preskas Tb Paru Kasus Putus Obat

January 18, 2019 | Author: Reza Ervanda Zilmi | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

keren lohhh...

Description

PRESENTASI KASUS TB PARU KASUS PUTUS OBAT

Disusun Oleh : REZA ERVANDA ZILMI 1102009241

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

Pembimbing dr. Dewi , SpP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD Kab BEKASI

1

Kata Pengantar 

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, inayah, taufik, hinayah, dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun dan menyelesaikan tugas presentasi kasus yang berjudul TB Paru Kasus Putus Obat dengan Suspect Efusi Pleura dan Diabetes Melitus Tipe II. Penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna baik dalam hal isi maupun penyajiaannya, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak agar pada kesempatan yang akan datang penulis dapat membuat makalah yang lebih baik lagi. Shalawat dan salam semoga penulis curahkan kepada baginda tercinta nabi Muhammad SAW. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Dewi, SpP , sebagai pembimbing yang telah membantu menyempurnakan menyempurnakan presentasi kasus ini. Semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

2

Kata Pengantar 

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, inayah, taufik, hinayah, dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun dan menyelesaikan tugas presentasi kasus yang berjudul TB Paru Kasus Putus Obat dengan Suspect Efusi Pleura dan Diabetes Melitus Tipe II. Penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna baik dalam hal isi maupun penyajiaannya, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak agar pada kesempatan yang akan datang penulis dapat membuat makalah yang lebih baik lagi. Shalawat dan salam semoga penulis curahkan kepada baginda tercinta nabi Muhammad SAW. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Dewi, SpP , sebagai pembimbing yang telah membantu menyempurnakan menyempurnakan presentasi kasus ini. Semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

2

BAB 1 LAPORAN KASUS I.

IDENTITAS PASIEN

 Nama lengkap

: Ny. T

Jenis kelamin : Perempuan

Usia

: 60 tahun

Suku bangsa : Sunda

Status perkawinan

: Sudah Menikah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah tangga

Pendidikan

: SMA

Alamat

: Cibitung

Tanggal masuk RS

: 12 Agustus 2013

Tanggal Pemeriksaan : 23 Agustus 2013 II. ANAMNESIS

Diambil dari

: Autoanamnesis dan alloanamnesis (anak pasien)

Tanggal

: 23 Agustus 2013

Keluhan Utama: Sesak napas sejak 2 hari yang lalu. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke RSUD Kabupaten Bekasi dengan sesak napas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan tiba-tiba. Keluhan dirasakan membaik ketika pasien dalam keadaan duduk. Pasien mengaku sesak yang dirasakan datang ketika sedang  beraktivitas dan istirahat. Sesak berkurang disangkal pada saaat posisi pasien miring ke kiri maupun miring ke kanan. Pasien juga mengaku tidur ti dur dengan 2-3 bantal. Keluhan tersebut disertai dengan adanya batuk. Batuk dirasakan pasien sejak 3 bulan yang lalu dan mengaku lebih dahulu dahulu merasakan batuk sebelum adanya sesak. Batuk disertai adanya dahak yang berwarna hijau. Batuk dirasakan setiap saat, dan sering menggangu tidurnya. Pasien tidak merasakan adanya batuk berdarah. Pasien merasakan adanya keringat  pada malam hari yang tidak disertai adanya demam. Pasien juga mengaku berat badannya

3

turun sejak menderita batuk. Mual, muntah, dan pusing juga dirasakan pasien. Pasien mengaku tidak merokok dan tidak berada pada lingkungan yang banyak asap (seperti asap kayu bakar, polusi,dll) Pasieng mengaku tidak ada kelainan pada buang air kecil dan buang air besarnya. Pasien mengaku pernah menderita TB paru dan sedang dalam pengobatan TB paru sejak 2½ bulan yang lalu, tetapi selama ½ bulan pasien mengeluh muntah-muntah dan sering mengeluh nyeri kepala setelah minum obat tersebut, sehingga pasien berhenti menkonsusmsi obat TB paru tersebut. Pasien juga mengeluh adanya nyeri pada perut bagian atas selama minum obat TB. Riwayat penyakit dahulu:

Pasien mengaku memiliki riwayat penyakit gula. Pasien juga mengaku memiliki riwayat hipertensi. Riwayat asma disangkal. Riwayat penyakit keluarga:

Suami dan Anak pasien pernah menderita TB paru. Riwayat Alergi :

Pasien tidak mempunyai alergi terhadap makanan, udara atau obat-obatan tertentu. III. PEMERIKSAAN FISIK  



Keadaan Umum o

Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

o

Kesadaran

: Compos mentis

o

GCS

: E4 V5 M6 , jumlah 15

o

Berat badan

: 52 kg

Tanda-tanda vital o

o

o

TD

: 130/80 mmHg

 Nadi

: 100 x/menit reguler 

Respirasi

: 28 x/menit 4



o

Suhu

: 36,7 ˚C

o

Sianosis

: tidak ada

o

Edema Umum

: tidak ada

Kepala o









: Tebal, tidak mudah patah .

Mata o

Konjungtiva

: tidak anemis

o

Sklera

: tidak ikterik 

o

Refleks cahaya

: positif 

Telinga o



Rambut

Bentuk Normal, tidak ada cairan sekret dari telinga

Mulut o

Tonsil

: T1-T1

o

Faring

: tidak hiperemis

o

Lidah

: tidak deviasi

o

Perdarahan gusi

: (-)

Leher o

Kelenjar Tiroid

: Tidak ada pembesaran

o

Kelenjar Limfe

: Tidak ada pembesaran

o

Trachea tidak deviasi.

o

JVP : 5 + 2 cm

Toraks o

Inspeksi 5



Pergerakan dinding dada dalam keadaan statis



Ukuran hemithoraks kanan dan kiri simetris dengan perbandingan anterposterior  dengan lateral 2:1



o

o

o



Iktus kordis terlihat di sela iga V, linea midclavicularis sinistra

Palpasi 

Fremitus taktil dan fremitus vokal simetris hemitorak kanan dan kiri.



Teraba pulsasi iktus kordis di sela iga V, linea midclavicularis sinistra



Tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas thoraks.



Tidak teraba krepitasi pada costae.

Perkusi 

Sonor pada hemitorak kanan-kiri depan-belakang .



Batas paru hati di ICS VI linea midklavikula dekstra



Batas pinggang jantung di ICS III linea parasternalis si nistra



Batas kiri jantung di ICS VI linea midklavikularis sinis tra



Batas kanan jantung di Sela iga V linea parasternalis dekstra

Auskultasi 

Vesikuler breathing sound kanan = kiri, Ronkhi -/-, Wheezing -/-



Bunyi jantugn S1dan S2 murni, reguler.

Abdomen o

Inspeksi

: Sedikit membuncit, tidak ada benjolan, tidak ada sikatrik 

o

Auskultasi

: Bising Usus (+) normal

o

Perkusi

: Timpani di ke 4 kuadran abdomen, undulasi (-), shifting dullness (-).

o

Palpasi

: Terdapat nyeri tekan epigastrium (+), nyeri lepas (-)

6





Hati

: Tidak teraba membesar 



Limpa

: Tidak teraba membesar 



Ginjal

: Tidak teraba, ballotment (-)

Extremitas o

Superior : Akral teraba hangat, Edema : -/-

o

Inferioir  Akral teraba hangat, Edema : -/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium (12 Agustus 2013)

H asil L aboratori um H ematologi 

Haemoglobin

: 10,7 gr/dl

(P: 14-16gr/dl, W: 12-16 gr/dl )

Hematokrit

: 31,7%

(35-50)

LED

: 128

(P: 100.000 kematian per tahun.3 Hal tersebut merupakan tantangan bagi semua pihak untuk terus berupaya mengendalikan infeksi ini. Salah satu upaya penting untuk menekan penularan TB dimasyarakat adalah dengan melakukan diagnosis dini yang definitif. 2

Patogenesis 

Tuberkulosis Primer  Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan  paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah  bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran

14

kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut : 1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum) 2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus) 3. Menyebar dengan cara : a) Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.  b) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan c) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,  penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan : i.

Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang

pada

anak

setelah

mendapat

ensefalomeningitis,

tuberkuloma ) atau ii.

Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis  primer.



Tuberkulosis Postprimer 

15

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis  primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai  berikut : 1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat 2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan  penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan aka n sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar. 3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi: a) meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas  b) memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif  kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi c)  bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan  berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped)

16

Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan  penyembuhannya  Masalah : Mengapa M. Tuberculosis sering menginfeksi paru orang dewasa pada bagian apeks?  Jawab :  Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob, oleh karena itu pada kasus TBC biasanya mereka ditemukan pada daerah yang banyak udaranya, dan bagian apeks  paru merupakan tempat yang kaya akan oksigen. Klasifikasi Tuberkulosis

a.

Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk   pleura5 1.

Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)

TB paru dibagi atas: Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:





Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA  positif  17



Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif 



Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan  biakan positif 

 b.

Tuberkulosis paru BTA (-) 

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif 



Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan  M. tuberculosis

2.

Berdasarkan tipe pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu : a.

Kasus baru : Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

 b.

Kasus kambuh (relaps) : Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau  pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif  tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan : 

Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll



TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani kasus tuberkulosis

c.

Kasus defaulted atau drop out Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

d.

Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan

18

e.

Kasus kronik Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif  setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan  pengawasan yang baik 

f.

Kasus Bekas TB 

Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada ) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung



Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat  pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi

 b.

Tuberkulosis Ekstra Paru Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain  paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.

19

Gambar 2. Skema klasifikasi tuberkulosis Diagnosis

 Manifestasi Klinik  Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik,  bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat) 1.

Gejala respiratorik : 

 batuk > 2 minggu



 batuk darah



sesak napas



nyeri dada Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala

yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

20

2.

Gejala sistemik  

Demam



gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun

3.

Gejala tuberkulosis ekstraparu Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya  pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

 Pemeriksaan Fisik  Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur   paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior  terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior  (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediasti num. Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”

21

 Pemeriksaan Bakteriologik  

Bahan pemeriksasan Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.

Bahan untuk pemeriksaan

 bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal , bilasan  bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)



Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS): 

Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)



Pagi ( keesokan harinya )



Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari

 berturut-turut Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identiti pasien yang sesuai dengan formulir   permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos. Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas sari ng: -

Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya

-

Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas saring sebanyak + 1 ml

22

-

Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak 

-

Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di dalam dus

-

Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong  plastik kecil

-

Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi

-

Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak 

-

Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.



Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain. Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara 

Mikroskopik 



Biakan

Pemeriksaan mikroskopik: 

Mikroskopik biasa



Mikroskopik fluoresens

:

pewarnaan Ziehl-Nielsen

: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk 

screening) Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila : - 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif  ® BTA positif  - 1 kali positif, 2 kali negatif  ® ulang BTA 3 kali, kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif ® BTA positif  -  bila 3 kali negatif ® BTA negatif  Interpretasi pemeriksaan (rekomendasi WHO).

mikroskopis

dibaca

dengan

skala

IUATLD

- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negative 23

Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) : - Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan - Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+) - Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+) - Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+) Pemeriksaan biakan kuman: Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara : - Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh - Agar base media : Middle brook  Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara,  baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul  Pemeriksaan Radiologik  Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif : 

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah



Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular 



Bayangan bercak milier 



Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

24

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif  

Fibrotik 



Kalsifikasi



Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru (destroyed Lung ) : 

Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut



Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakit

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) : 

Lesi minimal ,  bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal   junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti





Lesi luas, Bila proses lebih luas dari lesi minimal

 Pemeriksaan khusus Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam  perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat. 1.

Pemeriksaan BACTEC Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik.

M

tuberculosis

memetabolisme

asam

lemak

yang

kemudian

menghasilkan CO2 yang akan dideteksi  growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini

25

dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan (dikutip dari 13)Bentuk lain teknik ini adalah dengan menggunakan  Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT). 2.  Polymerase chain reaction (PCR): Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar

internasional.

Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk  diagnosis TB Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen  pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstraparu sesuai dengan organ yang terlibat. 3.

Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1: a.  Enzym linked immunosorbent assay (ELISA) Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.  b.

ICT Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi  M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang  berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada

26

membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis

antigen.

Apabila

serum

mengandung

antibodi

IgG

terhadap

 M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk  garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran. c.  Mycodot  Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti  penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP) Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh,  para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar  antibodi yang terdeteksi. e. Uji serologi yang baru / IgG TB Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk  Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dan kombinasi lainnya akan menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak  cukup baik untuk diagnosis TB pada anak. Saat ini pemeriksaan serologi  belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.

27

 Pemeriksaan Penunjang lain 1.

Analisis Cairan Pleura Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan  pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah

2.

Pemeriksaan histopatologi jaringan Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu : -

Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)

-

Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman)

-

Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan  bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka).·

-

Otopsi

Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi. 3.

Pemeriksaan darah Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk  tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

28

4.

Uji tuberkulin Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik   penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.

Gambar 4. Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan 29

a. Obat Anti Tuberkulosis Obat yang dipakai,: 1.

Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH, Rifampisin, Pirazinamid, Streptomisin , Etambutol

2.

Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin, Amikasin, Kuinolon Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat

Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain : Kapreomisin , Sikloserino, PAS (dulu tersedia), Derivat rifampisin dan INH, Thioamides (ethionamide dan prothionamide) Kemasan Obat tunggal, Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin,



 pirazinamid dan etambutol. Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination  – FDC) Kombinasi dosis



tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet

Dosis OAT Tabel 2. Jenis dan dosis OAT Obat Dosis

Dosis yg dianjurkan

(Mg/Kg BB/Hari)

DosisMaks (mg)

Harian Intermitten (mg/ (mg/Kg/BB/kali) kgBB / hari)

Dosis (mg) / berat badan (kg) < 40

4060

>60



8-12

10

10

600

300

450

600

H

4-6

5

10

300

150

300

450

Z

20-30

25

35

750

1000 1500

E

15-20

15

30

750

1000 1500

S

15-18

15

15

1000

Sesuai BB

750

1000

30

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain: 1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal 2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan  pengobatan yang tidak disengaja 3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar  dan standar  4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit 5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan  penggunaan monoterapi

Tabel 3. Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap Fase intensif

Fase lanjutan

2 bulan BB

4 bulan

Harian

Harian

3x/minggu

Harian

3x/minggu

RHZE

RHZ

RHZ

RH

RH

150/75/400/275

150/75/400

150/150/500

150/75

150/150

30-37

2

2

2

2

2

38-54

3

3

3

3

3

55-70

4

4

4

4

4

>71

5

5

5

5

5

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk  31

dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya.  b.

Panduan Obat Anti Tuberkulosis Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi TB paru (kasus baru), BTA positif atau  pada foto toraks: lesi luas Paduan obat yang dianjurkan : -

2 RHZE / 4 RH atau

-

2 RHZE/ 6HE atau

-

2RHZE/4R3H3

Paduan ini dianjurkan untuk  -

TB paru BTA (+), kasus baru

-

TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh  paru)

Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi -

TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal

Paduan obat yang dianjurkan

: 2 RHZE / 4 RH atau : 6 RHE atau 2 RHZE/ 4R3H3

-

TB paru kasus kambuh Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2

RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak  terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan -

TB Paru kasus gagal pengobatan Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya

diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan. a. Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal  b.

Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru 32

-

TB Paru kasus putus berobat Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai

 pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut : a. Berobat > 4 bulan 1)

BTA saat ini negatif Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada  perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama

2)

BTA saat ini positif Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama

 b. Berobat < 4 bulan 1)

Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama

2)

Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskan Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT

- TB Paru kasus kronik  a. Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.  b. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup c. Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan d.

Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru Tabel 4. Ringkasan paduan obat

Kategori Kasus

Paduan obat yang diajurkan

I

2 RHZE / 4 RH atau

- TB paru BTA +, BTA - , lesi luas

Keterangan

2 RHZE / 6 HE *2RHZE / 4R3H3

33

II

- Kambuh  pengobatan

-RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / Gagal 5 RHE -3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin / 15-18 ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES / 1RHZE / 5RHE

II

- TB paru putus  berobat

Bila streptomisin alergi, dapat diganti kanamisin

Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinis,  bakteriologi dan radiologi saat ini (lihat uraiannya) atau *2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3

III

-TB paru BTA 2 RHZE / 4 RH atau neg. lesi minimal 6 RHE atau *2RHZE /4 R3H3

IV

- Kronik

RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18  bulan)

IV

- MDR TB

Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup

Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB 5

Efek Samping Obat

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.  Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek  samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

34

1. Isoniazid (INH) Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.  Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu  pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama

pengobatan.

Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek  samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan. 2. Rifampisin Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatis ialah -

Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

-

Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare

-

Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah : -

Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus

-

Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang

-

Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak   berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.

3. Pirazinamid Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain 35

4. Etambutol Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi  bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi 5. Streptomisin Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr . Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan

alat

keseimbangan

makin

parah

dan

menetap

(kehilangan

keseimbangan dan tuli). Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi

0,25gr 

Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada  perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.

Tabel 5. Efek samping OAT dan Penatalaksanaannya Efek samping

Minor

Kemungkinan Tatalaksana Penyebab OAT diteruskan

36

Tidak nafsu makan, mual, sakit perut

Rifampisin

Obat diminum malam sebelum tidur 

 Nyeri sendi

Pyrazinamid

Beri aspirin /allopurinol

Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki

INH

Beri vitamin B6 (piridoksin) 1 x 100 mg perhari

Warna kemerahan pada air seni

Rifampisin

Beri penjelasan, tidak perlu diberi apa-apa

Mayor

Hentikan obat

Gatal dan kemerahan pada kulit

Semua jenis OAT

Beri antihistamin dan dievaluasi ketat

Tuli

Streptomisin

Streptomisin dihentikan

Gangguan keseimbangan (vertigo dan nistagmus)

Streptomisin

Streptomisin dihentikan

Ikterik / Hepatitis Imbas Obat (penyebab lain disingkirkan)

Sebagian besar OAT

Hentikan semua OAT sampai ikterik  menghilang dan  boleh diberikan hepatoprotektor 

Muntah dan confusion (suspected drug-induced  pre-icteric hepatitis)

Sebagian besar OAT

Hentikan semua OAT dan lakukan uji fungsi hati

Gangguan penglihatan

Etambutol

Hentikan etambutol

Kelainan sistemik, termasuk syok dan  purpura

Rimpafisin

Hentikan Rimpafisin

37

Pengobatan suportif dan simtomatik  Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik  dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu  pengobatan tambahan atau suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan. 1. Pasien rawat jalan a.

Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk   penyakit komorbidnya)

 b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain 2. Pasien rawat inap Indikasi rawat inap : -

TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :

-

Batuk darah masif 

-

Keadaan umum buruk 

-

Pneumotoraks

-

Empiema

-

Efusi pleura masif / bilateral

-

Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)

TB di luar paru yang mengancam jiwa : -

TB paru milier 

-

Meningitis TB

Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat Terapi Pembedahan lndikasi operasi 38

1. Indikasi mutlak  a.

Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap  positif 

 b.

Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif 

c.

Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif 

2. lndikasi relatif  a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang  b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan c. Sisa kaviti yang menetap. Tindakan Invasif (Selain Pembedahan) · Bronkoskopi · Punksi pleura · Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)

Pengobatan TB Pada Keadaan Khusus

1.

5

Kehamilan Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan  pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk  kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat  berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.

2.

Ibu menyusui dan bayinya Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak   berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah  penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada  bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.

3.

Pasien TB pengguna kontrasepsi Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas 39

kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi nonhormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tin ggi (50 mcg). 4.

Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS Tatalaksanan pengobatan

TB pada pasien

dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada  pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan Prinsip-

prinsip

Universal

Precaution

(Kewaspadaan

Keamanan

Universal)

Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu sarana  pelayanan kesehatan untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV). 5.

Pasien TB dengan hepatitis akut Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami  penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan

Tb sangat diperlukan dapat

diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan. 6.

Pasien

TB dengan kelainan hati kronik Bila ada kecurigaan gangguan faal hati,

dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE. 7.

Pasien TB dengan gagal ginjal Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk   pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.

40

8.

Pasien TB dengan Diabetes Melitus Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada  pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan tersebut.

9.

Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa pasien seperti: • Meningitis TB • TB milier dengan atau tanpa meningitis • TB dengan Pleuritis eksudativa • TB dengan Perikarditis konstriktiva.

Selama fase akut prednison

diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan. Komplikasi

Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah : -

Batuk darah

-

Pneumotoraks

-

Luluh paru

-

Gagal napas

-

Gagal jantung

-

Efusi pleura

Prognosis 

Jika berobat teratur sembuh total (95%)



Jika dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1 % yang mungkin relaps



Terapi yang cepat dan legeartis akan sembuh baik 



Bila daya tahan baik dapat sembuh sendiri. 4

41

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF