pos gizi.docx

November 10, 2017 | Author: Prawira Muda | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download pos gizi.docx...

Description

POSGIAT (Pos Gizi Masyarakat)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas hidayah dan karuniaNya, kami dapat menyusun laporan kegiatan program Gizi pada Puskesmas Jereweh Tahun 2011. Khususnya kegiatan POSGIAT atau Pos Pelayanan Gizi Masyarakat guna penanggulangan Masalah Gizi Masyarakat khususnya masalah Gizi Buruk dan Gizi Kurang yang terjadi pada bayi dan balita di wilayah kerja puskesmas Jereweh Kabupaten Sumbawa Barat. Dengan tersusunnya laporan ini kami tak lupa mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, yang mana tidak dapat kami sebutkan satu per satu khususnya seluruh pihak yang terlibat langsung baik dalam proses kegiatan, pendanaan hingga tersusunnya laporan ini. Kami juga berharap bahwa dengan adanya kritik dan saran terhadap seluruh rangkaian kegiatan ini guna untuk meningkatkan kinerja dan kegiatan program Gizi di masa yang akan datang.

Jereweh, 27 Desember 2011

Penyusun,

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang

Salah satu tujuan pembangunan di era millennium yang telah tercantum dalam kesepakatan MDG’s adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat yang di dukung oleh bidang kesehatan. Dimana masalah kesehatan dewasa ini sangat kompleks terjadi di setiap lapisan masyarakat, salah satunya merupakan masalah-masalah gizi yang tak lepas dari masalah Gizi Buruk dan Gizi Kurang. Tercatat 13,8 % balita di Indonesia mengalami masalah Gizi buruk gizi kurang maupun gizi buruk (Riskesdas tahun 2007).

Mengingat masih banyaknya jumlah balita yang menderita gizi buruk dan gizi Kurang, tidak terkecuali di wilayah kerja puskesmas Jereweh juga terdapat masalah gizi buruk dan gizi kurang. Pada awal tahun 2011 tercatat 4 kasus gizi buruk dan 32 kasus gizi kurang berdasarkan indikator berat badan menurut umur (BB/U) dari hasil penimbangan yang dilakukan di posyandu.

Didasarkan pada asumsi bahwa beberapa solusi untuk masalah-masalah masyarakat sudah ada di dalam masyarakat dan hanya perlu diketemukan. Karena perubahan perilaku berlangsung perlahan, sejumlah besar Tokoh masyarakat dan kesehatan masyarakat setuju bahwa solusisolusi yang diketemukan dalam suatu masyarakat dapat lebih bertahan dibandingkan dengan solusi dari luar yang dibawa masuk ke dalam masyarakat tersebut. kegiatan Posgiat memanfaatkan kearifan lokal yang berhasil mengobati dan mencegah kekurangan gizi dan menyebarluaskan kearifan tersebut ke seluruh masyarakat yang ada di wilayah kerja puskesmas Jereweh.

Di Puskesmas Jereweh telah melaksanakan serangkaian kegiatan program Gizi terutama Gizi Masyarakat diantaranya pemantauan status gizi balita di posyandu, Membina Kelompok Kadarzi

tingkat Dasa Wisma, Pelacakan Balita Gizi Buruk, Penyuluhan Gizi dan kegiatan-kegiatan lainnya dengan sasaran seluruh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Jereweh.

Dalam rangka penanggulangan masalah gizi buruk dan gizi untuk itu perlu dilaksanakan secara maksimal dengan membentuk posgiat (pos gizi Masyarakat) yang berbasis masyarakat dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat guna memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan tersebut. Di wilayah kerja Puskesmas Jereweh telah dibentuk 3 (tiga) Posgiat yang ada di desa beru, Dasan Anyar dan Jelenga.

B.

Tujuan

1.

Tujuan umum Meningkatkan status gizi balita serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara menyeluruh di wilayah kerja Puskesmas Jereweh.

2.

Tujuan Khusus :

a.

Meningkatkan konsumsi balita

b.

Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu balita

c.

Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader posyandu

BAB II POSGIAT (POS GIZI MASYARAKAT) A.

Pengertian

Pos Gizi Masyarakat (Posgiat) yaitu, suatu wadah atau tempat yang berbasis keluarga dan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan gizi bagi balita gizi buruk dan gizi kurang yang dilaksanakan oleh kader dan masyarakat dengan bimbingan petugas kesehatan untuk dapat mengurangi jumlah anak kurang gizi pada saat ini dan mencegah terjadinya kekurangan gizi setelah program tersebut selesai dilaksanakan.

B.

Manfaat

1.

Dengan cepat memulihkan anak-anak kurang gizi yang diidentifikasi di dalam masyarakat.

2.

Memungkinkan keluarga-keluarga tersebut mempertahankan status gizi baik anak tersebut di rumah masing-masing secara mandiri.

3.

Mencegah kekurangan gizi pada anak-anak yang akan lahir kemudian dalam asyarakat tersebut, dengan merubah norma-norma masyarakat mengenai perilaku-perilaku pengasuhan anak, pemberian makan, dan mencari pelayanan kesehatan.

C.

Pendekatan Pos Gizi

Pada pendekatan Pos Gizi Masyarakat, para kader dan ibu balita/pengasuh anak-anak kurang gizi mempraktekkan berbagai perilaku baru dalam hal memasak, pemberian makan, kebersihan dan pengasuhan anak yang telah terbukti berhasil dalam merehabilitasi anak-anak yang kurang gizi. Berbagai kebiasaan terpilih tersebut berasal dari hasil penemuan dan berbagai perilaku kunci yang dikemukakan oleh para ahli kesehatan masyarakat. Para kader secara aktif melibatkan ibu dan anak dalam proses rehabilitasi dan pembelajaran dalam situasi rumah yang nyaman dan bekerja agar keluarga-keluarga tersebut dapat mempertahankan status gizi anak yang sudah baik di rumah. Kegiatan Pos Gizi terdiri dari rehabilitasi dan pendidikan gizi selama periode tertentu yang diikuti dengan kunjungan para kader ke rumah setiap ibu balita/pengasuh.

Pendekatan Pos Gizi Masyarakat mendorong terjadinya perubahan perilaku dan memberdayakan para ibu balita/pengasuh untuk bertanggungjawab terhadap rehabilitasi gizi anak-anak mereka dengan menggunakan pengetahuan dan sumber daya lokal. Setelah pemberian makanan tambahan berkalori tinggi selama dua minggu, anak-anak menjadi lebih bertenaga dan nafsu makan merekapun bertambah. Perubahan nyata yang terlihat pada anak, dengan disertai metode “belajar sambil bekerja”, akan meningkatkan kepercayaan diri dan ketrampilan ibu

balita/pengasuh dalam berbagai perilaku pemberian makan, pengasuhan anak, kebersihan, dan mencari pelayanan kesehatan.

Adanya perilaku-perilaku yang lebih baik, tanpa memperdulikan latar belakang pendidikan sang ibu, akan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Pendekatan ini telah berhasil mengurangi angka kurang gizi pada kelompok masyarakat sasaran dengan memampukan para anggota masyarakat untuk menemukan kearifan dari “ibu-ibu ” dan mempraktekkan kearifan tersebut dalam kegiatan harian Pos Gizi. Pos Gizi Masyarakat adalah alat mobilisasi masyarakat yang efektif, “menggembleng” masyarakat untuk bekerja dengan melibatkan berbagai lapisan sosial di masyarakat tersebut, untuk bekerjasama mengatasi masalah dan menemukan solusi dari dalam masyarakat mereka sendiri. Pendekatan ini menitikberatkan pada upaya memaksimalkan sumber daya, ketrampilan dan strategi yang ada untuk mengatasi suatu permasalahan Gizi harus disesuaikan dengan kondisi lokal dan langkah pelaksanaannya fleksibel, ada beberapa elemen penting yang harus dimasukkan untuk mempertahankan keefektifan dari pendekatan Pos Gizi.

Pengalaman telah menunjukkan bahwa semua program yang efektif: 1.

Melakukan Pelacakan kasus Gizi Buruk dalam setiap kelompok masyarakat sasaran dengan melibatkan para anggota masyarakat dan petugas Kesehatan.

2.

Melibatkan ibu-ibu kader setempat untuk menyelenggarakan kegiatan Pos Gizi dan melakukan tindak lanjut-kunjungan rumah.

3.

Sebelum pelaksanaan kegiatan Pos Gizi, semua anak diberi obat cacing ( 1 kali dalam waktu 6 bulan) dan Suplemen gizi yang dibutuhkan.

BAB III. PROSES PELAKSANAAN POSGIAT DI PUSKESMAS JEREWEH

A.

Sosialisasi dan Mobilisasi Masyarakat Pos Gizi Masyarakat adalah program masyarakat sehingga membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat. Karena proses ini menuntut penemuan dan aksi secara mandiri dari masyarakat, lembaga pelaksana tidak dapat menjalankan program Pos Gizi Masyarakatyang sukses tanpa adanya partisipasi dan dukungan dari masyarakat.

Di puskesmas jereweh dilaksanakan sosialisasi dan mobilisasi tentang posgiat pada tanggal 4 januari 2011 bersamaan dengan acara lokakarya posyandu yang dilaksanakan di gedung serba guna. Sosialisasi menjelaskan betapa pentingnya penanganan kasus gizi buruk dengan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) Pemulihan melalui Posgiat. Diutamakan PMT-P pada Posgiat akan menggunakan Bahan Makanan Lokal yang mutunya tidak kalah dengan makanan produksi pabrik tetapi mudah kita dapat dan murah.

Mobilisasi dilakukan dengan cara : 1.

Mengadakan pendekatan dan pertemuan dengan Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Kader Posyandu.

2.

Memberikan Orientasi dan bekerja sama dengan Petugas Poskesdes dan Pustu untuk mengkoordinasikan berbagai upaya kegiatan Posgiat.

3.

Mobilisasi Tim Kesehatan di Desa menggalang kemitraan dengan Pokja Jumantara dan Tim Desa Siaga serta Kader Posyandu.

B.

Menentukan Target Kelompok Usia Dalam banyak kasus, sumber dana mungkin akan menentukan target kelompok usia dalam usaha Pos Gizi. Jika hal ini tidak terjadi maka libatkan masyarakat untuk mengambil keputusan. Apakah anda akan memfokuskan pada seluruh anak dibawah usia tiga tahun? Atau semua anak dibawah usia lima tahun? Karena anak-anak tidak boleh diberikan makanan tambahan sebelum berusia enam bulan, maka target usia minimal adalah anak yang berusia tujuh bulan. Jika terlalu banyak anak berusia dibawah lima tahun yang harus diikut sertakan, pertimbangkan untuk mengundang anak-anak yang berusia antara tujuh bulan sampai tiga tahun ke dalam Pos Gizi.

Anak dibawah usia tiga tahun mengalami pertumbuhan paling cepat dibanding pada usia lainnya, namun sangat rentan terhadap penyakit yang dapat merugikan dan menghambat pertumbuhan, dan memberikan respon yang paling baik terhadap usaha intervensi. Sebagai tambahan, penelitian membuktikan bahwa pada periode usia tersebut, status gizi anak berada pada kondisi yang sangat rentan. Jika terjadi penyebaran kekurangan gizi di masyarakat dalam skala besar dan jumlah banyak, akan sangat bijaksana jika mengkonsentrasikan usaha-usaha kesehatan pada anak yang berusia tujuh hingga dua puluh empat bulan.

Pada Kesempatan ini puskesmas jereweh menyepakati bahwa kelompok usia yang diberikan PMT pemulihan atau makanan tambahan barada pada kelompok usia 6 bulan hingga usia 36 bulan.

C.

Melakukan Penilaian Data Awal Status Gizi Penilaian data awal gizi dapat mengidentifikasi anak-anak yang kurang gizi dan berguna sebagai alat mobilisasi masyarakat. Sangat penting bagi anda untuk menimbang seluruh anak pada target kelompok usia. Berat badan per tinggi badan merupakan ukuran yang disarankan untuk menilai

kekurangan gizi akut, atau kurus. Namun, karena berat badan per umur sangat sensitive berubah, maka metode ini digunakan pada kebanyakan program Pos Gizi untuk menilai anak yang berat badannya kurang.

Data awal untuk menentukan status gizi balita yang dipakai oleh Puskesmas Jereweh disepakati menggunakan indikator Berat Badan menurut umur (BB/U). dan dari data awal didapati yang mengalami gizi buruk 4 (empat) balita dan yang berstatus Gizi Kurang tercatat 32 (tiga puluh dua) Balita yang tersebar di seluruh wilayah kerja Puskesmas Jereweh. Semua data tersebut didapat melalui kegiatan penimbangan masal yang dilaksanakan pada bulan januari 2011.

D.

Analisis Data Awal Status Gizi Perencanaan program yang baik didasarkan pada pemahaman yang menyeluruh atas situasi yang sedang terjadi di dalam suatu masyarakat. Sebagai tambahan pada penilaian data awal gizi, informasi-informasi penting yang harus dikumpulkan adalah: Situasi kesehatan secara umum: cakupan imunisasi; kejadian serta manajemen kasus ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), terutama pneumonia, penyakit diare, malaria, dan cacingan pada anak; kekurangan

vitaminA, penerimaan keluarga berencana; akses terhadap perawatan ibu dan anak. Angka dan penyebab kematian anak dibawah usia lima tahun: termasuk penyebab-penyebab medis (diagnosa) dan sistem (perawatan yang terlambat, perawatan berkualitas rendah, dsb.). Berbagai Perilaku dan kepercayaan saat ini: perilaku-perilaku pemberian makan dalam keluarga, pengasuhan dan mencari pelayanan kesehatan; kepercayaan-kepercayaan yang umum menyangkut makanan dan kesehatan, termasuk hal-hal yang tabu dan norma-norma, serta ketersediaan air bersih.

E.

Melakukan Survei pemeringkatan Kesejahteraan Sasaran Membuat kriteria tingkat kesejahteraan bersama dengan masyarakat dan kerjasama dengan anggota masyarakat untuk mengklasifikasikan setiap rumahtangga berdasarkan status sosialekonomi. Usaha tersebut dilakukan untuk membedakan rumahtangga yang tidak mampu dengan yang mampu. Para kader Pos Gizi dan anggota-anggota tim kesehatan desa yang memiliki hubungan dekat dengan masyarakat dapat merupakan pihak yang paling tepat untuk merancang kriteria tingkat kesejahteraan karena sangat khusus secara biaya.

Dari hasil data awal status gizi balita dan setelah dianalisa serta dilakukan survey status sosial keluarga yang mengalami gangguan nutrisi di sepakati bahwa jumlah yang diberikan Makanan Tambahan Pemulihan hanya yang berasal dari keluarga tidak mampu. dari hasil survey terdapat 4 balita dengan Kasus Gizi buruk dan 17 Balita dengan kasus gizi kurang.

F.

Mengadakan Pertemuan Dengan Masyarakat Melakukan pertemuan dengan masyarakat dilaksanakan dengan cara MMD (Musyawarah Masyarakat Desa) atau pertemuan tingkat Desa yang dilaksanakan pada awal bulan pebruari 2011 pada semua desa di wilayah kerja puskesmas Jereweh. Guna memperoleh umpan balik dari masyarakat untuk menentukan tempat dan kegiatan posgiat serta sasaran dan tujuan kegiatan posgiat. Dalam pertemuan tersebut kita bahas juga tentang hasil survey dan analisa data yang telah kami lakukan sebelumnya.

Melalui pertimbangan jumlah dan sebaran lokasi sasaran dan dari hasil pertemuan tingkat desa disepakati dan dibentuk 3 (tiga) lokasi Posgiat di wilayah Puskesmas Jereweh. Yaitu Posgiat Bahagia II yang berlokasi di desa Beru, Posgiat Batu Ketiri yang berada di Dusun Jelenga dan Posgiat Sudi Mampir yang ada di Desa Dasan Anyar. Dalam kesempatan itu pula di sepakati masyarakat yang melaksanakan kegiatan posgiat di masing-masing desa.

G.

Melaksanakan Pelatihan Kader Pelaksana Posgiat Palatihan Kader Posgiat dilaksanakan pada bulan pebruari 2011 yang bertempat di gedung serba guna kecamatan jereweh. Adapun dilaksanakan pelatihan kader ini dengan tujuan :

1.

Meningkatkan pengetahuan kader posgiat dalam mengelola dan melaksanakan kegiatan.

2.

Menambah ketrampilan kader dalam mengolah atau memasak makanan tambahan bagi balita.

3.

Meningkatkan ketrampilan tentang observasi dan metode wawancara kepada ibu sasaran posgiat guna memonitoring dan memantau perkembangan sasaran.

4.

Dapat memotivasi dan menyebarkan informasi tentang gizi keluarga dan perilaku dalam mengasuh serta merawat balita dengan kasus gizi buruk dan gizi kurang.

H.

Menyusun Jadwal Kegiatan Posgiat Dalam merencanakan/ kegiatan Pos Gizi Masyarakat harus mempertimbangkan kriteria berikut ini:

1.

Menjadwalkan dengan segera setelah anak-anak ditimbang di posyandu

2.

Rencanakan kegiatan setiap bulan, atau setiap dua bulan, atau dalam pola musiman sesuai dengan bulan-bulan dimana anak-anak mengalami kekurangan gizi terburuk (kegiatan tsb umumnya tidak diperlukan lebih dari satu tahun periode pada setiap Posgiat)

3.

Rencanakan kegiatan Pos Gizi Masyarakat musiman untuk memberi para keluarga variasi menu sesuai dengan musim sehingga mudah diselenggarakan.

Di Puskesmas Jereweh Posgiat dijadwalkan menurut kesepakatan pengelola dengan masyarakat, dan disepakati jadwal buka posgiat pada hari sabtu dan minggu sore hari. Karena pada hari itu hari libur dan diluar kesibukan masyarakat. Untuk kasus Gizi Buruk dilaksanakan 1 minggu sekali dan untuk anak Gizi Kurang dilaksanakan 2 minggu sekali sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan.

I.

Merencanakan Menu Kegiatan Posgiat Makanan tambahan diperlukan untuk merehabilitasi anak yang kurang gizi yang dihidangkan setiap hari selama kegiatan dua minggu tersebut. Menurut WHO, selama periode rehabilitasi, setiap anak harus menerima antara 150-220 kalori per kilogram berat badan per hari. Bila seorang anak makan kurang dari 130 kalori per kilogram berat badan tiap hari, tidak bisa terjadi rehabilitasi. Karena itu, program tersebut harus berusaha untuk menciptakan menu Pos Gizi yang mengandung 600-800 kalori tiap hari dengan 25-27 gram protein untuk setiap anak. Dengan menu ini akan terjadi pemulihan dalam waktu singkat, para ibu balita/pengasuh akan melihat adanya perubahan nyata dalam waktu dua minggu. Ini akan memotivasi keluarga-keluarga lain untuk mengadopsi perilaku baru dalam pemberian makan tersebut.

Menyusun menu Makanan Tambahan juga harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

1.

Gunakan bahan lokal yang tersedia , sesuai musim dan terjangkau.

2.

Pastikan bahwa semua kelompok makanan ada dalam tiap hidangan makan sehingga anakanak mendapatkan makanan yang seimbang.

3.

J.

Memperhatikan Kebiasaan dan kesukaan anak dalam konsumsi makanan.

Merencanakan Pesan Pendidikan Kesehatan Karena kegiatan Pos Gizi Masyarakat dilaksanakan dalam ukuran kecil dan suasana yang akrab dimana para ibu dapat berkonsentrasi tentang kesehatan anak-anak mereka, maka ada kesempatan sangat baik untuk menyebarkan pesan-pesan pendidikan kesehatan. Para peserta bukan hanya sebagai “pendengar/penonton setia” tetapi mereka juga terbuka menerima pesanpesan tersebut dan tertarik untuk menjaga kesehatan anak mereka.

Dalam hal ini program posgiat bekerjasama dengan program promkes dan lintas program lainnya lainnya untuk menyusun pesan-pesan kesehatan yang berkaitan dengan masalah gizi buruk dan gizi kurang atau kasus malnutrisi.

K.

Memonitor Pelaksanaan Posgiat Program Pos Gizi memonitor baik status gizi anak maupun status gizi masyarakat. Tiap- tiap ibu balita/pengasuh mendapatkan sebuah KMS yangmenunjukkan kemajuan status gizi anak.

Dengan informasi tersebut, ibu balita/pengasuh termotivasi untuk berbuat dan mempraktekkan perilaku rumah tangga yang dapat memperbaiki pertumbuhan anak. Petugas Kesehatan atau petugas Gizi dapat memberikan konseling khusus dan rujukan ke pelayanan kesehatan untuk membantu si anak mendapatkan pola asuh yang tepat untuk memastikan bahwa dia dapat bertumbuh dengan baik.

Dalam hal ini juga dilakukan analisa tumbuh kembang balita melalui KMS dan anamnesa atau wawancara langsung dengan keluarga balita yang mengalami malnutrisi dengan cara melakukan kunjungan rumah sasaran posgiat.

L.

Evaluasi Kegiatan Posgiat Evaluasi secara harafiah berarti mengkaji nilai dari sesuatu. Adalah langkah yang penting dalam keseluruhan proses, menyediakan sebuah kesempatan bagi seluruh pihak yang berkepentingan dan pelaku untuk merasa memiliki berbagai prestasi dan kesuksesan proyek tersebut, mengidentifikasi dan melakukan analisis berbagai masalah, dan memberikan rekomendasi untuk pelaksanaan di masa depan. Evaluasi dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan spesifik. Tipe

evaluasi yang dilakukan akan ditentukan oleh jenis pertanyaan yang ditanyakan, siapa yang menanyakan, dan sumber-sumber apa yang tersedia untuk menjawab mereka. Pertanyaanpertanyaan berikut ini mengilustrasikan berbagai variasi strategi untuk melakukan evaluasi. Informasi lebih lanjut mengenai cara melakukan evaluasi peran serta, Bagaimana Cara Memobilisasi Masyarakat untuk Menciptakan Perubahan Kesehatan dan Sosial.

M.

Kegiatan- Kegiatan Lain di Posgiat Pelaksanaan Posgiat di wilayah kerja Puskesmas Jereweh dari serangkaian kegiatan diatas juga dilaksanakan kegiatan Demo Memasak untuk menu PMT Pemulihan dengan Menggunakan Bahan Makanan Lokal sekaligus sebagai kegiatan Kelas Gizi untuk ibu balita sasaran Posgiat.

BAB IV PENUTUP

A.

Kesimpulan.

1.

Dalam pelaksanaan Posgiat melibatkan masyarakat secara luas sangat membantu akan keberhasilan program posgiat

2.

Memiliki sumber daya masyarakat yang terampil dan terlatih akan mempermudah setiap kegiatan posgiat yang akan dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan terhadap masalahmasalah gizi masyarakat.

3.

Kerjasama antar lintas sector dan lintas program serta antar petugas kesehatan di desa juga perlu di jalin sehingga pelaksanaan posgiat dapat berjalan sebagaimana mestinya.

B.

Saran

1.

Posgiat merupakan kegiatan yang sangat efektif dalam penanggulangan masalah gizi masyarakat, sehingga perlu adanya pembinaan lebih lanjut dari pihak-pihak terkait terutama dari Dinas Kesehatan tingkat kabupaten, yang selama ini sangat kurang dalam pembinaan posgiat di tingkat puskesmas maupun tingkat desa.

2.

Kemitraan atau kerjasama dengan pihak ketiga harus tetap berjalan apa bila tanpa adanya sumber dana yang memadahi maka kegiatan posgiat tidak akan berjalan secara maksimal.

GAMBARAN POS GIZI SEBAGAI MEKANISME GAMBARAN POS GIZI SEBAGAI MEKANISME MANAJEMEN GIZI BURUK BERBASIS MASYARAKAT DI KELURAHAN CIPINANG MUARA JATINEGARA JAKARTA TIMUR Mia Fatma Ekasari, Santun Setiawati, Paula Krisanty, * ABSTRACT A description of pos gizi as a mechanism of malnutrition management which based on community in Cipinang Muara district, Jatinegara, East of Jakarta. Pos gizi is a new program from Indonesian government in planning of national preventive actions and managing malnutrition in 2005 – 2009 (DepKes, 2005). Purpose of this research was

accomplished a description of managing pos gizi as a mechanism of malnutrition maganement which based on community in Cipinang Muara district, Jatinegara, East of Jakarta, which used a qualitative approach. The informants in this research were mothers with malnutrition children under five years (balita) and involved with the pos gizi activities, meanwhile the key informants were chief of community health centre, health providers, volunteer health workers (kader), chief of local community (RW), and coordinator of pos gizi from one NGO, Wahana Visi. Collecting data used the in-depth interview technique, FGD, and observation. The result of this research showed that the reasons why balita suffered malnutrition such as mothers were lazy to give meals and lack of knowledge of high nutrition foods. The process of built a pos gizi were pointing out the area, community’s mobilization, training of community’s speakers, preparing and doing investigations, creating and managing the pos gizi activities, improving the new

behavior by visiting the houses, reviewing the pos gizi activities as needed, and spreading out pos gizi programs to the community. The pos gizi activities divided into two phase: 1) managing the pos gizi in ten days, and 2) visiting the houses (2-3 days after pos gizi). The mothers’ perception to the pos gizi activities was an activity to improve the balita’s weight. The involvements of the community in the pos gizi activities were high. The results which can achieved in the pos gizi activities were improving balita’s weight and mothers’ knowledge, changing in mothers’ behavior to cook and give meals to their children, children would like to eat fish and vegetables, finishing their meals and been interacted with others. The supporting factor was the high of community participation. The obstacle factor was the amount of health providers, lack of pos gizi’s kader, no special funds for managing a pos gizi, and lack of knowledge of the advantages of pos gizi by the families.

Key notes: pos gizi, management of malnutrition, Cipinang Muara, community base

PENDAHULUAN Gizi buruk merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi di dunia. Sekitar 800 juta orang dewasa dan anak-anak mengalami gizi buruk dan kebanyakan gizi buruk terjadi di negara berkembang (ACC/SCN, 1992). Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang juga memiliki masalah dengan gizi kurang. Berdasarkan data statistik kesehatan Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2005, dari 241.973.879 penduduk Indonesia sebanyak enam persen atau sekitar 14.500.000 orang menderita gizi buruk dan sebagian besar penderita gizi buruk tersebut berusia di bawah lima tahun (balita). Tingginya angka gizi buruk di negara berkembang disebabkan oleh

beberapa faktor. Kurangnya dan tidak tersedianya makanan ataupun terjadinya infeksi yang berulang pada individu, misalnya diare, campak ataupun kecacingan merupakan penyebab tingginya gizi buruk di negara berkembang (Wahlqvist, 1997). Asuhan ibu yang buruk, kelangkaan makanan, dan kondisi keluarga yang tidak mengetahui tentang gizi merupakan penyebab gizi buruk pada balita (Sacharin,R, 1996). Sejak tahun 1998, berbagai upaya penanggulangan balita gizi buruk mulai ditingkatkan dengan penjaringan kasus, rujukan, dan perawatan gratis di Puskesmas maupun Rumah Sakit, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) serta upaya-upaya lain yang bersifat rescue. Bantuan pangan seperti beras gakin diberikan kepada keluarga miskin oleh sektor lain untuk menghindari masyarakat dari ancaman kelaparan. Namun, semua upaya tersebut nampaknya belum juga dapat mengatasi masalah dan

meningkatkan kembali status gizi masyarakat, khususnya pada balita. Balita gizi buruk dan gizi kurang yang mendapat bantuan dapat disembuhkan, tetapi kasuskasus baru yang muncul terkadang malah lebih banyak, sehingga terkesan penanggulangan yang dilakukan tidak banyak artinya, sebab angka balita gizi buruk belum dapat ditekan secara bermakna (Dinkes Purworejo, 2005) Untuk menindaklanjuti upaya penanggulangan gizi buruk, pemerintah mencanangkan tujuh pokok kegiatan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan gizi buruk tahun 2005-2009. Pokok-pokok kegiatan tersebut adalah revitalisasi Posyandu, revitalisasi Puskesmas, intervensi gizi dan kesehatan, promosi keluarga sadar gizi, pemberdayaan keluarga, advokasi dan pendampingan, serta revitalisasi sistem kewaspadaan pangan dan gizi. Salah satu bentuk kegiatan pemulihan gizi pada masyarakat khususnya balita dengan pendekatan

pemberdayaan masyarakat adalah pos gizi (DepKes, 2005). Pos Gizi ( Pos pemulihan Gizi berbasis masyarakat) adalah salah satu upaya pemberdayaan keluarga untuk menanggulangi masalah gizi pada masyarakat yang berbasis masyarakat dimana dalam pelaksanaannya dari, oleh dan untuk masyarakat(Dep.Kes, 2005). Pos gizi merupakan suatu bentuk kegiatan pemberdayaan keluarga yang bertujuan meningkatkan kemampuan keluarga untuk mengetahui potensi ekonomi keluarga dan mengembangkannya untuk memenuhi kebutuhan gizi seluruh anggota keluarga. Target yang ingin dicapai pemerintah pada tahun 2009 yaitu terbentuknya 70.000 Pos Gizi di seluruh Indonesia. Sulitnya mendapatkan informasi dan kurangnya petunjuk/pedoman yang berkaitan dengan proses pembentukan dan pelaksanaan Pos gizi menyebabkan sulitnya pelaksanaan pos gizi. Gambaran pelaksanaan Pos Gizi belum disusun

sebagai suatu pedoman, sehingga petugas Puskesmas lainnya ataupun masyarakat mengalami kesulitan untuk membentuk dan menyelenggarakan Pos Gizi. Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya gambaran Pos Gizi sebagai mekanisme manajemen gizi buruk yang berbasis masyarakat di Kelurahan Cipinang Cempedak Jatinegara Jakarta Timur. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Semula, Penelitian ini akan dilaksanakan di RW 04 Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur, tetapi karena di wilayah tersebut Pos Gizi sudah tidak berjalan lagi, kami melaksanakan penelitian di wilayah RW 13 Cipinang Muara Jatinegara Jakarta Timur sesuai masukan dan saran dari Puskesmas Kecamatan Jatinegara dan LSM Wahana Visi. Pos Gizi di wilayah RW 13 Cipinang Muara merupakan salah satu dari dua Pos Gizi yang menjadi model atau percontohan yang selama ini

dibina oleh LSM Wahana Visi. Penelitian ini dilaksanakan dari April sampai September 2007 Sampel dan Sumber Informasi Informan dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak balita dengan gizi buruk yang mengikuti kegiatan pos gizi. Informan kunci adalah kepala puskesmas, petugas kesehatan, kader pos gizi, ketua RW, dan koordinator pos gizi dari LSM Wahana Visi. Koordinator pelaksana pos gizi dari LSM Wahana Visi juga dijadikan sebagai informan kunci oleh peneliti karena program pos gizi yang selama ini dilaksanakan oleh masyarakat dibawah binaan Puskesmas dan LSM Wahana Visi. Jumlah Informan Diskusi kelompok terarah (FGD) dilakukan pada seluruh ibu yang mengikuti program pos gizi yaitu empat orang. Rencananya FGD ini akan dilakukan kepada 10 orang ibu yang mengikuti Pos Gizi dalam satu periode, tetapi karena pada periode

tersebut yang mengikuti Pos Gizi hanya empat orang ibu balita dengan Gizi kurang, maka FGD ini hanya dilakukan kepada empat orang ibu . Wawancara mendalam dilakukan pada kepala puskesmas dan dua petugas kesehatan Kepala Puskesmas yang menjadi informan kunci adalah kepala Puskesmas Kelurahan Cipinang Muara, sedangkan petugas kesehatan yang direncanakan tiga orang, dalam pelaksanaannya hanya dilakukan kepada dua orang petugas kesehatan yang langsung bertugas di bagian gizi. Satu orang dari Puskesmas Kecamatan Jatinegara dan satu orang lagi dari Puskesmas Kelurahan Cipinang Muara. Wawancara mendalam juga dilakukan pada ketua RW dan 2 kader pos gizi yang selama penelitian ini dilakukan, tampak aktif dalam kegiatan pos gizi. Wawancara mendalam juga dilakukan pada koordinator pelaksana program pos gizi dari LSM Wahana Visi yang selama ini membina Pos Gizi di wilayah Jakarta Timur. Observasi kegiatan

dilakukan pada saat pelaksanaan Pos Gizi, yaitu tanggal 6 s.d 16 Agustus 2007, dan tanggal 22 Agustus 2007. Metode Pengumpulan Data Untuk menghindari terjadi bias dalam penelitian ini maka pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam , FGD, dan observasi. Data yang dikumpulkan meliputi: Data primer yang terdiri dari: Faktor ,penyebab terjadinya kurang gizi di RW 13 Cipinang Muara, Proses pelaksanaan pos gizi, Jenis kegiatan yang dilakukan dalam pos gizi , Persepsi ibu yang memiliki anak gizi buruk dan terlibat dalam kegiatan pos gizi terhadap pos gizi, Peran serta masyarakat dan tenaga kesehatan dalam kegiatan pos Gizi, Hasil yang dicapai kegiatan pos Gizi, serta Faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan pos gizi Data sekunder meliputi: Data jumlah balita yang menderita gizi buruk, tenaga kesehatan

yang terlibat dalam kegiatan pos gizi, dan kader di RW 13 Kel. Cipinang Muara tidak didapat dari catatan yang ada di Puskesmas Cipinang Muara ataupun dari Puskesmas Kecamatan Jatinegara, tetapi peneliti dapatkan secara langsung pada saat wawancara kepada kader, ketua RW 13 Cipinang Muara, dan koordinator pelaksana pos gizi dari LSM wahana Visi. Menurut petugas kesehatan data tentang jumlah balita yang menderita gizi buruk tidak dapat dipublikasikan kepada umum.

Pengolahan dan Analisis Data Di lapangan dilakukan triangulasi data dan sumber untuk mengetahui kebenaran dan mencocokkan informasi yang diperoleh. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Triangulasi dilakukan dengan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya dengan tujuan mengecek kembali derajat kepercayaan data

(validasi). Pemanfaatan pengamat lainnya bertujuan untuk mengetahui kesesuaian data dengan kenyataan di lapangan. Triangulasi sumber yaitu membandingkan, mencocokkan, dan mengecek derajat kepercayaan infromasi yang diperoleh dengan cara membandingkan hasil wawancara informan kunci dan informan (Hungler & Polit, 1999). Selanjutnya data tersebut disusun sebelum dilakukan analisis isi sedangkan data sekunder digunakan sebagai informasi tambahan untuk mendukung data primer. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik Informan Informan adalah ibu yang memiliki balita gizi buruk. Jumlah informan adalah empat orang. Semua informan adalah perempuan yang berusia antara 25-30 tahun. Semua informan tinggal di wilayah RW 13 Cipinang Muara Jatinegara Jakarta Timur lebih dari lima tahun. Penghasilan rata-rata keluarga semua informan Rp 10.000,-/hari dengan

mata pencarian sebagai buruh. Sebagian kecil informan bekerja sebagai kuli cuci. Semua informan menikah dan pernikahan yang pertama kali. Sebagian besar informan memiliki dua anak, dan anak keduanyalah yang menderita gizi buruk dan mengikuti kegiatan pos gizi. Hampir semua informan memiliki pendidikan tamat SMP. Karakteristik Informan Kunci Semua informan kunci adalah wanita yang berusia antara 45–57 tahun. Sebagian besar informan kunci memiliki pendidikan minimal D-III kesehatan. Hampir semua informan kunci pernah mengikuti pelatihan tentang pelaksanaan pos gizi. Sebagian besar informan kunci pernah terlibat langsung dalam kegiatan pos gizi. Sebagian besar informan kunci adalah petugas kesehatan yang membina wilayah RW 13 Cipinang Muara. Sebagian besar informan kunci adalah masyarakat yang tinggal di wilayah RW 13. Karakteristik balita yang menderita gizi

buruk yang mengikuti Pos gizi. Jumlah balita di wilayah RW 13 Cipinang Muara + 300 balita (Wahana Visi, 2007). Jumlah Balita yang menderita gizi buruk di wilayah RW 13 Cipinang Muara + 10 orang (Kader RW 13 Cipinang Muara, 2007)). Semua balita yang mengikuti pos gizi berusia < 2 tahun. Sebagian kecil balita bukan anak kedua. Sebagian balita berat badannya di bawah garis kuning dan sebagian lagi di bawah garis merah. Hampir semua balita tampak lesu, kurang tertarik pada mainan dan tampak pendiam atau bingung. Penyebab Tingginya Gizi Buruk Hampir semua informan mengatakan anaknya mengalami gizi buruk karena perilaku anak itu sendiri, antara lain karena anak tidak mau makan, susah walau sudah disuapin, suka dilepehkan makanan yang dimasukkan mulutnya, dan anak suka jajan ciki ataupun es.

Anaknya susah banget kalau di suruh makan, padahal sudah disuapin, tapi dia juga tidak mau ( Ibu S, 30 tahun) Akbar senangnya jajan, kalau tidak di kasih jajan nangis terus..., dia sukanya ciki dan es, tapi kalau disuapin makan susah banget ( Ibu A, 28 tahun) Hal ini berbeda dengan pendapat informan kunci. Semua informan kunci mengatakan bahwa penyebab gizi buruk pada balita karena perilaku ibunya sendiri, antara lain ibu malas nyuapin anaknya dan ibu tidak tahu makanan yang bergizi untuk anaknya. Ibunya tidak tahu makanan yang baik dan bergizi untuk anaknya, biasanya anak-anak tidak penah dikasih sayur dengan alasan tidak suka dan cukup nasi, kecap dan lauk ( Ibu I,PKM Kec. Jatinegara) Ibunya malas nyuapin anaknya, kalau sudah tidak mau makan, tidak dibujuk lagi ataupun dicari penyebabnya (Ibu N, PKM

Kel.Cipinang Muara) Pendapat informan kunci ini sesuai dengan pendapat Ngastiyah (1997) bahwa penyebab gizi buruk pada anak adalah kurangnya pengetahuan tentang makanan sehat. Penyebab kekurangan gizi pada anak di dalam rumah tangga terutama adalah perilaku atau kebiasaan ibu yang tidak baik dalam memenuhi kebutuhan gizi anak ( Positive Deviance, 2003). Proses Pelaksanaan Pos Gizi Hampir semua informan kunci mengatakan bahwa proses pelaksanaan pos gizi ada beberapa langkah yang meliputi tahap persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pada tahap persiapan dilakukan kegiatan pelatihan kepada petugas kesehatan, melakukan koordinasi dengan pemerintahan dan masyarakat setempat, menentukan wilayah yang akan dibentuk pos gizi (wilayah yang dipilih adalah wilayah yang memiliki balita gizi buruk min 30% dari seluruh balita yang ada di wilayah tersebut), melakukan FGD dan wawancara

kepada keluarga yang memiliki penyimpangan positif ( keluarga yang dipilih adalah keluarga yang berasal dari keluarga kurang mampu yang memiliki anak balita sehat atau BB pada KMS digaris hijau yang usianya > 8 bulan, bukan anak pertama, tidak lahir dengan BBLR, serta kakak dari balita tersebut juga sehat), pelatihan kader, sosialisasi kepada ibu balita gizi buruk, dan merancang kegiatan pos gizi. Tahap berikutnya adalah tahap pelaksanaan kegiatan pos gizi. Sebagai tahap akhir adalah mengulangi kegiatan pos gizi sesuai kebutuhan. ”Pos gizi dibentuk atas arahan dan bimbingan dari LSM Wahana Visi. Sebelumnya para kader dilatih, termasuk petugas kesehatan dari Puskesmas. Lalu bersama kader, Lurah, RW, RT dan tokoh masyarakat dikumpulkan dana dan bahan makanan yang diperlukan untuk pelaksanaan Pos gizi. RT juga membantu untuk mengumpulkan orang-orang atau keluarga yang memiliki balita yang berat

badannya di KMS pada garis kuning ataupun BGM. Masyarakat yang langsung memilih ketua Pos Giz ” (Ibu N, PKM Kel.Cipinang Muara) “ Selama ini pos gizi juga dikenalkan oleh LSM Wahana Visi. Kita petugas kesehatan pada dilatih dulu, terus dilanjutkan pelatihan kader-kadernya ” ( Ibu I,PKM Kec. Jatinegara) Jenis kegiatan pos gizi Semua informan mengatakan pos gizi dilaksanakan selama 10 hari. Mulai dari jam 09.00 sampai jam 11.00 WIB. Tempat pelaksanaan kegiatan di kantor RW. Anakanak ditimbang pada hari pertama kali datang dan hari terakhir pelaksanaan pos gizi. Setiap kali datang, ibu diminta mengisi absen dengan menggunakan gambargambar yang ditempel di karton. Biasanya gambar dan warna dipilih yang disukai anak-anak. Setelah itu anak distimulus dengan aneka macam mainan, sementara sebagian ibu menjaga balita dan sebagian

lagi memasak. Bahan makanan yang dimasak adalah bahan makanan yang dibawa oleh ibu balita yang mengikuti pos gizi. Makanan yang dimasak pertamakali adalah makanan cemilan, setelah itu makanan pokok yang terdiri dari nasi, sayur, dan lauk. Makanan cemilan seperti tahu atau tempe goreng diberikan saat anak sedang bermain sambil menunggu makanan matang. Sebelum makan anakanak cuci tangan dengan menggunakan sabun di air yang mengalir sambil bernyanyi . Kalau makanan matang, ibu diminta menyuapin anaknya secara aktif. Contoh menu makanan yang diberikan 1) nasi, sayur bening, lele goreng, buah pepaya, 2) nasi, sayur sop, telur dadar, pisang, 3) nasi, sayur lodeh, ikan goreng, pisang. Sebelum dan sesudah makan anakanak diajari untuk berdoa. Sambil menyuapi anaknya, kader memberikan pesan kesehatan kepada ibu balita. Pesan kesehatan yang diberikan antara lain piramida makanan, jajanan sehat, KMS, cacingan, imunisasi dan ASI ekslusif. Pesan

kesehatan tersebut diberikan secara bergantian setiap hari. Setelah selesai menyuapi anaknya dan mendengarkan pesan kesehatan, ibu balita bersama-sama membagi tugas untuk pelaksanaan kegiatan pos gizi besok hari. Tugas tersebut antara lain pembagian tugas memasak, menjaga anak, serta pembagian bahan makanan yang harus dibawa besok hari untuk di masak pada kegiatan pos gizi. Dua hari setelah kegiatan pos gizi, kader melakukan kunjungan rumah kepada ibu balita peserta pos gizi. Kegiatan kunjungan rumah dilakukan untuk melihat perilaku ibu dalam memberikan makanan, baik menu, pengolahan, cara pemberian makan, jumlah makanan yang dimakan serta frekuensi pemberian makan pada anak. Pada kegiatan kunjungan kader juga menanyakan kondisi kesehatan anak dan permasalahan yang dihadapi ibu dalam pemberian makan pada anak. Kader juga memberikan nasehat/pesan kesehatan sesuai dengan permasalahan. Kunjungan

rumah dapat dilakukan pada waktu-waktu makan balita baik pagi, siang atau sore hari. Kunjungan rumah dilakukan dua kali selama satu minggu untuk setiap balita. Dalam pelaksanaan Posyandu pada bulan berikutnya kader mengevaluasi kembali hasil pelaksanaan pos gizi kepada balita yang telah mengikuti pos gizi dengan melihat berat badan balita pada KMS saat penimbangan di Posyandu. Jika berat badan balita mengalami kenaikan, maka balita tersebut dianggap lulus dalam mengkuti pos gizi, jika tidak balita dan ibu diberi kesempatan untuk mengulang satu kali. Hal ini sesuai dengan proses pelaksanaan pos gizi yang dikemukakan oleh Wahana Visi (2007) bahwa kegiatan pos gizi ada dua tahap yaitu 1) pelaksanaan pos gizi selama 10 hari yang meliputi konstribusi makanan, penimbangan berat badan hari 1 dan hari 10, memasak, permainan, mencuci tangan dengan sabun, pemberian cemilan, pesan kesehatan, menyuapi secara aktif ,

dan pembagian tugas untuk esok hari, 2) kunjungan rumah (2-3 hari setelah pos gizi) dilakukan kepada seluruh peserta pos gizi sebanyak 2 X kunjungan. Kunjungan rumah merupakan salah satu evaluasi hasil pelaksanaan pos gizi, yaitu kader dapat melihat langsung apakah ada perubahan perilaku ibu dalam memberikan makan anak setelah mengikuti pos gizi. Semua kegiatan di pos gizi ini dilakukan langsung oleh kader dan ibu balita dimana tempat kegiatan dan bahan-bahan makanan yang akan dimasak juga dipersiapkan sendiri oleh ibu balita secara bersama-sama. Inilah yang menggambarkan bahwa pos gizi dilaksanakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang memberdayakan keluarga secara langsung sesuai dengan gambaran pos gizi yang dikemukakan oleh DepKes (2005). Persepsi ibu terhadap pos gizi Semua informan mengatakan bahwa pos

gizi bertujuan untuk meningkatkan berat badan balita yang menderita gizi buruk. “Pos Gizi tempat untuk membantu anak agar naik berat badannya” ( Ibu A, 28 tahun) “Pos Gizi itu kegiatan yang tujuannya supaya anak-anak yang berat badannya kurang jadi pada naik. Anak-anak yang susah makannya dilatih supaya mau makan” ( Ibu S, 30 tahun) Peran serta masyarakat dan tenaga kesehatan Semua informan mengatakan bahwa peran serta masyarakat sangat tinggi dalam mendukung kegiatan pos gizi. Pelaksanaan pos gizi juga didukung oleh LSM Wahana Visi dan pihak puskesmas. “ Kami saling mendorong dan bekerjasama dalam kegiatan ini. Saya minta agar tiap RT melaporkan jika di wilayah RT nya ada balita yang BB nya kurang, selanjutnya RT

mendorong keluarga untuk membawa balita tersebut ke Pos Gizi. Kader juga sudah ada di tiap RT. Bahan makanan kami dapat bantuan dari Puskesmas dan juga LSM Wahana Visi (Ibu L, 57 tahun) ”Saya datang saat seleksi balita yang akan ikut Pos Gizi. Saya membantu memeriksa kesehatan balita, menimbang dan mengukur tinggi badan bersama kader dan juga petugas dari LSM Wahana Visi. Puskesmas sendiri memberikan bantuan sebesarRp 200.000,- tapi tidak dalam bentuk uang, melainkan dalam bentuk beras, susu, ataupun kacang hijau. Dana itu disisihkan dari dana JPKM yang ada di Puskesmas.” (Ibu N, PKM Kelurahan Cipinang Muara) ”Untuk mainan, buku-buku, alat tulis, lemari, timbangan, format-format, susu, biskuit, kami dapat dari LSM Wahana Visi. Dari Puskesmas kami juga dapat bantuan beras, susu. Yang lainnya kami dapat dari hasil bantuan warga aja. Kami juga punya

uang kencleng yang kami dapat saat kegiatan Posyandu. Jumlahnya tidak banyak tapi cukup” (Ibu R, 56 tahun) Hasil kegiatan yang dicapai Semua informan mengatakan bahwa berat badan balitanya mengami kenaikan setelah mengikuti pos gizi antara 100-400 gram. Semua informan mengatakan anaknya jadi mau makan sayur dan ikan, serta kalau makan selalu habis. Semua informan mengatakan setelah mengikuti pos gizi mereka jadi lebih tahu tentang mengolah dan memberikan makanan yang baik dan bergizi untuk anaknya. Sebagian besar informan mengatakan setelah mengikuti pos gizi anaknya jadi lebih berani bermain dengan yang lain, tidak pendiam lagi. ”Aprilia jadi mau makan sayur, ikan dan makannya habis. Pas hari ke 10 kemarin BB nya juga naik 1ons, jadi 7 Kg” (Ibu Ap,26 Th) ” Di Pos Gizi saya diajarin cara memilih

bahan makanan, disuruh nyuapin anak sampai makanannya habis. Anak-anak juga dikasih cemilan , diajak bemrain. Jadinya Atikah tidak pemalu lagi. Mau main dengan teman-temannya. ”. (Ibu At,26Th) Faktor-faktor pendukung dan penghambat Semua informan mengatakan partisipasi masyarakatnya sangat tinggi dan kerjasamanya sangat baik. Semua informan mengatakan pos gizi mendapat bantuan dari Puskesmas dan juga dari LSM Wahana Visi. ”Teman-teman yang jadi kader mau kerjasama. Ibu RW juga terus-terusan mendorong kami. Walau kami tidak digaji, tapi senang. Dari LSM Wahana Visi, kami dikasih kacang hijau, susu, dan biskuit. ” ( Ibu R,56 tahun) “Di RW 13 masyarakatnya cukup baik. Semuanya aktif, mulai dari RW,RT, kadernya, dan semua warganya. Mereka mau saling Bantu. Dananya juga dari

masyarakat sendiri, tempat pelaksanaannya di kantor RW.” (Ibu N, PKM Kelurahan Cipinang Muara) Semua informan mengatakan bahwa petugas puskesmas hanya datang pada seleksi awal dan saat penimbangan di Posyandu. Semua informan mengatakan tidak ada dana khusus dalam pelaksanaan pos gizi yang mereka dapat dari pemerintah. Semua informan mengatakan sampai saat ini jumlah kader yang mengikuti pos gizi masih sedikit. Sebagian besar informan mengatakan bahwa salah satu penghambatnya adalah ibu malu membawa balitanya ke pos gizi. Sebagian besar informan menatakan tidak ke pos gizi karena tidak ada yang menemani anaknya yang lain di rumah. “Paling-paling hanya karena ibu atau keluarganya malu kalau anaknya ikut Pos Gizi. Tetapi ada juga yang tidak mau karena alasan yang ada yang nganter ke Pos Gizi, dirumah tidak ada orang.. ” ( Ibu

R,56 tahun) ” Saya juga baru terlibat di pos gizi ini, hanya empat orang kader yang pernah ikut pelatihan.” (Ibu E,49 tahun) ”Penghambatnya karena kami tidak punya dana khusus untuk pelaksanaan Pos Gizi. Selain itu tenaganya tidak ada yang bisa terjun langsung setiap hari dalam pelaksanaan Pos Gizi. Ibu-ibunya banyak yang malu kalau anaknya dikatakan gizi kurang, jadi mereka susah untuk diajak ikut kegiatan Pos Gizi” (Ibu N, PKM Kelurahan Cipinang Muara) KESIMPULAN 1. Penyebab balita menderita gizi buruk di wilayah RW 13 Cipinang Muara adalah karena perilaku ibunya sendiri, antara lain ibu malas nyuapin anaknya dan ibu tidak tahu makanan yang bergizi untuk anaknya. 2. Proses pembetukan pos gizi yaitu menentukan wilayah yang akan dibentuk pos gizi, memobilisasi masyarakat serta

melatih nara sumber masyarakat, mempersiapkan penyelidikan, melakukan penyelidikan, merancang kegiatan pos gizi, melaksanakan kegiatan pos gizi bagi anakanak yang mengalami kekurangan gizi serta pengasuh mereka, mendukung perilaku baru melalui kunjungan rumah, mengulangi kegiatan pos gizi sesuai kebutuhan, dan memperluas program PD dan pos gizi pada masyarakat 3. Kegiatan pos gizi ada dua tahap yaitu 1) pelaksanaan pos gizi selama 10 hari yang meliputi konstribusi makanan, penimbangan berat badan hari 1 dan hari 10, memasak, permainan, mencuci tangan dengan sabun, pemberian cemilan, pesan kesehatan, menyuapi secara aktif , dan pembagian tugas untuk esok hari, 2) kunjungan rumah (2-3 hari setelah pos gizi) dilakukan kepada seluruh peserta pos gizi sebanyak 2 X kunjungan. Kunjungan rumah merupakan salah satu evaluasi hasil pelaksanaan pos gizi, yaitu kader dapat melihat langsung apakah ada perubahan perilaku ibu dalam memberikan makan

anak setelah mengikuti pos gizi. 4. Persepsi ibu terhadap kegiatan pos gizi bahwa pos gizi adalah kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan berat badan balita yang menderita gizi buruk. 5. Peran serta masyarakat dalam pelaksanaan pos gizi sangat tinggi antara lain memotivasi keluarga yang memiliki balita gizi buruk agar mau mengikuti pos gizi, membantu menyiapkan bahan makanan yang akan di masak secara bersama-sama, menyiapkan tempat dan alat yang akan digunakan dalam pelaksanaan pos gizi. 6. Hasil-hasil kegiatan yang dapat dicapai dalam kegiatan pos gizi adalah BB balita mangalami kenaikan, tingkat pengetahuan ibu meningkat terutama mengenai kesehatan pada balita, perilaku ibu berubah menjadi lebih baik dan kreatif dalam mengolah makanan dan memberi makan yang bergizi pada anak, anak jadi mau makan sayur dan ikan , anak selalu menghabiskan makanannya setiap kali makan dan anak mau berinteraksi dengan

yang lainnya. 7. Faktor pendukung dalam pelaksanaan pos gizi adalah partisipasi masyarakat yang sangat tinggi selain adanya bantuan dari puskesmas dan LSM Wahana Visi. Faktor penghambatnya adalah jumlah tenaga kesehatan sedikit, jumlah kader pos gizi sedikit, tidak ada dana khusus untuk pelaksanaan pos gizi dari puskesmas ataupun kelurahan, keluarga masih ada yang belum memahami tentang manfaat pos gizi. SARAN Bagi Pimpinan Puskesmas Cipinang Muara 1. Puskesmas diharapkan mau memberikan informasi yang jelas dan terbuka mengenai jumlah balita yang menderita gizi buruk di wilayahnya, sehingga memudahkan pihak lain untuk dapat membantu mengatasi permasalahan gizi buruk pada balita tersebut. 2. Gambaran pelaksanaan pos gizi yang telah dilakukan oleh RW 13 Cipinang Muara

dapat dijadikan sebagai suatu pedoman dalam melaksanakan pos gizi di wilayah binaan puskesmas lainnya. Hal ini dikarenakan hasil pelaksanaan pos gizi bukan hanya meningkatkan berat badan balita, tetapi juga merubah perilaku ibu serta meningkatkan pengetahuan ibu dalam memenuhi kebutuhan gizi balitanya. 3. Pos gizi yang telah dilakukan agar dapat terus dilaksanakan dengan pembinaan langsung oleh pihak Puskesmas, dimana keterlibatan Puskesmas lebih ditingkatkan lagi, tidak hanya dalam proses seleksi awal dan pada akhir pelaksanaan, tetapi perlu juga pemantauan dan pembinaan langsung pada saat kegiatan pos gizi dilaksanakan. 4. Puskesmas perlu memperluas jejaring kerja dan mitra pelaksanaan program lebih luas lagi terutama dalam upaya mengatasi gizi buruk balita, khususnya pada pelaksanaan pos gizi. Hal ini dilakukan karena masalah gizi buruk bukan masalah yang mudah untuk diatasi, perlu keterlibatan banyak pihak dalam menyelesaikannya.

5. Mengingat peran serta masyarakat yang diperlukan dalam pelaksanaan pos gizi ini sangat tinggi, maka Puskesmas harus lebih memperluas informasi tentang pelaksanaan pos gizi ini kepada masyarakat misalnya melalui program pelatihan kader pos gizi secara berkala dan terus menerus. Bagi perawat Perawat Puskesmas diharapkan mau berperan serta aktif dalam upaya mengatasi gizi buruk pada balita di keluarga dengan selalu mengembangkan potensi yang ada di dalam keluarga sehingga keluarga mampu mengatasi masalah kesehatannya secara mandiri. Bagi peneliti lain Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efektifitas pelaksanaan pos gizi dibandingkan dengan pemberian makanan tambahan yang dilakukan di Posyandu dalam mengatasi masalah gizi buruk pada balita.

DAFTAR PUSTAKA ACC/SCN (1992), Highlights of the World Nutrition, SCN News 8: 1-3 Dep.Kes. RI.(2005). Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005-2009. Jakarta : Dep.Kes RI Hungler, B.P. & Poltit, D.E. (1999). Nursing research: principles and methods. (Sixth Edition). Philadelphia: J.B. Lippincott Company. Kompas (2006), 14 juta lebih penduduk Indonesia menderita gizi buruk www.kompas.com. Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC Oxfam News (2005), Food Crisis In Timor Leste. www.oxfam.org.au

Penanggulangan gizi buruk (2005). www.dinkespurworejo.go.id Positive Deviance (2003) www.positive deviance.org Poskota (2006). Di Jakarta Ribuan Balita menderita gizi buruk. www.poskota.co.id Sacharin R. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC Sudinkesmas Jakarta Timur,(2005). Laporan tahunan program perbaikan gizi masyarakat Puskesmas Kecamatan Jatinegara tahun 2005. Tidak dipublikasikan. Wahlqvist (1997), Food and Nutrition Australia, Asia and the Pacific, St. Leonard, Allen & Unwin Wong DL (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta:EGC

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF