Point
October 2, 2017 | Author: Aris Zamrozi | Category: N/A
Short Description
Download Point...
Description
Ketidakpastian akan apa yang terjadi di masa depan merupakan suatu kondisi yang harus dihadapi oleh setiap perusahaan. Kejadian sesungguhnya kadang-kadang menyimpang dari perkiraan (expectation) ke salah satu dari dua arah, artinya, ada kemungkinan penyimpangan yang menguntungkan dan ada pula penyimpangan yang merugikan. Ketidakpastian yang menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah peluang (opportunity), sedangkan ketidakpastian yang menimbulkan akibat yang merugikan dikenal dengan istilah risiko (risk). Kerugian adalah penyimpangan yang tidak diharapkan karena mengandung risiko. risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau perusahaan dimana terdapat kemungkinan yang merugikan. Manajemen risiko didefinisikan sebagai proses identifikasi, pengukuran, dan kontrol dari sebuah risiko dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan tersebut. Manajemen risiko juga bisa disebut suatu pendekatan terstruktur dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman. Oleh karena itu, melalui manajemen risiko, diharapkan kerugian yang ditimbulkan dari ketidakpastian dapat dikurangi bahkan dihilangkan untuk kelangsungan kegiatan di PDAB. Mitigasi dengan cara memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu. Risiko rantai pasok di PDAB dapat terjadi di setiap business process yang ada seperti di source (misalnya procurement), make (misalnya produksi) dan delivery (misalnya distribusi produk jadi). Analisa risiko yang dilakukan didasarkan pada proses bisnis, dimana kerja proses bisnis didasarkan pada model SCOR. Dalam mengidentifikasi dan menganalisis risiko di penelitian ini menggunakan FMEA. Fmea merupakan suatu metode yang cukup popular dan FMEA ini sudah diresmikan sejak 1949 dan sudah dipakai Ford. Penggunaan FMEA karena disini akan dibahas secara detail mulai dari proses bisnisnya, potensi kegagalan, penyebab, akibatnya, pendeteksiannya dan diberi rankingnya aksi mitigasi risiko pakai Quality Function Deployment (QFD). dikembangan suatu formulasi nilai 1
indeks prioritas risiko untuk menentukan prioritas agen risiko yang akan dimitigasi. Pengembangan matriks house of risk (HOR) digunakan untuk memetakan framework yang terbentuk dan memetakan aksi mitigasinya (mitigation actions) dalam menangani agen resiko yang berpotensi timbul pada supply chain perusahaan. Dengan demikian hasil analisis serta aksi mitigasi risiko yang dilakukan mampu meminimalisir dampak kerugian yang ditimbulkan oleh kejadian risiko tersebut secara efektif. Rumusan Masalah -
Bagaimana mengetahui risiko rantai pasok di Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAB) dan menganalisanya.
-
Bagaimana mitigasi risikonya yang perlu dilakukan Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAB).
Tujuan Penelitian -
Mengetahui dan menganalisis risiko rantai pasok di industri pengelolaan air bersih khususnya di Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAB).
-
Merumuskan mitigasi risiko yang tepat dari risiko-risiko yang ada.
Manfaat Penelitian -
Para manajer Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAB) mengetahui risikorisiko yang kritis di perusahaannya.
-
Para manajer Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAB mengetahui bagaimana mitigasi yang perlu dilakukan terhadap risiko-risiko kritis tersebut.
Batasan Masalah -
Penelitian ini lebih didasarkan pada proses bisnis yaitu source, make and delivery dari kerangka kerja SCOR model.
Rantai pasok adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir (Pujawan dan Mahendrawati, 2010). Proses dari rantai pasok bertujuan 2
untuk memenuhi kebutuhan pelanggan mulai dari produksi sampai konsumen akhir. Rantai pasok mencakup keseluruhan interaksi antara pemasok, perusahaan manufaktur, distributor, dan konsumen (Siagian, 2005). Istilah Supply Chain Management atau Manajemen rantai pasok pertama kali dikemukakan oleh Oliver & Weber pada tahun 1982 (Oliver & Weber, 1982; Lambert et al. 1998). Kalau Supply Chain adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, SCM adalah metode, alat atau pendekatan pengelolaannya. Manajemen rantai pasok mencakup aktivitas untuk menentukan (1) product development, (2) procurement, purchasing atau supply, (3) planning dan control, (4) production, (5) distribution, serta (6) return. Tujuan dari pengelolaan rantai pasok adalah untuk membangun sebuah rantai pemasok yang memusatkan perhatian untuk memaksimalkan nilai bagi pelanggan. Risiko Rantai Pasok Risiko muncul karena ada kondisi ketidakpastian (Hanafi, 2009). Risiko juga dapat diartikan penyebaran dan atau penyimpangan dari target, sasaran, atau harapan. Manajemen risiko rantai pasok pada umumnya fokus pada risiko operasional. Menurut Muslich (2007), risiko operasional mempunyai dimensi yang luas dan kompleks dengan sumber risiko yang merupakan gabungan dari berbagai sumber yang ada dalam organisasi, proses dan kebijakan, sistem dan teknologi, orang, dan faktor-faktor lainnya. Demikian pula besaran kerugian risiko operasional juga semakin meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan semakin kompleksnya bisnis perusahaan dan teknologinya. Risiko operasional merupakan kerugian finansial yang disebabkan oleh kegagalan proses internal perusahaan, kesalahan sumber daya manusia, kegagalan sistem, kerugian yang disebabkan kejadian dari luar perusahaan, dan kerugian karena pelanggaran peraturan dan hukum yang berlaku. Dalam suatu rantai pasok, jika satu pelaku mengalami masalah dalam rantai pasok, maka akan berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung kepada mitra dalam jaringan rantai pasoknya. Proses manajemen resiko operasional adalah proses penanganan resiko yang dimulai dari proses pengenalan risiko operasional sampai mengendalikan risiko 3
operasional (Muslich, 2007). Analisis risiko rantai pasok merupakan bagian dari manajemen rantai pasok yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengurangi terjadinya kegagalan berbisnis dalam kondisi yang penuh dengan ketidakpastiaan. Proses Manajemen Risiko Menurut Hanafi (2009), Manajemen risiko pada dasrnya dilakukan melalui tiga proses yaitu identifikasi resiko, evaluasi dan pengukuran resiko, dan pengelolaan risiko. 2.3.1 Identifikasi Risiko Pada tahap ini mengidentifikasi apa saja risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Identifikasi risiko dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara yaitu analisis data historis, pengamatan dan survei, pengacuan (benchmarking), dan pendapat ahli. Prinsip dari analisis data historis adalah menggunakan berbagai informasi atau data mengenai segala sesuatu yang pernah terjadi, baik data primer maupun data sekunder. Prinsip dari pengamatan dan survei adalah melakukan investigasi secara langsung, pengamatan atau survei, on the spot. Prinsip dari pengacuan (benchmarking) adalah pertama-tama memilih acuan atau benchmark. Benchmark atau acuan adalah obyek yang memiliki kesamaan dengan obyek yang sedang diamati berkaitan dengan keberadaan risiko. Metode ini dapat diterapkan untuk melengkapi identifikasi risiko menggunakan metode analisis data historis dan metode pengamatan dan survei. Metode dengan menggunakan pendapat ahli dapat diperoleh dengan cara wawancara kepada satu orang, kepada sekelompok orang, atau melalui diskusi kelompok khusus, atau focus group discussion (FGD). Pengukuran Risiko Langkah berikutnya adalah mengukur dan mengevaluasi risiko tersebut. Tujuan evaluasi risiko adalah untuk memahami karateristik risiko dengan lebih baik. Pengukuran risiko mengacu pada dua faktor yaitu faktor kuantitas risiko dan faktor kualitas risiko. Kuantitas risiko terkait dengan berapa banyak nilai, atau eksposur yang rentan terhadap risiko. Kualitas risiko terkait dengan kemungkinan
4
suatu risiko muncul. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi, semakin tinggi pula risikonya. Model Pengelolaan Risiko Pengelolaan
risiko
dapat
dikelompokkandilakukan
secara
konvensional,
penetapan model risiko dan struktur organisasi pengelolaan risiko. Tahap ini adalah tahap memilih metode manajemen yang akan digunakan untuk mencegah atau mengurangi risiko yang akan terjadi, baik secara parsial atau menyeluruh, sehingga mampu meminimalkan dampak terhadap pengoperasian rantai pasok. FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) Didalam mengevaluasi perencanaan sistem dari sudut pandang reliability, failure modes and effect analysis (FMEA) merupakan metode yang vital. FMEA ini diresmikan pada tahun 1949 oleh Angkatan Bersenjata Amerika Serikat dengan memperkenalkan dokumen Prosedur Militer (MIL - P) – 1629 (procedur for performing a failure modes effect and criticality analysis) (Carlson, 2012). Tujuannya adalah untuk mengklasifikasikan kegagalan dan memiliki dampak terhadap keberhasilan personil / peralatan dan keselamatan misi. FMEA kemudian diadopsi dalam program luar angkasa Apollo untuk mengurangi risiko untuk bisa membawa manusia ke bulan dan bisa kembali dengan selamat ke bumi. Pada akhir tahun 1970, Ford Motor Company memperkenalkan FMEA untuk industri otomotif untuk keselamatan dan peraturan pertimbangan setelah urusan Pinto. Mereka juga digunakan untuk meningkatkan produksi dan desain. Pada 1980-an, industri otomotif mulai menggunakan FMEA dengan standarisasi struktur dan metode melalui Automotive Industry Action Group. Meskipun dikembangkan oleh militer, metode FMEA sekarang banyak digunakan dalam berbagai industri termasuk pengolahan semikonduktor, jasa makanan, plastik, perangkat lunak, otomotif, dan kesehatan.
2.4.1 Pengertian FMEA (failure mode and effect analysis)
5
FMEA (failure mode and effect analysis) adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah mode kegagalan (failure mode) (gaspers, 2002). FMEA merupakan suatu analisis teknik yang dilakukan oleh tim fungsional untuk menganalisis desain produk atau proses manufaktur awal dalam proses pengembangan produk (Carlson, 2012). Suatu mode
kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang telah ditetapkan, atau perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu. Dalam menjalankan suatu aktivitas bisnis akan selalu ada risiko-risiko mode kegagalan sehingga diperlukannya suatu alat untuk mengidentifikasi dan mencegah dari suatu mode kegagalan. Hal ini penting dilakukan agar bisa dilakukan tindakan preventif dengan cepat dan tepat.
2.4.2
Dasar FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) FMEA merupakan salah satu alat dari Six Sigma untuk mengidentifikasi
sumber-sumber atau penyebab dari suatu masalah kualitas. FMEA adalah metode yang dirancang untuk (Carlson, 2012) : 1.
Mengidentifikasi dan memahami potensi kegagalan dan penyebabnya serta efek dari kegagalan sistem atau pengguna akhir untuk suatu produk atau proses tertentu.
2. Menilai risiko yang berkaitan dengan kegagalan yang telah diidentifikasi efek dan penyebab serta memprioritaskan untuk tindakan korektif . 3. Mengidentifikasi dan melakukan tindakan korektif untuk mengatasi masalah yang paling serius. 2.5
Quality Function Deployment (QFD) Quality Function Deployment merupakan suatu metode yang dapat dipakai
untuk mengembangkan desain produk dengan menghubungkan kebutuhan konsumen dengan karakteristik produk secara sistematis. Metode ini dapat membuat konversi dari kebutuhan konsumen ke dalam karakteristik mutu. Pada awalnya, QFD dipakai untuk mendukung proses perencanaan produk dan 6
pengembangan produk, namun saat ini QFD telah dipakai secara luas untuk mendukung berbagai macam proses perencanaannya lainnya. Cohen (1995) mendefinisikan QFD sebagai berikut: “merupakan sebuah metode untuk perencanaan dan pengembangan produk secara terstruktur yang berguna bagi tim pengembangan Produk dalam mendefinisikan keinginan dan kebutuhan pelanggan secara jelas dan kemudian mengevaluasi kemampuan tiap produk yang diusulkan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut secara sistematis.” QFD dapat menggambarkan suatu hubungan formal antara tujuan (“whats”) dan respon (“hows”). QFD juga merupakan metode yang sistematik dalam penentuan prioritas dan menjadi sumber informasi yang sangat berguna. Proses dari Quality Function Deployment melibatkan pembentukan satu atau lebih matriks. Pada penelitian ini akan menggunakan House of Risk (HOR) yang merupakan pengembangan dari metode QFD untuk merancang suatu strategi mitigasi yang timbul pada rantai pasok. Penggunaan HOR agar strategi mitigasi yang dibuat bisa tepat mengatasi risiko-risiko yang ada sehingga diharapkan risikotersebut benar-benar bisa diatasi.
7
View more...
Comments