Ppt Rheumatoid Arthritis

May 6, 2019 | Author: Ika Yuniarti | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Ppt Rheumatoid Arthritis...

Description

DEFINISI Reum Reumat atoi oid d artr artrit itis is adal adalah ah peny penyak akit it auto autoim imun un yang yang dita ditand ndai ai deng dengan an inflamasi sitemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target umum umum.. Manif Manifes esta tasi si klin klinik ik klas klasik ik reuma reumatoi toiss artr artrit itis is adala adalah h poli poliar artr triti itiss simetrik.

KRITERIA DIAGNOSIS Menurut American Menurut American College of Rheumatology tahun 1987 Gejala dan tanda

1

Kaku Kaku pagi pagi hari hari (mor (morni ning ng stif stiffn fnes ess) s)

Definisi Kaku pada sendi dan sekitarnya di pagi hari, yang berlangsung dalam waktu minimal 1 jam sebelum perbaikan maksimal.

Minimal 3 area sendi mengalami pembengkakan jaringan lunak atau efusi sendi (bukan penulangan saja) yang diamati oleh dokter secara simultan. Keempat 2

Artr Artrit itis is pada pada 3 send sendii atau atau lebi lebih h

 belas sendi yang mungkin terkena adalah sendi PIP, sendi metakarpofalangeal, pergelangan tangan, siku, lutut, pergelangan kaki, dan sendi metatarsofalangeal kiri dan kanan.

3

Art Artriti ritiss pada send sendii tang tanga an

Minimal 1 area sendi mengalami pembengkakan, pada pergelangan tangan, metakarpofalangeal, atau interfalang proksimal.

Keterlibatan sendi secara bersamaan di area yang sama pada kedua sisi tubuh 4

Artritis simetrik  

(artritis bilateral pada sendi interfalangeal proksimal, metakarpofalangeal, atau metatarsofalangeal dapat diterima tanpa simetris absolut).

1. Diperlukan empat dari tujuh kriteria untuk mengklasifikasikan pasien sebagai menderita artritis reumatoid 2. Pasien dengan 2 atau lebih diagnosis klinis tidak dieksklusikan. Kriteria 1 sampai dengan 4 minimal telah bermanifestasi minimal 6 minggu. Kriteria 2 sampai dengan 5 harus diamati oleh dokter 

MANIFESTASI KLINIS Gejala Artikular Poliartritis (Sendi yang terlibat pada umumnya simetris, meskipun pada presentasi awal bisa tidak simetris), Kaku pagi hari lebih dari 1 jam, Artritis erosif, Deformitas swan neck finger, deformitas Boutunierre Sendi yang terlibat

Frekuensi keterlibatan (%)

Metakarpofalangeal (MCP)

85

Pergelangan tangan

80

Interfalang proksimal (PIP)

75

Lutut

75

Metatarsofalangeal

75

Pergelangan kaki

75

Bahu

60

Midfoot (tarsus)

60

Panggul

50

Siku

50

 Akromioklavikular

50

 Vertebra servikal

40

Temporomandibular

30

Sternoklavikular

30

Gejala ektraarttikular •

• • •

• • •

Konstitusional: demam, anoreksia, kelelahan (fatigue), kelemahan Nodul Reumatoid: lokasi paling sering terjadi pada bagian siku Mata: keratoconjungtivitis sicca, sklertitis, episkleritis Kardiovaskular : pericarditis, efusi pericardial Paru-paru: efusi pleura, interstitial fibrosis Hematologi: anemia penyakit kronik, eosinofilia Ginjal : Amylordosis, glomerulus

STADIUM RHEUMATOID ARTHTRITIS 1. Stadium sinovitis Perubahan dini pada jarigan sinovial yang ditandai dengan hiperemis, edema karena kongesti, nyeri saat bergerak dan istirahat, bengkak, kaku. 2. Stadium destruktif  Terjadi kerusakan sinovial, juga terjadi kerusakan pada jaringan sekitarnya 3. Stadium deformitas Terjadi perubahan secara progresive dan berulang, deformitas dan gangguan fungsi sendi menetap.

BASIC SCIENCE

 ANATOMI Jenis sendi yang memiliki sinovial memiliki karakterisktik   yang sama. Karakteristik  tersebuut ntara lain : 1. Kartilago hialin  bantalan 2 tulang

:

untuk 

2. Ligamen kapsuler : jaringan fibrosa yang membungkus kartilago 3. Membran sinovial : melapisi kapsul dan menutup bagian yang tidak ditutupi kartilago 4. Cairan sinovial : jernih,  berwarna kuning muda, Leukosit , 200/mm3. Pada Reumatoid  Artriis viskositasnya menurun dan retikulositnya meningkat hingga 15.000-20.000/mm3 sehingga cairan sinovial menjadi tidak jernih 5. Struktur ekstra Otot/tendon : menggerakan sendi

kapsuler untuk  

Macam-macam sendi berdasaran pergerakannya   Sinartosis  tidak dapat digerakkan Sinartosis sinfibrosis : antar tulang dihubungakn dengan jaringan fibrosa Sinartrosis sinkondrosis : dihubungkan oleh kartilago (antar segmen  vertebrae, antara sternum & costae) Sinartrosis : persambungan tulang dipisahkan oleh jaringan tulang (os ilium, os ischium, os pubikum)   Diartrosis  dapat digerakkan Sendi peluru - Sendi luncur Sendi pelana - Sendi engsel Sendi putar •



Macam-macam sendi berdasarkan ukuran Sendi besar : Lutut, siku, pergelangan kaki Sendi kecil : Interfalang proksimal (PIP) , Metakarpofalangeal (MCP ), Metatarsalfalangeal (MTP), Interfalang distal (DIP

IMMUNOLOGI Sifat-sifat dan Fungsi Limfosit T Limfosit T tidak dapat mengenali epitop secra langsung Aktivasi limfosit T membutuhkan molekul penyaji epitop (MHC) yang dimiliki oleh sel penyaji (APC) contoh APC : sel makrofag, sel dendritik, sel alngerhans Terdapat subpopulasi. Limfosit CD4+ dan CD8+ Limfosit TCD4+  Th1 atau Th2 Limfosit TCD 8+ Tc (sitotoksik) •



Limfosit Th1 Mengenali epitop yang disajikan MHC kelas II Menghasilkan sitokin IL-2, IFN-γ,TNF-β, Menstimulasi limfosit B berdeferensiasi untuk menghasilkan antibodi Bertanggung jawab untuk mengawali respon limfosit B berproliferasi dan mengahsilkan IgM Mengaktifkan sel makrofag untuk menghancurkan mikroorganisme intraseluler  Limfosit Th2 Mengenali epitop yang disjikan oleh MHC kelas II Menghasilkan sitokin IL-4, IL-5 Mengaktifkan sel B membuat antibodi netralisasi



Limfosit Tc (Sitokin/CD8+) Mengenali epitop yang disajikan oelh MHC kelas I Berfungsi sebagai respon imun adaptif  Sel sasaran: Sel terinfeksi virus, Sel terinfeksi bakteri intraselular, Sel yang mengalami transformasi (sel kanker) Mekanisme pengahancuran sel Limfosit Tc mrenghasilkan perforin dan granzyme yang mampu melisiskan membran sel.

Multifaktorial  reaksi autoimun













Jenis kelamin Riwayat keluarga yang menderita Reumatoid Artritis   Usia Paparan salisilat dan merokok  Konsumsi kopi lebih dari tiga cangkir sehari Makanan tinggi vitamin D, konsumsi teh berhubungan dengan penurunan risiko.

Faktor Predisposisi Genetik  Variasi alel HLA (HLA DR4) yang mengkode MHC kelas II  Non MHC seperti reseptor Fc, reseptor TNF, reseptor NK  Faktor genetik berperan penting terhadap kejadian Reumatoid Artritis, dengan angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Pada kembar monozigot mempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya Reumatoid Artritis lebih dari 30%. Faktor Presipitasi Infeksi Beberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab penyakit. Seperti pada tabel berikut :  Agen Infeksi

Mekanisme Patogenik 

Mycoplasma

Infeksi sinovial langsung, superantigen

Parvovirus B19

Infeksi sinovial langsung

Retrovirus

Infeksi sinovial langsung

Enteric bacteria

Kemiripan molekul

Mycobacteria

Kemiripan molekul

Epstein-Barr Virus

Kemiripan molekul

Bacterial cell walls

 Aktifasi makrofag

PATOFISIOLOGI







The American Collage of Rheumatology Subcommitte on Rheumatoid   Arthritis (ACRSRA) merekomendasikan pemeriksaan laboratorium dasar: darah perifer lengkap, faktor reumatoid, laju endap darah atau Creactiveprotein (CRP). Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal juga direkomendasikan karena akan membantu dalam pemilihan terapi. Foto polos dan MRI

Rekomendasi evaluasi Reumatoid Artritis awal Pemeriksaan Penunjang

Penemuan yang mennunjang

C- Reactive protein

Meningkat > 0,7 picogram/mL

Laju endap darah

Meningkat > 30 mm/jam

Hb & Hematokrit

Sedikit menurun

Jumlah leukosit

Mungkin meningkat

Jumlah trombosit

Biasanya meningkat

Fungsi hepar

Normal atau fosfatase alkali sedikit meningkat

Reumatoid Factor

30 % hasil negatif pada stadium awal  diulang 6-12 bulan

Foto Polos sendi

Normal atau osteopenia atau erosi dekat celah sendi pada stadium awal

 ACPP

Sensitivitasnya

meningkat

bila

dikombinasi

dengan

pemeriksaan reumatoid factor

Cairan Sinovial celah sendi (stadium dini)

Jumlah leukosit 5.000 - 50.000/mm3

Urinalisis

Hematuria mikroskopik atau protein uria bisa ditemukan pada kebanyakan penyakit jaringan ikat







Prevalensi Reumatoid artritis di Indonesia sebanyak kurang dari 0,4%. Lebih banyak ditemukan pada perempuan terutama pada usia 45-65 tahun dibandingkan dengan laki-laki dengan rasio 3:1. Onset penyakit sering terjadi pada sekade ke 4 dan ke 5. Prevalensi semakin meningkat seiring bertambahnya usia dimana masa puncaknya pada usia 65-75 tahun.

Tujuan Terapi RA  1. 2. 3. 4. 5.

Mengurangi inflamasi Meringankan rasa nyeri Mempertahankan fungsi Melindungi struktur artikulasi Mengontrol keterlibatan sistemik 

NON-FARMAKOLOGI •











Istirahat akan meringankan gejala dan bisa menjadi salah satu faktor penting dalam terapi. Splinting dapat berguna dalam mengurangi pergerakan yang tidak diinginkan pada sendi yang mengalami inflamasi. Olahraga (exercise) bertujuan mempertahankan mobilitas sendi dan kekuatan otot. Berbagai alat bantu gerak dapat membantu mengatasi sendi yang mengalami deformitas sehingga rasa sakit berkurang dan fungsi dapat terdukung. Edukasi pada pasien dan keluarganya akan membantu meningkatkan kesadaran akan potensi akibat dari RA serta membuat penyesuaian gaya hidup. Operasi, bertujuan melaksanakan pengurangan disabilitas serta pengurangan rasa nyeri. Operasi tangan yang rekonstruktif juga dapat meningkatkan fungsi kosmetis dan fungsi pergerakan. Bentuk-bentuk operasi di antaranya adalah arthroscopic synovectomy 

FARMAKOLOGI Berikut adalah obat-obat yang dapat digunakan untuk terapi RA. 1. Kontrol gejala dari proses inflamasi lokal dengan NSAID Penggunaan obat-obat seperti aspirin dan NSAID (Nonsteroidal AntiInflammatory Drugs) lainnya memiliki efek minimal terhadap perkembangan penyakit, tetapi mereka sangat efektif dalam mengurangi gejala inflamasi dengan bekerja memblok aktivitas enzim COX. Dampaknya adalah produksi prostaglandin, prostacyclin, dan thromboxane yang terhambat terhambat sehingga muncul efek yang  bersifat antiinflamasi, antipiretik, dan analgesik. 2. Terapi Glukokortikoid Glukokortikoid oral dosis rendah dapat mensupresi gejala inflamasi dan menghambat perkembangan erosi tulang. Glukokortikoid intraartikular seringkali memberikan keringanan transien terhadap gejala apabila terapi sistemik medis gagal mengatasi inflamasi. Pulsasi setiap bulan  beserta glukokortikoid dosis tinggi dapat bermanfaat bagi pasien dan mempercepat respons terapi DMARD. Terapi glukokortikoid sistemik  dapat memberikan terapi gejala yang efektif pada pasien dengan RA.

3.  Agen Antisitokin Sitokin dijadikan sasaran obat antagonis dalam menangani penyakit inflamasi  yang dimediasi sel T, misalnya RA. Bentuk larutan reseptor TNF dan antibodi anti-TNF adalah bukti kesuksesan pertama dari metode ini. Efeknya adalah penghambatan migrasi leukosit ke lokasi inflamasi. Intervensi pada sitokin IL1 juga memberikan efek yang sama. Agen antisitokin memegang peraman penting dalam peranan RA, karena agen ini efektif dalam meringankan gejala pasien RA baik yang belum pernah diberikan DMARD maupun yang gagal ditangani dengan DMARD. Efeknya mencakup perlambatan kerusakan sendi dan perbaikan disabilitas. Akan tetapi, agen antisitokin memiliki efek samping seperti reaktivasi tuberculosis dorman, pembentukan ANA dan antibodi antiDNA, reaksi infusi dan injeksi, dan efek samping yang jarang seperti demyelinisasi sistem saraf pusat. 4. Agen Biologis Lainnya Imunomodulator biologis belum diterima secara resmi sebagai terapi RA, tetapi agen-agen ini menunjukkan prospek yang menjanjikan. Contoh imunomodulator biologis adalah rituximab, antibodi monoklonal yang  berikatan dengan antigen CD20 pada limfosit B, dan CTLA4Ig (Cytotoxic Tlymphocyte-associated antigen 4- IgG1) yang dapat mencegah aktivasi sel T. CTLA4Ig ditemukan membantu meringankan gejala RA secara signifikan pada pasien yang telah menerima methotrexate.

5. Terapi Imunosupresif  Obat-obat imunosupresif seperti azathioprine, leflunomide, cyclosporine, dan cyclophosphamide efektif dalam penanganan RA. Efek terapeutik yang dihasilkan sama dengan DMARD dan tidak lebih  baik dari DMARD. Obat-obat ini memberikan berbagai efek samping (contoh: neoplasma akibat cyclophosphamide), oleh karena itu terapi imunosupresif disimpan untuk pasien yang gagal diterapi dengan DMARD dan terapi antisitokin. Metabolisme leflunomide akan menghambat enzim pada jalur biosintesis pirimidin. Kerja utama leflunomida adalah inhibisi proliferasi limfosit T. Efek pada pasien RA   berupa kontrol gejala RA dan perlambatan kerusakan sendi. Leflunomide juga bisa digunakan secara kombinasi dengan methotrexate. Efek samping berupa pertambahan enzim hati terjadi pada >50% pasien yang mengkombinasikan leflunomide dengan methotrexate dan 5% pasien yang menerima leflunomide saja.

QAV QAF

: dubia ad bonam : dubia ad bonam

Faktor yang mejadikan prognosis buruk  Poliartritis generalisata (sendi yang terkena >20) LED dan CRP yang tinggi walau sudah diterapi Manifestasi ektraartikuler Ditemukannya erosi pada radiologi polos dalam kurun waktu 2 tahun sejak onset •







Medical Indication Benefi cence: dokter mampu menegakkan diagnosis Reumatoid artritis berdasarkan. Anamnesis: poliartritis sejak 3 bulan, lemah badan, berat badan menurun, kaku sendi, nafsu makan menurun Pemeriksaan fisik: skleritis, limfadenitis, swan neck finger, deformitas bouturienne, nodul reumatoid, ICS menyempit, VR dan VF menurun, ICS II ke bawah dull. Pemeriksaan Lab: Hb ↓,  Hematokrit ↓,  leukositosis ringan, hematuria, proteinuria, CRP ↑,  RF ↑,  gambaran radioopak pada hemithoraks kanan, erosi pada wrist joint, Fe ↓,  Feritin  ↓,  SADT normokrom normositer  Patient Preferences  Autonomi : dokter harus memberikan informed concent terhadap tindakan dan penatalaksanaan yang akan dilakukan Beneficence:   dokter memberikan edukasi mengenai penyakitnya dan pengobatannya pada pasien dan keluarga Quality of Life

Non-maleficence: dapat mencegah terjadinya komplikasi dengan melakukan penatalaksanaan yang tepat dan adekuat dan dapat mencegah terjadinya efek samping dari obat kortikosteroid Contextual Features  J ustice: menghargai hak sehat pasien dengan memberikan pengobatan yang proporsional tanpa membedakan suku, agama dan ras.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF