Powerpoint Teori Pers
December 20, 2018 | Author: jiyankhaylila | Category: N/A
Short Description
membahas tentang teori pers...
Description
Sejumlah teori atau aliran muncul berkenaan dengan pers, dikaitkan dengan posisinya ketika berhadapan dengan sistem politik atau kekuasaan suatu negara. F. Siebert menyebutkan: ada 4 sistem pers di dunia. Denis Mc Quail: ada 6 teori pers yang sampai saat ini oleh sebagian negara di dunia, termasuk Indonesia dengan berbagai modifikasinya.
Teori Teori Teori Teori Teori Teori
Otoritarian Libertarian Tanggungjawab Sosial Soviet Pembangunan Demokratik Partisipan
Pers otoriter ditampilkan dengan memakai cara-cara persuasi, tetapi dapat juga dengan paksaan, bahkan kalau perlu dengan kekerasan. Teori pers otoriter ini berkembang hingga abad 18 dan dalam perkembangannya mendapat tantangan dari penganut pers liberal. Tokoh pelopor : Hobbes, Hegel, Marchiavelli. Contoh kini di negara Iran, Paraguay, Nigeria.
Pers tidak punya kewajiban menetapkan atau menentukan tujuan atau haluan negara, melainkan hal itu adalah hak penguasa. Alat komunikasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan dan kepentingan negara/penguasa. Kritik dimungkinkan, tetapi bukan untuk menggugat tujuan atau penguasa. Rakyat diposisikan pada kondisi yang tidak berdaya, kemampuannya dikendalikan penguasa.
Teori pers ini dipengaruhi oleh paham liberal klasik, menempatkan pers sebagai free market place of ideas. Teori ini berkembang pada abad 17-an, dipengaruhi karya John Stuart Mill “On Liberty. Mengedepankan prinsip menentang campur tangan pemerintah/penguasa dalam bidang ekonomi, politik, termasuk pers sebagai pembentuk watak manusia merdeka.
Freedom of expression = mengagungkan kebebasan berekspresi. Freedom of property = mengagungkan kebebasan dalam hal kepemilikan. Konsep ini menimbulkan kritik keras karena dinilai dapat mengabaikan hak-hak individu dan munculnya abuse of liberty. Media massa terlalu menonjolkan haknya (kebebasan) tanpa menunjukkan kewajiban dan tanggungjawab pers.
Pers liberal di barat melahirkan industri pers sebagaimana kita perkembangannya saat ini. Industri pers melahirkan dominasi kepemilikan pers oleh pemilik modal yang kuat dan berakibat pers tidak selalu netral, melainkan dikuasai oleh kepentingan pengusaha. Pers liberal yang dikendalikan pemilik modal membuat pers menjauh dari suara hati nurani rakyat.
Pers liberal lebih mementingkan pemilik media, mempropagandakan pendapat sendiri untuk tujuan politik dan ekonomi. Pers liberal memiliki watak bisnis sehingga dapat dikuasai pemasang iklan. Menentang perubahan. Dangkal, suka sensasional, dapat mengabaikan penegakan moral. Suka menyerang pribadi, suka monopoli.
Media massa sesungguhnya wajib “bertanggungjawab” kepada masyarakat. Berita-berita media massa harus berlandaskan pada kebenaran, akurat, fair, objective dan relevan. Media massa seharusnya menyediakan forum pertukaran ide/gagasan kepada pembacanya. Teori pers ini muncul era tahun 1947, dipengaruhi oleh terbentuknya Komisi Kebebasan Press di Amerika.
Para ahli pikir ini berpendapat bahwa terhadap kebebasan yang telah dinikmati oleh pers di Amerika Serikat selama 2 abad lebih haruslah diadakan pembatasan-pembatasan atas dasar moral dan etika.
Theodore
Paterson:
mendasarkan
pandangannya
kepada suatu prinsip bahwa “kebebasan pers harus disertai
dengan
kewajiban-kewajiban,
dan
pers
memiliki kewajiban untuk bertanggungjawab pada masyarakat”.
Pers harus bertindak dan melakukan tugasnya sesuai dengan standar hukum tertentu.
Tujuannya:
menginformasikan,
mendidik,
dan
membantu memajukan masyarakat.
Pers terbuka dan ada tanggungjawab sosial.
Media dikontrol oleh pendapat rakyat dan tindakan konsumen, serta ada kode etik dan dewan pers.
Dimiliki oleh swasta, ada kemungkinan campur tangan pemerintah.
Contoh kini di negara Indonesia.
Media massa seharusnya bebas tetapi hendaknya memiliki budaya “self regulated”. Media massa seharusnya mengikuti atau menyetujui kode etik dan standar profesional wartawan.
Konsep sistem pers ini bersumber dari ajaran komunis (Marxis-Leninisme). Teori ini muncul sekitar tahun 1917 setelah peristiwa Revolusi Oktober yang mengubah wajah Rusia. Teori pers ini pernah muncul di Soviet dan negara-negara komunis, pada dasarnya tidak jauh beda dengan “teori otoritarian”. Konsep ini memandang bahwa pers hanyalah alat bagi partai komunis, dan bukan kekuatan keempat sebagaimana dianut paham liberal.
Media massa harus tunduk pada perintah dan kontrol pemerintah atau partai.
Fungsi pers komunis sebagai alat untuk melakukan indoktrinasi massa atau pendidikan/ bimbingan massa / propaganda.
Kritik diizinkan dalam media massa, asalkan bukan melakukan kritik terhadap dasar ideologi. Tunduknya pers secara total kepada partai komunis ini membawa konsekuensi bahwa kebebasannya dibatasi untuk menerbitkan berita-berita atau pandangan-pandangan sendiri.
Tujuannya:
mendukung
sistem
pemerintahan
komunis.
Media tidak boleh mengkritik tujuan dan kebijakan partai.
Media dikontrol oleh pemerintah komunis.
Tokoh pelopor: Lenin, Marx, Stalin, Mao, Castro, Gorbachov.
Contoh kini di negara Rusia, RRC, Kuba.
Teori ini berkembang di negara-negara yang sedang membangun, contohnya Indonesia pada masa Orde Baru. Ciri teori ini: media menerima dan melaksanakan tugas pembangunan sejalan dengan kebijakan yang ditetapkan secara nasional (penguasa/pemerintah). Kebebasan media dibatasi manakala menghambat pembangunan. Memberi prioritas pada informasi yang mendukung pembangunan. Negara boleh campur tangan bila terkait dengan kepentingan pembangunan (boleh ada sensor).
Muncul sebagai bentuk protes dari pers liberal yang mengedepankan komersialisasi dan monopoli pers. Selain itu, reaksi atas sentralisme dan birokratisasi lembaga media /siaran publik. Prinsip teori ini: Individu dan minoritas memiliki hak pemanfaatan media. Organisasi media tidak tunduk pada pengendalian politik. Keberadaan media adalah untuk audience, bukan organisasi media. Media komunitas lokal dimungkinkan berkembang.
View more...
Comments