PRESENTASI KASUS BRONKOPNEUMONIA FK UNSRI
May 16, 2018 | Author: Ernila Rizar | Category: N/A
Short Description
PRESENTASI KASUS BRONKOPNEUMONIA FK UNSRI...
Description
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTIFIKASI
Nama
: By. S
Umur
: 2,5 bulan
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Berat badan
: 4 kg
Tinggi badan
: 84 cm
Agama
: Islam
Bangsa
: Indonesia
Alamat
: Dalam kota
MRS
: 01 September 2010
II. ANAMNESIS
(Alloanamnesis dengan ibu ibu penderita, 4 September 2010) 2010) Keluhan utama
: Sesak nafas
Keluhan tambahan
: Demam, batuk
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak Sejak
1 minggu minggu sebelum sebelum masuk masuk rumah sakit, sakit, pender penderita ita mengalam mengalamii
dema demam m yang yang tida tidak k terl terlalu alu ting tinggi gi,, naik naik turu turun, n, dan dan tida tidak k dise diserta rtaii keja kejang ng.. Penderita mengalami batuk dan pilek, mual tidak ada, muntah tidak ada, dan penderita mengalami sesak nafas. Sesak tidak dipengaruhi cuaca, posisi maupun aktivitas. Buang air besar dan dan buang air kecil biasa, penderita dibawa berobat ke bidan dan mendapat sirup racikan (isi tak diketahui), namun tak ada perubahan. Sejak 2 hari sebelum sebelum masuk masuk rumah sakit, sakit, penderita penderita mengalami mengalami sesak yang yang sema semaki kin n heba hebat, t, sesak sesak tak tak dipe dipeng ngaru aruhi hi cuac cuaca, a, posis posisii dan dan akti aktivi vita tas. s. Penderita juga mengalami demam, naik turun, tidak disertai menggigil dan kejang. Pilek ada, mual tidak ada, muntah tidak ada. Buang air besar dan
1
buang air kecil biasa, lalu penderita dibawa berobat ke RSMH dan dirawat untuk pertama kalinya.
Riwayat Penyakit Dahulu o
Riwayat sering gatal dan sering pilek disangkal
o
Riwayat pernah sesak sebelumnya ada
Riwayat Penyakit dalam Keluarga o
Riwayat sesak nafas dalam keluarga disangkal
o
Riwayat batuk lama dalam keluarga disangkal
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
GPA
: G4P3A 0
Masa ke kehamilan
: At Aterm
Partus
: Spontan
Penolong
: Bidan
Berat badan
: 2600 gr
Keadaa Keadaan n saat saat lahir lahir : Langsu Langsung ng mena menangi ngiss
Riwayat Makanan
0 bulan – sekarang
: ASI
Riwayat Vaksinasi o
BCG
:
o
Polio
: (+) 1
o
DPT
:
o
Hepatitis B
: (+) 1,2,3
o
Campak
: (+)
kesan : imunisasi dasar lengkap
2
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita merupakan anak ke empat. Ayah penderita bekerja sebagai buruh. Ibu penderita seorang ibu rumah tangga. Kesan: Sosioekonomi kurang
III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum
Kesadaran
: compos mentis
Nadi
: 154 kali/ menit, isi dan tegangan cukup, reguler
Pernapasan
: 67 kali/ menit
Suhu
: 38,1 oC
Berat badan
: 4 kg
Tinggi badan
: 52 cm
Lingkar Kepala
: 45 cm, normo chepali
Anemis
: tidak ada
Sianosis
: tidak ada
Ikterus
: tidak ada
Turgor
: baik
Tonus
: eutoni
Edema umum
: tidak ada
Keadaan Spesifik Kulit
Turgor kulit normal Kepala
Bentuk
: bulat, simetris
UUB
: rata, tidak menonjol
Rambut
: hitam, tidak mudah dicabut
Mata
: mata tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks cahaya +/+, pupil bulat, isokor, ¢ 3 mm
Hidung
: sekret tidak ada, NCH ada
3
Telinga
: sekret tidak ada
Mulut
: mukosa mulut kering
Tenggorok
: dinding faring tidak hiperemis, T 1-T1 tidak hiperemis
Leher
: perbesaran KGB tidak ada, JVP tidak meningkat
Thorax Paru-paru
Inspeksi
: statis dan dinamis simetris, retraksi ada (IC, SC, epigastrium)
Palpasi
: stremfremitus kanan = kiri (↑)
Perkusi
: sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi
: vesikuler (+) menguat, ronkhi basah halus nyaring di kedua basal paru, wheezing (-).
Jantung
Inspeksi
: pulsasi, iktus cordis dan voussour cardiaque tidak terlihat
Palpasi
: thrill tidak teraba
Perkusi
: jantung dalam batas normal
Auskultasi
: HR=154 kali/ menit, irama reguler, murmur dan gallop tidak ada Bunyi Jantung I dan II normal
Abdomen
Inspeksi
: datar
Palpasi
: lemas, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
: timpani
Auskultasi
: bising usus (+) normal
Lipat paha dan genitalia
Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Ekstremitas
Akral dingin tidak ada, edema tidak ada, sianosis tidak ada
4
Pemeriksaan Neurologis
Fungsi Motorik
: Tungkai
Pemeriksaan Gerakan Kekuatan Tonus Klonus Refleks fisiologis Refleks patologis
Kanan Segala arah +5 Eutoni +N -
Kiri Segala arah +5 Eutoni +N -
Lengan Kanan Segala arah +5 Eutoni +N -
kiri Segala arah +5 Eutoni +N -
Fungsi sensorik
: dalam batas normal
Fungsi nervi kraniales
: dalam batas normal
gejala rangsang meningeal
: kaku kuduk (-), Brudzinsky I, II (-), Kernig sign (-)
Masalah
M1: keadaan umum Rd: darah rutin, feses rutin, urin rutin
M2: Bronkopneumonia Rd: rontgen thoraks RThx: - IVFD D5 ¼ NS gtt 16 tts mikro/menit - Ampicillin 3x150 mg - Gentamicin 2x10 mg Rtm: ASI/PASI on demand Rtt: Oksigen nasal 2 L/menit
IV. DIAGNOSIS BANDING
Bronkopneumonia Bronkiolitis akut
5
V. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM (01 September 2010)
Hb
: 8,1 g/dl
Eritrosit
: 3.040.000
Ht
: 25 vol%
Leukosit
: 15.100 /mm 3
Trombosit
: 589.000/mm 3
LED
: 51 mm/jam
Hitung Jenis : 0/0/0/38/59/3
VI.
DIAGNOSIS KERJA
Bronkopneumonia
VII. RENCANA PEMERIKSAAN - Rontgen thorax
VIII. PENATALAKSANAAN o
O2 intranasal 1-2 liter/ menit
o
IVFD D5% +1/4 Ns gtt 16 (mikro)
o
Ampicillin 3x350 mg
o
Gentamicin 2x 10 mg
o
ASI/PASI sedikit-sedikit
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad functionam
: bonam
X. FOLLOW UP
Tanggal
Keterangan
6
2-08-2010
S: Keluhan : sesak (+) O: Keadaan Umum Sens: GCS:E4V5M6 RR : 40 x/menit N
T : 36,3oc
: 118 x/menit
Keadaan spesifik Kepala
: NCH (+)
Thorak
: simetris, retraksi (+), suprasternal IC,SC
stridor inspirasi (+) Perkusi
: sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) meningkat, RBHN di kedua lapangan paru wheezing (-) Abdomen
: datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) normal
Ekstremitas : akral dingin (-) Status neurologikus Fungsi motorik
: dbn
Fungsi sensorik
: dbn
Fungsi nervi craniales : dbn GRM
: (-)
A: Bronkopneumoni
P: IVFD D5% + ¼ Ns gtt 16 mikro/menit Ampicillin 3x150mg(1) Gentamicin 2x10 mg(1) O2 1-2 l/menit Asi/PAS sedikit-sedikit
3-8-2010
S: Keluhan : sesak (+) O: Keadaan Umum Sens: GCS:E4V5M6
7
RR : 80 x/menit N
T : 36,2 oc
: 160 x/menit
Keadaan spesifik Kepala
: NCH (+)
Thorak
: simetris, retraksi (+), suprasternal IC,SC
stridor inspirasi (+) Cor: BJ1 &2 Normal, murmur (-), gallop(-) Pulmo: vesikuler (+) N, RBHN di kedua lapangan paru, wheezing(-) Abdomen
: datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) normal
Ekstremitas : akral dingin (-) Status neurologikus Fungsi motorik
: dbn
Fungsi sensorik
: dbn
Fungsi nervi craniales : dbn GRM
: (-)
A: bronkopneumoni P: IVFD D5% + 1/4Ns gtt 16 mikro/menit Ampicillin 3x150 mg (2) Gentamicin 2x10mg(2) O2 1-2 l/menit ASI/PAS sedikit-sedikit
S: sesak(+) Keadaan umum: sesak napas Sense CM E4M6V5 N: 130 x/m 15.00 WIB
RR:76 x/m T: 36oC Keadaan spesifik: NCH (+)
8
Thoraks : simetris, retraksi (+) suprasternal IC,SC Abdomen: datar, lemas, BU (+) N, H/L tak teraba Ekstremitas: akral dingin (–) P: IVFD D5+1/4 Ns Ampicillin 3x150mg Gentamicin 2x10 mg
N: 126x/m RR: 12x/m T: 36oC P: nebulisasi 2cc NaCL 0,9 % 17.00
Nebulisasi 2cc NaCL 0,9 %
01.00
Nebulisasi 2 cc NaCL 0,9%
4/08/2010
S: Sesak(+) Sens CM,GCS:E4V5M6 N: 130 x/m RR: 42 x/m T: 36,8oC Keadaan spesifik: Kepala: NCH(+) Thoraks: simetris, retraksi suprasternal(+),IC(+),SC(+), stridor inspirasi(+) Cor: BJ 1 & 2 N, murmur (-), gallop(-) Pulmo: vesikuler (+) N, RBHN (+), wheezing(-) Abdomen: datar, lemas, H/L tak teraba Extremitas : akral dingin(-) P: IVFD D5 ¼ Ns gtt 16 mikro/menit
9
Ampicillin 3x150 mg(3) Gentamicin 2x10 mg(3) O2 1-2 l/menit ASI/PASI sedikit-sedikit
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Pendahuluan
Pneumonia adalah radang paru-paru yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyebab seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak kasusnya di dapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga
sejumlah
penyebab
non
infeksi
yang
perlu
dipertimbangkan.
Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.
II.2 Definisi
Bronkopneumonia atau disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anakanak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).
11
II.3 Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa. Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita karena pneumonia. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit
II.4
Etiologi
Bronkopneumonia terjadi secara umum dapat disebabkan oleh faktor infeksi dan non-infeksi.
Faktor Infeksi - Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV). - Pada bayi Virus
: :
Virus
parainfluensa, virus
influenza, Adenovirus,
RSV,
Cytomegalovirus. Organisme
atipikal
:
Chlamidia
trachomatis,
Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis
- Pada anak-anak : Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
12
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa. - Pada anak besar – dewasa muda : Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.
Faktor Non Infeksi. Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi : -
Bronkopneumonia hidrokarbon : Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
-
Bronkopneumonia lipoid : Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan .
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
II.5
Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan.
13
Pembagian secara anatomis : -Pneumonialobaris yaitu radang paru yang mengenai satu atau lebih dari satu lobus. -Pneumonialobularis (bronkopneumonia) yaitu radang yang mengenai lobuleslobulus dan tersebar di dalam paru. -Pneumonia interstisialis (bronkiolitis) yaitu radang yang mengenai jaringan interstisial paru dan bronchitis.
Pembagian secara etiologi : -
Bakteri
:
Pneumococcus
pneumonia,
Streptococcus
pneumonia,
Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenzae. -
Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus
-
Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis, Blastomycosis, Cryptoccosis.
-
Corpus alienum
-
Aspirasi : Makanan, kerosene (benzene,minyak tanah) cairan amnion, benda asing
-
Pneumoniahipostatik
-
Sindroma loeffle
II.6
Patogenesis
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain : -
Inhalasi langsung dari udara
-
Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
14
-
Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
-
Penyebaran secara hematogen
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari : -
Susunan anatomis rongga hidung
-
Jaringan limfoid di nasofaring
-
Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
-
Refleks batuk.
-
Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
-
Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
-
Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
-
Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik.
-
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
-
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator
tersebut
mencakup
histamin
dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
15
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3 – 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7 – 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
16
II.7 Diagnosis
Gambaran Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40 0C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan : •
Dinding thorak terlihat retraksi intercostali dan kalau berat disertai retraksi epigastrium. Stemfremitus teraba mengeras bila beberapa kelainan kecil menyatu. Pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan, tetapi kalau sarang bronkopneumonia menjadi satu, pada perkusi terdengar redup. Pada auskultasi terdengar vesikuler mengeras, ronkhi basah halus dan sedang nyaring yang terdengar pada stadium
permulaan dan stadium resolusi sedangkan pada
stadium hepatisasi ronkhi tidak terdengar.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma. 2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun. 3. Peningkatan LED. 4. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).
17
5. Analisa gas darah ( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan: 1. Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. 2. Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. 3. Bronkopneumonia: Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat : -
60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
-
50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
-
40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
4. Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.
Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab: 1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung 2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus 3. deteksi antigen bakteri II.8 Penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan hasil resistensi dari kuman, akan tetapi mengingat hal ini sulit dilakukan, maka di bagian IKA pengobatan langsung diberikan
18
1. Antibiotika pada penderita secara polifragmasi selama 10-15 hari: Ampisilin 100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis kloramfenikol dengan dosis: o
umur < 6 bulan : 25-50 mg/KgBB/hari.
o
Umur >6 bulan :50-75 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis Atau gentamisin dengan dosis 3-5 mg/KgBB/hari dalam 2 dosis
2. Suportif IVFD,oksigen,pembersih jalan nafas
II.9. DIAGNOSIS BANDING
Secara klinis pneumonia yang disebabkan oleh kuman (bakteri), virus tidak dapat dibedakan. Keadaan yang menyerupai pneumonia secara klinik: Bronkhiolitis Payah jantung Aspirasi benda asing
II.10
KOMPLIKASI
Otitis media Bronkiektasis Abses paru Empiema
II.11
PROGNOSIS
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-
19
duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.
II.12
PENCEGAHAN
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dan lain-lain Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: Vaksinasi Pneumokokus Vaksinasi H. influenza Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah Vaksin influenza yang diberikan
20
BAB III ANALISA KASUS
Seorang anak laki-laki berusia 2,5 bulan berat 4 kg datang dengan keluhan utama sesak nafas.Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat batuk dan pilek disertai demam yang tidak terlalu tinggi dan tidak disertai kejang sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit keadaan penderita semakin berat. Sesak nafas ada tidak dipengaruhi oleh aktivitas, posisi, dan cuaca, wajah pucat tidak ada, bibir biru tidak ada, mengi tidak ada. Dari anamnesis, didapatkan gejala-gejala yang mengarah pada diagnosis bronkopneumonia yaitu didapatkan adanya sesak nafas untuk pertama kali yang timbul tiba-tiba setelah adanya demam disertai batuk dan pilek. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, nadi 124 kali/menit, pernafasan 42 kali/menit, suhu 36,60C. Pada pemeriksaan khusus didapatkan nafas cuping hidung; pada inspeksi thorak terlihat adanya retraksi pada subclavicula dan intercostal; pada palpasi didapatkan stemfremitus meningkat pada kedua lapangan paru; pada perkusi didapatkan sonor pada kedua lapangan paru; pada auskultasi vesikuler menguat di kedua lapangan paru dan didapatkan ronki basah halus nyaring dan wheezing tidak ada. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, diagnosis penderita ini adalah bronkopneumonia. Maka penatalaksanaan pada penderita ini adalah dengan pemberian oksigenasi dengan O 2 intranasal 1-2 liter/menit, pemberian cairan dan elektrolit Dekstrose 5% dikombinasi dengan ¼ Ns , pemberian antibiotik yakni Ampicillin 3x100mg (IV) dan gentamicin 2x10 mg (IV) Prognosis penderita ini baik quo ad vitam dan quo ad functionam adalah bonam.
21
View more...
Comments