Praktikum Pengenalan Ekosistem Enda

January 22, 2018 | Author: Herman Kaenda | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Praktikum Pengenalan Ekosistem Enda...

Description

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Ekosistem secara luas merupakan hubungan mahluk hidup dengan lingkungannya (biotik dan abiotik), masing-masing bersifat saling mempengaruhi dan diperlukan keberadaannya untuk memelihara kehidupan yang seimbang, selaras dan harmonis. Dalam hal ini, fungsi-fungsi ekosistem ditekankan pada hubungan saling ketergantungan dan hubungan timbal balik serta sebab-akibat dari seluruh komponen yang membentuk ekosistem tersebut, berdasarkan habitatnya, ekosistem dibedakan menjadi ekosistem

teresterial (ekosistem darat) dan ekosistem akuatik (ekosistem air), dalam ilmu ekologi, dikenal beberapa ekosistem teresterial seperti padang rumput, semak belukar, hutan, gurun pasir dan sebagainya, sedangkan jenis ekosistem akuatik seperti kolam, sungai, danau, estuaria, laut dan sebagainya. Dalam hal ini ekosistem pesisir dan ekosisitem intertidal merupakan bagian dari ekosistem di atas. Ekosistem pesisir merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Kawasan pesisir memilki sejumlah fungsi ekologis berupa penghasil sumberdaya, penyedia jasa kenyamanan, penydia kebutuhan pokok hidup dan penerima limbah. Tata ruang sebagai wujud struktural ruang dan pola penggunaannya secara terencana atau tidak dari bagian permukaan bumi di laut dan pesisir, dikenal selama ini sebagai objek dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Selain mengandung beraneka ragam sumber daya alam dan jasa lingkungan yang telah dan sementara dimanfaatkan

2

manusia, ruang laut dan pesisir menampilkan berbagai isu menyangkut keterbatasan dan konflik dalam pemanfaatannya. Untuk mengharapkan keberlanjutan fumgsi dimensi ekologis yang dimiliki oleh kawasan pesisir, selayaknya digiatkan upaya pelestarian dan pemanfaatan segenap sumberdaya yang ada di dalamnya secara berkelanjutan. Ekosistem pesisir dan lautan merupakan sistim akuatik yang terbesar diplanet bumi. Ukuran dan kerumitannya menyulitkan kita untuk dapat membicarakannya secara utuh sebagai suatu kesatuan. Akibatnya dirasa lebih mudah jika membaginya menjadi sub-bagian yang dapat dikelola, selanjutnya masing-masing dapat dibicarakan berdasarkan prisip-prinsip ekologi yang menentukkan kemampuan adaptasi organisme dari suatu komunitas. Tidak ada suatu cara pembagian laut yang telah diajukan yang dapat diterima secara universal. Cara pembagiannya telah banyak dipakai oleh para ilmuwan dan pakar kelautan diseluruh dunia. Salah satu bagian dari pembagian ekosistem di kawasan pesisir dan laut adalah kawasan intertidal (intertidal zone). Wilayah pesisir atau coastal adalah salah satu sistim lingkungan yang ada, dimana zona intertidal atau lebih dikenal dengan zona pasang surut adalah merupakan daerah yang terkecil dari semua daerah yang terdapat di samudera dunia, merupakan pinggiran yang sempit sekali – hanya beberapa meter luasnya – terletak di antara air tinggi (high water) dan air rendah (low water). Zona ini merupakan bagian laut yang paling dikenal dan paling dekat dengan kegiatan kita apalagi dalam melakukan berbagai macam aktivitas, hanya di daerah

3

inilah penelitian dapat langsung kita laksanakan secara langsung selama perioda air surut, tanpa memerlukan peralatan khusus. Letak zona intertidal yang dekat dengan berbagai macam aktifitas manusia, dan mmeiliki lingkungan dengan dinamika yang tinggi menjadikan kawasan ini sangat rentan terhadap gangguan. Kondisi ini tentu saja akan berpengaruh terhadap segenap kehidupan di dalamnya. Pengaruh tersebut salah satunya dapat berupa cara beradaptasi. Adaptasi ini diperlukan untuk mempertahankan hidup pada lingkungan di zona intertidal. Keberhasilan beradaptasi akan menentukan keberlangsungan organisme di zona intertidal, Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai ekosistem pesisir dan zona itertidal, maka perlu di adakan Praktikum Ekologi Perairan 1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan praktek pengenalan ekosistem ini adalah untuk mengenal jenis-jenis organisme darat (teresterial) dan ekosistem perairan (akuatik) serta komponenkomponen penyusun dan kedudukannya di dalam ekosistem tersebut. Kegunaan dalam praktek pengenalan ekosistem adalah sebagai informasi atau masukan bagai mahasiwa untuk lebih mengetahui jenis-jenis ekosistem sungai serta komponen-komponen penyusun dan kedudukannya di dalam ekosistem air tawar.

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekologi Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari organisme dalam tempat hidupnya atau dengan

kata

lain mempelajari

hubungan

timbal-balik antara

organisme

dengan

lingkungannya. Ekologi hanya bersifat eksploratif dengan tidak melakukan percobaan, jadi hanya mempelajari apa yang ada dan apa yang terjadi di alam (Odum 1983), menurut Zoe‟aini (2003) Ekologi dapat dibagi menjadi dua yaitu utekologi membahas sejarah hidup dan pola adaptasi individu-individu organisme terhadap lingkungan, Sinekologi membahas golongan atau kumpulan organisme yang berasosiasi bersama sebagai satu kesatuan. Bila studi

dilakukan

untuk

mengetahui hubungan

jenis serangga dengan

lingkungannya, kajian ini bersifat autekologi, apabila studi dilakukan untuk mengetahui karakteristik lingkungan dimana serangga itu hidup maka pendekatannya bersifat sinekologi. Seseorang yang belajar ekologi sebenarnya mempertanyakan berbagai hal antara lain adalah bagaimana alam bekerja, species beradaptasi dalam habitatnya, apa yang diperlukan organisme dari habitatnya untuk melangsungkan kehidupan, organisme mencukupi kebutuhan materi dan energy, interaksi antar species dalam lingkungan, individu-individu dalam pecies diatur dan berfungsi sebagai populasi, dan bagaimana keindahan ekosistem tercipta (Zoe‟ani,2003).

5 2.2 Ekosistem Pesisir

Ekosistem pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (organisme hidup) dan nir-hayati (fisik), mutlak dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan untuk meningkatkan mutu kehidupan manusia. Karakteristik dari ekosistem pesisir adalah mempunyai beberapa jumlah ekosistem yang berada di daerah pesisir. Contoh ekosistem lain yang ikut kedalam wilayah ekosistem pesisir adalah ekosistem mangrove, ekosistem lamun ( seagrass ), dan ekosistem terumbu karang. (Aci, 2012). 2.1.1 Manggrove Hutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut berperan dalam melindungi garis pantai dari erosi, gelombang laut dan angin topan. Tanaman mangrove berperan juga sebagai buffer (perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerangkap endapan material dari darat yang terbawa air sungai dan yang kemudian terbawa ke tengah laut oleh arus (Irwanto, 2006).

Biota yang paling banyak dijumpai di ekosistem mangrove adalah crustacea dan moluska, kepiting, Uca sp dan berbagai spesies sesamanya, umumnya dijumpai di hutan mangrove kepiting-kepiting yang dapat dikonsumsi (Scylla serrata) termasuk produk mangrove yang bernilai ekonomis dan menjadi sumber mata pencaharian penduduk sekitar hutan mangrove (Pramudji, 2010).

6

2.1.2 Lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang dapat tumbuh dengan baik dalam lingkungan laut dangkal, semua lamun adalah tumbuhan berbiji satu (monokotil) yang mempunyai akar, rimpang (rhizoma), daun, bunga dan buah seperti halnya dengan tumbuhan berpembuluh yang tumbuh di darat. Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae) (Azkab, 2010), fungsi utama ekosistem lamun dapat memberikan nutrisi terhadap biota yang berada diperairan sekitarnya, ekosistem lamun merupakan produsen primer dalam rantai makanan di perairan laut dengan produktivitas primer berkisar antara 900-4650 gC/m2/tahun. Pertumbuhan, morfologi, kelimpahan dan produktivitas primer lamun pada suatu perairan umumnya ditentukan oleh ketersediaan zat hara fosfat, nitrat dan ammonium. Sejak tahun 1980 sampai sekarang, diperkirakan lamun di dunia telah mengalami degradasi sebesar 54 % (Purnama,2011). Sebagaimana terumbu karang, padang lamun menjadi menarik karena wilayahnya sering menjadi tempat berkumpul berbagai flora dan fauna akuatik lain dengan berbagai tujuan dan kepentingan. Di padang lamun juga hidup alga (rumput laut), kerang-kerangan (molusca), beragam jenis ekinodermata (teripangteripangan), udang, dan berbagai jenis ikan. Dari sekian banyak hewan laut, penyu hijau (Chelonia mydas) dan ikan duyung atau dugong (dugong dugon) adalah dua hewan „pencinta berat‟ padang lamun. Boleh dikatakan, dua hewan ini amat bergantung pada lamun. Hal ini tak lain karena tumbuhan tersebut merupakan

7

sumber makanan penyu hijau dan dugong. Penyu hijau biasanya menyantap jenis lamun Cymodoceae, Thalassia, dan Halophila. Sedangkan dugong senang memakan jenis Poisidonia dan Halophila. Dugong mengkonsumsi lamun terutama bagian daun dan akar rimpangnya (rhizoma) karena dua bagian ini memiliki kandungan nitrogen cukup tinggi (Pramanda, 2009). 2.1.3 Karang Ekosistem terumbu karang merupakan suatu himpunan integral dari komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk suatu sistem. Ekosistem ini merupakan ekosistem perairan dangkal yang sangat produktif sehingga sangat penting untuk mendukung kehidupan manusia, terumbu karang mempunyai berbagai fungsi antara lain sebagai gudang keaekaragaman hayati laut, tempat tinggal sementara atau tetap, tempat mencari makan (feeding ground), tempat berpijah (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground), tempat berlindung bagi hewan laut lainnya. Terumbu karang berfungsi sebagai biofisik dimana siklus biologi kimiawi dan fisik secara global yang mempunyai tingkat produktifitas yang sangat tinggi (Siringoringo, 2010). 2.2 Organisme Intertidal Ekosistem intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan gelombang tiap saat mulai dari pasang paling tinggi didaerah pasir sampai surut paling tinggi di daerah laut. Pembagian wilayah pada daerah intertidal adalah zona

8

pasang surut tinggi, zona pasang surut pertengahan, dan zona pasang surut rendah. Pada zona pasang surut tinggi adalah pada saat hempasan gelombang paling tinggi di daerah pasir. Pada zona ini memiliki salinitas yang tinggi karena terjadi penguapan dimana porusitas pada pasir sehingga hewan yang hidup didaerah ini adalah hewan yang beradaptasi dengan salinitas tinggi. Biasanya ditemukan kepiting tentara yang bersembunyi dipasir. Zona pasang surut pertengahan memiliki salinitas yang tidak terlalu tinggi dan zona pasang surut rendah memiliki salinitas yang rendah. Berikut dapat dilihat gambar pembagian wilayah intertidal (Brotowidjoyo,2004).

Gambar 1. Organisme Intertidal.

Zona intertidal dapat juga disebut dengan zona litoral atau wilayah pasang surut, hanya pada ekosistem intertidal masih ada zona tambahan yaitu zona supralitoral yaitu daerah pasang tertinggi bagian pasir yang basah pada saat pasang tinggi. Banyak organisme mobile, seperti siput dan kepiting, menghindari fluktuasi suhu dengan merangkak di sekitar dan mencari makanan di pasang tinggi dan bersembunyi di dingin, lembab tempat perlindungan (celah-celah atau lubang) pada

9

saat air surut. Selain itu hanya tinggal diketinggian pasang lebih rendah, organisme non-motil mungkin lebih tergantung pada mekanisme bertahan. Sebagai contoh, organisme surut tinggi memiliki respon yang kurang kuat, respon fisiologis membuat protein yang membantu pemulihan dari stres suhuhanya sebagai alat bantu respon kekebalan dalam pemulihan dari infeksi (Anonim, 2011). 2.3. Klasifikasi Organisme Pada gastropoda habitat hidup terdapat di darat, perairan tawar dan terbanyak di laut. Class pelecypoda umumnya terdapat di dasar perairan yang berlumpur atau berpasir, beberapa hidup pada substrat yang lebih keras seperti lempung atau batu (Aslan dkk,2011). Menurut Suwignyo (2005) klasifikasi dari Burungo (Telescopium telescopium) adalah sebagai berikut : Kingdom: Animalia Philum: Mollusca Class: Gastropoda Ordo : Mesogastropoda Familly: Potamididae Genus: Telescopium Spesies: Telescopium telescopi

Gambar 2. Morfologi Burungo (Telescopium telescopium)

10 Cara memperoleh makanan dari kerang umumnya dengan cara menyaring partikelpartikel yang terdapat dalam air laut, kerang mempunyai Insang yang terdiri dari rambutrambut getar yang menimbulkan arus sehingga makanan akan mengalir masuk ke dalam mantelnya, sekaligus akan menyaring plankton sebagai makanannya dan menghasilkan oksigen untuk respirasnnya. Makanan dan kebiasaan makan pada gastropoda sangat beragam yaitu ada yang bersifat herbivor, karnivor, ciliary feeder, deposit feeder, parasit maupun scavenger.

Pada pelecypoda sebagian besar ciliary feeder, karena sebagian besar cilia

memegang peranan penting dalam mengalirkan makanan ke dalam mulut. Makanan yang tidak dapat dicerna disalurkan oleh minor tyhosole ke usus. Makanannya adalah siput, ikan dan terutama kepiting yang ditangkap dengan tangan-tangannya kemudian dilumpuhkan dengan cara memakai racun pada kelenjar lidahnya (Nontji, 2005). Menurut Brotowijoyo (2000), Kalandue (Polymesoda sp.) diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum: Mollusca Class: Pelecypoda Ordo: Arcoida Familly: Arcoidaceae Genus: Polymesoda Spesies: Polymesoda sp.

Gambar 3. Morfologi Kalandue (Polymesoda sp.)

11 Pada dasarnya tubuh Pelecypoda pipih secara lateral dan seluruh tubuh tertutup dua keping cangkang yang berhubungan di bagian dorsal dengan adanya “hingeligament”, yaitu semacam pita elastik yang terdiri dari bahan organik seperti zat tanduk (chonciolin) sama dengan periostrakum dan bersambung dengan periostrakum cangkang. Kedua keping cangkang pada bagian dalamnya juga ditautkan oleh sebuah otot aduktor anterior dan sebuah otot aduktor posterior, yang bekerja secara antagonis dengan hinge ligament. Bila otot aduktor rileks, ligament berkerut, maka keping cangkang akan terbuka, demikian pula sebaliknya. Pada kebanyakan pelecypoda, untuk mempererat sambungan kedua keping cangkang, dibawah hinge ligament terdapat gigi atau tonjolan pada keping yang satu dengan lekukan atau alur pada keping yang lain. (Nontji, 2005). Klasifikasi Bintang Laut (Protoreaster nodosus), menurut Romimohtarto (2005), adalah sebagai berikut : Kingdom: Animalia Phylum: Echinodermata Class: Asteroidea Ordo: Valvatida Familly: Presteridae Genus: Protoreaster Spesies : Protoreaster nodosus

Gambar 4. Morfologi Bintang Laut (Protoreaster nodosus)

12 Semua jenis echinodermata mempunyai habitat di laut, mulai dari daerah litoral sampai pada keadalaman 6000 m. Daerah Indopasifik utamanya sekitar pulau-pulau Filipina, Kalimantan, dan Papua merupakan daerah yang banyak terdapat berbagai jenis lely laut, timun laut, dan bintang ular. Echinodermata merupakan satu-satunya filum yang anggotanya tidak nada yang hidup sebagai parasit. Umumnya echinodermata dijumpai pada daerah pantai utamanya di daerah terumbu karang dan juga di daerah pantai berbatu yang berlumpur. Di Indonesia Echinodermata banyak terdapat pada kawasan Indofasifik barat dan sekitarya yakni teripang sebanyak kurang lebih 141 jenis, bulu babi 84 jenis, dan lely laut sebanyak 92 buah. Echinodermata hidup di pantai termasuk di laut dalam, bahkan di palung laut (Nontji, 2005). Polychaeta adalah kelompok hewan invertebrata terbesar, yaitu sekitar 8000 spesies, kelompok terbesar ditemukan di laut. Bentuk yang khas dari polychaeta adalah bentuk tubuhnya yang beruas-ruas dan setiap ruasnya terdapat sepasang parapodia. Menurut Bahrun (2006), Cacing laut dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Annelida Class : Polychaeta Ordo : Nereidae Genus : Nereis Spesies : Nereis Sp.

Gambar 5. Morfologi Cacing laut (Neries sp.)

13 Cacing laut (Nereis sp.) banyak ditemui di pantai, sangat banyak terdapat pada pantai cadas, paparan lumpur dan sangat umum ditemui di pantai pasir. Beberapa jenis hidup di bawah batu, dalam lubang lumpur dan liang di dalam batu karang, dan ada juga yang terdapat pada air tawar sampai 60 km dari laut, seperti di Bogor (Suwigyono dkk., 2005). Menurut Brotowijoyo (2004), Klasifikasi dari kepiting bakau (Scylla serata) adalah sebagai berikut: Kingdom: Animalia Phylum: Crustacea Class: Malacostraca Ordo: Decapoda Familly: Portunidae Genus: Scylla Spesies: Scylla serrata

Gambar 6. Kepiting Bakau (Scylla serrata) Crustacea dapat hidup pada berbagai tempat baik di air tawar, air laut, dan daratan. Jenis-jenis yang hidup di darat umumnya membuat lubang dan ada jenis-jenis tertentu yang hidup di puncak pohon. Kehidupan yang dijalani juga sangat beragam seperti plankton, benthos, epizon, dan parasit (Aslan dkk, 2011).

14

III. METODE PRAKTEK

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum lapang ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 27 Oktober 2012 pukul 08.00 - 02.00 WITA bertempat di perairan Bungku Toko Kecamatan Abeli Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini dapat dilihat pada tabel 1. Table 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktek pengenalan ekosistem No. Alat dan Bahan Satuan Kegunaan 1. Alat ‫ ־‬Patok ‫ ־‬Meteran roll ‫ ־‬Tali ‫־‬ Buku identifikasi 2. Bahan ‫־‬ Alkohol ‫ ־‬Kantong plastic

m m m

Membuat transek/plot Mengukur panjang Membuat transek/plot Mengidentifikasi biota untuk mengawetkan sampel Wadah sampel biota

3.3 Prosedur Kerja

1. Menentukan jenis ekosistem teresterial/akuatik yang akan diamati; 2. Membuat transek yang memotong topografi dari arah laut kea rah darat (tegak lurus dari pantai sepanjang zonasi hutan mangrove) di daerah intertidal sepanjang 50 m;

3. Membuat transek kuadrat dengan panjang 1x1 m, masing-masing plot 25x25 cm

15

4. Meletakkan petak (plot) atau transek kuandrat di samping line transek pada jarak yang telagh ditentukan;

5. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sistematis dengan empat kali pengambilan.

6. Mengulangi point ke empat dan lima pada tiap jarak yang ditentiukan (5 m). 7. Melakukan pendataan atau inventarisasi terhadap semua komponen baik abiotik maupun biotik yang terdapat dalam ekosistem tersebut; 8. Bila ditemukan jenis tumbuhan/hewan yang belum diketahui namanya atau sukar untuk diidentifikasi di lapangan seperti jenis plankton, maka lakukanlah koleksi untuk keperluan identifikasi; 9. Mentukan keadaan ekosistem berdasarkan komponen penyusunnya, serta

peranan masing-masing individu di dalam ekosistem tersebut. 3.4 Analisis Data

3.4.1Kelimpahan Jenis Kelimpahan jenis menyatakan jumlah individu organisme dalam satuan luas tertentu. Untuk menghitung kelimpahan jenis organisme digunakan rumus menurut Pennak (1953): K D = ---------- x 10.000 π Dimana: K = Kelimpahan individu jenis i (individu/m2) Y = Jumlah individu yang ditemukan X = Luas dasar petakan yang digunakan dalam mengambil contoh 10.0 = Konversi dari cm2 ke m2

16

Kategori penilaian untuk keanekaragaman jenis adalah a. H‟= < 1: Keanekaragaman rendah, penyebaran rendah, kestabilan komunitas rendah b. H‟=1
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF