TTD MAHASISWA
LAPORAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH PDGK 4501 PEMANTAPAN KEMAMPUAN PROFESIONAL
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PRO PROBLE BLE M BAS BASE E D LE ARNI NG DI KELAS V SD NEGERI 113 PEKANBARU
Disusun Oleh: (MASDIANA) NIM : 835667177
[email protected] email:
[email protected] email:
Supervisor I: Rica Verona, M.Pd.
Pokjar : SUKAJADI
PROGRAM S1 PGSD UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH UNIVERSITAS TERBUKA PEKANBARU 2017
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI FPB DAN KPK DENGAN PENDEKATAN PRO PROBLE BLE M BASED LEARNI NG KELAS V SD NEGERI 113 PEKANBARU TAHUN PELAJARAN 2017/2018
MASDIANA NIM : 835667177 835667177 email:
[email protected] email:
[email protected] ABSTRAK
Rendahnya hasil belajar siswa juga merupakan implikasi dari rendahnya aktivitas dan hasil hasil belajar Matematika. Diperoleh Diperoleh keterangan bahwa rendahnya hasil belajar yang belum memenuhi standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu hanya mencapai nilai rata-rata 46 dengan ketuntasan belajar klasikal 35.5% pada pembelajaran matematika. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui peningkatan hasil belajar Matematika siswa khususnya pada materi menentukan KPK dan FPB, setelah menggunakan Pendekatan PBL. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SDN 113 Pekanbaru tahun ajaran 2017/ 2018 dengan jumlah siswa sebanyak 31 orang. Sedangkan objek dari penelitian ini adalah menggunakan Pendekatan PBL untuk meningkatkan hasil belajar Matematika siswa. Dari analisis data dapat diketahui hasil belajar Matematika, aktivitas guru dan siswa pada siklus I siklus II mengalami peningkatan. Pada skor dasar sebelum menggunakan pendekatan Problem Based Learning ketuntasan ket untasan hasil belajar siswa hanya mencapai 35,5 % dengan rata-rata rata -rata nilai 46. Setelah dilaksanakan penelitian dengan menggunakan Pendekatan Problem Based Learning hasil belajar Matematika siswa kelas V SDN 113 Pekanbaru meningkat yaitu pada siklus I persentase ketuntasan menjadi 61,3% dengan rata-rata nilai 65,2. Siklus II juga mengalami peningkatan persentase ketuntasan belajar yaitu sebesar 90,3% dengan rata-rata sebesar 82,4. Aktivitas guru pada siklus I pertemuan pertama dengan persentase 85% kategori baik. Pertemuan dua persentase sebesar 90% kategori amat baik. Pada siklus II Pertemuan tiga, persentase sebesar 95% kategori amat baik. Pertemuan empat persentase sebesar 100% kategori amat baik. Aktivitas siswa siklus I pertemuan pertama persentase sebesar 65% kategori cukup. Pertemuan dua, persentase sebesar 75% kategori baik. Pada siklus II pertemuan tiga, persentase per sentase sebesar s ebesar 85% kategori amat baik. Pertemuan empat persentase sebesar 95% kategori amat baik.Berdasarkan hasil penelitian dari analisis tindakan dapat disimpulkan bahwa menggunakan Pendekatan Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar Matematika dengan baik. Dengan kata lain, Pendekatan Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas V SDN 113 Pekanbaru.
K ata kunci : : Matematika, Hasil belajar, Model Problem Based Learning x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu yang universal, artinya sebagian besar disiplin ilmu yang ada, secara langsung maupun tak langsung memanfaatkan konsep matematika. Matematika dapat membantu terbentuknya kemampuan bernalar pada diri siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir logis, kritis, sistematis, dan memiliki sifat objektif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, memiliki kepribadian yang baik dan mempunyai keterampilan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya matematika dalam kehidupan dapat dirasakan dan dilihat dari diajarkannya pelajaran matematika di setiap jenjang j enjang pendidikan. Bahkan untuk mempelajari ilmu lain diperlukan keterampilan matematika yang sesuai. Hal ini berarti bahwa kemampuan matematika menjadi harus dimiliki oleh setiap masyarakat terutama siswa di sekolah. Hal di atas sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang dikemukakan oleh Depdiknas. Depdiknas. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2007:42) tentang standar isi, pelajaran matematika diberikan kepada siswa Sekolah Dasar (SD) bertujuan agar siswa: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat pola, melakukan manipulasi matematika
dalam
membuat
generalisasi,
menyusun
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
bukti,
atau
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Menghasil belajarkan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan tujuan tersebut, aspek aktivitasdan hasil belajar merupakan dua kemampuan yang harus dimiliki dan dikembangkan oleh siswa. Pembelajaran matematika di SD harus dapat menyiapkan siswa untuk memiliki kemampuan bernalar dan berhasil belajar secara Matematika sebagai bekal untuk menghadapi tantangan perkembangan dan perubahan. Saat seorang siswa dihadapkan pada suatu persoalan matematika untuk diselesaikan, pada saat yang sama seorang siswa tersebut diharapkan untuk menggunakan konsep yang telah mereka miliki dari berbagai sumber, mengkaitkan
konsep-konsep
memecahkan
masalah.
tersebut
Aktivitas
dan
memegang
mengaplikasikan
untuk
peranan
dalam
penting
pemecahan masalah tersebut untuk menyusun pola menurut interpretasi terhadap masalah yang siswa miliki yang dibutuhkan untuk membuat suatu kesimpulan pemecahan masalah. Setelah siswa memiliki suatu penyelesaian masalah, informasi yang mereka miliki tentu saja perlu dihasil belajarkan dengan simbol atau media lain untuk memperjelas penyelesaian masalah sehingga dapat dimengerti oleh siswa lain. Namun,
karena matematika
merupakan bahasa yang melambangkan makna dari serangkaian pernyataan yang dilambangkan dengan simbol, diagram dan tabel, maka siswa kurang mampu memahaminya dengan baik. Ketika siswa ditantang untuk berfikir dan memberi alasan suatu persoalan matematika dan menyampaikan gagasannya kepada orang lain, siswa diberi kesempatan untuk membangun pengertiannya. Akan tetapi, karena pada matematika sering dihadapkan pada simbol-simbol matematika, maka penyampaian ide matematika secara lisan maupun tulisan
tidak terlalu dianggap penting. Akibatnya siswa juga tidak dapat secara jelas untuk menghasil belajarkan ide-ide matematika mereka (NCTM, 2000:60). Berdasarkan hasil UTS yang penulis dapat hari Selasa tanggal 27 Agustus 2016 dengan guru mata pelajaran matematika kelas V B SD Negeri 113 Pekanbaru terlihat bahwa pembelajaran matematika lebih banyak diprioritaskan
pada
pemberian
konsep-konsep,
sehingga
penguasaaan
kemampuan lain seperti halnya aktivitasdan hasil belajar Matematika menjadi terabaikan sehingga aktivitas siswa kurang aktif. Akibatnya, siswa mengalami kesulitan menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah yang melibatkan aktivitas dan hasil belajar. Dalam pembelajaran, siswa kurang mampu menggunakan konsep-konsep matematika yang telah diajarkan secara benar dan tepat. Siswa hanya dapat mengerjakan soal yang telah diberikan contoh soalnya, mengikuti prosedur pengerjaan soal yang diajarkan guru dan cenderung menghapal rumus-rumus. Siswa akan mengalami kesulitan menyelesaikan permasalahan nonrutin nonrutin yang membutuhkan pemikiran yang mendalam dan strategi pemecahan masalah yang tepat. Dalam penemuan konsep masih guru yang memberikan dan siswa kurang dilibatkan secara aktif dalam proses penemuan konsep tersebut sehingga pembelajaran matematika menjadi kurang bermakna bagi siswa. Saat menyelesaikan soal yang mengandung masalah kontekstual atau pemecahan masalah, siswa masih kesulitan untuk memahami maksud dari soal. Selain itu, siswa juga mengalami kesulitan dalam menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematik. Siswa biasanya langsung memberikan hasil akhir dari soal yang diberikan tanpa menjelaskan bagaimana jawaban itu didapatkan. Hal ini terlihat bahwa penalaran dan kemampuan siswa dalam menggunakan konsep dan prosedur dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, serta menghasil belajarkan ide atau gagasan yang siswa punya ketika diberikan suatu permasalahan masih lemah dan belum terealisasikan dengan baik. Jika siswa paham dengan konsep yang diberikan, maka siswa dapat menghasil belajarkan baik secara lisan maupun tulisan apa yang siswa tahu.
Rendahnya hasil belajar siswa juga merupakan implikasi dari rendahnya aktivitas dan hasil belajar Matematika siswa dalam menyelesaikan soal. Hal ini terlihat dari rendahnya nilai ujian matematika pada MID semester 1 di kelas VB SD Negeri 113 Pekanbaru. Diperoleh keterangan bahwa rendahnya hasil belajar yang belum memenuhi standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu hanya mencapai nilai rata-rata 46 dengan ketuntasan belajar klasikal 35.5% pada pembelajaran matematika (Lampiran 1). Beberapa penyebab banyaknya siswa yang belum mencapai KKM diduga karena aktivitasdan hasil belajar Matematika yang masih rendah. Jika siswa belum belum bisa melakukan penalaran dan menghasil belajarkan suatu permasalahan atau soal matematika maka siswa akan cenderung tidak dapat menyelesaikan dan menjawab soal tersebut dengan benar. Pembelajaran matematika di kelas juga belum diawali dengan penggunaan konteks nyata atau suatu s uatu masalah kontekstual yang sesuai dengan lingkungan yang dialami atau dapat dibayangkan siswa. Guru sebaiknya mengawali pembelajaran dengan memberikan sebuah soal yang mengandung masalah kontekstual dan pemecahan masalah yang melibatkan siswa untuk memikirkan bagaimana strategi atau langkah penyelesaiannya. Permasalahan kontekstual tersebut akan membuka skemata atau pengetahuan awal yang sudah diketahui siswa dengan konsep baru yang akan dipelajari, sehingga akan memudahkan bagi siswa untuk memahami dan mengkaitkan konsep baru tersebut. Dalam proses belajarnya siswa cenderung belum menggunakan apa yang sudah mereka ketahui sebelumnya. Guru bersikap cenderung memberi tahu konsep dan cara menggunakannya. Jadi, siswa hanya belajar sesuai dengan contoh yang diberikan guru dan soal-soal yang diberikan kepada siswa hanya soal tertutup. Di dalam penyelesaian masalah, siswa juga tidak dibiasakan menggunakan model atau alat peraga yang dikembangkan siswa sendiri. Padahal model tersebut merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal.
Guru
dalam
pembelajaran
di
kelas
belum
mengaitkan
dengan
pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa dan kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. Seharusnya siswa yang aktif mengkonstruksi sendiri bahan matematika berdasarkan fasilitas dengan lingkungan belajar belaj ar yang disediakan dis ediakan guru, secara aktif menyelesaikan soal dengan cara siswa masing-masing. Siswa seharusnya diberi waktu yang cukup untuk membuat dugaan dan mendiskusikannya di dalam kelas sebelum mencoba mencari jawaban yang benar melalui perhitungan. Selain
itu,
keterkaitan
topik pembelajaran
suatu bahan
matematika terkait dengan berbagai topik matematika belum terintegrasi dengan jelas. Di dalam pembelajaran, interaksi yang terjadi juga belum optimal. Interaksi hanya antara guru dengan siswa melalui kegiatan tanya jawab, sedangkan interaksi antara siswa dengan siswa belum tampak. Guru sudah menerapkan pembelajaran dengan diskusi, namun para siswa belum dibiasakan dalam pembelajaran untuk memberikan argumen terhadap setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh temannya sehingga kemampuan hasil belajarnya masih lemah. Peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan mengadakan perubahan dalam pembelajaran. Dalam hal ini, perlu dirancang suatu pembelajaran yang membiasakan siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, sehingga siswa lebih memahami konsep yang diajarkan se serta rta mampu menghasil belajarkan pemikirannya baik dengan guru, teman maupun terhadap materi matematika itu sendiri. Agar siswa bisa termotivasi, menyenangi belajar matematika dan mempunyai sikap positif terhadap matematika maka diperlukan upaya untuk menciptakan suatu pembelajaran yang bermakna bagi siswa dalam belajar. Salah satu pendekatan yang diduga dapat mengatasi masalah di atas adalah dengan menggunakan pendekatan Problem Based Learning atau disingkat PBL. Problem Based Learning merupakan pembelajaran yang menekankan pada pentingnya konteks nyata yang dikenal siswa dan proses konstruksi
pengetahuan matematika oleh siswa sendiri (Tarigan, 2006:3). Menurut Wijaya (2012:20), kebermaknaan konsep matematika merupakan konsep utama dari pendekatan Problem Based Learning . Proses belajar siswa hanya akan terjadi jika pengetahuan yang dipelajari bermakna bagi siswa. Suatu pengetahuan akan menjadi bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran dilaksanakan
dalam
suatu
konteks
atau
pembelajaran
menggunakan
permasalahan realistik. Suatu masalah disebut realistik jika masalah tersebut dapat dibayangkan/nyata dalam pikiran siswa. Pembelajaran dalam Problem Based Learning diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata), melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep
yang lebih
komplit. Kemudian,
siswa
dapat
mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). mathematization). Dalam Problem Dalam Problem Based Learning , siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah yang dekat dengan dunia nyata. Selain itu, proses interaksi pada siswa dengan guru guru maupun antar antar siswa merupakan hal yang mendasar dalam Problem Based Learning. Bentuk bentuk interaksi i nteraksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, persetujuan, pers etujuan, ketidaksetujuan, pertanyaan atau refleksi, digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal yang diperoleh siswa. Sehubungan dengan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk memberikan solusi agar aktivitas dan hasil belajar matematika di kelas V SD lebih ditingkatkan. Untuk itu penulis akan melaksanakan penelitian dengan judul: ”Peningkatan Hasil Belajar Matematika Materi FPB dan KPK dengan Pendekatan Problem Pendekatan Problem Based Learning di Kelas VB SD Negeri Negeri 113 Pekanbaru Tahun Peljarn 2017 / 2018”. 2018”.
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut.
a. Pembelajaran matematika lebih diprioritaskan pada pemberian konsep,
sehingga aktivitas dan hasil belajar Matematika kurang. b. Siswa belajar sesuai dengan contoh yang diberikan guru dan soal-soal yang diberikan kepada siswa hanya soal-soal tertutup. c. Pemanfaatan media masih kurang. d. Siswa belum dibiasakan dalam pembelajaran untuk memberikan argumen atau tanggapan sehingga kemampuan hasil belajarnya masih lemah. e. Pembelajaran matematika di kelas belum diawali dengan penggunaan konteks nyata atau suatu masalah kontekstual f. Siswa jarang menggunakan model yang dikembangkan siswa sendiri dan dan kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. g. Ketuntasan belajar siswa rendah dengan rata-rata 67 masih dibawah kriteria yang ditentukan yaitu 70 . 2. Analisis Masalah
Berdasarkan uraian diatas dan pengalaman belajar yang dilakukan, maka pada materi pembelajaran menentukan FPB menghasilkan beberapa analisis masalah sebagai berikut : a. Guru dalam memmberikan pembelajaran matematika lebih diprioritaskan pada pemberian konsep, sehingga aktivitas dan hasil belajar Matematika kurang. b. Guru memberikan soal-soal yang diberikan kepada siswa hanya soal-soal tertutup, tidak soal yang bersifat terbuka. c. Guru dalam memanfaatan media masih kurang. d. Guru belum membiasakan siswa dalam proses pembelajaran untuk memberikan argumen atau tanggapan sehingga kemampuan hasil belajarnya masih lemah. e. Guru belum mengajarkan pembelajaran matematika di kelas diawali dengan penggunaan konteks nyata atau suatu masalah kontekstual f. Guru masih jarang menggunakan model yang dikembangkan siswa sendiri dan dan kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan
mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. g. Ketuntasan belajar siswa rendah dengan rata-rata 67 masih dibawah kriteria yang ditentukan yaitu 70 .
3. Alternatif dan Prioritas Pemecahan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan masalah yang teridentifikasi di atas, penelitian ini difokuskan pada bagaimana peningkatan aktivitas dan hasil belajar Matematika
siswa dengan pendekatan Problem Based Learning di
kelas VB SD Negeri 113 Pekanbaru. Pekanbaru. Problem Based Learning merupakan pembelajaran yang menekankan pada pentingnya konteks nyata yang dikenal siswa dan proses konstruksi pengetahuan matematika oleh siswa sendiri (Tarigan,
2006:3).
Menurut
Wijaya
(2012:20),
kebermaknaan
konsep
matematika merupakan konsep utama dari pendekatan Problem Based Learning . Proses belajar siswa hanya akan terjadi jika pengetahuan yang dipelajari bermakna bagi siswa. Suatu pengetahuan akan menjadi bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran dilaksanakan dalam suatu konteks atau pembelajaran menggunakan permasalahan realistik. Suatu masalah disebut realistik jika masalah tersebut dapat dibayangkan/nyata dalam pikiran siswa. Model PBL merupakan sebuah cara yang memanfaatkan masalah untuk menimbulkan aktivitas belajar, menurut Putra (2012:67) “Model Problem Based Learning menekankan menekankan keaktifan peserta didik, dalam model ini peserta didik dituntut aktif dalam memecahkan memecahkan suatu masalah”. Tujuan model PBL menurut Amir (2010:27) adalah “(1) Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar, (2) Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan, (3) Mendorong untuk berpikir, (4) Membangun kerja tim, (5) Membangun kecakapan belajar, (6) Memotivasi pembelajar”. Sejalan dengan itu Rusman (2012:238) menyatakan tujuan model PBL adalah “Penguasaan isi
belajar dari disiplin heuristic heuristic dan pengembangan keterampilan pemecahan masalah”. Lebih lanjut Trianto (2009:94) mengemukakan bahwa model PBL bertujuan untuk: “(1) Membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah, (2) Belajar peranan orang dewasa yang autentik, (3) Menjadi pembelajar yang mandiri.
Keungggulan Pembelajaran dalam Problem Based Learning diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata), melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian, siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata (applied (applied mathematization). mathematization). B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana peningkatan hasil belajar Matematika
dengan pendekatan
Problem Based Learning di kelas VB SD Negeri 113 Pekanbaru? 2. Bagaimana peningkatan aktivitas Matematika
dengan pendekatan
Problem Based Learning di kelas VB SD Negeri 113 Pekanbaru?
C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran Pembelajaran
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: 1. Peningkatan hasil belajar Matematika dengan pendekatan Problem Based Learning di kelas VB SD Negeri 113 Pekanbaru. 2. Peningkatan aktivitas Matematika
dengan
pendekatan Problem Based
Learning di kelas VB SD Negeri 113 Pekanbaru.
D. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik yang bersifat teoritis maupun praktis. 1. Manfaat Teoritis. a. Sesuai dengan bidang kajian peneliti yaitu bidang keguruan dan ilmu pendidikan,
diharapkan
hasil
penelitian
ini
dapat
memberikan
kontribusi teoritis mengenai penggunaan pendekatan pembelajaran Problem Based Learning di SD sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa. b. Untuk memperluas wawasan dan keterampilan dalam menggunakan berbagai pendekatan dalam pembelajaran, khususnya pendekatan Problem Based Learning untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Matematika di kelas V SD. c. Sebagai pengembangan ilmu pendidikan sehingga dapat membantu penelitian berikutnya terutama dalam mata pelajaran matematika di SD. 2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa Meningkatnya aktivitas dan hasil belajar Matematika
melalui
pengembangan kreativitas dan keaktifan siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran khususnya pendekatan Problem Based Learning . b. Bagi Guru Diperolehnya pendekatan pembelajaran yang tepat dan bervariasi dalam pembelajaran matematika di kelas V SD serta diharapkan menjadi bahan referensi bagi guru mata pelajaran matematika. c. Bagi Sekolah Memberikan masukan bagi sekolah dalam usaha perbaikan proses pembelajaran matematika, matemati ka, sehingga berdampak pada peningkatan mutu sekolah. d. Bagi Kepentingan Pendidikan Nasional
Meningkatkan sumber daya manusia, mutu pendidikan nasional melalui proses pendidikan dan pengajaran secara optimal.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Tindakkan Kelas
PTK
digunakan
untuk
pemecahan
masalah
praktis
dan
untuk
meningkatkan proses pembelajaran. Alasan yang digunakan untuk melakukan PTK dapat meningkatkan
pendidikan kearah perbaikan perbaikan terhadap proses
pembelajaran, karena dengan PTK dapat meningkatkan proses pembelajaran lebih baik.
PTK
merupakan
kolaborasi
yang
melibatkan
partisipasi
aktif.
PTK
memerlukan gagasan dan asumsi untuk melihat secara sistematis bukti yang menantang, dengan PTK memungkinkan untuk memberikan pemikiran kepada orang lain dan orang lain menjadi kritis menganalisis. Menurut Natawidjaja sifat-sifat PTK (dalam Ekawarna, 2013:7) adalah: (1) PTK merupakan penelitian yang direncanakan dan dilaksanakan dalam seting (ruang kelas) tertentu. Oleh karena itu PTK bersifat situasional atau kontekstual, (2) PTK bertujuan mencari pemecahan praktis atas permasalahan yang bersifat lokal dan/atau mencari caracara untuk meningkatkan kualitas suatu sistem dalam setting tertentu yang juga bersifat lokal, (3) PTK terdiri dari siklus-siklus yang meliputi perencanaan ( planning), planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi ((reflecting), ((reflecting), ( 4) 4) PTK bersifat partisipasif, (5) PTK cendrung bersifat kualitatif, (6) PTK bersifat reflektif. PTK dilakukan untuk melakukan perbaikan pada diri pendidik, pengalaman kerja pendidik, dilaksanakan secara sistematis, terencana, dan sikap mawas diri Kemmis dan Mc Taggart (dalam Hariyanto, 2010:99). Karakter PTK adalah: “(1) dirancang atas permasalahan nyata, (2) diterapkan secara kontekstual, (3) terarah pada peningkatan kinerja pendidik di kelas, (4) bersifat fleksibel,(5) data diperolah langsung dari pengamatan atau perilaku dan refleksi,(6) bersifat situasional dan spesifik”. spesifik”. Berdasarkan pendapat diatas PTK merupakan penelitan sifatnya situasional,terarah data diperoleh dari pengamatan langsung, pelaksanaan penelitian dimulai dari perencanaan p erencanaan ( planning), tindakan tindakan(acting), (acting), pengamatan pengamatan 11 (observing), dan refleksi ((reflecting) ((reflecting)..
B. Karakteris Karakteristik tik Peserta Didik
Menurut Erikson perkembangan psikososial pada usia enam sampai pubertas, anak mulai memasuki dunia pengetahuan dan dunia kerja yang luas. Peristiwa penting pada tahap ini anak mulai masuk sekolah, mulai dihadapkan dengan tekhnologi masyarakat, di samping itu proses belajar mereka tidak hanya terjadi di sekolah. Sedang menurut Thornburg (1984) anak sekolah dasar
merupakan individu yang sedang berkembang, barang kali tidak perlu lagi diragukan keberaniannya. Setiap anak sekolah dasar sedang berada dalam perubahan fisik fis ik maupun mental mengarah yang lebih baik. Tingkah laku mereka dalam menghadapi lingkungan sosial maupun non sosial meningkat. Anak kelas empat, memilki kemampuan tenggang rasa dan kerja sama yang lebih tinggi, bahkan ada di antara mereka yang menampakan me nampakan tingkah laku mendekati tingkah laku anak remaja permulaan. Menurut Piaget ada lima faktor yang menunjang perkembangan intelektual yaitu : kedewasaan (maturation), pengalaman fisik ( physical experience), experience), penyalaman logika matematika (logical mathematical experience), experience), transmisi sosial ( social social transmission), transmission), dan proses keseimbangan (equilibriun (equilibriun)) atau proses pengaturan sendiri ( self-regulation self-regulation)) Erikson mengatakan bahwa anak usia sekolah dasar tertarik terhadap pencapaian hasil belajar. Piaget mengidentifikasikan tahapan perkembangan intelektual yang dilalui anak yaitu : (a) tahap sensorik motor usia 0-2 tahun, (b) tahap operasional usia 2-6 tahun, (c) tahap opersional kongkrit usia 7-11 atau 12 tahun, (d) tahap operasional formal usia 11 atau 12 tahun ke atas. Seperti dikatakan Darmodjo (1992) anak usia sekolah dasar adalah anak yang sedang mengalami perrtumbuhan baik pertumbuhan intelektual, emosional maupun pertumbuhan badaniyah, di mana kecepatan pertumbuhan anak pada masing-masing aspek tersebut tidak sama, sehingga terjadi berbagai variasi tingkat pertumbuhan dari ketiga aspek tersebut. Ini suatu faktor yang menimbulkan adanya perbedaan individual pada anak-anak sekolah dasar walaupun
mereka
dalam
usia
yang
sama.
Dengan karakteristik siswa yang telah diuraikan seperti di atas, guru dituntut untuk dapat mengemas perencanaan dan pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa dengan baik, menyampaikan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar kehidupan siswa sehari-hari, sehingga materi pelajaran yang dipelajari tidak abstrak dan lebih bermakna bagi anak. Selain itu, siswa hendaknya diberi
kesempatan untuk pro aktif dan mendapatkan pengalaman langsung baik secara individual
maupun
dalam
kelompok.
Karakteristiknya peserta didik antara lain: 1. Senang bermain Maksudnya dalam usia yang masih dini anak cenderung untuk ingin bermain dan menghabiskan waktunya hanya untuk bermain karena anak masih polos yang dia tahu hanya bermain maka dari itu agar tidak megalami masa kecil kurang bahagia anak tidak boleh dibatasi dalam bermain. Sebagai calon guru SD kita harus mengetahui karakter anak sehingga dalam penerapan metode atau model pembelajaran bisa sesuai dan mencapai sasaran, misalnya model pembelajran yang santai namun serius, bermain sambil belajar, serta dalam menyusun jadwal pelajaran pelaj aran yang berat (IPA, matematika matemati ka dll.) dengan diselingi pelajaran yang ringan(keterampilan, olahraga dll.) 2. Senang bergerak. Anak senang bergerak maksudnya dalam masa pertumbuhan fisik dan mentalnya anak menjadi hiperaktif lonjak kesana kesini bahkan seperti merasa tidak capek mereka tidak mau diam dan duduk saja menurut pengamatan para ahli anak duduk tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, kita sebagai calon guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. 3. Senang bekerja dalam kelompok Anak senang bekerja dalam kelompok maksudnya sebagai seorang manusia, anak-anak juga mempunyai insting sebagai makhluk social yang bersosialisasi dengan orang lain terutama teman sebayanya, terkadang mereka membentuk suatu kelomppok tertentu untuk bermain. Dalam kelompok tersebut anak dapat belajar memenuhi aturan aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah raga, belajar keadilan dan demokrasi. Hal ini dapat
membawa implikasi buat kita sebagai calon guru agar menetapkan metode atau model belajar kelompok agar anak mendapatkan pelajaran seperti yang telah disebutkan di atas, guru dapat membuat suatu kelompok kecil misalnya 3-4 anak agar lebih mudah mengkoordinir karena terdapat banyak perbedaan pendapat dan sifat dari anak-anak tersebut t ersebut dan mengurangi pertengkaran pert engkaran antar anak dalam satu kelompok. Kemudian anak tersebut diberikan tugas untuk mengerjakannya bersama, disini anak harus bertukar pendapat anak menjadi lebih menghargai pendapat orang lain juga. 4. Senang merasakan/ melakukan sesuatu secara langsung. Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep konsep baru dengan konsep-konsep lama. Jadi dalam pemahaman anak SD semua materi atau pengetahuan yang diperoleh harus dibuktikan dan dilaksanakan sendiri agar mereka bisa paham dengan konsep awal yang diberikan. Berdasarkan pengalaman ini, siswa membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, pera jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Dengan demikian kita sebagai calon guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. 5. Anak cengeng. Pada umur anak SD, anak masih cengeng dan manja. Mereka selalu ingin diperhatikan dan dituruti semua keinginannya mereka masih belum mandiri dan harus selalu dibimbing. Di sini sebagai calon guru SD maka kita harus membuat metode pembelajaran tutorial atau metode bimbingan agar kita dapat selalu membmbing dan mengarahkan anak, membentuk mental anak agar tidak cengeng. 6. Anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain.
Pada pendidikan dasar yaitu SD, anak susah dalam memahami apa yang diberikan guru, disini guru harus dapat membuat atau menggunakan metode yang tepat misalnya dengan cara metode ekperimen agar anak dapat memahami pelajaran yang diberikan dengan menemukan sendiri inti dari pelajaran yang diberikan sedangkan dengan ceramah yang dimana guru Cuma berbicara didepan membuat anak malah tidak memahami isi dari apa yang dibicarakan oleh gurunya. 7. Senang diperhatikan. Di dalam suatu interaksi social anak biasanya mencari perhatian teman atau gurunya mereka senang apabila orang lain memperhatikannya, dengan berbagai cara dilakukan agar orang memperhatikannya. Di sini peran guru untuk mengarahkan perasaan anak tersebut dengan menggunakan metode tanya jawab misalnya, anak yang ingin diperhikan akan berusaha menjawab atau bertantya dengan guru agar anak lain beserta guru memperhatikannya. 8. Senang meniru Dalam kehidupan sehari hari anak mencari suatu figur yang sering dia lihat dan dia temui. Mereka kemudian menirukan apa yang dilakukan dan dikenakan orang yang ingin dia tiru tersebut. Dalam kehidupan nyata banyak anak yang terpengaruh acara televisi dan menirukan adegan yang dilakukan disitu, Contoh lain yang biasanya ditiru adalah seorang guru yang menjadi pusat perhatian dari anak didiknya. Kita sebagai calon guru harus menjaga tindakan, sikap, perkataan, penampilan yang bagus dan rapi agar dapat memberikan contoh yang baik untuk anak didik kita.
C. Karakteris Karakteristik tik Matematika
Secara umum karakteristik matematika adalah: (1) memiliki objek kajian yang abstrak, (2) mengacu pada kesepakatan, (3) berpola pikir deduktif, (4) konsisten dalam sistemnya, (5) memiliki simbol yang kosong dari arti, (6) memperhatikan semesta pembicaraan.
1. Memiliki objek kajian yang bersifat abstrak. Objek matematika adalah objek mental atau pikiran. Oleh karena itu bersifat abstrak. Objek kajian matematika yang dipelajari di sekolah adalah fakta, konsep, operasi (skill), dan prinsip. Fakta adalah sebarang permufakatan atau kesepakatan atau konvensi dalam matematika. Fakta matematika meliputi istilah (nama) dan simbol atau notasi atau lambang. Konsep adalah ide (abstrak) yang dapat digunakan atau memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan atau menggolongkan suatu objek, sehingga objek itu termasuk contoh konsep atau bukan konsep. Suatu konsep dipelajari melalui definisi. Definisi adalah suatu ungkapan yang membatasi konsep. Melalui definisi orang dapat menggambarkan, atau mengilustrasikan, membuat skema, atau membuat simbol dari konsep itu.
atau
Operasi adalah aturan pengerjaan (hitung, aljabar, matematika, dll.). untuk tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui. Operasi yang dipelajari siswa SD adalah operasi hitung. Prinsip adalah hubungan antara berberapa objek dasar matematika sehingga terdiri dari beberapa fakta, konsep dan dikaitkan dengan suatu operasi. Prinsip dapat berupa aksioma, teorema atau dalil, sifat, dll. 2. Mengacu pada kesepakatan Fakta matematika meliputi istilah (nama) dan simbol atau notasi atau lambang. Fakta merupakan kesepakatan atau permufakatan atau konvensi. Kesepakatan
itu
menjadikan
pembahasan
matematika
mudah
dikomunikasikan. Pembahasan matematika bertumpu pada kesepakatankesepakatan. 3. Mempunyai pola pikir deduktif Matematika mempunyai pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif didasarkan pada urutan kronologis dari pengertian pangkal, aksioma (postulat), definisi, sifat-sifat, dalil-dalil (rumus-rumus) dan penerapannya dalam matematika sendiri atau dalam bidang lain dan kehidupan sehari-hari. Pola
pikir deduktif adalah pola pikir yang didasarkan pada hal yang bersifat umum dan diterapkan pada hal yang bersifat khusus, atau pola pikir yang didasarkan pada suatu pernyataan yang sebelumnya telah diakui kebenarannya.. Contoh: Bila seorang siswa telah belajar konsep ‟persegi‟ kemudian ia dibawa ke suatu tempat atau situasi (baru) dan ia mengidentifikasi benda-benda di sekitarnya yang berbentuk persegi maka berarti siswa itu telah menerapkan pola pikir deduktif (sederhana). Pernyataan-pernyataan dalam matematika diperoleh melalui pola pikir deduktif, artinya kebenaran suatu pernyataan dalam matematika harus didasarkan pada pernyataan matematika sebelumnya yang telah diakui kebenarannya. Suatu pernyataan dalam matematika kadangkala diperoleh melalui pola pikir induktif. Agar kebenaran pernyataan yang diperoleh secara induktif itu dapat diterima maka harus dibuktikan terlebih dahulu dengan induksi matematika (dipelajari di SMA dan Perguruan Tinggi). 4. Konsisten dalam sistemnya. Matematika memiliki berbagai macam sistem. Sistem dibentuk dari ‟prinsip prinsip‟ matematika. matematika. Tiap sistem dapat saling berkaitan namun dapat pula dipandang lepas (tidak berkaitan). Sistem yang dipandang lepas misalnya sistem yang terdapat dalam Aljabar dan sistem yang terdapat dalam Geometri. Di dalam geometri sendiri terdapat sistem-sistem yang lebih kecil atau sempit dan antar sistem saling berkaitan. Dalam suatu sistem matematika berlaku hukum konsistensi atau ketaatazasan, artinya tidak boleh terjadi kontradiksi di dalamnya. Konsistensi ini mencakup dalam hal makna maupun nilai kebenarannya. Contoh: Bila kita mendefinisikan konsep trapesium sebagai ‟segiempat yang tepat sepasang sisinya sejajar‟ maka kita tidak boleh menyatakan bahwa jajaran genjang termasuk trapesium. Mengapa? Karena jajaran genjang mempunyai dua pasang sisi sejajar. 5. Memiliki simbol yang kosong dari arti.
Matematika memiliki banyak simbol. Rangkaian simbol-simbol dapat membentuk kalimat matematika yang dinamai model matematika. Secara umum simbol dan model matematika sebenarnya kosong dari arti, artinya suatu simbol atau model matematika tidak ada artinya bila tidak dikaitkan dengan konteks tertentu. Contoh: simbol x tidak ada artinya. Bila kemudian kita menyatakan bahwa x adalah bilangan bulat, maka x menjadi bermakna, artinya x mewakili suatu bilangan bulat. bulat. 6. Memperhatikan semesta pembicaraan Karena simbol-simbol dan model-model matematika kosong dari arti, dan akan bermakna bila dikaitkan dengan konteks tertentu maka perlu adanya lingkup atau semesta dari konteks yang dibicarakan. Lingkup atau semesta dari
konteks
yang
dibicarakan
sering
diistilahkan
dengan
nama
‟semesta pembicaraan‟. Ada-tidaknya Ada-tidaknya dan benar-salahnya penyelesaian permasalahan dalam matematika dikaitkan dengan semesta pembicaraan.
D. Hakekat Belajar 1. Pengertian Belajar
Menurut Sardiman (2011:39) ”Belajar ”Belajar merupakan proses kegiatan untuk merubah tingkah laku” kemudian Aunurrahman (2009:35) menyatakan, ”Belajar ”Bel ajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperolah suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya.” menurut Ambarita (2006:58) ”Belajar adalah merupakan (1) pikiran (menambah, menganalisis, menilai, menata ulang, dan mengaplikasikan) informasi yang ada dipikiran kita, (2) perasaan yakni sikap dan nilai-nilai hidup yang dianut, bukan emosi yang diimpusi, (3) perilaku yakni mengubah tindakan, cara kerja, gaya ga ya hidup, dan praktek hidup.” hidup.” Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses aktivitas mental seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat positif baik perubahan dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun psikomotor.
2. Aktivitas Belajar
Prinsip belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, melakukan kegiatan atau aktivitas. Dapat dikatakan bahwa tanpa aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin berlangsung dengan baik. Menurut Dimyati (2010:114) “Keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran mengambil beraneka bentuk kegiatan, dari kegiatan fisik yang mudah mudah diamati sampai kegaitan psikis yang sulit diamati”. Selanjutnya Uno (2011:76) menyatakan “untuk menciptakan pembelajaran yang aktif, salah satunya adalah anak belajar dari pengalamannya, selain anak harus belajar memecahkan masalah yang dia peroleh”. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999:20) menyatakan “Aktivitas berarti keaktifan, kegiatan atau kesibukan. Rousseau dalam (Sardiman, 2001:96) memberikan penjelasan bahwa, “dalam proses pembelajaran segala pengetahuan pengeta huan itu harus diperoleh dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis”. Hal ini menunjukan bahwa setiap orang yang belajar harus aktif sendiri dan tanpa adanya aktivitas maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi. terja di. Banyak jenis je nis aktivitas yang dapat dilakukan peserta didik di sekolah. s ekolah. Aktivitas Aktivita s tersebut te rsebut tidak hanya cukup mendengarkan dan mencatat. a. Jenis-Jenis Aktivitas dalam Belajar Menurut Paul D. Dierich (dalam Hamalik, 2001:172), aktivitas belajar dapat
diklasifikasikan menjadi delapan kelompok, yaitu: (1) Kegiatan-kegiatan visual seperti: membaca, melihat gambargambar, mengamati, eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain, (2) Kegiatan-kegiatan lisan seperti: mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu tujuan, mengajukan suatu pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan interupsi, (3)Kegiatan-kegiatan mendengarkan seperti: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio, (4) Kegiatan-kegiatan menulis seperti: menulis
cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes, soal-soal latihan, dan mengisikan angket, (5) Kegiatan-kegiatan menggambar seperti: Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola, (6) Kegiatan-kegiatan metrik seperti: melakukan percobaan, memilih alatalat, melaksanakan pameran, menari dan berkebun, (7) Kegiatankegiatan mental seperti: merenungkan, mengingatkan, memecahkan masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan, (8) Kegiatan-kegiatan emosional seperti: minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat dalam semua jenis kegiatan overlap satu sama lain. Sementara itu, Sudjana (dalam Erlynda, 2007:12) juga menyatakan bahwa penilaian proses belajar-mengajar itu dapat dilihat dari sejauh mana aktivitas peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar yaitu: (1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya, (2) Terlibat dalam pemecahan masalah, (3) Bertanya kepada peserta didik lain atau pada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapi, (4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah, (6) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru, (7) Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya, (8) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah sejenisnya. Jenis-jenis aktivitas di atas menunjukkan bahwa aktivitas yang ada di sekolah sangatlah komplek. Dalam peningkatan aktivitas peserta didik, pemilihan pendekatan pembelajaran sangatlah penting. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah menggunakan model PBL dengan mengaitkan mata pelajaran maMatematikaa yang membuat suasana pembelajaran menjadi lebih bermakna dan menyenangkan serta peningkatan aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik berdasarkan indikator aktivitas yang telah ditetapkan. Dengan model PBL yang dilaksnanakan dalam pembelajaran Matematikaa diharapkan dapat terjadinya peningkatan aktivitas peserta didik, sehingga sewaktu diadakan latihan/tes nantinya peserta didik akan memperoleh nilai yang memuaskan. b. Aspek Nilai yang Mempengaruhi Mempengaruhi Aktivitas Peserta didik
Aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, peserta didik juga dapat berlatih untuk berpikir kritis, dan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari. Di samping itu, guru juga dapat merekayasa sistem pembelajaran secara sistematis, sehingga merangsang aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Hamalik (2001:172) menyatakan, aspek nilai yang mempengaruhi aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran, yaitu: (1) Para peserta didik mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri, (2) Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi peserta didik secara integral, (3) Memupuk kerja sama yang harmonis di kalangan peserta didik, (4) Para peserta didik bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri, (5) Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis, (6) Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua dengan guru, (7) Pengajaran diselenggarakan secara realistis dan konkret sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindari verbalitis, (8) Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan di masyarakat. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas peserta didik adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik yang dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik pada diri peserta didik karena adanya interaksi antara individu dengan individu baik sesama peserta didik maupun antara peserta didik dengan guru. Dengan mempertimbangkan model pembelajaran yang diteliti, maka pada penelitian ini jenis aktivitas yang akan diamati adalah sebagai berikut: oral activities dan activities dan writing writing activities.
3. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan tolak ukur untuk melihat keberhasilan peserta didik
dalam menguasai materi pelajaran yang disampaikan selama pembelajaran. Hal ini akan ditentukan dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada peserta didik setelah proses pembelajaran berakhir. Sebagaimana hal yang dikemukakan oleh Suprijono (2009:5) bahwa “Hasil belajar adalah pola-pola pola -pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan”. Hamalik (2008:2) menyatakan “Hasil belajar adalah tingkah laku yang timbul, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, timbulnya pertanyaan baru, perubahan dalam tahap kebiasaan keterampilan, kesanggupan menghargai,
perkembangan sifat sosial, emosional dan pertumbuhan jasmani”. Selanjutnya menurut Gagne (dalam Suprijono, 2009:6) hasil belajar berupa: (1) Informasi verbal, (2) Keterampilan intelektual, (3) Strategi kognitif (4) Keterampilan motorik dan (5) Sikap. “Hasil belajar sebagai objek penilaian pada hakikatnya menilai penguasaan peserta didik terhadap tujuan-tujuan tujuan- tujuan intruksional” Sudjana (2001:34). Bloom (dalam Suharsimi 2008:117) secara garis besar membagi hasil belajar
atas tiga kategori yaitu: “(1) R anah anah kognitif, berkenaan dengan hasil
belajar intelektual, (2) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap, (3) Ranah psikomotorik, berkenaan dengan dengan keterampilan dan kemampuan bertindak ”. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang berupa keterampilan dan perilaku baru sebagai akibat latihan atau pengalaman. Hasil belajar peserta didik dapat dilihat dari kemampuannya dalam mengingat pelajaran yang telah disampaikan selama pembelajaran dan bagaimana peserta didik tersebut bisa menerapkannya serta mampu memecahkan masalah yang timbul sesuai dengan apa yang telah dipelajarinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwanto (2006:18) “Hasil belajar peserta didik dapat ditinjau dari beberapa aspek a spek kognitif yaitu kemampuan peserta didik dalam pengetahuan (ingatan), pemahaman, penerapan (aplikasi), analisis, sintesis, dan evaluasi”. evaluasi”. Hasil belajar Matematika yang dimaksud disini adalah hasil belajar kognitif yang
diperoleh
peserta
didik
sebelum
dan
sesudah
mengalami
proses
pembelajaran Matematika terpadu dengan menggunakan model PBL dalam setiap aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik. a. Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar, semua terjadi berkat guru. Hasil belajar merupakan dampak pengajaran dan dampak pengiring, dan keduanya bermanfaat bagi guru dan siswa. Hasil belajar merupakan pandangan dari dua sisi yaitu guru dan siswa. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat
perkembangan mental yang lebih baik dari sebelumnya. Sudjana,(2009:57) menjelaskan bahwa hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku dalam pengertian luas mencakup tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Menurut Sardiman A.M (2010:28) Pencapaian tujuan belajar be lajar berarti menghasilkan hasil belajar.Hasil belajar meliputi : a.
Keilmuan dan pengetahuan
b.
Personal, kepribadian atau sikap
c.
Kelakuan, keterampilan atau penampilan.
Ketiga hasil belajar di atas merupakan tiga hal yang terpisah-pisah tapi pada kenyataannya pada diri peserta didik merupakan suatu kelastuan yang utuh. Dalam pelaksanaan pembelajaran masing-masing disesuaikan dengan bidang atau butir-butir ajar aj ar (materi ).Karena semuanya akan sampai pada peserta pes erta didik, maka setelah proses belajar terbentuklah kepribadian yang utuh dan semuanya itu memerlukan dukungan dari segala pihak, baik pihak sekolah, orang tua dan lingkungan. Hasil belajar dalam kecakapan kognitif, hingga menjadi kreatif dan dapat dipelajari melalui proses belajar mengajar adalah kreativitas. Hasil belajar dalam kecakapan konitif konitif bertingkat-tingkat. bertingkat-tingkat. Tipe hasil belajar kognitif kognitif lebih dominan dari pada afektif dan psikomotor karen lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran apalagi apal agi sekarang karakter kebangsaan itu mulai dicantumkan dalam rencana pembelajaran di sekolah-sekolah. Hasil belajar adalah kemampuan – kemampuan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar tersebut digunakan oleh guru sebagai tolak ukur atau kriteria dalam pencapaian suatu tujuan pendidikan. Tujuan itu dapat dicapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan adanya perubahan tingkah laku yang lebih baik. Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu nilai atau penilaian akhir proses dan pengenalan yang telah
dilakukan berulang-ulang. Hasil belajar itu akan tersimpan dalam jangka waktu yang lama, mungkin akan ingat selama-lamanya karena hasil belajar iru membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik sehingga merubah cara berfikir dan menghasilkan sikap dan perlaku yang baik. Sedangkan hasil belajar matematika dari penelitian ini adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar yaitu kemampuan keterampilan dan kebiasaan, pemahaman konsep dan pengetahuan, sikap dan harapan serta nilai yang diimplementasikan
kepada pendekatan dengan
mengenalkan pendekatan Problem Based learning / PBL serta hasil tes setelah mengikuti proses pembelajaran.
E. Model P r oble blem m B ase sed d L earn arnii ng (PBL) 1. Pengertian Model P r oble lem mB Ba ase sed d Le L ear ni ning ng (PBL)
Model PBL merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang berangkat dari masalah dunia nyata peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dalam memecahkan suatu permasalahan. Menurut Ronis (2009:7) “ Problem based learning is based on the idea that individuals fashion their understanding largely throught what the experience”. experience ”. Pendapat Ronis tersebut jika diterjemahkan mengandung arti pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada gagasan bahwa individu bisa paham paham terutama melalui pengalaman. Sejalan dengan itu, Bound and and Feletti (dalam Barbara, Barbara, 2001:6) “ The basic principle supporting the concept of PBL, is older than formal education itself., learning is initiated by a posed problem, query, or puzzle taht the learner want to solve”. solve ”. Pendapat Bound tersebut jika diterjemahkan mengandung arti bahwa prinsip dasar yang mendukung konsep dari PBL lebih tua dari pendidikan formal itu sendiri. Belajar diprakarsai dengan adanya masalah, pertanyaan, atau permainan puzel yang akan diselesaikan oleh perserta didik secara mandiri. Lebih lanjut, Wena (2009:91) mengemukakan bahwa model PBL merupakan “S “Strategi trategi pembelajaran dengan menghadapkan peserta didik pada
permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain peserta didik belajar melalui permasalahan-permasalahan” permasalahan-permasalahan”.. Sejalan dengan itu, Sanjaya (2009:214) mengemukakan, “Model PBL diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah”. Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model PBL adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai langkah awal bagi peserta didik untuk belajar dalam mendapatkan pengetahuan dan konsep yang esensi dari setiap materi pembelajaran yang telah dimiliki peserta didik sebelumnya, sehingga terbentuklah terbentuklah pengetahuan yang baru. 2. Tujuan Model P r oble lem mB Ba ase sed dL Le ear ning ni ng (PBL)
Model PBL merupakan sebuah cara yang memanfaatkan masalah untuk menimbulkan
aktivitas
belajar,
menurut
Putra
(2012:67)
“Model
PBL
menekankan keaktifan peserta didik, dalam model ini peserta didik dituntut aktif dalam memecahkan suatu masalah”. Tujuan model model PBL menurut Amir (2010:27) adalah “(1) Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar, (2) Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan, (3) Mendorong untuk berpikir, (4) Membangun kerja tim, (5) Membangun kecakapan belajar, (6) Memotivasi Memo tivasi pembelajar”. Sejalan dengan itu Rusman (2012:238) menyatakan tujuan model PBL adalah “Penguasaan isi belajar dari disiplin heuristic dan pengembangan keterampilan pemecahan masalah”. Lebih lanjut Trianto (2009:94) mengemukakan bahwa model PBL bertujuan untuk: “(1) Membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah, (2) Belajar peranan orang dewasa yang autentik, (3) Menjadi pembelajar yang mandiri. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model PBL bertujuan untuk menumbuhkan keyakinan dan kemampuan berpikir dalam diri peserta didik tentang memecahkan jawaban dari suatu masalah melalui diskusi kelompok.
oblem lem B ase ased d 3. Langkah-langkah Pembelajaran menggunakan Model P r ob Learning (PBL)
Model PBL yang digunakan dalam proses pembelajaran memiliki langkahlangkah yang harus dipahami dengan baik. Hal ini bertujuan agar model PBL yang digunakan terarah dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan dalam proses pembelajaran. Menurut Tan, Wee dan Kek (dalam Amir 2010:12) langkahlangkah dalam pelaksanaan PBL yaitu: “(1) Pembelajaran P embelajaran dimulai dengan pemberian masalah, biasanya masalah memiliki konteks dengan dunia nyata, (2) Pembelajar secara berkelompok aktif merumuskan masalah dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan mereka, (3) Mempelajari dan mencari sendiri materi yang terkait dengan masalah, (4) Melaporkan solusi dari masalah.” masalah .” Lebih lanjut Rusman (2011:243) menjelaskan langkah PBL sebagai berikut: “(1) Orientasi peserta didik pada masalah, (2) Mengorganisasi peserta didik untuk belajar,
(3)
Membimbing
pengalaman
individual
dan
kelompok,
(4)
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah”. masalah”. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah model PBL dirumuskan dari orientasi peserta didik pada masalah,
mengorganisasikan
peserta
didik
untuk
belajar,
membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan menganalisis serta mengevaluasi proses pemecahan masalah. Dalam penelitian ini, langkah yang akan digunakan adalah yang dikemukakan oleh Rusman.
4. Pelaksanaan
Pembelajaran
Matematika
dengan
Menggunakan
Pendekatan P r oble lem mB Ba ase sed d Le L ear ning ni ng (PBL)
Pelaksanaan model PBL dalam pembelajaran Matematika dapat membantu peserta didik dalam meningkatkan pemahamannya tentang apa yang dipelajari sehingga mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari. Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dapat dilaksanakan secara sistematis menurut Rusman (2011:243) sebagai berikut:
Tabel 2.1. 2.1. Langkah-Langkah Pembelajaran Pembelajaran dengan Menggunakan Model P r oble lem mB Ba ase sed dL Le ear ni ning ng (PBL) Langkah
Indikator
Aktivitas Guru
Aktivitas Peserta Didik
1
Orientasi peserta
Menjelaskan tujuan
Peserta didik
didik pada masalah
pembelajaran, mengajukan
mendengarkan
fenomena/demonstrasi/cerita
tujuan
untuk memunculkan
pembelajaran
masalah dan memotivasi
yang disampaikan
peserta didik untuk terlibat
oleh guru
dalam pemecahan masalah yang dipilih 2
Mengorganisasi
Membantu peserta didik
Peserta didik
peserta didik
mengidentifikasi dan
diberikan
untuk belajar
mengorganisasikan tugas
permasalahan
belajar yang berhubungan
yang akan
dengan masalah tersebut.
dipecahkan melalui kerja kelompok.
3
Membimbing
Mendorong peserta didik
Peserta didik
pengalaman
untuk mengumpulkan
mengumpulkan
individual atau
informasi yang sesuai,
informasi dari
kelompok
melaksanakan eksperimen
bahan bacaan
untuk mendapatkan
untuk
penjelasan dan pemecahan
memecahkan
masalah
permasalahan yang diberikan.
4
Mengembangkan dan
Membantu peserta didik
Peserta didik
menyajikan hasil
dalam merencanakan dan
menyiapkan hasil
karya
menyiapkan karya seperti
karya seperti
laporan, dan membantu
laporan hasil
mereka untuk berbagi tugas
kerja kelompok
dengan temannya 5
Menganalisis dan
Membantu peserta didik
Peserta didik
mengevaluasi proses
untuk melakukan refleksi
melakukan
pemecahan masalah
atau evaluasi terhadap
refleksi dan
penyelidikan mereka dan
evaluasi terhadap
proses yang mereka
hasil kerja
gunakan.
kelompok.
Sumber: dimodifikasi dari Rusman (2011:243)
F. Hubungan Pendekatan Pbl dengan Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor pendekatan belajar yang digunakan siswa untuk menunjang efektifitas dan efisiensi
proses
pembelajaran.
Untuk
dapat
meningkatkan
hasil
belajar
matematika, guru bisa melakukan banyak cara sehingga dapat mengoptimalkan hasil belajar matematika siswa. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah siswa belajar dengan mengunakan pendekatan pendekatan Problem Based Learning / PBL. Pembelajaran pendekatan Problem Based Learning / PBL dalam penelitian ini memiliki pendekatan keunggulan diantaranya ; pola bilangan yang diajarkan sangat membantu siswa dalam melakukan oerasi hitung dengan waktu yng singkat, tampa mencari lagi tapi cukup dengan pemahaman dan mengunakkan rumus yang sudah ada. Materi yang diberikan adalah materi yang konstektual yang dekat sehingga siswa merasa mudah untuk menyelesaikan soal atau masalah yang diberikan. Siswa dapat mengembangkan pengetahuan dengan berintegrasi dengan guru dan siswa yang lain yang lebih bermakna sehingga mereka mampu bekerja sama dan dapat
menimbulkan sifat demokratis di dalam diri siswa serta memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Hal ini akan membantu siswa dalam memahami cara perhitungan cepat dalam matematika. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan pendekatan pendekatan Problem Based learning / PBL akan dapat meningkatkan hasil belajar matematika.
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN PEMBELAJARAN
A. Subjek, Tempat dan Waktu Penelitian 1. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik d dan an pendidik kelas V SD N 113 Pekanbaru Pekanbaru dengan dengan jumlah peserta didik 31 orang, terdiri dari lakilaki 14 orang dan perempuan 17 orang. 2. Tempat Penelitian
Peneliti mengambil lokasi penelitian di kelas V SDN 113 Pekanbaru, dengan pertimbangan tempat peneliti bertugas dan ada masalah yang akan diteliti. Peneliti merasabertanggung jawab untuk melakukan perbaikan
terhadap permasalahan yang ada pada latar belakang, penelitian ini dilakukan dengan Penelitian Tindakan Kelas. 3. Waktu/Lama Penelitian
Penelitian ini dimulai dari penyusunan perencanaan penelitian sampai tersusunnya sebuah laporan penelitian. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester I tahun ajaran 2017 / 2018 (November 2017), sesuai dengan jadwal penelitian yang telah diatur dalam mata kuliah Pemantapan Kemampuan Propesional (PKP).
No 1
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran siklus 1 dan II Hari/ Jam Mata Siklus Pendamping tanggal Ke Pelajaran Senin, 6 1-2 Matematika 1 Deviana, S. Pd.I November 2017
2
3
Pertemuan 1
Mulyati, M. Pd
1
Deviana, S. Pd.I
November
Pertemuan
Mulyati, M. Pd
2017
2
Selasa, 7
Kamis,
4-5
1-2
Matematika
Matematika
November 2017 4
Jumat, November 2017
31 2-3
Matematika
1I
Deviana, S. Pd.I
Pertemuan
Mulyati, M. Pd
Ket Terlaksana
Terlaksana
Terlaksana
1 1I
Deviana, S. Pd.I
Pertemuan 2
Mulyati, M. Pd
Terlaksana
Pada penelitian ini, penulis dibantu oleh observer/ supervisor II sebagai teman sejawat dan pihak lain yang terkait untuk mendiskusikan dari rencana hingga refleksi dalam melakukan pelaksanaan pnelitain dimaksud.
B. Desain dan Prosedur Prosedur Perbaikan Perbaikan Pembelajaran Pembelajaran
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian praktis yang bertujuan untuk memperbaiki kekurangan-
kekurangan dalam pembelajaran di kelas, dengan cara melakukan tindakantindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran dikelas secara professional. Masalah-masalah yang diungkapkan dan dicari jalan keluarnya adalah masalah yang benar-benar ada dan dialami oleh guru. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research memiliki Research memiliki peran yang sangat penting dan strategis untuk meningkatkan mutu pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik, artinya pihak yang terlibat dalam PTK (guru) mencoba dengan sadar mengembangkan kemampuan dalam memdeteksi dan memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam pembelajaran di kelas. PTK diharapkan dapat menciptakan sebuah budaya belajar (learning culture) di kalangan para guru.(Kusnandar:2010) Pelaksanaan PTK memerlukan pengamatan pengamatan karena dalam PTK, PTK, peneliti adalah guru yang berperan ganda, artinya guru sebagai peneliti dan subjek penelitian
yang
Kusnandar(2010:82).
melaksanakan Dengan
proses
demikian
belajar
kalau
tidak
mengajar ada
dalam
pengamatan
dikhawatirkan akan terjadi subjektifitas atau bias terhadap penelitian. Dalam PTK kolaboratif kolaboratif pihak-pihak yang yang memungkinkan memungkinkan untuk dijadikan mitra dalam pelaksanaan PTK antara lain : guru ( teman sejawat), Kepala sekolah, pengawas, p engawas, dosen atau pihak-pihak pihak-pihak lain yang memiliki relevansi dalam PTK dengan dengan tujuan meningkatkan praktek pembelajaran. Pentingnya PTK bagi guru adalah: 1. Membuat guru peka peka dan tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelas 2. Meningkatkan kinerja guru.
3. Guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang dalam terhadap apa yang terjadi di kelas. 4. PTK tidak mengganggu tugas pokok guru, artinya memungkinkan
guru
mengadakan
penelitian
kegiatan PTK
terhadap
kegiatan
pembelajaran tampa ta mpa harus meninggalkan kegiatan utama sebagai s ebagai pengajar dan pendidik 5. Guru menjadi kreatif
6. Dalam melaksanakan PTK berarti guru telah menerapkan pengajaran yang reflektif (reflectif teaching), artinya guru secara sadar, terencana,dan sistimatis
melakukan
refleksi
atau
perenungan
terhadap
kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan dan menyempurnakannya. menyempurnakannya. Peneliti menggunakan siklus yang dikembangkan oleh Kemmis dan McTaggart (dalam Ekawarna, 2013:20). Model siklus ini mempunyai empat komponen utama yaitu perencanaan, tindakan, observasi/pengamatan, dan refleksi. Penelitian ini akan dilakukan dua siklus masing-masing siklus dua kali pertemuan. Alur penelitian dapat dilihat di bawah ini:
Alur Penelitian Tindakan Kelas Studi Pendahuluan Observasi dan Refleksi Pendidik dan Proses Pembelajaran
Siklus I
Rencana I
Rencana pembelajaran I
Tindakan dan pengamatan
Refleksi I
Siklus II
Rencana II
Rencana pembelajaran II
Diskusi
Belum berhasil
La oran Tindak Tin dakan an dan dan en am amata atan n
Refleksi II
Diskusi
Sim ula lan n
Hasil
(Sumber: Kemmis dan Tenggart (dalam Ekawarna, 2013:20) 1. Perencanaan (planning)
Peneliti melakukan studi pendahuluan berupa observasi awal terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan Problem Based Learning di kelas V semester I di SDN 113 Pekanbaru. Hal ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi pendidik dan peserta didik berkaitan dengan materi pembelajaran yang dipilih. Studi pendahuluan dilakukan dengan cara mengamati proses pembelajaran. Hasil studi pembelajaran dapat diidentifikasi untuk pemecahan masalah dengan Menentukan FPB”. Diadakan diskusi antara peneliti dengan wali kelas berkaitan dengan kemungkinan dilaksanakannya
penelitian
tindakan
untuk
mengoptimalkan
proses
pembelajaran Matematika dengan menggunakan pendekatan Problem Based Learning di di kelas V SDN 113 Pekanbaru. Penelitian merumuskan permasalahan yang akan diangkat sebagai permasalahan, bagaiman cara meningkatan proses pembelajaran Matematika dengan pendekatan Problem Based Learning , yang meliputi perencanaan, tindakkan, observasi/pengamatan, dan refleksi kembali hasil pembelajaran. Pada tahap ini disusun perencanaan yang akan menjadi pedoman dalam pelaksanaan penelitian. Rencana yang akan dilakukan adalah: 1) Menganalisa SK dan KD yang bersangkutan dengan materi yang akan dilakukan penelitian. 2) Menganalisa keterkaitan indikator dengan materi pembelajaran dengan ruang lingkup sikap, percaya diri, kerja sama, tanggung jawab, disiplin.
3) Menyusun
rencana
tindakan
yang
dilaksanakan
dalam
proses
pembelajaran, 4) Memilih dan menetapkan materi, waktu pelaksanaan pembelajaran, memilih dan menetapkan media/sumber belajar serta evaluasi. 5) Rencana
tindakan disesuaikan dengan dengan materi Menentukan FPB dan
KPK. 6) Menyiapkan alat pengumpulan data dokumentasi. 7) Menyiapkan instrumen proses dan hasil pembelajaran. 2. Pelaksanaan Tindakan (action)
Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dalam laporan Pemantapan Kemampuan Profesional (PKP) terhadap mata pelajaran matematika. Peneliti melakukan kegiatan pembelajaran di kelas berupa kegiatan interaksi antara pendidik dengan peserta didik dan antara peserta didik dan peserta didik. Penelitian dilaksanakan dua siklus, setiap siklus tediri dari dua
pertemuan yang yang di di dampingi dampingi oleh Ibu Mulyati, M. Pd selaku
supervisor II untuk mengamati proses pembelajaran yang dilakukan peneliti. Adapun tugas dari supervisor II adalah sebagai berikut : 1) Membantu,
mengarahkan
guru
dalam
pembuatan
perangkat
pembelajaran 2) Mengamati aktivitas guru sesuai dengan lembar pengamatan yang tersedia. 3) Mengamati aktivitas siswa melalui lembar pengamatan yang tersedia. 4) Menberikan catatan penting dalam lembar pengamatan sebagai dasar refleksi. Pelaksanaan
proses
pembelajaran
pada
kelas
eksperimen
menggunakan Pendekatan PBL yang terdiri dari lima langkah yaitu: 1) Orientasi peserta didik pada masalah ( eksplorasi). 2) Mengorganisasi peserta didik untuk belajar 3) Membimbing pengalaman individual atau kelompok (elaborasi) 4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
5) Menganilisis
dan
mengevaluasi
proses
pemecahan
masalah
(komfirmasi). Praktisi melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas berupa kegiatan interaksi antara guru dan siswa, dan siswa dengan siswa, kegiatan yang dilakukan seperti: a. Peneliti selaku praktisi melaksanakan pembelajaran matematika dengan menerapkan PBL sesuai dengan rancangan yang telah dibuat. b. Guru kelas dan teman sejawat selaku observer melakukan pengamatan dengan menggunakan format observasi dan alat perekam/ dokumentasi. c. Peneliti, guru kelas dan teman sejawat melakukan diskusi terhadap tindakan yang dilakukan, kemudian melakukan refleksi. Hasilnya dimanfaatkan untuk perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya. 3. Pengamatan (observation)
Kegiatan observasi dilakukan untuk mengamati proses dan hasil pembelajaran peserta didik di kelas V SDN 113 Pekanbaru dengan menggunakan langkah-langkah pendekatan Problem Based Learning . Proses pembelajaran akan dicatat dalam lembar pengamatan oleh supervisor. Pengamatan ini dilakukan secara intensif, objektif, dan sistematis serta dilakukan pada waktu peneliti melaksanakan tindakan proses dan hasil pembelajaran Matematika dengan pendekatan Problem Based Learning . Pengamatan terhadap tindakan akan dilakukan dengan pengamatan langsung oleh guru kelas, supervisor dan peneliti sendiri selama proses pembelajaran berlangsung. Aktivitas siswa yang diamati antara lain: a. Peneliti melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PBL , sesuai dengan rancangan pembelajaran yang dibuat. b. Guru kelas dan teman sejawat melakukan pengamatan dengan menggunakan format observasi dan hasil dokumentasi.
c. Guru kelas, peneliti dan teman sejawat melakukan diskusi terhadap tindakan yang dilakukan, kemudian melakukan refleksi. Hasilnya dimanfaatkan untuk perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya. selanjutnya. Tahap pelaksanaan tindakan ini dilakukan dalam dua siklus dan masing-masing siklus dilaksanakan tiga kali pertemuan pembelajaran. Fokus tindakan pada setiap siklus berupa penggunaan pendekatan pembelajaran PBL. Pengamatan akan dilakukan secara terus menerus mulai dari siklus I sampai dengan siklus II. Pengamatan yang dilakukan pada siklus dapat mempengaruhi penyusunan tindakan pada siklus selanjutnya. selanjutnya. 4. Pemantapan (reflection)
Refleksi diartikan sebagai upaya untuk mengkaji apa yang terjadi, apa yang dihasilkan, dan apa yang belum tuntas pada tindakan sebelumnya sebagai bahan pertimbangan melakukan tindakan berikutnya. Pendapat Muslich (2009:163) setelah pengamatan selesai dilakukan, kemudian peneliti bersama guru kelas melakukan kegiatan refleksi pada akhir tiap tindakan.
Pada
kegiatan
refleksi
peneliti
dan
guru
kelas
akan
mendiskusikan hasil pengamatan tindakan yang telah dilaksanakan. Halhal yang dibahas adalah analisis tentang tindakan yang dilakukan dan melakukan intervensi, pemaknaan, dan penyimpulan data yang telah diperoleh, serta melihat hubungan dengan teori dan rencana yang telah ditetapkan. Hasil penelitian yang dicapai pada tindakan pertama menjadi pedoman untuk melakukan tindakan pada pertemuan selanjutnya. Apa saja s aja kekurangan
pada
pertemuan
pertama
diperbaiki
pada
pertemuan
selanjutnya, begitu seterusnya. Apabila proses pembelajaran sudah berjalan sesuai dengan pendekatan pembelajaran yang digunakan, tetapi hasil yang dicapai belum seperti yang diharapkan (dalam hal ini kemampuan penalaran dan komunikasi siswa), maka penelitian ini akan dilanjutkan pada siklus selanjutnya dengan memperbaiki tindakan dengan tidak merubah pendekatan pembelajaran.
Kelemahan-kelemahan dan kendala yang ditemukan pada siklus I diperbaiki pada siklus II dan kekuatan yang ada direkomendasikan pada siklus II. Berdasarkan pada kelemahan-kelemahan yang ditemukan pada siklus I disusun kembali perencanaan untuk pelaksanaan siklus II hingga penelitian ini berhasil. C. Teknik Analisis Data 1. Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan hasil observasi, hasil tes, dan dokumentasi untuk melihat masalah yang ada dalam aktivitas pembelajaran
Matematika
untuk
melakukan
perbaikan
aktivitas
pembelajaran. a. Observasi
Observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas , dan hasil belajar dengan pendekatan Problem Based Learning . Lembar supervisor ini terdiri dari dua lembar supervisor pendidik dan lembar supervisor peserta didik. Lembar
supervisor
pendidik
digunakan
untuk
mengamati
aktivitas
pembelajaran pendidik. Sedangkan lembaran supervisor peserta didik mengamati aktivitas
pembelajaran peserta didik. pengamata ini dilakukan dilakukan
oleh penilai dan supervisor.
b. Tes Terulis
Tes tertulis dilakukan untuk melihat ranah kognitif peserta didik, berbentuk tes tulisan dan tes lisan yang menjadi objek adalah peserta didik. tes dilaksanakan untuk melihat peningkatan kemampuan pengetahuan/kognitif peserta didik. c. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan untuk memperkuat data baik dari pendidik dan peserta
didik.
Dokumentasi
diambil
pada
saat
dilakukan
aktivitas
pembelajaran Matematika dengan pendekatan Problem pendekatan Problem Based Learning. Learning. 2. Instrume Instrumen n Penlitian
Instrumen penelitian mengumpulkan data untuk melihat aktivitas pembelajaran mengunakan pendekatan Problem Based Learning dengan mengunakan tabel instrumen. a. Instrume Instrumen n Aktivitas Aktivitas Pembelajaran Tabel 3.1. Aspek yang diamati
NO 1
Aspek yang dinilai Menjelaskan tujuan pembelajaran, mengajukan fenomena/demonstrasi/cerita untuk memunculkan masalah dan memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih
2
Membantu peserta didik mengidentifikasi dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3
Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
4
Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
5
Membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
1
2
3
4
penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.
Aktivitas siswa
No 1
Aspek yang diamati Peserta didik mendengarkan tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh guru
2
Peserta didik diberikan permasalahan yang akan dipecahkan melalui kerja kelompok.
1
2
3
4
3
Peserta didik mengumpulkan informasi dari bahan bacaan untuk memecahkan permasalahan yang diberikan.
4
Peserta didik menyiapkan hasil karya seperti laporan hasil kerja kelompok
5
Peserta didik melakukan refleksi dan evaluasi terhadap hasil kerja kelompok.
3. Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian rencananya akan dianalisi dengan menggunakan
analisis
data
kualitatif.
Analisis
data
kualitatif
yang
berhubungan dengan hasil pengamatan, observasi, dan pencatatan lapangan. Menurut Miles dan HubePBLn (1992: 16), analisis data kualitatif dimulai dari menelaah sejak pengumpulan data sampai seluruh data terkumpul. Data direduksi berdasarkan masalah yang diteliti, diikuti penyajian data dan terakhir penyimpulan atau verifikasi. Tahap analisis dilakukan berulang dan terus-menerus
begitu
data
selesai
dikumpulkan
pada
setiap
tahap
pengumpulan data dalam setiap tindakan. Tahap analisis tersebut diuraikan sebagai berikut: 1. Reduksi data data diartikan sebagi aktivitas pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, p engabstrakan, dan transformasi data yang muncul dari
catatan-catatan
tertulis
di
lapangan.
Data
kualitatif
dapat
disederhanakan dan ditransformasikan dalam aneka macam cara, melalui seleksi
yang
ketat,
melalui
ringkasan
atau
uraian
singkat,
menggolongkannyaa dalam satu pola yang lebih luas. menggolongkanny 2. Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian tersebut dirancang untuk menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih. Dengan melihat penyajian-penyajian kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan, lebih jauh menganalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian.
3. Tahap kesimpulan/verifikasi, tindakan ini merupakan penyimpulan akhir penelitian. Langkah selanjutnya adalah tahap penarikan kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data. Seperti yang dijelaskan di atas bahwa kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara s ementara dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung tahap pengumpulan data berikutnya. Aktivitas
untuk
mendapatkan bukti-bukti inilah disebut sebagai verifikasi data. Kegiatan verifikasi dilakukan dengan cara peninjauan kembali catatan lapangan, dan bertukar pikiran dengan ahli, teman sejawat, dan wali kelas. Data pendukung dianalisis dengan menggunakan analisis data deskriptif dengan menggunakan persentase yang dikembangkan oleh Muri (2007:54) dengan rumus sebagai berikut:
P=
100 atau
Keterangan
ℎ ℎ
: P = Persentase/nilai F = Jumlah skor yang diperoleh N = Jumlah skor maksimal/ideal
Kreteria keberhasilan ditentukan sebagai berikut 90% - 100% = sangat baik 80% - 89%
= baik
70% - 79%
= cukup
< 70%
= kurang
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaa Pelaksanaan n Tindakan
x 100
Tindakan yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah melaksanakan pembelajaran dengan penerapan Pendekatan Pendekatan Problem Based Learning terhadap kelas V SD Negeri 113 Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan sebanyak 2 siklus, siklus I sebanyak 3 kali dengan materi menentukan FPB dengan faktorisasi prima dan siklus II sebanyak 3 kali dengan materi menetukan FPB dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran ini dilakukan dengan menggunakan Pendekatan Pendekatan Problem Based Learning dan didukung dengan adanya lembar Kegiatan Siswa ( LKS ). Selain itu peneliti juga memberikan latihan di setiap siklus yang hasilnya digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa. Pada setiap pertemuan peneliti menyediakan instrument pengumpulan data dan perangkat pembelajaran. 1. Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Pada siklus I ini peneliti melaksanakan sebanyak 2 kali, 2 kali penyampaian materi. Materi pada siklus I mengenai FPB dengan menggunakan Pendekatan Problem Pendekatan Problem Based Learning dalam pemecahan masalah.
a. Tahap Persiapan
Tahap ini peneliti mengumpulkan perangkat pembelajaran dan instrumen pengumpulan data yang dipergunakan pada saat pelaksanaan siklus I. Perangkat pembelajaran itu terdiri dari silabus ( Lampiran A), Rencana pelaksanaan pembelajaran( lampiran B), Lembar Kerja Siswa ( Lampiran C), dan latihan /evaluasi yang disusun untuk tiap kali pertemuan. Karena dalam pembelajaran masalah menentukan FPB dalam kehidupan sehari-hari, maka peneliti juga membawa beberapa media penunjang. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 43 dan siswa (Lampiran F) untuk setiap kali lembar pengamatan aktifitas guru pertemuan,perangkat hasil belajar untuk ulangan siklus I yang terdiri dari kisi-kisi penulisan soal (Lampiran G), naskah soal ulangan siklus I (Lampiran ( Lampiran H) beserta altenatif jawaban (Lampiran I).Untuk skor awal siswa diperoleh dai skor ulangan pada matei sebelumnya sebelum pelaksanaan tindakan. b. Tahap Pelaksanaan Pembe Pembelajaran lajaran
Pelajaran matematika merupakan pelajaran inti yang dilaksanakan sebanyak 6 jam dalam 1 minggu. minggu. Siklus pertama terdiri dari dua kali pertemuan dan satu kali ulangan siklus. 1) Pertemuan Pertama (Senin , 6 November 2017)
Pada pertemuan ini, peneliti menyajikan materi di kelas V dengan jumlah siswa 31 orang terdiri dari 14 orang siswa laki-laki dan 17 orang siswa perempuan dan semuanya hadir. Kegiatan pertama membahas tentang FPB dan cara mencari FPB dengan faktorisasi prima dengan berpedoman kepada RPP I didukung oleh penggunaan LKS I dan evaluasi Selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung supervisor melakukan pengamatan dan memberi penilaian yang dicantumkan dalam lembar aktivitas guru dan siswa dalam penerapan Problem penerapan Problem Based Learning . Sebelum pembelajaran dimulai, siswa disiapkan oleh ketua kelas, merapikan tempat duduknya dan membaca doa, kemudian guru mengabsen siswa yang pada pertemuan ini semua siswa hadir. Guru memulai pembelajaran dengan memberikan apersepsi kepada siswa. Apersepsi memberikan apersepsi kepada siswa dalam kehidupan sehari-hari, yaitu guru mereview
pemahaman siswa
tentang menentukan FPB dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian guru menunjukkan beberapa mainan, dan menanyakan berapa banyak yang bias dibagi sama rata dan sama banyak. Selanjutnya guru menginformasikan materi pelajaran yantu menentukan FPB, menginformasikan cara Faktorisasi prima, dilanjutkan dengan tujuan mempelajari FPB dan menyampaikan cara mencari FPB dengan Pendekatan Problem Pendekatan Problem Based Learning. Learning. Pada saat kegiatan inti guru menginformasikan kepada siswa apa itu PBL. yaitu berbasis masalah, untuk belajar PBL anak dihadapkan pada masalah. Saat itu i tu siswa kelihatannya siswa bersemangat pada saat guru menuliskan masalah di papan tulis, siswa antusias dan menunjukkan rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Guru menjelaskan cara menyelesaikan masalah yang diberikan dengan langkahlangkah PBL Selanjutnya siswa mencatat cara mencari FPB dengan menggunakan langkah-langkah
PBL perkalian dan perpangkatan. Setelah mencatat, guru guru
memerintahkan siswa untuk membentuk kelompok. Setelah langkah-langkah pok
terbentuk, siswa mencari ketua kelompok dan ketua kelompok memimpin anggota kelompoknya. Ketua kelompok mengambil LKS ke depan kelas. Kelompok yang terbentuk ada 6 kelompok dan masing-masing langkah-langkah pok mendapat LKS. Ketika masing-masing kelompok mulai mengerjakan LKS dan ada siswa yang bertanya saat akan memulai mengerjakan LKS, kemudian guru memberikan bimbingan dan memeriksa kerja tiap kelompok. Setelah selesai setiap kelompok mendemontrasikan hasil kelompoknya secara bergantian dan siswa lain menanggapinya, sampai semua siswa dapat mengerjakan cara
mencari luas luas
kubusdengan menggunakan PBL perpangkatan dan perkalian. Kegiatan akhir, guru memberi kesempatan untuk siswa yang ingib bertanya dan bersama guru siswa menyimpulkan pelajaran pada hari itu. Kemudian guru memberikan evaluasi terhadap siswa tentang materi yang telah diajarkan tadi dengan serius. Setelah semua siswa selesai
mengerjakan latihan tadi, guru
memberikan tindak lanjut kepada siswa untuk dapat mempelajarinya kembali di rumah. Pada pertemuan pertama ini, proses pembeajaran berjalan sesuai dengan rencana yang telah disusun oleh guru. Namun, saat mengerjakan tugas kelompok ada beberapa siswa yang sedikit rebut dan juga masih ada beberapa siswa yang ragu dalam pengerjaan latihan menggunakan PBL. Siswa belum terbiasa menggunakan PBL dalam mengerjakan soal-soal pada pelajaran matematika. c. Observasi
Pengamat (supervisor) mengatakan bahwa untuk tahap awal ini sudah cukup baik, tapi ada beberapa siswa yang terlihat bingung. Sebagai refleksi dari pengamat pada pertemuan pertama ini: 1. Guru harus berusaha memberikan motivasi agar siswa labih memperhatikan materi yang diajarkan dan saat pembagian kelompok guru juga kurang cermat dalam membagi kelompok. 2. Kelemahan siswa pada pertemuan pertama ini adalah kurangnya tanggapan siswa terhadap informasi yang disampaikan guru,pada saat mengerjakan tugas kelompok hanya beberapa siswa saja yang aktif dalam mengerjakan LKS dan yang lain hanya diam saja dan tidak melakukan apa-apa.
3. Guru harus memberikan petunjuk yang lebih jelas agar siswa tidak bingung dan pada siswa yang lemah dalam belajar diperhatikan lebih dengan memberikan bimbingan secara rinci dan mendekatinya. 2) Pertemuan Kedua ( Selasa , 7 November 2017)
Pada pertemuan ini, peneliti menyajikan materi di kelas V A dengan jumlah siswa 31 orang terdiri dari 14 orang siswa laki-laki dan 17 orang siswa perempuan dan semuanya hadir. Kegiatan pertama membahas tentang menentukan FPB dalam bentuk soal cerita dan cara menyelesaikan soal cerita dan pembahasan menggunakan PBL dengan berpedoman kepada RPP I, didukung oleh penggunaan LKS I dan evaluasi. Selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung supervisor melakukan pengamatan dan memberi penilaian yang dicantumkan dalam lembar aktivitas guru dan siswa dalam penerapan Problem penerapan Problem Based Learning . Sebelum pembelajaran dimulai, siswa disiapkan oleh ketua kelas, merapikan tempat duduknya dan membaca doa, kemudian guru mengabsen siswa yang pada pertemuan ini semua siswa hadir. Guru memulai pembelajaran dengan memberikan apersepsi kepada siswa. Apersepsi memberikan apersepsi kepada siswa dalam kehidupan sehari-hari, yaitu guru mereview pemahaman siswa tentang menentukan FPB dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian guru memberikan suatu masalah, dan menanyakan materi sebelumnya dan memberikan pertanyaan dilanjutkan dengan meminta siswa menjawab pertanyaan tersebut. Selanjutnya guru menginformasikan materi pelajaran yaitu FPB dalam bentuk soal cerita,, dilanjutkan dengan tujuan mempelajari FPB dan menyampaikan cara mencari FPB dengan Pendekatan Problem Pendekatan Problem Based Learning. Pada saat kegiatan inti guru menginformasikan kepada siswa materi yang akan dipelajari. Seperti pertemuan sebelumnya guru memberikan masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hati, Misalnya membagi sama banyak dan berapa orang yang memdapatkannya. Saat itu siswa kelihatannya siswa bersemangat pada saat guru menuliskan langkah-langkah dalam menyelesaikan soal cerita dengan menggunakan Pendekatan Problem Pendekatan Problem Based siswa antusias dan menunjukkan rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Guru menjelaskan cara menggunakan PBL dalam kehidupan sehari-hari sampai siswa mengerti.
Selanjutnya siswa mencatat cara menyelesaikan FPB dalam bentuk soal cerita. Setelah memcatat, guru memerintahkan siswa untuk membentuk kelompok. Setelah langkah-langkah pok terbentuk, Ketua kelompok mengambil LKS ke depan kelas. Kelompok yang terbentuk ada 5 kelompok. Ketika masing-masing kelompok mulai menganalisis dan memahami masalah yang disampaikan dalam soal cerita dan ada siswa yang bertanya saat akan memulai mengerjakan LKS dan ada yang masih kebingungan., kemudian guru memberikan bimbingan dan memeriksa
kerja
tiap
kelompok.
Setelah
selesai
setiap
kelompok
mendemontrasikan hasil kelompoknya secara bergantian dan siswa lain menanggapinya, sampai semua siswa dapat dapat mengerjakan cara menyelesaikan soal cerita. Kegiatan akhir, guru memberi kesempatan untuk siswa yang ingin bertanya dan guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran secara utuh dan menyeluruh untuk merangkum pelajaran. Untuk memantapkan kemampuan siswa kemudian guru memberikan evaluasi terhadap siswa tentang materi yang telah diajarkan tadi dengan serius. Setelah semua siswa selesai
mengerjakan latihan tadi, guru
memberikan tindak lanjut kepada siswa untuk dapat mempelajarinya kembali di rumah. Pada pertemuan kedua ini, proses pembelajaran berjalan sesuai dengan rencana yang telah disusun oleh guru. Seperti pertemuan sebelumnya terlihat masih asa siswa yang belum paham dan melakukan kegiatan lain. Namun, saat mengerjakan tugas kelompok ada beberapa siswa yang sedikit rebut dan juga masih ada beberapa siswa yang ragu dalam pengerjaan latihan. Pengamat (supervisor) (supervisor) mengatakan bahwa un untuk tuk tahap kedua ini sudah ada peningkatan dari pertemuan sebelumny sebelumnyaa dan cukup baik. Sebagai refleksi dari pengamat pada pertemuan kedua ini adalah : 1. Guru harus tetap berusaha untuk menguasai kelas dan memotivasi siswa supaya tetap memperhatikan materi yang diajarkan. 2. Guru juga tetap mengingatkan siswa cara berkelompok yang baik dan aktif dalam kelompoknya tampa bergantung kepada temannya yang pintar dan berbagi tugas dalam kelompok. kelompok.
3. Guru juga memberi petunjuk secara jelas agar pada waktu pelaksanaan siswa tidak bingung dan bagi siswa yang lemah diberi bimbingan lebih. 3) Ulangan Siklus I ( Rabu , 8 November 2017)
Pada pertemuan ke tiga ini guru mengadakan ulangan siklus I yang dilaksanakan 2 x 35 menit. Soal disediakan oleh guru dalam bentuk esay dan dituliskan di papan tulis. Sebelum soal ditliskan semua siswa diberi peringatan agar bekerja secara individu dan tidak saling mencontek. Selain itu juga tidak ada buku di meja selain alat tulis yang dibutuhkan. Guru juga memberikan petunjuk tentang pengerjaan soal yang terdiri dari 5 soal. Dalam mengerjakan ulangan siklus I ini berjalan tenang dan ada siswa yang cepat dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Siswa yang sudah siap boleh mengumpulkan hasil tugasnya dan keluar dari ruangan kelas. d. Refleksi Siklus I
Hasil refleksi siklus I yang diadakan dua kali pertemuan diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Dari sisi kebaikan a. Selama pembelajaran penerapan Problem penerapan Problem Based Learning , siswa mulai ikut menggunakan PBL ini dalam kegiatan pembelajaran pembelajaran yang berhubungan dengan adanya adanya menentukan FPB dalam dalam bentuk soal apapun yang yang telah diinformasikan oleh guru. Sebagian besar siswa sudah mulai meningkat. 2. Dari sisi kelemahan a. Masih ada siswa yang melakukan kegiatan-kegiatan lain dalam proses pembelajaran. b. Masih ada siswa yang ragu dan bingung dalam menyelesaikan soal, yang berbentuk masalah dalam kehidupan sehari-hari. c. Siswa belum terbiasa memecahkan masalah secara bersama-sama, maka masih bergantung kepada teman yang pintar. d. Saat pembagian kelompok dan pengerjaan LKS masih ada siswa yang rebut dan kurang aktif. Dari hasil refleksi siklus I ini, maka perencanaan perbaikan yang akan dilakukan pada siklus II adalah :
a. Memberi pengertian dan motivasi kepada siswa supaya aktif dalam pembelajaran waktu mengerjakan soal matematika yang berhubungan dengan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. b. Memberi petunjuk yang jelas kepada siswa dalam menyelesaikan tahaptahap tahap dalam LKS yang berhubungan dengan langkah-langkah PBL dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah dalam kehidupan seharihari. c. Mengarahkan dan memotivasi siswa agar tidak rebut dan main-main dalam proses pembelajaran. 2. Pelaksanaan Tindakan Siklus II
Pada pertemuan siklus II ini ini terdiri dari dua kali pertemuan pertemuan dan satu kali untuk ulangan siklus II yang materinya adalah menentukan KPK dan dan
KPK
dalam kehidupan sehari-hari. a. Tahap Persiapan
Tahap ini peneliti mengumpulkan perangkat pembelajaran dan instrumen pengumpulan data yang dipergunakan pada saat pelaksanaan siklus II. Perangkat pembelajaran itu terdiri dari silabus Rencana pelaksanaan pembelajaran,Lembar Kerja Siswa dan latihan /evaluasi yang disusun untuk tiap kali pertemuan. Karena dalam pembelajaran masalah menentukan KPK dan KPK dalam kehidupan seharihari. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
pengamatan
aktifitas
guru
dan
siswa
untuk
setiap
kali
pertemuan,perangkat hasil belajar untuk ulangan siklus II yang terdiri dari kisikisi penulisan soal naskah soal ulangan siklus II beserta altenatif jawaban.Untuk skor awal siswa diperoleh dai skor ulangan pada materi sebelumnya sebelum pelaksanaan tindakan.
b. Tahap pelaksanaan Pembelajaran
Pelajaran matematika merupakan pelajaran inti yang dilaksanakan sebanyak 6 jam dalam 1 minggu. Siklus kedua kedua terdiri dari dua kali pertemuan dan satu kali ulangan siklus.
1) Pertemuan Ketiga ( Kamis, 9 November 2017)
Pada pertemuan ini, peneliti menyajikan materi di kelas V dengan jumlah siswa 31 orang terdiri dari 14 orang siswa laki-laki dan 17 orang siswa perempuan dan semuanya hadir. Kegiatan pertama membahas tentang KPK dan cara mencari KPK dengan berpedoman kepada RPP I, didukung oleh penggunaan LKS dan evaluasi. Selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung supervisor melakukan pengamatan dan memberi penilaian yang dicantumkan dalam lembar aktivitas guru dan siswa dalam penerapan pendekatan Problem pendekatan Problem Based Learning . Sebelum pembelajaran dimulai, siswa disiapkan oleh ketua kelas, merapikan tempat duduknya dan membaca doa, kemudian guru mengabsen siswa yang pada pertemuan ini semua siswa hadir. Guru memulai pembelajaran dengan memberikan apersepsi kepada siswa. Apersepsi memberikan apersepsi kepada siswa dalam kehidupan sehari-hari, yaitu guru mereview pemahaman siswa tentang menentukan KPK dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian guru menunjukkan masalah, dan menanyakan materi sebelumnya dan memberikan pertanyaan dilanjutkan dengan meminta siswa menjawab pertanyaan tersebut. Selanjutnya guru menginformasikan materi pelajaran y yaitu aitu menentukan KPK dan dalam bentuk soal cerita dalam LKS dengan Pendekatan Pendekatan Problem Based Learning . Pada saat kegiatan inti guru menginformasikan kepada siswa materi yang akan dipelajari. Seperti pertemuan sebelumnya guru memberikan masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hati tentang KPK. Saat itu siswa kelihatannya siswa bersemangat pada saat guru menuliskan langkah-langkah dalam menyelesaikan soal cerita pada lembar kerja siswa dan menunjukkan rasa ingin tahu yang sangat tinggi dalam kelompoknya. Kelompok yang terbentuk ada 5 kelompok. Ketika masing-masing kelompok mulai menganalisis dan memahami masalah yang disampaikan dalam soal cerita dan ada siswa yang bertanya saat
akan memulai mengerjakan LKS dan ada yang masih kebingungan., kemudian guru memberikan bimbingan dan memeriksa kerja tiap kelompok. Setelah selesai setiap kelompok mendemontrasikan hasil kelompoknya secara bergantian dan siswa lain menanggapinya, sampai semua siswa dapat mengerjakan cara menentukan KPK dalam menyelesaikan soal cerita. Kegiatan akhir, guru memberi kesempatan untuk siswa yang ingin bertanya dan guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran secara utuh dan menyeluruh untuk merangkum pelajaran. Untuk memantapkan kemampuan siswa kemudian guru memberikan evaluasi terhadap siswa tentang materi yang telah diajarkan tadi dengan serius. Setelah semua siswa selesai
mengerjakan latihan tadi, guru
memberikan tindak lanjut kepada siswa untuk dapat mempelajarinya kembali di rumah. Pada pertemuan ketiga ini, proses pembelajaran berjalan sesuai dengan rencana yang telah disusun oleh guru dan berjalan sudah sangat baik sesuai dan lancar. Seperti pertemuan sebelumnya terlihat masih ada siswa sudah paham dan sangat antusias menjawab pertanyaan guru . Saat mengerjakan tugas kelompok siswa sudah mulai tertib dan sesuai dengan petunjuk dalam pengerjaan LKS. Siswa sudah mulai terbiasa menggunakan PBL dalam mengerjakan soal-soal pada pelajaran matematika.hanya masih ada beberapa orang siswa yang masih masi h lambat dalam mengerjakan latihan.
c. Observasi
Pengamat (supervisor) mengatakan mengatakan bahwa untuk untuk tahap ketiga ini sudah ada peningkatan dari pertemuan sebelumnya di di siklus I dan cukup baik. Sebagai refleksi dari pengamat pada pertemuan ketiga ini adalah : 1. Guru harus tetap berusaha menguasai menguasai kelas dan memotivasi siswa agar agar tetap memperhatikan materi yang diajarkan, tidak rebut dan melakukan kegiatan lain.
2. Guru tetap mengingatkan siswa mengenai cara berkelompok yang baik dan aktif dalam kelompoknya tampa bergantung kepada temannya yang pintar dan berbagi tugas dalam kelompok. 3. Guru juga memberi petunjuk secara jelas agar pada waktu pelaksanaan siswa yang belum mengerti lebih meningkat pemahamannya. 2) Pertemuan Keempat ( Jumat, 10 November 2017)
Pada pertemuan ke empat ini, peneliti menyajikan materi di kelas V Adengan jumlah siswa 31 orang terdiri dari 14 orang siswa laki-laki dan 17 orang siswa perempuan dan semuanya hadir. Kegiatan pertama membahas tentang menentukan KPK dalam kehidupan sehari-hari dengan berpedoman kepada RPP didukung oleh penggunaan penggunaan LKS dan evaluasi. Selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung supervisor melakukan pengamatan dan memberi penilaian yang dicantumkan dalam lembar aktivitas guru dan siswa dalam penerapan Problem Based Learning . Sebelum pembelajaran dimulai, siswa disiapkan oleh ketua kelas, merapikan tempat duduknya dan membaca doa, kemudian guru mengabsen siswa yang pada pertemuan ini semua siswa hadir. Guru memulai pembelajaran dengan memberikan apersepsi kepada siswa. Apersepsi memberikan apersepsi kepada siswa bangun bangun datar dalam dalam kehidupan kehidupan sehari-hari dan juga
guru mereview
pemahaman siswa tentang menentukan FPB dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian guru menanyakan materi sebelumnya dan memberikan pertanyaan dilanjutkan dengan meminta siswa menjawab pertanyaan tersebut. Selanjutnya pada kegiatan inti, guru menginformasikan materi pelajaran yang akan diberikan yaitu menentukan KPK dalam kehidupan sehari-hari, menginformasikan kembali cara menentukan KPK dengan faktorisasi prima yang telah dipelajari sebelumnya dan dilanjutkan dengan tujuan mempelajari KPK dalam kehidupan sehari-hari. Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok, Setelah langkah-langkah pok terbentuk, Ketua kelompok mengambil LKS ke depan kelas. Ketika masingmasing kelompok mulai menganalisis dan memahami masalah yang disampaikan dalam soal cerita yang berhubungan dengan kehidupan kehidupan sehari-hari dan sudah tidak
ada siswa yang bertanya saat akan memulai mengerjakan LKS kemudian guru memberikan bimbingan dan memeriksa kerja tiap kelompok. Setelah selesai setiap kelompok mendemontrasikan hasil kelompoknya secara bergantian dan siswa lain menanggapinya, sampai semua siswa dapat dapat mengerjakan cara menyelesaikan soal cerita. Kegiatan akhir, guru memberi kesempatan untuk siswa yang ingin bertanya dan guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran secara utuh dan menyeluruh untuk merangkum pelajaran. Untuk memantapkan kemampuan siswa kemudian guru memberikan evaluasi terhadap siswa tentang materi yang telah diajarkan tadi dengan serius. Setelah semua siswa selesai
mengerjakan latihan tadi, guru
memberikan tindak lanjut kepada siswa untuk dapat mempelajarinya kembali di rumah. Pada pertemuan ini, proses pembelajaran berjalan sesuai dengan rencana yang telah disusun oleh guru dan berjalan dengan sangat baik sesuai harapan dan berjalan sangat lancar. Seperti pertemuan sebelumnya terlihat sudah banyak siswa yang paham dan sangat antusias menjawab pertanyaan guru . Saat mengerjakan tugas kelompok siswa sudah tertib dan mengerjakan sesuai dengan petunjuk dalam pengerjaan LKS. Siswa sudah mulai terbiasa menggunakan PBL dalam mengerjakan soal-soal pada pelajaran matematika.hanya masih ada beberapa orang siswa yang masih lambat dalam mengerjakan latihan. Pengamat (supervisor) mengatakan bahwa untuk tahap keempat ini sudah ada peningkatan dari pertemuan sebelumnya di siklus I dan cukup baik. Sebagai refleksi dari pengamat pada pertemuan ketiga ini adalah : 1. Guru harus tetap berusaha menguasai menguasai kelas dan memotivasi siswa agar agar tetap memperhatikan materi yang diajarkan, tidak rebut dan melakukan kegiatan lain. 2. Guru tetap mengingatkan siswa mengenai cara berkelompok yang baik dan aktif dalam kelompoknya tampa bergantung kepada temannya yang pintar dan berbagi tugas dalam kelompok. 3. Guru juga memberi petunjuk secara jelas agar pada waktu pelaksanaan siswa yang belum mengerti lebih meningkat pemahamannya.
3) Ulangan Siklus II ( Sabtu, 11 November 2017)
Pada pertemuan ini guru mengadakan ulangan siklus II yang dilaksanakan pada jam pelajaran pertama dan kedua dengan waktu 2 x 35 menit. Soal yang disediakan sebanyak 10 butir soal dalam bentuk esay. Guru menjelaskan pelaksanaan ulangan siklus ini. Suasana ulangan berjalan dengan tenang dan lancar, semua siswa serius mengerjakan ulangan tersebut, ulangan siswa ini diperiksa berdasarkan kunci jawaban ulangan siklus II. Setelah selesai guru meminta siswa mengumpulkan lembar jawabannya.
d. Refleksi Siklus II
Untuk siklus II sudah lebih baik dari siklus I, siswa sudah mulai terbiasa dengan Pendekatan Pendekatan Problem Based Learning sehingga proses pembelajaran berjalan lancar, siswa bersemangat dan lebih antusias dalam melakukan kegiatan yang diberikan. Selain itu dalam kelompok siswa telah bisa berbagi tugas ,bekerjasama dan aktif dalam dalam bertanya dan menjawab pertanyaan yang diberikan guru dibandingkan dengan siklus I. Dalam pelaksanaan penelitian siklus II ini sudah dikategorikan sangat baik hal ini dapat dilihat dari : 1. Lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa telah dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah yang telah direncanakan, walaupun masih ada beberapa aktifitas guru dan siswa yang belum sempurna. 2. Dalam mengerjakan LKS semua siswa sudah terlihat aktif , kompak dan tidak ada lagi yang diam tampa melakukan kegiatan apapun. 3. Siswa sudah percaya diri dalam mengerjakan latihan yang diberikan guru. 4. Hasil ulangan siklus II ini sudah mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan. Dari hasil refleksi pada siklus II ini dapat disimpulkan bahwa penerpan Pendekatan Problem Based Learning dapat meningkatkan aktivitas siswa dan Pendekatan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran yang berhubungan dengan penguasaan konsep perkalian dan perpangkatan. Dari siklus II ini peneliti tidak melakukan perencanaan lagi untuk siklus selanjutnya karena peneliti hanya dilakukan dua siklus.
B. Analisis Hasil Tindakan
Hasil tindakan yang dianalisis
yaitu aktifitas guru dan siswa selama
proses pembelajaran berlangsung dan mencapai KKM setiap indikatornya. indikatornya. 1. Aktivitas guru dan Siswa
Pada pertemuan pertama aktivitas guru secara umum sudah dikategorikan baik,namun guru masih ada yang kurang dan dalam menyampaikan dan menyampaikan tujuan pembelajaran dan informasi yang kurang rinci dalam mengerjakan LKS. Guru kurang cermat dalam membagi kelompok dan juga kurang merata dalam memberikan bimbingan dalam pengerjaan LKS. Aktifitas siswa pada pertemuan pertama ini masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki yaitu masih ada siswa yang melakukan kegiatan lain dalam peoses pembelajaran sehingga mengganggu knosentrasi
siswa lain dan lain-
lainnya. Saat pembentukkan kelompok siswa agak rebut sementara saat mengerjakan LKS ada siswa yang terlihat bingung dalam menggunakan langkahlangkahlangkah PBL. Hanya siswa yang pintar saja yang mendominasi pengerjaan LKS dan menjawab pertanyaan guru.Siswa belum terbiasa dengan PBL yang diberikan guru. Pertemuan kedua, aktivitas guru sudah tergolong baik, pengamat (supervisor) mengatakan bahwa pertemuan kedua ini sudah mengalami peningkatan dari pertemuan pertama. Tapi masih terdapat kekurangan
saat
memberikan apersepsi dan pembagian kelompok masih ada siswa yang terlihat ribut. Pada saat perwakilan kelompok menyampaikan hasil diskusinya guru meminta siswa menjaga ketertiban siswa. Aktivitas siswa pada pertemuan kedua ini sudah mulai sesuai dengan yang direncanakan. Namun masih ada beberapa siswa yang kurang memperhatikan tujuan pembelajaran. Siswa juga agak ribut dalam pembagian kelompok tetapi sudah bisa menerima teman sekelompoknya, s ekelompoknya, bahkan masih ada anggota kelompok yang masih agak bingung saat penggunaan langkah-langkah PBL untuk dapat menyelesaikan masalah yang ada dalam LKS. Namun masih ada yang bisa mengerjakan tampa bimbingan guru dan juga masih ada anggota kelompok yang tidak mendapatkan tugas.
Pada pertemuan ketiga dan empat
aktivitas guru sepenuhnya berjalan
sesuai langkah-langkah yang direncanakan,lebih baik dari pertemuan pertama dan kedua.hal ini terlihat dari adanya peningkatan dari setiap aktivitas guru yang telah sempurna sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran.Dalam pengerjaan LKS sudah dimengerti siswa dan siswa bersemangat mengerjakannya. Pada pertemuan ketiga dan empat ini aktivitas siswa berjalan sesuai dengan rencana, Hanya ada beberapa siswa yang saja yang masih terlihat tidak aktif. Dari tabel pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan Pendekatan Problem Based Learning sesuai dengan yang diharapkan dan dapat Pendekatan meningkatkan hasil belajar matematika. Dari keseluruhan aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran terdapat peningkatan pemahaman siswa terhadap langkah-langkah PBL. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari tabel berikut ini : Tabel 4.1 Analisis Lembar Pengamatan Aktivitas Guru Penerapan Pendekatan Problem Pendekatan Problem Based Learning Selama Proses Pembelajaran Siklus I Siklus II Pertemuan Pertemuan No Aktivitas Guru Ke Ke 1 2 3 4 1 Menjelaskan tujuan pembelajaran, mengajukan fenomena/demonstrasi/cerita untuk memunculkan masalah dan 3 3 3 4 memotivasi peserta didik untuk terlibat
2
3
4
dalam pemecahan masalah yang dipilih Membantu peserta didik mengidentifikasi dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan dengan masalah tersebut. Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya seperti laporan, dan membantu mereka
3
3
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
untuk berbagi tugas dengan temannya
5
Membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan. JUMLAH RATA- RATA ( dibagi 5) Persentase Kategori
4
4
4
4
17 3.4 85%
18 3.6 90%
19 3.8 95%
20 4 100%
AB
AB
AB
AB
Dari tabel 4.1 4.1 di atas terlihat bahwa secara umum aktivitas guru pada pada siklus I dan II mengalami peningkatan. Dari jumlah skor, terlihat perrtemuan pertama jumlah skor sebesar 17, pada pertemuan kekedua sebesar 18, pada pertemua ketiga sebesar s ebesar 19 dan pada pertemuan keempat sebesar 20. Peningkatan jumlah skor tiap pertemuan adalah dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua sebesar 1, dari pertemuan kedua ke pertemuan ketiga sebesar 1, dari pertemuan ketiga ke pertemuan keempat sebesar 1. Dari rata-rata terlihat pada pertemuan pertama rata-rata sebesar 3,4, pada pertemuan kedua sebesar 3,6, pada pertemuan ketiga sebesar 3,8 dan pada pertemuan keempat sebesar 4,0. Peningkatan rata-rata dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua adalah 0,2, pertemuan kedua dengan pertemuan ketiga sebesar 0,2 dan dari pertemuan ketiga dengan keempat sebesar 0,2. Sedangkan dari persentase terlihat pada pertemuan pertama sebesar 85 % dikategorikan sangat baik, pada pertemuan kedua sebesar 9902,5 %dikategorikan sangat baik, pada pertemuan ketiga sebesar 95% dikategorikan sangat baik dan pada pertemuan keempat sebesar 100% juga dikategorikan sangat baik.. Peningkatan persentase dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua adalah 2,5 %, pertemuan kedua dengan pertemuan ketiga sebesar 5 % dan dari pertemuan ketiga dengan keempat sebesar 2,5 %. %. Sedangkan Sedangkan
peningkatan tiap siklus
dikategorikan sangat baik. Dari tabel 4.1 disimpulkan bahwa observasi aktivitas guru dari siklus I ke siklus II meningkat.
Peningkatan aktivitas guru ini dapat dilihat pada grafik batang di bawah ini :
persentase ( dalam % ) 100 95
90 85
Per I
Per II
Per III
Per IV
Gambar 4.1
Grafik aktivitas Guru Dalam Penerapan Problem Penerapan Problem Based Learning
Tabel 4.2 Analisis Lembar Pengamatan Aktivitas siswa
Penerapan Pendekatan Pr P r oble lem m B ase sed d L ear ni ning ng Selama Proses pembelajaran
NO 1
2
3
4 5
ASPEK YANG DINILAI DINILAI
Pertemuan I I II
Pertemuan II III IV
Peserta didik mendengarkan tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh guru
2
3
3
3
Peserta didik diberikan permasalahan yang akan dipecahkan melalui kerja kelompok.
3
3
3
4
Peserta didik mengumpulkan informasi dari bahan bacaan untuk memecahkan permasalahan yang diberikan.
2
3
4
4
Peserta didik menyiapkan hasil karya seperti laporan hasil kerja kelompok
3
3
3
4
Peserta didik melakukan refleksi dan evaluasi terhadap hasil kerja kelompok.
3
3
4
4
Jumlah
13
15
17
19
2,6
3
3,4
3,8
Persentase
65 %
75%
85 %
95%
Kategori
Cukup
AB
AB
Rata-rata ( dibagi 5)
Baik
Dari tabel 4.2 4.2 di atas terlihat bahwa secara umum aktivitas siswa pada siklus I dan II mengalami peningkatan. Dari jumlah skor, terlihat pertemuan pertama jumlah skor sebesar 13, pada pertemuan kekedua sebesar 15, pada pertemua ketiga sebesar s ebesar 17 dan pada pertemuan keempat sebesar 19. Peningkatan jumlah skor tip pertemuan adalah dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua sebesar 2, dari pertemuan kedua ke pertemuan ketiga sebesar 2, dari pertemuan ketiga ke pertemuan keempat sebesar 3.Dari rata-rata terlihat pada pertemuan pertama rata-rata sebesar 2,3, pada pertemuan kedua sebesar 3, pada pertemuan ketiga sebesar 3,4 dan pada pertemuan keempat sebesar 3,8. Peningkatan rata-rata dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua kedua adalah 0,7, pertemuan ked kedua ua dengan
pertemuan ketiga sebesar 0,4 dan dari pertemuan ketiga dengan keempat sebesar 0,4. Sedangkan dari persentase terlihat pada pertemuan pertama sebesar 65 % dikategorikan sangat baik, pada pertemuan kedua sebesar 75 % dikategorikan sangat baik, pada pertemuan ketiga sebesar 85% dikategorikan sangat baik dan pada pertemuan keempat sebesar 95 % juga dikategorikan sangat baik.. Peningkatan persentase dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua adalah 10 %, pertemuan kedua dengan pertemuan ketiga sebesar 11 % dan dari pertemuan ketiga dengan keempat sebesar 10 %. Sedangkan Sedangkan
peningkatan tiap siklus
dikategorikan sangat baik. Dari tabel 4.1 disimpulkan bahwa observasi aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II meningkat. Peningkatan aktivitas siswa ini dapat dilihat pada grafik batang di bawah ini :
85% 65%
Per I
95%
75%
Per II
Per III
Per IV
persentase Gambar 4.2 Penerapan Pendekatan Pendekatan P Prr oble lem mB Ba ase sed dL Le ear ni ning ng Aktivitas Siswa Siklus I dan Suklus II Selama Proses Pembelajaran Pembelajaran 2.
Analisis Data hasil Belajar
Berdasarkan skor yang diperoleh siswa untuk semua indikator pada ulangan siklus I dan ulangan siklus II (lampiran I dan lampiran I2 ) yang diperoleh siswa setelah penerapan Pendekatan Pendekatan Problem Based Learning dapat dapat dilihat pada tabel tabel dibawah ini : Tabel 4.3
Jumlah siswa yang Mencapai Indikator pada Ulangan Siklus I Ketuntasan Siswa No
Jumlah Siswa
Indikator
Tidak Tuntas Tuntas
Persenrtase Ketuntasan
1
Menentukan FPB
31
22
9
71%
2
Menyelesaikan FPB dalam kehidupan sehari-hari
31
20
11
65%
Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa pada indikator p pertama ertama siswa yang tidak tuntas
9
orang, karena siswa tersebut pada saat mengerjakan latihan dalam
bentuk perpangkatan dan faktorisasi dalam menentukan FPB masih ada yang salah. Sedangkan pada indikator kedua yang tidak tuntas sebanyak 11 orang, karena dalam bentuk soal cerita juga membuat siswa dalam pengerjaan soal FPB masih banyak yang salah dan binggung, bagaimana cara menentukan FPB. Berdasarkan skor yang yang diperoleh siswa untuk semua indikator indikator pada siklus II setelah dilaksanakan penerapan Pendekatan Pendekatan Problem Based Learning dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.4
Jumlah siswa yang mencapai Indikator pada ulangan siklus II
No
1 2 3
Indikator
Menentukan FPB Menentukan FPB dalam bentuk faktorisasi prima Menentukan FPB dalam
Jumlah Siswa
Ketuntasan Siswa
Persenrtase Ketuntasan
Tuntas
Tidak Tuntas
31
21
10
68%
31
1
14 14
55%
31
31
1
3%
kehidupan sehari-hari
Tabel 4.4 dapat disimpulkan bahwa dari 31 siswa maka yang tidak mencapai indikator I adalah 10 10 orang siswa, indikator indikator kedua sebanyak 14 orang dan indikator ketiga siswa yang tidak tuntas 1 orang. Namun pada indikator kedua beberapa siswa si swa banyak salah sal ah dalam dala m mengalikan bilangan bil angan dan soal ini merupakan soal cerita yang membuat siswa kurang pemahaman dalam menyelesaikan soalsoal yang diberikan serta kurang teliti, pada indikator ini kesalahan siswa. Pada indikator ketiga rata-rata semua siswa tuntas namun ada 1 orang y yang ang tidak tuntas juga permasalahannya sama yaitu salah dalam mengalikan, dan kurang teliti dan juga anak ini mempunyai daya tanggap yang lambat sehingga berpengaruh berpengaruh kepada ketuntasan yang diharapkan. Pada keseluruhannya sudah dapat dikategorikan baik, karena ada peningkatan dari Ulangan siklus I ke siklus II. 3. Perbandingan Nilai Skor Dasar, siklus I dan Siklus II dalam Penerapan
P r ob oblem lem B ase ased d L ear ning ni ng . Perbandingan nilai skor dasar, siklus I dan siklus II penerapan pendekatan Pendekatan Problem Based Learning dalam materi menentukan FPB dalam Pendekatan kehidupan sehari-hari dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.5 Rerata Skor dasar, Siklus I dan Siklus II penerapan Problem penerapan Problem Based Learning Jumlah Kelompok Nilai Siswa Rerata Minimum Maxsimun Skor Dasar 31 45,50 10 100
Suklus I Siklus II
31 31
65.20 82.40
20 40
100 100
Dari tabel 4.5 di atas terlihat adanya peningkatan antara skor dasar, siklus I dan siklus II. Dari rerata skor dasar 45,50 meningkat menjadi 65,20 di siklus I atau meningkat meningkat 19.70 poin ( 43,3%), nilai minimum dari 10 meningkat meningkat menjadi menjadi 20 atau peningkatan sebanyak 10 poin dan nilai maksimum tidak ada peningkatan karena siswa sudah mendapatkan nilai sempurna. Selanjutnya nilai rerata siklus I 65,20 meningkat menjadi 82.40 pada pada siklus II atau meningkat sebesar 17,20 poin poin
( 26,38%). Nilai minimum meningkat dari 20 menjadi 40 atau meningkat 20 poin dan nilai maksimum tidak terjadi perubahan karena siswa sidah mencapai nilai maksimal yang harus dicapainya. Peningkatan dapat dilihat dari grafik berikut : 120 100 100 100 100 82.4 80 60
65.2 45.5
40
40 20 20
10
0 Rerata
Minimum
Skor Dasar
Siklus I
Maksimun
Siklus II
Gambar 4.3 Rerata Skor Dasar, Siklus I Dan Siklus II Dalam Penerapan Problem Penerapan Problem Based
Learning
P r oble lem mB Ba ase sed dL Le ear ni ning ng 4. Ketuntas Ketuntasan an Klasikal Penerapan Pendekata Pendekatan n Pr Perbandingan ketuntasan klasikal skor dasar, siklus I dan siklus II penerapan Pendekatan Pendekatan Problem Based Learning siswa kelas V
A SDN 113
Pekanbaru dapat dilihat dari tabel berikut : Tabel 4.6 Ketuntasan klasikal Penerapan Pendekatan Problem Pendekatan Problem Based Learning pada Learning pada setiap siklus Jumlah
Siswa Tidak
Siswa
Persentase
Tuntas
Siswa
Tuntas
Tuntas
Ketuntasan
Klasikal
Skor Dasar
31
20
11
35,5%
TT
Siklus I
31
12
19
61,3%
TT
Siklus II
31
3
28
90,3%
T
Kelompok Nilai
Dari tabel 4.6 terlihat bahwa jumlah siswa yang tuntas secara individu dan persentase ketuntasan secara klasikal meningkat dari skor dasar, siklus I dan
siklus II. Pada skor dasar jumlah siswa yang tuntas 11 orang siswa, tidak tuntas 20 orang
siswa, persentase ketuntasan 3 35,5% 5,5% dan dikatakan dikatakan tidak tuntas secara
klasikal. Hal ini disebabkan siswa kurang memahami materi yang diajarkan guru,siswa kurang antusias dan juga siswa banyak yang bermasalah dalam perkalian dan perpangkatan. Pada siklus I jumlah siswa yang tuntas meningkat sebanyak 8 orang sehingga menjadi 19 orang, sehingga persentase ketuntasan meningkat sebanyak 25,8 % dari 35,5 % menjadi 61,3 61,3 % dan dikategorikan tidak tuntas secara klasikal. Siswa yang tidak tuntas juga bekurang dari 20 orang siswa menjadi 12 siawa yang belum tuntas pada siklus I ini. Pada siklus II jumlah siswa yang tuntas terus mengalami peningkatan sebanyak 9 orang sehingga menjadi 20 orang siswa. Persentase ketuntasannya ket untasannya juga meningkat dari 61,3% menjadi 90,3%, peningkatannya sebanyak 29% dan secara klasikal dikategorikan tuntas. Sedangkan jumlah siswa yang tidak tuntas juga menurun dari 12 orang menjadi 3 orang. Peningkatan ketuntasan klasikal siswa dapat dilihat dari grafik berikut : 100 80 60
Skor Dasar
40
Siklus I
20
Siklus II
0 Siswa Tidak Tuntas
Siswa Tuntas
Persentase Ketuntasan
Gambar 4.4 Ketuntasan Klasikal Penerapan P r oblem lem B ase sed dL Le ear ni ning ng
5. Interval Perbandingan Kelas Atas, Kelas Tengah, Kelas Bawah pada Hasil Belajar Siswa Sebelum Tindakan, Siklus I dan Siklus II Penerapan Pendekatan PBL a. Sebelum Tindakan
Interval perbandingan kelas atas, kelas tengah, kelas bawah pada hasil belajar siswa sebelum tindakan, siklus I dan siklus II penerapan pendekatan PBL dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 4.7 Rerata Nilai Skor Dasar Sebelum Tindakan
Skor Dasar
Jumlah Siswa
Rerata
Minimum
Maksimum
Kelas Atas
8
77,5
70
100
Kelas Tengah
15
45.33
20
70
Kelas Bawah
8
13,75
10
20
Tabel 4.8 terlihat perbandingan kelas atas, kelas tengah dan kelas bawah pada skor dasar, dimana kelas atas dan bawah sama yang diperoleh dari 27% dati jumlah siswa sedangkan kelas tengah te ngah jumlahnya lebih banyak. Dari rerata rerat a terlihat rerata tertinggi 77,5, kelas tengah 45,33 dan kelas bawah 13,75. Selisih kelas atas dan tengah 32,17, sedangkan selisih kelas tengah dan kelas bawah adalah 31,75. Nilai minimum kelas atas lebih tinggi yaitu 70, kelas tengah 20 dan kelas bawah 10. Selisih nilai minimum kelas atas dan kelas tengah adalah 50 sedangkan kelas tengah dan kelas bawah adalah 10. Sedangkan selisih nilai maksimun kelas atas dan kelas tengah adalah 30, untuk kelas tengah dan kelas bawah adalah 50. Perbandingan tersebut dapat dilihat dari grafik berikut : Kelas Atas
Kelas Tengah
Kelas Bawah
100 77.5
70
70
45.33
13.75
Rerata
20
20 10
Minimum
Maksimum
Gambar 4.5 Rerata Nilai Skor Dasar Sebelum Tindakan b. Siklus I
Interval perbandingan kelas atas, kelas tengah dan kelas rendah pada siklus I
penerapan pendekatan PBL dapat dilihat dilihat dari tabel dibawah ini :
Tabel 4.8 Rerata Nilai pada Siklus I
Siklus I
Jumlah Siswa
Rerata
Minimum
Maksimum
Kelas Atas
8
93.75
90
100
Kelas Tengah
15
70.00
50
80
Kelas Bawah
8
28.75
20
40
Tabel 4.9 terlihat perbandingan kelas atas, kelas tengah dan kelas bawah pada siklus I, dimana kelas atas dan bawah sama yang diperoleh dari 27% dati jumlah siswa sedangkan kelas tengah jumlahnya lebih banyak. Dari rerata terlihat rerata tertinggi 93,75 kelas tengah 70 dan kelas bawah 28,75. Selisih kelas atas dan tengah 23,75, sedangkan selisih kelas tengah dan kelas bawah adalah 41,25. Nilai minimum kelas atas lebih tinggi yaitu 90, kelas tengah 50 dan kelas bawah 20. Selisih nilai minimum kelas atas dan kelas tengah adalah 40 sedangkan kelas tengah dan kelas bawah adalah 40. Sedangkan selisih nilai maksimun kelas atas dan kelas tengah adalah 20, untuk kelas tengah dan kelas bawah adalah 40. Perbandingan Perbandingan tersebut dapat dilihat dari grafik berikut : Kelas Atas
93.75
Kelas Tengah
Kelas Bawah 100
90
80
70 50 28.75
Rerata
40 20
Minimum
Gambar 4.6 Rerata Nilai pada Siklus I
Maksimum
Siklus II
Interval perbandingan kelas atas, kelas tengah dan kelas rendah pada siklus II penerapan pendekatan PBL dapat dilihat dilihat dari tabel dibawah ini :
Siklus II
Tabel 4.9 Rerata Nilai pada Siklus II Jumlah Siswa Rerata Minimum
Maksimum
Kelas Atas
8
98.75
90
100
Kelas Tengah
15
81.33
70
90
Kelas Bawah
8
63.75
40
70
Tabel 4.10 terlihat perbandingan kelas atas, kelas tengah dan kelas bawah pada siklus II, dimana kelas atas dan bawah sama yang diperoleh dari 27% dati jumlah siswa sedangkan kelas tengah te ngah jumlahnya lebih banyak. Dari rerata rerat a terlihat rerata tertinggi 98,75, 98,75, kelas tengah 81,33 dan kelas bawah 63,75. Selisih kelas atas dan tengah 17,42, sedangkan selisih kelas tengah dan kelas bawah adalah 17,58. Nilai minimum kelas atas lebih tinggi yaitu 92, kelas tengah 70 dan kelas bawah 40. Selisih nilai minimum kelas atas dan kelas tengah adalah 20 sedangkan kelas tengah dan kelas bawah adalah 30. Sedangkan nilai maksimum kelas atas 100, kelas tengah 90 dan kelas bawah 80, sedangkan selisih nilai maksimun kelas atas dan kelas tengah adalah 10, untuk kelas tengah dan kelas bawah adalah 10. Perbandingan tersebut dapat dilihat dari grafik berikut :
Kelas Atas
Kelas Tengah
Kelas Bawah
100
98.75 90
81.33
90 70
63.75
70
40
Rerata
Minimum
Maksimum
Gambar 4.7 Rerata Nilai pada Siklus II
C. Pembahas Pembahasan an Hasil Penelitian
Uraian tentang pembahasan disini berdasarkan analisis penelitian yang diperoleh
selama proses proses penelitian penelitian pada siklus I dan siklus II. II. Peneliti
menerapkan pendekatan PBL pada materi menentukan FPB pada kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan perkalian dan perpangkatan dengan membagikan LKS pada tiap kelompok, dan memberikan latihan kepada siswa. Hasil penelitian yang dilakukan peneliti dapat digambarkan bahwa aktivitas guru dan siswa selalu mengalami peningkatan. Pendekatan Problem Pendekatan Problem Based Learning adalah pendekatan berbasis masalah dengan langkah-langkah Problem Based Learning , sehingga siswa dituntut untuk mamahami persoalan. Perolehan hasil belajar siswa pada ulangan siklus I dapat disimpulkan mengalami peningkatan sehingga dapat disimpulkan ketercapaian kompetensi berdasarkan indikator belum mencapai ketuntasan belajar secara keseluruhan, masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pada indikator soal tersebut. Pada siklus II guru lebih rinci menjelaskan tentang pembelajaran pendekatan PBL dalam menentukan FPB dan KPK, bagaimana cara car a atau langkahlangkah dalam PBL sehingga pada siklus II ini hasil belajar siswa mengalami
peningkatan. Siswa juga sudah terbiasa menggunakan pendekatan PBL dan memahami sendiri cara penyelesaiannya. Berdasarkan analisis hasil penelitian siklus I dan siklus II diperoleh kesimpulan bahwa aktifitas yang dilakukan guru dan siswa sudah terjadi peningkatan dalam proses pembelajaran. Siswa bukan hanya sekedar menerima informasi dari guru tetapi juga terlibat langsung secara aktif. Dari analisis hasil penelitian siklus I dan siklus II meningkat yang berakibat kepada perubahan sikap dan tingkah laku guru dan siswa Dari analisis data kepercapaian KKM diperoleh fakta bahwa terjadi peningkatan jumlah siswa yang mencapai KKM. Pada siklus I siswa yang mencapai KKM KKM meningkat dari 35,5% menjadi 61,3% 61,3% sehingga ada ada peningkatan peningkatan dari skor dasar 25,8%. Pada siklus II juga mengalami peningk peningkatan atan 30% dari skor siklus I 61,3% naik menjadi 90,3%. Dari fakta di atas dapat diperoleh simpulan bahwa pembelajaran dengan menerapkan pendekatan PBL dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri Negeri 113 Pekanbaru pada materi materi menentukan FPB dan KPK dalam kehidupan sehari-hari tahun pelajaran 2017/2018.
BAB V SIMPULAN DAN TINDAK LANJUT
E. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai data dalam penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal berikut: 1. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PBL dapat meningkatkan aktivitas matematika siswa. Pada awalnya siswa belum dibiasakan untuk melakukan manipulasi matematika dan menemukan sendiri pola atau sifat dari gejala matematika untuk membuat generalisasi. Namun, pada siklus kedua siswa sudah mampu untuk menemukan sendiri pola berdasarkan kegiatan manipulasi matematika. Pada siklus pertama, terlihat bahwa indikator menemukan pola masih dalam kategori “Kurang” dengan persentase ketuntasan sebesar 57,25% dan pada siklus kedua meningkat menjadi kategori “Baik” dengan persentase 70,25%. 2. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PBL dapat meningkatkan hasil belajarmatematika siswa. Pada awalnya siswa masih kesulitan untuk menyampaikan ide baik secara lisan maupun tulisan. Selain itu, siswa juga mengalami kesulitan dalam menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematik. Pada siklus kedua, siswa telah mampu menyajikan dan menjelaskan ide matematika secara lisan atau tulisan dengan benda nyata dan gambar.
Pada siklus pertama, indikator ini masih dalam
kategori “Kurang” dengan persentase ketuntasan sebesar 57,25% dan pada siklus kedua meningkat menjadi kategori “Baik” “ Baik” dengan persentase 73,75%. 73,75%. . F. Saran Tindak Lanjut
Melalui pembelajaran yang telah dilakukan, peneliti menyarankan agar: 1. Untuk
menunjang
keberhasilan
pembelajaran
matematika
dengan
menggunakan pendekatan PBL, maka diperlukan bahan ajar yang menarik dan dirancang berdasarkan masalah kontekstual yang merupakan syarat awal yang harus dipenuhi sebagai pembuka pembelajaran maupun motivasi awal dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. 2. Untuk meningkatkan aktivitas matematika siswa dengan pendekatan PBL, 73
masalah kontekstual, lembar kerja siswa, dan alat peraga yang guru rancang
harus menarik agar siswa dapat aktif melakukan manipulasi matematika dan menemukan pola untuk membuat kesimpulan berdasarkan kegiatan hasil diskusi kelompok. 3. Untuk
meningkatkan
hasil
belajarmatematika
dengan
menggunakan
pendekatan PBL, guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator fasili tator yang tidak mudah. Oleh karena itu, guru perlu memperhatikan hal ini agar berjalan ber jalan dengan optimal dengan memberikan kesempatan dan motivasi kepada siswa untuk mengemukakan atau berbagi ide-ide matematika mereka.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi dkk. 2006. Penelitian 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Depdiknas. 2006. Pedoman 2006. Pedoman Penyusunan Penyusunan Kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di Sekolah Dasar . Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan. de Lange, Jan. 1987. Mathematics, Insight, and Meaning . OW & OC, Utrecht, The Netherlands. http://jejecmsbhnajar.wordpress.com/2013/04/23/karakteristik-danperkembangan belajar-siswa-di-sekolah-dasar/ belajar-siswa-di-sekolah-dasar/ http://muhartirina.blogspot.co.id/2010/11/karakteristik-matematika.html http://muhartirina.blogspot.co.id/2010/11/karakteristik-matematika.html.. I.g.a.k Wardani Kuwaya, Noehi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Guru . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-metode Baru. Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Muslich, Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual . Jakarta: Bumi Aksara. National Council of Teacher of Mathematics (NTCM). 2000. Principle 2000. Principle Standards For School Mathematics. Mathematics. Virginia: Reston. Reston. Nurohmah,
Siti.
2013.
Objek-objek
Pembelajaran
Matematika. Matematika.
Online.
http://sitinurohmahmath.blogspot.com/2013/01/objek-objek pembelajaran-matematika.html. Diakses tanggal 23 September 2013. pembelajaran-matematika.html. Ronis, Diane. 2009. Plonlem 2009. Plonlem Based Learning for Math and Science : intergrating inquiry and the internet. USA: Skylight Professional Development. Sudjana, Nana. 2009. Penilaian 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosda Karya.
Suherman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer . Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung.
Sumarmo, Utari. 2006. Berfikir Matematik Tingkat Tinggi: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Siswa Sekolah Menengah dan Mahasiswa Calon Guru. Guru. Makalah disajikan pada Seminar Pendidikan Matematika di Jurusan Matematika FMIPA Universitas Padjadjaran Tanggal 22 April 2006: tidak diterbitkan. Suyatno.2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif . Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka. Turmudi. 2009. Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika Berparadigma Eksploratif dan Investigatif . Jakarta: Leuser Cita Pustaka. Van de Walle, John A. 2008. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 1 Pengembangan Pengajaran. Pengajaran. Jakarta: Jakarta: Erlangga. ----------. 2008. Matematika 2008. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 2 Pengembangan Pengajaran. Jakarta: Pengajaran. Jakarta: Erlangga Wahyudin. 2008. Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran. Pembelajaran. Jakarta: IPA Abong. Zulkardi. 2006. PMRI dan KTSP. Makalah, disajikan dalam Workshop PMRI di UPI Bandung, April tahun 2006.