PR Dr Arsanto

May 28, 2016 | Author: Santy Zakiyyah | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download PR Dr Arsanto...

Description

SOFT TISSUE TUMOR I. Pendahuluan Soft tissue tumor (STT) dapat merupakan suatu neoplasma yang bersifat jinak atau ganas dan kadang ditemukan suatu bentuk yang borderline. Perbandingan antara yang jinak dan ganas kurang lebih 100:1. Soft tissue tumor tipe ganas yang berasal dari jaringan mesenchymal disebut sebagai soft tissue sarcoma. Istilah sarcoma berasal dari bahasa Yunani “Sarkoma” yang berarti suatu bongkahan daging. Pada umunya sarcoma dibagi atas soft tissue sarcoma, bone sarcoma, Ewing sarcoma dan Peripheral primitive neuroectodermal tumors. Sejarah mengenai penemuan, pengetahuan dan penatalaksanaan soft tissue sarcoma telah dimulai beberapa abad yang lalu, yaitu mulai dari Galen (tahun 130-200 masehi) yang menggangap tumor yang besar (fleshy tumor)sebagai suatu kanker. Dengan diketemukanannya mikroskop cahaya pada tahun 1592, pengetahuan tentang soft tissue sarcoma semakin berkembang, hingga ditemukan mixoid liposarcoma oleh Marcus Sverinus (1580-1637) dan suatu retroperitonel liposarcoma oleh Morgagni (1682-1771)(1). Pada abad XVIII dan XIX, Bichat (1771-1801), Abernathy (1780-1848) dan Laennec (1781-1826) adalah diantaranya yang memberikan kontribusi mengenai morfologi kanker. Istilah soft cancer pertama kali dikemukakan oleh Wardrop (1782-1869) seorang ahli bedah dari Edinburgh. Terminologi soft cancer berbeda dengan carcinoma yang telah dikemukakan oleh seorang neuroanatomist, Charles Bell (1774-1842) dalam bukunya Surgical Observation yang dipublikasikan tahun 1816(1). Pengetahuan tentang Soft tissue sarcoma terus mengalami perkembangan hingga pada abad XIX melalui penelitian cellular pathologist, yaitu Cruveilhier (1791-1874) dan Johannes Muller (1801-1858) yang telah menguraikan mengenai asal sel dari berbagi soft tumor. Pada Tahun 1838 Johannes Muller juga telah membuat istilah Desmoid. Hal yang sangat penting, Virchow (1821-1902) mengemukakan bahwa “ annis cellula et cellulare” yang berarti dimana sel berkembang, ada sebuah sel yang sebelumnya telah ada(1). Mallory (1862-1920) meperkenalkan cara pengecatan jaringan pada awal abad XX, dalam penelitian soft tissue sarcoma, mulai dengan tehnik histopatologi dan menguraikan klasifikasi histogenetik yang lebih luas dari sebelumnya(1,2).

Pada tahun 1920, di Mayo Klinik, Boders mengemukakan tentang jumlah pembelahan sel pada tumor , indek mitosis yang mencerminkan potensial keganasan dan membuat suatu ilustrasi yang diaplikasikan pada fibrosarcoma. Sejak saat itu telah mulai dipertimbangkan mengenai grading histopatologis sarcoma sebagai bagian yang vital dalam pemeriksaan dan pertimbangan terapi dari tumor. Stout (1885-1967) dalam publikasi monograf tahun 1932 juga menjelaskan mengenai morfologi, dan treatment dari sarcoma. Dalam klasifikasinya mengenai soft tissue sarcoma melibatkan histogenesis, grade malignancy termasuk dalam aktivitas seluler dan mitosis(1). II. Insiden dan Etiologi Di USA kejadian soft tissue sarcoma mencapai 7000-8000 kasus baru pertahun. Secara umum angka kejadiannya adalah 1% dari keganasan pada orang dewasa dan 15 % dari keganasan pada anak-anak. Distribusi penderita berdasarkan jenis kelamin menurut Memorial Sloan-Kettering Cancer Center (MSKCC) adalah sama antara laki-laki dan perempuan. Sarcoma dapat berkembang pada setiap tempat, namun secara anatomis kurang lebih setenganya terjadi di ekstremitas, dengan prevalensi 32% ekstremitas bawah dan 13% ekstremitas atas.

N=1993

Distribusi soft tissue sarcoma pada ekstremitas (MSKCC, 7/1982 – 12/2000) Angka kejadian soft tissue sarcoma di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2009 sampai 2010 adalah sebanyak 81 penderita dengan berbagai macam tipe histopatologi. Berdasarkan distribusi jenis kelamin, laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 53% : 47% dan insiden tertingi pada umur antara 30-40 tahun.

Diagram 1: Distribusi penderita soft tissue sarcoma di RSUP Dr. Kariadi Semarang bulan Januari 2009 sampai Desember 2010, berdasarkan jenis kelamin

Diagram/ Grafik 2: Distribusi penderita soft tissue sarcoma berdasarkan umur, di RSUP Dr. Kariadi Semarang bulan Januari 2009 sampai Desember 2010

Diagram 3: Distribusi penderita soft tissue sarcoma di RSUP Dr. Kariadi Semarang bulan Januari 2009 sampai Desember 2010, berdasarkan Letak Anatomis tumor

Diagram 4: Distribusi penderita soft tissue sarcoma di RSUP Dr. Kariadi Semarang DFSP bulan

Januari 2009 sampai Desember 2010, berdasarkan Histopatologis tumor

Tidak spesifik

sebagai

ada

agen

etiologi

pada

mayoritas penderita soft tissue

sarcoma. Seperti umunya

pada penyakit keganasan bahwa faktor lingkungan, paparan bahan kimia, dan radiasi ionisasi adalah merupakan faktor pemicu timbulnya soft tissue sarcoma. Lymphedema yang menahun juga merupakan faktor penyebab terjadinya lymphangiosarcoma, sebagaimana disebutkan dalam sindroma Stewart Treves. Sindroma Li–Freumani, Neurofibromatosis, tuberosclerosis dan sindroma Gagner adalah merupakan sebagian faktor predisposisi terjadinya sarcoma(2). III. Cytogenetik dan Biologi Molekuler Soft Tissue Sarcoma Aktivasi beberapa jenis oncogene dihubungkan dengan beberapa jenis sarcoma seperti Ewing Sarcoma, Clear Cell sarcoma, Alveolar Rabdomyosarcoma, Desmoplastic Small round cell tumor dan Synovial sarcoma. Inaktinvasi tumor suppressor gene terutama Rb gene dan P53 memegang peranan penting untuk terjadinya sarcoma. Ki67 juga merupakan gen yang dihubungkan dengan grading histologis yang tinggi dan prognosis yang lebih buruk(2). Pada sarcoma terjadi pengulangan translokasi kromosom yang spesifik pada masingmasing tipe sarcoma. Translokasi kromosom tersebut akan menghasilkan fusi gen yang sangat spesifik. Sebuah konsep yang berhubungan dengan struktur translokasi tersebut adalah bahwagenomic breaks (DNA-level) hampir selalu terjadi dalam intron (tidak dalam exon) dan sequence dari exon mengapit chimeric intron yang kemudian bergabung dalam transkripsi dan splicing untuk membentuk sebuah chimeric mRNA. Intron dapat berukuran sangat besar dan genomic breaksdapat terjadi hampir di setiap tempat didalamnya, hal ini merupakan suatu alasan mengapagenomic DNA tumor jarang dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendeteksi

berbagai translokasi dengan polymeric chain reaction (PCR). Sebaliknya, konsistensi dari gabunganflanking exon dengan pemisahan transkrip pada mRNA sangat sesuai untuk deteksi molekuler dengan PCR-based (dengan reverse-transcriptase PCR / RT-PCR)

Secara cytogenetic, translokasi kromoson dari berbagai tipe soft tissue sarcoma telah diidentifikasi. Temuan macam-macan translokasi kromosom tersebut telah memberikan wawasan mengenai patogenesis dan dapat digunakan sebagai dasar diagnosis secara molekuler. Soft Tissue Sarcomas Synovial cell sarcoma

Cytogenetic t(X;18)(p11.2;;q11.2)

Liposarcoma (myxoid)

t(12;16)(q13-14;p11)

Embryonal Rhabdomyosarcoma

Trisomy 2q

Alveolar Rhabdomyosarcoma (ARMS)

t(2;13)(q35-37;q14)

Malignant fibrous histiocytoma (MFH)

lq11,3p12,11p11,19p13

Malignant peripheral nerve tumor (MPNT)

t(11;22)(q24;q11.2-12)

Extraskeletal myxoid chondrosarcoma

t(9;15;22)(q31;q15;q12.2)

Peripheral primitive Neurorectodermal tumor (PNET)

t(11;22)(q24;q11.2-12)

Hemangiopericytoma

t(12;19)(q13;q13)

Uterine leiomyosarcoma

t(12;14) dan 12q5

Abnormalitas cytogenetik pada Soft Tissue Sarcoma(2) IV. Diagnosis Pada umumnya penderita dengan soft tissue sarcoma diawali dengan keluhan timbunya benjolan yang tidak nyeri. Adanya benjolan tersebut harus dibedakan antara lesi yang jinak dan ganas dengan melihat tekstur, ukuran tumor, terfiksir pada struktur disekitarnya dan kecepatan pertumbuhan tumor. Adanya masa pada penderita dengan riwayat trauma harus diperhatikan bahwa kemungkinan trauma tersebut sebagai penyebab awal terjadinya sarcoma.

Benjolan sebagai tanda awal yang tidak terasa nyeri tersebut sering dianggap sebagai hal yang biasa oleh pasien sehinggga mereka tidak berobat atau konsultasi ke dokter hingga benjolan semakin membesar dan menimbulkan masalah yang lain, misal timbulnya ulkus, nyeri atau ganguan lain akibat pendesakan tumor tersebut ke bagian jaringan sekitar. Masa/ benjolan yang tumbuh pada jaringan intra abdoment, baik intraperitoneal maupun retroperitoneal seringkali tidak menimbulkan keluhan sampai tumor tersebut membesar dan menimbulkan pendesakan pada organ sekitar. Hal ini merupakan salah satu faktor yang sering menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis soft tissue sarcoma yang berasal dari organ/ jaringan intraabdoment.

Benjolan pada extremitas atas, Pada tahap lanjut timbul ulkus yang tidak nyeri Pemeriksaan imaging sebagai tambahan dari pemerikasaan klinis penderita perlu dikerjakan, selain untuk menegagkan diagnosis juga untuk staging. Pada pemeriksaan dengan foto polos kadang-kadang didapatkan gambaran masa dengan kalsifikasi. Foto polos pada ekstremitas dapat digunakan untuk evaluasi adanya infiltrasi tumor pada tulang. Pemeriksaan imaging lebih lanjut dapat dengan CT scan, MRI atau PET scan. Biopsi pada tumor primer merupakan bagian yang penting sebelum treatment pada penderita soft tissue tumor. Soft tissue tumor dengan ukuran yang lebih beasar dari 5 cm harus dipertimbangkan untuk dilakukan biopsi terlebih dahulu. Dengan biopsi dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi dan diharapkan dapat menentukan grade dari tumor. Grade sangat penting untuk menentukan rencana terapi. Percutaneous core-needle biopsy (CNB) memberikan hasil yang cukup memuaskan untuk

diagnosis

beberapa soft

tissue

tumor. CNB

dapat

dilakukan

secara blind atau

dengan image-guided. Dengan image-guided, biopsi akan lebih terarah pada area tumor (tidak pada area sentral nekrosis). Insisi biopsi merupakan pilihan kedua apabila dengan CNB diagnostik masih belum bisa ditegakkan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya morbiditas yang harus dipertimbangkan dengan tindakan insisi biopsi termasuk resiko anestesi, perdarahan dan penyembuhan luka. Selain itu insisi biopsi juga memerlukan biaya yang lebih besar. Eksisi biopsi merupakan pilihan pada neoplama yang kecil dan letaknya superficial. Fine needle aspiration biopsy (FNAB) sebagai alat bantu untuk menegakkan diagnosissoft tissue neoplasma masih diperdebatkan. Hasil dari FNA pada lesi mesenchymal sangat bervariasi dan tergantung beberapa faktor, diantaranya skill dari aspirator dan keahlian interpretasi dari cytopathologist. Dengan demikian akurasi diagnosis FNA sangat tergantung keahlian

dan

pengalaman cytopathologist dalam

diagnosis soft

tissue

sarcoma dengan

pemeriksaan sitologi. V. Klasifikasi Patologi dan Staging Tipe histology soft tissue sarcoma kurang lebih ada 70 jenis. Umumnya sarcoma diklasifikasikan menurut tipe sel normal yang menyerupainya. Soft tissue sarcoma umunya mempunyai karakteristik invasive lokal, metastasis umumnya secara hematogen dan metastasis secarata lymfogen sangat jarang, kecuali pada tipe-tipe tertentu kaitannya dengan sarcoma pada anak-anak. Perangai dari masing-masing soft tissue sarcoma juga berbeda, tergantung pada lokasi anatomis, grade dan pola histologis yang spesifik pada masing-masing soft tissue sarcoma. Grading Setelah ditegakkan diagnosis suatu soft tissue sarcoma, maka suatu hal penting yang harus ditentukan adalah grading histologis. Gambaran patologi yang menyokong dari grade malignancy adalah defferensiasi, pleomorfisme, necrosis dan aktifitas mitosis. Ada beberapa skala grading antara lain, four grade system menurut Broders’s, three grade system (low, intermediate, high) menurut American Joint Commission on Cancer (AJCC) dan Sistem Binary (high vs Low) yang digunakan MSKCC. Sistem AJCC pertama dipublikasikan tahun 1992

berdasar ukuran tumor primer (T), keterlibatan limfenode (N), adanya metastasis (M) dan tipe serta grade dari sarcoma (G) . The Fédération Nationale des Centres de Lutte Contre le Cancer Grading System for Soft Tissue Sarcomas Differentiation Score Mitoses Score (per 10 HPF) Necrosis Score Sarcomas resembling adult mesenchymal tissue 0-9 No necrosis Sarcomas of certain histotype

10-19

50% necrotic

Estimasi rentang derajad keganasan berdasar tipe histologi dan grade

The National Cancer Institute Grading System for Soft Tissue Sarcomas

Grade 1

Common Histologic Types Grade 2

Grade 3

Well-differentiated liposarcoma

Pleomorphic liposarcoma

Alveolar rhabdomyosarcoma

Myxoid liposarcoma

Fibrosarcoma

Soft tissue osteosarcoma

Deep-seated dermatofibrosarcoma protuberan

MFH

Primitive neuroectodermal tumor

Some leiomyosarcomas

Malignant hemangiopericytoma

Alveolar soft part sarcoma

Epithelioid hemangioendothelioma

Mesenchymal chondrosarcoma Synovial sarcoma

Spindle cell hemangioendothelioma

Or Leiomyosarcoma

Infantile fibrosarcoma

>15% necrosis Neurofibrosarcoma

Subcutaneous myxofibrosarcoma Or 0%-15% necrosis

Grading histologi yang rendah sering berhubungan dengan rekurensi lokal sedangkan Grading histologi yang tinggi sering berhubungan dengan terjadinya metastasis jauh. Adanya mutasi P53 , over ekspresi P53 pada inti, dan indek proliferasi Ki -67 berhubungan dengan high grade dan survival yang jelek. Akan tetapi marker biologi tersebut merupakan indikator prognosis yang independent dan tidak dapat digunakan dalam menentukan grade dari soft tissue sarcoma. Grade berdasar histotogi: Gx : Grade belum dapat dinilai G1 : Grade 1 G2 : Grade 2 G3 : Grade 3 Staging

Sistem klasik berdasarkan American Joint Committee on Cancer (AJCC) tahun 1977 adalah pada stadium I-II dibedakan berdasarkan grade dan stadium IV bila didapatkan metastasis. Sistem AJCC pertama dipublikasikan tahun 1992 berdasar ukuran tumor primer (T), keterlibatan limfenode (N), adanya metastasis (M) dan tipe serta grade dari sarcoma (G). Staging Soft Tissue Sarcoma berdasar AJCC

VI. Immunohistokimia Pada Soft Tissue Sarcoma Immunohistokimia merupakan tehnik analisa dengan berdasarkan reagent antibody pada lokasi spesifik epitop dalam jaringan. Ekspresi antigen-antigen tertentu atau cluster dari antigen adalah khas pada beberapa tumor. Didapatkan ribuan monoclonal dan polyclonal antibody yang tersedia untuk membantu menegakkan diagnosis tumor, akan tetapi hanya dalam jumlah terbatas yang telah mempunyai makna pada praktek dalam diagnosis soft tissue sarcoma. Intermediate filament merupakan komponen utama dari cytoskeletal dan terdiri dari lima sub group komponen utama yaitu vimentin, cytokeratin, desmin, neurofilamen, glial fibrillry acidic protein (GFAP) dan sub kelompok minor seperti nestin dan peripherin). Sementara Intermediate filament secara spesifik diekspresikan oleh sel-sel tertentu (seperti cytokeratin pada karsinoma, vimentin pada sarcoma). Vimentin merupakan protein Intermediate filament yang mempunyai berat molekul 57kDa dan diekspresikan pada semua sel mesenchymal. Vimentin yang merupakan ubiquitin diekspresikan pada semua sel selama awal embriogenesis dan kemudian secara bertahap menempati sel-sel sesuai dengan tipe spesifik dari Intermediate filament. Vimentin juga diekspresikan oleh sarcomatoid karsinoma, oleh karena itu penggunaannya sebagai imunohistokimia untuk membedakan antara sarcoma dengan karsinoma sangat terbatas. Dalam diagnosis, Vimentin sering digunakan untuk menentukan primer dari karsinoma tertentu, yang mempunyai ekspresi kuat sebagai petunjuk pada ginjal, endometrial, dan karsinoma thyroid. Cytokeratin merupakan family protein Intermediate filament yang sangat komplek, yang mempunyai lebih dari 20 protein. Cytokeratin mempunyai berat molekul 40-67 kDa. Cytokeratin merupakan marker yang sangat sensitive untuk identifikasi karsinoma dan umumnya digunakan sebagai marker untuk membedakan antara bentuk tumor epitelial dan non epithelial (seperti limfoma, sarcoma dan melanoma). Desmin merupakan protein Intermediate filament yang berhubungan dengan otot polos dan otot skeletal. Pada otot skeletal desmin berlokasi pada zone Z diantara myofibril. Pada otot polos berhubungan dengan cytoplasmic dense body dan subplamental dense plaques. Desmin juga diekspresikan oleh sel-sel selain otot termasuk sel reticulum fibroblastic dari lymfenode, sub

mesothelial fibroblast, dan sel stromal endometrial. Desmin diekspresikan hampir 100% oleh rhabdomyosarcoma pada semua subtype termasuk pada differensiasi yang sangat jelek. Actin merupakan suatu protein ubiquitin, diekspresikan oleh semua tipe sel. Pad umunya aktin dapat dikelompokkan dalan muscle dan non muscle isoform yang berbeda pada asam amino dalam protein dengan berat molekul 43.000. Sementara ada monoklonal antibodi yang dapat mengidentifikasi semua isoform actin (seperti clone C4) yang sensitif pada semua tehnik imunohistokima yang ada, antibodi ini tidak dapat digunakan untuk membedakan muscle dari actin non muscle. Antibodi HHF35 telah digunakan secara luas untuk identifikasi sel muscle, yang dapat menguraikan spesifitas dari actin muscle (dibandingkan dengan non muscle). Antibodi 1A4 adalah monoclonal antibodi yang spesifik untuk identifikasi isoform actin pada smooth muscle, dan dapat digunakan untuk membedakan dengan skeletal muscle. Ada beberapa marker yang digunakan differensiasi nerve sheath antara lain protein S-100, Caludin-1, Glut-1, CD57, p75NTR. Protein S-100 mempunyai berat molekul 20 kDa dan dinamakan demikian oleh karena mempunyai kelarutan 100% pada ammonium sulfate. Proteinnya terdiri atas 2 subunit, yaitu α dan β yang kombinasinya terdiri atas 3 isotipe. Isotype α-α didapatkan pada myokardium, otot skeletal, dan neuron. Isotype α- β ada pada melanosit, glia, chondrocyte, dan adnexa kulit. Isotype β-β pada sel langerhans dan sel schwan. Immunohistokimia protein S-100 dapat ditemukan pada beberapa jaringan normal antara lain neuron dan glia, sel schwan melanosit, sel langerhans, interdigatating reticulum cells pada lymfenode, chondrocyte, dan duktus kelenjar keringat, kelenjar ludah dan payudara, kelenjar serous paru, neuroblast fetal dan sel sustentakuler pada medulla adrenal. Dalam diagnosis soft tissue neoplasma, protein S-100 sangat bermakna sebagai marker untuk benigna dan maligna pada nerve sheath tumor dan melanoma. Protein S-100 diekspresikan dengan kuat, uniform pada schwanoma dan pada malignant peripheral nerve sheath tumor hanya 40-80% dan diekspresikan lemah. Pada semua tipe malignant melanoma termasuk pada variant desmoplastic dan sarcomatoid hampir selalu menunjukkan positif kuat pada protein S-100. Hanya 2-3% dari melanoma yang menunjukkan negatif pada protein S-100. Claudin-1 dapat untuk menentukan struktur ikatan (tight junction structure) dan permeabilitas yang diekspresikan oleh jaringan, seperti misal ekspresi claudin-1 hampir selalu didapatkan diantara epitel dan claudin-3 hanya terbatas pada epitel paru dan liver. Claudin akan

berikatan dengan protein transmembran membentuk kompleks dengan protein transmembran yang lain seperti junctional adhesion molecule (JAM) dan occludin dan berinteraksi dengan scaffolding protein seperti ZO-1, ZO-2 dan ZO-3. Dalam klinis, claudin-1 digunakan sebagai marker untuk perineurioma, yang mana 20-09% positif pada perineurioma. Glut-1 merupakan tipe protein glukose erythrocyte transporter yang mempunyai peranan dalam transport glukosa diantara barier epitel dan endotel jaringan. Ekspresi protein Glut-1 didapatkan pada perineurial sel normal dan perineurial tumor baik jinak maupun ganas. Glut-1 juga diekspresikan dalam jumlah sedikit pada epitheloid sarcoma dan diantara vascular tumor ekspresi Glut-1 khususnya didapatkan pada semua juvenile capillary hemangioma, tetapi tidak pada tumor vascular pediatrik yang lain termasuk pada malformasi vaskuler. CD57 merupakan protein dengan berat molekul 110-kDa secara normal didapatkan pada permukaan natula cell killer dan lymphocyte T. Meskipun immunoreaktivitas CD57 didapatkan pada sebagian besar malignant peripheral nerve sheath tumor namun dalam prosentase yang cukup signifikan juga positif pada sarcoma yang lain termasuk synovial sarcoma dan leiomyosarcoma. Kekurangan dari CD57 dalam diagnosis immunohistokimia adalah spesifitas yang terbatas. p75NTR diekspresikan sampai 80% oleh malignant peripheral nerve sheath tumor dan hampir semua schwanoma, granular sel tumor dan neurofibroma. Akan tetapi sama dengan CD57, p75NTR ekspresinya tidak hanya terbatas pada malignant peripheral nerve sheath tumor akan tetapi juga pada sarcoma yamg laintermasuk synovial sarcoma dan malignant melanoma. CD99 merupakan glikoprotein transmembran dengan berat molekul 30-32 kDa (p30/32). Penggunaan yang sangat penting dari antibody CD99 adalah untuk diagnosis immunohistokimia Ewing’s sarcoma/ primitive neuroectodermal tumor (ES/ PNET). Dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa lebih dari 90% ES/ PNET mengekspresikan CD99. CD99 juga diekspresikan lebih

dari 90%

olek lymphoblastic

Lymphoma ,

20-25% primitive

rabdomyosarcoma, lebih dari 75% pada poorly differentiated synovial sarcoma, kurang lebih 50% pada mesenchymal chondrosarcoma dan jarang pada kasus small sel osteosarcoma dan intra-abdominaldesmoplastic round cell tumor. Marker Imunohistokimia Pada Soft Tissue Sarcoma

Antibodi Cytokeratin

Diekspresikan oleh Carcinoma, Epiteloid sarcoma, synovial sarcoma, beberapa angiosarcoma dan leiomyosarcoma, Mesothelioma, extrarenal rhabdoid tumor

Vimentin Sarcoma, Melanoma, beberapa carcinoma dan lymphoma Desmin Tumor jinak dan ganas pada smooth & skeletal muscle Glial Fibrillary acidic protein Glioma, pada beberapa schwannomas Neurofilamens Neuroblastic tumors Pan-Muscle Actin Smooth muscle actin

Tumor jinak dan ganas pada smooth & skeletal muscle, myofibroblastik tumor dan pseudotumor

Myogenic nuclear regulatory protein (myogenin, MyoD1)

Tumor jinak dan ganas pada smooth muscle, myofibroblastik tumor dan pseudotumor

S-100 protein

Rhabdomyosarcoma

Epithelial membrane antigen

Melanoma, benign & malignant peripheral nerve sheath tumor, cartilagenous tumor, normal adiposa tissue, Langerhans cells

CD99 (MIC2 gene product) Carcinoma, epitheloid sarcoma, synovial sarcoma, perineurioma, meningioma, CD45 (Leucocyte common antigen) CD30 (Ki-1) CD68

Anaplastic large cell lymphoma Ewing sarcoma / primitive neuroectodermal tumor, beberapa rhabdomyosarcoma, beberapa synovial sarcoma, lymphoblastic lymphoma, mesenchymal chodrosarcoma, small cell asteosarcoma

Melanosome-specific antigen Non Hodgkin Lymphoma (HMB-45, Melan-A, tyrosinase, microphthalmia transcription Anaplastic large cell Lymphoma, Embrional carcinoma factor) Macrophages, fibrihistiocytic tumors, granuler cell tumors, various sarcoma, MDM2/ CDK4 melanoma, carcinomas Claudin-1

Melanoma, PEComa, clear cell sarcoma, melanotic schwannoma

Glut-1

Atypical lipomatous tumor and differentiated liposarcoma

Protein kinase C 0

Prineurioma, Synovial sarcoma, epitheloid sarcoma, beberapa Ewing sarcoma / primitive neuroectodermal tumor/ PNET

Bcl-2

Prineurioma, infantile hemangioma GIST Synovial sarcoma, solitary fibrous tumor, other spindle cell tumor

Keterlibatan gen sebagai penyokong diagnosis soft tissue sarcoma, berdasarkan NCCN 2010

Keterlibatan Gen sebagai penyokong Diagnosis soft tissue sarcoma, berdasarkan NCCN 2010 VII. Pemeriksaan Imaging. Pemerikasaan radiologi pada soft tissue tumor telah mengalami revolusi secara dramatik semenjak setelah abad XX, oleh karena diketemukannya Computed Tomografi (CT) dan kemudian Magnetic Resonance Imaging (MRI). Pada pemeriksaan imaging hal-hal yang diharapkan adalah, 1. Untuk mengidentifikasi dan mengetehahui karakteristik dari lesi 2. Membedakan suatu proses neoplasma atau non neoplasma

3. Menegakkan suatu diagnosis yang spesifik atau kemungkinan differensial diagnosis. 4. Sebagai penunjuk arah biopsi pada lesi jaringan 5. Staging Dengan adanya pemeriksaan imaging yang bertehnologi tinggi, pemeriksaan foto rontgen sering kali ditinggalkan dalam evaluasi suatu soft tissue tumor. Pemeriksaan dengan foto rontgen sering normal dan kurang bermanfaat untuk pemeriksaan suatu soft tissue tumor. Meskipun foto rontgen tidak dapat menguraikan secara lebih detail, namun karena ketersediaannya yang cukup luas dan harganya yang tidak mahal, pemeriksaan ini masih dapat digunakan sebagai pemeriksaan awal pada soft tissue tumor. Penggunaan imaging cross-sectional seperti USG, CT dan MRI memberikan hasil yang lebih baik dalam pemeriksaan soft tissue tumor. Beberapa kelebihan dan kekurangan dari masing-masing pemeriksaan imaging Soft Tissue Sarcomas Synovial cell sarcoma

Cytogenetic t(X;18)(p11.2;;q11.2)

Liposarcoma (myxoid)

t(12;16)(q13-14;p11)

Embryonal Rhabdomyosarcoma

Trisomy 2q

Alveolar Rhabdomyosarcoma (ARMS)

t(2;13)(q35-37;q14)

Malignant fibrous histiocytoma (MFH)

lq11,3p12,11p11,19p13

Malignant peripheral nerve tumor (MPNT)

t(11;22)(q24;q11.2-12)

Extraskeletal myxoid chondrosarcoma

t(9;15;22)(q31;q15;q12.2)

Peripheral primitive Neurorectodermal tumor (PNET)

t(11;22)(q24;q11.2-12)

Hemangiopericytoma

t(12;19)(q13;q13)

Uterine leiomyosarcoma

t(12;14) dan 12q5

Abnormalitas cytogenetik pada Soft Tissue Sarcoma

(2)

v Foto rontgen

Murah

Kelebihan

Kekurangan Non cross-sectional imaging

Ultrasound

Tersedia secara luas

Tidak spesifik

CT

Tidak dapat mengidentifikasi adanya suatu masa yang kecil

MRI

Kalsifikasi merupakan gambaran patognomonik yang khas untuk identifikasi adanya suatu kelainan

Nuclear Medicine

Dapat untuk identifikasi awal abnormalitas tulang

Operator dependent

Murah

High learning curve

Tersedia secara luas

Beberapa lesi tidak dapat dijangkau

Cross-sectional multiplanar

Abnormalitas awal dari tulang tidak dapat dievaluasi

Adanya radiasi ionisasi

Real-time (dynamic) scanning Tidak menimbulkan radiasi

Secara anatomis tidak dapat untuk staging dengan baik

Sangat baik untuk evaluasi lesi yang superfisial

Mempunyai keterbatasan untuk mendeteksi lemak pada lesi

Execellent untuk membedakan lesi kistik dan solid

Sering terbatas pada lapang pandang

Dapat mengidentifikasi kalsifikasi US doppler dapat mengevaluasi vascularitas

Tidak menunjukkan karakteristik yang baik pada kalsifikasi. Mahal Radiasi ionisasi

Cross sectional multiplanar imaging Optimal imaging dalam mendeteksi / mengetahui karakter calsifikasi

Tidak sebaik pada resolusi kontras pada MRI Perlu image post kontras

Baik untuk lesi pericapsular Potensial alergi pada kontras Baik untuk lesi pada abdomen/ dinding dada

Mungkin perlu imaging pada dua sisi untuk perbadingan (extremitas)

Tidak ada radiasi ionisasi Ketersediaan terbatas Cross sectional multiplanar imaging,

merupakan metode yang sangat Mahal optimal untuk membedakan karakteristik komponen soft tissue Kadang perlu kontras (potensial alergi) yang mengalami lesi Ada beberapa kontraindikasi ( Methode optimal untuk staging claustrophobia, beda asing logam, anatomis pacemaker) Intermediate cost

Tidak begitu baik dalam identifikasi/ evaluasi karakteristik dari kalsifikasi

Gallium: dapat membedakan MPNST (uptake) dengan BPNST (no Non cross-sectional imaging uptake) Non spesifik

Modalitas Foto rontgen

Kelebihan Murah

Radiasi ionisasi Kekurangan Non cross-sectional imaging

Ultrasound

Tersedia secara luas

Tidak spesifik

CT

Kalsifikasi merupakan gambaran patognomonik yang khas untuk identifikasi adanya suatu kelainan

Tidak dapat mengidentifikasi adanya suatu masa yang kecil

MRI

Adanya radiasi ionisasi Nuclear Medicine

Dapat untuk identifikasi awal abnormalitas tulang

Operator dependent

Murah

High learning curve

Tersedia secara luas

Beberapa lesi tidak dapat dijangkau

Cross-sectional multiplanar

Abnormalitas awal dari tulang tidak dapat dievaluasi

Real-time (dynamic) scanning Tidak menimbulkan radiasi

Secara anatomis tidak dapat untuk staging dengan baik

Sangat baik untuk evaluasi lesi yang superfisial

Mempunyai keterbatasan untuk mendeteksi lemak pada lesi

Execellent untuk membedakan lesi kistik dan solid

Sering terbatas pada lapang pandang

Dapat mengidentifikasi kalsifikasi

Tidak menunjukkan karakteristik yang baik pada kalsifikasi.

US doppler dapat mengevaluasi vascularitas

Mahal Radiasi ionisasi

Cross sectional multiplanar imaging Tidak sebaik pada resolusi kontras pada Optimal imaging dalam mendeteksi / MRI mengetahui karakter calsifikasi Perlu image post kontras Baik untuk lesi pericapsular Potensial alergi pada kontras Baik untuk lesi pada abdomen/ dinding dada Mungkin perlu imaging pada dua sisi untuk perbadingan (extremitas) Tidak ada radiasi ionisasi Ketersediaan terbatas Cross sectional multiplanar imaging, merupakan metode yang sangat Mahal optimal untuk membedakan karakteristik komponen soft tissue Kadang perlu kontras (potensial alergi) yang mengalami lesi Ada beberapa kontraindikasi ( Methode optimal untuk staging claustrophobia, beda asing logam, anatomis pacemaker) Intermediate cost

Tidak begitu baik dalam identifikasi/ evaluasi karakteristik dari kalsifikasi

Gallium: dapat membedakan MPNST (uptake) dengan BPNST (no Non cross-sectional imaging uptake) Non spesifik Radiasi ionisasi

Beberapa hal penting dalam evaluasi soft tissue sarcoma adalah mengenai lokasi dan karakteristik termasuk ukuran, morfologi, bentuk dan perluasannya. Lokasi merupakan suatu hal yang sangat penting sebagai petunjuk diagnostik. Penggunaan kontras secara intravena dalam pemeriksaan CT atau MRI dapat meningkatkan resolusi kontras pada evaluasi soft tissue tumor.

Tehnologi kedokteran nuklir belum mempunyai peran utama dalam evaluasi soft tissue tumor. Pada saat ini FDG (Fluorine-18 fluro-2-deoxy-D-Glukose) positron emission tomografi (PET) telah digunakan dalam pemeriksaan soft tissue tumor dengan mengukur aviditas dari turnover glukosa (dihitung secara kuntitatif menggunakan standardized uptake value / SUV). Peranan dari FDG PET dalam membedakan tumor jinak dan ganas (SUV lebih dari 2-3), evaluasi dalam treatment neoplasma dan evaluasi recurensi neoplasma setelah pembedahan sampai saat ini masih dalam penelitian. VIII. Penatalaksanaan Operasi merupakan terapi primer pada soft tissue sarcoma yang masih terlokalisir. Dengan eksisis lokal luas sampai margin jaringan normal, recurent rate adalah 10-31%, diseksi sepanjang pseudokapsul (enukleasi atau shelling out) kemungkinan terjadi lokal recurent adalah antara 33%-63%. Batas-batas margin pada soft tissue sarcoma tidak dapat ditentukan secara tepat, tergantung dari letak anatomis tumor dan jaringan lunak sekitar tumor. Pada saat ini, kurang lebih 90% pasien dengan sarcoma pada ekstremitas yang masih terlokalisir

dilakukan

penatalaksanaan

multimodalitaslimb-sparing treatment

dengan limb-sparing

approach untuk

treatment. Penggunaan

sarcoma pada

ekstremitas adalah

berdasarkan suatu trial fase III dari US National Cancer Institute (NCI). Berdasarkan random trial dari NCI dan MSKCC didaptkan suatu evidence untuk memberikan tambahan operasi dengan radiasi sebagai standart approach pada pasien dengan superficial trunk dan ekstremitas yang masih operable. Radioterapi memberikan beberapa efek samping. Adanya efek samping dari radiasi seperti edema, fibrosis, dan induksi keganasan sekunder akibat radiasi memberikan suatu alternatif pilihan untuk terapi pembedanhan saja tanpa radiasi. Akan tetapi seleksi pasien harus benar-benar tepat pada pemberian unimodalitas operasi. Kriteria penting terenasuk lokasi anatomis dan surgical margin yang adequate. Amputasi merupakan pilihan terapi pada pasien dengan tumor primer yang locally advanced. Kriteria seleksi pasien untuk amputasi adalah:

- Pada pemeriksaan radiologi didapatkan keterlibatan pembuluh darah utama, tulang, atau saraf termasuk apabila dilakukan reseksi tumor primer dengan limb sparing akan didapatkan hilangnya fungsi atau jaringan yang tidak viable. Tindakan diseksi limfenode bukan merupakan prosedur rutin pada soft tissue sarcoma. Insiden metastase limfenode sangat rendah (2-3%) pada pasien dewasa dengan soft tissue sarcoma yang masih lokalized. Akan tetapi pada psien dengan angiosarcoma, embrional/ alveolar rhabdomyosarcoma, clear cell sarcoma, dan epitheloid sarcoma mempunyai resiko metastasis limfenode yang lebih tinggi. Pada pasien-pasien tersebut sebaiknya dipertimbangkan untuk sentinel limfenode biopsi sebagai bagian dari terapi definitif operasi. Limfenode diseksi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan keterlibatan limfenode secara patologi dan secara radiologis tidak didapatkan adanya metastasis jauh. Limfenode diseksi dapat menghasilkan survival rate sebesar 34%. Pada umunya Prognosis pasien dengan metastasis limfenode sama dengan metastasis visceral. Kemoterapi merupakan terapi utama pada pasien soft tissue sarcoma dengan metastasis (stage IV). Penggunaan kemoterapi dalam setting sebagai adjuvan masih merupakan kontroversi. Akan

tetapi

pada

Ewing

sarcoma/

primitive

neuroectodermal

tumor

(PNET),

Rhabdomyosarcoma, dan osteogenis sarcoma adjuvant atau neoadjuvant kemoterapi merupakan suatu standart terapi yang tepat. Dengan pemberian kemoterapi disease free survival pada 10 tahun meningkat dari 45% menjadi 55%, lokal desease free survival pada 10 tahun juga meningkat dari 75% menjadi 81%. Overall survival pada 10 tahun juga meningkat dari 50% menjadi 54% akan tetapi tidak signifikan secara statistik. Neoadjuvant kemoterapi secara teori memberikan bebrpa kentungan, anata lain dapat mengetahui sensitivitas kemoterapi secara in vivo, dapat memberikan terapi sedini mungkin setelah diagnosis pada occult metastasis dan sitoreduksi oleh kemoterapi dapat menurunkan morbidatas operasi. Kombinasi Ifosfamide merupakan pilihan regiment untuk neoadjuvant kemoterapi. DAFTAR PUSTAKA 1.Brennan M.F., Lewis J.J., 2002, Diagnosis and Management of Soft Tissue Sarcoma, Martin Dunitz Ltd., United kingdom

2. Weiss S.W., Goldblum J.R., 2008, Soft Tissue Tumors, Fifth Edition, Mosby Elsevier, China 3. Manuaba, T.W., 2010, Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid, Peraboi 2010, Sagung Seto, Jakarta 4. Fletcher C.D.M., Unni K.K., Martens F., 2002, Pathology and Genetic of Tumours of Soft Tissue and Bone, IARC Press, Lyon 5. Brown F.M., Fletcher C.D.M., Problems in Grading Soft Tissue Sarcomas, Am J. Clin Pathol 2000;114(Suppl 1):S82-S89 6. Schuetze S.M., Baker L.H., Benjamin R.S., Conetta R., Selection of Response Criteria for Clinical Trials of Sarcoma Treatment, The Oncologist 2008;13 (suppl 2):32-40 www.TheOncologist.com 7. NCCN Practice Guidelines in Oncology, 2010, Soft Tissue sarcoma, www.nccn.org 8. Yu G.H., Sack M.J., Baloch Z., Gupta P.K., Difficulties in the fine needle aspiration (FNA) diagnosis of schwannoma, Cytopathology 1999, 10, 186–194 9. Chan A.S., Thorner P.S, Squire J.A., Zielenska M., Identification of a novel gene NCRMS on chromosome 12q21 with differential expression between Rhabdomyosarcoma subtypes,Oncogene (2002) 21, 3029 – 3037, www.nature.com/onc 10. Kilpatrick S.E., Bergman S, Pettenati M.J., Gulley M.L., The usefulness of cytogenetic analysis in fine needle aspirates for the histologic subtyping of sarcomas, Modern Pathology (2006) 19, 815–819, www.modernpathology.org 11. Noy A., Scadden D.T., Lee J., Dezube B.J., Aboulafia D., Tulpule A., Walmsley S., Gill P.,Angiogenesis Inhibitor IM862 Is Ineffective Against AIDS-Kaposi’s Sarcoma in a Phase III Trial, but Demonstrates Sustained, Potent Effect of Highly Active Antiretroviral Therapy, Journal of Clinical Oncology,2005; 23:990-998 12. Hawkins D.S., Schuetze S.M., Butrynski J.E., Rajendran J.G., Vernon C.B.,. Conrad III E.U., Eary J.F., [18F]Fluorodeoxyglucose Positron Emission Tomography Predicts Outcome for Ewing Sarcoma Family of Tumors, Journal of Clinical Oncology,2005; 23:8828-8834. 13 D’Adamo D.R., Anderson S.E., Albritton K.., Yamada J., Riedel E., Scheu K., Schwartz G.K., Chen H., Maki R.G., Phase II Study of Doxorubicin and Bevacizumab for Patients With Metastatic Soft-Tissue Sarcomas, Journal of Clinical Oncology, 2005; 23:71357142. Diposkan oleh Dr Darwito SH,S

NOMER 7 1. SOFt tiSSUE TUMOR 2 : http://www.scribd.com/doc/141670480/Soft-Tissue-Tumor 2. http://darwitosuwito-saridinsangpembaharu.blogspot.com/2011/10/v-behaviorurldefaultvmlo_26.html 3. klasifikasi tumor who : http://www.iarc.fr/en/publications/pdfs-online/pat-gen/bb5/bb5classifsofttissue.pdf 4. beda tumor ganas dan jinak : ada di buku kuliah UI nomer 6 1. bedah minor , persiapan alat, anastesi dll: buku bedah minor 2. www.bedahminor.com (banyak banget seputar bedah minor, persiapan alat anastesi dll)

nomer 3 http://www.scribd.com/doc/75288842/analisa-gas-darah-agd

nomer 8. 1. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24986/3/Chapter%20II.pdf 2. http://ismirayanti.blogspot.com/2010/10/nyeri-abdomen-akut.html 3. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003120.htm

nomer 5 ALL ABOUT TRANSFUSIIIIII 3. Jenis-jenistranfusidarahdanindikasipemberiannya DefinisiTransfusiDarah Transfusidarahadalah :pemindahandarahataukomponendarahdari donor kedalam peredarandarahpenerima (resipien).

Tujuantransfusidarah : 1. Pengobatan (pasiendenganperdarahan). 2. Membantupengobatan (pasiendengankeganasansistemhematopoietik – leukemia).

Jenis-jenisprodukdarah

Definisi : Produkdarah :semuabahanterapeutikygdibuatdaridarahmanusia. Komponendarah : 1. 2. 3. 4.

Konstituendarahygdipisahkandaridarahlengkap, seperti : Red Cell Concentrate, Red Cell Suspension, Plasma, Platelet concentrate. Plasma atautrombositygdiperolehmelaluicaraaferesis. Cryopresipitate

Derivatplasma : albumin, konsentrat factor koagulasi, immunoglobulin

Di Indonesia (Bandung) : Darahlengkap (whole blood) diolahmenjadi : -

Packed Red Cell (PRC) Washed Red Cell (WRC) Platelat Concentrate (PC) Fresh Frozen Plasma (FFP) Cryoprecipitate

Darahlengkap (Whole Blood)

-

Berisiseldarahmerah, leukosit, trombositdan plasma.

Indikasi : -

Memperbaikikemampuan transport O2 oleheritrosit (pada anemia berat). Menambahjumlahdarah yang beredar (padaperdarahan).

Pemberian: -

1 labudarahlengkap (250 cc) dapatmenaikkankadarHbsebanyak 0,5 g%.

Jenis-jenisDarahLengkap 1. Darah Segar 2. DarahBaru 3. DarahSimpan

Darah Segar (Fresh Whole Blood) -

Masasimpan 4-6 jam Suhupenyimpanan 2C-6C

Keuntungan : -

Faktor-faktorpembekuanmasihlengkap Fungsiseldarahmerahrelatifmasihsangatbaik

Kerugian : -

Sulitdiperolehdalamwaktu yang tepat Bahayapenularanpenyakitmasihtinggi (CMV masihhidupdalam 48 jam).

Indikasi :operasijantungterbukapadabayi

DarahBaru -

Masasimpan 3-4 hari

Keuntungan :kenaikankadarKalium, ammonia danasamlaktatbelumtinggi. Kerugian :faktor-faktorpembekuansudahsangatberkurang.

DarahSimpan Masasimpan :21 hari, 28 hari (tergantungantikoagulanygdipakai) Keuntungan : -

Pengadaanmudah Bahayapenularanpenyakitsudahberkurang

Kerugian : -

Faktorpembekuanhampirhabis. Kemampuantransportasi O2 berkurang Kadar Kalium, ammonia danasamlaktatmeningkat.

EfekpenyimpananthdWB : -

Berkurangnya pH (darahmenjadilebihasam). PeningkatankonsentrasiKaliumplasma. Menurunnyakandungan 2,3 DPG ygakanmengurangikemampuaneritrositmelepaskanoksigen di jaringan. Hilangnyafungsitrombosit (48 jam setelahdonasi). Menurunnyakonsentrasifaktor VIII dalam 48 jam (10-20%)

Packed Red Cell (PRC) -

Dari 250 cc WB menjadi100-125 cc PRC (Ht : 70-80%). Isi : eritrosit + sedikitplasma Pembuatansistemterbuka (40C) tahan 12 jam; sistemtertutuptahansesuaitglkadaluwarsa.

Keuntungan : -

Bahaya overloading (-). Reaksialergithd protein plasma (-) Ekonomis

Kerugian Sistemtertutup : 1. Kemampuantransportasi O2 menurun. 2. Bahayainfeksi

Sistemterbuka : 1. Masasimpanpendek 2. Bahayainfeksi

Washed Red Cell (WRC) 1. DibuatdariPRC yang dicuci 3 X denganNaClfisiologis. 2. Tujuan :menghilangkanantibodidalam plasma danygmenempelpadaeritrosit. 3. Harusdigunakandalam 4 jam setelahpembuatan.

Platelet Concentrate 1. 2. 3. 4. 5.

Dari 250 cc WB menjadi 20 cc PC (TC). Berisi 70-80% jumlahtrombositsemula. Berisi + 28 milyartrombosit. Dapatmenaikkanjumlahtrombositsebanyak 5000/mm3 Padapenyimpanandengan agitator (22 0C), tahan 3-5 hari.

Fresh Frozen Plasma (FFP) 1. 2. 3. 4.

Dibuatdari plasma segar yang dibekukanpadasuhu– 200C. Berisisemuafaktorpembekuan. Tahandisimpan 1 tahun(– 250C). Kadar faktor VIII sdktnya 70% dariawal.

Cryoprecipitate 1. 2. 3. 4.

Dibuatdari FFP ygdicairkanpada 4 0C, kemudiandisentrifus, endapanygdiambil. Padapenyimpanan -30 0C, tahan 1 tahun. Bilaakandipakai, dicairkandulupada 40C, danharusdiberikandalamwaktu 6 jam. Dari 250 cc WB, diperoleh 15-20 cc cryoprecipitate ygberisi 50-75 IU f VIIIcdan 40-125 mg fibrinogen

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF