Presentasi Kasus Besar Sirosis Hati: Pembimbing: dr. I Gede Arinton, Sp.PD, K-GEH, M.KOM

June 19, 2019 | Author: putri | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Presentasi Kasus Besar Sirosis Hati: Pembimbing: dr. I Gede Arinton, Sp.PD, K-GEH, M.KOM...

Description

PRESENTASI KASUS BESAR SIROSIS HATI

Pembimbing : dr. I Gede Arinton, Sp.PD, K-GEH, M.KOM

Disusun oleh : Safina Firdaus

G4A015031

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 2018

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS BESAR

SIROSIS HATI

Disusun oleh : Safina Firdaus

G4A017031

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto

telah disetujui dan dipresentasikan  pada tanggal:

Mei 2017

Purwokerto, Mei 2018 Pembimbing,

dr. I Gede Arinton, Sp.PD, K-GEH, M.KOM

I.

STATUS PENDERITA

A. Identitas Penderita

 Nama

: Tn. A

Umur

: 36 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Bumiayu

Agama

: Islam

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Pedagang di pasar

Tanggal masuk RSMS

: 30 April 2018

Tanggal periksa

: 9 Mei 2018

B. Anamnesis Keluhan utama

: Mual

Keluhan tambahan

:   Perut membesar, lemas, pusing dan tidak nafsu

makan, BAB kehitaman seperti aspal Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poliklinik Gastroenterohepatik RSUD Prof. Margono Soekarjo pada tanggal 30 April 2018 dengan keluhan mual, perut semakin membesar, BAB kehitaman seperti aspal. Selain itu pasien juga mengeluh lemas dan pusing. Lemas diakui pasien timbul sejak buang air besar kehitaman, perut  pasien terasa penuh sehingga hanya sedikit makanan yang bisa masuk dan menjadi tidak nafsu makan. Pasien merasakan keluhan serupa muncul hilang timbul sejak tahun 2014, awalnya pasien mengeluhkan muntah bewarna kecoklatan dan mual setelah makan es, lalu muntah dan tak sadarkan diri dan dibawa ke rumah sakit setempat. Sejak tahun 2014 pasien tidak menjaga pola makannya, pasien terbiasa makan kripik, sate, ayam bakar, sehingga keluhan semakin dirasakan akhir-akhir ini. Saat muntah di rumah pasien akan berpuasa seharian hanya minum teh saja, jika sampai kehilangan kesadaran baru di bawa

ke rumah sakit setempat. Pasien terbiasa meminum furosemid untuk mengecilkan  perut yang membesar, pasien mengaku sering merasa mual dan terasa begah sehingga tidak nafsu makan. Dari rumah sakit setempat dirujuk ke RSUD Ajibarang yang akhirnya di rujuk ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto.

Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat keluhan yang sama

: Diakui

2. Riwayat hipertensi

: Disangkal

3. Riwayat DM

: Disangkal

4. Riwayat penyakit jantung

: Disangkal

5. Riwayat asam urat

: Disangkal

6. Riwayat alergi

: Disangkal

7. Riwayat Hepatitis

: Diakui

8. Riwayat Muntah kecoklatan seperti kopi

: Diakui

9. Riwayat BAB hitam seperti aspal

: Diakui

10. Riwayat BAB seperti berlemak

: Diakui

Riwayat penyakit keluarga

1. Riwayat keluhan yang sama

: Disangkal

2. Riwayat sakit kuning

: Disangkal

3. Riwayat hipertensi

: Disangkal

4. Riwayat DM

: Disangkal

5. Riwayat penyakit jantung

: Disangkal

6. Riwayat penyakit ginjal

: Disangkal

7. Riwayat Hepatitis

: Disangkal

8. Riwayat Muntah kecoklatan seperti kopi

: Disangkal

9. Riwayat BAB hitam seperti aspal

: Disangkal

10. Riwayat BAB seperti berlemak

: Disangkal

Riwayat sosial ekonomi

1. Lingkungan Pasien tinggal di lingkungan pedesaan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan keluarga dekat baik. 2. Rumah Pasien tinggal di rumah bersama istri. Rumah pasien terdiri atas 2 kamar tidur, ruang tamu, dapur dan 1 kamar mandi yang terletak di dalam rumah. 3. Occupational Pasien bekerja sebagai pedagan di pasar 4. Personal habit Pasien mengaku makan makanan seperti biasa nasi, sayur, keripik, gorengan, ayam yang tidak dihaluskan terlebih dahulu. Pasien menyangkal kebiasaan mengkonsumsi alkohol.

C. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan di bangsal Mawar kamar 5 RSMS pada tanggal 9 Mei 2018. 1. Keadaan umum

: Baik

2. Kesadaran

: Compos Mentis

3. Vital sign Tekanan Darah

: 100/70 mmHg

 Nadi

: 80 x/menit

Respiration Rate

: 20 x/menit

Suhu

: 36,6 0C

4. Berat badan

: 62 kg

5. Tinggi badan

: 168 cm

6. Indeks Massa Tubuh : 20.5 kg/m2 (normal) 7. Status generalis

a. Pemeriksaan kepala Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-) Warna rambut hitam, mudah rontok Simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) Muka Lumpur Telinga : Discharge (-), deformitas (-) Hidung : Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping h idung (-) Mulut : Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-), perdarahan gusi (-)

 b. Pemeriksaan leher Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

c. Pemeriksaan thoraks Paru

Inspeksi

: Dinding dada tampak simetris, tidak tampak ketertinggalan gerak antara hemithoraks kanan dan kiri, kelainan bentuk dada (-), alopesia pektoralis (+), ginekomastia (+/+)

Palpasi

: Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri

Perkusi

: Perkusi orientasi selurus lapang paru sonor

Auskultasi

: Suara dasar vesikuler +/+ Ronki basah halus -/Ronki basah kasar -/Wheezing -/-

Jantung

Inspeksi

: Ictus Cordis tampak di SIC V 2 jari medial LMCS

Palpasi

: Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS dan kuat angkat (-)

Perkusi

: Batas atas kanan

: SIC II LPSD

Auskultasi

Batas atas kiri

: SIC II LPSS

Batas bawah kanan

: SIC IV LPSD

Batas bawah kiri

: SIC V 2 jari medial LMCS

: S1>S2 reguler; Gallop (-), Murmur (-)

d. Pemeriksaan abdomen Inspeksi

: Cembung minimal

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Perkusi

: Timpani pekak, Asites (+) (pekak sisi (+), pekak alih (+), undulasi (+) )

Palpasi

: Nyeri tekan (-), undulasi (+)

Hepar

: Tidak teraba

Lien

: Schuffner 2

e. Pemeriksaan ekstremitas Superior : Edema -/- Sianosis -/- Akral Hangat +/+ Eritema tenar dan hipotenar +/+ Ptekie -/Inferior :

Edema -/- Sianosis -/- Akral Hangat +/+ Ptekie -/-

D. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium darah emoglobin eukosit ematorkit ritrosit Trombosit CV CH CHC DW PV itung jenis asofil

30 April 2018 6.5 g/dL (L) 3530 U/L (L) 25 % (L) 3.7x10^6/uL (L) 99000/uL (L) 67.4 fL (L) 17.7 pg/cell (L) 26.2 % (L) 19.0 % (H) 10.2 fL

4 Mei 2018 6.9 g/dL (L) 2090 U/L (L) 25 % (L) 3.6x10^6/uL (L) 61000/uL (L) 68.4 fL (L) 19.1 pg/cell (L) 27.9 % (L) 20.7 % (H) - fL

7 Mei 2018 8.8 g/dL (L) 1700 U/L (L) 30% (L) 4.3x10^6/uL (L) 55000/uL (L) 69.1 fL (L) 20.3 pg/ cell (L) 29.4 % (L) 21.7 % (H) 10.6 fL

0%

0%

0%

osinofil atang Segmen imfosit onosit T PTT imiaklinik SGOT SGPT lkali Fosfatase GGT Total protein lbumin Globulin ilirubin Total iliruin Direk ilirubin Indirek munologi BSAG nti HCV

1.4 % (L) 9.9 % (H) 44.5 % (L) 38.8 % 5.4 % 13.3 detik (H) 46.6 detik (H)

4.7% (H) 0.6% (L) 45.3% (L) 38.2% 11.2% (H) 14.8 detik (H) 50.2 detik (H)

68 U/L (H) 37 U/L 97 U/L

22 U/L 7.67 g/dL 2.54 g/dL (L) 5.13 g/dL (H) 1.85 g/dL (H) 0.31 (H) 1.54 (H)

Reaktif Non reaktif

2. Urin Lengkap 30 April 2018 isis

arna ejernihan au imia robilinogen Glukosa ilirubin eton erat Jenis ritrosit H rotein itrit eukosit Sedimen

2.9 % 0.5 % (L) 47.8 % (L) 39.2 % 9.6 %

Kuning Agak Keruh Khas 2.0 Negatif Negatif Negatif 0 7.5 Negatif Negatif 0

ritrosit eukosit  pitel Silinder Hialin Silinder Lilin Silinder Eritrosit Silinder Leukosut Silinder Halus Granuler Kasar Granuler Halus ristal akteri Trikomonas amur

0-1 0-1 2-5 Negatif Negatif  Negatif   Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 1-10 Negatif Negatif 

3. Endoskopi

4.

Diagnosis

Sirosis Hati

5.

Penatalaksanaan

Farmakologi : 1. Infus Ampugan 1x2 A 2. Inj OMZ 2x1 IV

6.

Prognosis

Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad malam

Ad functionam

: dubia ad malam

II. A.

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Sirosis hati adalah fase lanjut dari penyakit hati kronik yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatis yang berlangsung secara  progresif, yang ditandai dengan distorsi struktur hepar, pembentukan nodul regenerative, radang difus menahun pada hati, nekrosis sel hati, usaha regenerasi dan proliferasi jaringan fibrous dimana seluruh jaringan hati menjadi rusak disertai dengan pembentukan regenerasi nodul. Sirosis hati pada akhirnya dapat menggangu sirkulasi darah intrahepatik dan pada kasus lanjut dapat menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap (Nurdjanah, 2014).

B.

Epidemiologi dan Insidensi

Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke empat belas penyebab kematian. Sekitar 1.030.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hepatis mengakibatkan terjadinya 35.539 kematian setiap tahunnya di Amerika. Lebih dari 40% pasien sirosis adalah asimptomatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin atau karena penyakit yang lain (Tsochatzis, 2014). Sirosis hati merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia termasuk di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita dengan perbandingan 2-4 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun.

C.

Etiologi

Penyebab munculnya sirosis hati di negara barat tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B atau C. Etiologi sirosis penting untuk diketahui, karena hal tersebut dapat memprediksi komplikasi dan pemilihan treatment. Selain itu pengetahuan

tentang etiologi juga bermanfaat dalam tindakan preventif. Berbagai faktor etiologi dapat berakibat pada sirosis hati, diantaranya konsumsi alkohol, umur diatas 50 tahun, dan jenis kelamin pria merupakan faktor resiko hepatitis C kronis. Obesitas pada usia tua, resistensi insulin/DM tipe 2, hipertensi dan hiperlipidemia merupakan faktor resiko NASH (nonalcoholic steatohepatitits) (Tsochatzis, 2014). Selain itu Etiologi sirosis hati dapat disebabkan oleh (Wiegand and Berg; 2013): 1. Viral a. Hepatitis B  b. Hepatitis C c. Hepatitis D 2. Autoimun a. Hepatitis autoimun  b. Sirosis bilier primer c.  Primary sclerosing cholangitis d.  IgG4 cholangiopathy 3. Gangguan bilier kronik a. Kolangitis bakterial kronik  b. Stenosis duktus biliaris 4. Kardiovaskular a. Sindrom Budd-Chiari  b. Gagal jantung kanan c. Osler disease 5. Gangguan penyimpanan a. Hemokromatosis  b. Wilson disease c. Defisiensi alfa-1-antitripsin 6.  Fatty liver disease a.  Alcoholic liver disease  b.  Non-alcaholic

c.  Fatty liver disease 7. Penyebab yang jarang a. Medikasi (amiodaron, dll)  b. Porfiria

D.

Patogenesis

Proses perkembangan penyakit hati kronik menjadi sirosis hati  berhubungan dengan inflamasi, aktivasi sel stelata yang akan mengarah ke  perubahan mikrovaskular hepar yang ditandai dengan remodeling sinusoid, terbentuknya shunt sinusioid dan disfungsi endotel hepar. Disfungsi endotel ditandai dengan berkurangnya vasodilator seperti NO dan pengingkatan vasokonstriktor seperti tromboxan A2. Jaringan hati memiliki kemampuan regenerasi, dan dalam keadaan normal mengalami pertukaran sel yang bertahap. Apabila sebagian jaringan rusak, jaringan yang rusak tersebut diganti melalui  peningkatan kecepatan pembelahan sel yang sehat. Namun, seberapa cepat hepatosis dapat diganti, tetap memiliki batas. Selain hepatosit, juga ditemukan  beberapa fibroblas (sel jaringan ikat) yang membentuk jaringan penunjang bagi hati. Jika hati berulangkali terpajan oleh bahan toksik, misalnya alkohol atau virus, menyebabkan hepatosit baru tidak dapat beregenerasi cukup cepat untuk mengganti sel-sel yang rusak, fibroblas yang lebih kuat akan memanfaatkan situasi dan melakukan proliferasi berlebih. Tambahan jaringan ikat ini menyebabkan

ruang

untuk

pertumbuhan

kembali

hepatosit

berkurang

(Sherwood, 2014). Kelainan ini merupakan suatu kerusakan arsitektur sel hepar yang ireversibel yang mengenai seluruh hepar dan ditandai dengan adanya fibrosis dan regenerasi noduler. Jumlah jaringan fibrosa sangat banyak dibandingkan dengan hepar normal dan sel hepar tidak lagi membentuk asinus atau lobulus, tetapi mengalami regenerasi menjadi pola noduler setelah cedera  berkali-kali. Regenerasi nodul menyebabkan struktur zona/daerah hepar bentuk lobulus atau asinus menjadi kurang terorganisasi (Kumar, 2014). Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir memperlihatkan

adanya peranan

sel stelata dalam mengatur keseimbangan pembentukan

matriks ekstraselular dan proses degradasi, di mana jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus, maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung terus-menerus (hepatitis virus), maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan haTi yang normal akan diganti oleh jaringan ikat (Nurdjanah, 2014; Riley, 2009) Fibrosis merupakan penggantian jaringan yang rusak oleh jaringan kolagen. Fibrosis hati merupakan hasil perpanjangan respon penyembuhan luka normal yang mengakibatkan abnormalitas proses fibrogenesis (produksi dan deposisi jaringan ikat). Fibrosis berlangsung dalam berbagai tahap, tergantung  pada penyebab kerusakan, lingkungan, dan faktor host. Sirosis hati merupakan tahapan lanjut dari fibrosis hati, yang juga disertai dengan kerusakan pembuluh darah. Sirosis hati menyebabkan suplai darah dari arteri yang menuju hati,  berbalik ke pembuluh vena, merusak pertukaran antara hepatik sinusoid dan  jaringan parenkim yang berdekatan, contohnya hepatosit. Hepatik sinusoid dilapisi oleh endotel berfenestrasi yang berada pada lapisan jaringan ikat  permeabel (ruang Disse) yang mengandung sel stelat hepatik (HSC) dan  beberapa sel mononuklear. Bagian lain dari ruang Disse dilapisi oleh hepatosit yang menjalankan sebagian besar fungsi hati. Pada kondisi sirosis, ruang Disse terisi oleh jaringan parut dan fenestrasi endotel menghilang, proses ini disebut kapilarisasi sinusoidal. Akibat klinis yang utama dari sirosis adalah terganggunya

fungsi

hati,

meningkatnya

resistensi

intrahepatik

(portal

hipertensi) dan perkembangan yang mengarah pada hepatoselular karsinoma (HCC). Abnormalitas sirkulasi general yang terjadi pada sirosis ( splachnic vasodilatation, vasokonstriksi dan hiperfusi ginjal, retensi air dan garam, meningkatnya output kardiak) sangar erat kaitannya dengan perubahan vaskularisasi hati dan portal hipertensi..

E.

Klasifikasi

1.

Klasifikasi Morfologi a.

Sirosis mikronoduler   Nodul yang berbentuk uniform, diameter kurang dari tiga milimeter dimana penyebabnya antara lain: alkoholisme, hemokromatosis, obstruksi bilier, obstruksi venahepatika, pintasan  jejuno-ileal   sirosis. Sirosis

mikronoduler

sering

berkembang

menjadi

sirosis

makronoduler.  b. Sirosis makronoduler  Nodul

bervariasi dengan

diameter lebih

dari

tiga milimeter.

Penyebabnya antara lain: hepatitis kronik B, hepatitis kronik C, dan defisiensi α-1-antitripsin.

c.

Sirosis campuran Yaitu golongan mikronudular dan makronudular. Nodul terbentuk dengan ukuran < 3mm dan ada nodul yang berukuran >3 (Nurdjanah, 2014).

2.

Klasifikasi Fungsional a.

Sirosis kompensata Sering disebut dengan latent cirrosis hepar. Pada stadium ini belum terlihat gejala- gejala nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat  pemeriksaan skrining.

 b.

Sirosis dekompensata Dikenal dengan active cirrocis hepar. Pada stadium ini biasanya disertai dengan gejala-gejala yang sudah jelas seperti asites, edema, hematemesis, dan ikterik (Tsochatzis, 2014).

F. Manifestasi Klinis

Secara klinis manifestasi sirosis hati teragi menjadi 2, yaitu : 1. Stadium awal (kompensata) Stadium ini menunjukkan kompensasi tubuh terhadap kerusakan hati masih  baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala-gejala awal sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,  perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta hilangnya dorongan seksualitas. 2. Stadium Dekompensata Bila sirosis sudah berlanjut, (berkembang menjadi sirosis dekompensata) gejala-gejala akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut badan, asites, edema perifer, gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula disertai dengan gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma (Nurdjanah, 2014). Serta terdapat beberapa tanda lain seperti: a. Tanda gangguan endokrin 1)

Spider angioma : gambaran seperti laba-laba di leher, bahu, dada

2) Eritema palmaris pada tenar dan hipotenar 3) Atrofi testis : sering disertai dengan impoten dan penurunan libido 4) Ginekomastia 5) Alopesia pada dada dan aksila 6) Hiperpigmentasi kulit  b. Kuku muhchrche : gambaran pita putih horizontal yang memisahkan warna kuku normal

c. Kontraktur Dupuytren : penebalan fascia pada palmar (khas pada sirosis alkoholik) d. Fetor Hepatikum : bau nafas khas akibat penumpukan metionin e. Atrofi otot f.

Ptekie dan ekimosis bila terjadi trombositopenia koagulopati berat

g. Splenomegali h. Hepar dapat teraba lunak, membesar, atau nodul dengan konsistensi keras

Gambar 2.1 Manifestasi Klinis Sirosis Hati

G. Penegakan Diagnosis

Diagnosis sirosis hati ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan  pemeriksaan penunjang. 1.

Gambaran Klinik

a. Anamnesis 1)

Mudah lelah dan lemas

2)  Nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan 3)

Perut kembung, mual

4)

Penurunan berat badan

5)

Gangguan tidur (Nurdjanah, 2014)

 b. Pemeriksaan Fisik 1) Tanda gangguan endokrin a) Spider angioma : gambaran seperti laba-laba di leher, bahu, dada  b) Eritema palmaris pada tenar dan hipotenar c) Atrofi testis : sering disertai dengan impoten dan penurunan libido d) Ginekomastia e) Alopesia pada dada dan aksila f) Hiperpigmentasi kulit 2) Kuku muhchrche : gambaran pita putih horizontal yang memisahkan warna kuku normal 3) Kontraktur Dupuytren : penebalan fascia pada palmar (khas pada sirosis alkoholik) 4) Fetor Hepatikum : bau nafas khas akibat penumpukan metionin 5) Atrofi otot 6) Ptekie dan ekimosis bila terjadi trombositopenia koagulopati berat 7) Splenomegali 8) Hepar dapat teraba lunak, membesar, atau nodul dengan konsistensi keras

2. Pemeriksaan Penunjang a. Tes Fungsi Hati 1)

SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat aminotransferase) dan SGPT (serum glutamil piruvat transferase) atau ALT (alanin aminotransferase) meningkat tapi tidak begitu

tinggi. AST lebih meningkat dibanding ALT, namun bila enzim ini normal, tidak menyingkirkan kecurigaan adanya sirosis 2)

Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer.

3)

Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama dengan ALP. Namun, pada penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya meninggi karena alkohol dapat menginduksi mikrosomal hepatik dan menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.

4)

Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan meningkat pada sirosis yang lebih lanjut (dekompensata)

5)

Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem porta masuk ke jaringan limfoid yang selanjutnya menginduksi immunoglobulin.

6)

Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis faktor koagulan.

7)  Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas. 8)

Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.

9)

Seromarker hepatitis (Nurdjanah, 2014)

 b. Pemeriksaan penunjang lain : 1.  Barium meal , untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya hipertensi porta 2.

USG, untuk untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta untuk melihat adanya asites, splenomegali, thrombosis vena porta,  pelebaran vena porta, dan sebagai skrinning untuk adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.

3.

Kolesistografi/kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu yang mungkin sebagai faktor predisposisi.

4.

Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus

5.

Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi sistem vena portal,

6.

Scan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan  jaringan hati. Merupakan Gold Standar diagnosis sirosis hati (Nurdjanah, 2014).

3. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan sirosis hati dipengaruhi etiologinya. Tujuan terapi mengurangi

progresi

penyakit,

menghindarkan

bahan-bahan

yang

bisa

menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Untuk memberikan terapi terhadap penderita sirosis perlu ditinjau apakah sudah ada hipertensi portal dan kegagalan faal hati atau belum. 1.

Sirosis tanpa kegagalan faal hati dan hipertensi portal. a.

Diet tinggi protein dan karbohidrat. Lemak tidak perlu dibatasi

 b.

Diberikan vitamin: B12, essensial phosfolipid  (EPL), cursil dan obat yang mengandung protein tinggi seperti superton.

c.

Hindari minuman beralkohol, zat hepatotoksik, dan makanan yang disimpan lama diudara terbuka lebih dari 24 jam.

2.

Sirosis dengan kegagalan faal hati dan hipertensi portal. a.

Istirahat Aktifitas fisik dibatasi, dianjurkan untuk istirahat ditempat tidur lebih kurang setengah hari setiap harinya.

 b.

Diet Bila tidak ada tanda-tanda koma hepatikum diberikan diet 1500-2000 kal dengan protein sekurang-kurangnya 1 gr/kgBB/hr. Perlu juga diberikan roboransia. Makanan dan minuman yang mengandung alkohol dihentikan secara mutlak. Hindari makanan yang lebih dari 24 jam di udara bebas. Menurut Gabuzzda (1970) pada penderita asites dan edema sedikit dapat hilang dengan diet kaya protein (1-2 gr/ kgBB/hr), rendah Na (200-500

mg Na/hr) dan pembatasan cairan 1-1,5 liter/ hr. c.

Diuretik Dilakukan jika selama 4 hari diet rendah garam tidak ada respon, diberikan spironolakton 100-200 mg/hari. Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan BB 0,5 kg/hari (tanpa edem kaki) atau 1,0 kg/hari (dengan edema kaki). Bila pemberian spironolakton tidak adekuat, dapat dikombinasi dengan furosemide 20-40 mg/hari (dosis max.160 mg/hari). Sebagai pengganti spironolakton dapat dipakai triamterene atau amiloride yang mempunyai fungsi sama, yaitu bekerja ditubuli distal dan tidak mengeluarkan K. pemberian spironolacton dimulai dengan dosis rendah mis 25 mg/hr, bila selama 3 hari tidak ada respons baru dosis ditingkatkan sedikit

demi

sedikit

sampai

memperoleh

respons

yang

cukup.

Kontraindikasi pemberian diuretik ialah: perdarahan gastrointestinal,  penderita dengan muntah-muntah atau diare, prekoma atau koma hepatikum. Sebagai akibat pemberian diuretik akan timbul: 1) Hipokalemi : stop diuretik, beri tambahan KCl. 2) Hiponatremi: pembatasan cairan 500 cc/hr atau pemberian 2 L manitol 20% intravena bekerja sebagai diuretik osmotik. 3) Alkalosis hipokloremik; karena kehilangan Na dan Cl, dan dapat dibatasi dengan pemberian klorida. 4) Koma hepatikum sekunder; karena hipokalemi, kehilangan cairan. Bila terlihat tanda-tanda prekoma atau koma sebaiknya pemberian diuretik dihentikan. d.

Steroid Prednison

hanya

diberikan

pada

penderita

yang

diduga

dengan

 posthepatik sirosis, hepatitis aktif kronis dimana masih terdapat ikterus, gama globulin dan transaminase yang masih meninggi. e.

Peritoneo-venous shunt Peritoneus shunt dilakukan untuk mengurangi cairan asites secara teratur

dan memasukkan melalui suatu pipa yang diberi katub, sehingga memberikan satu arah kedalam vena jugularis pada penderita dengan asites yang tidak berhasil diobati dengan diuretik. Hasilnya 76,5% pasien dapat dihilangkan asitesnya, bahkan kadar serum protein dan ratio albumin-globulin kembali normal, hal ini disebabkan karena kadar  protein

yang ada didalam cairan asites dialirkan kembali ke tubuh

 penderita. Juga kadar ureum yang tinggi kembali normal. f.

Parasintesis Terdapatl 2 tujuan utama parasintesis: (1) Diagnostik : tujuan untuk mengevaluasi cairan asites, kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap  jumlah sel dan hitung jenis, protein, macam mikroorganisme, (2) Terapi : untuk mengeluarkan cairan asites yang sangat banyak sehingga dapat menggangu pernapasan penderita. Bila terlalu sering dilakukan akan menimbulkan komplikasi yaitu infeksi luka bekas parasintesis, kebocoran cairan asites pada luka bekas tusukan, hiponatremi, koma hepatikum karena gangguan keseimbangan elektrolit, kehilangan protein tubuh, gangguan faal ginjal, perdarahan, perforasi usus.

Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati yang diberikan jika telah terjadi komplikasi lain seperti : a. Spontaneous bacterial peritonitis Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime), secara parenteral selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.  b. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan : 1) Pasien diistirahatkan dan dipuasakan 2) Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi

3) Diberikan obat penyekat beta (propanolol) 4) Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktriotide, antifibrinolitik, vitamin K 5) Pemasangan  Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah 6) Lakukan Pemasangan Ballon Tamponade, tindakan skleroterapi dan Ligasi atau Oesophageal Transection untuk menghentikan perdarahan c. Sindroma Hepatorenal Penggunaan agen vasopresor dan albumin, tatalaksana gangguan elektrolit dan asam basa jika ada d. Hipertensi porta Somatostatin atau analognya e.  Ensefalophaty hepatic 1) Pengobatan

dengan

pemberian

laktulosa

untuk

mengeluarkan

amonia. 2)  Neomisin, untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia. 3) Diet rendah protein 0,5 gram.kgBB/hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang (Sutadi, 2003)

4. Komplikasi

a. Hipertensi Porta Hipertensi porta terjadi saat tekanan vena hepatik meningkat > 5 mmHg. Hal ini dapat terjadikarena peningkatan resistensi terhadap aliran darah porta danpeningkatan aliran masuk ke vena porta. Peningakatn resistensi disebabkan oleh jaringan firosis dari parenkim hepar, serta mekanisme vasokonstriksi pembuluh darah sinusoid (defisiensi NO). Beberapa dampak dari hipertensi porta antara lain :

1)

Pembesaran limpa dan sekuesterasi trombosit (pada tahap lanjut dapat terjadi hipersplenisme)

2)

Terjadi aliran darah balik dan terbentuk  shunt   dari sistem porta ke  pemuluh darah sistemik. Shunt ini akan mengurangi kemampuan metabolisme hati, fungsi retikuloendotelial, dan mengakibatkan hiperamonemia.

3)

Varises Esophagus Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi porta yang biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50%  pasien saat diagnosis sirosis dibuat.

4)

Asites Asites dapat terjadi karena hipoalbumin.

5)

Sindrom Hepatorenal Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin, tanpa adanya kelainan organic ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.

6)

Ensepalopati Hepatikum Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang  bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati setelah mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan dari kelainan ini terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah jatuh ke keadaan koma. Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena adanya gangguan metabolisme energi pada otak dan peningkatan permeabelitas sawar darah otak. Peningkayan  permeabelitas sawar darah otak ini akan memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Kelainan laboratoris pada pasien dengan ensefalopati hepatik adalah berupa peningkatan kadar amonia serum (Wolf, 2012).

7)

Peritonitis Bakterial Spontan (PBS) Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya  bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. PBS sering timbul  pada pasien dengan cairan asites yang kandungan proteinnya rendah (
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF