PPK AKI

July 18, 2017 | Author: Melania Manurung | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download PPK AKI...

Description

Acute kidney injury (AKI)

DEPARTEMEN IKA RSMH PALEMBANG

No.Dokumen

No. Revisi

Halaman:

Ditetapkan oleh,

Tanggal revisi 8 Juli 2012

Panduan Praktek Klinis

KODE ICD:

Dr. Dahler Bahrun, SpA(K) Definisi

Keadaan berkurangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mempertahankan produksi urin yang adekuat dan mengeluarkan zat-zat toksik dari dalam tubuh, dimana gangguan ini bersifat akut (Andreoli, 2009)

Etiologi Pre-renal • Hipotensi • Penurunan volume intravaskuler (Hipovolemia) - Kehilangan darah (operasi, trauma, perdarahan saluran cerna) - Kehilangan cairan melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase pipa nasogastrik) - Kehilangan cairan melalui ginjal (diabetes insipidus, insufisiensi adrenal, pemakaian diuretik) - Kehilangan darah melalui kulit dan mukosa (hipertermia, luka bakar) • Penurunan volume intravaskuler efektif

-

Penurunan cardiac output (gagal jantung, hipertensi pulmonal, emboli paru) Vasodilatasi sistemik (sepsis, anafilaksis, obat vasodilator)

Renal Hipoksia/iskemik ATN Lanjutan dari penyebab prerenal (hipotensi, hipovolemia) Lesi vaskuler (thrombosis arteri/vena renalis, SHU, DIC) • Zat nefrotoksik Aminoglikosid,amfoterisin B, NSAID, zat kontras, anti kanker • Kerusakan jaringan Hemoglobinuria, mioglobinuria, sindrom lisis tumor • Penyakit glomerulus GNAPS, PHS, RPGN, nefritis lupus Nefritis interstisialis











Post-renal Obstruksi akibat kelainan anatomi Striktur/divertikulum uretra Obstruksi uretra Katup uretra posterior Obstruksi vesico-ureteric junction atau pelvic-ureter junction Obstruksi akibat benda asing Batu, bekuan darah, massa tumor Obstruksi fungsional Neurogenic bladder

-

• • •

Klasifikasi



Third space losses (sindrom nefrotik, sepsis) Stenosis arteri renalis Sindrom hepatorenal Obat-obatan yang menggganggu autoregulasi dan LFG ACEI, ARB, NSAID

Kriteria RIFLE menetapkan tiga klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan yaitu R (Risk for renal disfunction), I (Injury to the kidney), F (Failure of kidney function), serta dua kelompok outcome/luaran yaitu L (Loss of kidney function) dan E (End-stage renal disease)

1

Kriteria pediatric RIFLE /pRIFLE Estimated Creatinine Clearence (eCCl)

Urine Output

eCCl menurun 25 % 7,5mEq atau >7,0 meq/l dengan kelainan EKG

Kalium >6,5mEq/l yang persisten

Terapi Kalium exchange resin (kayexalate) 1gr/kgBB per oral atau per rectal Potassium shift/pergeseran kalium dari intrasel ke ekstrasel Langkah 1. • Nebulisasi salbutamol 2,5mg (BB 25 kg) atau 4µg/kgBB iv selama 10 menit • Kalsium glukonas (untuk stabilisasi miokardium) 0,5-1cc/kgBB diencerkan dengan D10% selama 5-10 menit dengan monitoring EKG, segera hentikan jika denyut jantung turun 20x/menit atau frekuensi denyut jantung 6,5meq/l) Asidosis metabolik persisten (kadar HCO3 12 tahun

Sistem skor 0

12-15 dan Keduanya reaktif

1

10

7-11

4-6 atau Keduanya fixed

< 195 < 150

>195 >150

dan >65 >75 >85 >95

atau 35-65 35-75 45-85 55-95

Ginjal Kreatinin (µ mol/L) 12 tahun

140

Respirasi Rasio PaO2/FiO2 (kPa) PaCO2 (kPa) Ventilasi mekanik

>9,3 dan < 11,7 Tanpa

11,7 Dengan

Hematologik Hitung sel darah putih >4,5 (x109/L) dan Trombosit >35 (x109/L) Hepar Aspartat transaminase 60 atau (INR) ( 99 persentil plus 5 mmHg (Diambil dari National High Blood Pressure Education Program Working on High Blood Pressure in Children and adolescent. The fourth report on the diagnosis, evaluation, and treatment of high blood pressure in children and adolescent. Pediatrics 2004;114 (2 suppl 4th report):555-76). Catatan : Persentil menurut jenis kelamin, umur dan tinggi badan diukur setidak-tidaknya 3 kali pada waktu yang terpisah, jika terdapat perbedaan persentil sistolik dan diastolik, kategorikan berdasarkan nilai yang lebih tinggi. Tabel persentil menurut jenis kelamin, umur dan tinggi badan dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2. Usia Penyebab Renovaskuler; trombosis a.renalis, penyakit congenital, Infant coartasio aorta, BPD < 1 tahun Stenosis a.renalis 1 - 6 tahun Penyakit parenkim ginjal; penyakit vaskuler ginjal; penyebab endokrin; coarcatio aorta; hipertensi esensial 6-12 tahun Penyakit parenkim ginjal; hipertensi esensial; penyakit vaskuler ginjal; penyebab endokrin; coartatio aorta; penyakit iatrogenik

Patogenesis

12-18 tahun Hipertensi esensial; penyakit iatrogenik; penyakit parenkim ginjal, penyakit vaskuler ginjal; penyebab endokrin; coartatio Aorta Hipertensi akan terjadi bila terdapat faktor yang meningkatkan curah jantung atau tahanan total pembuluh darah perifer. 1) Faktor yang meningkatkan curah jantung dapat melalui 2 cara:  Hipervolemi o Retensi air dan garam akibat turunnya laju filtrasi glomerulus dijumpai pada penyakit glomerulonefritis atau gagal ginjal. o Masukan air dan garam yang berlebihan atau pemberian infus cairan/tranfusi darah yang tidak diperhitungkan pada penderita dengan gagal ginjal. o Ekses mineralokortikoid

28

Stress/ansietas  aktivitas sistem syaraf simpatetik yang meningkat  takikardi  hipertensi 2) Faktor yang meningkatkan tahanan total pembuluh darah adalah  Sekresi hormon katekolamin ↑  vasokonstriksi perifer (Feokromositoma).  Ekses glukokortikoid  kerja enzim catekol ortometil transferase dihambat  pelepasan norepinefrin oleh vesikel ke ujung saraf otot pembuluh darah meningkat  vasokonstriksi (Pemberian kortikosteroid jangka lama).  Sintesa zat vasodepressor (prostaglandin E2, kinin) yang dihasilkan oleh medula ginjal menurun (pada GGK). 3) Gangguan sistem renin angiotensin aldosteron (SRAA)  Pada penyakit parenkim ginjal unilateral atau stenosis arteri renalis Tekanan perfusi ginjal menurun  aktifitas SRAA meningkat  renin plasma dan angiotensin-2 ↑  vasokonstriksi perifer  TTPT, Angiotensin-2  korteks adrenal  aldosteron meningkat  reabsorbsi Na dan air di tubulus distal meningkat  retensi Na dan air ginjal meningkat  ekspansi ke dalam intravaskuler meningkat  hipervolemia.  Penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan peningkatan SRAA antara lain: Hiperaldosteronism primer, Sindroma Cushing, Glomerulonefritis Akut, Sindroma Hemolitik Uremik 

Klasifikasi

A. Berdasarkan etiologi 1. Hipertensi primer (esensial), penyebab tidak diketahui. Biasanya dalam derajat ringan dan lazimnya tidak memberikan gejala (asimptomatik) 2. Hipertensi sekunder, penyebabnya diketahui. Gejala biasanya berasal dari penyakit yang mendasarinya : - Penyakit parenkim ginjal - Penyakit pembuluh darah ginjal - Vaskulitis - Penyakit kardiovaskuler - Penyakit endokrin seperti feokromositoma, hipertiroid - Penyakit vaskular - Kelainan neurologik B. Berdasarkan timbulnya: 1. Hipertensi akut, hipertensi yang timbul mendadak dan dalam waktu cepat 2. Hipertensi kronik, keadaan hipertensi menetap >3 bulan C. Berdasarkan Kegawatan: 1. Hipertensi krisis : Peningkatan tekanan darah dalam derajat berat yang dapat menimbulkan gangguan fungsi/kerusakan akut/sedang

29

Anamnesis

berlangsung dari organ target (nilai TD S/D berkisar antara 1,3-1,5 x persentil 95 menurut umur, jenis kelamin dan tinggi badan atau TD S/D ≥ 180/120 mmHg). Hipertensi krisis ini di bagi menjadi : a. Hipertensi urgensi : Hipertensi berat yang belum menimbulkan kerusakan akut pada organ target. b. Hipertensi emergensi : Hipertensi berat yang menimbulkan kerusakan akut atau sedang berlangsung dari organ target (otak, jantung dan ginjal). Contoh hipertensi emergensi adalah : - Hipertensi ensefalopati - Hipertensi dengan gagal jantung kongestif Nama lain dari hipertensi emergensi adalah Hipertensi akselerasi– maligna  hipertensi kronik/esensial yang mengalami perburukan akut akibat hipertensi yang tidak terkontrol, tidak makan obat secara teratur, atau karena perburukan penyakit yang mendasarinya. Ciri utama hipertensi akselerasi-maligna bila dilihat dengan funduskopi : - Hipertensi akselerasi : eksudat dan perdarahan pada retina - Hipertensi maligna : papil oedem. Pada hipertensi akselerasi-maligna ini disertai ensefalopati, gangguan fungsi akut atau nefropati. 2. Hipertensi non krisis: Hipertensi yang belum menimbulkan kegawatan. Contoh : - Pra-hipertensi - Hipertensi stadium I. Hal-hal yang perlu ditanyakan dapat dilihat pada tabel 1 Tabel. 1 Anamnesis Pada Anak dan Remaja Hipertensif INFORMASI RELEVANSI Riwayat hipertensi dalam keluarga, Hipertensi essensial riwayat kehamilan preeklampsi. Komplikasi hipertensi dalam anggota keluarga (stroke infark miokard, gagal ginjal). Penyakit ginjal keturunan Penyakit ginjal/tumor ginjal dalam keluarga Riwayat pemakaian kateter arteri Kelainan renovaskuler umbilikalis pada masa neonatus Sakit kepala, pusing, epistaksis, Gejala tidak khas dapat gangguan penglihatan menunjukkan derajat hipertensi Sakit perut/pinggang, disuria, enuresis Penyakit parenkim ginjal hematuria, panas dalam Palpitasi, sering berkeringat, muka Feokromositoma kemerahan, berat badan turun, poliuria, polidipsia, sering sakit kepala Pembengkakan/nyeri sendi, sembab Bentuk nefritis yang kelopak mata tungkai ruam kulit berhubungan dengan penyakit multi sistemik Kejang otot, lemas, konstsipasi Hiperaldosteronisme/hipokalemia

30

Pemeriksaan fisik

Kriteria diagnosis

Badan lemas, parestesia, retardasi Sindrom Cushing pertumbuhan, perubahan habitus tubuh Teraba masa oleh orang tua dalam Tumor ginjal rongga abdomen, demam Riwayat trauma di daerah Trauma perut/punggung, nyeri perut, hematuria, demam Minum pil kontrasepsi, amfetamin, Hipertensi karena obat kokain, koritkosteroid, pemakaian obat tetes hidung (golongan simpatomimetik) Pemeriksaan fisik perlu dilakukan secara cermat. dan sistematis oleh karena ada beberapa kelainan yang dapat ditemukan dan merupakan tanda-tanda etiologi dari hipertensi (tabel 2). Tabel. 2 Tanda-tanda kelainan yang perlu diamati pada pemeriksaan fisik PEMERIKSAAN FISIK RELEVANSI Tensi tungkai rendah dibandingkan dengan Koarktasio aorta tensi lengan. Denyut nadi femoralis tibialis dan dorsum pedis lemah, murmur (+) Edema pada muka atau pretibia Penyakit ginjal Pucat, muka kemerahan, banyak keringat, Feokromositoma takikardia Bercak café au lait neurofibroma Penyakit vonreekling hausen Moon facies, buffalo-hump hirsutisme, Sindrom Cushing stria, truncal obesity Weeb neck, dasar rambut rendah, jarak Sindrom Turner puting susu melebar Facies elfin, pertumbuhan terlambat Sindrom Williams Pembesaran kelenjer tiroid, eksofthalmus Hipertiroid Bruit di daerah epigastrium/punggung Penyakit renovaskuler Bruit diatas pembuluh darah besar Sindrom William/artritis Tumor abdomen unilateral atau bilateral Tumor Wilm’s neurofibroma, ginjal polikistik, hidronefrosis Pembesaran jantung Hipertensi kronik Kelainan fundus Hipertensi kronik dan derajat berat Palsi bell Hipertensi kronik Hemparesis Hipertensi kronik/akut berat dengan stroke • Tentukan apakah anak hipertensi atau tidak, sesuai dengan batasan hipertensi • Bila anak hipertensi maka langkah yang dilakukan sebagai berikut: a) Cari penyebabnya, tentukan derajat berat dan timbulnya b) Cari komplikasinya c) Pemeriksaan yang dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.

31

Pemeriksaan penunjang

• Bila anak dengan prahipertensi, maka untuk mencari etiologi dan faktor resikonya cukup dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tahap 1A. • Bila dijumpai hipertensi grade 1 atau grade 2 disamping pemeriksaan tahap 1A adakalanya diperlukan pula pemeriksaan tahap 1 B, 2A, dan 2B • Hipertensi essensial didiagnosis sebagai penyebab hipertensi, bila pada anamnesis ada riwayat hipertensi dalam anggota keluarga, riwayat komplikasi dini hipertensi (stroke, infark myokard, gagal jantung), hubungannya dengan hipertensi ditemukan, obesitas, dan pemeriksaan penunjang tahap 1 A semuanya normal • Penyakit ginjal dicurigai sebagai penyebab hipertensi bila pada anamnesis dan pemeriksaan fisik dijumpai tanda-tanda/gejala yang mencurigakan ke arah penyakit ginjal, sedangkan diagnosis ditegakkan berdasarkan kelainan pada pemeriksaan tahap 1A. • Untuk mendiagnosis jenis-jenis dari penyakit parenkim ginjal lainnya diperlukan bantuan beberapa pemeriksaan tambahan (tahap 1 B). Jenis pemeriksaan yang diperlukan tergantung dari kelainan yang didapatkan pada tahap 1A 1) Pemeriksaan tahap lA, untuk mendeteksi penyakit ginjal: • Urinalisis, biakan urin • Kimia darah (kolesterol, albumin, globulin, asam urat, ureum, kreatinin, profil lipid, KGD puasa, elektrolit) • EKG/ Echocardiography • Klirens kreatinin dan ureum • Darah lengkap • Foto thorax 2) Pemeriksaan tahap 1 B untuk mendiagnosis jenis-jenis penyakit ginjal • ASTO komplemen (C3) • Sel LE, uji serologi untuk SLE (ANA, ds DNA antibodi) • Pielografi intravena • Miksio sistouretrografi (MSU) • Biopsi ginjal Bila dicurigai penyebab hipertensi berkaitan dengan stenosis arteri renalis atau gangguan endokrin berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan beberapa hasil pemeriksaan tahap lA dan 1 B, untuk menegakkan diagnosis perlu bantuan beberapa pemeriksaan penunjang lain tahap 2A dan 2B yang hanya dapat dilakukan di rumah sakit besar dimana fasilitasnya lebih lengkap. 3) Pemeriksaan tahap 2A untuk diagnosis ke arah stenosis arteri renalis dan kelainan endokrin (dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas lengkap) • Aktivitas renin plasma dan aldosteron • Katekolamin plasma • Katekolamin urin dan metabolitnya dalam urin • Aldosteron dan metabolit dalam urin (17 ketosterol dan 17 hidroksikortikosteroid)

32

Tatalaksana

3) Pemeriksaan tahap 2B untuk diagnosis yang lebih spesifik (dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas lengkap) • Tc 99m DTPA atau DMSA scan • CT scan abdomen • Arteriografi/digital substraction angiografi • Katekolamin vena kava (KVK) • Analisis aldosteron dan elektrolit urin • Uji supresi dengan deksametason • Renin vena renalis (RVR) Indikasi rawat inap: • Semua penderita hipertensi sekunder • Hipertensi essensial grade II Penatalaksanaan I. Terhadap Hipertensi: A. Pengobatan Non Farmakologik: 1. Hipertensi Non Krisis 1.1 Pra-Hipertensi Pengobatan dengan modifikasi gaya hidup. Pengobatan ini ditujukan pada anak remaja dan adolescent dengan hipertensi esensial yang mengalami obesitas, yaitu dengan cara :  Diet rendah garam 1200-1500 mg/hari  Menurunkan berat badan dengan mengatur diet  Olahraga seperti jalan santai, joging atau bersepeda  Kebiasaan merokok dan minum alkohol dihentikan Bila dengan langkah di atas TD tidak turun dan cenderung naik setelah beberapa minggu sampai 6 bulan, maka diberikan obat tambahan farmakoterapi (antihipertensi). 1.2.Hipertensi stadium 1 Pengobatan dengan modifikasi gaya hidup. Bila gagal, baru masuk ke terapi farmakologik. B. Pengobatan Farmakologik Indikasi pengobatan farmakologik : a. Hipertensi stadium I yang tidak menunjukkan respon terhadap terapi non farmakologik atau menjadi hipertensi stadium II. Pengobatan farmakologik dimulai dahulu dengan satu obat (diuretik) atau obat antihipertensi seperti beta blocker, ACE inhibitor atau Ca channel blocker, dimulai dengan dosis kecil dahulu. Bila belum respon, dosis dapat dinaikkan secara bertahap sampai mencapai dosis maksimal. Bila masih gagal, berikan terapi kombinasi. Sasaran pengobatan : menurunkan TD < 95 persentil, kemudian menurunkan TD < 90 persentil. b. Hipertensi sekunder

33

Disamping menurunkan TD, penyebab dan komplikasi yang timbul harus dicari dan ditanggulangi. c. Hipertensi Krisis Pada penderita dengan hipertensi urgensi biasanya digunakan obatobatan oral, sedangkan pada penderita hipertensi emergensi digunakan obat-obatan parenteral. Adapun obat-obatan yang biasa dipakai di Bagian IKA RSMH dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Kelas Obat-obatan Dosis Awal Dosis Maksimal ACE inhibitor Enalapril 0,08 mg/kgbb/hari 0,6 mg/kgbb/hari Dibagi 2 dosis Sampai 40 mg/hari Lisinopril 0,07 mg/kgbb/hari 0,6 mg/kgbb/hari Dbagi 2 dosis Sampai 40 mg/hari Captopril 0,36 mg/kgbb/hari 0,5mg/kgbb/kali Diberikan 2-3x/hari Beta blocker Propanolol 0,5-1 mg/kgbb/hari 5 mg/kgbb/hari Dibagi 2-3 dosis Diuretik Hidroklortiazid 1 mg/kgbb/hari 3 mg/kgbb/hari Dibagi 2 dosis Sampai 50 mg/hari Furosemid 1-2 mg/kgbb/hari 6 mg/kgbb/hari Dibagi 2 dosis Efek samping yang perlu diperhatikan: Kelas Obat-obatan Efek Samping ACE inhibitor Enalapril Diare, mual, sakit kepala, rash, batuk, hipotensi Lisinopril Diare, mual, muntah, dispepsia, sakit kepala, vertigo, batuk, hipotensi Captopril Batuk, diare, sakit kepala, mual, muntah, rash, hiperkalemia, netropenia Beta blocker Propanolol Vertigo, rash, akral dingin, bradikardi Diuretik Hidroklortiazid Hipotensi, konstipasi, anoreksia, rash, purpura, hipokalemia, hipomagnesia. Furosemid Hipotensi, pankreatitis, jaundice, anemia, mual, rash. Pengobatan Hipertensi Krisis (emergensi)

34

Prinsip: tekanan darah harus diturunkan secepatnya dengan menggunakan obat antihipertensi yang poten, guna mencegah kerusakan berlanjut dari organ target. Obat-obat : klonidin (Catapres) dan furosemide. Klonidin diberikan secara infus tetes dengan dosis 0,002 mg/kgBB dilarutkan dalam 100 ml larutan glucosa 5% dengan kecepatan XII tetesan mikro/menit, dinaikkan 6 tetes tiap 30 menit, sampai tekanan darah diastolik < 100 mmHg. Dosis maksimal 36 tetes/menit atau 0,006 mg/kgBB. Bila terdapat over load atau anak tidak dehidrasi diberikan furosemid secara IV dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari. Bila tekanan darah diastolik belum turun, tambah kaptopril, dosis awal 0,3 mg/kg/kali, dosis maksimal 2 mg/kali, diberi 2-3 kali/hari. Bila Td D Turín di bawah 100 mgHg, tetesan klonidin diturunkan secara bertahap, sedangkan kaptopril terus diberikan seperti dosis diatas (gambar 1). Prinsip pengobatan hipertensi kronik hampir sama dengan hipertensi akut, hanya saja perbedaan interval penambahan dosis dan jenis obat lebih panjang yaitu 2-4 minggu. Pengobatan hipertensi akselerasi, penurunan tekanan darah dengan menggunakan obat parenteral tidak boleh terlalu cepat seperti pada hipertensi akut yang mengalami krisis. Tekanan darah diturunkan 30% dalam 6 jam pertama, untuk mencegah iskemia otak, lalu 1/3 lagi 12-36 jam dan sisanya 2-4 hari.

II. Pengobatan terhadap penyakit penyebab: Tindakan operasi perlu dilakukan antara lain pada kasus: 1) Koartasio aorta-stenosis arteri renalis/penyakit parenkim ginjal unilateral 2) Tumor ginjal 3) Feokromositoma, adenoma kelenjar adrenal. Tindak lanjut • Pengukuran tekanan darah perlu dilakukan setiap 4-8 minggu pada penderita hipertensi essensial ringan yang berobat jalan. Perlu dijelaskan tentang manfaat pengobatan non farmakologik untuk pengontrolan tekanan darah. • Penderita hipertensi derajat 1 dan 2 yang sedang dirawat perlu dilakukan pengukuran tekanan darah 2-3 kali sehari. Faal ginjal/kimia darah/EKG/foto thoraks/darah tepi umumnya dilakukan saat penderita dirawat dan pada waktu pulang. • Hipertensi stadium 2, pengukuran tekanan darah lebih sering dilakukan, bila perlu setiap 3 jam sekali. Fungsi ginjal/kimia darah/EKG/foto thoraks, darah tepi dilakukan saat penderita dirawat dan saat dipulangkan. Bagi penderita yang tidak menunjukkan tanda kongesti vaskuler saat dirawat, foto thoraks/EKG hanya dilakukan 1 kali saja. • Penderita hipertensi berat dengan krisis, pengawasan lebih ketat untuk itu sebaiknya penderita dirawat di ruang ICU anak, agar pemantauan fungsi

35



vital, .jumlah cairan, efek pengobatan terhadap penurunan tekanan darah dapat dilakukan secermat mungkin. perlu pemantauan funduskopi, EKG, darah tepi, gagal ginjal (jumlah diuresis, BUN/kreatinin serum/elektrolit secara berkala). Pemeriksaan foto rontgen dada dilakukan setelah tekanan darah terkontrol. Terhadap penderita ini perlu dicari komplikasi berat yang mungkin timbul seperti ensefalopati, dekompensasio kordis, gagal ginjal atau infeksi. Bila komplikasi ini timbul perlu segera diatasi. Pada penderita ensefalopati hipertensi adakalanya diperlukan pemeriksaan CT scan bila dengan pengobatan antihipertensi tekanan darah sudah turun menjadi normal, akan tetapi kesadaran penderita tidak membaik. Pada penderita dengan ISK, perlu dilakukan pengamanan tentang struktur anatomi dari ginjal dan saluran kemih dengan USG/PIV/MCU.

Indikasi pulang • Keadaan umum, tekanan darah normal (< persentile ke-90), penyakit penyebabnya (pada anak-anak) terbanyak penyebab hipertensi adalah GNA, gejala-gejala dari penyakit penyebab cenderung menghilang. Penderita dinasehatkan untuk kontrol berobat ke poli khusus ginjal anak. Edukasi Komplikasi

Prognosis Lain-lain (algoritma, protokol, prosedur, standing order)

Hipertensi bila terjadi akut atau dalam derajat berat dapat menimbulkan ancaman terhadap kehidupan atau kerusakan akut yang sedang berlangsung dari organ target. Hipertensi bila berlangsung kronil (misalnya hipertensi esensial) tanpa diobati bisa menyebabkan faktor resiko terhadap penyakit: • Penyakit kardiovaskuler • Penyakit serebrovaskuler • Gagal ginjal kronik Bila terjadi perburukan akut akan timbul komplikasi berupa hipertensi akselerasi maligna. Prognosis tergantung dari derajat beratnya hipertensi, kecepatan penanganan komplikasi dan penyakit yang mendasarinya. Gambar 1. Skema pengobatan hipertensi krisis dengan Klonidin Klonidin drip 0,002 mg/kgBB/8 jam Dalam 100 ml glukosa 5 % (12 tetes mikro) Maksimal 0,006 mg/kgBB/8 jam

Td Dias 90-100 mmHg

Skema pengobatan hipertensi krisis/ensefalopati dengan Nifedipin Furosemide 1-2 mg/kgBB/kali NIFEDIPIN SUBLINGUAL 0.1 mg/kgbb Di naikkan mg/kgbb/kali setiap2 5menit, Kaptopril oral 0,30.1 mg/kgBB/kali, maksimal 30 menit pertama mg/kgBB/kali 2-3pada kali/hari Lalu setiap 15 menit pada 1 jam, selanjutnya tiap 30 menit Dosis maksimal 10 mg/kali + LASIX 1 mg/kgbb/kali, 2 x sehari Oral: bila KU baik

STABIL Klonidin stop Kaptopril terus

DIASTOLIK 90 – 100 mmHg

+ bila tensi ti dak turun KAPTOPRIL 0.3 mg/kgbb/kali 2-3 x sehari (maks. 2 mg/kgbb/kali)

36 Tekanan darah diukur setiap 5 menit pada 15 menit pertama, setiap 15 meni t pada 1 jam pertama, selanjutnya setiap 30 menit sampai tensi diastolik < 100 mmHg, selanjutnya tiap 1-3 jam sampai tensi stabil

STABIL NIFEDIPIN RUMAT 0.2 mg – 1 mg/kgbb/hari, 3 -4 x

Referensi : 1. Dahler Bahrun, Hipertensi Sistemik. Dalam Buku Ajar Nefrologi Anak ; FK UI, Jakarta, 2002: 242-289

37

38

39

DEPARTEMEN IKA RSMH PALEMBANG

KODE ICD: N17.-

GAGAL GINJAL AKUT (GGA) No.Dokumen

No. Revisi

Halaman:

Ditetapkan oleh, Panduan Praktek Klinis Definisi

Etiologi

Patogenesis Klasifikasi

Anamnesis

Tanggal revisi 25 Juni 2011 Dr. Dahler Bahrun, SpA(K) Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu sindroma yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dengan akibat terjadinya penimbunan hasil metabolit senyawa nitrogen seperti ureum dan kreatinin. 1) GGA pre renal akibat hipovolemia, hipotensi dan hipoperfusi ginjal, sebagai akibat: • Kehilangan darah: trauma, pendarahan • Kehilangan air dan elektrolit: gastroenteritis akut • Kehilangan plasma: luka bakar, peritonitis • Hipoalbuminemia berat pada sindroma nefrotik • Dekompensasio kordis: infark miokard • Pada neonatus akibat sepsis/asfiksia berat 2) GGA rena1, sebagai akibat: a. Kerusakan epitel tubulus: Nekrosis tubular akut o Tipe iskemik: kelanjutan dari GGA pra-renal o Tipe nefrotoksik: obat-obatan seperti aminoglikosida, zat kontras radioopak, pigmen (hemoglobinuria / mioglobinuria), logam berat, hiperurisemia b. Kerusakan glomerulus o GNA o Sindroma hemolitik uremik c. Penyakit vaskuler d. Anomali ginjal (ginjal polikistik, multikistik/displastik) 3) GGA paska renal Obstruksi: valvula uretra posterior, batu, bekuan darah, tumor, kristal (asam jengkol, asam urat) Lampiran 1 1) Gagal ginjal akut non oligurik: produksi urine normal, akan tetapi terdapat peningkatan kadar ureum dan keratin serum. Biasanya timbul akibat pemakaian obat bersifat nefrotoksik (gol. aminoglikosid). 2) Gagal ginjal akut oliguria: ditandai dengan volume urine < 240 ml/m2/24 jam atau 0,5 - 1 ml/kgBB/jam. Pada neonatus < 1ml/kgBB/jam. • Tentukan penyebab GGA 1) GGA pra renal: riwayat kekurangan cairan (diare, muntah), kehilangan darah/plasma (trauma, luka bakar), pembedahan, sakit jantung dll. 2) GGA pasca renal: riwayat ISK berulang, nyeri pinggang, hematuria, riwayat batu, bila berkemih sering mengedan dan tidak lancar, terasa nyeri yang hebat pada waktu berkemih, ada riwayat makan jengkol. 3) Bila penyebab GGA pra-renal/paska renal dapat disingkirkan langkah

40

Pemeriksaan fisik

Kriteria diagnosis

Pemeriksaan penunjang

berikutnya adalah mencari etiologi GGA intra renal. − Perlu ditanyakan riwayat yang mengarah ke penyakit tertentu, seperti faringitis/impertigo beberapa hari sebelum munculnya GGA, riwayat kemih berwarna merah gelap. − Riwayat diare berlendir/atau bercampur darah, urine berwarna merah gelap, ruam pada kulit, pucat, gambar darah tepi menunjukkan anemia hemolitik mikroangiopati dan trombositopeni menjurus kearah diagnosis SHU. − Riwayat pemakaian obat-nefrotoksik, demam nyeri sendi, urtikaria, sedang hematuria dan piuria disertai sel epitel tubulus. 1) GGA pra renal: Pada pemeriksaan fisik mungkin ditemukan tanda dehidrasi, luka bakar, takikardi, tanda-tanda gagal jantung kongesti (edema paru, kardiomegali, bising jantung). 2) GGA pasca renal Pada pemeriksaan fisik mungkin ditemukan retensio urine (kandung kemih penuh), terasa massa di rongga abdomen, atau terlihat ada kristal asam jengkol pada ofisium urethra eksterna. 3) Bila penyebab GGA pra-renal/paska renal dapat disingkirkan langkah berikutnya adalah mencari etiologi GGA intra renal. Pada pemeriksaan fisik ditemukan edema pada kelopak mata dengan atau tanpa hipertensi mengarah dugaan pada GNAPS. Ruam pada kulit, arthiritis, arthralgia, nyeri perut, mengarah dugaan pada vaskulitis. • GGA oliguria Volume urine pada seorang anak 1,3, Na urine < 20, fraksi ekskresi (FE) Na < 1 2) GGA pasca renal: Pada urinalisis dapat ditemukan proteinuria, hematuria, piuria, kristal asam jengkol Pada pemeriksaan USG dapat dijumpai kemungkinan adanya dilatasi sistem pelvicokalises. 3) Bila penyebab GGA pra-renal/paska renal dapat disingkirkan langkah

41

Tatalaksana

berikutnya adalah mencari etiologi GGA intra renal. Pada GGA intra renal gambaran urinalisis menunjukkan: BJ urine 20, FE Na> 2. Pemeriksaan laboratorium lain yang menyokong GGA intra renal adalah azotemia yang meningkat cepat, peningkatan kadar kreatinin 0,51,5 mg/dl/hari sedangkan BUN meningkat 10-20 mg/dl/hari. Biopsi ginjal hanya diindikasikan pada kasus-kasus yang tersangka glomerulonefritis dengan perburukan akut dari fatal ginjalnya 1) Ginjal akut pra renal. Tergantung dari penyebab. Pada keadaaan tertentu perlu dilakukan pengukuran tekanan vena sentral (CVP) untuk mengevaluasi hipovolemia CVP normal = 6-10 cm Hg. Bila CVP < 10 cm Hg  hipovelemia Jenis cairan yang digunakan tergantung dari etiologi hipovolemia. Pada GE + dehidrasi berat diberikan Ringer laktat sesuai protokol. Pada syok hemoragik diberikan transfusi darah. Syok pada sindroma nefrotik akibat hipoalbuminemia, diberikan infus low salt albumin atau plasma. Pada dehidrasi yang etiologinya tidak jelas diberikan RL 20 ml/kgBB selama 1 jam. Diuresis biasanya terjadi 2-4 jam pemberian tetapi rehidrasi dilanjutkan dengan diuretika. Terapi cairan secara cepat ini berguna untuk membedakan apakah GGA bersifat pra-renal atau intra renal. Respon terapi dikatakan baik, bila diuresis > 1 –3 ml/kgBB/jam. Cara lain membedakan kedua keadaan ini adalah dengan diuresis paksa dengan catatan penderita sudah lama dalam keadaan hidrasi tetapi masih oliguria. Diberikan furosemid dengan dosis 1 -2 mg/kgBB IV. Bila terjadi peningkatan diuresis 6 – 10 ml/kgBB/jam, GGA bersifat pra-renal, bila tidak GGA bersifat intrarenal. Bila penyebabnya gagal jantung, terapi cairan tidak dianjurkan, karena akan menambah beban jantung. Pengobatan yang diberikan adalah furosemid dan inotropik (dopamin, digoksin). Dopamin diberikan dengan dosis (1-3 mikrogram)/kgBB, secara infus tetes guna meningkatkan aliran darah ginjal dan curah jantung 2) Gagal ginjal paska renal Terapi spesifik pada gangguan ini adalah menghilangkan obstruksi, mungkin perlu pemasangan foley kateter, vesikotomi tube nefrostomi. Obstruksi yang telah terkoreksi dapat mengalami piuria dengan kemungkinan hipokalemia, hiponatremia, hipotensi sampai kolaps. Dalam hal ini terapi cairan harus betul-betul diperhatikan. 3) Gagal ginjal akut intra renal a. Terapi konservatif 1. Restriksi cairan Jumlah cairan yang diberikan berdasarkan insensible water loss

42

2.

3.

4.

5.

+ jumlah urine 1 hari sebelumnya – jumlah cairan yang keluar bersama muntah, berak, slang nasogastric, dll + kenaikan suhu setiap 1 °C diatas 37,5 oC sebanyak 12% berat badan. Perhitungan IWL didasarkan pada kalori expenditure, sesuai berat badan:  0 –10 kg : 100 kal/kgBB  11 – 20 kg : 1000 kal + 50 kal/kg/hari diatas 10kg  > 20 kg : 1500 –20 kal/kg/hari diatas 20 kg Jumlah IWL = 25 ml/100 kal. Secara praktis perhitungan yang digunakan anak umur < 5 tahun = 30ml/kgBB/hari, anak umur>5 tahun = 20ml/kg/hari. Cairan sebaiknya diberikan per oral, kecuali bila muntah Jenis cairan yang digunakan: Bi1a anuria: glukosa 10% bila oliguria glukusa 10% 3:1. Kalau menggunakan vena sentralis dapat digunakan glukosa 20-40%. Jumlah kalori minimal yang diberikan untuk mencegah katabolisme 400 kkal/m2/hari. Bila terapi konservatif berlangsung > 3 hari pertimbangkan pemberian emulsi lemak dan protein 0,5 - 1 g/kgbb/hari.. Pemberian protein dilakukan sesuai dengan jumlah diuresis. Pengobatan komplikasi Asidosis melabolik dikoreksi dengan cairan bicnat 7,5 % sesuai dengan hasil analisis gas darah. Yaitu akses basa x berat badan x 0,3 (meq) atau kalau ASTRUP tidak ada dapat dengan koreksi buta 2-3 meq/kg/hari Hiperkalemia Bila kadar kalium serum 5,5 - 7 meq/l perlu diberikan kayexalat 1 gr/kgBB per oral /rektal 4 x sehari Kalium serum > 7 meq/l atau ada kelainan EKG/atau aritmia jantung perlu diberikan glukonas kalsikus 10% 0,5 ml/kgBB IV lambat-lambat dalam 5-10 menit, natrium bikarbonat 7,5 % 2,5 meq/kg BB IV dalam waktu 10-15 menit Bila hiperkalemia masih ada glukosa 20% (1cc/kgBB atau 0,5 g glukosa/kgBB) + 0,5 U insulin dan siapkan dialisis Hiponatremia Dikoreksi bila kadar natrium < 120 meq/l atau timbul gejala. Dosis yang digunakan adalah 0,6 x BB x (Na yang diharapkan Na serum yang didapat) meq/l diberikan dalam bentuk larutan NaCl hipertonis (3%) selama 4 jam infus. Koreksi diberikan separohnya untuk mencegah hipertensi atau overload cairan. Kejang Diatasi sesuai dengan penatalaksanaan kejang. Koreksi terhadap penyebab kejang (Kejang pada GGA dapat disebabkan gangguan elektrolit, hipertensi atau uremia) Tetapi diatasi dengan injeksi kalsium glukonas 10 % 0,5 cc/kgBB IV lambat-lambat.

43

6.

Hiperfosfatemia Diatasi dengan aluminium hidroksida 60 mg/kgBB dibagai 3 dosis, atau dengan calcium karbonas 500 – 1 gram/hari. 7. Anemia Jika kadar Hb turun di bawah 6 g/dl, diberikan darah segar atau PRC. 8. Kongesti vaskuler Gejala edema paru/gagal jantung kongesti diatasi dengan furosemid IV dosis 1-2 mg/kgBB/kali, oksigen, tourniquet atau plebotomi, pemberian morfin 0,1 mg/kgBB. Bila tidak berhasil dalam waktu 20 menit segera dilakukan dialisis. 9. lnfeksi Harus ditanggulangi. Dosis obat harus disesuaikan dengan derajat penurunan faal ginjal 10. Hipertensi Diatasi sesuai dengan standard profesi 11. Hiperurisemia Kadar asam urat dapat meningkatkan sampai 50 mg/dl. Bila terjadi peningkatan diberikan alopurinol dengan dosis 100-200 mg untuk anak usia < 8 tahun dan 200-300 mg untuk usia diatas 8 tahun, dibagi 2 dosis. b. Terapi pengganti Dialisis: Dilakukan atas indikasi: a. Kadar Ureum darah > 200 mg/dl. b. Hiperkalemia berat (K>7,5 meq/l) yang tidak menunjukkan respon dengan pengobatan konservatif. c. Bikarbonas plasma 12 meq/ l. d. Gejala-gejala kongesti vaskuler yang tidak dapat diatasi dengan terapi medikamentosa. e. Perburukan keadaan umum dengan gejala uremia berat seperti pendarahan penurunan kesadaran sampai koma. Fase diuresis: Pada fase ini harus diawasi jumlah diuresis/hari. Bila terjadi diuresis yang masif harus mendapat penggantian cairan dan elektrolit yang sesuai.

4. Tindak lanjut 1) Selama perawatan perlu dilakukan pengawasan terhadap tanda-tanda vital: tensi, nadi, pernafasan, ritme jantung, suhu tubuh. 2) Pemeriksaan Hb/Ht/trombosit secara berkala 3) Pemeriksaan ureum/kreatinin dan elektrolit serum secara berkala 4) Analisis gas darah bila ada

44

5) 6) 7)

Masukan cairan dan jumlah diuresis/24 jam EKG secara serial Foto rontgen dada

Indikasi pulang: Bila keadaan umum baik, fungsi ginjal baik, komplikasi yang terjadi sudah menghilang. Nasehat perlu kontrol berobat jalan ke Poli Khusus Ginjal anak. Edukasi Komplikasi

Prognosis Lain-lain (algoritma, protokol, prosedur, standing order)

• • • •

Uremia dengan segala akibat Edema/kongesti vaskuler Hipertensi berat Gangguan elektrolit (hiperkalemia, hiponatremia, hipokalsemia, hiperfosfatemia). • Asidosis metabolik • Kejang • Infeksi Tergantung pada penyebab dan kecepatan bertindak Referensi : 1. Alatas H, gagal ginjal akut Dalam Buku Ajar Nefrologi Anak ; FK UI, Jakarta, 2002:490-508 2. Noer MS, Soemiyarso N, Prasetyo RV, Gagal Ginjal Akut. Dalam Naskah Lengkap SINAS dan Workshop Nefrologi IDAI, Bali,2009 Lampiran 1. Lampiran 2.

45

Lampiran 1. Pathogenesis Gagal Ginjal Akut Faktor pencetus:

  

↓ Perfusi ginjal ↓ Total aliran darah ginjal ↓ Konsumsi O2

↓ Reabsorpsi Na tubular Proximal

Oliguria ↑ BUN

-

↓ Redistribusi aliran darah ginjal ↓ Laju filtrasi glomerulus

-

-

↑ Konsentrasi Na pada cairan tubulus distal Stimulasi pada apparatus jukstaglomerular ↑ Pelepasan rennin dan aktivasi local

Aktivitas renin plasma

Aktivasi local angiotensin II Glomerular afferent Vasokonstriksi arteriol

46

Lampiran 2. Algoritma Diagnosis dan Penatalaksanaan GGA Gambaran urinalisis: urine nephritis (hematuria, proteinuria, selindernuria) + Oliguria serta azotemia

GGA Tentukan faktor penyebab Anamnesis

Pemeriksaan . Fisik Pemeriksaan Penunjang - Urinalisis - Profit biokimiawi - Darah tepi lengkap - Petunjuk pem. urine

Diare/muntah/pendarahan Hipotensi/curah jantung Petunjuk urinalisis BUN/kreatinin>20 Osmolalitas urine>500 FE Na, 1%

Suspek pre renal ARF

Overload cairan Hipertensi Keterlibatan multisistemik Gambaran apusan darah abnormal Trombositopenia Sedimen urine aktif Osmol urine < 350 FE Na > 2%

Suspek intrisik renal ARF

Rehidrasi Transfusi Obat inotropik

Pemeriksaan pencitraan Biopsi ginjal

Diuresis

Oliguria menetap

Membaik

Diuretik/ dopamin

Awasi jumlah cairan Koreksi asidosis Koreksi elektrolit Dukungan nutrisi

Riwayat ISK Riwayat makan jengkol Riwayat batu Kandung kencing penuh GGA yang tidak dapat dinyatakan dengan anamnesis dan PF

Suspek paska renal ARF Kateterisasi Pem. pencitraan

Koreksi Bedah

Overload cairan yang nyata Edema paru/gagal jantung Kongesti sulit diatasi Asidosis metabolik tak dapat diatasi Hiperkalemia tidak terkontrol Hipemetabolisme/uremia

Membaik

Oliguria DIALISIS

47

DEPARTEMEN IKA RSMH PALEMBANG

GAGAL GINJAL KRONIK No.Dokumen

No. Revisi

KODE ICD: N18.Halaman:

Ditetapkan oleh, Panduan Praktek Klinis Definisi

Etiologi Patogenesis Klasifikasi

Tanggal revisi 25 Juni 2011 Dr. Dahler Bahrun, SpA(K) GGK adalah suatu keadaan gangguan yang kompleks, baik klinis, kimiawi maupun metabolisme tubuh sebagai akibat menurunnya fungsi ginjal yang kronik dan progresif dalam hal ini kecepatan glomerulus (KFG)

Ada 3 tingkatan GGK berdasarkan penurunan KFG, yaitu:

1) GGK awal: LFG menurun antara 15-30 ml/men/1,73 m2 2) GGK lanjut: LFG menurun antara 5-15 ml/men/1,73 m2 3) GGK terminal: LFG menurun < 5 ml/men/1,73 m2 Anamnesis Pemeriksaan fisik

Lemah, letargi, penurunan kesadaran somnolen-koma, sesak nafas, anoreksia, mual, muntah, hematemesis, pucat Anemia, purpura Edema, hipertensi Rikets, osteomalasia, hiperfosfatemia. Hipokalsemia, hiperparatiroidisme, pruritis Hiperkalemia, asidosis, metabolik, hiperuriasidemia. Retardasi pertumbuhan, neuropati perifer Perikarditis, kardiomiopati, gagal jantung

Kriteria diagnosis Pemeriksaan penunjang

48

Tatalaksana

1) Pengobatan konservatif Pengobatan ini masih dapat dilakukan bila klirens kreatinin > 5 ml/mnt/1,73 m2 Tujuan pengobatan ini untuk memperbaiki keadaan umum, sehingga bila penderita jatuh dalam stadium terminal dari perjalanan GGK, maka untuk mendapatkan dialisis dan transplantasi ginjal, kondisi fisiknya tetap dalam keadaan optimal. a. Kebutuhan Kalori Anak dengan GGK harus mendapat masukan kalori minimal 40-120 kcal/kgBB/hari. Dapat dipakai patokan minimum RDA seperti terlihat pada tabel 1. Tabel-1. Rekomendasi Pemberian Kalori sehari-sehari pada anak dengan insufesiensi Ginjal Kronik sesuai Umur Usia Tinggi Energi Protein Kalsiu Fosfor (Cm) (kcal) minimal m (gr) (gr) (gr) 0-2 bln 55 120/kg 2,2/kg 0,4 0,2 2-6 bln 63 110/kg 2 /kg 0,5 0,4 6-12 bln 72 100/kg 1,8/kg 0,6 0,5 1-2 th 81 1100 18 0,7 0,7 2-4 th 98 1300 22 0,8 0,8 4-6 th 110 1600 29 0,9 0,9 6-8 th 121 2000 29 0,9 0,9 8-10 th 131 2100 31 1,0 1,0 10-12 th 141 2450 36 1,2 1,2 12-14 th L 151 2700 40 1,4 1,4 12-14 th P 154 2300 34 1,3 1,3 14-16 th L 170 3000 45 1,4 1,4 14-16 th P 159 2350 35 1,3 1,3 16-22 th L 175 2800 42 0,8 0,8 16-22 th P 163 2200 33 0,8 0,8 b. Kebutuhan protein Pada anak dengan GGK pembatasan protein dimulai pada klirens kreatinin di antara 15-20 ml/men/1,73 m2. Protein sebaiknya protein hewani. Pembatasan protein dapat disesuaikan dengan usia dan KFG seperti terlihat pada tabel 2. Tabel 2. Anjuran Intake Protein untuk anak dengan insufesiensi ginjal Sesuai dengan Umur dan LFG Usia 50-20 20-10 10-5 (120% (100% RDA) (100%

49

RDA)

RDA)

0-2 bln 2,6 g/kg 2,2 g/kg 1,6 g/kg 2-6 bln 2,4 g/kg 2 g/kg 1,5 g/kg 6-12 bln 2,1 g/kg 1,8 g/kg 1,5 g/kg 1-3 th 28 g 28 g 18 g 3-6 th 38 g 30 g 23 g 6-8 th 43 g 36 g 27 g 8-10 th 48 g 40 g 30 g 10-12 th L 54 g 45 g 34 g 12-14 th L 60 g 50 g 38 g 14-18 th L 72 g 60 g 45 g 10-14 th P 60 g 50 g 38 g 14-18 th P 66 g 55 g 41 g c. Natrium Pada penderita GGK tanpa hipertensi umumnya diberikan diet rendah garam yaitu natrium 1 meq/kgBB/hari. Retriksi ketat natrium dilakukan bila terdapat hipertensi dan oliguria berat yaitu 0,5 meq/kgBB/hari (1 gram garam dapur mengandung 400 mg natrium atau 17 meq natrium) d. Air Pembatasan cairan dilakulkan bila terdapat edema dan hipertensi atau LFG turun dibawah 10 ml/men/l,73 m2, untuk mencegah intoksikasi air dan hiponatremia. Jumlah air yang diperlukan adalah IWL + volume urin 1 hari sebelumnya e Kalium Bila kadar kalium dalam serum antara 5,5-6,5 meq/L, semua jenis makanan yang mengandung kalium harus dihindari: sayur-mayur yang berwarna hijau, buah-buah, kacang-kacangan, coklat dll. Bila kadar kalium 6,5 meq/l disertai dengan perubahan EKG maka harus segera diatasi seperti pada GGA f . Asidosis Obat yang digunakan adalah natrium bikarbonat dengan dosis 0.5-1 meq/kgBB/hari atau berdasarkan hasil analisa gas darah. g. Osteodistrofi renal Dalam usaha pencegahan osteodistrofi renal pada anak dengan GGK Tindakan yang perlu dilakukan adalah: • Pemberian kalsium yang cukup. Dosis kalsium yang dianjurkan adalah 500 – 1000

50

meq/kgBB/hari Mengurangi masukan protein dan produk susu yang kaya akan fosfat, menghambat absorbsi fosfat dari dalam usus dengan pemberian aluminium gel. Kadar fosfat dalam serum harus diperiksa dan dipertahankan antara 4 –5 mg/dl. h. Pemberian vitamin D Tergantung pada derajat gagal ginjal dan kecurigaan pada tulang berdasarkan hasil pemeriksaan radiologis. Vitamin D diberikan dengan dosis 4000 – 40.000 U/hari. Selama pemberian obat kadar kalsium harus diperiksa untuk mendeteksi timbulnya hiperkalsemin akibat efek samping vitamin D. i. Hipertensi Pada hipertensi ringan diberikan diuretika seperti furosemid dan membatasi masukan air dan garam. Pada hipertensi moderat-berat diberikan obat antihipertensi secara oral. Bila hipertensi berat sampai menimbulkan kerusakan organ target, diberikan antihipertensi secara intravena. Obat antihipertensi yang digunakan seperti terlihat pada tabel 3. j. Anemia Bila Hb < 6 g/dl dan timbul gejala-gejala anemia. perlu diberikan transfusi darah dengat jumlah 5 - 10 m1/kgBB dalam bentuk "fresh packed cells”. Bila anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi atau asam folat, diberikan zat besi 6 mg/kgBB/hari dan asam folat 0,25- 1 mg/hari. k. Gangguan Pertumbuhan Pengobatan terhadap gangguan pertumbuhan ini sulit karena banyak faktor yang berperan. Faktor yang dapat memberikan respon terhadap pengobatan ini adalah koreksi asidosis dan gangguan keseimbangan elektrolit. Pengelolaan terhadap malnutrisi harus diusahakan sebaik mungkin, anoreksia harus diberantas, untuk itu perlu bantuan ahli gizi untuk menyusun diet yang cocok untuk selera anak. l. Infeksi Bila ada infeksi harus segera ditanggulangi. Sambil menunggu hasil biakan dan sensitifitas dapat diberikan obat antibiotik yang berspektrum luas. •

51

Dosis obat harus disesuaikan kerusakan fungsi ginjal.

dengan

derajat

2). Pengobatan pengganti: dialisis dan transplantasi ginjal. Edukasi Komplikasi Prognosis Lain-lain (algoritma, protokol, prosedur, standing order)

DEPARTEMEN IKA RSMH PALEMBANG

Referensi : 1. Nanan Sekarwana,Dedi Rachmadi, Dany Hilmanto, Gagal ginjal Kronik. Dalam Buku Ajar Nefrologi Anak ; FK UI, Jakarta, 2002:509-530

NEFRITIS LUPUS (SLE) No.Dokumen

KODE ICD: N80.5

No. Revisi

Halaman:

Ditetapkan oleh, Panduan Praktek Klinis

Tanggal revisi 25 Juni 2011 Dr. Dahler Bahrun, SpA(K)

Definisi Etiologi Patogenesis Anamnesis Pemeriksaan fisik Kriteria diagnosis

1) Ruam kupu-kupu di muka 2) Ruam discoid di kulit 3) Fotosensitif 4) Ulserasi uro dan nasofating 5) Arthritis tanpa deformitas 6) Pleuritis atau perikarditis 7) Kelainan ginjal (proteinuria > 0,5 g,/hari atau +++, selinder seluler, sel darah merah/Hb/granuler/tubuler) 8) Kelainan neurologik: kejang atau psikosis. 9) Kelainan hematogik: anemia hemolitik dengan retikulositosis atau lekopenia atau limfopenia atau trombositopenia. 10) Kelainan imunologik: sel LE positif atau titer abnormal anti DNA terhadap DNA tubuh atau anti SM positif atau uji serologis sifilis positif palsu dalam 6 bulan terakhir

52

11) Pemeriksaan antibodi antinuklear positif. Diagnosis ditegakkan bila ditemukan > 4 dari 11 kriteria di atas yang salah satunya merupakan tanda nefritis (kelainan pada ginjal). Pemeriksaan penunjang Tatalaksana

1. Kortikosteroid Sangat berguna untuk mengontrol manifestasi inflamasi akut LES. Penggunaan kortikosteroid mungkin secara adekuat dapat mengobati NL yang ringan dengan risiko rendah atau disfungsi ginjal yang progresif seperti NL mesangial, NL proliferatif fokal dini atau NL membranosa. Glukokortikoid yang biasa dipakai adalah prednison atau metilprednisolon, yang masih merupakan terapi imunosupresif yang efektif dan bekerja secara cepat untuk episode awal dan rekurensi dari penyakit ginjal yang aktif. Obat ini digunakan sebagai imunosuopresif pada pengobatan gangguan autoimun. Aktivitasnya dengan melawan peningkatan premeabilitas kapiler dan menekan aktivitas PMN. Prednison dengan dosis awal 60 mg/m2/hari atau 2 mg/kgbb (maksimum 80 mg/hari) dengan dosis terbagi ( 3 kali sehari) diberikan sampai terdapat perbaikan klinis (remisi) yang bisa dilihat dari menurunnya derajat proteinuria (
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF