Praktikumkokimia i 2011-2
October 8, 2017 | Author: Mega Nur Hesti Oktavia | Category: N/A
Short Description
Download Praktikumkokimia i 2011-2...
Description
PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK (KI2152) K I M I A
LABORATORIUM KIMIA ORGANIK PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2 0 1 1 ByDW2011
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
DAFTAR ISI DAFTAR ISI .................................................................................................................................................. i JADWAL PRAKTIKUM ................................................................................................................................. ii PERATURAN UMUM: TUGAS DAN KEWAJIBAN PRAKTIKAN .................................................................. iii BEBERAPA PERALATAN LABORATORIUM ................................................................................................ 1 PRINSIP DAN TEKNIK DASAR PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ................................................................ 5 A. DISTILASI ........................................................................................................................................... 5 B. REKRISTALISASI & SUBLIMASI ......................................................................................................... 10 C. EKSTRAKSI........................................................................................................................................ 16 D. KROMATOGRAFI KOLOM DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) ................................................ 18 Percobaan 1 PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR: Distilasi & Titik Didih ................................... 31 Percobaan 2 PEMISAHAN & PEMURNIAN ZAT PADAT: Rekristalisasi & Titik Leleh ............................ 33 Percobaan 3 PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK: Ekstraksi ................................................................... 35 Percobaan 4 KROMATOGRAFI KOLOM & KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS: Pemisahan Senyawa Nitrofenol dan Pemisahan Zat Pewarna Makanan ............................................................................... 37 Percobaan 5 KEISOMERAN GEOMETRI: Pengubahan Asam Maleat menjadi Asam Fumarat ............ 40 Percobaan 7 Hidrokarbon: Sifat dan Reaksi Kimia ................................................................................ 44 Percobaan 8 PEMBUATAN TERS‐BUTILKLORIDA: Reaksi Substitusi Nukleofilik Alifatik ..................... 50 Percobaan 9 Alkohol dan Fenol: Sifat dan Reaksi Kimia ....................................................................... 52 Percobaan 10 Esterifikasi Fenol: Sintesis Aspirin .................................................................................. 56 Percobaan 11 PEMBUATAN SIKLOHEKSANON ...................................................................................... 59 Percobaan 12 Aldehid dan Keton: Sifat dan Reaksi Kimia .................................................................... 61 Percobaan 13 REAKSI SIKLO ADISI DIELS ALDER DAN RETRO DIELS‐ALDER ......................................... 65 Percobaan 14 ISOLASI ETIL‐p‐METOKSI SINAMAT DARI KENCUR (Kaemferia galanga L.) DAN SINTESIS ASAM p‐METOKSISINAMAT: Sintesis Turunannya dan Penetapan Struktur ........................ 67 Percobaan 15 Isolasi Kafein dari Teh ..................................................................................................... 69 Percobaan 16 Isolasi Kurkumin dari Kunyit (Curcuma longa) ............................................................... 72
ByDW2011
i
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
JADWAL PRAKTIKUM Percobaan 1: PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR: Distilasi & Titik didih
Minggu I Percobaan 2: PEMISAHAN & PEMURNIAN ZAT PADAT: Rekristalisasi dan Titik Leleh
Minggu II
Percobaan 3: PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK: Ekstraksi
Minggu III
Percobaan 4: KROMATOGRAFI KOLOM & KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS: PEMISAHAN SENYAWA NITROFENOL DAN PEMISAHAN ZAT PEWARNA MAKANAN
Minggu IV
Percobaan 5: KEISOMERAN GEOMETRI: Pengubahan Asam Maleat menjadi Asam Fumarat
Percobaan 13: Reaksi Siklo Adisi Diels‐Alder dan Retro Diels‐Alder
Minggu V
Percobaan 6: PEMBUATAN SIKLOHEKSENA Percobaan 7: HIDROKARBON: Sifat dan Reaksi Kimia Percobaan 8: PEMBUATAN TERS‐BUTIL KLORIDA: Reaksi Substitusi Nukleofilik Alifatik
Minggu VI Percobaan 9: ALKOHOL DAN FENOL: Sifat dan Reaksi Kimia
Minggu VII
Percobaan 11: PEMBUATAN SIKLOHEKSANON Percobaan 12: ALDEHID DAN KETON: Sifat dan Reaksi Kimia Percobaan 10: ESTERIFIKASI FENOL: Sintesis Aspirin
Minggu VIII Percobaan 15: Isolasi Kafein dari Teh
Minggu IX
Percobaan 14: ISOLASI ETIL p‐METOKSISINAMAT DARI KENCUR (Kaempferia galanga L.) DAN SINTESIS ASAM p‐METOKSI SINAMAT Percobaan 16: Isolasi Kurkumin dari Kunyit (Curcuma longa)
Minggu X
ByDW2011
Ujian Praktikum
ii
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
PERATURAN UMUM: TUGAS DAN KEWAJIBAN PRAKTIKAN
Selamat datang di Laboratorium Pendidikan Kimia Organik! Sebelum Anda memulai bekerja di Laboratorium Kimia Organik, sudah menjadi keharusan bagi Anda untuk mengenal dan memahami lebih dahulu segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat ini, terutama yang erat kaitannya dengan praktikum atau percobaan. Hal pertama yang harus ditekankan adalah bahwa lingkungan laboratorium kimia organik sangat berbeda dengan laboratorium kimia lainnya. Di sini hampir semua zat bersifat racun dan mudah terbakar. Banyak reaksi yang prosesnya sangat cepat (eksplosif); tetapi banyak pula yang reaksinya sangat lambat sehingga memerlukan kondisi tertentu, misalnya pemanasan atau pengadukan. Beberapa hal yang perlu Anda ingat dan pahami antara lain: - Reaksi kimia organik pada umumnya lambat, karena yang terlibat adalah molekul; bagaimana cara mempercepatnya? - Untuk suatu reaksi yang diharapkan lebih sempurna (rendemennya banyak), sering diperlukan jumlah pereaksinya yang berlebih; bagaimana pengaruh kelebihan pereaksi tersebut terhadap proses dan bagaimana cara menghilangkannya setelah reaksi berakhir? - Setiap reaksi memerlukan kondisi reaksi tertentu, misalnya suhu, yang sangat menentukan keberhasilan proses reaksi tersebut; bagaimana caranya? - Melibatkan banyak teknik‐teknik laboratorium yang khas, misalnya ekstraksi, distilasi, koagulasi, rekristalisasi dsb., dan juga ketrampilan yang memadai untuk menjalankannya; bagaimana supaya terampil? - Mengerti dan memahami segi bahayanya bekerja di lingkungan yang terdapat banyak zat‐zat yang beracun, mudah terbakar atau tidak stabil; bagaimana cara untuk mengetahuinya? - Mutlak diperlukan kebersihan, keterampilan, ketenangan, penguasaan teori, dan yang penting Anda bekerja tanpa ragu‐ragu dan selalu menggunakan logika. Selamat bekerja ! 1. HAL‐HAL PENTING UNTUK DIINGAT Tidak ada praktikum susulan Di laboratorium dilarang untuk makan, minum, merokok, menerima tamu serta mengobrol. Laboratorium hanya untuk mengerjakan percobaan sesuai dengan prosedur yang diterangkan oleh Pemimpin Praktikum (dosen praktikum atau asisten praktikum yang sudah diberikan mandat oleh dosen yang bersangkutan). SECEPATNYA MENYELESAIKAN PENGGANTIAN ALAT, BILA TERLAMBAT NILAI PRAKTIKUM ANDA MENJADI T atau E. 2. KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM Kesadaran ‐ Komunikasi KENALI lokasi‐lokasi dan cara pengoperasian fasilitas keselamatan kerja dan keadaan darurat, seperti pemadam kebakaran, kotak P3K, alarm kebakaran, pintu darurat, dsb. WASPADA Terhadap berbagai kondisi yang tidak aman. SEGERA LAPORKAN kondisi‐kondisi tak aman kepada Pemimpin Praktikum atau Asisten Praktikum. Keselamatan Kerja Pribadi Pakailah pakaian kerja yang sesuai dengan pekerjaan di laboratorium. Gunakan selalu jas laboratorium lengan panjang. Gunakan sepatu tertutup yang layak untuk keamanan bekerja di laboratorium. Sepatu terbuka, sandal atau sepatu hak tinggi TIDAK BOLEH digunakan di laboratorium. Gunakan selalu kaca mata pelindung dan sarung tangan ketika bekerja dengan zat‐zat yang berbahaya dan iritan. JANGAN PERNAH MENGGUNAKAN KONTAK LENSA ketika bekerja di laboratorium kimia organik. Rambut yang panjang harus sealalu diikat dan dimasukkan ke dalam jas lab untuk menghindari kontak dengan zat‐zat berbahaya, mesin yang bergerak dan nyala api. Selalu cuci tangan dan lengan Anda sebelum meninggalkan laboratorium. Melakukan Percobaan JANGAN PERNAH melakukan pekerjaan, penyiapan sampel atau percobaan TANPA ADANYA PENGAWASAN supervisor laboratorium (dosen pemimpin praktium dan asisten praktikum). Selalu persiapkan prosedur keselamatan kerja SEBELUM bekerja di laboratorium. Anda harus mengacu pada Material Safety Data Sheets (MSDS) setiap kali bekerja dengan zat‐zat kimia tertentu.
ByDW2011
iii
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Cek semua peralatan sebelum digunakan. Apabila terdapat kerusakan, segera laporkan kepada petugas laboratorium untuk segera diganti/diperbaiki. Pilihlah tempat yang tepat untuk melakukan percobaan. Percobaan yang melibatkan zat‐zat berbahaya dan beracun harus dilakukan di dalam lemari asam. DISKUSIKAN selalu setiap perkembangan dalam percobaan kepada asisten atau dosen pemimpin praktikum. JANGAN meninggalkan suatu percobaan tanpa pengawasan, terutama percobaan yang menggunakan bahan‐bahan yang mudah meledak atau mudah terbakar. Jika perlu, TEMPATKAN TANDA BERHATI‐HATI DAN NAMA ANDA di tempat percobaan sedang dilakukan, jika percobaan yang dilakukan cukup beresiko dan berbahaya. Kenakan label nama dan NIM di jas laboratorium Anda agar mudah untuk dikenali dan dihubungi. Lakukan selalu pengecekan terhadap hal‐hal yang menunjang keselamatan kerja setiap kali selesai percobaan. PASTIKAN semua kran gas, kran air, saluran listrik, saluran vakum telah dimatikan.
Penanganan Khusus Zat‐zat Beracun dan Berbahaya Anda harus mengetahui sifat fisik dan kimia zat‐zat yang akan digunakan dalam setiap percobaan. Baca dan pahami MSDS tiap‐tiap zat! Beri label reagen dan sampel yang Anda gunakan. Simpan zat‐zat kimia di lokasi yang sesuai. JANGAN MEMBUANG zat‐zat kimia ke wasbak! Pindahkan zat‐zat kimia sisa, residu atau zat tak terpakai ke botol‐botol atau jerigen yang khusus untuk zat‐zat sisa, yang tersedia di laboratorium. JANGAN PERNAH memipet sesuatu dengan mulut!. Segera bersihkan setiap tumpahan zat kimia maupun air dengan lap kering. Laporkan setiap kejadian kepada pemimpin praktikum atau asisten bila Anda ragu cara menaggulanginya! BAHAN KIMIA Bahan‐bahan kimia di laboratorium kimia organik harus dianggap beracun dan berbahaya. JANGAN MAKAN DAN MINUM DI LABORATORIUM! Cucilah tangan Anda setiap akan meninggalkan laboratorium! Selalu nyalakan lemari asam ketika bekerja di laboratorium. Kerjakan reaksi‐reaksi yang melibatkan senyawa yang mudah menguap dan mudah terbakar di dalam lemari asam! Jika Anda menyimpan zat‐zat yang mudah menguap di meja Anda, tutuplah selalu wadah yang digunakan untuk menyimpan zat tersebut! Jika Anda menumpahkan zat kimia di meja Anda, segera bersihkan dengan lap kering atau tissue. Buanglah tissue atau lap kotor di tempat sampah yang disediakan di dalam lemari asam. Jangan buang sampah di dalam wasbak!! Jika Anda terkena zat kimia, segeralah cuci dengan sabun dan bilaslah dengan air yang banyak. KECUALI APABILA ANDA TERKENA TUMPAHAN/CIPRATAN BROM, FENOL ATAU ASAM SULFAT PEKAT (H2SO4 PEKAT), HINDARI MEMBILAS DENGAN AIR!!! Jika terkena brom, segeralah bilas dengan anti brom yang disediakan di laboratorium. Kemudian setelah beberapa saat, bilaslah dengan air yang banyak. Jika terkena fenol, segeralah bilas dengan anti fenol yang disediakan di laboratorium. Kemudian setelah beberapa saat, bilaslah dengan air yang banyak. Jika terkena asam sulfat pekat, laplah bagian tubuh Anda yang terkena asam sulfat pekat dengan tissue kering atau lap kering. Kemudian setelah beberapa saat, cucilah bagian tubuh Anda dengan air sabun dan air yang banyak. Zat‐zat kimia berikut sangat iritan, kecuali jika dalam konsentrasi encer: asam sulfat, asam nitrat, asam hidroklorida (HCl), asam asetat, larutan kalium hidroksida dan natrium hidroksida. Berhati‐hatilah! Dimetilsulfoksida, walaupun tidak iritan, tapi cepat sekali terserap oleh kulit. Berhati‐hatilah! KECELAKAAN Jika Anda terluka atau mengalami kecelakaan di laboratorium, beritahu segera dosen pemimpin praktikum. Segera hubungi pihak medis jika lukanya cukup serius. BERSIAP‐SIAPLAH: Kenali lokasi alat pemadam kebakaran, showers, selimut api (jika tersedia) dan kran air bersih. Baca dan pahami prosedur percobaan sebelum Anda bekerja di laboratorium. Jka Anda tidak mengerti, bertanyalah pada asisten atau dosen pemimpin praktikum. Bekerja tanpa memahami akan mengakibatkan kecelakaan fatal!!
ByDW2011
iv
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
3. TATA ALIRAN KERJA DAN PENGATURAN LABORATORIUM Semua praktikan pada hari pelaksanaan praktikum, menunggu waktu masuk ke dalam laboratorium di selasar depan laboratorium, kemudian masuklah dengan tertib sambil menandatangani daftar hadir yang tersedia di meja dekat pintu masuk. Waktu masuk laboratorium adalah tepat pada pukul 08.00 (sesi pagi) atau jam 13.00 (sesi siang). Praktikan langsung masuk dan mengisi daftar hadir, kemudian menuju meja masing‐masing. Diwajibkan mengikuti penjelasan dari pemimpin kelompok atau asisten yang ditunjuk (sekitar 15 menit) Mengajukan bon peminjaman peralatan yang diperlukan, misalnya termometer, buret, dll., kepada petugas di lab. Labset adalah salah satu peralatan yang bisa dipinjam harian, artinya selesai pratikum harus dikembalikan. Kekurangan alat lain, peminjamannya dimasukkan ke dalam daftar inventaris. Asisten akan membantu untuk mengatur permintaan keperluan zat/pereaksi yang diperlukan untuk percobaan pada hari tersebut. Selesai menerima penjelasan praktikum oleh dosen pemimpin praktikum ayau asisten, praktikan kembali ke meja masing‐masing, dilanjutkan dengan peminjaman alat yang tidak ada di lemari, dan pengambilan bahan‐bahan kimia yang diperlukan di tempat yang disediakan secara bergiliran. Kemudian pemasangan peralatan, yang terlebih dahulu dibersihkan atau dikeringkan. Bekerjalah dengan tenang, cepat dan tanpa ragu‐ragu. Bilamana menghadapi kesulitan atau keraguan, janganlah segan‐segan untuk menanyakan kepada asisten kelompoknya. Ada beberapa peralatan yang dipakai bersama dan akan diletakkan (oleh petugas) hanya pada tempat‐ tempat yang telah ditentukan, antara lain : Timbangan /Neraca Vaselin Melting‐point apparatus Refraktometer selang Kertas saring Gelas kapiler batu didih Pompa vakum Oven/alat pengering hair‐dryer Klem dan statif Melaporkan dan menyerahkan hasil percobaan (sintesis), yang ditempatkan dalam botol kecil (lihat contoh) yang bersih dan diberi label yang berisi nama, NIM, kelompok, nama zat, beratnya dan data fisik. Ini dilaporkan sambil membawa buku catatan pengamatan, dan diketahui oleh asisten. Pengembalian semua alat yang dipinjam pada hari tersebut (misalnya labset) harus dalam keadaan bersih dan kering; asisten/petugas lab akan memeriksa keutuhan, kebersihan dan jumlah alat‐alat tersebut. Apabila ada percobaan yang belum selesai dan perlu dilanjutkan minggu berikutnya (harus dengan persetuajuan dosen pemimpin praktikum dan asisten), campuran reaksi/zat harus dipindahkan ke tempat/labu kepunyaan sendiri, tutup dengan baik dan diberi tulisan/peringatan dan label nama. Jagalah dari kemungkinan tertumpah atau terbakar. Waktu untuk pulang, paling lambat pukul 12.00 (sesi pagi) atau pukul 17.00 (sesi siang). Bersihkanlah meja dan lantai tempat anda bekerjasebelum Anda pulang. Sekali lagi, selesai pratikum Anda harus sudah mengecek: - Apakah alat‐alat yang dipinjam pada hari itu sudah dikembalikan ke gudang? - Apakah tempat/meja kerja Anda (dan lantai) sudah bersih kembali? - Apakah buku catatan praktikum Anda sudah ditandatangani oleh asisten? - Apakah kran gas, air dan listrik di meja Anda sudah dimatikan? Kalau sudah beres,dipersilakan meninggalkan lab. 4. PERLENGKAPAN PRAKTIKAN Perlengkapan di bawah ini harus disediakan dan dibawa setiap kali melakukan praktikum. Jangan sampai lupa! Buku catatan pratikum atau jurnal praktikum: - Berupa buku pertunjuk praktikum atau buku kuliah, ukuran A4, bergaris, dan disampul dengan warna yang telah ditentukan berdasarkan pembagian kelompok yang diumumkan sebelum pelaksanaan praktikum (SELALU LIHAT PAPAN PENGUMUMAN DI DEPAN LABORATORIUM!) - Berilah nama, NIM, nomor kelompok, nomor meja/lemari dan identitas lainnya. - Dii halaman sampul belakang sebelah dalam, rekatkan satu lembar formulir yang menyatakan bahwa Anda telah menyerahkan laporan yang sudah ditandatangani asisten Anda. Tugas pendahuluan (ditulis tangan, diberi nama, NIM, dan nomor kelompok). Memakai jas lab, warna putih, terbuat dari bahan sederhana, dan bertangan panjang. Berpakaian rapi dan sopan, bersepatu (tidak boleh pakai sandal), dan selalu memakai kacamata pelindung (dapat dipinjam di laboratorium). Perlengkapan lainnya yang akan banyak membantu kelancaran kerja Anda, antara lain: alat tulis, korek api, lap kain, tissue, sabun/detergen, pisau lipat, gunting kecil. 5. BUKU CATATAN PRAKTIKUM Sebelum melakukan praktikum, buku catatan praktikum harus sudah diisi dengan catatan persiapan percobaan yang akan dilakukan hari itu (dikerjakan sebelum datang ke laboratorium). Buku persiapan ini akan diperiksa oleh asisten yang bersangkutan dan akan diberi nilai. ByDW2011
v
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Buku catatan pratikum, harus berisi: Nomor percobaan dan judul percobaan Tujuan percobaan Teori/prinsip percobaan, cukup berupa beberapa kalimat singkat yang meliputi garis besar percobaan, misalnya persamaan dan mekanisme reaksi, hal‐hal yang khusus mengenai percobaan tersebut, dan lain‐lain. Data fisik dan kimia mengenai zat‐zat kimia yang digunakan pada percobaan saat itu. Carilah data tersebut di berbagai Handbook dan buku teks, jangan lupa cantumkan sumber tersebut di referensi atau daftar pustaka. Pereaksi dan peralatan yang diperlukan. Pereaksi di kiri, peralatan di kanan, dengan cara diurut dari atas ke bawah. Bila perlu, sertai dengan gambar rangkaian peralatan. Diagram percobaan. Tujuannya untuk mempermudah urutan kerja yang akan dilakukan dan sebagai gambaran percobaan keseluruhan. Membuat diagram yang baik memerlukan pengalaman dan latihan. Cara kerja dan pengamatan. Merupakan singkatan prosedur kerja yang berbentuk kalimat pendek berupa poin‐poin pengerjaan. Bagian buku dibagi dua, sebelah kiri untuk cara kerja, dan bagian kanannya untuk pengamatan. Berilah cukup spasi supaya catatan pengamatan jelas pemisahannya. Contoh :
Cara Kerja ‐ Campur 5 g sikloheksanol + 10 mL H2SO4 pkt ‐ Refluks 30 menit ‐ pindahkan ke corong pisah,ekstraksi dengan eter ‐ dst,dst
Pengamatan ………………. warna jadi hijau dua lapis ……………….
Hasil perhitungan Daftar pustaka. Tuliskan semua sumber referensi tempat Anda mengambil berbagai informasi yang penting yang Anda jadikan rujukan untuk percobaan yang bersangkutan.
Contoh Diagram Percobaan:
PEMBUATAN SIKLOHEKSANON Sikloheksanol + H2SO4 pekat ‐ Refluks ‐ distilasi 90oC
Distilat
‐ Jenuhkan dgn NaCl ‐ + lar Na2CO3 ‐ test lakmus, netral ‐ diekstraksi
Residu dibuang
Lapisan Air
Lapisan Organik
‐ Keringkan dengan CaCl2 ‐ distilasi pada 80 – 85oC
Sikloheksanon 6. LAPORAN PRAKTIKUM Ditulis dengan rapi dan terbaca pada kertas ukuran A4 tak bergaris. Isi laporan, seperti urutan pada buku catatan praktikum, meliputi semua catatan pratikum, ditambah dengan: ‐ Sedikit lebih banyak pembahasan teorinya (lebih lengkap) ‐ Diskusi ‐ Kesimpulan Titik berat penilaian laporan adalah pada bagian pembahasan diskusi Anda.
ByDW2011
vi
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Yang dibahas pada diskusi adalah pembahasan mengenai hasil percobaan sendiri, misalnya mengenai hasil data percobaan yang dilakukan dibandingkan dengan hasil data pada literatur. Bila mengalami kegagalan, dibahas faktor‐faktor apa yang menyebabkan kegagalan tersebut. Laporan diserahkan satu minggu setelah percobaan dilakukan. Keterlambatan menyerahkan laporan akan mempengaruhi nilai laporan dan nilai keseluruhan praktikum Anda, jadi jangan terlambat! Setiap penyerahan laporan harus disertai bukti penerimaan oleh asisten. Untuk ini formulirnya sudah disediakan (diminta asisten), dan ditempelkan pada halaman terakhir buku catatan pratikum.
7. SISTEM PENILAIAN Setiap dosen pemimpin praktikum diberi kebebasan untuk menentukan cara/bobot penilaian. Sebagai gambaran, contoh bobot penilaian meliputi: persentase dari nilai rata‐rata: persiapan 10%, hasil kerja 35%, laporan 35%, tes 20%. Ujian praktikum pada akhir semester setelah pelaksanaan seluruh materi praktikum berkontribusi 25% dari nilai total praktikum. 8. HAL‐HAL PENTING LAINNYA Sebelum praktikum dimulai, 1‐2 minggu sebelumnya (sesuai jadwal) diharuskan sudah mulai mengambil inventaris lemari. Setiap praktikan akan mendapat nomor lemari, kemudian secara bersama‐sama petugas lab melakukan pengecekan dan mencatatnya dalam daftar inventaris. Pada kesempatan ini sebaiknya digunakan untuk mengenali nama dan bentuk peralatan (gelas) yang biasa digunakan dalam laboratorium kimia organik. Hal ini penting karena baik nama maupun bentuk peralatannya banyak dan khas. Anda harus mengecek jumlah dan keutuhan alat‐alat yang tersedia, karena kalau sudah Anda tanda tangan pada daftar inventaris dan diketahui oleh petugas maka selanjutnya sudah menjadi tanggung jawab Anda sendiri. Kunci lemari tidak boleh dibawa pulang. Setiap kali Anda praktikum/pulang Anda bisa minta/mengembalikan kunci kepada petugas laboratorium. Pada setiap pelaksanaan praktikum akan disediakan lembar kerja praktikum yang harus diisi dan pada akhir praktikum harus diserahkan kepada asisten sebagai dasar penilaian laporan praktikum Anda. Jika lampiran lembar data dengan data pada laporan berbeda, maka asisten berhak memberikan nilai nol (0) untuk praktikum Anda. Pada akhir program praktikum maka inventaris di dalam lemari harus dikembalikan. Pengecekan akan dilakukan terhadap: jumlah dan jenis alat (dicocokan dengan daftar inventaris), mencatat kekurangan, kerusakan dan pemecahan alat yang diganti. Pada prinsipnya, penggantian alat dilakukan dengan mengganti jenis dan kualitas alat yang sama. Mohon diingat, penggantian alat yang rusak harus segera dilakukan begitu praktikum yang bersangkutan selesai. Jangan menunggu sampai akhir keseluruhan program praktikum berakhir! Keterlambatan penyelesaian masalah penggantian alat yang pecah atau rusak akan mempengaruhi nilai akhir praktikum, sebab jika sampai batas penyerahan nilai belum selesai, Anda bisa dinyatakan tidak lulus atau diberi nilai T.
ByDW2011
vii
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
BEBERAPA PERALATAN LABORATORIUM
ByDW2011
1
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
ByDW2011
2
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Beberapa Peralatan Laboratorium Kimia Organik
Labu bundar
Labu leher dua penghubung labu ke kondensor
Labu leher tiga
Adaptor yang bisa dihubungkan ke vakum
penghubung Claissen Penghubung umum Labu isap
Kondensor
Corong Pisah
kolom untuk kromatografi
Corong Buchner (terbuat dari keramik porselain) atau Corong Hirsch (terbuat dari kaca) Pemanas listrik dengan pengaduk bermagnet (magnetic stirrer hotplate)
ByDW2011
3
Labu takar/Labu volumetrik
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
PERHITUNGAN DATA HASIL PERCOBAAN DI LABORATORIUM Analisis kuantitatis suatu hasil percobaan di laboratorium sangat diperlukan. Metode kuantitatif yang umum digunakan di laboratorium kimia organik adalah penentuan persen kesalahan, persen kemurnian, persen perolehan kembali (recovery), dan persen rendemen/hasil (yield). Perhitungan persen kesalahan digunakan sebagai perbandingan antara suatu data fisik yang teramati di percobaan (misalnya titik leleh atau titik didih) dengan data yang diperoleh dari literatur. Persen kesalahan menunjukkan seberapa dekat hasil percobaan yang telah dilakukan dengan nilai yang diharapkan. Sebagai patokan umum, jika persen kesalahan untuk data fisik yang diperoleh dari hasil percobaan melebihi 5%, maka identitas senyawa yang diperoleh harus dipertanyakan. Perhitungan persen kesalahan menggunakan persamaan berikut: nilai dari literatur - nilai dari percobaan % Kesalahan = x100 nilai dari literatur Perhitungan persen kemurnian digunakan untuk menentukan kemurnian senyawa yang dihasilkan dari percobaan. Persen kemurnian bersinonim dengan persen persen komposisi. Data kemurnian kuantitatif sering kali diperoleh dari data hasil pengukuran menggunakan metode kromatografi (misalnya GC atau HPLC). Perbandingan antara jumlah suatu senyawa berdasarkan pengukuran kromatografi dengan jumlah semua senyawa dalam sampel yang sama dari pengukuran kromatografi yang sama merupakan dasar dari persen kemurnian. Jika kemurnian produk kurang dari ada 85% maka produk tersebut harus dimurnikan lebih lanjut. Perhitungan persen kemurnian menggunakan persamaan berikut:
jumlah senyawa yang diharapkan dalam sampel x100 jumlah semua senyawa yang terdapat dalam sampel
% Kemurnian =
Perhitungan persen perolehan kembali (recovery) digunakan untuk membandingkan massa material yang ada pada saat awal prosedur percobaan (belum dimurnikan, masih campuran) terhadap massa material setelah proses pemisahan/pemurnian dilakukan. Persen perolehan kembali memberikan indikasi ketelatenan dan ketelitian seseorang dalam melakukan percobaan. Dalam sebagian besar prosedur, Anda akan kehilangan beberapa material dikarenakan tumpah, adhesi material pada peralatan gelas, atau hilang karena hal‐hal mekanik lainnya. Pada praktikum kimia organik, jika persen perolehan kembali kurang daripada 85%, maka diasumsikan terjadi kesalahan prosedur atau kelalaian yang dilakukan oleh Anda sebagai praktikan. Tetapi Anda harus memperhitungkan terlebih dahulu kemurnian material sebelum mengambil kesimpulan terhadap berhasil atau tidaknya proses perolehan kembali atau pemurnian yang Anda lakukan.
berat senyawa yang diperoleh kembali setelah pemisahan x100 berat awal senyawa sebelum pemisahan
% Perolehan kembali =
Perhitungan persen rendemen/hasil (yield) diguankan untuk menentukan efesiensi atau tidaknya suatu reaksi kimia. Perhitungan persen rendemen mengharuskan Anda untuk dapat menuliskan persamaan reaksi yang setara dari reaksi yang berlangsung. Anda harus mengubah massa atau volume semua pereaksi awal menjadi mol, sehingga Anda dapat menghitung rendemen/hasil teoritisnya. Perhitungan akhir adalah merupakan perbandingan antara rendemen produk yang diperoleh berdasarkan hasil percobaan dengan rendemen teoritis. Dalam praktikum kimia organik, jka persen renemen di bawa50%, maka hal tersebut menunjukkan adanya masalah dalam pengerjaan prosedur percobaan. Namu, sekali lagi Anda harus mempertimbangkan terlebih dahulu kemurnian material sebelum menyimpulkan berhasil atau tidaknya pengerjaan prosedur percobaan yang Anda lakukan. % Rendemen/hasil =
rendemen/hasil yang diperoleh pada percobaan x100 rendemen/hasil berdasarkan perhitungan (teoritis)
ByDW2011
4
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
PRINSIP DAN TEKNIK DASAR PEMISAHAN DAN PEMURNIAN A. DISTILASI Distilasi merupakan metode yang sangat baik untuk memurnikan zat cair. Suatu zat cair mengandung atom‐ atom atau molekul yang tersusun berdekatan namun masih dapat bergerak bebas dengan energi yang berlainan. Ketika suatu molekul zat cair mendekati perbatasan fasa uap‐cair, maka molekul tersebut, jika memiliki energi yang cukup, dapat berubah dari fasa cair menjadi fasa gas. Hanya molekul‐molekul yang memiliki energetika yang cukup yang dapat mengatasi gaya yang mengikat antarmolekul dalam fasa cair sehingga dapat melepaskan diri ke dalam fasa gas. Beberapa molekul yang berada dalam fasa uap di atas zat cair, ketika mendekati permukaan zat cair tersebut, dapat memasuki fasa cair kembali sehingga menjadi bagian dari fasa yang terkondensasi. Pada saat proses ini terjadi, molekul‐molekul tersebut memperkecil energi kinetiknya, sehingga gerakannya lebih lambat. Pemanasan terhadap zat cair menyebabkan banyak molekul memasuki fasa uap; proses pendinginan uap merupakan kebalikan dari proses ini. Ketika sistem berada dalam kesetimbangan, karena banyak molekul zat cair yang memasuki fasa uap dan kemudian kembali lagi dari fasa uap menjadi cair, maka dapat terukur tekanan uapnya. Jika sistem tetap bertahan dalam kesetimbangan, bahkan ketika energinya dinaikkan, banyak molekul dalam fasa cair akan memiliki energi yang mencukupi untuk berubah menjadi fasa uap. Walaupun banyak molekul yang juga kembali dari fasa uap ke dalam fasa cair, namun jumlah molekul dalam fasa uap bertambah dan tekanan uap akan naik. Jumlah molekul dalam fasa uap sangat bergantung pada suhu, tekanan dan kekuatan gaya tarik antarmolekul di dalam fasa cair dan volume sistem. Jika dua komponen berbeda (A dan B) terdapat dalam fasa cair, uap di atas permukaan fasa cair akan mengandung beberapa molekul setiap komponen. Jumlah molekul A dalam fasa uap akan ditentukan oleh tekanan uap A dan fraksi mol A dalam campuran. Dengan kata lain, jumlah relatif komponen A dan B dalam fasa uap akan berhubungan erat dengan tekanan uap tiap zat cair murni. Hubungan ini secara matematis diungkapkan menurut hukum Raoult: Ptotal = PA + PB, dimana PA = PºAXA dan PB = PºBXB PA = tekanan parsial A PB = tekanan parsial B PºA = tekanan uap murni A PºB = tekanan uap murni B XA = fraksi mol A dalam fasa cair XB = fraksi mol B dalam fasa cair Tekanan uap total di atas permukaan campuran zat cair adalah penjumlahan kedua tekanan parsial antara komponen A dan B. Ketika suhu naik, tekanan uap masing‐masing komponen bertambah, sehingga secara proporsional meningkatkan tekanan uap total di atas permukaan campuran cair. Pada beberapa suhu, jumlah tekanan parsial sama dengan 760 torr (1 atm) dan pada saat ini larutan mulai mendidih. Secara umum, titik didih didefinisikan sebagai suhu ketika jumlah tekanan parsial di atas fasa cair sama dengan tekanan luar yang dikenakan pada sistem. Penurunan tekanan luar menyebabkan larutan akan mendidih pada suhu lebih rendah – penaikan tekanan luar menyebabkan larutan akan mendidih pada suhu lebih tinggi. Hukum Raoult juga memberikan informasi tentang komposisi fasa uap di atas permukaan zat cair: X’A = fraksi mol A dalam fasa uap = PA/Ptotal X’B = fraksi mol B dalam fasa uap = PB/Ptotal Ilustrasi teori dasar distilasi berdasarkan hukum Raoult dan hukum Dalton tentang tekanan parsial adalah sebagai berikut:
A. Sampel Zat Cair Murni E Kinetik zat cair bertambah Banyak molekul mencapai “kecepatan melepaskan diri”
ByDW2011
5
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Gambar 1 Ilustrasi proses distilasi sampel murni
Hukum Dalton tentang tekanan parsial: tekanan total (di atas permukaan fasa cair): PT = Pair + Psampel dan Psampel menjadi lebih jelas pada T tinggi. Teori Distilasi (keterangan gambar): Ketika T naik, jumlah molekul yang melepaskan diri dari fasa cair menuju fasa gas akan bertambah. Tekanan uap akan bertambah dengan penambahan jumlah sampel pada fasa uap. Pengaruh total adalah bahwa jumlah pertambahan molekul udara akan digantikan sampai semua molekul udara digantikan oleh fasa uap sampel. Pada saat ini PT secara khusus merujuk pada Psampel.
Fasa cair mulai mendidih (terbentuk gelembung) ketika PT = Psampel. Pada posisi ini, molekul akan masuk ke fasa gas dari fasa cair sampel dan akan menggantikan molekul‐molekul yang sudah ada dalam fasa tersebut. Tekanan parsial molekul sampel tidak akan bertambah lagi. Penguapan bertambah dengan cepat dan pendidihan dimulai (= b.p.= titik didih)
B. Campuran Dua‐Komponen Hukum Dalton: Kita harus mempertimbangkan berapa banyak tiap komponen terdapat dalam campuran. Fraksi mol (X) merupakan fraksi suatu komponen tertentu yang terdapat dalam keseluruhan sampel; komponen ini harus saling campur dengan komponen lainnya:
Hukum Raoult:
Awalnya:
komponen dengan titik didih lebih rendah kontribusinya lebih banyak pada PT, jika campuran awal 1:1 maka
.
Kemudian: tetapi ketika distilasi berlanjut, akan bertambah karena banyak senyawa dengan titik didih lebih rendah telah menguap. Dengan demikian, komponen dengan titik didih lebih rendah yang proporsinya lebih tinggi akan terdistilasi pertama kali, selanjutnya diikuti oleh peningkatan jumlah komponen dengan titik didih lebih tinggi. ByDW2011
6
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
C. Pengaruh Zat Pengotor Contoh: gula dilarutkan dalam air. Zat pengotor yang non‐volatile (tidak menguap) seperti gula dapat menurunkan tekanan uap air murni karena pelarutan gula menurunkan konsentrasi komponen yang volatile (dapat menguap, seperti air) di dalam fasa cair. Karena tekanan uap rendah, suhu yang lebih tinggi dibutuhkan untuk mencapai pendidihan. Pada proses distilasi, ketika proses pendidihan tercapai, suhu di atas permukaan campuran akan masih berada pada 100oC pada 1 atm karena zat cair yang terkondensasi di ujung bawah termometer adalah air murni (tidak terkontaminasi oleh gula). Tetapi suhu di dalam campuran pada fasa cair (dalam labu) akan secara bertahap naik selama proses distilasi berlangsung seiring dengan bertambahnya konsentrasi gula (ingat: air telah menguap). Pengaruh zat pengotor terhadap naiknya suhu pada proses distilasi dapat dilihat pada grafik hubungan antara tekanan luar dengan suhu sistem (Gambar 2). Untuk pemisahan terbaik sehingga mendapatkan komponen‐komponen yang murni, distilasi bertingkat merupakan alternatif yang baik, terutama untuk campuran dua komponen atau lebih dan campuran yang mengandung zat pengotor non‐volatil. Ilustrasi proses pemisahan dengan distilasi bertingkat dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 2 Grafik pengaruh zat pengotor pada campuran Distilasi Sederhana: Distilasi sederhana (lihat Gambar 6) adalah proses distilasi yang tidak melibatkan kolom fraksinasi atau proses yang biasanya untuk memisahkan salah satu komponen zat cair dari zat‐zat non‐volatil atau zat cair lainnya yang perbedaan titik didihnya paling sedikit 75 oC. Kondensat pada dasarnya akan memiliki perbandingan mol fasa cair yang sama dengan fasa uap pendidihan dari fasa cairnya. Distilasi sederhana tidak efektif untuk memisahkan komponen‐komponen dalam campuran yang perbedaan titik didihnya tidak terlalu besar.
Gambar 3 Ilustrasi proses distilasi bertingkat pada sampel campuran dua komponen atau lebih atau yang mengandung zat pengotor ByDW2011
7
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Distilasi Bertingkat: Jika suatu kolom fraksinasi digunakan dalam perangkat distilasi (lihat Gambar 7), maka pemisahan senyawa‐senyawa yang memiliki titk didih berdekatan dapat dipisahkan dengan baik. Kolom fraksinasi biasanya diisi dengan material berposri yang menyediakan luas permukaan yang lebih besar untuk proses kondensasi berulang. Pengembunan uap bertitik didih lebih tinggi melepaskan kalor yang menyebabkan penguapan zat cair bertitik didih lebih rendah pada kolom, sehingga komponen bertitik didih rendah ini bergerak ke atas menuju kolom, sementara komponen bertitik didih tinggi bergerak ke bawah ke arah kondensor, walaupun sebagian kecil ada yang kembali turun ke dalam labu distilasi. Setiap proses siklus pengembunan/penguapan menghasilkan fasa uap akan lebih kaya dengan fraksi uap komponen yang lebih volatile. Contoh: campuran 60:40 sikloheksana (t.d. 81 oC) dan toluen (t.d. 110oC). Campuran ini akan mendidih pada o 88 C menghasilkan uap di atas campuran yang mendidih terdiri dari campuran sikloheksana – toluen = 83:17. Proses kondensasi berulang pada kolom fraksinasi menghasilkan fasa uap dengan komposisi 95:5 sikloheksana : toluen. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 4. Kurva di bawah menunjukkan komposisi fasa cair dan kurva di atas menunjukkan komposisi fasa uap. Proses pengembunan ditandai dengan garis horizontal yang menghubungkan kedua kurva. Setiap pengulangan siklus pengembunan dan penguapan akan menghasilkan sikloheksana yang lebih murni. Setiap siklus ini disebut pelat teoritis. Kolom fraksinasi yang biasa digunakan di laboratorium organik memiliki 3 – 5 pelat teoritis.
Gambar 4 Kurva Distilasi Uap/Cair antara Suhu – Komposisi untuk campuran sikloheksana‐toluen Kurva Distilasi: Jika proses distilasi sederhana dan bertingkat dialurkan dalam satu grafik (menggunakan pembacaan suhu terkoreksi), maka akan terlihat fenomena seperti pada Gambar 5. Kurva ini memberikan informasi efisiensi pemisahan komponen suatu campuran. Kelebihan distilasi bertingkat daripada distilasi sederhana dapat dilihat pada datarnya kurva yang berarti titik didih lebih akurat dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi titik didih fraksi tiap komponen. Azeotrop: Tidak semua campuran zat cair mengikuti hukum Raoult. Contoh: etanol dan air, disebabkan adanya interaksi antarmolekul, membentuk sistem azeotrop. Campuran 95,5% etanol dan 4,5% air mendidih di bawah titik didih etanol murni, sehingga etanol 100% tak dapat dibuat secara distilasi biasa. Suatu campuran zat cair dengan komposisi tertentu yang mengalami distilasi pada suhu konstan tanpa adanya perubahan dalam komposisinya disebut azeotrop. Kalibrasi termometer: Mengkalibrasi titik nol termometer, dilakukan dengan cara mencelupkan termometer pada campuran air‐es yang diaduk homogen, sedangkan untuk titik skala 100 termometer dilakukan sebagai berikut: isikan kedalam tabung reaksi besar 10 mL aquades, masukkan sedikit batu didih. Klem tabung tersebut tegak lurus, panaskan perlahan sampai mendidih. Posisikan termometer pada uap diatas permukaan air yang mendidih tersebut. Untuk menentukan titik didih yang sebenarnya dari air, harus diperiksa tekanan barometer.
Gambar 5 Kurva distilasi sederhana vs bertingkat ByDW2011
8
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
termometer
klem statif
statif manice/bose head
air keluar air masuk
manice /bose head klem
kondensor labu bundar
Adaptor
batang pengaduk magnet
gelas ukur atau wadah penampung distilat
pemanas listrik berpengaduk magnet (hotplate magnetic stirrer)
Gambar 6 Rangkaian alat distilasi sederhana
air keluar air masuk
kondensor (tanpa dialiri air!)
Gambar 7 Rangkaian alat distilasi bertingkat ByDW2011
9
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
B. REKRISTALISASI & SUBLIMASI Apabila pada percobaan terdahulu Anda telah diajarkan cara pemisahan dan pemurnian dari campuran cairan dengan teknik distilasi, pada bagian ini Anda diperkenalkan dengan cara pemurnian zat padat dengan teknik kristalisasi. Prinsip pemisahaan atau pemurnian dengan teknik ini didasarkan pada: pertama, adanya perbedaan kelarutan zat‐zat padat dalam pelarut tertentu, baik dalam pelarut murni atau dalam pelarut campuran; dan kedua, suatu zat padat akan lebih larut dalam pelarut panas dibandingkan dengan pelarut dingin. Sebagai contoh, jika zat padat A sukar larut, sementara zat padat B sangat mudah larut dalam pelarut X, maka adalah logis apabila Anda memisahkan A dari B dengan mencampurkan A dan B dengan pelarut X, zat A akan tertinggal sebagian, sedangkan zat B akan larut semuanya. Contoh lain adalah zat A dan B sama‐sama sukar larut dalam pelarut X, tetapi perbandingan jumlah A jauh lebih banyak dari B. Dengan demikian apabila Anda menggunakan jumlah pelarut tertentu X Anda dapat melarutkan seluruhnya B, sedangkan A sebagian, sehingga A dapat dipisahkan dari B. Kedua contoh di atas belum menjelaskan proses kristalisasi, karena proses ini menuntut adanya perubahan fasa zat padat yang terlarut dalam larutan menjadi kristal, yang dijelaskan oleh prinsip ‘kedua’ di atas, yaitu Anda harus membuat larutan jenuh A dan B dalam pelarut X panas (yaitu pada titik didih pelarut X) dan mendinginkannya kembali sehingga A mengkristal, sedangkan B ‘tidak’ mengkristal (karena mudah larut atau karena jumlahnya sangat sedikit). Zat A selanjutnya dipisahkan dari zat B yang larut dengan cara penyaringan dengan saringan isap. Proses melarutkan zat padat tidak murni dalam pelarut panas, yang dilanjutkan dengan pendinginan larutan tersebut untuk membiarkan zat tersebut mengkristal, adalah teknik kristalisasi. Sesuai dengan prinsip dan teknik kristalisasi tersebut di atas, hal yang menentukan keberhasilannya adalah memilih pelarut yang tepat. Pelarut yang tepat adalah pelarut yang sukar melarutkan senyawa pada suhu kamar, tetapi dapat melarutkan dengan baik pada titik didihnya. Kadang‐kadang, atau bahkan seringkali, Anda tidak mendapatkan pelarut yang sesuai dengan patokan tersebut. Banyak zat padat larut baik dalam dalam keadaan panas maupun dalam keadaan dingin, atau kalau pun ada pelarut yang sukar melarutkan dalam keadaan dingin, ia juga tidak mampu melarutkan dalam keadaan panas. Jika Anda menghadapi kenyataan tersebut, maka Anda dapat melakukan kristalisasi dengan sistem dua campuran pelarut, yaitu salah satu pelarut (X) adalah yang sangat melarutkan, sementara yang lainnya (Y) yang tidak melarutkan sama sekali. Caranya adalah Anda larutkan zat padat tidak murni tersebut dalam pelarut X sesedikit mungkin (beberapa mL) dalam keadaan panas, kemudian masih dalam keadaan panas tersebut Anda tambahkan sedikit demi sedikit pelarut Y sehingga diperoleh larutan jenuh, dan selanjutnya didinginkan. Apabila zat padat tersebut telah mengkristal dalam keadaan dingin, maka Anda memisahkannya dengan cara penyaringan isap.
A. Proses pelarutan zat padat Jumlah terkecil pelarut yang digunakan dalam melarutkan sejumlah padat, disebut larutan jenuh. Tidak banyak zat padat dapat larut dalam keadaan ini karena dalam keadaan kesetimbangan. Sedikit saja suhu didinginkan akan terjadi pengendapan. Sejumlah energi diperlukan untuk melarutkan zat padat, yaitu untuk memecahkan struktur kristalnya (= energi kisi) yang diambil dari pelarutnya.
B. Kristalisasi Proses kristalisasi adalah kebalikan dari proses pelarutan. Mula‐mula molekul zat terlarut membentuk agregat dengan molekul pelarut, lalu terjadi kisi‐kisi diantara molekul zat terlarut yang terus tumbuh membentuk kristal yang lebih besar diantara molekul pelarutnya, sambil melepaskan sejumlah energi. Kristalisasi dari zat murni akan menghasilkan kristal yang identik dan teratur bentuknya sesuai dengan sifat kristal senyawanya. Dan pembentukan kristal ini akan mencapai optimum bila berada dalam kesetimbangan.
C. Pemilihan Pelarut untuk rekristalisasi Pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses rekristalisasi adalah pelarut cair, karena tidak mahal, tidak reaktif dan setelah melarutkan zat padat organik bila dilakukan penguapan akan lebih mudah memperolehnya kembali. Kriteria pelarut yang baik: Tidak bereaksi dengan zat padat yang akan di rekristalisasi. Zat padatnya harus mempunyai kelarutan terbatas (sebagian) atau relatif tak larut dalam pelarut, pada suhu kamar atau suhu kristalisasi. Zat padatnya mempunyai kelarutan yang tinggi (larut baik) dalam suhu didih pelarutnya. Titik didih pelarut tidak melebihi titik leleh zat padat yang akan direkristalisasi. Zat pengotor yang tak diinginkan harus sangat larut dalam pelarut pada suhu kamar atau tidak larut dalam pelarut panas. Pelarut harus cukup volatile (mudah menguap) sehingga mudah untuk dihilangkan setelah zat padat yang diinginkan telah terkristalisasi. Jika data kelarutan tidak diperoleh dalam literatur, harus dilakukan penentuan kelarutan zat padat tersebut dalam sejumlah pelarut, dengan cara mengurut kepolaran pelarut‐pelarut tersebut. Urutan kepolaran (titik didih, dalam oC) beberapa pelarut: air (100) > metanol (65) > etanol (78) > aseton (56) > metilen klorida (40) > etileter (35) > kloroform (61) > benzena (80) > CCl4 (76) > ligroin (90‐115) > heksana (68) > petroleum eter (35‐60) > pentana (36). ByDW2011
10
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
D. Cara Rekristalisasi
Secara umum, rekristalisasi dilakukan sesuai dengan tahapan berikut ini:
Pelarut Zat terlarut (larutan) Zat padat + pelarut panas penyaringan biasa
pendinginan & penyaringan dengan diisap
Kristal
Pengotor (tidak larut)
Apabila larutan yang akan dikristalkan ternyata berwarna, padahal kita tahu zat padatnya tak berwarna, maka kedalam larutan panas sebelum disaring ditambahkan norit (arang halus) atau arang aktif. Tidak semua zat warna dapat diserap arang dengan baik. Zat warna yang tidak terserap ini akan tetap tinggal dalam induk lindi tetapi akan hilang pada waktu pencucian dan penyaringan. Penggunaan norit ini tidak boleh diulang apabila larutannya masih berwarna. Penggunaan norit jangan berlebihan sebab bisa menyerap senyawanya. Pembentukan kristal biasanya memerlukan waktu induksi yang berkisar beberapa menit sampai satu jam. Kadang‐kadang didapati suatu keadaan yang disebut lewat jenuh (supersaturation), dimana kristal‐kristal baru mau keluar bila dipancing dengan sebutir kristal murni. Keadaan ini kadang‐kadang sangat menguntungkan dalam pemisahan campuran dua atau lebih zat yang mempunyai kelarutan yang sama dalam suatu pelarut tertentu dan jumlah komponen komponen campuran berbeda banyak satu dari yang lain. Agar pemisahan dapat dilakukan,maka keadaan jenuh jangan diganggu, yaitu dengan menghindarkan pengadukan dan goncangan berlebihan ataupun pendinginan yang terlalu cepat. Kekuatan melarutkan suatu pelarut, pada umumnya bertambah dengan bertambahnya titik didih. Umpamanya etanol dapat melarutkan dua kali lebih banyak dari pada metanol. Kadang‐kadang diperlukan pasangan/campuran pelarut. Dua pelarut yang dapat bercampur satu sama lain, dengan kemampuan melarutkan yang berbeda, adalah pasangan pelarut yang sangat berguna. Di bawah ini diberikan beberapa pasangan pelarut yang sering digunakan: metanol‐air, etanol‐air, asam asetat‐air, aseton‐air, eter‐aseton, eter‐metanol, eter‐petroleum eter, benzen‐ligroin, metilklorida ‐ metanol. Bila tes kelarutan dilakukan terhadap sekitar 10 mg cuplikan yang akan dikristalkan di dalam 2 pelarut (A dan B) menunjukkan bahwa zat tersebut segera larut dalam pelarut A dalam suhu kamar, tetapi tidak larut dalam pelarut B dalam keadaan panas, maka pasangan pelarut tersebut dapat digunakan untuk rekristalisasi. Caranya yaitu dengan melarutkan cuplikan dalam pelarut B panas, kemudian ditambahkan tetes demi tetes pelarut A pada kondisi yang sama sampai tepat jenuh (ditandai dengan kekeruhan yang bersifat permanen walaupun dipanaskan). Selanjutnya, tambahkan beberapa tetes pelarut A panas sampai terbentuk larutan jernih, lalu disaring dalam keadaan panas dan filtratnya didinginkan untuk pembentukan kristal.
E. Titik leleh dan cara penentuannya Ketika suatu zat padat dipanaskan, maka zat padat akan meleleh, dengan kata lain, pada suhu tertentu zat padat mulai meleleh dan dengan kenaikan sedikit suhu semua zat padat akan berubah fasa menjadi cair. Suatu zat padat mempunyai molekul‐molekul dalam bentuk kisi yang teratur, dan diikat oleh gaya‐gaya gravitasi dan elektrostatik. Bila zat tersebut dipanaskan, energi kinetik dari molekul‐molekul tersebut akan naik. Hal ini akan mengakibatkan molekul bergetar, yang akhirnya pada suatu suhu tertentu ikatan‐ikatan molekul tersebut akan terlepas, maka zat padat akan meleleh. Titik leleh (sebenarnya trayek titik leleh) adalah suhu yang teramati ketika zat padat mulai meleleh sampai semua partikel berubah menjadi cair. Contoh: gula sukrosa memiliki titik leleh 185o‐ 186oC. Ini berarti, sejumlah kecil sampel sukrosa akan mulai meleleh pada 185oC dan semua kristal menjadi cair pada 186oC. Titik leleh senyawa murni adalah suhu dimana fasa padat dan fasa cair senyawa tersebut, berada dalam kesetimbangan pada tekanan 1 atm. Kalor diperlukan untuk transisi dari bentuk kristal, pemecahan kisi kristal, sampai semua berbentuk cair. Proses pelelehan ini dalam kesetimbangan atau reversibel. Untuk melewati proses ini memerlukan waktu dan sedikit perubahan suhu. Makin murni senyawa tersebut, trayek (range) suhu lelehnya makin sempit, biasanya tidak lebih dari 1 derajat. Adanya zat asing di dalam suatu kisi akan mengganggu struktur kristal keseluruhannya, dan akan memperlemah ikatan‐ikatan di dalamnya. Akibatnya titik leleh senyawa (tidak murni) ini akan lebih rendah dari senyawa murninya, dan yang paling penting adalah trayek lelehnya yang makin lebar.
ByDW2011
11
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB termometer
121
-------------------------------------------------------------------------------
120 -------kapiler
padat
cair o
daerah TL 120 - 121 C
Gambar 1 Proses pelelehan sampel dalam alat pengukur titik leleh
Penentuan titik leleh suatu senyawa murni ditentukan dari pengamatan trayek titik lelehnya, dimulai saat terjadinya pelelehan (sedikit), transisi padat‐cair, sampai seluruh kristal mencair. Hal ini dilakukan terhadap sedikit kristal (yang sudah digerus halus) yang diletakkan dalam ujung bawah pipa gelas kapiler, lalu dipanaskan secara merata dan perlahan di sekitar kapiler ini. Pengukuran suhu harus tepat di tempat zat tersebut meleleh.
Titik Leleh Campuran: Pengaruh Zat Pengotor Penentuan titik leleh dapat merupakan cara yang baik untuk mengetahui kemurnian suatu sampel. Suatu senyawa murni biasanya memiliki titik leleh yang tajam, yaitu trayek titik lelehnya sempit yaitu 2o atau kurang. Adanya zat pengotor dalam sampel memiliki 2 pengaruh terhadap pengukuran titik leleh: (a) suhu titik lilih lebih rendah; dan (b) melebarnya trayek titik leleh (> 3oC). Nilai dan trayek titik leleh yang teramati, apabila dibandingkan dengan senyawa murni, merupakan informasi tentang indikasi kemurnian suatu sampel. Jika suatu sampel mengandung campuran 2 senyawa atau lebih, setiap komponen dalam campuran akan menurunkan titik leleh komponen lainnya (mengikuti hukum Raoult untuk campuran ideal), sehingga titik leleh sampel akan lebih rendah dan trayeknya lebih lebar daripada titik leleh masing‐masing komponen. Fenomena ini diilusrasikan dalam diagram komposisi titik leleh untuk campuran dua komponen (Gambar 2).
Gambar 2 Diagram titik leleh untuk campuran dua komponen Berdasarkan diagram di atas, senyawa A memiliki titik leleh 120 oC. Jika sejumlah kecil senyawa B tercampur dengan sampel murni senyawa A, maka senyawa B bertindak sebagai zat pengotor dalam sampel dan akan menurunkan titik leleh menjadi di bawah 120 oC. Semakin banyak komponen B yang ditambahkan ke dalam sampel, titik lelehnya semakin menurun. Kurva titik leleh akan mencapai suatu titik leleh minimum (pada suhu sekitar 100oC, lihat Gambar 2) untuk campuran biner. Titik leleh minimum untuk sistem ini disebut eutectic point/titik eutektik. Titik eutektik ini merupakan titik leleh untuk kombinasi spesifik antara senyawa A dan B dalam campuran yang akan melelh secara bersamaan. Komposisi pada titik eutektik ini tidak selalu terdiri dari campuran 50:50 antara dua komponen, karena komposisi ini bergantung kepada perilaku pelelehan masing‐masing komponen dalam campuran. Ketika konsentrasi senyawa B semakin banyak dan melewati komposisi eutektik, maka senyawa A sekarang bertindak sebagai zat pengotor. Ketika konsentrasi komponen A dalam campuran menjadi nol, sampel hanya mengandung komponen B dan akan meleleh dengan tajam pada 130oC, yang merupakan titik leleh senyawa B. Pengaruh kedua akibat adanya zat pengotor adalah melebarnya trayek titik leleh. Pada diagram titik leleh berikut (Gambar 3), kurva dengan garis putus‐putus menunjukkan suhu pada saat titik leleh pertama kali teramati untuk suatu campuran senyawa A dan B, sedangkan kurva dengan garis tebal menunjukkan suhu ketika semua sampel telah meleleh dengan sempurna.
ByDW2011
12
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Gambar 3 Diagram fasa titik leleh untuk campuran dua komponen Berdasarkan diagram tersebut, suatu sampel yang mengandung 80% mol A dan 20% mol B akan terlihat mulai melelh pada 109oC (Tl) dan akan meleleh semuanya pada 116oC (Th). Diagram ini menunjukan adanya trayek titik leleh yang
lebar (Th – Tl), yaitu sekitar 7oC, sehingga sampel ini dikatakan bukan suatu senyawa murni. Hanya sampel yang mengandung senyawa murni A, senyawa murni B, atau campuran yang mengandung eutektik antara komponen A dan B yang akan memberikan trayek titik leleh yang sempit dan tajam.
Cara Penentuan Titik Leleh Sejumlah kecil kristal ditempatkan dalam kaca arloji. Gerus sebagian sampai sehalus mungin. Ambil tabung kapiler (kaca) yang ujung satunya tertutup. Balikkan ujung yang terbuka, lalu tekan‐tekan kedalam serbuk kristal sampai serbuk masuk ke dalam tabung kapiler. Balikkan lagi tabung dan ketuk‐ketuk sampai serbuk kristal bisa turun kedasar kapiler. Ulangi pengambilan dengan cara di atas sampai serbuk yang ada di kapiler tingginya sekitar 0,5 cm. Pasang kapiler ini di tempat atau alat penentuan titik leleh, alat Thiele atau melting‐block. Lihat gambar dan pelajari semua alat dan teknik‐teknik penentuan titik leleh dengan seksama. Pemanasan harus dilakukan dengan api kecil (elektrik) agar naiknya suhu kelihatan berjalan secara perlahan. Perhatikan dan catat suhu saat dimana kristal dalam pipa kapiler mulai ada yang leleh sampai persis semuanya meleleh (=trayek pelelehan). Peralatan untuk menentukan titik leleh, didasarkan kepada besarnya titik leleh atau interval leleh zat padat. Alat Thiele (Gambar 4) digunakan untuk titik leleh 25‐180 oC dengan menggunakan minyak parafin atau oli sebagai pemanas. Alat Thomas‐Hoover (Gambar 5) untuk titik leleh 25‐300 oC menggunakan silikon oli. Alat Mel‐Temp (Gambar 7) untuk titik leleh 25‐400 oC menggunakan melting‐block. Alat Fisher‐Johns (Gambar 6) untuk titik leleh 25‐ 300 oC menggunakan heating‐block (elektrik) dan kaca objek untuk menyimpan zatnya. Yang banyak digunakan di lab adalah alat Thiele dan melting‐block yang dipanaskan dengan bunsen kecil. Perhatikan gambar terlampir, dan pelajari cara menggunakannya.
Gambar 4 Alat Thiele
ByDW2011
Gambar 5 Thomas‐Hoover Apparatus
13
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Gambar 6 Melt‐Temp Apparatus
Gambar 7 Alat Melting Block
Gambar 8 Alat Fisher‐Johns Apparatus
Sublimasi Sublimasi zat padat adalah analog dengan proses distilasi dimana zat padat berubah langsung menjadi gasnya tanpa melalui fasa cair, kemudian terkondensasi menjadi padatan. Jadi sublimasi termasuk dalam cara pemisahan dan sekaligus pemurnian zat padat. Untuk bisa menyublim, suatu zat padat harus mempunyai tekanan uap relatif tinggi pada suhu dibawah titik lelehnya. Diperlukan zat padat 1 ‐ 2 gram. Sublimasi bisa dilakukan lebih efektif lagi bila dilakukan pada tekanan vakuum.
ByDW2011
14
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Cara Rekristalisasi Sampel Zat Padat
ByDW2011
15
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
C. EKSTRAKSI
Kelarutan senyawa dalam suatu pelarut dinyatakan sebagai jumlah gram zat terlarut dalam 100 mL pelarut pada 25 oC. Senyawa akan larut dalam suatu pelarut jika kekuatan atraktif antara kedua molekul (zat terlarut dan
pelarut) adalah sesuai atau disukai. Yang polar larut dalam pelarut polar, dan sebaliknya. Jadi sifat kepolaran senyawa, zat terlarut maupun pelarut, merupakan dasar paling penting dalam proses pelarutan. Kepolaran ditentukan oleh perbedaan keelektronegatifan unsur‐unsurnya. Senyawa non‐polar terjadi karena perbedaan kelektronegatifannya kecil atau sama, misalnya C‐C, C‐H; sedangkan senyawa polar terdapat perbedaan keelektronegatifan besar seperti pada C‐O, C‐N, C‐X. Demikian pula diantara molekul yang mengandung O‐H atau N‐H akan terjadi ikatan hidrogen (antar molekul) sangat menentukan kelarutan. Ekstraksi adalah metode pemisahan yang melibatkan proses pemindahan satu atau lebih senyawa dari satu fasa ke fasa lain dan didasarkan kepada prinsip kelarutan. Jika kedua fasa tersebut adalah zat cair yang tidak saling bercampur, disebut ekstraksi cair‐cair. Dalam sistem ini satu atau lebih senyawa berpartisi di antara kedua pelarut, yaitu sebagian kecil senyawa akan berada dalam salah satu pelarut, dan sebagian besar lainnya akan berada dalam pelarut yang kedua. Partisi adalah keadaan kesetimbangan. Keberhasilan pemisahan sangat tergantung pada perbedaan kelarutan senyawa tersebut dalam kedua pelarut. Secara umum prinsip pemisahannya adalah senyawa tersebut kurang larut dalam pelarut yang satu dan sangat larut di pelarut lainnya. Air banyak dipakai dalam sistem ekstraksi cair‐cair senyawa organik, karena banyak senyawa organik yang bersifat ion atau sangat polar yang cukup larut dalam air. Pelarut lainnya adalah pelarut organik yang tidak bercampur dengan air (yaitu bukan dari golongan alkohol dan aseton). Dalam sistem ekstraksi ini akan dihasilkan dua fasa yaitu fasa air (aqueous) dan fasa organik. Selain syarat kelarutan yang harus berbeda jauh perbedaannya di kedua pelarut tersebut, juga syarat lain adalah pelarut organik harus mempunyai titik didih jauh lebih rendah dari senyawa terektraksi (biasanya dibawah 100 oC), tidak mahal dan tidak bersifat racun. Dasar metode ekstraksi cair‐cair adalah distribusi senyawa diantara dua fasa cair yang berada dalam keadaan kesetimbangan. Perbandingan konsentrasi di kedua fasa cair disebut koefisien distribusi, K, yaitu K = Ca/Cb. Perpidahan senyawa terlarut dari satu fasa ke fasa lain akhirnya mencapai keadaan setimbang (pada suhu tertentu), maka K bisa ditentukan. Efisiensi proses ekstraksi ini tergantung pada jumlah ekstraksi dilakukan, bukan volume pelarut. Hal ini dinyatakan dengan perhitungan konsentrasi zat terlarut : Cn = Co [ KV1/(KV1+V2)]n dimana Co adalah konstrensi semula, V1 volume semula, K koefisien distribusi dan V2 volume pengekstrak. Dengan persamaan ini kelihatan akan lebih efektif n kali ekstraksi dari pada satu kali ekstraksi (buktikan!). Lebih baik dilakukan beberapa kali ekstraksi dari pada satu kali dengan jumlah volume yang sama. Tabel 1 Beberapa pelarut yang biasa digunakan dalam ekstraksi Titik Didih, Kerapatan Sifat dan penggunaannya Jenis Pelarut Nama & Struktur oC (g/mL) Air, H2O Dietil eter, C2H5‐O‐C2H5
100
1,000
Sangat luas, polar, ionik
35
0,714
Sangat luas, mudah terbakar
Heksan, C6H12 Benzen, C6H6
61
0,659
Hidrokarbon/nonpolar, terbakar
80
0,879
Aromatik, mudah terbakar, racun
Toluen, C6H5CH3 Pentan, C5H12
111
0,867
Seperti benzen
36
0,626
Non polar, mudah terbakar
Metanol, CH3OH Kloroform, CHCl3
65 61
1,492
Sangat polar
Metilen klorida, CH2Cl2 Karbontetraklorida, CCl4
41
1,335
Polar, beracun
77
1,594
Hidrokarbon, non polar, racun
Mudah terbakar, racun
Ekstraksi asam‐basa, adalah termasuk jenis ekstraksi yang didasarkan pada sifat asam dan basa senyawa organik, disamping kelarutannya. Senyawa asam atau basa organik direaksikan dengan basa atau asam sehingga membentuk garamnya. Garam ini tidak larut dalam pelarut organik (non polar) tetapi larut baik dalam air. Ekstraksi basa, dikembangkan untuk isolasi kopalen asam organik dari campurannya, juga kovalen basa organik (alkaloid) yang diekstraksi dengan asam mineral dengan cara titrasi. Ekstraksi padat‐cair, adalah juga termasuk cara ekstraksi yang lazim disebut ekstraksi pelarut, dimana zat yang akan diekstraksi (biasanya zat padat) terdapat dalam fasa padat. Cara ini banyak digunakan dalam isolasi senyawa organik (padat) dari bahan alam. Efesiensi ekstraksi padat cair ini ditentukan oleh besarnya ukuran partikel zat padat yang mengandung zat organik, dan banyaknya kontak dengan pelarut. Maka dari itu dalam praktek isolasi bahan alam harus menggunakan peralatan ekstraksi kontinu yang biasa disebut soxhlet. ByDW2011
16
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Penyaringan dan corong pisah. Corong pisah adalah alat untuk melakukan ekstraksi cair‐cair, yaitu proses pengocokan sistem dua pelarut, agar supaya proses partisi bisa berjalan lebih cepat. Setelah dibiarkan beberapa lama sampai kedua pelarut terpisah dengan baik, baru dilakukan pemisahan salah satu pelarut. Identifikasi pelarut bagian atas dan bawah, ditentukan atas dasar perbedaan kerapatannya (g/mL). Kerapatan yang besar ada dibagian bawah. Proses penyaringan, merupakan bagian penting dalam pemisahan zat padat dari larutan atau zat cair. Dilakukan dengan menggunakan kertas saring yang dipasang dalam corong. Ada dua macam cara penyaringan yaitu penyaringan gaya berat (biasa) dan penyaringan dengan pengisapan (suction). Penyaringan biasa, digunakan untuk mengumpulkan cairan dari zat padat yang tak larut. Kertas saring yang digunakan adalah jenis lipat (fluted). Penyaringan cara ini sering dilakukan pada kondisi suhu panas (penyaringan panas), misalnya untuk memisahkan karbon aktif setelah proses penghilangan warna larutan (decolorizing). Cara penyaringan lain adalah penyaringan dengan pengisapan (suction), yaitu cara penyaringan yang memerlukan kecepatan dan kuat dan digunakan untuk memisahkan padatan kristal dari cairannya dalam rekristalisasi. Pengisapan dilakukan dengan menggunakan aspirator‐ air atau pompa vakum dengan desain khusus. Dan corongnya yang digunakan adalah corong Büchner atau corong Hirsch. Untuk jelasnya, cara‐cara penyaringan dan penggunaan corong pisah, bisa dilihat pada gambar lampiran cara menyaring dan ekstraksi. Pengeringan ekstrak. Ekstraksi yang melibatkan air sebagai pelarut, umumnya air akan sedikit terlarut dalam sejumlah pelarut organik seperti kloroform, benzen dan eter. Air ini harus dikeluarkan sebelum dilakukan distilasi pelarut. Ada dua tahap pengeringan, pertama ekstrak ditambahkan larutan jenuh natrium klorida (garam dapur) sejumlah volume yang sama. Garam akan menaikkan polaritas air, berarti menurunkan kelarutannya dalam pelarut organik. Kemudian tambahkan zat pengering garam anorganik anhidrat yang betul‐betul kering atau baru. Zat pengering ini adalah anhidrat dari garam berair kristal, yang kapasitasnya sebanding dengan jumlah air kristalnya. Yang umum digunakan adalah MgSO4, Na2SO4 dan CaCl2. Magnesium sulfat adalah pengering paling efektif (air kristalnya sampai dengan 7H2O) akan tetapi sangat mahal. Kalsium klorida lebih murah, akan tetapi sering membentuk komplek dengan beberapa senyawa organik yang mengandung oksigen (misalnya etanol).
Cara Ekstraksi
buka waktu dikeluarkan
ring fasa ringan batas fasa berat
sekali-kali dibuka diputar
kran
atau dikocok erlenmeyer
Air
Cara menggunakan corong pisah buka waktu mengeluarkan cairan
keluar
kondensor Air masuk
pelarut turun
mantel kertas berisi
klem bundar + karet
sampel batas
pelarut naik
larutan turun
penampung
SOXHLET Ekstraktor Kontinu
ByDW2011
17
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
D. KROMATOGRAFI KOLOM DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) Kromatografi adalah suatu metode yang digunakan ilmuwan untuk memisahkan senyawa organik dan anorganik sehingga senyawa tersebut dapat dianalisis dan dipelajari. Dengan menganalisis senyawa, seorang ilmuwan dapat mengetahui apa yang membangun senyawa tersebut. Kromatografi adalah suatu metode fisik yang baik sekali untuk mengamati dan menyelidiki suatu campuran dan pelarutnya. Kata kromatografi berarti “tulisan berwarna”, artinya suatu cara seorang kimiawan dapat menguji campuran zat cair. Ketika mempelajari material zat warna dari tumbuhan, seorang botanis Rusia menemukan kromatografi pada tahun 1903. Namanya adalah M.S. Tswett. Kromatografi digunakan oleh berbagai orang dan disiplin ilmu di dalam berbagai bidang. Sebagian orang menggunakan kromatografi untuk mengetahui komponen apa saja yang terdapat dalam suatu zat padat atau zat cair. Metode ini digunakan juga untuk mengetahui zat‐zat yang tak dikenal dalam suatu sampel. Polisi, FBI, dan agen detektif lainnya menggunakan kromatografi ketika mengusut suatu kasus kriminal. Metode ini digunakan pula untuk menguji keberadaan kokain dalam urin, alkohol dalam darah, PCB (polychlorinated benzene) dalam ikan, dan kandungan timbale dalam sistem perairan. Metode kromatografi adalah cara pemisahan dua atau lebih senyawa atau ion berdasarkan pada perbedaan migrasi dan distribusi senyawa atau ion‐ion tersebut di dalam dua fasa yang berbeda. Dua fasa ini bisa berwujud padat‐cair, cair‐cair, atau gas‐cair. Zat terlarut di dalam suatu fasa gerak mengalir pada suatu fasa diam. Zat terlarut yang memiliki afinitas terhadap fasa gerak yang lebih besar akan tertahan lebih lama pada fasa gerak, sedangkan zat terlarut yang afinitasnya terhadap fasa gerak lebih kecil akan tertahan lebih lama pada fasa diam. Dengan demikian senyawa‐senyawa dapat dipisahkan komponen demi komponen akibat perbedaan migrasi di dalam fasa gerak dan fasa diam. Dalam semua metode kromatografi terdapat fasa gerak dan fasa diam. Fasa diam adalah fasa yang tidak bergerak, sedangkan fasa gerak adalah fasa yang bergerak melalui fasa diam dan membawa komponen‐komponen senyawa yang akan dipisahkan. Pada posisi yang berbeda‐beda, senyawa‐senyawa yang berbeda akan tertahan dan terabsorbsi pada fasa diam, dan kemudian satu demi satu senyawa‐senyawa ini akan terbawa kembali oleh fasa gerak yang melaluinya. Dalam kromatografi kertas dan kromattografi lapis tipis, fasa gerak adalah pelarut. Fasa diam pada kromatografi kertas adalah kertas yang menyerap pelarut polar, sedangkan fasa diam pada kromatografi lapis tipis adalah pelat yang dilapisi adsorben tertentu. Kedua jenis kromatografi ini menggunakan aksi kapilaritas untuk menggerakkan pelarut melalui fasa diam. Terdapat empat jenis utama kromatografia: kromatografi Cair, Kromatogrfi Gas, kromatografi lapis Tipis dan kromatografi kertas. Keempat jenis kromatografi ini beserta aplikasinya dapat dilihat pada Tabel 1. Keakuratan hasil pemisahan dengan metode kromatografi bergantung pada beberapa faktor berikut: 1. Pemilihan adsorben sebagai fasa diam 2. Kepolaran pelarut atau pemilihan pelarut yang sesuai sebagai fasa gerak 3. Ukuran kolom (panjang dan diameter) relatif terhadap jumlah material yang akan dipisahkan. 4. Laju elusi atau aliran fasa gerak. Dengan pemilihan kondisi yang sesuai, hampir semua komponen dalam campuran dapat dipisahkan. Dua pemilihan mendasar untuk pemisahan secara kromatografi adalah pemilihan jenis adsorben dan sistem pelarut. Pada umumnya, senyawa non polar melewati kolom lebih cepat daripada senyawa polar, karena senyawa non polar memiliki afinitas lebih kecil terhadap adsorben. Jika adsorben yang dipilih mengikat semua molekul yang terlarut (baik polar maupun non polar) dengan kuat, maka senyawa‐senyawa tersebut tidak akan bergerak turun keluar dari kolom. Sebaliknya, jika pelarut yang dipilih terlalu polar, semua zat terlarut (polar maupun non polar) akan dengan mudah tercuci keluar kolom, tanpa adanya pemisahan. Adsorben dan pelarut sebaiknya dipilih sedemikian rupa sehingga kompetisi molekul‐molekul terlarut di antara kedua fasa terjadi dalam kesetimbangan. Koefisien partisi, k, yang mirip dengan koefisien distribusi untuk ekstraksi, merupakan tetapan kesetimbangan untuk distribusi molekul‐molekuk atau ion terlarut di antara fasa gerak dan fasa diam. Kesetimbangan ini lah yang dapat memisahkan komponen‐komponen dalam campurannya.
Fasa Diam Silika gel, fasa diam yang paling umum digunakan sebagai fasa diam, memiliki rumus empiris SiO2. Tetapi, pada permukaan partikel silika gel, terdapat atom‐atom oksigen yang terikat pada proton. Adanya gugus hidroksil ini mengakibatkan permukaan silika gel sangat polar, sehingga analit organik yang memiliki gugus fungsi polar akan terikat dengan kuat pada permukaan partikel silika gel dan senyawa yang non polar hanya berinteraksi lemah dengan silika gel. Molekul yang memiliki gugus fungsi polar dapat terikat pada silika gel dalam dua cara: melalui ikatan hidrogen dan melalui interaksi dipol‐dipol. Pada Gambar 1 diperlihatkan model interaksi analit senyawa oraganik dengan silika gel. Fasa diam lain yang juga biasa digunakan untuk kromatografi kolom dan lapis tipis adalah alumina, yang memiliki rumus empiris Al2O3. Model interaksi senyawa organik dengan alumina dapat dilihat pada Gambar 2.
ByDW2011
18
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Tabel 1 Berbagai jenis kromatografi dan aplikasinya Jenis Kromatografi
Aplikasi dalam Dunia Nyata
Apa dan Mengapa
Kromatografi Cair
Menganalisis sampel air untuk mengetahui adanya polutan dalam ekosistem perairan
Digunakan untuk menganalisis ion logam dan senyawa oraganik dalam larutan. Metode ini menggunakan zat cair yang akan mengikat molekul hidrofilik yang tak larut.
Kromatografi Gas
Mendeteksi bom dan juga digunakan dalam bidang forensik. Metode ini digunakan pula untuk menganalisis serat pada suatu bagian tubuh seseorang dan juga menganalisis darah yang ditemukan di tempat kejadian perkara kriminal.
Digunakan untuk menganalisis gas‐as volatile (mudah menguap), seperti minyak atsiri. Gas helium digunakan untuk menggerakkan campuran gas agar dapat melalui kolom yang berisi material adsorben sebagai fasa diam.
Kromatografi Lapis Tipis
Metode ini digunakan pula untuk mendeteksi residu pestisida atau insektisida di dalam makanan. Kromatografi lapis tipis digunakan pula dalam bidang forensik untuk menganalisis komposisi zat pewarna pada serat kain.
Menggunakan suatu material adsorben pada pelat kaca, plastik atau alumunium tipis. Metode ini merupakan cara yang sederhana dan cepat untuk menguji kemurnian suatu senyawa organik. .
Memisahkan asam amino dan anion, sidik jari RNA, pemisahan dan pengujian histamin, antibiotik.
Salah satu jenis kromatografi yang paling umum digunakan. Metode ini menggunakan potongan kertas sebagai fasa diam. Aksi kapilaritas pada serat kertas digunakan untuk menarik pelarut naik melaui kertas dan kemudian memisahkan zat terlarut pada suatu sampel.
Kromatografi Kertas
Gambar 1 Model interaksi Analit senyawa Organik dengan Silika Gel
ByDW2011
19
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Gambar 2 Model interaksi senyawa organik dengan alumina
Fasa Gerak Pada kromatografi yang menggunakan silika gel sebagai fasa diam, fasa gerak yang digunakan adalah suatu pelarut organik atau campuran beberapa pelarut organik. Ketika fasa gerak melalui permukaan silika gel, fasa gerak ini membawa analit organikkmelalui partikel‐partikel pada fasa diam. Tetapi, molekul analit hanya bebas bergerak oleh adanya pelarut apabila molekul tersebut tidak terikat pada permukaan silika gel. Kemampuan suatu analit terikat pada permukaan silika gel dengan adanya pelarut tertentu dapat dilihat sebagai penngabungan 2 interaksi yang saling berkompetisi. Pertama, gugus polar dalam pelarut dapat berkompetisi dengan analit untuk terikat pada permukaan silika gel. Dengan demikia, jika pelarut yang sangat polar digunakan, pelarut akan berinteraksi kuat dengan permukaan silika gel dan hanya menyisakan sedikit tempat bagi analit untuk terikat pada silika gel. Akibatnya, analit akan bergerak cepat melewati fasa diam dan keluar dari kolom tanpa pemisahan. Dengan cara yang sama, gugus polar pada pelarut dapat berinteraksi kuat dengan gugus polar dalam analit dan mencegah interaksi analit pada permukaan silika gel. Pengaruh ini juga menyebabkan analit dengan cepat meninggalkan fasa diam. Kepolaran suatu pelarut yang dapat digunakan untuk kromatografi dapat dievaluasi dengan memperhatikan tetapan dielektrik (ε) dan momen dipol (δ) pelarut. Semakin besar kedua tetapan tersebut, semakin polar pelarut tesebut. Sebagai tambahan, kemampuan berikatan hidrogen pelarut dengan fasa diam harus dipertimbangkan. Semua jenis kromatografi melibatkan proses kesetimbangan molekul‐molekul yang dinamis dan cepat diantara 2 fasa (diam dan gerak). Kesetimbangan di antara kedua fasa tersebut bergantung pada 3 faktor: • Kepolaran dan ukuran molekul yang akan dipisahkan • Kepolaran fasa diam • Kepolaran fasa gerak Kepolaran molekul ditentukan oleh strukturnya. Dengan pemilihan fasa gerak dan fasa diam, seseorang dapat mengubah kesetimbangan di antara kedua fasa, dimana molekul‐molekul yang akan dipisahkan berada dalam kesetimbangan distribusi di antara kedua fasa ini (Gambar 3). Pada Gambar 4, molekul A terabsorbsi lemah pada fasa diam, maka kesetimbangannya pada arah konsentrasi yang lebih tinggi di dalam fasa gerak. Molekul B, sebaliknya, terabsorbsi kuat pada fasa diam, sehingga konsentrasinya lebih tinggi pada fasa diam.
Gambar 3 Campuran senyawa A dan B yang berada dalam kesetimbangan pada fasa gerak dan terabsorbsi pada fasa diam
Gambar 4 Kesetimbangan dinamis antara senyawa A dan B di antara fasa gerak dan fasa diam ByDW2011
20
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Proses pemisahan dapat dilihat pada Gambar 5. Pada proses ini, molekul A yang terabsorbsi lebih lemah pada fasa diam akan bergerak keluar lebih dulu terbawa oleh pelarut (fasa gerak).
Gambar 5 Campuran A dan B dipisahkan oleh pergerakan fasa gerak ketika sebagian molekul terabsorbsi pada fasa diam Pada Gambar 6 dapat dilihat struktur silika gel dan beberapa struktur fasa diam yang juga biasa digunakan dalam kromatografi cair. Pada Gambar 7 dapat dilihat daftar beberapa fasa diam yang digunakan dalam kromatografi berdasarkan urutan kepolarannya.
KEPOLARAN BERTAMBAH
Gambar 6 Struktur silika gel (SiO2) (kiri); polimer polimetilsiloksan, polimer carbowax dan fasa diam terbalik C‐18 (fasa diam yang non polar)
Polydimethyl siloxane* Methyl/Phenylsiloxane* Cyanopropylsiloxane* Carbowax (polietilenglikol)* Reverse Phase (hydrocarbon‐coated silica, C‐18) Kertas Selulosa Pati Kalsium sulfat Silika (silika gel) Florisil (magnesium silikat) Magnesium oksida Alumina (aluminium oksida; asam, basa atau netral) Karbon teraktifkan (charcoal; Norit) *fasa diam untuk GC (Gas Chromatography)
Gambar 7 Beberapa jenis fasa diam untuk kromatografi berdasarkan urutan kepolaran
ByDW2011
21
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Berdasarkan gambar di atas kita dapat memilih fasa diam yang sesuai dengan pemisahan yang diinginkan. Semakin polar senyawa yang akan dipisahkan, maka jika digunakan fasa diam yang polar seperti silika gel, senyawa tersebut akan terikat kuat pada fasa diam dan akan terpisah pada urutan terakhir. Pada Gambar 8 terdapat daftar urutan golongan gugus fungsi senyawa yang akan keluar lebih dulu dari fasa diam silika gel dan alumina yang polar.
Meningkatnya Kepolaran Gugus Fungsi
Yang terelusi paling cepat oleh fasa gerak nonpolar Hidrokarbon Alkana Alkil halida Alkena (olefin) Diena Hidrokarbon Aromatik Aromatik halida Eter Ester Keton Aldehid Amina Alkohol Fenol Asam Karboksilat Asam Sulfonat Yang terelusi paling lambat (perlu fasa gerak polar untuk mengelusinya)
Meningkatnya Kepolaran dan "Kekuatan Pelarut" terhadap Gugus Fungsi Polar
Gambar 8 Urutan elusi (terbawa keluar oleh fasa gerak) senyawa organik dari fasa diam silika atau alumina pada KLT (Kromatografi lapis Tipis) maupun kromatografi kolom Karakter elektropositif yang dimiliki alumiunium atau silikon dan karakter elektronegatif oksigen menyebabkan alumina dan silika merupakan fasa diam yang sangat polar. Oleh karena itu, semakin polar molekul yang akan dipisahkan, semakin kuat interaksinya dengan fasa diam, akibatnya molekul tersebut akan tertahan lebih lama dalam fasa diam. Sebaliknya, molekul non polar yang afinitasnya lebih kecil terhadap fasa diam akan cenderung berada dalam fasa gerak lebih lama dan akan terelusi lebih dahulu. Pada Gambar 9 terdapat daftar urutan kepolaran pelarut yang biasa digunakan dalam kromatografi. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa kepolaran fasa gerak dapat mempengaruhi proses pemisahan, sehingga informasi pada Gambar 9 cukup membantu pemilihan fasa gerak yang sesuai untuk pemisahan yang diinginkan.
Helium Nitrogen Petroleum Eter (pentana) Ligroin (heksana) Sikloheksana Karbon tetraklorida* Toluena Kloroform* Diklorometana (metilen klorida) t‐Butil metil eter Dietil eter Etil asetat Aseton 2‐Propanol Piridin Etanol Metanol Air Asam asetat *(diduga bersifat karsinogen)
Gambar 9 Daftar urutan kepolaran fasa gerak untuk kromatografi Secara umum, jika pada kromatografi digunakan fasa diam yang polar, pertama kali pilihlah pelarut yang non polar sebagai fasa gerak untuk mengelusi komponen dalam campuran. Selanjutnya, lakukan proses elusi dengan penggantian fasa gerak dengan pelarut yang semakin lebih polar, sampai akhirnya semua komponen terpisah dan keluar dari fasa diam.
ByDW2011
22
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
D.1 Cara Penyiapan Kromatografi Kolom Skala Makro
Gambar 10. Penyiapan kolom (kiri); Proses pemisahan sampel (kanan)
D.2 Cara Penyiapan Kromatografi Kolom Berskala Mikro D.2.1 Kolom Berskala Mikro dengan Pipet Tetes Dalam kromatografi kolom berskala mikro, tidak dibutuhkan kolom yang berkeran. Sebagai gantinya, digunakan pipet tetes yang berujung lancip, dan keluarnya pelarut diatur menggunakan prop karet pipet. (1) Penyiapan kolom.
Ujung pipet diisi dengan sedikit kapas. Gunakan batang lidi untuk mendorong dan menekan kapas untuk tetap dalam posisinya di dalam pipet. ByDW2011
23
Masukkan adsorben silika gel, 230‐400 mesh. Salah satu cara ialah dengan mencelupkan ujung bagian atas pipet ke dalam wadah berisi silika gel.
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Kemudian posisikan pipet dengan ujung pipet di bawah.
Cara lain adalah mengisinya langsung menggunakan gelas kimia 10 mL, sedangkan pipetnya diklem pada statif.
Cara apapun yang dipilih untuk mengisi kolom, lakukanlah selalu untuk mengetukkan pipet di atas meja untuk memadatkan silika gel dan agar udara keluar dari dalam pipet.
Setelah terisi baik, biarkan ruang sekitar 4 – 5 cm di atas permukaan silika. Klem pipet pada statif.
(2) Pre‐elusi Kolom. Prosedur ini umum untuk mengembangkan adsorben agar siap untuk untuk mengabsorbsi pelarut beserta sampel yang akan dipisahkan. Pelarut non polar seperti heksan merupakan pilihan yang umum dipilih untuk melakukan pre‐elusi.
Tambahkan pelarut heksan (atau pelarut khusus Monitor laju turunnya pelarut melewati kolom secara gravitasi. lainnya), biarkan turun melewati silika.
ByDW2011
24
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Percepat proses turunnya pelarut menggunakan prop Ketika pelarut telah mencapai bagian dasar pipet, proses pre‐ karet pipet. Tempatkan prop karet pada bagian atas elusi telah selesai dan kolom siap untuk diisi sampel. pipet, lalu tekan sampai pelarut turun melalui silika gel. Untuk menambah pelarut, lepaskan prop karet dari pipet dalam keadaan masih kempes (tertekan) lalu isi kembali pipet dengan pelarut.
Jika Anda belum siap mengisi sampel ke dalam kolom, kolom boleh dibiarkan pada posisi ini, tapi jangan biarkan kolom kering! Selalu ingat untuk menambahkan pelarut seperlunya agar kolom tidak kering.
(3) Pengisian sampel ke dalam kolom. Terdapat dua metode berbeda untuk mengisikan sampel ke dalam kolom: metode basah dan metode kering. Dalam metode basah, sampel yang akan dimurnikan (dipisahkan) dilarutkan dalam sedikit pelarut. Larutan ini langsung dimasukkan ke dalam kolom. Metode Pengisian basah Kolom pada gambar diisi oleh larutan berisi sampel. Biarkan sampel perlahan melarut ke dalam silika, kemudian isilah kolom dengan pelarut dan proses pemisahan siap dimulai.
Terkadang pelarut yang dipilih untuk mengisikan sampel ke dalam kolom lebih polar daripada pelarut yang digunakan sebagai fasa gerak. Untuk kasus seperti ini, ketika Anda menggunakan metode basah, gunakan pelarut sesedikit mungkin, karena apabila terlalu banyak akan mempengaru proses pemisahan campurn. Untuk menghindari hal tersebut, metode kering lebih baik dilakukan untuk menggantikan metode basah.
ByDW2011
25
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Metode kering
Pertama kali, larutkan sampel yang akan dianalisis di dalam jumlah pelarut seminimum mungkin, kemudian tambahkan sekitar 100 mg silika gel. Aduk campuran sampai pelarutnya menguap dan tertinggal serbuk yang mengandung sampel. Tempatkan serbuk pada kertas, lalu masukkan serbuk ke dalam kolom yang telah disiapkan. Tambahkan pelarut perlahan, dan proses kromatografi siap dimulai.
(4) Mengelusi kolom. Laju pelarut dipercepat dengan mendorong pelarut menggunakan prop karet. Jangan biarkan silika kering!! Selalu tambahkan pelarut setiap saat. Gambar di samping menunjukkan pelarut didorong turun oleh prop karer. Serangkaian gambar di bawah menunjukkan senyawa berwarna bergerak turun melalui kolom dan kemudian di tampung. Ketika fraksi berbeda warna keluar, gantilah wadah penampung dengan wadah lain. Selalu beri label wadah tempat hasil pemisahan untuk analisis berikutnya.
(5) Mengelusi kolom dengan pelarut kedua dan seterusnya. Jika Anda memisahkan dua atau lebih komponen, Anda perlu mengganti pelarut dengan pelarut yang lebih polar daripada pelarut pertama. Proses elusi dilanjutkan seperti tahap (4) di atas. (6) Analisis fraksi eluat Jika fraksi yang keluar dari kolom berwarna, Gabungkanlah fraksi‐fraksi yang berwarna. Jika fraksi‐fraksinya tak berwarna, biasanya lakukan analisis dengan KLT, sehingga fraksi yang mengandung noda sama kemudian digabungkan.
ByDW2011
26
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
D.2.2 Kolom Berskala Mikro dengan Syringe suntik plastik Berikut adalah cara penyiapan kolom berskala mikro menggunakan syringe suntik plastik. b. Pemasangan syringe 10 cc pada penyangga: a. Penyangga kolom dari karton/dus bekas yang dilubangi secukupnya:
c.
e.
d.
Pemasukan silika gel pada syringe:
Penempatan vial di bawah syringe:
f.
Penambahan eluen pada silika:
Pemadatan kolom silika oleh eluen menggunakan dorongan dari pendorong syringe:
g.
h.
Posisi eluen pada kolom sebelum dimasukkan sampel:
ByDW2011
Proses pemasukan sampel ke dalam kolom:
27
Praktikum Kimia Organik
i.
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Proses pemisahan:
Gambar 11 Contoh hasil kromatografi kolom sampel
D.3 Cara Penyiapan Kromatografi Lapis Tipis (1) Penotolan sampel pada pelat KLT Tandai pelat mengunakan pensil dan penggaris untuk posisi tempat sampel ditotolkan, sekitar 1 cm dari bagian bawah pelat. Gunakanlah selalu pensil untuk memberi label sampel. Kemudian totolkan sampel di atas pelat menggunakan pipa kapiler sampai noda cukup tebal tetapi tidak melebar.
Gambar 12 Pelat siap ditotoli sampel (kiri) dan cara menotol sampel (kanan) (2) Proses Elusi pelat KLT Setelah noda pada pelat kering, masukkan pelat ke dalam wadah bertutup yang telah berisi pelarut yang sesuai. Sebelumnya pelarut dalam wadah dijenuhkan terlebih dahulu dengan menempatkan kertas saring di dalam wadah dan wadah harus tertutup. Kemudian biarkan pelarut menaiki pelat di dalam wadah perlahan sampai mencapai sekitar 0,5 cm dari bagian atas pelat. Selanjutnya keluarkan pelat dan biarkan pelarut mengering di udara.
ByDW2011
28
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Gambar 13 Pelat KLT siap dielusi di dalam wadah bertutup berisi pelarut yang dijenuhkan (3) Penampakan Noda Beberapa senyawa organik berwarna. Jika Anda beruntung memisahkan sampel yang berwarna, maka penampakan noda dengan mudah terlihat. Namun sebagian besar senyawa organk tak berwarna, oleh karena itu untuk penampakan noda diperlukan alat Bantu. Biasanya pelat KLT menggunakan bahan indicator fluoresens yang dapat memancarkan warna biru keunguan di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nm. Senyawa yang menyerap sinar UV pada panjang gelombang tersebut akan memberikan penampakan noda di bawah lampu UV. Cara lain untuk penampakan noda adalah memasukkan pelat KLT ke dalam wadah berisi iod padat yang akan menyublim dan mengabsorbsi molekul organik pada fasa gas, sehingga akan terbentuk noda kecoklatan. Selain itu terdapat beberapa larutan penampak noda lain seperti serium sulfat, dan fosfomolibdat .
Gambar 14 Penampakan noda di bawah sinar UV.
(4) penentuan nilai Rf Selain berfungsi sebagai analisis kualitatif, KLT menyediakan gambaran kuantitatif kromatografik yang disebut nilai Rf. Nilai Rf adalah “retardation factor” atau nilai “ratio‐to‐front” yang diekspresikan sebagai fraksi desimal.
Rf =
ByDW2011
Jarak yang ditempuh sampel Jarak noda dari batas bawah = Jarak yang ditempuh pelarut Jarak tempuh pelarut dari batas bawah
29
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Gambar 15 Cara penentuan nilai Rf
Pustaka http://ochem.jsd.claremont.edu/lab.htm#, The Virtual Lab Tutor, Organic Chemistry, diunduh pada Agustus 2006 Mayo, D.W., Pike, R.M., Forbes, D.C. (2011), Microscale Organic Laboratory: with Multistep and Multiscale Synthesis, 5th edition, John Wiley & Sons, New York, p.61 ‐ 100; 111 – 114; 129 ‐ 149 Pasto, D., Johnson, C., Miller, M. (1992), Experiments and Techniques in Organic Chemistry, Prentice Hall Inc., New Jersey, p. 5; 43 – 81; 387 –406 Williamson (1999), Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston, p. 39 – 65; 82 – 155; 160 ‐ 166; 704 – 706
ByDW2011
30
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Percobaan 1 PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR: Distilasi & Titik Didih
Sasaran Percobaan Pada akhir pecobaan mahasiswa diharapkan memahami: 1) prinsip distilasi dan 2) pengertian campuran azeotrop. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan terampil dalam: 1) mengkalibrasi termometer, 2) merangkai peralatan distilasi dan 3) melakukan distilasi untuk pemisahan dan pemurnian.
I. Pendahuluan Distilasi merupakan metode yang sangat baik untuk memurnikan zat cair. Pada percobaan ini Anda akan melakukan pemisahan campuran zat cair dengan cara distilasi biasa, distilasi bertingkat dan distilasi azeotrop. Teori dan prinsip dasar silakan dipelajari pada bab Prinsip dan Teknik Pemisahan dan Pemurnian, sub bab Distilasi
II. Peralatan dan zat Cari dan susunlah sendiri peralatan dan zat yang digunakan sesuai dengan eksperimen yang dilakukan
III. Cara kerja
PERHATIAN: o Dalam setiap pengerjaan distilasi, labu tidak boleh terisi oleh campuran senyawa yang akan dipisahkan lebih dari ½ isi labu!!!! o Jangan sampai Anda melakukan distilasi sampai kering!! o Akan selalu ada kemungkinan terdapat zat cair tertentu yang bersifat eksplosif dan mudah terbakar, jadi, berhati‐hatilah, jangan biarkan ada api terbuka di sekitar zat‐zat tersebut! o Bekerjalah dengan hati‐hati dan tidak bermain‐main!
A. Kalibrasi Termometer. Isi gelas kimia 400 mL dengan bongkahan kecil es hingga kedalaman 10 cm. Tambahkan sedikit air dingin sampai sebagian bongkahan mengambang di permukaan air. Celupkan termometer ke dalam air es ini hingga kedalaman 7 atau 8 cm. Aduk air es pelan‐pelan dengan termometer dan amati penurunan suhu yang teramati pada skala termometer. Ketika suhunya sudah tidak turun lagi, dan stabil selama 10 – 15 detik, catat skala termometer tanpa mengangkat termometer dari dalam air es. Jika pembacaan skala berada dalam trayek 1 oC di bawah/di atas 0 o C, maka termometer tersebut layak pakai. Jika pembacaan melebihi trayek tersebut, tukarkan termometer Anda dengan yang baru, lalu kalibrasi lagi. Keringkan termometer dengan kertas tissue.
B. Distilasi biasa Pasang peralatan distilasi sederhana (lihat Gambar 6 pada sub bab Distilasi). Masukkan 40 mL campuran aseton‐air (1:1) ke dalam labu (jumlah maksimum setengah volume labu). Masukkan batang pengaduk magnet ke dalam labu (catatan: jika tak ada batang pengaduk magnet, masukkanlah beberapa potong batu didih ke dalam labu). Mulai lakukan pemanasan dengan pemanas listrik sambil dilakukan pengadukan secara magnetik hingga mendidih. Atur pemanasan agar supaya distilat menetes secara teratur dengan kecepatan satu tetes per detik. Amati dan catat suhu dimana tetesan pertama muai jatuh. Penampung diganti dengan yang bersih, kering dan berlabel untuk menampung distilat murni, yaitu distilat yang suhunya sudah mendekati suhu didih sebenarnya sampai suhunya konstan. Catatlah suhu dan volume distilat secara teratur setiap selang jumlah penampungan distilat tertentu, misalnya setiap 5 mL penampungan distilat, sampai sisa yang didistilasi tinggal sedikit (jangan sampai kering).
C. Distilasi bertingkat Pasang peralatan distilasi bertingkat (lihat Gambar 7). Masukkan 40 mL campuran aseton‐air (1:1) ke dalam labu (jumlah maksimum setengah volume labu). Masukkan batang pengaduk magnet ke dalam labu (catatan: jika tak ada batang pengaduk magnet, masukkanlah beberapa potong batu didih ke dalam labu). Lakukan proses distilasi sampai seperti proses pengerjaan distilasi sederhana.
D. Distilasi azeotrop terner Masukkan kira‐kira 25 mL metanol‐air (1:1) ke dalam labu bundar 100 mL dan tambahkan benzen sebanyak setengah dari volume tersebut. Pasang peralatan untuk distilasi bertingkat, lalu lakukan distilasi secara teratur, dengan mencatat suhu dan volume distilat. Ganti penampung setiap saat anda mengira sudah mencapai titik didih zat ByDW2011
31
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
murni.dan hentikan distilasi apabila sisa campuran dalam labu tinggal 3 ‐ 4 mL lagi. Jangan sampai kering! Catatan: jika distilat yang Anda tampung membentuk dua fasa, pisahkan fasa atas dari fasa bawah dengan cara memipet keluar secara perlahan fasa bagian atas dan tampung di wadah yang bersih dan kering. Ukur volume masing‐masing fasa setelah terpisah. TUGAS: Lakukan pengukuran indeks bias untuk semua senyawa murni dan semua hasil distilasi. Bandingkan! Bandingkan pula dengan data indeks bias masing‐masing senyawa murni dari literatur!
Tugas post‐lab: buatlah kurva distilasi (lihat Gambar 5 pada sub bab Distilasi) hasil tiap percobaan di atas. Diskusikan hasilnya. Mana yang memberikan hasil pemisahan lebih baik?
IV. Tugas Pendahuluan (Pre‐Lab) 1.
Suatu campuran 10 mL isoamil asetat (MW=130,2 g/mol dan kerapatan=0,88 g/mL) dan 15 mL metil benzoat (MW=136,2 g/mol dan kerapatan=1,09 g/mL) didistilasi. Hitunglah % mol tiap komponen. Gunakan % mol ini beserta gambar di bawah untuk menjawab pertanyaan berikut: a. Berapa titik didih awal campuran tersebut? Jelaskan! b. Berapa komposisi fasa uap ketika dalam kesetimbangan dengan fasa cair?
Cari dan gambarkan rangkaian alat distilasi uap dan vakum. Jelaskan pula prinsip dan tujuan kedua metode distilasi tersebut! Cari minimal 4 contoh campuran yang bisa membentuk sistem azeotrop biner beserta komposisi dan titik didih azeotropnya. Jelaskan bagaimana sistem azeotrop ini bisa dipisahkan!
2. 3.
Pustaka Mayo, D.W., Pike, R.M., Forbes, D.C. (2011), Microscale Organic Laboratory: with Multistep and Multiscale Synthesis, 5th edition, John Wiley & Sons, New York, p.61 ‐ 67; 129 ‐ 140 Pasto, D., Johnson, C., Miller, M. (1992), Experiments and Techniques in Organic Chemistry, Prentice Hall Inc., New Jersey, p.47 – 55; 396 – 398 Williamson (1999), Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston, p. 82 – 121
ByDW2011
32
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Percobaan 2 PEMISAHAN & PEMURNIAN ZAT PADAT: Rekristalisasi & Titik Leleh
Sasaran Percobaan Pada akhir percobaan ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan konsep dan tujuan kristalisasi dan terampil dalam: 1) melakukan rekristalisasi dengan baik; 2) memilih pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi; 3) menjernihkan dan menghilangkan warna larutan; dan 4) memisahkan dan memurnikan campuran dengan rekristalisasi.
I. Pendahuluan Prinsip pemisahaan atau pemurnian zat padat dengan teknik rekristalisasi didasarkan pada adanya perbedaan kelarutan zat‐zat padat dalam pelarut tertentu, baik dalam pelarut murni atau dalam pelarut campuran; serta bahwa suatu zat padat akan lebih larut dalam pelarut panas dibandingkan dengan pelarut dingin. Prinsip dan teknik dasar lebih detail dapat dipelajari pada bab Prinsip dan Teknik Pemisahan dan Pemurnian, sub bab Reksristalisasi & Sublimasi.
II. Peralatan dan zat
Cari dan susunlah sendiri peralatan dan zat yang digunakan sesuai dengan eksperimen yang dilakukan.
III. Cara kerja A. Kalibrasi Termometer Mengkalibrasi titik skala 100 termometer dilakukan sebagai berikut: isikan ke dalam tabung reaksi besar 10 mL aquades, masukkan sedikit batu didih atau batang magnet untuk pengadukan magnetik. Klem tabung tersebut tegak lurus, panaskan perlahan sampai mendidih. Posisikan termometer pada uap di atas permukaan air yang mendidih tersebut. Untuk menentukan titik didih yang sebenarnya dari air, harus diperiksa tekanan barometer.
B. Kristalisasi Asam Benzoat dalam air Siapkan pelarut (air) panas. Timbang 1,5 g asam benzoat kotor, masukkan dalam gelas kimia 100 mL yang dilengkapi batang pengaduk magnet, lalu masukkan sedikit demi sedikit sambil diaduk pelarut (air) dalam keadaan panas sampai semua asam benzoat tepat larut. Setelah semua senyawa larut, tambahkan sedikit berlebih beberapa mL pelarut panas. Didihkan campuran ini di atas pemanas listrik. Ke dalam campuran panas tambahkan sedikit demi sedikit, hati‐hati, sambil diaduk dengan kaca pengaduk, sekitar 0,25 g karbon (charcoal) atau norit untuk menghilangkan warna. Didihkan beberapa saat supaya penyerapan warna lebih sempurna. Siapkan corong penyaring kaca tangkai pendek, lengkapi dengan kertas saring lipat (lihat gambar dan pelajari cara membuatnya!). Tempatkan labu Erlenmeyer bersih untuk menampung filtrat panas di atas pemanas listrik bersebelahan dengan gelas berisi larutan asam benzoat. Pasang corong yang telah dilengkapi kertas saring pada labu Erlenmeyer tersebut. Dalam keadaan panas, tuangkan larutan asam benzoate ke labu Erlenmeyer melalui corong secepat mungkin (jangan sampai dingin, ?). Jika larutan menjadi dingin dan mengkristal, ulangi pemanasan, dan ulangi penyaringan, sampai semua larutan tersaring. Bilas sisa larutan asam benzoat dalam gelas kimia dengan sesedikit mungkin air panas, tuangkan bilasannya ke dalam labu Erlenmeyer penampung filtrate melalui corong. Jika semua sudah tersaring sempurna, angkat labu Erlenmeyer dari pemanas listrik, biarkan filtrat dingin dengan penurunan suhu secara perlahan (di udara terbuka) dan jangan diganggu atau diguncang. Jika sudah lama belum terbentuk kristal, bisa didinginkan Erlenmeyer disiram di bawah curahan air kran atau direndam dalam air es. Bila di dalam air es belum juga terbentuk kristal berarti larutannya kurang jenuh, maka jenuhkan dengan cara penguapan sebagian pelarutnya. Pembentukan kristal dapat dibantu dengan cara menggores‐gores bagian dalam labu Erlenmeyer berisi filtrate dengan batang kaca pengaduk hingga terbentuk kristal. Jika semua kristal sudah terbentuk dan terpisah, lakukan penyaringan kristal dengan menggunakan corong Büchner yang dilengkapi dengan peralatan isap (suction). Lihat gambar dan pelajari cara menggunakan penyaringan Büchner dengan suction. Ingat, kertas saring yang digunakan harus tepat seukuran corong Büchner, tepat menutup lubang (?). Cuci kristal dalam corong Büchner dengan sedikit pelarut dingin, satu sampai dua kali. Tekan kristal dengan spatula, sekering mungkin. Tebarkan kristal diatas kertas saring lebar (kering), tekan sekering mungkin. Timbang kristal kering dan tentukan titik leleh dengan menggunakan cara kapiler (gunakan alat pengukur titik leleh yang ada di laboratorium. Minta bantuan asisten untuk mengajarkan Anda cara mengukur titik leleh). Hitung perolehan kembali asam benzoat murni. Jika trayek leleh masih lebar (lebih dari 1 atau 2 derajat), ulangi rekristalisasi.
C. Sublimasi Tempatkan dalam cawan porselen sekitar 1 g serbuk kamper kotor. Letakkan cawan di atas pemanas listrik, kemudian tutup cawan dengan kaca arloji yang di atasnya diletakkan bongkahan es sebagai pendingin. Lakukan pemanasan secara perlahan hingga semua padatan kamper menyublim. Kumpulkan kristal yang menempel pada kaca arloji, dengan cara sebelumnya cairan es di atas arloji dihilangkan dulu menggunakan pipet tetes. Timbang dan tentukan titik lelehnya dan bandingkan dengan titik leleh kamper semula.
ByDW2011
33
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
IV. Tugas Pendahuluan (Pre‐Lab) 1. 2. 3. 4.
Sifat‐sifat apakah yang harus dipunyai oleh suatu pelarut agar dapat digunakan untuk rekristalisasi suatu senyawa organik tertentu? Sebutkan minimal lima tahap yang harus dilakukan dalam pengerjaan rekristalisasi. Jelaskan prinsip dasar rekristalisasi. Carilah 5 pasangan pelarut yang biasa digunakan untuk rekristalisasi dalam 2 pelarut (pasangan pelarut), lalu tuliskan pula data fisik dan sifat‐sifat pelarut tersebut dalam suatu tabel!
Pustaka Mayo, D.W., Pike, R.M., Forbes, D.C. (2011), Microscale Organic Laboratory: with Multistep and Multiscale Synthesis, 5th edition, John Wiley & Sons, New York, , p.85 ‐ 91; 111 ‐ 114 Pasto, D., Johnson, C., Miller, M. (1992), Experiments and Techniques in Organic Chemistry, Prentice Hall Inc., New Jersey, p. 43 – 46; 5; 387 – 395 Williamson (1999), Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston, p. 122 ‐126; 39 – 65
ByDW2011
34
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Percobaan 3 PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK: Ekstraksi Sasaran Percobaan Pada akhir percobaan diharapkan mahasiswa dapat memahami konsep dan jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi padat‐cair, cair‐cair dan asam‐basa, serta terampil dalam melakukan teknik‐teknik tersebut. Selain itu juga, mahasiswa diharapkan memahami tujuan penggaraman dan pengeringan larutan.
I. Pendahuluan Ekstraksi adalah metode pemisahan yang melibatkan proses pemindahan satu atau lebih senyawa dari satu fasa ke fasa lain dan didasarkan kepada prinsip kelarutan. Dasar metode ekstraksi cair‐cair adalah distribusi senyawa diantara dua fasa cair yang berada dalam keadaan kesetimbangan. Prinsip dan teknik dasar lebih detail dapat dipelajari pada bab Prinsip dan Teknik Pemisahan dan Pemurnian, sub bab Ekstraksi.
II. Peralatan dan Zat Cari dan susunlah sendiri peralatan dan zat yang digunakan sesuai dengan eksperimen yang dilakukan
III. Cara kerja A. Ekstraksi cair‐cair (kelarutan) Masukkan 5 mL larutan asam asetat glasial (5 mL dalam 110 mL air) dalam corong pisah 100 mL, ekstraksi dengan satu kali 15 mL eter. Hati‐hati dengan eter karena mudah sekali terbakar dan tekanan uapnya tinggi. Setelah dikocok 1‐2 kali pada awal, buka kran corong pisah dengan posisi terbalik. Kran dipegang dengan tangan kiri. Pelajari dan latihlah cara mengekstraksi yang benar. Simpan corong pada klem bundar. Jika sudah terpisah, keluarkan bagian bawah ke dalam Erlenmeyer dengan hati‐hati (Ingat, waktu mengeluarkan cairan agar tutup corong pisah sedikit terbuka). Titrasi larutan dalam fasa air dengan larutan NaOH 0,3 M dan indikator fenolftalein. Sebelumnya, lakukan titrasi lebih dulu terhadap 5 mL larutan asam asetat awal. Lakukan perhitungan konsentrasi terhadap: a). larutan asam asetat awal, b). jumlah asam asetat dalam lapisan air, c). persentase asam asetat dalam fasa air dan fasa eter. Dengan cara yang sama seperti diatas, akan tetapi ekstraksi terhadap 5 mL larutan asam asetat dalam air dilakukan 3 (tiga) kali masing‐masing dengan 5 mL eter. Titrasi larutan asam asetat dalam fasa air. Lakukan perhitungan seperti diatas, dan bandingkan hasilnya.
B. Ekstraksi Asam‐Basa: Pemisahan campuran senyawa organik asam, basa dan netral Timbang 0,2 g campuran padatan yang mengandung sejumlah yang sama senyawa (1) asam benzoat (C6H5CO2H); (2) p‐nitroanilin (NO2‐C6H4NH2); dan (3) naftalen (C10H8), kemudian larutkan dalam 2 mL diklorometana di dalam tabung reaksi bertutup, hangatkan di atas pemasnas listrik jika perlu untuk penyempurnaan pealrutan. Tambahkan 2 mL larutan NaOH 6M ke dalam tabung reaksi tersebut, tutup tabung reaksi, guncangkanlah tabung reaksi dengan kuat. Buka perlahan tutup tabung reaksi untuk mengeluarkan tekanan dari dalam tabung akibat proses pengguncangan. Ulangi pengguncangan beberapa kali. Simpan tabung reaksi pada rak dan biarkan terjadi pemisahan 2 fasa secara sempurna. Pindahkan fasa organik (?) secara perlahan menggunakan pipet tetes ke dalam tabung reaksi kosong dan bersih, beri label. Pindahkan pula fasa larutan basa (?) ke dalam tabung reaksi lain yang kosong dan bersih, beri label. Pindahkan kembali fasa organik ke dalam tabung reaksi semula dan ulangi proses ekstraksi dengan sebelumnya menambahkan 2 mL larutan NaOH 6 M ke dalam fasa organik. Lakukan pemsahan fasa, gabungkan fasa larutan basa dengan larutan basa yang dihasilkan dari proses sebelumnya. Tambahkan 2 mL larutan HCl 6 M ke dalam fasa organik di dalam tabung reaksi dan lakukan ekstraksi seperti proses sebelumnya. Pisahkan fasa larutan asam ke dalam tabung reaksi kosong dan bersih. Ulangi ekstraksi dengan menambahkan 2 mL larutan HCl 6 M ke dalam fasa organik. Gabungkan fasa larutan asam yang dihasilkan pada proses ini dengan fasa larutan asam dari proses ekstraksi sebelumnya. Pindahkan fasa organik ke dalam tabung reaksi kosong dan bersih. Tambahkan 1 mL diklorometana ke dalam fasa organik pada tabung reaksi, kemudian tambahkan sedikit garam natrium sulfat anhidrat untuk menghilangkan sisa air yang mungkin ada, goyangkan tabung perlahan hingga tidak lagi terbentuk emulsi. Pisahkan cairan fasa organik dari padatan garam menggunakan pipet tetes yang bagian bawahnya disumbat dengan sedikit kapas, masukkan fasa organik tersebut ke dalam tabung reaksi kosong dan bersih. Sekarang Anda memiliki tiga fasa yang berbeda: (1) fasa larutan basa (?); (2) fasa larutan asam (?); dan (3) fasa organik (?). Dinginkan fasa larutan basa dan kemudian netralkan dengan penambahan larutan HCl 6 M tetes demi tetes sampai kertas lakmus berwarna merah (atau terbentuk banyak endapan, sekitar 2‐4 mL HCl). Saring padatan secara vakum menggunakan corong Hirsch atau Buchner dan labu isap, bilas dengan sedikit air dingin. Pindahkan padatan pada kertas saring lain untuk dikeringkan, ditimbang dan ditentukan titik lelehnya. Ulangi cara yang sama terhadap fasa larutan asam, hanya untuk penetralan digunakan larutan NaOH 6 M. Padatan yang terbentuk disaring vakum, dikeringkan, ditimbang dan ditentukan titik lelehnya. Untuk fasa organik, lakukan penguapan diklorometana pada penangas air di atas pemanas listrik hingga volumenya berkurang (jangan sampai kering!!). Angkat tabung reaksi dari penangas air, dinginkan pada suhu kamar, lalu masukkan ke dalam penanagas es agar terbentuk kristal. Saring vakum kristal, kemudian keringkan, timbang dan tentukan titik lelehnya. Catat semua data pada buku catatan paraktikum Anda dan pada lembar data yang tersedia. ByDW2011
35
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
C. Ekstraksi pelarut: Isolasi Trimiristin dari pala (Demonstrasi oleh Asisten) Timbang 10 g pala yang sudah dipotong‐potong atau diserbukkan dan bungkus dengan kertas saring menyerupai silinder dan diikat dengan tali benang kasur. Masukkan bungkusan serbuk pala itu ke dalam tabung Soxhlet. Perhatian: ukuran bungkusan pala tidak boleh melampaui tinggi dari saluran pelarut pada tabung Soxhlet!! Masukkan sekitar 40 mL eter ke dalam labu bundar. Hati‐hati: eter tekanan uapnya sangat tinggi dan mudah sekali terbakar. Jauhkan dari api!! Pasang tabung Soxhlet di atas labu berisi eter dan pasang kondensor di atas tabung Soxhlet (lihat gambar!!). Siapkan air panas di tempat lain dan tidak boleh ada api di sekitar eter!!! Pasang penangas air berisi air panas/mendidih pada alat Soxhlet yang telah terpasang. Jangan lupa pasang selang air dan nyalakan aliran air ke dalam kondensor yang sebaiknya dibalut dengan selimut berisi es. Lakukan proses Soxhletasi selama 30 menit. Jangan lupa ganti selalu air panas di dalam penangas. Setelah Soxhletasi, tuangkan ekstrak dalam labu bundar ke dalam labu bundar lain untuk didistilasi lebih lanjut (Anda harus sudah merangkai peralatan distilasi pada saat menunggu proses Soxhletasi). Lakukan distilasi dengan penangas air panas tanpa api!! Larutan ekstrak dikisatkan dengan cara distilasi sampai kira‐kira 15 mL. (Perhatian: distilasi eter harus menggunakan pemanasnya adalah air panas tanpa api, pendingin kondensor harusnya pakai air es, dan dilakukan dalam lemari asam. Eter sangat mudah terbakar, titik didih rendah, uapnya lebih berat dari udara, dan bersifat membius). Setelah didistilasi, ke dalam ekstrak eter tambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk sekitar 40 mL metanol, sampai endapan mulai terlihat dan mengendap semua. Pisahkan endapan dengan penyaringan Büchner yang dilengkapi pengisapan, cuci sekali dengan campuran eter‐metanol (1:1), lalu biarkan kristal kering. Timbang hasil yang diperoleh, tentukan titik leleh dan hitung rendemennya dalam pala.
IV. Tugas Pendahuluan (Pre‐Lab) 1. Termasuk metode ekstraksi apa yang digunakan dalam pemisahan asam benzoat dalam toluen yang diekstrak ke fasa air? Jelaskan mengapa cara ini yang dilakukan, dan penjelasan harus didasarkan pada data fisik asam benzoat! 2. Buatlah diagram alir cara pemisahan: asam benzoat, fenol, anilin dan naftalen pada percobaan ekstraksi cair‐ cair! Jelaskan prinsip dasar pemisahan keempat senyawa tersebut dan fungsi penambahan reagen‐reagen pada waktu ekstraksi! 3. Gambarkan struktur trimiristin yang diisolasi dari pala!
Pustaka Mayo, D.W., Pike, R.M., Forbes, D.C. (2011), Microscale Organic Laboratory: with Multistep and Multiscale Synthesis, 5th edition, John Wiley & Sons, New York, p.67 ‐ 84; 141 ‐ 149 Pasto, D., Johnson, C., Miller, M. (1992), Experiments and Techniques in Organic Chemistry, Prentice Hall Inc., New Jersey, p.56‐59;399 – 404 Williamson (1999), Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston, p. 127 ‐155
ByDW2011
36
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Percobaan 4 KROMATOGRAFI KOLOM & KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS: Pemisahan Senyawa Nitrofenol dan Pemisahan Zat Pewarna Makanan Sasaran Percobaan Pada akhir percobaan mahasiswa harus dapat: 1. Melakukan dan menjelaskan teknik‐teknik dasar kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis 2. Menjelaskan Prinsip dasar kromatografi. 3. Melakukan isolasi campuran senyawa sampai pemurniannya secara kromatografi kolom.
I. Pendahuluan Kromatografi adalah suatu metode untuk memisahkan senyawa organik dan anorganik sehingga senyawa tersebut dapat dianalisis dan dipelajari. Kromatografi adalah suatu metode fisik yang baik sekali untuk mengamati dan menyelidiki suatu campuran dan pelarutnya. Prinsip dan teknik dasar lebih detail dapat dipelajari pada bab Prinsip dan Teknik Pemisahan dan Pemurnian, sub bab Kromatografi Kolom dan Kromatografi latis Tipis (KLT).
II. Peralatan dan Zat
Cari dan susunlah sendiri peralatan dan zat yang digunakan sesuai dengan eksperimen yang dilakukan.
III. Cara kerja A. Pemisahan dan Pemurnian Nitrofenol Pada percobaan ini akan dilakukan pemisahan dengan cara kromatografi kolom dari suatu campuran mono, di dan trinitrofenol yang berasal dari percobaan hasil nitrasi terhadap fenol. Pemisahan ini kemudian diikuti oleh pemeriksaan secara kualitatif dengan kromatografi lapis tipis. Jadi pemeriksaan yang terakhir ini merangkap pula sebagai cara untuk memonitor apakah pemisahan dengan cara kromatografi kolom berhasil atau tidak. Pada senyawa fenol, gugus ‐OH mengaktifkan cincin benzen. Oleh karena itu pada nitrasi fenol dengan asam nitrat pekat, dihasilkan campuran yang terdiri dari o‐nitrofenol sebagai hasil utama, p‐nitrofenol dalam jumlah yang lebih sedikit, dan 2,4‐ dinitrofenol serta 2,4,6‐trinitrofenol yang lebih sedikit lagi. Bila campuran hasil nitrasi yang masih kotor ini dimasukkan ke dalam kolom yang berisi alumina, Al2O3, atau silika gel dan dielusi (dilalukan) dengan metilenklorida, maka fraksi‐fraksi eluen dapat dikumpulkan, dimana akhirnya masing‐masing fraksi mengandung satu komponen yang identitasnya ditentukan dengan cara kromatografi lapis tipis. a. Nitrasi fenol Masukkan 3 mL HNO3 pekat ke dalam 7 mL air pada gelas kimia 50 mL dalam penangas es, dinginkan sampai 5oC. Tambahkan campuran ini kepada 3 g fenol yang ditempatkan dalam labu Erlenmeyer 50 mL. Sambil diaduk, atur suhu campuran antara 20 ‐ 25 oC selama kira‐kira 15 menit, kemudian antara 30 ‐ 35 oC selama 15 menit, dengan cara mendinginkannya dalam air. Tambahkan kira‐kira 7 mL air es, lalu ekstrak dua kali, masing‐masing dengan 10 mL metilenklorida (diklorometana). Cuci fasa organik yang telah digabung dua kali dengan air, keringkan dengan natrium sulfat anhidrat, dan uapkan pelarutnya di atas penangas air. b. Kromatografi kolom Siapkan kolom gelas yang bagian bawahnya telah dilengkapi dengan kran teflon, berisi penyumbat glass wool atau kapas, dan isikan ke dalamnya 10% etil asetat dalam n‐heksan (sudah disiapkan) secukupnya. Tuangkan perlahan‐lahan 15 g alumina, Al2O3, atau silika gel yang sudah berupa bubur/slurry dalam pelarut 10% etil asetat dalam n‐heksan, ke dalam kolom, sedikit demi sedikit (perhatian: usahakan jangan ada gelembung udara!). Setelah bubur alumina atau silika gel tertuangkan semuanya ke dalam kolom, turunkan permukaan pelarut hingga mencapai permukaan alumina/silika gel dalam kolom. Usahakan kolom bebas dari gelembung gas dan kolom tidak patah. Seluruh campuran reaksi nitrasi di atas (hasil percobaan (a)), dengan berat 1/50 – 1/30 dari berat alumina/silika gel yang digunakan ( 0,3 – 0,5 g sampel), larutkan sedikit dalam metilenklorida, lalu tuangkan menggunakan pipet tetes secara perlahan di atas permukaan kolom alumina/silika gel (jangan sampai permukaan kolom teraduk). Tambahkan eluen 10% etil asetat dalam n‐heksan ke dalam kolom menggunakan pipet perlahan‐lahan, mulai buka keran kolom. Lakukan elusi dengan eluen 10% etil asetat dalam n‐heksan. Atur pengeluaran eluen (=kecepatan elusi) kira‐kira 3‐5 mL/menit. Satu pita kuning akan terlihat dengan jelas yang merupakan komponen campuran reaksi yang bergerak menuruni kolom. Bila tetes‐tetes kuning sudah mulai keluar dari kolom, mulailah tampung setiap fraksi eluen dengan tabung reaksi. Penampungan diganti setiap 10 mL (setara dengan 1 tabung reaksi ¾ penuh), hingga 8 sampai 10 fraksi dapat terkumpul. Pisahkan penampung setiap fraksinya. Catatan: ‐ alternatif eluen/pelarut yang digunakan adalah metilenklorida/diklorometana (CH2Cl2). ‐ Lakukan terlebih dahulu KLT terhadap prosuk campuran reaksi sebelum dilakukan kromatografi kolom (lakukan caranya sesuai prosedur bagaian (c)). ByDW2011
37
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
c. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Masing‐masing fraksi yang diperoleh di atas, ditotolkan dengan pipa kapiler pada pelat‐pelat lapis tipis silika gel yang sudah tersedia (Catatan: pelat lapis tipis dapat disiapkan dengan cara mencelupkan kaca objek 5 x 20 cm ke dalam bubur silika gel [35 g silika gel G dalam 100 mL kloroform:metanol perbandingan 2:1] dikeringkan dan diaktifkan dalam oven 100 oC sekitar 30 menit). Pelat lapis tipis yang telah ditotoli fraksi tersebut lalu ditempatkan berdiri di dalam wadah pengembang KLT yang telah berisi benzena setinggi kira‐kira 0,7 cm (sebagai eluen), lalu lakukan elusi. Perhatian: jangan sampai noda sampel pada batas bawah KLT terendam. Setelah selesai elusi (kira‐kira eluen mencapai 1 cm dari tepi atas pelat KLT), keringkan di udara, dan bercak‐bercak noda hasil pemisahan bisa dilihat di bawah lampu UV atau dengan cara memasukkan pelat KLT ke dalam botol yang sudah berisi uap iodium jenuh. Tentukan nilai Rf dari noda‐noda yang diperoleh! Diketahui: nilai Rf standar o‐nitrofenol = 0,9; p‐nitrofenol = 0,4; 2,4‐dinitrofenol = 0,2; dan 2,4,6‐trinitrofenol = 0,05. B. Pemisahan Zat Pewarna Makanan a. Penyiapan sampel Sedikit sampel zat pewarna makanan (0,5 g) dilarutkan dalam sedikit larutan 25 % isopropanol (atau 95% etanol). Sampel disimpan untuk dilakukan kromatografi kolom dan KLT. Berikut beberapa contoh zat pewarna makanan yang diakui FDA.
Gambar 1 Struktur zat pewarna makanan (A: Sunset Yellow; B: Ponceau; C: Tartrazine; D: Brilliant Blue) b. Kromatografi kolom Buatlah kolom kromotografi skala mikro dengan adsorben silika gel menggunakan kolom dari pipet tetes atau syringe platik (pilih salah satu). Gunakan sekitar 1 – 1,5 g silika gel untuk kolom syringe plastik; sedangkan untuk kolom pipet tetes gunakan silika gel secukupnya (hanya mengisi sekitar ¾ panjang kolom). Gunakan pelarut isopropanol 25% (atau etanol 95%) untuk ‘membasahi’/mengembangkan silika gel dalam kolom. Kemudian teteskan (sekitar 5 – 10 tetes) sampel zat pewarna pekat yang telah dilarutkan dengan sedikit pelarut isopropanol 25% (atau etanol 95%) ke dalam kolom. Tambahkan pelarut isopropanol 25% (atau etanol 95%) perlahan‐lahan sampai memenuhi kolom. Lakukan penambahan pelarut sampai terlihat pemisahan pita‐pita berwarna. Setiap warna yang keluar, tampunglah dalam wadah yang berbeda. Setelah pita pertama keluar, untuk mengeluarkan pita‐pita berikutnya, gunakan urutan pelarut (setelah isopropanol 25% atau etanol 95%) adalah isopropanol 5% (atau etanol 70%), kemudian terakhir aqua dm (air). Fraksi eluat yang keluar kemudian disimpan untuk dianalisis dengan KLT. c. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Lakukan KLT terhadap sampel zat pewarna sebelum dan sesudah kromatografi kolom. Gunakan pelarut isopropanol 25% atau etanol 95% sebagai eluen untuk KLT.. Hitunglah setiap Rf noda yang muncul.
IV. Tugas Pendahuluan 1. 2. 3. 4. 5.
Tuliskan reaksi dan mekanisme reaksi pembentukan 2‐nitrofenol, 4‐nitrofenol dan 1,4‐benzokuinon dari reaksi nitrasi fenol ini! Jelaskan mengapa 2‐nitrofenol kurang polar daripada 4‐nitrofenol! Jelaskan dengan mekanisme reaksi mengapa produk 3‐nitrofenol tidak terbentuk! Jelaskan mengapa reaksi nitrasi sulit atau tidak terjadi jika dilakukan pada cincin aromatik tanpa gugus hidroksi! Cari dan gambarkan struktur senyawa zat pewarna lainnya yang diperbolehkan oleh FDA!
ByDW2011
38
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Pustaka Mayo, D.W., Pike, R.M., Forbes, D.C. (2011), Microscale Organic Laboratory: with Multistep and Multiscale Synthesis, 5th edition, John Wiley & Sons, New York, p.92‐ 100 Pasto, D., Johnson, C., Miller, M. (1992), Experiments and Techniques in Organic Chemistry, Prentice Hall Inc., New Jersey, p. 60 – 81; 404 – 406 Williamson (1999), Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston, p. 160 ‐166; p.704 – 706
ByDW2011
39
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Percobaan 5 KEISOMERAN GEOMETRI: Pengubahan Asam Maleat menjadi Asam Fumarat Sasaran Percobaan 1. 2.
Pada akhir percobaan mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan: Azas dasar konfigurasi ruang, khususnya isomer geometri. Perbedaan kofigurasi cis dan trans secara kimia dan fisika.
I. Pendahuluan Struktur ruang atom‐atom dalam molekul seringkali sangat menentukan sifat‐sifatnya. Bila dua gugus yang reaktif adalah cis dan trans satu terhadap yang lainnya, maka perbedaan geometri kadang‐kadang mudah ditunjukkan secara kimia, seperti halnya asam maleat dan asam fumarat, yaitu masing‐masing cis‐asam butenadioat dan trans‐ asam butenadioat. Bila asam maleat dipanaskan dalam suatu tabung tertutup di atas titik lelehnya 1300C, maka akan dihasilkan anhidrida maleat dan 1 mol molekul air. O OH HO OH O HO O O Asam fumarat (trans) Asam maleat (cis) Sebaliknya, asam fumarat tidak meleleh, akan tetapi menyublim pada suhu 287oC, dan membentuk anhidrida polimerik, atau pada suhu yang tinggi berubah menjadi anhidrida maleat. Perubahan isomer–isomer geometri, seperti asam maleat menjadi asam fumarat, dapat terjadi melalui penentuan ikatan rangkap C=C yang untuk sementara waktu diubah menjadi ikatan tunggal C–C. Melalui ikatan tunggal inilah perputaran dapat berlangsung dengan bebas. Seringkali, walaupun tidak selalu, isomer trans lebih stabil daripada isomer cis, dan merupakan bagian terbanyak dalam kesetimbangan. Pengubahan isomer‐isomer geometri dari yang satu ke yang lain, boleh dijalankan melalui pembentukan senyawa antara yang bersifat ion atau radikal bebas. Pada percobaan ini, asam maleat direfluks dengan asam khlorida yang akan mengubahnya menjadi asam fumarat yang lebih stabil. Asam fumarat jauh lebih sedikit larut dalam air dari pada asam maleat, sehingga menyebabkan mudah mengkristal dari larutan selama reaksi berjalan. Mekanisme reaksinya sudah disarankan sebagai berikut:
OH
OH +OH
O HO
OH
+
H+ HO
O
OH
O
HO
O rotasi
Asam maleat (cis)
+OH
.. :OH
-H+
HO
+
HO
HO OH
OH
OH O
O
O
O Asam fumarat (trans)
II. Peralatan dan zat
Cari dan susunlah sendiri peralatan dan zat yang digunakan sesuai dengan eksperimen yang dilakukan.
III. Cara kerja Didihkan 20 mL air suling dalam labu Erlenmeyer 125 mL dan tambahkan 15 g anhidrida maleat. Anhidrida maleat mula‐mula akan melebur/meleleh (t.l. 53oC), kemudian bereaksi dengan air menghasilkan asam maleat yang sangat larut dalam air panas (400 g/100 mL air panas) bahkan mudah larut dalam air dingin (79 g/100 mL air pada 250C). Setelah larutan menjadi jernih, dinginkan labu di bawah pancaran air kran sampai sejumlah maksimum asam maleat mengkristal dari larutan. Kumpulkan asam maleat di atas corong Buchner, keringkan dan tentukan titik lelehnya. Jangan dibuang filtrat yang mengandung banyak maleat terlarut! ByDW2011
40
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Pindahkan larutan filtrat ke dalam labu bundar 100 mL, tambahkan 15 mL HCl pekat dan refluks perlahan‐ lahan selama 10 menit. Kristal asam fumarat akan segera mengendap dari larutan panas (kelarutannya dalam air 9,8 g/100 mL pada 1000C dan 0,7 g/100 mL pada 250C). Dinginkan larutan pada suhu kamar, kumpulkan asam fumarat dalam corong Buchner, dan rekristalisasi dalam air. Tentukan titik lelehnya dengan menggunakan melting block atau melting point apparatus (yang tersedia di laboratorium). Bandingkan titik leleh asam maleat dan asam fumarat! Ukur spektrum UV‐Vis asam maleat dan asam fumarat, bandingkan hasilnya! IV. Tugas Pendahuluan 1. Apakah cis 1,2–dikloroetan boleh saling bertindih dengan isomer trans? Apakah yang menghalangi terjadinya perubahan yang leluasa dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain? 2. Apakah syarat yang terpenting agar suatu alkena dapat berada dalam bentuk isomer cis dan trans? Manakah antara alkena berikut yang dapat berada dalam bentuk isomer cis, trans? 1–kloropropena, 2‐kloropropena, 2‐ butena. Gambarkan struktur senyawa tersebut untuk menunjukan jawaban anda. 3. Bagaimanakah struktur anhidrida maleat? Terangkan mengapa anhidrida maleat sangat baik sebagai dienofil dalam reaksi Diels‐Alder? Pustaka Mayo, D.W., Pike, R.M., Forbes, D.C. (2011), Microscale Organic Laboratory: with Multistep and Multiscale Synthesis, 5th edition, John Wiley & Sons, New York, p.163 ‐ 173 Pasto, D., Johnson, C., Miller, M. (1992), Experiments and Techniques in Organic Chemistry, Prentice Hall Inc., New Jersey, p. 488 – 490 Williamson (1999), Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston, p. 706– 707
ByDW2011
41
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Percobaan 6 PEMBUATAN SIKLOHEKSENA Sasaran Percobaaan Pada akhir percobaan ini mahasiswa harus dapat menjelaskan mengenai: 1) teknik‐teknik dasar dalam pemisahan dan pemurnian zat cair, seperti penyaringan, pengeringan dan distilasi, 2) azas‐azas dehidrasi alkohol, dan 3) azas‐azas ketakjenuhan dan reaksi‐reaksi untuk menunjukkan adanya ketakjenuhan senyawa olefin.
I. Pendahuluan Salah satu contoh pembuatan olefin dari alkohol adalah dehidrasi sikloheksanol menjadi silokhesena dan air. Dehidrasi dapat dilakukan dengan cara memanaskan alkohol dengan suatu asam, pada suhu tidak terlalu tinggi. Dalam percobaan ini, sebagai katalis dipilih asam fosfat. Hasil reaksi segera dikeluarkan begitu ia terbentuk, dengan cara distilasi.
OH
H+ + H2O
Campuran reaksi akan terdiri dari campuran azeotrop dari sikloheksena, air dan sedikit bahan‐bahan lain yang bertitik didih tinggi. Asam fosfat yang ikut serta waktu didistilasi, dihilangkan dengan mencucinya berturut‐turut dengan air dan larutan NaHCO3. Pada pencucian ini bahan organik dan air tidak saling bercampur, sehingga lapisan organik bisa dipisahkan dengan corong pisah. Sikloheksena yang dihasilkan dikeringkan dengan CaCl2 kering sehingga air terikat sebagai hidrat dan sebagian sikloheksanol sisa membentuk kompleks yang sejenis dengan hidrat tersebut. Sikloheksena yang bebas air ini mungkin masih bercampur dengan sedikit sikloheksanol sisa dan diskloheksil. Pemurnian sikloheksena dilakukan dengan cara distilasi. Kemurniannya ditentukan oleh identifikasi indeks biasnya.
II. Peralatan dan Zat
Cari dan susunlah sendiri peralatan dan zat yang digunakan sesuai dengan eksperimen yang dilakukan.
III. Cara Kerja Tempatkan 20 g sikloheksanol dalam labu bundar 100 mL. Tambahkan hati‐hati 5 mL larutan 85% H3PO4 pekat, dikocok dengan baik. Pasang kolom bertingkat dan kondensor refluks pada labu, pasang juga adaptor pada ujung kondensor yang dihubungkan dengan tabung reaksi di dalam Erlenmeyer 125 mL berisi potongan es (lihat Gambar 1). Panaskan labu dengan api kecil sampai mendidih (jangan lupa tambahkan batu didih atau masukkan batang pengaduk magnet lalu lakukan pengadukan!), dan lakukan distilasi sampai volume residu dalam labu sekira 5 – 10 mL dan hanya sedikit sekali distilat yang terbentuk (amati perubahan suhu!). Kemudian biarkan perangkat distilasi sampai dingin sebentar. Lepaskan termometer dengan cepat dan tuangkan 20 mL toluen ke dalam labu distilasi tersebut menggunakan corong panjang. Perhatikan jumlah lapisan campuran reaksi bagian atas di dalam labu, lalu distilasi kembali sampai volume lapisan berkurang setengahnya. Tuangkan isi distilat dalam tabung reaksi ke dalam corong pisah dan bilaslah dengan sedikit toluen; gunakan pelarut ini untuk setiap proses pencucian dalam percobaan selanjutnya. Cuci campuran reaksi dengan larutan NaCl jenuh dalam jumlah volume yang sama. Lakukan ekstraksi, lalu pisahkan lapisan air. Lapisan organik dipindahkan ke dalam wadah yang bersih, tambahkan 5 g CaCl2 anhidrat (?), lalu saring. Lakukan distilasi bertingkat pada filtrat yang diperoleh, kumpulkan fraksi distilat pada suhu antara 80 ‐ 85oC (jangan lupa tambahkan batu didih atau masukkan batang pengaduk magnet lalu lakukan pengadukan!). Timbang distilat yang diperoleh (rendemen: 13,2 g) dan tentukan indeks biasnya! Simpan produk sikloheksena Anda dalam botol/vial tertutup untuk digunakan pada percobaan minggu depan! Beri nama, NIM dan no. Kelompok Anda pada botol/vial tersebut! Perhatian: susunan alat distilasi bertingkat yang digunakan pada tahap pertama tidak perlu dibongkar. Anda hanya cukup mengganti labunya saja pada saat akan melakukan distilasi tahap kedua.
ByDW2011
42
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Gambar 1 Rangkaian alat untuk distilasi sikloheksena
IV. Tugas Pendahuluan (Pre‐Lab) 1. 2. 3.
Tulis persamaan reaksi dan mekanisme reaksi pembuatan sikloheksena dari sikloheksanol. Bedasarkan cara kerja di atas, pada tahap mana pengotor‐pengotor berikut dipisahkan: a. Sikloheksanol; b. Asam fosfat; dan c. Air. Melihat mekanisme reaksi di atas, reaksi pembentukan sikloheksena merupakan reaksi kesetimbangan. Mengapa dengan cara di atas ternyata reaksinya bisa dilakukan secara sempurna? Jelaskan!
Pustaka Mayo, D.W., Pike, R.M., Forbes, D.C. (2011), Microscale Organic Laboratory: with Multistep and Multiscale Synthesis, 5th edition, John Wiley & Sons, New York, p.409‐420 Pasto, D., Johnson, C., Miller, M. (1992), Experiments and Techniques in Organic Chemisty, Prentice Hall Inc., New Jersey, , p.417‐418 Williamson (1999), Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston, p. 278‐283
ByDW2011
43
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Percobaan 7 Hidrokarbon: Sifat dan Reaksi Kimia Sasaran Percobaan a. b.
Pada akhir percobaan mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan mengenai: perbedaan sifat‐sifat senyawa hidrokarbon jenis‐jenis pereaksi untuk membedakan senyawa‐senyawa hidrokarbon.
I. Pendahuluan Kimia organik adalah ilmu kimia tentang senyawa karbon. Hingga saat ini, terdapat lebih dari 20 juta senyawa yang dilaporkan di dalam berbagai literatur; sekitar 90% di antaranya adalah senyawa organik, yaitu senyawa yang mengandung karbon. Sisanya adalah senyawa anorganik dan senyawa lain yang terbentuk dari unsur‐unsur lain, sekitar 100. Senyawa karbon begitu mendominasi pembentukan berbagai senyawa merupakan fakta dari keunikan karbon dalam kemampuannya membentuk rantai panjang dengan sesame atom karbon. Tetangga karbon dalam satu golongan dalam system periodic unsur, yaitu silicon, dapat juga membentuk rantai panjang dengan sesamanya, namun jarang terjadi). Rantai karbon yang terbentuk dapat berbentuk rantai lurus, bercabang, bahkan lingkar/siklik. Sebagai contoh, salah satu golongan senyawa karbon disebut senyawa hidrokarbon karena ikatannya hanya terdiri dari karbon dan H2 H2 H2 hidrogen. Senyawa hidrokarbon terbagi lagi menjadi nbeberapa CH3 C C C kelompok senyawa berdasarkan ikatan antara atom karbonnya. Jika semua ikatan karbon‐karbon adalah tunggal, golongan H3C C C H2 H2 senyawa ini disebut alkana. Jika paling sedikit terdapat satu Oktana - tak bercabang (rantai lurus) ikatan rangkap dua pada karbon‐karbon, sedangkan sisa ikatan lainnya merupakan ikatan tunggal, maka kelompok senyawa ini CH3 disebut alkena. Sedangkan jika terdapat paling sedikit satu H3C CH ikatan rangkap tiga pada karbon‐karbon, maka kelompok senyawa ini disebut alkuna. Jika suatu senyawa mengandung CH2 cincin beraatom karbon 6 yang terdiri dari ikatan tunggal dan rangkap berselang‐seling, maka golongan senyawa ini disebut H2C CH H2C CH3 aromatik. Sepintas, senyawa aromatik terlihat seperti senyawa alkena dengan 3 buah ikatan rangkap membentuk cincin lingkar H3C H2C CH2 enam. Namun, ikatan yang sebenarnya pada aromatik berbeda sama sekali dengan alkena, sehingga sebagai konsenuensinya 4-etil-2-metiloktana - bercabang banyak sifat kimia senyawa aromatik yang berbeda dari alkena.Oleh karena itu, senyawa ini ditempatkan dalam H2C CH2 H3C golongan yang berbeda. Senyawa hidrokarbon terbagi menjadi sub kelompok: CH2 H2C CH jenuh dan tak jenuh. Hidrokarbon jenuh adalah menunjukkan jumlah hidrogen yang terikat dalam total jumlah karbon yang H2C CH2 terdapat dalam senyawa sedemikian rupa sehingga tidak mungkin menambahkan atom hidrogen lain dari luar untuk etilsikloheksana - siklik terikat dengan karbon dalam senyawa. Senyawa alkana asiklik (rantai terbuka, lurus maupun bercabang), termasuk hdrokarbon jenuh. Alkena, alkuna dan alkana siklik termasuk hidrokarbon Gambar 1 Senyawa hidrokarbon rantai lurus, tak jenuh karena atom hidrogen masih bisa ditambahkan ke bercabang dan siklik dalam struktur senyawa tersebut untuk menjadikan senyawa tersebut menjadi golongan alkana. Beberapa contoh reaksi pengubahan hidrokarbon tak jenuh menjadi jenuh terlihat pada Gambar 2.
ByDW2011
44
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
katalis H3C
C H
C H
CH3
+ H2
H3C
katalis H3C
C
C
CH3
+ 2H2
H3C
H H
H C
H C
H H
H H
C
C
H
H
CH3
CH3
H
H
H 3H2
H
katalis
H2 C H2C H2C
CH2 C H2
CH2
+ H2
menurut teori bisa, dalam prakteknya tidak mudah
H2 C H2C H2C
CH2 CH3
CH3
Senyawa Jenuh
Senyawa Tak Jenuh
Gambar 2. Reaksi perubahan hidrokarbon tak jenuh menjadi jenuh
Sifat Fisik Kepolaran dan kelarutan. Beberapa molekul memiliki muatan listrik karena terdapat perbedaan antara jumlah electron (masing‐masing dengan muatan ‐1) dengan jumlah proton (masing‐masing bernmuatan +1) dalam molekul. Molekul‐molekul ini disebut tipe ion. Contoh, ion ammonium, NH4+, memiliki muatan +1 karena memiliki 11 proton (7 dari nitrogen dan 4 dari hidrogen) dan 10 elektron (2 dari kulit pertama nitrogen, dan 8 dari kulit keduanya, yang dipakai untuk membentuk ikatan antara hidrogen dengan nitrogen). Dengan demikian, muatan plus 11 ditambah muatan minus 10 menghasilkan muatan total ion ammonium +1. Sebagian besar molekul bukanlah ion, sehingga secara muatan listrik netral, dan muatan totalnya 0 karena jumlah proton dan elektronnya sama. Dalam beberapa molekul, walaupun muatan totalnya 0, namun distribusi muatan positif (proton) dan muatan negative (electron) dalam molekul tidak sama. Molekul seperti ini memiki distribusi muatan yang tidak berimbang – di satu sisi molekul tersebut kaya electron (memiliki muatan parsial negative) dan di sisi lain kaya akan proton (muatan parsial positif). Molekul seperti ini disebut molekul polar atau memiliki momen dipole. Semakin tidak berimbang distribusi muatan ini, semakin besar momen dipole dan molekul tersebut semakin polar. Di dalam beberapa molekul distribusi muatan positif dan negatifnya sama, dan molekul ini dikatakan tidak memiliki momen dipole atau non polar. Ketika molekul organik bersifat non polar biasanya disebabkan adanya satu atu lebih atom yang lebih elektronegatif daripada karbon terikat pada salah satu sisi molekul. Atom‐atom elektronegatif adalah atom yang dapat menarik electron, di antaranya: nitrogen,oksigen, dan halogen, terutama fluor dan klor. Molekul polar saling tarik menarik satu sama lain akibat adanya sisi negative satu molekul menarik sisi positif molekul lainya. Molekul non polar gaya saling tarik antarmolekulnya tidak sekuat pada molekul polar, sedangkan molekul polar sama sekali tidak salin berantaraksi dengan molekul non polar. Hidrokarbon merupakan molekul yang kurang atau tidak polar karena kelompok senyawa ini tidak mengandung atom yang elektronegatif. Kelarutan senyawa ini baik dalam pelarut yang kepolarannya rendah dan tidak larut dalam pelarut yang sangat polar seperti air. Kerapatan adalah massa material dibagi dengan volumenya, Gambar 3 Indeks Bias sering diungkapkan dalam satuan g/cm3. Sebagian besar senyawa hidrokarbon lebih rendah daripada air. Indeks bias,n, suatu senyawa adalah kecepatan cahaya dalam ruang hampa, Sv, dibagi dengan kecepatan senyawa zat yang dilewati, Sm. Oleh karena kecepatan cahaya lebih cepat d dalam ruang hampa, maka indeks bias ByDW2011
45
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
senyawa lebih besar daripada 1. Indeks bias senyawa dapat diukur menggunakan Abbé refractometer. Oleh karena terdapat banyak electron di sekitar cincin aromatik, maka senyawa ini biasanya memiliki indeks bias lebih besar daripada senyawa hidrokarbon lainnya. Biasanya senyawa aromatik memiliki indeks bias lebih besar darida 1,45, sementara senyawa hidrokarbon lainnya memiliki nilai yang lebih kecil. Wujud zat. Gas alam terdiri dari alkana, mengandung 90% metana dan sedikit etana dan propana. Metana, etana, propana dan butana berwujud gas pada suhu kamar. Pentana berwujud cair pada suhu kamar, dan alkana rantai lurus mulai berwujud panjang ketika jumlah atom karbonnya 16.
Reaksi Kimia Hidrokarbon 1. Pembakaran Semua hidrokarbon mengalami pembakaran apabila ada oksigen yang cukup. Reaksi pembakaran sempurna akan mengubah hidrokarbon menjadi karbon dioksida dan air, disertai pelepasan energi (eksoterm). Contoh reaksi pembakaran berikut adalah pembakaran propana, bahan baku LPG (bahan bakar untuk memasak).
C3H8 + 5O2 3CO2 + 4H2O 2. Reaksi dengan brom Hidrokarbon dengan ikatan rangkap (hidrokarbon tak jenuh, kecuali sebagian besar sikloalkana) bereaksi dengan brom. Tetraklorometana (karbon tetraklorida) atau sikloheksana biasa digunakan sebagai pelarut karena bersifat tak reaktif terhadap brom dan hidrokarbon berikatan rangkap. Alkena dan alkuna mengalami reaksi adisi dengan brom. Ikatan rangkap alkena menjadi ikatan tunggal dan salah satu atom brom terikat pada salah satu karbon yang asalnya berikatan rangkap. Tidak ada produk lain yang terbentuk Ikatan rangkap tiga pada alkuna juga mengalami reaksi adisi menjadi ikatan tunggal, dengan dua ikatan tunggal baru mengikatmasing‐masing satu atom brom. Contoh reaksinya sebagai berikut.
Reaksi ini biasanya terjadi dengan cepat pada suhu kamar tanpa katalis. Brom berwujud cair berwarna coklat kemerahan. Semua senyawa hidrokarbon yang akan bereaksi tidak berwarna. Jadi, ketika brom mengadisi alkena atau alkuna, warna coklat kemerahan memudar dengan cepat. Brom dapat bereaksi dengan alkana, namun reaksinya membutuhkan panas atau sinar ultraviolet agar reaksi terjadi, jenis reaksinya disebut reaksi substitusi, bukan adisi, karena satu atom hidrogen pada alkan digantikan oleh satu atom brom dan terbentuk hidrogen bromide sebagai produk samping.
Karena reaksi ini tidak dapat terjadi apabila tak ada sinar UV, maka jika brom ditambahkan ke dalam alkana pada suhu kamar dan tanpa cahaya matahari atu sumber UV lain, maka warna brom yang coklat kemerahan akan tetap ada. Cincin aromatik bereaksi dengan brom dalam suatu reaksi substitusi ; reaksi ini lebih lambat daripada reaksi adisi brom terhadap alkena dan alkuna dan membutuhkan katalis. Besi(III)bromide merupakan katalis yang baik untuk reaksi ini. Jika logam besi dimasukkan ke dalam campuran senyawa aromatik dengan brom, maka besi(III)bromide akan terbentuk. Perhatikan bahwa gugus hidrokarbon yang terikat pada aromatik akan beeaksi seperti yang digambarkan di atas.
ByDW2011
46
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
3. Reaksi dengan Asam Sulfat pekat Alkena bereaksi dengan asam sulfat pekat pada suhu kamar menghasilkan suatu asam alkyl sulfonat. Asam alkyl sulfonat sanagt polar dan larut dalam asam sulfat yang polar dengan sedikit pengadukan. Alkena yang non polar tidak larut di dalm asam sulfat yang pekat, tetapi akan larut ketika bereaksi dengan asam ini dan kemudian diaduk. Yang kedua, alkena tidak mampu membentuk ikatan hidrogen, sedangkan asam sulfat dan asam alkyl sulfonat mampu. Ikatan hidrogen adalah suatu ikatan khusus gaya tarik dipole‐dipol yang kuat.
Alkuna bereaksi lambat atau tidak bereaksi sama sekali dengan asam sulfat pekat, kecuali apabila terdapat katalis (HgSO4). Alkuna akan berubah warna menjadi gelap tetapi tidak larut di dalam asam sulfat. Alkana tidak bereaksi dengan H2SO4 pekat. Aromatik bereaksi agak lambat pada suhu kamar (mengalami reaksi substitusi dimana satu atom hidrogen yang terikat pada cincin karbon aromatik digantikan oleh gugus –SO3H). 4. Reaksi dengan Kalium Permanganat Larutan kalium permanganate encer dapat mengoksidasi alkena menghasilkan diol geminal (diol berarti dua gugus –OH. Geminal berarti terletak pada dua atom karbon yang berikatan langsung). Alkuna teroksidasi menjadi diketon geminal. Pada proses ini, warna ungu kalium permangant tereduksi menjadi endapan coklat mangan dioksida. Karena kalium permanganate larut dalam air, tetapi baik air maupun kalium permanganate larut dalam hidrokarbon, maka reaksi berlangsung pada antarmuka air‐hidrokarbon, sehingga berlangsung lambat. Sebagai konsekuensinya, endapan coklat yang terbentuk lebih lama. Alkana dan cincin aromatik tidak bereaksi dengan larutan kalium permanganate encer.
ByDW2011
47
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
II. Peralatan dan zat Cari dan susunlah sendiri peralatan dan zat yang digunakan sesuai dengan eksperimen yang dilakukan.
III. Cara kerja Tersedia di laboratorium: 1. Hidrokarbon: heksana atau sikloheksana (alkana), sikloheksena (alkena; diperoleh dari Percobaan 6), dan toluena (aromatik) 2. Reagen penguji: 1% brom dalam sikloheksana, 1% larutan kalium permanganat, dan asam sulfat pekat. 3. Zat tak dikenal dalam botol berlabel A, B, C, dan D. Salah satu dari senyawa dalam botol bisa alkana, alkena, alkuna atau aromatik. 4. Catat pengamatan Anda. Jika Anda tidak mencatatnya, maka sama dengan Anda tak pernah melakukan percobaan ini!
a. Sifat Fisik 1. 2. 3. 4. 5. 6.
beri nama 4 tabung reaksi dengan nama senyawa hidrokarbon di atas. Masukkan 10 tetes masing‐masing senyawa ke dalam tabung reaksi. Uji kelarutan keempat senyawa tersebut dalam air dan kerapatan tiap senyawa relatif terhadap air, dengan menambahkan masing‐masing 10 tetes air ke dalam tiap tabung reaksi. Ulangi tahap no.2. Uji kelarutan keempat senyawa dalam heksana dan kerapatan relatif terhadap heksana, dengan menambahkan 10 tetes heksana ke dalam tiap tabung reaksi. Ukur indeks bias keempat senyawa dengan refraktometer (dengan bimbingan asisten!).
b. Reaksi Kimia 1. Reaksi dengan Brom Hati‐hati bekerja dengan brom, jangan sampai mengenai anggota tubuh Anda dan jangan dibilas dengan air!!! Cari dan temukan lokasi Anti Brom untuk menjaga kemungkinan terkena brom. Segera celupkan bagian tubuh yang terkena brom ke dalam larutan Anti Brom (larutan natrium bikarbonat)! 1. 2. 3.
Beri label 4 tabung reaksi sesuai dengan senyawa yang akan diuji. Masukkan 10 tetes tiap senyawa ke dalam masing‐masing tabung reaksi. Tambahkan 15 tetes larutan brom 1% dalam sikloheksana. Goyangkan tabung. Catat waktu (dalam detik) ketika terjadi perubahan warna brom (jika ada) Beri label 4 tabung reaksi dengan A, B, C dan D. Ulangi tahap no. 2. dengan menggunakan senyawa pada botol A, B, C, dan D. Ulangi tahap no. 3 terhadap zat tak dikenal A, B, C dan D.
4. 5. 6. 2. Reaksi dengan Kalium Permanganat.
Hati‐hati bekerja dengan kalium permanganat, jangan sampai mengenai anggota tubuh Anda! Kalium permanganate adalah oksidator kuat! 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Beri label 4 tabung reaksi sesuai dengan senyawa yang akan diuji. Masukkan 10 tetes tiap senyawa ke dalam masing‐masing tabung reaksi. Tambahkan 10 tetes larutan 1% kalium permangant. Goyangkan tabung. Catat waktu (dalam detik sampai menit) ketika terjadi perubahan warna kalium permanganat (jika ada) Beri label 4 tabung reaksi dengan A, B, C dan D. Ulangi tahap no. 2. dengan menggunakan senyawa pada botol A, B, C, dan D. Ulangi tahap no. 3 terhadap zat tak dikenal A, B, C dan D.
ByDW2011
48
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
3. Reaksi dengan Asam Sulfat pekat Hati‐hati bekerja dengan asam sulfat pekat, jangan sampai mengenai anggota tubuh Anda! Jangan langsung membilas anggota tubuh Anda dengan air apabila terkena asam sulfat pekat! Lap dulu dengan kain/kertas kering, barulah bilas dengan air sebanyak‐banyaknya! 1. 2. 3.
Beri label 4 tabung reaksi sesuai dengan senyawa yang akan diuji. Masukkan 10 tetes tiap senyawa ke dalam masing‐masing tabung reaks dan tempatkan keempat tabung reaksi did lam air es. Jangan sampai air es masuk ke dalam tabung! Tambahkan 5 tetes asam sulfat pekat. Aduk hati‐hati dengan batang pengaduk kaca dan tabung reaksi masih di dalam air es. Apakah terjadi pelepasan kalor? Apakah terjadi perubahan warna? Apakah campuran homogen atau terbentuk dua lapisan? Catat hasil pengamatan Anda. Beri label 4 tabung reaksi dengan A, B, C dan D. Ulangi tahap no. 2. dengan menggunakan zat tak dikenal A, B, C, dan D. Ulangi tahap no. 3 terhadap zat tak dikenal A, B, C dan D.
4. 5. 6. 4. Reaksi Nitrasi terhadap Senyawa Aromatik 1. Isilah tabung reaksi sebagai berikut:
2.
Tabung reaksi 1
1 mL larutan toluena dalam etanol
Tabung reaksi 2
1 mL larutan fenol dalam etanol
Tabung reaksi 3
1 mL larutan 2‐naftol dalam etanol
Tambahkan 10 tetes (tetes demi tetes) HNO3 ke dalam tiap tabung reaksi. Amati dan catatlah apa yang terjadi!
IV. Tugas Pendahuluan (Pre‐Lab) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Bila dianggap bahwa heptana (C7H16 ) adalah salah satu komponen dari ligroin, tulislah persamaan reaksinya dengan brom!? Tulislah persamaan untuk reaksi antara sikloheksena dengan brom! Apakah jenis reaksi ini? Tulislah persamaan reaksi antara sikloheksena dengan kalium permanganat! Bedasarkan reaksi‐reaksi di atas, bagaimanakah dengan mudah dibedakan antara siklopentana dan siklopentena? Tulislah persamaan untuk reaksi antara sikloheksena dengan asam sulfat pekat! Bagaimanakah hidrokarbon tak jenuh dapat dihilangkan/dipisahkan dari bensin yang mengandungnya? Apakah reaksi yang sederhana yang dapat digunakan untuk membedakan benzena dari sikloheksena, dan bensin dari ligroin? Apakah peranan dari potongan‐potongan besi dalam reaksi benzena dengan brom? Tulislah mekanisme reaksi untuk brominasi benzena ? Tulislah pula mekanisme reaksi dan adisi brom pada propilen !
Pustaka Mayo, D.W., Pike, R.M., Forbes, D.C. (2011), Microscale Organic Laboratory: with Multistep and Multiscale Synthesis, 5th edition, John Wiley & Sons, New York, p.644‐645 Pasto, D., Johnson, C., Miller, M. (1992), Experiments and Techniques in Organik Chemisty, Prentice Hall Inc., New Jersey, Williamson (1999), Macroscale and Microscale Organik Experiments, 3rd edition, Boston,
ByDW2011
49
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Percobaan 8 PEMBUATAN TERS‐BUTILKLORIDA: Reaksi Substitusi Nukleofilik Alifatik Sasaran Percobaan Pada akhir percobaan mahasiswa harus mahir mengenai hal‐hal berikut: 1) cara penyusunan dan penggunaan alat yang diperlukan dalam pembuatan senyawa organik berwujud cair sepeti merefluks, ekstraksi pelarut, menggunakan corong pisah, pengeringan, penyaringan dan distilasi; 2) azas‐azas reaksi substitusi nukleofilik alifatik; dan 3) perbedaan yang khas antara reaksi substitusi jenis SN1 dan SN2.
I. Pendahuluan Gugus hidroksil dalam tersier alkohol adalah gugus yang paling mudah disubstitusi, dan hal ini menyebabkan alkohol tersebut dapat bereaksi dengan HCl pekat pada suhu kamar. Reaksi tersebut adalah reaksi substitusi nukleofilik tipe SN1 yang melibatkan pembentukan senyawa antara, yaitu ion karbonium yang relatif stabil.
R
R
R C OH + H Cl
R C O
R
+
R
H
R
-
H2O + R C+ H
R
Cl
R C Cl R
R
Alkohol sekunder, apalagi yang primer, memerlukan kondisi yang sangat kuat untuk melakukan reaksi substitusi, yang biasanya memerlukan pemanasan campuran alkohol–asam dan seng klorida anhidrat. Bila alkoholnya berupa alkohol alisiklik, dianjurkan menggunakan CaCl2 anhidrat sebagai pengganti ZnCl2. Reaksi yang menggunakan HCl‐ZnCl2 merupakan reaksi substitsusi tipe SN2, terutama untuk alkohol primer. ZnCl 2
R OH +
HCl
R OH H Cl ZnCl2
- H 2O
R Cl + ZnCl 2 + H 2O
Mekanisme tipe SN1 juga memungkinkan terjadi : ZnCl 2
ROH
H
H +
R O+ ZnCl2
R
HO
+
ZnCl2
Cl
R Cl
+
ZnCl 2 +
H2O
Jalur reaksi yang terakhir ini cenderung terjadi penataan ulang gugus alkil. Penataan ulang dapat dicegah dengan mengganti senyawa klorida yang digunakan dengan senyawa tionil klorida atau campuran tionil klorida dengan piridin. Piridin yang digunakan, dapat dalam jumlah katalitik atau ekimolar. Bila hanya menggunakan tionil klorida saja, yang pertama kali terbentuk adalah ester klorosulfit, yang kemudian terurai menjadi alkil klorida dengan mekanisme siklik (SN1).
O R OH +
Cl
S
-Cl
O
-
R O
Cl
S
Cl
-
R Cl
Cl
SO2 + HCl
+
Bila menggunakan piridin, ion klorida akan dilepaskan pada tahap reaksi pertama (pembentukan klorosulfit), terjadi reaksi substitusi SN2.
HCl + C 5H5N
C 5H5NH
+
+
Cl
-
O Cl
-
+ R O
S
R Cl + SO2
Cl
(CH3)3C
(CH3)3C OH + HCl
ByDW2011
50
+ Cl
Cl + H2O
-
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
II. Peralatan dan Zat
Cari dan susunlah sendiri peralatan dan zat yang digunakan sesuai dengan eksperimen yang dilakukan.
III. Cara Kerja
Isi corong pisah 250 mL dengan 25 g (0,34 mol) t‐butilalkohol (t.d. 82‐830C) dan 85 mL HCl pekat. Kocok campuran dari waktu ke waktu selama 20 menit. Tiap pengocokan, longgarkan kran corong pisah untuk mengurangi tekanan. Biarkan campuran selama beberapa menit sampai kedua lapisannya memisah sempurna. Ambil dan buang lapisan asam di bagian bawah. Cuci halida (lapisan bagian atas?) dengan 20 mL larutan NaHCO3 5%, lalu pisahkan. Lapisan halida disaring menggunakan corong yang dilengkapi kertas saring berlipat. Filtrat ditampung dalam labu distilasi 100 mL, tambahkan 2‐3 potong batu didih, lakukan distilasi (gunakan penangas air), kumpulkan fraksi didih pada 49 – 510C. Fraksi tersebut diperkirakan t‐butil klorida sebanyak 28 g. Hitung % rendemen yang Anda peroleh! Tentukan kemurniannya dengan mengukur indeks biasnya!
Uji Alkil Halida: Reaksi SN1 atau SN2? a. Natrium Iodida dalam Aseton Beri nama 4 buah tabung reaksi dan masukkan masing‐masing sebanyak 0,1 mL atau 100 mg senyawa berikut: 1‐klorobutana/1‐bromobutana, ters‐butil klorida, 2‐bromobenzena, dan 2‐klorobutana (atau senyawa alkil halida alifatik dan aromatik lainnya yang tersedia di laboratorium). Ke dalam masing‐masing tabung reaksi, tambahkan dengan cepat 1 mL larutan 18% NaI dalam aseton. Tutup masing‐masing tabung reaksi, kocok dengan baik, dan perhatikan waktu saat muncul endapan pertama kali. Jika tak ada reaksi dalam waktu 5 menit, tempatkan tabung reaksi dalam penagas air (suhu 50 oC) dan amati perubahan yang terjadi dalam waktu 5 atau 6 menit. b. Larutan Perak Nitrat dalam Etanol Masukkan ke dalam 4 buah tabung reaksi senyawa‐senyawa di atas (sama dengan prosedur a). Tambahkan ke dalam tiap tabung reaksi 1 mL larutan 1% perak nitrat dalam etanol, kocok dengan baik, dan perhatikan waktu terbentuknya endapan pertama kali. Jika tak ada reaksi dalam waktu 5 menit, tempatkan tabung reaksi dalam penagas air (suhu 50 oC) dan amati perubahan yang terjadi dalam waktu 5 atau 6 menit. Untuk menguji pengaruh pelarut terhadap laju kerektifan reaksi SN1, bandingkan waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya endapan ketika 2‐klorobutana atau ters‐butil klorida direaksikan dengan larutan 1% AgNO3 dalam etanol dan ketika 2‐klorobutana atau ters‐butil klorida direaksikan dengan larutan 1% AgNO3 dalam campuran etanol‐ air 1:1. Bandingkan pula pengaruh struktur, gugus halida dan suhu terhadap kereaktifan reaksi SN1 dan SN2.
c. Pengaruh pelarut terhadap kereaktifan reaksi SN1 (Solvolisis) Perhatikan tabel di bawah. Siapkan 1 tabung reaksi untuk setiap campuran pelarut. Dengan gelas ukur, siapkan 2 mL campuran pelarut seperti tertera pada tabel. Ke dalam tiap tabung reaksi, tambahkan hanya 3 tetes larutan NaOH 0,5 M yang mengandung indikator fenolftalein. Tutup tabung reaksi dengan gabus atau alumunium foil dan simpan di dalam penangas air bertemperatur 30±1 oC. Ke dalam tabung reaksi, tambahkan hanya 3 tetes tert‐ butil klorida. Perhatikan waktu penambahan, goyangkan tabung untuk pencampuran, lalu simpan kembali dalam penangas air. Catat waktu yang diperlukan untuk hilangnya warna merah muda dari indikator.
Perbandingan pelarut : air
50:50
60:40
70:30
mL pelarut
1,0
1,2
1,4
mL air
1,0
0,8
0,6
Pelarut
Waktu
Etanol
Metanol
Aseton
IV. Tugas Pendahuluan (Pre‐Lab) 1. 2. 3. 4.
Dapatkah n‐butilalkohol dan sek‐butilalkohol diubah menjadi kloridanya dengan cara hanya mengocoknya dengan HCl pekat? Jelaskan! Diantara HI, HBr dan HCl, manakah yang lebih mudah bereaksi dengan alkohol membentuk halidanya? Apakah yang akan terjadi bila ters‐butilalkohol dipanaskan dengan larutan NaOH? Jelaskan! Pada uji alkil halida di atas, jelaskan apakah reaksi SN1 atau SN2 yang terjadi ketika alkil halida direaksikan dengan NaI dalam aseton dan reaksi dengan larutan AgNO3 dalam etanol?
Pustaka Williamson, Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston, 1999, p. 258 – 264 Moore, J.A, and Dalrymple, D.L., Experimental Methods in Organic Chemistry, 2nd edition, Saunders: Philadelphia, 1976, p. 139 ByDW2011
51
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Percobaan 9 Alkohol dan Fenol: Sifat dan Reaksi Kimia Sasaran Percobaan a. b.
Pada akhir percobaan mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan mengenai: perbedaan sifat‐sifat senyawa alkohol dan fenol jenis‐jenis pereaksi untuk membedakan senyawa‐senyawa alkohol dan fenol.
I. Pendahuluan Hampir lebih dari 20 juta senyawa organik telah diketahui dan dipublikasikan di berbagai publikasi internasional. Jika setiap senyawa harus dipelajari sebagai bagian yang tesendiri, maka studi kimia organik hampir tak mungkin dilakukan. Untungnya, ilmu kimi organik telah membagi‐bagi senyawa organik berdasarkan konsep gugus fungsi. Gugus fungsi adalah suatu atom atau kumpulan atom yang terikat bersama dengan suatu cara tertentu sebagai bagian dari suatu molekul, dan kemudian mempengaruhi karakteristik sifat fisik dan kimia molekul secara keseluruhan. Kelompok gugus fungsi yang akan dipelajari pada percobaan ini adalah gugus fungsi hidroksi (atau hidroksil), ‐OH. Gugus fungsi ini menunjukkan dominasinya di antara senyawa‐senyawa organik, karena begitu banyak dan beragam senyawa yang memiliki gugus fungsi ini. Gugus fungsi yang akan dipelajari dalam percobaan ini adalah alkohol dan H H fenol. Pada alkohol, gugus –OH terikat pada atom karbon tetrahedral. Jika gugus H C OH H C OH –OH terikat pada satu atom karbon yang mengikat 3 atom hidrogen maka slkohol tersebut adalah metanol. Jika karbon yang mengikat –OH terikat pada satu atom H C karbon lain dan 2 atom hidrogen, alkohol ini disebut alkohol primer (1o). Jika atom o metanol Alkohol 1 karbon yang mengikat gugus –OH terikat pada 2 atom karbon lain, disebut alkohol o ) dan alkohol yang mengikat 3 atom karbon lain di samping gugus – sekunder (2 H C OH disebut alkohol tersier (3o). Semua jenis alkohol ini memiliki beberapa C C OH C C OH karakteristik yang sama di samping beberapa karakteristik lain yang berbeda akibat perbedaan dalam strukturnya. Dalam fenol, gugus –OH terikat pada karbon C C yang menjadi bagian langsung dari cincin aromatik. Alkohol dan fenol memiliki Alkohol 2o Alkohol 3o kemiripan dalam beberapa hal, tetapi terdapat perbedaan yang cukup mendasar sehingga kedua kelompok senyawa ini dianggap sebagai kelompok gugus fungsi yang berbeda. Salah satu perbedaan utama adalah bahwa fenol bersifat jutaan kali lebih asam daripada alkohol. Penambahan sejumlah larutan natrium hidroksida ke dalam fenol akan menyebabkan gugus –OH dalam molekul terdeprotonasi; hal ini tak akan terjadi kepada alkohol.
Sifat Fisik Semakin besar struktur suatu alkohol atau fenol, maka biasanya titik didihnya semakin tinggi. Ketika ukuran suatu alkohol bertambah besar, maka probabilitas alkohol menjadi berwujud padat semakin besar. Sebagian besar senyawa fenol berwujud padat. Sebagian kecil alkohol larut dalam air karena gugus hidroksi pada alkohol dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air. Namun ketika ukuran gugus alkil pada alkohol bertambah besar, kelarutannya dalam air akan berkurang. Hal ini disebabkan oleh kemampuan gugus alkil yang dapat mengganggu pembentukan ikatan hidrogen antara gugus hidroksi dengan air. Jika gangguan ini menjadi cukup besar, akibatnya molekul‐molekul air akan menolak molekul‐molekul alkohol untuk menstabilkan kembali ikatan hidrogen antarmolekul air. Jika gugus non polar (seperti gugus alkil) terikat pada cincin aromatik, maka kelarutan fenol dalam air akan berkurang. Hal ini yang menjadi alasan mengapa gugus non polar sering disebut sebagai gugus hidrofob.
Sifat Kimia Pada percobaan ini focus utamanya adalah reaksi‐reaksi kimia yang dapat membantu dalam membedakan alkohol dengan fenol dan antara senyawa‐senyawa alkohol sendiri. 1. Uji Lucas Uji ini dilakukan untuk membedakan alkohol‐alkohol primer, sekunder dan tersier yang dapat larut dalam air. Reagen Lucas merupakan suatu capuran asam klorida pekat dengan seng klorida. Seng klorida adalah suatu asam Lewis, yang ketika ditambahkan ke dalam asam klorida akan membuat larutan menjadi lebih asam. Alkohol tersier yang larut dalam air akan bereaksi dengan reagen Lucas dengan cepat membentuk alkil klorida yang tak larut dalam larutan berair. Pembentukan fasa cair kedua yang terpisah dari larutan semula di dalam tabung reaksi segera setelah alkohol beeaksi merupaka indikasi keberadaan alkohol tersier. Alkohol sekunder bereaksi lambat, dan setelah sedikit pemanasan akan terbentuk fasa cair lapisan kedua, biasanya sekitar 10 menit. Alkohol primer dn metanol tidak bereaksi pada kondisi ini. Pada alkohol tersier, atom klor biasanya terikat pada atom karbon yang sebelumnya mengikat gugus –OH. Pada alkohol sekunder, seringkali atom klor ini terikat pada atom karbon yang mengikat gugus hidroksi, namun penantaan ulang dapat saja terjadi yang mengakibatkan terikatnya atom klor tidak terjadi pada atom karbon yang sebelumnya mengikat –OH.
ByDW2011
52
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
2. Uji Asam Kromat (Uji Bordwell‐Wellman) Alkohol primer dapat teroksidasi menjadi asam karboksilat dengan adanya asam kromat. Bilangan oksidasi +6 +3 Cr pada asam kromat, yang berwarna merah kecoklatan, tereduksi menjadi Cr , yang berwarna hijau. Alkohol sekunder teroksidasi menjadi keton oleh asam kromat. Alkohol tersier tidak dapat teroksidasi oleh asam kromat. Oleh karena itu reaksi ini di satu sisi dapat membedakan alkohol primer dan sekunder, dan di sisi lain membedakan alkohol primer dan sekunder dengan alkohol trsier. Fenol biasanya teroksidasi menjadi tar berwarna coklat oleh asam kromat.
3. Uji dengan Natrium dan Larutan NaOH Atom hidrogen dari gugus hidroksil dalam alkohol dan fenol dapat disingkirkan oleh natrium. Fenol lebih asam daripada alkohol dan dapat diubah menjadi garam natrium bila direaksikan dengan larutan NaOH, dan garam ini biasanya larut dalam air. Berikut adalah reaksi alkohol dengan natrium:
2 R-O- +Na
2 R-O-H + 2 Na
+ H2
alkoksida Alkoksida yang dihasilkan adalah basa kuat, yang berguna sebagai katalis dalam reaksi‐reaksi organik. 4. Keasaman Fenol Sebagian besar fenol bersifat asam yang lebih lemah daripada asam karboksilat dan asam yang lebih kuat daripada alkohol. Ketika fenol bereaksi dengan suatu basa, fenol akan diubah menjadi anion fenoksida, sehingga fenol akan terlarut dalam larutan basa (sebagai garam fenoksida). Larutan natrium hidroksida dan natrium karbonat merupakan basa yang cukup kuat untuk dapat melarutkan hampir semua fenol yang tak larut dalam air, tetapi larutan natrium bikarbonat tidak dapat. Tidak satu pun di antara basa‐basa tersebut yang cukup kuat untuk mengubah sejumlah tertentu alkohol menjadi ion alkoksida (yang akan dapat melarutkan alkohol yang tak larut air dalam bentuk anion alkoksida). Urutan kebasaan dari basa‐basa yang terdapat dalam persamaan reaksi di atas, mulai dari yang paling kuat ke yang kurang kuat: natrium hidroksida, NaOH > natrium karbonat, Na2CO3 > natrium bikarbonat, NaHCO3. 5. Uji Besi(III) Klorida Penambahan besi (III) klorida yang terlarut dalam kloroform (triklorometana) ke dalam suatu larutan fenol dalam kloroform, menghasilkan suatu larutan berwarna ketika ditambahkan piridin. Berdasarkan struktur fenol, warna produk yang dihasilkan dapat bervariasi mulai dari merah sampai ungu. Alkohol tidak menghasilkan warna apapun terhadap uji ini.
ByDW2011
53
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
II. Peralatan dan zat Cari dan susunlah sendiri peralatan dan zat yang digunakan sesuai dengan eksperimen yang dilakukan.
III. Cara kerja Perhatian!! Asam kromat sangat korosif! Jika Anda terkena zat ini, segera bilas anggota tubuh Anda yang terkontaminasi oleh air yang banyak! Fenol sangat korosif! Jika ada padatan atau larutan fenol yang mengenai Anda, segera cuci atau rendam bagian yang terkena dengan Anti Fenol, kemudian bilaslah dengan air yang banyak!
A. Kelarutan Alkohol dan Fenol
Dalam setiap percobaan Anda akan mencoba membuat kira‐kira 10% berat larutan alkohol atau fenol dalam air (sangat polar) dan dalam heksana (non polar), untuk melihat apakah senyawa tersebut dapat larut dalam kedua pelarut atau tidak. 1. Beri label tabung reaksi Anda untuk setiap senyawa turunan alkohol dan fenol yang tersedia di laboratorium. Masukkan 10 tetes (= ~0,5 mL = ~0,5 g) setiap senyawa ke dalam tabung reaksi masing‐masing. Untuk fenol, tambahkan 0,5 g. Dengan menggunakan gelas ukur 10 mL, tambahkan 4,5 mL (= 4,5 g) aqua dm ke dalam tiap tabung. Goyangkan tabung untuk pengadukan atau aduk dengan batang pengaduk. Catat apakah senyawa terlarut sempurna, terlarut sebagian atau tak larut dalam air. 2. Lakukan hal yang sama seperti di atas, tetapi sebagai pelarut tambahkan 6,8 mL heksana ( ~ 4,5 g). Aduk dan amati kelarutannya.
B. Uji Kimia Beri label tabung reaksi Anda untuk setiap senyawa turunan alkohol dan fenol yang tersedia di laboratorium ditambah sampel senyawa tak dikenal (diberikan oleh asisten). 1. Uji Lucas Masukkan 5 tetes tiap sampel ke dalam masing‐masing tabung sesuai label. Tambahkan 1 mL reagen Lucas. Tutup tabung reaksi dengan gabus atau alumunium foil dan goyangkan dengan kuat untuk mengaduk campuran. Setelah benar‐benar tercampur, buka tutup tabung dan biarkan tabung beberapa saat (sekitar 5 menit). Amati apakah terlihat kekeruhan atau lapisan kedua pada larutan. Apabila terdapat tabung yang larutannya masih bening, masukkan tabung tersebut ke dalam penagas air bersuhu 60oC selama 15 menit, kemudian amati apakah terdapat kekeruhan atau tidak. Catat hasil pengamatan Anda. 2. Uji Asam kromat (Uji Bordwell‐Wellman) Masukkan 5 tetes sampel ke dalam tabung reaksi masing‐masing, lalu ke dalamya ditambahkan 10 tetes aseton dan 2 tetes asam kromat. Tutup tabung reaksi, lalu aduk. Buka tutup tabung dan simpan tabung di dalam penangas air bersuhu 60oC selama 5 menit. Amati perubahan warna yang terjadi dan catatlah hasilnya. 3. Uji dengan Natrium dan Larutan NaOH
a. Reaksi dengan natrium Tempatkan 2 mL dari masing‐masing senyawa berikut dalam tabung reaksi: etanol, 1‐propanol, 2‐propanol, dan fenol (bila fenol berbentuk kristal, panaskan sedikit supaya melebur). Tambahkan sepotong kecil logam Na ke dalam tiap‐tiap tabung reaksi di atas. Catat hasilnya. Ke dalam larutan yang diperoleh, tambahkan beberapa tetes fenolftalin, catat hasilnya. (hati‐hati, natrium sangat reaktif, reaksi dengan air bisa menimbulkan ledakan!!! Buang bekas hasil reaksi ke dalam wadah yang berlabel ”Sisa Natrium”!).
b. Reaksi dengan alkali Ke dalam empat tabung reaksi masukkan masing‐masing 0,5 mL senyawa : n‐butanol, sikloheksanol, fenol dan 2‐naftol. Tambahkan 5 mL larutan NaOH 10% ke dalam tiap‐tiap tabung reaksi, aduk dan amati hasilnya!
ByDW2011
54
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
4. Keasaman Masukkan 5 tetes sampel ke dalam tabung reaksi, lalu tambahkan masing‐masing 5 tetes aqua dm. Gunakan batang pengaduk kaca untuk mengaduk sampel kemudian sentuhkan ujung batang pengaduk pada kertas pH. Setelah 15 detik, bandingkan warna kertas pH dengan kertas skala pH. Catat pH tiap sampel. 5. Uji Besi(III)klorida Masukkan 10 tetes tiap sampel ke dalam tabung reaksi berlabel, lalu tambahkan 10 tetes kloroform ke dalam tiap tabung. Tambahkan pula 5 tetes larutan besi(III) klorida dalam kloroform ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 2 tetes piridin ke dalam tiap tabung. Aduk tabung reaksi, amati dan catat yang terjadi. 6. Reaksi fenol dengan air brom Ke dalam larutan 0,1 g fenol dalam 3 mL air, tambahkan air brom tetes demi tetes sambil digoncangkan sampai warna kuning tidak berubah lagi. Amati hasilnya! TUGAS DI LABORATORIUM: Berdasarkan uji‐uji di atas, Anda harus dapat mengidentifikasi sampel tak dikenal (yang akan diberikan oleh asisten Anda), apakah suatu alkohol primer, sekunder, tersier atau fenol.
IV. Tugas Pendahuluan (Pre‐Lab) 1. 2. 3. 4.
5. 6.
Apakah kesimpulan umum yang dapat diambil mengenai kelarutan alkohol‐alkohol di dalam air? Jelaskan manakah dari 1‐pentanol dan 1‐heptanol yang akan lebih sukar larut dalam air? Tuliskan persamaan reaksi yang menunjukkan kelarutan fenol dalam larutan NaOH 10%. Dari percobaan di atas, jelaskan apakah sikloheksanol lebih atau kurang asam daripada fenol? Dari percobaan, jelaskan bagaimana membedakan secara kimia isopropil alkohol dari benzen, dan sikloheksanol dari fenol? Bagaimana reaksi Lucas terhadap: a. isobutanol b. 1‐metilsiklopentanol c. 2‐metilsiklopentanol Diantara alkohol‐alkohol pada soal no.4, manakah yang tidak mengalami oksidasi pada pengujian Bordewell‐ Wellman? Tuliskan masing‐masing reaksinya! Tuliskan persamaan reaksi antara fenol dan air brom!
Pustaka Mayo, D.W., Pike, R.M., Forbes, D.C. (2011), Microscale Organic Laboratory: with Multistep and Multiscale Synthesis, 5th edition, John Wiley & Sons, New York, p.640‐642; 653 Pasto, D., Johnson, C., Miller, M. (1992), Experiments and Techniques in Organic Chemistry, Prentice Hall Inc., New Jersey Williamson (1999), Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston
ByDW2011
55
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Percobaan 10 Esterifikasi Fenol: Sintesis Aspirin
Sasaran Percobaan Pada akhir percobaan mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan dan terampil dalam melakukan sintesis aspirin dari asam salisilat, sekaligus menentukan % rendemen hasil sintesis dan dapat menentukan kadar aspirin dalam suatu senyawa menggunakan metode titrasi asam basa.
I. Pendahuluan
CH2OH O
glukosa
Salisin CH2OH OH Salisil alkohol O
C
H OH Salisilaldehid
O
C
OH OH Asam Salisilat
O
C
OH
O O
C
CH3
Asam Asetilsalisilat (Aspirin)
Pada awal tahun 1800, seorang Egyptologist berkebangsaan Jerman bernama Georg Ebers membeli papirus dari seorang pedagang jalanan Mesir. Papirus Ebers, demikian kemudian dikenal, berisi koleksi resep‐resep obat sebanyak 877 resep Mesir sejak 2500 SM. Di antara resep tersebut terdapat sebuah rekomendasi campuran daun pohon myrtle, yang berdaun hijau dan berbunga putih, untuk penyakit rematik dan sakit punggung. Hippocrates dari Kos (sekitar 400 SM), yang sering dianggap sebagai Bapak Pengobatan modern, merekomendasikan ekstrak the dari kulit pohon willow untuk pengobatan demam dan sakit penat. Sifat antipyretic (pereda demam) dan analgesic (penghilang rasa sakit) yang ditemukan dalam tanaman ini berasal dari senyawa salicin (dinamakan sesuai dengan nama Latin untuk pohon willow yaitu Salix), yang diisolasi oleh Johann Büchner pada tahun1828 di University of Munich. Salicin merupakankelompok senyawa yang dikenal sebagai glikosida. Glikosida adalah senyawa yang memiliki bagian gula (glikosa) yang terikat pada bagian non‐glikosa (suatu aglikon). Aglikon dalam salisin adalah salicil alkohol yang merupakan bentuk tereduksi sempurna dari asam salisilat. Pada tahun 1838, Raffaele Piria, yang bekerja di Sorbonne Paris, memisahkan salicin menjadi glukosa dan salisilaldehid melalui proses oksidasi dan hidrolisis. Kemudian beliau mengubah salisilaldehid, secara oksidasi, menjadi suatu asam berwujud kristal jarum tak berwarna, yang dinamakannya asam salisilat. Asam salisilat memiliki sifat antipiretik dan analgesik; sayangnya, senyawa ini terlalu keras terhadap bibir, kerongkongan dan perut. Pada tanggal 10 Agustus 1897, Felix Hoffmann, seorang kimiawan dari pabrik kimia Bayer, membuat sampel asam asetilsalisilat murni untuk pertama kalinya, yang oleh Bayer diberi nama dagang aspirin. Senyawa ini pun memiliki sifat‐sifat analgesik dan antipiretik. Walaupun aspirin lebih ringan terhadap perut daripada asam salisilat, namun dapat menyebabkan perih lambung dan mual. Semenjak itu, aspirin telah digunakan untuk membantu pencegahan penyakit stroke dan kelainan jantung. Hal ini karena aspirin menghambat produksi prostaglandin, yang terlibat dalam pembentukan zat beku darah dan penimbul rasa sakit. Dalam percobaan ini Anda akan mencoba melakukan sintesis aspirin dari asam salisilat dan kemudian menentukan rendemennya.
II. Peralatan dan zat Cari dan susunlah sendiri peralatan dan zat yang digunakan sesuai dengan eksperimen yang dilakukan.
III. Cara kerja Bagian I: Pembuatan Aspirin 1. Panaskan air dalam wadah penangas air. 2. Timbang sekitar 1,4 g asam salisilat dalam labu Erlenmeyer 125 mL. Tambahkan 4 mL anhidrida asam asetat dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat membilas serbuk asam salisilat yang menempel di dinding wadah. 3. Tambahkan dengan hati‐hati (bekerjalah di ruang asam!) 5 tetes larutan 85% H3PO4. Aduk larutan dengan batang pengaduk kaca. 4. Panaskan labu Erlenmeyer berisi campuran reaksi tersebut dalam penangas air yang airnya telah dipanaskan selama 5 menit. Sebaiknya labu Erlenmeyer dipegang dengan klem. 5. Setelah 5 menit, angkat labu Erlenmeyer dari penangas air dan segera tambahkan 2 mL aqua dm. 6. Setelah 2 atau 3 m3nit, tambahkan lagi 20 mL aqua dm dan biarkan labu berisi campuran reaksi mencapai suhu kamar dan mulai mengalami kristalisasi. Pastikan bahwa kristal telah terbentuk sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya. Anda dapat menggores dinding bagian dalam lagu dengan batang pengaduk kaca untuk mempercepat pembentukan kristal, jika kristal tak juga muncul. 7. Tambahkan 50 mL aqua dm dingin dan dinginkan labu beserta isinya dalam wadah penangas berisi es sehingga proses pembentukan kristal sempurna. 8. Kumpulkan kristal yang diperoleh menggunakan corong Büchner yang telah dilapisi kertas saring. Cuci kristal dengan sedikit air dingin.
ByDW2011
56
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
9.
Lakukan rekristalisasi untuk mendapatkan kristal yang lebih murni, dengan cara melarutkan kristal yang sudah terbentuk dalam 5 mL etanol (hati‐hati alkohol mudah terbakar! Jauhkan dari sumber api!). Kemudian tambahkan 20 mL air hangat. Panaskan larutan sampai semua kristal tepat larut, dan kemudian biarkan larutan dingin sampai kembali terbentuk kristal. Saring kembali kristal dengan corong Büchner. 10. Timbang kristal yang terbentuk sesudah dikeringkan di udara. Kemudian hitung rendemen hasil krstal asam asetilsalisilat (aspirin) yang diperoleh, dengan membandingkan berat hasil percobaan dengan berat hasil teoritis (berdasarkan perhitungan stoikiometrik, sesuai persamaan reaksi di bawah ini)
Perhitungan persen rendemen adalah sebagai berikut:
% Rendemen =
Hasil yang diperoleh dari percobaan Hasil teoritis berdasarkan stoikiometrik
x 100
Bagian II: Uji terhadap Aspirin A. Uji Reaksi Pengkompleksan dengan Besi(III) klorida, FeCl3 1. Siapkan 3 buah tabung reaksi dan beri label masing‐masing: asam salisilat, “my aspirin” yaitu hasil sintesis yang Anda lakukan, dan komersial aspirin. Tempatkan masing‐masing sejumlah sampel dalam tiap tabung reaksi sesuai dengan labelnya. 2. Tambahkan 20 tetes aqua dm ke dalam tiap tabung dan goyangkan untuk melarutkan sampel dalam tabung. 3. Tambahkan 10 tetes larutan 10% FeCl3 ke dalam tiap tabung. Amati perubahan warna larutan dan catat hasilnya. Warna ungu menunjukkan adanya asam salisilat dalam sampel. B. Penentuan Titik Leleh Asam Salisilat dan Aspirin 1. Siapkan dua tabung kapiler. Satu tabung kapiler diisi dengan sampel asam salisilat, tabung kapiler yang lain diisi dengan aspirin hasil sintesis. 2. Pasang salah satu tabung kapiler di lubang pada melting block, kemudian panaskan secara perlahan alat melting block (lihat gambar di samping) di atas pemanas bunsen. Jangan lupa pasang termometer pada alat melting block. Amati perubahan suhu dan catatlah suhu awal ketika padatan kristal dalam tabung kapiler mulai meleleh. Catat pula suhu pada saat semua padatan telah berubah seluruhnya menjadi cair. Kedua suhu ini merupakan trayek titik leleh zat padat yang diukur. Ulangi pengerjaan ini pada tabung kapiler yang lain, tapi alat melting block harus dibiarkan dingin kembali (suhu kamar). Titik leleh aspirin menurut literatur adalah 136 oC. Bandingkan hasil pengukuran titik leleh sampel aspirin Anda dengan data ini. Semakin kecil trayek titik leleh, semakin murni sampel Anda. Semakin dekat hasil pengukuran titik leleh sampel Anda dengan data literatur, menunjukkan semakin baik dan teliti Anda bekerja. C. Analisis Kandungan Aspirin dalam Tablet Aspirin Komersial. 1. Tempatkan dua tablet aspirin dalam sebuah labu Erlenmeyer 125 mL. Hancurkan tablet aspirin dengan batang pengaduk kaca (atau hancurkan dulu kedua tablet, baru masukkan ke dalam labu Erlenmeyer). Larutkan serbuk tablet aspirin dalam 10 mL etanol. Setelah larut seluruhnya, tambahkan 3 tetes fenoftalein dan aqua dm secukupnya sehingga volume total larutan menjadi 50 mL. 2. lakukan titrasi menggunakan larutan baku NaOH 0,1 M sampai tercapai titik akhir titrasi, yaitu ketika terjadi perubahan warna indikator dalam larutan. Catat volume NaOH yang digunakan. Hitung massa asam asetilsalisilat (aspirin) per tablet. Menurut Peraturan FDA, kekuatan tablet aspirin ditentukan oleh minimal 5 grains asam asetilsalisilat (1 grain = 0.0648 gram). Aspirin (asam asetilsalisilat, HC9H7O4, bereaksi dengan NaOH dengan perbandingan mol 1 : 1, sehingga jumlah mol NaOH yang digunakan dalam titrasi sama dengan jumlah mol aspirin dalam tablet. Apakah tablet aspirin yang Anda analisis sesuai dengan peraturan FDA?
IV. Tugas Pendahuluan (Pre‐Lab) 1. 2. 3. 4.
Hitunglah hasil teoritis asam asetilsalisilat (dalam gram) berdasarkan persamaan reaksi yang terdapat dalam modul “pembuatan Aspirin” (kerapatan anhidrida asetat = 1,080 g/mL)! Jika Anda memperoleh produk hasil sintesis sebanyak 1,352 g, hitunglah persen rendemen aspirin! Berikan penjelasan ilmiah mengenai hasil non‐ideal ini! Jika Anda memperoleh produk hasl sintesis sebanyak 1,934 g, hitunglah persen rendemen aspirin! Berikan pula penjelasan ilmiah terhadap hasil non‐ideal ini! Cisplatin [Pt(NH3)2Cl2], suatu senyawa yang digunakan untuk terapi kanker, dibuat berdasarkan reaksi amonia dengan kalium tetrakloroplatinat: K2PtCl4 + 2 NH3 2 KCl + Pt(NH3)2Cl2. Berapa gram cisplatin yang akan terbentuk dari 55,8 g K2PtCl4 dan 35,6 g NH3 jika reaksi berlangsung dengan rendemen 95%?
ByDW2011
57
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Pustaka Borer L.L., and Barry, E. (2000), Experiments with Aspirin, journal of chemical education., 77(3), p.354 Pasto, D., Johnson, C., Miller, M. (1992) Experiments and Techniques in Organic Chemistry, Prentice Hall Inc., New Jersey, , p.485 Wilcox, C.F., and Wilcox, M.F. (1998), Experimental Organic Chemistry: A Small Scale Approach, Prentice‐Hall, Engelwood Cliffs, New Jersey, p.485 Williamson (1999), Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston
ByDW2011
58
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Percobaan 11 PEMBUATAN SIKLOHEKSANON
Sasaran Percobaan Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa dapat menjelaskan dan terampil dalam: 1) melakukan oksidasi alkohol sekunder alisiklik; dan 2) memahami bahwa tidak hanya alkohol sekunder alifatik biasa saja yang dapat dioksidasi, tetapi juga alkohol sekunder alifatik.
I. Pendahuluan Pembuatan sikloheksanon ini adalah suatu contoh dari oksidasi alkohol sekunder alisiklik menjadi keton alisiklik dengan oksidator kalium dikromat dalam suasana asam.
Walaupun reaksi oksidasi alkohol dengan Cr(VI) paling banyak digunakan, namun dari sudut pandang lingkungan, senyawa Cr(VI) bersifat karsinogen pada sistem pernafasan dan produk tereduksinya, yaitu Cr(III), juga berbahaya dan beracun bagi lingkungan,terutama kalu dibuang bebas ke perairan. Oleh karena itu, sebagai salah satu alternatif yang lebih aman bagi lingkungan, pada percobaan ini oksidasi alkohol sekunder menggunakan larutan 5,25% (0,75 M) natrium hipoklorit, NaOCl, di samping lebih murah harganya dan mudah ditemui di pasaran bebas. Mekanisme reaksi menggunakan natrium hipoklorit ini tidak begitu jelas. Tetapi yang jelas bukan merupakan reaksi radikal bebas; reaksi akan berlangsung lebih cepat dalam suasana asam daripada dalam basa; molekul klor, Cl2, yang bertidak sebagai oksidator; dan asam hipoklorit harus ditambahkan dalam reaksi ini. Pada reaksi ini kemungkinan dapat membentuk senyawa antara ester alkil hipoklorit, dan melalui reaksi eliminasi E2 menghasilkan keton dan ion klorida. Hipoklorit berlebih dengan mudah dapat dihilangkan dengan penambahan senyawa bisulfit; produk akhirnya adalah ion klorida yang jauh kurang toksik dibandingkan Cr(III).
II. Peralatan dan Zat
Cari dan susunlah sendiri peralatan dan zat yang digunakan sesuai dengan eksperimen yang dilakukan.
III. Cara kerja A. Sintesis Sikloheksanaon dari Sikloheksanol Ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL di dalam ruang asam, masukkan 8 mL (0,075 mol) sikloheksanol. Masukkan termometer, dan secara perlahan tambahkan ke dalam labu, sambil digoyangkan pelan, campuran 4 mL asam asetat dengan 115 mL larutan pemutih komersial, misalnya Bayklin(R) (atau larutan 5,25% berat NaOCl dalam air, 0,75 M). Larutan hipoklorit yang digunakan haruslah dalam keadaan segar. Penambahan campuran ini bisa dilakukan dengan menggunakan corong pisah yang diklem pada ring‐nya. Hati‐hati jangan sampai reagen mengenai kulit atau mata Anda! Uji dengan kertas lakmus, dan kalau perlu tambahkan sedikit asam asetat sampai Anda yakin larutan dalam suasana asam. Selama penambahan, jaga suhu sekitar 40 – 50oC. Siapkan sebelumnya wadah berisi es untuk berjaga‐jaga apabila suhu reaksi melewati 50oC, tapi jangan biarkan suhu menjadi di bawah 40oC, karena reaksi oksidasi tidak berlangsung sempurna. Waktu penambahan campuran reaksi berkisar antara 15 – 20 menit. Goyangkan Erlenmeyer secara berkala selama 20 menit berikutnya agar reaksi berlangsung sempurna (total waktu ~ 40 menit). Tambahkan beberapa tetes indikator timol biru ke dalam campuran reaksi, dan secara perlahan sambil digoyangkan, tambahkan 15 – 20 mL larutan NaOH 6 M sampai larutan netral (ditunjukkan dengan perubahan warna indikator). Pindahkan campuran reaksi ke dalam labu bundar 250 mL, tambahkan batu didih atau masukkan batang pengaduk magnet lalu lakukan pengadukan, dan lakukan distilasi sederhana dalam penangas air, sampai tidak ada sikloheksanon yang keluar bersama‐sama air (perhatikan suhu; sebanyak 40 mL distilat seharusnya terkumpul yang terdiri dari dari dua lapisan, lapisan air dan lapisan sikloheksanol (organik)). Masukkan distilat ke dalam corong pisah yang bersih. Jenuhkan campuran reaksi (distilat) dengan garam NaCl (bersih) – kira‐kira diperlukan 10 g – kemudian tambahkan 15 – 20 mL pelarut eter, pisahkan lapisan siklohesanon (atas) dari corong pisah. Lakukan ekstraksi dengan ByDW2011
59
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
2 x 15 mL eter. Kumpulkan fraksi sikloheksanon dalam eter, tambahkan 3 g natrium atau magnesium sulfat anhidrat ke dalam lapisan sikloheksanon (?). Saring larutan kering ini ke dalam labu distilasi kecil, keluarkan pelarutnya (eter) dengan cara distilasi di atas penangas air (tanpa api! Ingat: Eter mudah sekali terbakar!!). Akhirnya, residu sikloheksanon didistilasi di atas penangas udara atau langsung di atas pemanas listrik. Kumpulkan fraksi didih pada 154‐1560C. Tentukan kemurniannya dengan mengukur indeks biasnya. Dari data ini, hitunglah % rendemennya!
Simpan sebagian sikloheksanon untuk Percobaan‐12!
B. Oksidasi Sikloheksanon menjadi Asam Adipat Masukkan 2,5 g sikloheksanon dan 7,7 g KMnO4 dalam labu Erlenmeyer 250 mL, tambahkan 32 mL air, lalu goyangkan. Pertahankan suhu sampai 30 oC, sampai tidak ada lagi kenaikan suhu, kemudian tambahkan 1 mL larutan NaOH 3 M. Kenaikan suhu diamati pada termometer. Pada saat suhu mencapai 45 oC (15 menit), pelankan laju proses oksidasi dengan pendinginan labu dalam air es sebentar, jaga suhu pada 45 oC selama 20 menit. Tunggu sampai ada sedikit kenaikan suhu (47 oC) dan suhu turun kembali (25 menit). Kemudian panaskan campuran reaksi sambil digoyangkan di atas pemanas untuk menyempurnakan reaksi dan mengendapkan mangan dioksida (warna coklat). Jika permanganat masih ada, tambahkan sedikit natrium bisulfit. Kemudian saring campuran reaksi dengan pengisapan (corong Buchner), cuci endapan coklat dengan sedikit air. Pindahkan filtrat ke dalam gelas kimia 100 mL, tambahkan batu didih ke dalam filtrat dan uapkan pelarut di atas api sampai volume mencapai 8 mL. Apabila larutan masih berwarna, tambahkan sedikit karbon aktif, lalu saring kembali, cuci dengan sedikit air. Filtratnya diuapkan kembali sampai volume sekitar 8 mL. Asamkan larutan dengan penambahan HCl pekat sampai pH 1 – 2 (gunakan kertas pH universal), tambahkan sedikit asam berlebih sampai terbentuk kristal. Saring kristal dengan corong Buchner, cuci dengan sedikit air dingin/es, biarkan mengering. Tentukan titik leleh asam adipat (t.l. 152 – 153 oC), berat sekitar 0,875 g.
IV. Tugas Pendahuluan (Pre‐Lab) 1. 2. 3. 4. 5.
Bagaimanakah Anda bisa menerangkan bahwa reaksi di atas adalah suatu reaksi redoks? Apakah sebabnya suhu reaksi tidak boleh lebih dari 60 oC ? Dari cara kerja diatas, sebutkan dan jelaskan tiga macam teknik pemisahan percobaan kimia organik! Tuliskan mekanisme reaksi oksidasi sikloheksanol menjadi sikloheksanon menggunakan oksidator dikromat, Cr(VI)! Jelaskan perubahan bilangan oksidasi masing‐masing spesinya! Tuliskan reaksi oksidasi sikloheksanol menjadi asam adipat! Jelaskan beberapa cara identifikasi yang membedakan sikloheksanon dan asam adipat?
Pustaka Pasto, D., Johnson, C., Miller, M., Experiments and Techniques in Organic Chemisty, Prentice Hall Inc., New Jersey, 1992, p. 438 – 439 Williamson, Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston, 1999, p. 302 – 314
ByDW2011
60
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Percobaan 12 Aldehid dan Keton: Sifat dan Reaksi Kimia Sasaran Percobaan Pada akhir percobaan mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan mengenai: 1. perbedaan sifat‐sifat senyawa aldehid dan keton 2. jenis‐jenis pereaksi untuk membedakan senyawa‐senyawa aldehid dan keton.
I. Pendahuluan Aldehid dan keton memiliki gugus fungsi karbonil (‐C=O), yaitu atom karbon yang berikatan rangkap dua dengan oksigen. Pada keton, terdapat 2 atom karbon lain yang terikat pada gugus karbonil. Karbon yang terikat pada gugus karbonil dapat merupakan rantai alifatik (bukan merupakan bagian dari cincin aromatik) atau aromatik (merupakan bagian dari cincin aromatik). Aldehid dan keton sama‐sama mengalami reaksi yang disebut adisi nukleofilik. Pada kondisi kurang asam, pada reaksi ini suatu nukleofil (suatu spesi yang dapat mendonorkan sepasang elektron, atau disebut sebagai basa Lewis) memberikan pasangan elektronnya kepada karbon karbonil untuk membentuk suatu ikatan tunggal seiring dengan bergeraknya sepasang elektron pada ikatan rangkap menjadi sepasang elektron bebas pada oksigen. Akibatnya, oksigen dapat mengambil sebuah proton dari tempat lain (bisa jadi dari salah satu yang terikat pada atom nukleofil yang menyerang karbon karbonil) dan menjadi gugus –OH. Pada kondisi yang lebih asam, hasilnya sama, namun pada kondisi ini sebuah proton (dari suatu asam) mengikatkan diri pada salah satu dari pasangan elektron bebas pada oksigen. Gugus karbonil sekarang bermuatan + 1 dan dapat mengundang nukleofil yang lemah sekalipun (nukleofil kuat tidak dapat berada di dalam larutan yang sangat asam karena nukleofil kuat biasanya merupakan basa yang kuat dan tak bisa berkeliaran bebas di dalam larutan asam). Jadi, ketika nukleofil menyerang karbon karbonil dan membentuk ikatan, maka ikatan rangkap pada karbonil berubah menjadi gugus –OH. Kedua kondisi reaksi tersebut dapat dilihat pada reaksi berikut. Kondisi pertama – dalam larutan yang sedikit asam: reaksi 2,4‐dinitrofenilhidrazin dengan aseton. O-
O
O2N
N+ O-
O
+
HN
C
N
CH3 H2N
H3C
Reaksi adisi nukleofilik 2,4-dinitrofenilhidrazin pada aseton. Tanda panah lengkung menunjukkan pergerakan elektron ketika ikatan terbentuk dan putus.
NO
2
N
O
O
H
C
2,4-dinitrofenilhidrazin
aseton
HN
H
+
CH3
H3C O2N
OH H3C C
N
H N
NO2
CH3 H
Pada reaksi di atas dapat dilihat bahwa terkadang produk yang dihasilkan tidak selalu yang dapat diisolasi. Produk ini dapat mengalami reaksi eliminasi dengan melepaskan gugus –OH yang telah terbentuk, kemudian atom hidrogen pada nitrogen lepas dan terbentuklah ikatan rangkap antara C dan N disertai pelepasan molekula air. Produk akhirnya sering dikenal sebagai 2,4‐dinitrofenilhidrazon. O2N
O2N H
OH H3C C
N
H N
NO2
+ H3O
O
H
H3C C
N
H N
NO2
CH3 H
CH3 H
- H2O O2N
H3C C
N
H N
O2N - H3O
NO2
CH3
H3C C
N
CH3 H
H N H2O
NO2
Perhatikan bahwa asam, H3O , dibutuhkan sebagai katalis untuk reaksi pertama di atas yang akan membentuk molekul air pada tahap pertama. Pada tahap kedua, molekul air yang kedua dihasilkan, namun molekul air ini terprotonasi dan +
ByDW2011
61
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
membentuk H3O+ pada tahap ketiga, sehingga secara keseluruhan hanya dihasilkan satu molekul air. Ini adalah ciri H3O+ sebagai katalis, mempercepat laju reaksi tetapi tidak ikut terpakai habis dalam reaksi. Kasus kedua – dalam larutan yang lebih asam: reaksi metanol dengan asetaldehid.
Pada tahap pertama mekanisme, katalis asam, H3O+, memprotonasi oksigen pada gugus karbonil sehingga muatannya +1. Pada tahap kedua, protonates oksigen pada metanol yang bersifat sebagai nukleofil lemah mendonorkan sepasang elektronnya kepada karbon karbonil membentuk ikatan baru. Pada tahap ketiga, hemiasetal yang terprotonasi memberikan proton pada molekul air yang terbentuk pada tahap pertama membentuk ion hidronium. Reaksi ini dikatalisis oleh asam. Jika asetaldehid tidak diprotonasi oleh asam pada tahap pertama, reaksinya dengan metanol akan berlangsung sangat lambat karena metanol adalah nukleofil lemah. Hemiasetal, produk yang terbentuk dari reaksi antara alkohon dengan aldehid atau keton, berperan penting dalam kimia karbohidrat. Gula, adalah senyawa polihidroksi aldehid dan keton, sehingga gula memiliki dua gugs fungsi (karbonil dan hidroksi) yang dapat bereaksi satu sama lain membentuk hemiasetal. Hemiasetal ternyata dapat bereaksi dengan alkohol menghasilkan senyawa yang disebut asetal. Asetal memiliki suatu karbon tetrahedral yang terikat terikat pada 2 atom oksigen, dimana kedua atom oksigen ini masing‐masing terikat pada atom karbon yang lain. Reaksi ini juga penting dalam kimia karbohidrat. Mekanisme manapun yang sebenarnya berlangsung, reaksi ini biasanya secara umum dikatakan sebagai reaksi adisi nukleofilik. Aldehid dapat dioksidasi oleh asam kromat, sedangkan keton tidak. Ketika aldehid teroksidasi, akan terjadi perubahan warna dari coklat kemerahan menjadi hijau, karena kromat tereduksi menjadi Cr +3. Inilah yang membedakan aldehid dari keton.
O
O 3R
C
Aldehid
H
C OH + Cr2(SO4)3 + 5 H2O 3R Cr3+ asam karboksilat hijau
+ 2 H2CrO4 + 3 H2SO4 asam kromat coklat‐jingga
Gugus fungsi lain, seperti alkohol primer dan sekunder juga dapat teroksidasi oleh asam kromat. Aldehid juga dapat teroksidasi oleh reagen Tollens, suatu zat yang mengandung Ag+. Ion perak akan tereduksi menjadi logam perak. Ion logam adalah pengoksidasi yang lemah; aldehid sangat mudah teroksidasi dan hasilnya akan terbentuk logam perak hasil reduksi dari ion Ag+.
Senyawa metil keton, tetapi bukan koton yang lain, akan teroksidasi oleh iod di dalam larutan natrium hidroksida. Metil keton akan teroksidasi menjadi asam karboksilat; juga akan terbentuk iodoform yang berwarna kuning, yang menjadi indikasi uji yang positif. Asetaldehid, tetapi bukan aldehid yang lain, akan memberikan hasil positif juga terhadap uji ini, karena memiliki kemiripan dalam struktur dengan metal keton. Di samping itu, etanol (teroksidasi
ByDW2011
62
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
menjadi asetaldehid) dan alkohol sekunder yang dapat teroksidasi menjadi metal keton dapat juga memberikan hasil positif terhadap uji ini.
II. Peralatan dan zat Cari dan susunlah sendiri peralatan dan zat yang digunakan sesuai dengan eksperimen yang dilakukan.
III. Cara kerja Perhatian!! Asam kromat sangat korosif! Jika Anda terkena zat ini, segera bilas anggota tubuh Anda yang terkontaminasi oleh air yang banyak! Segera cuci tabung reaksi Anda dengan air yang banyak setelah selesai melakukan uji Tollens, jangan dibiarkan begitu saja dalam waktu lama karena dapat menimbulkan ledakan/letupan! Untuk uji 1 sampai dengan 4, beri label 5 buah tabung reaksi Anda dengan senyawa turunan aldehid dan keton yang tersedia di laboratorium ditambah dengan sampel zat tak dikenal yang diberikan oleh asisten. Untuk tiap uji berikut, mulailah dengan 5 tetes setiap sampel yang akan diuji di dalam tabung reaksi. 1. Uji Asam Kromat Tambahkan 4 tetes larutan asam kromat, goyangkan tabung, lalu biarkan selama 10 menit. Perhatikan terjadi tidaknya perubahan warna dan catat berapa lama perubahan itu terjadi. 2. Uji Tollens Siapkan reagen Tollens di dalam labu Erlenmeyer 25 mL dengan mencampurkan 5 mL larutan perak nitrat 9% dalam 5 mL larutan NaOH 10%. Terhadap campuran reaksi, tambahkan larutan amoniak 10% tetes demi tetes sambil digoyang, sampai terbentuk endapan coklat dari perak oksida mulai melarut; jangan menambahkan amoniak berlebih! (Dibuat oleh Analis) Larutkan 5 tetes senyawa yang telah ada di dalam tabung reaksi dengan bis(2‐etoksietil)eter secara tetes demi tetes. Lalu tambahkan 2 mL reagen Tollens, kemudian tabung digoyang/diaduk. Tempatkan tabung reaksi di dalam penangas air 60oC selama 5 menit. Uji positif bagi aldehid adalah terbentuknya cermin perak pada tabung reaksi (jika tabung reaksi bersih); jika tabung reaksinya kotor, akan terbentuk endapan hitam. Catat pengamatan Anda! Cuci tabung reaksi segera dengan asam nitrat 1 M, lalu bilas dengan air yang banyak. 3. Uji Iodoform Ke dalam tiap tabung reaksi yang mengandung sampel yang akan diuji, tambahkan 2 mL air, lalu goyang tabung reaksinya. Jika senyawanya tak larut, tambahkan dioksan tetes demi tetes sambil diaduk sampai campuran homogen. Tambahkan 2 mL larutan NaOH 6 M. Aduk. Kemudian tempatkan tabung reaksi di dalam penangas air 60oC selama 3 atau 4 menit, dan sambil tabung reaksi masih di dalam penangas air, tambahkanlah larutan I2/KI tetes demi tetes sambil digoyang/diaduk (untuk hal ini, keluarkan sebentar tabung reaksi, lalu masukkan kembali ke dalam penangas), sampai warna coklatnya bertahan selama 2 menit di dalam tabung. Tambahkan larutan NaOH 6 M tetes demi tetes sambil digoyang, sampai warna coklat menghilang. Tetap simpan tabung reaksi dalam penangas air selama 5 menit. Lalu keluarkan tabung reaksi dari penangas dan amati isinya, apakah terdapat endapan kuning dari iodoform, yang menunjukkan keberadaan asetaldehid atau suatu metal keton. Catat hasilnya. 4. Uji 2,4‐ Dinitrofenilhidrazin Tambahkan 20 tetes 2,4‐dinitrofhenilhidrazin ke dalam setiap tabung reaksi yang mengandung sampel yang diuji. Jika endapan tidak segera muncul, panaskan selama 5 menit di dalam penangas air 600C. Catat hasil pengamatan Anda. TUGAS DI LABORATORIUM: lakukan identifikasi sampel tak dikenal yang Anda uji, berdasarkan data yang Anda peroleh, apakah senyawa tersebut termasuk aldehid atau keton, berikan penjelasannya!
ByDW2011
63
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
IV. Tugas Pendahuluan (Pre‐Lab) 1.
2. 3. 4.
Tulis persamaan reaksi untuk reaksi‐reaksi berikut: a. reaksi Tollens dengan formaldehid d. pembuatan benzaldehid fenilhidrazon b. reaksi Fehling dengan heptaldehid e. pembuatan sikloheksanol‐oksim c. pembuatan senyawa adisi aseton‐bisulfit f. pengujian iodoform terhadap 2‐pentanon Tulis mekanisme reaksi kondensasi aseton dengan benzaldehid yang dikatalisa dengan basa! Dapatkah pengujian iodoform membedakan : metanol dari etanol, dan isopropanol dari n‐butanol?Jelaskan. Apakah peranan dari natrium asetat di dalam pembuatan oksim?
Pustaka Mayo, D.W., Pike, R.M., Forbes, D.C. (2011), Microscale Organic Laboratory: with Multistep and Multiscale Synthesis, 5th edition, John Wiley & Sons, New York, p.642‐643 Pasto, D., Johnson, C., Miller, M. (1992), Experiments and Techniques in Organic Chemistry, Prentice Hall Inc., New Jersey
Williamson (1999), Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston
ByDW2011
64
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Percobaan 13 REAKSI SIKLO ADISI DIELS ALDER DAN RETRO DIELS‐ALDER Sasaran Percobaan 1. 2. 3.
Pada akhir percobaan mahasiswa harus dapat: menjelaskan prinsip reaksi sikloadisi. melakukan pemisahan dan pemurnian adduct, dan uji kemurniannya melakukan analisis spektroskopi UV, IR senyawa adduct dibandingkan dengan reagen awal.
I. Pendahuluan Satu dari reaksi sintesis yang paling menarik dari senyawa tak jenuh adalah adisi 1,4 dari diena terkonyugasi terhadap molekul yang mengandung ikatan etilen atau asetilen aktif (dienofil), membentuk “adduct” yang memiliki cincin lingkar 6 tak jenuh, melalui sikloadisi 4 + 2. Proses siklisasi ini dikenal dengan reaksi Diels‐Alder yang meliputi bidang yang sangat luas dan digunakan untuk sintesis obat‐obat penting, insektisida, turunan terpen, dan intermediet untuk bahan‐bahan kimia industri.
CH2
H
H
COOH
H
H
COOH
H3C
H
COOH
+ CH2
H3C
Diena
Dienofil
H
COOH
Adduct
Reaksi Diels‐Alder adalah stereospesifik. Hampir semua diena akan melakukan reaksi Diels‐Alder. Dienofil yang paling spesifik adalah senyawa ,‐unsaturated karbonil dan nitril. Dienofil aktif adalah reagen yang berguna untuk mendeteksi adanya sistem diena terkonjugasi dan untuk maksud analitik. Adduct Diels‐Alder berguna dalam penetapan struktur dari 1,3‐diena dan karakterisasi diena yang diketahui. Dengan diena siklik seperti siklopentadiena dan juga turunan furan, produk sikloadisi 4 + 2 dapat memiliki dua kemungkinan konfigurasi. Sistem cincin dari dienofil dapat memiliki hubungan disposisi trans (endo) atau cis (exo) terhadap jembatan metilen (oksigen) yang terbentuk. Pada umumnya konfigurasi endo lebih disukai dalam reaksi Diels‐Alder.
H
O
O
H
O
O
+
H O
+
O O
O
Endo Exo
H
O
II. Peralatan dan Zat
Cari dan susunlah sendiri peralatan dan zat yang digunakan sesuai dengan eksperimen yang dilakukan.
III. Cara Kerja A. Reaksi Diels‐Alder Ke dalam labu bundar 100 mL masukkan 3 g antrasen, 8 g anhidrida maleat dan 50 mL benzen kering. Lakukan refluks dengan penangas uap selama paling sedikit 1 jam. Dinginkan larutan dan saring hasil reaksi dengan penyaringan vakum. Kristal yang terkumpul direkristalisasi dengan etil asetat. Kristal memiliki titik leleh 262o – 263 oC. Tentukan rendemen dan titik lelehnya.
B. Reaksi Retro Diels‐Alder Hasil Diels‐Alder yang telah dimurnikan digerus dalam mortar dengan 1 g soda lime (?). Campuran yang terbentuk dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 mL, yang di atasnya ditempatkan labu bundar 250 mL yang berisi air dingin. Kemudian campuran dipanaskan di ruang asam sehingga antrasen menyublim. Kumpulkan dan timbang antrasen yang menyublim. Tentukan titik lelehnya. Bandingkan titik leleh dan wujud hasil ini dengan titik leleh dan wujud antrasen semula.
C. Penentuan struktur Diels‐Alder Adduct Tentukan spektrum UV dan IR antrasen dan Diels‐Alder adduct dalam etanol. Kesimpulan apa yang dapat anda tarik dari spektrum yang diperoleh?
ByDW2011
65
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
IV. Tugas Pendahuluan (Pre‐Lab ) 1.
2. 3. 4.
Gambarkan reaksi dan struktur adduct Diels‐Alder yang terbentuk dari sikloadisi 4+2 dari senyawa‐senyawa: (a). etil propunoat dan 2‐etoksi‐1,3‐butadiena; (b). 2,5‐dimetilfuran dan akrilonitril; (c). 1,4‐dimetoksi‐1,3‐ butadiena dan 1,4‐naftakuinon. Cari dan tuliskan diena dan dienofil yang paling reaktif dan jelaskan mengapa bersifat demikian ! Dari diena dan dienofil yang anda peroleh pada no.(2), tuliskan reaksi sikloadisi Diels‐Alder yang mungkin terjadi ! Gambarkan struktur dimmer yang terbentuk melalui self‐addition dari reaksi sikloadisi Diels‐Alder 4+2 berikut : (a) isoprene; (b). siklopentadiena; (c) akrolein.
Pustaka Pasto, D.J., Johnson, C.R., Miller, M.J., Experimental Organic Chemistry, Prentice Hall, Engelwood Cliffs, New Jersey, 1992, p. 483 Wilcox, C.F. dan Wilcox, M. F., Experimental Organic Chemistry. A Small Scale Approach, Prentice‐Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, 1998, p.428
ByDW2011
66
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Percobaan 14 ISOLASI ETIL‐p‐METOKSI SINAMAT DARI KENCUR (Kaemferia galanga L.) DAN SINTESIS ASAM p‐ METOKSISINAMAT: Sintesis Turunannya dan Penetapan Struktur
Sasaran percobaan: 1. 2. 3.
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa harus dapat: Menjelaskan prinsip dasar dan teknik isolasi dengan cara perkolasi. Melakukan pemisahan dan pemurnian hasil isolasi dari bahan tumbuhan. Mahir dalam menganalisis data spektroskopi UV & IR dan data fisik senyawa yang dihasilkan dibandingkan standar.
I. Pendahuluan Kencur (Kaemferia galanga L.) merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh di kebun dan pekarangan, digunakan sebagai bumbu dapur dan termasuk salah satu tanaman obat tradisional Indonesia. Senyawa kimia yang terkandung didalamnya antara lain etil p‐metoksi sinamat (II) sebagai komponen utama, etil sinamat (I), p‐ metoksistiren (III) dll. Kadar etil p‐metoksi sinamat dalam kencur cukup tinggi (tergantung spesiesnya) bisa sampai 10 %, karena itu dengan mudah bisa diisolasi dari bagian umbinya menggunakan pelarut petroleum eter atau etanol.
O
O
OC2H5
OC2H5 (I)
H3CO
(II)
H3CO (III)
Salah satu reaksi yang mudah dilakukan terhadap etil‐p‐metoksi sinamat adalah menghidrolisisnya menghasilkan asam p‐metoksi sinamat. Sedangkan transformasi gugus ester dapat dilakukan melalui halida asam yang jauh lebih reaktif untuk ditransformasikan menjadi gugus lain yang ditargetkan.
II. Peralatan dan Zat Cari dan susunlah sendiri peralatan dan zat yang digunakan sesuai dengan eksperimen yang dilakukan.
III. Cara Kerja A. Isolasi etil p‐metoksisinamat Ke dalam labu bundar 250 mL masukkan sekitar 15 g serbuk kencur, kemudian tambahkan sekitar 100 mL heksana hingga selapis heksana terdapat di atas permukaan serbuk kencur. Pasang kondensor refluks pada labu bundar dan lakukan refluks dalam penangas air selama 30 menit. Saring campuran kencur yang telah direfluks ke dalam labu bundar 100 mL, lakukan distilasi sederhana terhadap filtrat dalam labu bundar tersebut dalam penangas air sampai tersisa sekitar 10 mL larutan dalam labu. Dinginkan labu pada suhu kamar hingga terbentuk kristal berwarna putih, jika belum terbentuk kristal juga, dinginkan labu dalam penangas es. Saring padatan kristal putih yang terbentuk dengan corong Buchner. Timbang kristal dan hitung rendemennya. Rekristalisasi dilakukan dalam petroleum eter atau n‐heksana, kemudian diukur titik lelehnya dan bandingkan dengan literatur. ( Lit. 48 ‐50o C) B. Hidrolisis etil p‐metoksi sinamat 2,5 g Etil p‐metoksi sinamat dilarutkan dalam 5 ml etanol dalam labu bundar 100 mL. Tambahkan 1,25 g NaOH dan 20 mL air, campuran reaksi direfluks selama 30 menit kemudian dinginkan dalam suhu kamar. Netralkan dengan HCl encer menghasilkan kristal putih, saring dengan corong Buchner dan kristal yang diperoleh dicuci dengan air. Rekristalisasi dilakukan dengan pelarut metanol. ukur titik lelehnya dan bandingkan dengan literatur ( Lit. 174o C). C. Pembuatan asam sinamat Panaskan campuran yang terjadi dari 2 g benzaldehid, 3 g asam malonat, 6 mL piridin dan 4 tetes piperidin, di dalam penangas air selama 1 jam. Selama pemanasan ini karbondioksida akan dibebaskan. Pendidihan campuran tersebut dilanjutkan selama beberapa menit. Dinginkan dan tambahkan ke dalamnya 40 g butiran es dan 20 mL larutan HCl 5 M. Saring hasil reaksi, cuci dengan air es dan rekristalisasi dengan air atau etanol atau campuran air‐etanol. Ukur titik leleh serta spektrum UV dan IR‐nya. D. Pemeriksaan kromatografi lapis tipis (KLT) Sampel kristal hasil isolasi dan hasil hidrolisis masing‐masing dilarutkan dalam petroleum eter atau n‐heksan, menggunakan kapiler totolkan pada pelat KLT ukuran 2 x 5 cm, pada jarak 0,5 cm dari bawah, gunakan etil‐p‐metoksi sinamat dan asam p‐metoksi sinamat standar sebagai pembanding. Masukan dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan eluen kloroform, pengamatan bercak dilakukan dengan melihatnya dibawah lampu UV atau dimasukkan kedalam chamber iodium. Hitung Rf dan bandingkan dengan standar. ByDW2011
67
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
TUGAS DI LABORATORIUM: 1. Kristal hasil isolasi dan hasil hidrolisis masing‐masing dilarutkan dalam metanol kemudian dibuat spektrum ultravioletnya pada daerah panjang gelombang 200 ‐ 350 nm. 2. Kristal hasil isolasi dan hasil hidrolisis dibuat pelet dengan KBr kering, kemudian dibuat spektrum inframerahnya.
IV. Tugas Pendahuluan 1. Cari informasi mengenai senyawa‐senyawa yang dapat diisolasi dari tumbuhan kencur beserta manfaat yang sudah diketahui ! 2. Tuliskan cara‐cara transformasi senyawa‐senyawa yang dapat diturunkan dari minimal 3 senyawa hasil isolasi kencur ! 3. Cari dan lampirkan spektrum UV dan IR standar dari etil‐p‐metoksisinamat. Jelaskan analisis anda terhadap spektrum tersebut !
Pustaka Skripsi, Tesis, Disertasi mengenai isolasi senyawa‐senyawa dari tumbuhan Kaempferia galanga L.
ByDW2011
68
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Percobaan 15 Isolasi Kafein dari Teh
Sasaran percobaan: 1. 2. 3.
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa harus dapat: Menjelaskan prinsip dasar dan teknik isolasi dengan cara ekstraksi. Melakukan pemisahan dan pemurnian hasil isolasi dari bahan tumbuhan. Mahir dalam menganalisis data spektroskopi UV & IR dan data fisik senyawa yang dihasilkan dibandingkan standar.
I. Pendahuluan Kafein adalah senyawa yang termasuk dalam golongan alkaloid. Alkaloid adalah senyawa yang mengandung atom nitrogen dalam strukturnya dan banyak ditemukan dalam tanaman. Senyawa alkaloid umumnya memiliki rasa pahit dan seringkali memiliki sifat fisilogis aktif bagi manusia. Beberapa senyawa yang termasuk alkaloid dan sering Anda dengar di antaranya: nikotin, morfin, striknin dan kokain. Senyawa ini di dalam tumbuhan peranannya bisa bermacam‐macam, di antaranya sebagai pestisida, misalnya nikotin dalam tembakau bisa digunakan sebagai insektisida. Struktur kafein (Gambar 1) terbangun dari sistem cincin purin, yang secara biologis penting dan di antaranya banyak ditemukan dalam asam nukleat.
Gambar 1 Struktur Kafein
Kafein dapat dicerna oleh manusia. Tabel 2 menunjukkan beberapa sampel yang mengandung kafein. Kafein bertindak sebagai stimulant, yang dapat menstimulasi kerja jantung, pernafasan, sistem syaraf pusat dan sebagai diuretik. Kafein dapat menyebabkan kegelisahan, insomnia dan sakit kepala dan secara fisik bersifat sebagai candu. Seseorang yang meminum 4 cangkir kopi per hari dapat mengalami sakit kepala, insomnia dan kemungkinan nausea. Kafein cukup banyak terkandung dalam teh. Teh telah dikonsumsi sebagai minuman selama hamper 2000 tahun, dimulai di Cina. Minuman ini dibuat dengan menyeduh daun dan kuncup muda pohon teh, Camellia sinensis, di dalam air panas. Sekarang, terdapat dua varietas utama pohon teh yang digunakan, yaitu pohon teh Cina berdaun kecil (C. sinensis sinensis) dan pohon teh Assam berdaun lebar (C. sinensis assamica). Hibrid dari kedua varietas ini juga elah dibudidayakan. Daun teh bisa difermentasi ataupun tanpa fermentasi sebelum digunakan. Daun teh yang difermentasi sering disebut teh hitam, sedangkan daun teh yang tidak difermentasi disebut teh hijau, dan dauh teh yang difermentasi sebagian disebut teh oolong. Daun teh sebagian besar mengandung selulosa, suatu polimer dari glukosa (monomer dari selulosa, disebut monosakarida) yang tak larut dalam air. Selulosa di dalam tumbuhan berfungsi hampir sama dengan serat protein dalam hewan, yaitu sebagai material pembangun struktur tanaman. Di samping selulosa, di dalam daun teh terdapat beberapa senyawa lain, termasuk kafein, tannin (senyawa fenolik, yaitu senyawa yang memiliki suatu gugus –OH yang terikat pada cincin aromatik) dan sejumlah kecil klorofil. Tabel 1 Kandungan Kafein dalam beberapa sampel Kopi 80 – 125 mg per cangkir Kopi, decaf 2 ‐4 mg per cangkir Teh 30 – 75 mg per cangkir Kokoa 5 – 40 mg per cangkir Susu coklat 6 mg per ons Coklat kue 35 mg per ons Coca‐Cola 46 mg per 12 ons Excedrin, extra strength 65 mg per tablet No‐Doz 100 mg per tablet Tujuan dari percobaan ini di antaranya adalah untuk mengekstrak material yang larut air di dalam daun teh ke dalam air panas. [Kelarutan kafein dalam air adalah 22 mg/mL pada 25oC; 180 mg/mL pada 80oC, dan 670 mg/mL pada 100oC]. Kemudian larutan panas dibiarkan dingin dan kafein diekstraksi dari air dengan diklorometana (metilen klorida), yang merupakan pelarut organik yang tak larut air. Karena kelarutan kafein dalam diklorometana lebih baik (140 mg/mL) daripada dalam air (22 mg/mL), maka kafein larut dengan mudah di dalam diklorometana. Namun, tannin juga sedikit larut dalam diklorometana, padahal kafein yang diekstraksi sebaiknya dapat dipisahkan dari kandungan tannin, jadi tannin harus tetap berada dalam fasa air. Oleh karena tannin merupakan senyawa fenolik yang bersifat cukup asam, maka senyawa ini dapat diubah dulu menjadi garam (deprotonasi gugus –OH) menggunakan natrium karbonat, sehingga tannin berubah menjadi anion fenolik yang tidak larut dalam diklorometana, tetapi larut di dalam air. Namun ada kekurangan dari pengubahan tannin menjadi garamnya, yaitu garam tannin ini berfungsi sebagai ByDW2011
69
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
surfaktan anion yang menyebabkan material lain dalam sampel seperti minyak dan diklorometna dapat membentuk emulsi dengan air. Agar dapat memisahkan fasa air dari fasa diklorometana (fasa organik), maka proses pembentukan emulsi ini bisa dicegah dengan tidak mengguncangkan corong pisah dengan terlalu kuat! Diagram alir berikut menunjukkan proses ekstraksi padat‐cair kafein dari daun teh.
Gambar 2 Diagram alir proses ekstraksi padat‐cair kafein dari daun teh
II. Peralatan dan Zat
Cari dan susunlah sendiri peralatan dan zat yang digunakan sesuai dengan eksperimen yang dilakukan.
III. Cara kerja A. Ekstraksi padat/cair: ekstraksi kafein dari teh Masukkan 25 g daun teh kering (atau 10 kantong teh celup) dan 20 g natrium karbonat ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL, lalu tambahkan 225 mL air mendidih. Biarkan campuran selama 7 menit, kemudian dekantasi campuran reaksi ke dalam labu Erlenmeyer lain. Ke dalam daun teh/kantong teh tambahkan lagi 50 mL air panas lalu segera dekantasi ekstrak teh dan gabungkan dengan ekstrak teh sebelumnya. Untuk mengekstrak sisia kafein yang mungkin ada, didihkan air berisi daun teh/kantong teh selama 20 menit, lalu dekantasi ekstraknya. Dinginkan ekstrak teh hingga suhu kamar, lalu lakukan ekstraksi di dalam corong pisah dengan penambahan 30 mL diklorometana. Kocok corong pisah secara perlahan selama 5 menit (supaya tidak terbentuk emulsi), sambil membuka kran corong pisah untuk mengeluarkan tekanan udara/gas dari dalam corong pisah Ulangi ekstraksi dengan menambahkan 30 mL diklorometana ke dalam corong pisah. Gabungkan ekstrak diklorometana dan semua fraksi yang berwujud emulsi di dalam labu Erlenmeyer 125 mL (atau 250 mL kalau tidak ada), lalu tambahkan kalsium klorida anhidrat ke dalam gabungan ekstrak dan emulsi, sambil diaduk/digoyang selama 10 menit. Secara hati‐hati, dekantasi ekstrak diklorometana jangan sampai gumpalan kalsium klorida anhidrat ikut terbawa. Atau Anda dapat menyaring ekstrak diklorometana menggunakan penyaringan biasa. Bilaslah Erlenmeyer dan kertas saring dengan 5 mL diklorometana. Gabungkan filtrat dan lakukan distilasi menggunakan penangas air untuk menuapkan diklorometana (hati‐hati dalam pemakaian api! Jangan lupa menggunakan batu didih/potongan gabus!). Timbang produk yang terbentuk (akan diperoleh kristal putih kehijauan sebanyak 0,25 g). Lakukan rekristalisasi menggunakan 5 mL aseton panas, lalu pindahkan dengan pipet larutan ini ke dalam labu Erlenmeyer kecil, dan dalam keadaan panas, tambahkan ligroin (atau n‐heksan) tetes demi tetes sampai terbentuk kekeruhan. Dinginkan perlahan labu Erlenmeyer sampai dengan suhu kamar. Kristal yang terbentuk disaring dengan penyaringan isap (vakum). Cuci kristal dengan beberapa tetes ligroin (n‐heksan) dingin. Lakukan uji titik leleh terhadap kristal kafein. Perhatian: Simpan kristal kafein hasil ekstraksi padat/cair untuk dilakukan analisis secara kromatografi lapis tipis! Catatan: proses pemurnian kristal kafein dapat juga dilakukan dengan cara sublimasi. Cobalah Anda lakukan pemurnian sampel kafein di atas dengan cara sublimasi, lalu bandingkan hasil uji titik lelehnya dengan cara rekristalisasi!
B. Uji kromatografi lapis tipis (TLC) Larutkan sedikit sampel kristal kafein hasil ekstraksi dari daun teh dengan sedikit diklorometana atau kloroform. Kemudian larutan sampel ini ditotolkan di atas pelat TLC sampai nodanya cukup tebal. Lakukan elusi TLC menggunakan eluen etil asetat : metanol = 3 : 1 dan lakukan elusi juga dengan eluen kloroform‐metanol = 9 : 1. Lakukan elusi sampai batas atas pelat, keluarkan dan keringkan di udara. Semprot pelat yang telah dikembangkan dengan pereaksi semprot Dragendorff (atau celupkan dengan cepat ke dalam larutan Dragendorff dan segera keluarkan) dan setelah itu dipanaskan di atas pemaas listrik hingga kering. Adanya alkaloid akan ditunjukkan oleh noda pada pelat yang berwarna jingga. Tentukan Rf masing‐masing noda, bandingkan!
C. Uji Alkaloid Kafein termasuk senyawa alkaloid. Salah satu cara untuk menguji sifat alkaloid adalah dengan uji berikut: Larutkan kristal kafein dalam air. Teteskan 1‐2 tetes pereaksi Meyer. Apabila larutan tersebut mengandung alkaloid, ByDW2011
70
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
maka akan terjadi endapan kuning muda. Ke dalam larutan kafein lainnya masukkan 1‐2 tetes pereaksi Dragendorff; pengujian positif akan ditunjukkan dengan terjadinya endapan jingga.
IV. Tugas Pendahuluan (Pre‐Lab)
1. Kelarutan kafein dalam air adalah 2,5 g/100 mL pada suhu kamar dan 45 g/100 mL pada 60oC. Kelarutan kafein dalam kloroform adalah 20 g/100 mL pada suhu kamar dan 90 g/100 mL pada suhu 60oC. Pada suhu berapakah fraksi kafein yang terekstrak ke dalam fasa kloroform lebih besar? Tunjukkan perhitungannya! 2. Apakah alkaloid itu? Jelaskan ciri‐cirinya dengan memberikan contoh! Mengapa kafein termasuk alkaloid? Jelaskan dengan menggambarkan strukturnya! 3. Buatlah diagram alir cara pemisahan: asam benzoat, fenol, anilin dan naftalen pada percobaan ekstraksi cair‐ cair di atas! Jelaskan prinsip dasar pemisahan keempat senyawa tersebut dan fungsi penambahan reagen‐ reagen pada waktu ekstraksi! 4. Gambarkan struktur trimiristin yang diisolasi dari pala!
Pustaka Mayo, D.W., Pike, R.M., Forbes, D.C. (2011), Microscale Organic Laboratory: with Multistep and Multiscale Synthesis, 5th edition, John Wiley & Sons, New York, p.229‐236 Pasto, D., Johnson, C., Miller, M. (1992), Experiments and Techniques in Organic Chemistry, Prentice Hall Inc., New Jersey, p.56‐59;399 – 404 Williamson (1999), Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston, p. 127 ‐155
ByDW2011
71
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Percobaan 16 Isolasi Kurkumin dari Kunyit (Curcuma longa)
Sasaran percobaan: 1. 2. 3.
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa harus dapat: Menjelaskan prinsip dasar dan teknik isolasi dengan cara ekstraksi, refluks dan kromatografi lapis tipis preparatif. Melakukan pemisahan dan pemurnian hasil isolasi dari bahan tumbuhan. Mahir dalam menganalisis data spektroskopi UV & IR dan data fisik senyawa yang dihasilkan dibandingkan standar.
I. Pendahuluan Kunyit merupakan salah satu tumbuhan yang sudah sangat akrab dengan masyarakat Indonesia. Rimpang (Rhizoma) dari tumbuhan ini biasa digunakan sebagai bahan warna kuning dalam industri tekstil tradisional serta digunakan sebagai bumbu masakan, di samping kegunaannya dalam obat tradisional. Nama latin dari kunyit adalah Curcuma longa yang termasuk dalam famili Zingeberaceae (temu‐temuan). Komponen aktif dari rimpang kunyit adalah kurkumin (E,E)‐1,7‐bis(4‐hidroksi‐3‐metoksifenil)‐1,6‐heptadien‐ 3,5‐on) yang biasanya terdapat 1,5‐2% dari berat rimpang kunyit kering. Struktur senyawa ini ditentukan tahun 1910 oleh V. Lampe dan merupakan diarilheptanoid yang pertama ditemukan. Kurkumin juga dapat disintesis di laboratorium. Kurkumin dilaporkan memiliki sifat antikanker dan antitumor. Analog kurkumin telah dilaporkan pula mampu menghambat enzim HIV‐1 integrase. O
OH
HO
OH OCH3
Kurkumin
OCH3
II. Peralatan dan Zat
Cari dan susunlah sendiri peralatan dan zat yang digunakan sesuai dengan eksperimen yang dilakukan.
III. Cara kerja 20 g rimpang kunyit kering dalam 50 mL diklorometana direfluks selama 1 jam. Campuran kemudian segera disaring dengan saringan vakum hingga diperoleh larutan kuning. Larutan lalu dipekatkan melalui distilasi pada penangas air 500C. Residu kuning kemerahan yang diperoleh kemudian dicampurkan dengan 20 mL n‐heksana dan diaduk secara merata. Campuran kemudian disaring lagi dengan penyaring vakum. Padatan yang dihasilkan selanjutnya dianalisis dengan Kromatografi lapis tipis (TLC) menggunakan eluen CH2Cl2 : MeOH = 97:3 yang akan menunjukkan 3 komponen utama. Proses pemisahan dilakukan pula dengan menggunakan KLT preparatif. Ekstrak kasar (0,1 g) dilarutkan dengan sesedikit mungkin pelarut CH2Cl2 : MeOH = 99 : 1, kemudian diteteskan secara menyebar pada batas awal pelat KLT preparatif dengan menggunakan pipet tetes secara perlahan. Lakukan beberapa kali hingga semua sampel tersepat pada pelat silika untuk KLT preparatif. Catatan: setiap kali pengulangan penetesan sampel, tunggu sampai kering dahulu penetesan yang sebelumnya, baru lakkukkan penetesan ulang tepat pada penetesan sampel sebelumnya. Setelah noda kering, lakukan elusi dengan eluen CH2Cl2 : MeOH = 97 : 3. Hasil elusi dilihat di bawah lampu UV, kemudian pita komponen utamanya diberi tanda dengan ujung tumpul pipa kapiler. Bagian pita yang dipilih kemudian dipisahkan dari komponen lainnya dengan cara mengerok lapisan silika tersebut dan ditampung pada kertas. Pindahkan silika tersebut ke dalam gelas kimia, larutkan dengan diklorometana, kemudian saring dan cuci dengan pelarut yang sama. Filtrat kemudian diuapkan dengan rotary evaporator (atau distilasi biasa dengan penagas air pada suhu 60oC). Lakukan uji kemurnian fraksi yang diperoleh dengan KLT (eluen CH2Cl2 : MeOH = 97 : 3). Bandingkan kemurniannya dengan fraksi hasil pemisahan secara kromatografi kolom!
IV. Tugas Pendahuluan 1. 2. 3. 4. 5.
Cari dan jelaskan prinsip dasar kromatografi beserta jenis‐jenis kromatografi yang biasa digunakan dalam proses pemisahan, pemurnian dan identifikasi senyawa organik! Cari senyawa lain yang dapat diisolasi dari tumbuhan kunyit dan tumbuhan genus curcuma lainnya! Cari cara sintesis senyawa kurkumin yang telah dilakukan di laboratorium! Apakah senyawa diarilheptanoid itu dan berikan contoh senyawa diarilheptanoid lainnya! Cari senyawa‐senyawa lain berikut dengan asalnya yang memiliki aktivitas sebagai anti‐HIV atau antikanker seperti senyawa turunan kurkumin!
ByDW2011
72
Praktikum Kimia Organik
Laboratorium Kimia Organik Program Studi Kimia FMIPA - ITB
Pustaka Anderson, A.M., Mitchell, M.S., and Mohan, R.S. (2000), Isolation of Curcumin from Turmeric, Journal of Chemical Education, 77 (3), p. 359‐360 Pasto, D., Johnson, C., Miller, M. (1992), Experiments and Techniques in Organic Chemistry, Prentice Hall Inc., New Jersey, p. 60 – 81; 404 – 406 Williamson (1999), Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston, p. 160 ‐166; 704 – 706 Skripsi, Tesis, Disertasi mengenai isolasi senyawa dari Curcuma longa atau genus curcuma lainnya.
ByDW2011
73
View more...
Comments