan kadar LDH. Keduanya berhubungan sebagai faktor prediktif terhadap  prognosis pasien.  b. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan dilakukan untuk mencari adanya keterlibatan organ  paru dan hati dalam proses keganasan. Pemeriksaan yang sering dilakukan meliputi pemeriksaan Ro Thorax dan USG Abdomen untuk mencari gambaran metastasis. Pemeriksaan PET (Positron Emission Tomography) pada negara maju sudah sering dilakukan untuk mencari limfonodi yang terlibat secara langsung dan lesi satelit pada Melanoma. c. Pemeriksaan Sitologi Biopsi Eksisi biopsi komplit lebih dipilih dan harus mencakup 1  –   2 mm  jaringan sehat. Eksisi dilakukan untuk mendapatkan staging dari Melanoma yang diderita pasien. Apabila Melanoma terlalu luas, Incisi biopsi dilakukan untuk memastikan pasien menderita Melanoma. Selain biopsi pada Melanoma perlu dilakukan

15

 pengambilan limfonodi regional yang teraba membesar, untuk menentukan keterlibatan limfonodi dalam metastase.

VI.

PENATALAKSANAAN Saat pertama kali menemukan suatu lesi berpigmen yang dicurigai sebagai

Melanoma, perlu tata laksana bertahap untuk mencapai prognosis yang lebih baik. Berikut adalah algoritme tata laksana Melanoma sesuai dengan NCCN:

16

PEMBEDAHAN

EKSISI LUAS DARI LESI PRIMER Setelah melakukan pengambilan lesi baik secara eksisi pada lesi yang kecil maupun incisi pada lesi yang besar, diketahui hasil histopatologi suatu Melanoma

17

Maligna disertai ada maupun tidaknya gambaran pembesaran Limfonodi, eksisi luas dilakukan sampai daerah bebas tumor. Berdasarkan penelitian oleh Veronesi et al (1988), eksisi pada Melanoma dengan ketebalan 1 mm (Breslow 2) dilakukan hingga 1 –   3 cm dari tepi Melanoma Maligna yang tampak pada kulit. Penelitian lain oleh Barch et al (1993), Melanoma dengan ketebalan > 4 mm (Breslow 4)  perlu dilakukan eksisi luas hingga 4 cm dari tepi lesi. Kedua penelitian menunjukkan

angka

rekurensi

Melanoma

yang

sangat

rendah

disertai

meningkatnya angka harapan hidup pada penderita Melanoma. Namun, kelemahan pada penelitian ini adalah tidak memperhitungkan ada tidaknya Limfonodi yang terlibat.

MANAJEMEN LIMFONODI REGIONAL Keterlibatan Limfonodi pada Melanoma Maligna dimulai pada Melanoma Stage III (AJCC, 2002). Hal ini menandakan adanya penyebaran dari sel ganas ke tempat jauh. Penelitian terakhir merujuk pada hubungan ketebalan dari Melanoma Maligna terhadap kemungkinan keterlibatan Limfonodi regional. Pada pasien dengan Melanoma ketebalan < 1 mm, kurang dari 5%, ada keterlibatan dari Limfonodi

regional,

sehingga

direkomendasikan

untuk

tidak

dilakukan

Limfadenektomi. Pada Melanoma dengan ketebalan 1  –   4 mm, 20  –   25% terjadi keterlibatan Limfonodi, sehingga perlu dilakukan limfadenektomi selektif dan apabila positif dilakukan lifadenektomi total. Untuk Melanoma dengan ketebalan > 4 mm, angka keterlibatan Limfonodi mencapai 96% sehingga perlu dilakukan limfadenektomi selektif, dilanjutkan limfadenektomi total.

NON PEMBEDAHAN

Setelah dilakukan semua langkah pembedahan,  survival rate  dapat ditingkatkan dengan melanjutkan terapi menggunakan terapi sistemik dengan tujuan utama mencegah metastasis ke organ jauh. Sampai saat ini didapatkan 2 terapi sistemik yaitu kemoterapi dan immunotherapy dengan Interferon Alfa dan Vaksin Melanoma.

18

KEMOTERAPI Dacarbazine merupakan agent kemoterapi sering diberikan pada penderita Melanoma Maligna. Selain Dacarbazine, agen kemoterapi berbahan dasar Platinum juga sering dipakai baik sebagai agen tunggal maupun dikombinasikan dengan Dacarbazine. Namun, banyak penelitian menyebutkan bahwa kemoterapi gagal meningkatkan survival rate sehingga saat ini sudah tidak banyak digunakan.

INTERFERON ALFA Oleh Legha (1997), lebih dari 15% pasien dengan Melanoma memberikan respon baik untuk mengurangi kejadian metastasis. Interferon memiliki respon anti tumor dengan menghambat proliferasi dari Melanoma, meningkatkan fagositosis anti tumor dan mengubah permukaan dari sel tumor sehingga mudah ditangkap oleh anti tumor dan menurunkan angka metastasis.

Namun, dosis

 pemberian dari Interferon masih diteliti, dikarenakan tidak ada persamaan pada setiap obyek penelitian dan memiliki efek toksik bila diberikan dalam jangka waktu panjang.

VAKSIN MELANOMA Adanya

kesulitan

dalam

mengendalikan

dalam

mengendalikan

 pertumbuhan Melanoma dan efek samping kemoterapi yang diberikan, memberi tempat untuk percobaan pemberian Vaksin Melanoma pada penderita Melanoma Maligna stadium lanjut. Vaksin ini berasal dari sel ganas dari Melanoma yang diubah sifatnya secara biomolekuler menjadi alat melawan Melanoma itu sendiri. Vaksin ini akan meningkatkan aktivitas dari  Antigen Presenting Cell   yang membuat sel imun dengan mudah mengenali  Melanocyt   yang akan berubah sifat menjadi ganas. Namun dari penelitian Demmiere et al (2006), kurang dari 10%  penderita merespon baik terhadap pemberian vaksin ini dan vaksin ini belum terbukti bisa menghambat metastasis Melanoma ke organ jauh. Masih dibutuhkan  penelitian lebih lanjut.

19

VII.

PROGNOSIS Prognosis penderita dengan melanoma bergantung pada stadium klinis dari

Melanoma itu sendiri. Penderita Melanoma stage 1, angka 5 years survival  mencapai lebih dari 90%. Melanoma stage 2 mencapai 45 –   77%, stage 3 antara 27 –   70%. Bila telah didapatkan metastasis (stage 4) 5 years survival   kurang dari 20%.

20

BAB III PEMBAHASAN Secara garis besar keganasan pada kulit dibagi menjadi 2, yaitu melanoma

maligna yang merupakan keganasan berasal dari melanosit dan non melanoma yang berasal dari sel basal (karsinoma sel basal) atau keratinosit suprabasal (karsinoma sel skuomousa). Melanoma maligna merupakan salah satu jenis tumor ganas yang berasal dari melanocyt  yang berfungsi menghasilkan Melanin, di mana dapat terjadi pada kulit (Cutaneus Melanoma) maupun pada mukosa ( Mucosal  Melanoma). Melanocyt sendiri pada kulit terdapat pada lapisan ektodermal kulit, yang berada di stratum basalis epidermis. Melanoma maligna muncul dari melanocyte yang berubah sifat menjadi ganas. Untuk menegakkan suatu diagnosis Melanoma Maligna, perlu melakukan  pemeriksaan meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, yang akhirnya sekaligus untuk menentukan klasifikasi klinis. Pada kasus ini dari hasil anamnesis di dapatkan hasil Pasien mengeluh tahilalat yang semakin hari semakin membesar habis terkena kayu. Pasien mengaku tahilalat sudah sudah ada sejak pasien lahir. Mulanya, tahilalat berukuran kecil berwarna hitam setelah terkena kayu kurang lebih 1 tahun ini semakin hari semakin besar dan meyebar. Tahilalat tidak terasa sakit dan tidak mengeluarkan darah maupun nanah, hanya saja pasien mengeluh kadang terasa gatal. Pusing (-), Mual (-), muntah (-), demam (-). Benjolan di tempat lain disangkal oleh pasien.

Tampak benjolan yang

 bewarna hitam batas tidak teratur, asimetris, diameter sekitar 7 cm.Terasa padat dan keras, nyeri tekan (-) Dari hasil penunjang laboratorium didaptkan hasil dalam  batas normal. Pada kasus ini penatalaksanaanny adalah dilakukan pembeedahan yaitu eksisi semua benjolan yang ada di daerah facial setelah itu di lakukan  pemeriksaan patologi anatomi. Dari hasil patologi anatomi menunjukkan hasil  pigmented basal cell carsinoma. Hasil patologi anatomi ini menunjukkan bahwa melanoma facialis pada pasien ini adalah ganas. Berdasarkan hasil anamnesis,  pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien ini terdiagnosis melanoma facialis maligna TisN0M0 tingkat 1 golongan 1.

21

Faktor resiko yang meneybabkan pasien seperti ini adalah salah satunya  pasien seorang petani yang setiap harinya selalu terpapar oleh matahari. Dan kulit  pasien yang tegolong putih. Paparan Ultra Violet B (panjang gelombang 290-320 nm) yang berasal dari matahari merupakan faktor karsinogenik paling berpotensi. Seseorang dengan kulit putih dan jumlah rambut tipis menyebabkan sinar UV langsung terpapar pada kulit. Paparan UV menginduksi terjadinya melanoma dengan merusak DNA dari  Melanocyte sehingga berubah sifat dan meningkatkan  produksi radikal bebas dalam kulit.

22

DAFTAR PUSTAKA

1.

Sondak VK, Jensen EH, Margolin KA. Melanoma and other Cutaneous Malignancy : in Norton JA, Randie PS, Bollinger RR. Surgery, Basic Science and Clinical Evidence 2 nd ed. New York: Springer, 2008: 2037  –  60

2.

Barnhill RL, Mihm MC, Elgart G. Malignant Melanoma. In: Nouri K. Skin Cancer. New York: McGraw Hill, 2008: 140 –  67

3.

Markovic SN, Erickson LA, Rao RD, et al. Malignant Melanoma in the 21st Century, Part 1: Epidemiology, Risk Factors, Screening, Prevention, and Diagnosis. Mayo Clin Proc, 2007, 82(3): 364  –  80

4.

Rubin P, Hansen JT. TNM Staging Atlas. Philadelphia: Lippincott William Wilkin, 2008; 453 –  60

5.

Manuaba IBT. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid PERABOI 2010. Jakarta: Sagung Seto, 2010: 134 –  46

6.

Balch CM, Soong S, Shaw HM, Urist MM. An Analyst of prognostic factor in 8500 patients with cutaneus melanoma. In: Balch CM, Houghton AN. Cutaneus Melanoma 2nd ed. Philadelphia: Lippincott, 1992: 167  –  78

7.

Kufe DW, Pollock RE, Weichselbaum RR, et al. Management of Primary Melanoma. NCBI 2007

8.

Veronesi U, Cascinelli N, Adamus J. Thin stage I cutaneus Malignant Melanoma, Comparisson of Excision with margin of 1 or 3 cm. N Eng J Med 1988, 318:1159 –  62

9.

Balch CM, Urist MM, Karakousis CP. Efficacy of 2 cm surgical margins for intermediate thickness melanoma: results of a multi institutional randomized surgical trial. Ann Surg 1993;218: 262 –  69

10.

Demmiere MF, Swetter SM Sondak VK. Vaccine therapy of Melanoma: an update. Curr Cancer Ther Rev 2005;1:115 –  25

23

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF