PID Kelompok 4
December 17, 2018 | Author: apiida | Category: N/A
Short Description
Download PID Kelompok 4...
Description
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit radang panggul adalah infeksi saluran reproduksi bagian atas. Penyakit tersebut dapat mempengaruhi endometrium (selaput dalam rahim), saluran tuba, indung telur, miometrium (otot rahim), parametrium dan rongga panggul. Penyakit radang panggul merupakan komplikasi umum dari Penyakit Menular Seksual (PMS). PID mempengaruhi satu dari 10 wanita dan jika dibiarkan akan menyebabkan ketidaksuburan (Moore,2000). Saat ini hampir 1 juta wanita mengalami penyakit radang panggul yang merupakan infeksi serius pada wanita berusia antara 16-25 tahun. Lebih buruk lagi, dari 4 wanita yang menderita penyakit ini, 1 wanita akan mengalami komplikasi seperti nyeri perut kronik, infertilitas (gangguan kesuburan), atau kehamilan abnormal. Terdapat peningkatan jumlah penyakit ini dalam 2-3 dekade terakhir berkaitan dengan beberapa faktor, termasuk diantaranya adalah peningkatan jumlah PMS dan penggunaan kontrasepsi seperti spiral. 15% kasus penyakit ini terjadi setelah tindakan operasi seperti biopsi endometrium, kuret, histeroskopi, dan pemasangan IUD (spiral). 85% kasus terjadi secara spontan pada wanita usia reproduktif yang seksual aktif (Moore,2000). Gejala yang mungkin timbul pinggul sakit, pendarahan yang tidak teratur atau perubahan bau pada vagina. Penyakit radang panggul yang memerlukan pengobatan radikal dengan biaya yang cukup mahal dan pengobatan yang lama. Penyakit radang panggul merupakan penyakit alat genitalia tingkat akhir yang memerlukan perhatian sehingga kerusakan jaringan dapat dihindari. Upaya pencegahan PID adalah lakukan seks yang aman dan memeriksakan secara teratur. Namun kadang-kadang gejala tidak begitu jelas sampai semua terlambat. Maka dari itu, penulis mencoba untuk membahas tentang PID dengan harapan dapat meningkatkan
1
pemahaman pembaca tentang PID dan bagaimana cara penangannya sehingga dapat mengurangi angka kesakitan akibat PID. 1.2 Rumusan masalah 1. Apa pengertian PID? 2. Bagaimana epidemiologi PID? 3. Apakah etiologi PID? 4. Apakah faktor resiko PID? 5. Apakah manifestasi klinik dari PID? 6. Bagaimanakah patofisiologi terjadinya PID? 7. Apa komplikasi PID? 8. Bagaimana pencegahan PID? 9. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada PID? 10. Bagaimana penatalaksanaan PID? 11. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan PID? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui pengertian PID 2. Mengetahui epidemiologi PID 3. Mengetahui etiologi PID 4. Mengetahui faktor resiko PID 5. Mengetahui manifestasi klinik dari PID 6. Mengetahui patofisiologi terjadinya PID 7. Mengetahui komplikasi PID 8. Mengetahui pencegahan PID 9. Mengetahui pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada PID 10. Mengetahui penatalaksanaan PID 11. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan PID
2
1.4 Manfaat Penulisan Dengan pembuatan makalah ini kami berharap dapat bermanfaat bagi semua komponen kesehatan khususnya perawat agar lebih mengetahui dan memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan PID yang prevalensinya cukup tinggi, sehingga pada akhirnya dapat bermanfaat bagi diri sendiri maupun klien dan keluarganya.
3
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Pelvic Inflammatory Disease (Salpingitis, PID, Penyakit Radang Panggul) adalah suatu proses peradangan infeksius organ kelamin wanita yang terdapat di rongga panggul termasuk uterus, tuba fallopii (salpingitis), atau ovarium (ooforitis) maupun sekitarnya termasuk peritonium. PID disebut juga dengan salpingitis atau endometritis (emedicine,2009). Pelvic inflammatory disease (PID) merupakan salah satu komplikasi penyakit menular seksual yang serius. PID adalah infeksi pada traktus genitalis wanita bagian atas yang mencakup endometritis, salpingitis, salpingo-oophoritis, tubo-ovarian abscess (TOA), dan pelvic peritonitis. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat dan cepat sangat diperlukan dalam kasus ini karena komplikasi PID dapat mengancam kehidupan dan kesuburan seorang wanita (Mudgil,2009).
Gbr 1. Uterus normal
Gbr 2. Jalan Masuk Bakteri
4
Gbr 3. Tuba fallopi normal dan tuba fallopi yang mengalami inflamasi
Gbr 4. Pelvic Inflammatory Disease Gbr 2. Jalan Masuk Bakteri
2.2 Epidemiologi PID menyerang lebih dari 1 juta wanita di Amerika dalam satu tahun dan rata-rata menghabiskan biaya 4,2 milyar dollar. Per tahunnya hampir 250.000 wanita masuk rumah sakit akibat PID dan 100.000 orang mengalami prosedur bedah, sisanya menjalani rawat jalan. Penyakit ini merupakan penyebab ginekologis tersering bagi pasien untuk masuk departemen emrgensi (350.000/tahun). Meskipun PID dapat terjadi dalam rentang usia berapapun, namun wanita dewasa yang aktif secara seksual dan wanita
kurang
dari
25
tahun
mempunyai
resiko
lebih
besar
(Livengood,2010). 2.3 Etiologi Menurut Moore (2000), penyebab paling sering dari penyakit ini adalah infeksi chlamydia trachomatis (60%) atau Neisseria gonorrhoeae (30-80%) pada serviks atau vagina yang menyebar ke dalam endometrium, tuba fallopi, ovarium, dan struktur yang berdekatan. Tetapi selain itu ada beberapa penyebab lain diantaranya : • Infeksi Gardnerella vaginalis • Infeksi Bacteroides • Bacterial vaginosis
5
• Streptococcus Group B • Escherichia coli • Actinomycosis • Enterococcus Meskipun sangat jarang, dapat pula diisolasi golongan virus seperti •
Coxsackie B5
•
ECHO 6
•
Herpes type 2
•
Haemophilus influenzae. 2.4 Faktor Resiko •
wanita kurang dari 25 tahun yang aktif secara seksual
•
adanya riwayat chlamydia atau penyakit menular seksual lain
•
episode pelvic inflammatory disease sebelumnya
•
banyaknya jumlah seksual partner
•
pemakaian kondom yang tidak teratur
•
hubungan seksual pada usia yang sangat muda
•
wanita pekerja seks (Mudgil,2009).
•
pemakaian IUD (Lancet,1992) 2.5 Manifestasi Klinis Gejala klinis PID bervariasi dan tidak spesifik. Moore (2000) melaporkan hanya 3% yang mempunyai gejala akut abdomen sehingga membutuhkan operasi emergensi. Secara klinik dapat ditemukan duh tubuh vaginal yang abnormal (sering berupa pus), nyeri perut bawah, demam lebih dari 38o C, perdarahan bercak (spotting) diantara siklus haid atau siklus yang tidak teratur, nyeri berkemih, dispareni, mual dan muntah terutama pada kasus yang berat. Beberapa kasus mengeluhkan proktitis bahkan nyeri perut kuadran kanan atas. Marks dkk., (2000) mengevaluasi 773 wanita terdiagnosis PID (1991-1997) dan mendapatkan keluhan terbanyak adalah fluor albus (68%), nyeri perut bawah (65%), dispareni
6
(57%); sedangkan temuan klinis yang paling sering adalah nyeri adneksa (83%), nyeri goyang serviks (75%) dan servisitis (56%).
7
2.6 Patofisiologi N gonorheae & C.trachomatis -
PMS Riwayat PID sebelumnya Penggunaan IUD Infeksi bakteri lain
Menginfeksi rahim
Demam
Menginfeksi tuba fallopi
Reaksi radang
Menyebar ke struktur sekitarnya
Hipertermi
Tuba fallopi bengkak dan terisi cairan
Ke pembuluh darah
Abses ovarium dan panggul
Sepsis
Syok
PID
Nyeri perut bagian bawah
Mual dan muntah
Jaringan parut dan perlengketan fibrosa abnormal Kelemahan Nafsu makan berkurang
Tuba fallopi rusak
Infertilitas
Sel telur yg sudah dibuahi tidak dapat masuk rahim
Nyeri menahun, Tumpul, terus menerus
Nyeri berkemih
Pendarahan atau bercak pada vagina
Intoleransi aktivitas Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Nyeri Akut
8
Kehamilan ektopik Nyeri Kronik
Harga diri rendah situasional Perdarahan internal
Ansietas
9
2.7 Komplikasi Infertilitas Satu dari sepuluh wanita dengan PID mengalami infertilitas. PID dapat menyebabkan perlukaan pada tuba fallopii. Luka yang kemudian menjadi scar yang menghalangi tuba dan mencegah terjadinya fertilisasi sel telur. Ektopik pregnancy Scar yang terbentuk oleh PID juga dapat menghalangi telur yang sudah difertilisasi berpindah ke uterus. Sehingga, telur tersebut justru tumbuh dalam tuba fallopii. Tuba dapat mengalami rupture dan menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa. Operasi darurat dapat dilakukan bila kehamilan ektopik ini tidak terdiagnosa sebelumnya. Rasio kehamilan ektopik 12-15% lebih tinggi pada wanita yang mempunyai episode PID. Nyeri pelvis kronis Scar juga dapat terbentuk di tempat lain dalam abdomen dan menyebabkan nyeri pelvis yang berlangsung berbulan-bulan atau hingga bertahun-tahun (emedicine,2009) PID berulang Kondisi ini terjadi jika penyebab infeksi tidak seluruhnya teratasi atau karena pasangan seksualnya belum mendapat perawatan yang sesuai. Jika pada episode PID sebelumnya terjadi kerusakan servik, maka bakteri akan lebih mudah untuk masuk ke dalam organ reproduksi lain dan membuat wanita tersebut rentan terkena PID berulang. Episode PID berulang ini seringkali dihubungkan dengan resiko infertilitas. Abses Terkadang PID menyebabkan abses pada bibir vagina, juga pada tuba fallopii dan ovarium. Abses ini adalah kumpulan dari cairan yang terinfeksi. Penggunaan antibiotik dibutuhkan untuk menangani abses ini, jika tidak berhasil maka operasi biasanya merupakan pilihan yang disarankan oleh dokter. Penanganan abses tersebut sangat penting karena abses yang pecah dapat membahayakan (NHS,2010).
10
2.8 Pencegahan Gunakan kondom setiap kali berhubungan seks untuk mencegah PMS. Gunakan kondom meskipun Anda menggunakan alat kontrasepsi lain. Berhubungan seks hanya dengan pasangan yang tidak menderita Penyakit Menular Seksual dan pasangan yang hanya berhubungan sex dengan Anda. Batasi jumlah pasangan seksual. Jika pasangan Anda sebelumnya mempunyai pasangan lain, resiko terkena PMS semakin meningkat (Swierzewski, 2001). 2.9 Pemeriksaan Diagnostik
USG (ultrasonografi) Merupakan pemeriksaan diagnostic pertama yang dilakukan pada ksuskasus yang dicurigai sebagai PID, dimana tidak ditemukan petunjuk klinis. TVS (transvaginal sonografi) Menunjukkan visualisasi detail dari uterus dan adnexa, termasuk ovarium. Pada pemeriksaan fisik, tuba fallopi biasanya terlihat hanya pada keadaan abnormal dan distensi karena obstruksi postinflamasi. TAS (transabdominal sonografi) Melengkapi pemeriksaan endovaginal karena TAS menyediakan gambaran isi pelvis yang lebih menyeluruh. Apakah TAS (memerlukan pengisian blader) atau TVS (tidak memerlukan pengisian blader) dilakukan lebih dulu, merupakan keputusan dari pelaksananya. MRI (magnetic resonance imaging)
11
Menghasilkan gambaran yang lebih baik dari USG. Dalam penelitian Tukeva, menyebutkan bahwa hasil MRI lebih akurat untuk menegakkan diagnosa PID daripada USG. Meski begitu, penelitian ini hanya terbatas pada beberapa kelompok pasien tertentu.
CT (computed tomography) Biasa digunakan dalam initial diagnostic untuk menyelidiki nyeri nonspesifik pelvis pada wanita, dan PID dapat ditemukan secara tidak sengaja.
(Mudgil,2009)
2.10 Penatalaksanaan Menurut Swierzewski (2001), penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien PID antara lain :
Sediakan analgesik Bila pasien menggunakan IUD maka stop penggunaan in situ, dengan catatan pasien dapat mencegah kehamilan meski tanpa alat kontrasepsi minimal 7 hari Segera rujuk ke bagian genitourinaria (obgyn), untuk pasien dengan riwayat STD agar menjalani skrining, dan terapi bagi pasangan seksual pasien Penatalaksanaan antibiotik : Pasien PID sebaiknya segera diberikan antibiotik paling tidak untuk 1 minggu. Kadang PID disebabkan oleh lebih dari satu jenis bakteri sehingga kombinasi antibiotik atau antibiotik spektrum luas sering diberikan.
Yang harus dilakukan pasien, antara lain:
12
Tetap mengkonsumsi semua obat yang diresepkan, meskipun gejala PID sudah tidak dirasakan. Kembali lagi untuk kontrol dalam 2 atau 3 hari setelah penatalaksanaan pertama, untuk memastikan antibiotiknya bekerja. Kembali dalam 7 hari setelah antibiotik habis untuk memastikan bahwa infeksi sudah sembuh. Jika tidak ada perubahan setelah penatalaksanaan antibiotic yang pertama, maka antibiotic jenis lain harus diberikan. Pada beberapa kasus berat, pasien harus menjalani opname dan menerima antibiotic dengan intravena. Pasien-pasien tersebut biasanya mengalami : Sakit parah dengan demam, menggigil dan berkeringat. Tidak mampu melakukan terapi oral dan membutuhkan antibiotic intravena Tidak berespon terhadap antibiotic oral Terdapat abses Diagnosa penyakitnya tidak pasti dan pasien mungkin mengalami keadaan darurat medis lain (e.g., appendicitis). Hamil Immunodeficiency (misalnya HIV , terapi imunosupresi).
Terapi untuk pasangan seksual pasien Biasanya asimptomatik pada pria Cegah koitus selama terapi dan follow up selesai. Skrining bila ternyata pasangan mempunyai riwayat STD bila terbukti pasien pernah koitus dengan pasangan Beri terapi terhadap infeksi Klamidia pada pasangan meski tidak menderita Klamidia berdasarkan hasil uji pemeriksaan tambahan Bila terdapat Gonorhea, beri terapi Gonorhea.
13
Terapi empiris untuk pasangan yang menderita Klamidia dan Gonorea yang tidak mau di-skrining
14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian A. Pengumpulan Data Identitas pasien Keluhan utama Biasanya klien mengalami nyeri pada perut dan panggul yang bersifat tumpul dan terus menerus, terjadi beberapa hari setelah menstruasi terakhir, dan diperparah dengan gerakan, aktivitas, atau sanggama. Riwayat penyakit sekarang Pasien diawali dengan adanya tanda-tanda seperti nyeri yang terjadi beberapa hari setelah menstruasi terakhir dan biasanya kurang dari 7 hari. Beberapa wanita dengan penyakit ini terkadang tidak mengalami gejala sama sekali. Keluhan lain yang menyertai adalah mual, nyeri berkemih, perdarahan atau bercak pada vagina, demam, nyeri saat senggama, dan menggigil. Riwayat kesehatan dahulu Perlu ditanyakan apakah klien memiliki riwayat penyakit radang panggul ataukah pernah terinfeksi oleh kuman penyebab PMS sebelumnya. Kemudian apakah klien menggunakan douche (cairan pembersih vagina) beberapa kali dalam sebulan. Selain itu, perlu ditanyakan pula apakah klien pernah atau sedang menggunakan IUD (spiral), karena resiko tertinggi terjadinya PID adalah saat pemasangan terutama apabila sudah terdapat infeksi dalam saluran reproduksi sebelumnya. Riwayat psikososial
15
Meliputi perasaan pasien klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya. Pengkajian pola-pola fungsi kesehatan a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Adanya riwayat perilaku seksual yang berganti pasangan. b. Pola nutrisi dan metabolisme Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien karena salah satu tanda dari PID adalah mual muntah dan nafsu makan berkurang. c. Pola eliminasi Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan eliminasi urin sebelum dan sesudah MRS mengalami gangguan seperti sering berkemih dan mengalami nyeri saat berkemih. d. Pola aktivitas dan latihan Akibat PID aktivitas klien terganggu karena mengalami kelelahan yang sangat akibat dari kurangnya nafsu makan dan perdarahan hebat saat menstruasi serta pasca melakukan hubungan seksual. e. Pola tidur dan istirahat Adanya nyeri menyebabkan pola tidur klien terganggu. f.
Pola persepsi dan konsep diri Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat tiba-tiba mengalami sakit. Sebagai seorang awam,
16
klien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya karena akibat penyakit ini klien bisa mengalami infertilitas, kehamilan ektopik dan bahkan anak yang dilahirkan cacat atau meninggal.
g. Pola perilaku seksual Perlu ditanyakan apakah klien selama ini suka berganti-ganti pasangan seksual, atau lebih dari 2 pasangan dalam waktu 30 hari. Selain itu, apakah aktivitas seksual yang dilakukan pada usia yang terlalu muda, yaitu di bawah 16 tahun karena dapat meningkatkan resiko PID. h. Pola penanggulangan stress Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya. B. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi Adanya pembengkakan di daerah sekitar panggul karena terjadi infeksi yang menyebabkan penyumbatan pada tuba falopii. b. Palpasi Daerah panggul dan perut untuk mengetahui letak nyeri. C. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan darah lengkap : peningkatan laju endap darah dan Cprotein menunjukkan adanya infeksi
17
Pemeriksaan cairan dari serviks/ swabs serviks untuk mengetahui penyebab (+) untuk Klamidia dan Gonorea, hasil (-) masih bisa menunjukkan PID akibat penyebab lain. Laparoskopi : untuk melihat langsung gambaran tuba fallopi. Pemeriksaan ini invasive sehingga bukan merupakan pemeriksaan rutin. Untuk mendiagnosis penyakit infeksi pelvis, bila antibiotik yang diberikan selama 48 jam tak memberi respon, maka dapat digunakan sebagai tindakan operatif. USG panggul. Tes kehamilan : untuk menyingkirkan kelahiran ektopik terganggu. Biopsi endometrium -
Pemeriksaan USG per vaginam dan per pelvis : untuk menyingkirkan kehamilan ektopik terganggu usia lebih 6 minggu.
-
Kuldosintesis : untuk mengetahui bahwa peradarahan yang terjadi diakibatkan oleh hemoperitoneum (berasal dari kehamilan ektopik terganggu yang rupture atau kista hemoragik) yang dapat menyebabkan sepsis pelvis (salpingitis, abses pelvis rupture, atau apendiks yang rupture).
Urinalisis dan kultur urin untuk meng-ekslusi infeksi saluran.
3.2 Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit 2. Nyeri kronis berhubungan dengan proses penyakit 3. Hipertermi berhubungan dengan reaksi radang 4. Ketidakseimbangan nutrisi : nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan. 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
18
6. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian. 7. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan kerusakan fungsi. 3.3 Intervensi Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit. • Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 1x24 jam nyeri klien berkurang. • Kriteria hasil : Klien menunjukkan tingkat nyeri menurun (skala 3-5) Klien tampak tenang, ekspresi wajah rileks. Klien menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kesejahteraan. No 1.
2.
Intervensi Kaji keluhan nyeri, perhatikan
Rasional Memberikan informasi sebagai
intensitas (skala 0-10), lama dan
dasar pengawasan keefektifan
lokasi. Menjelaskan sebab dan akibat nyeri
intervensi. Dengan sebab dan akibat nyeri
pada klien dan keluarga.
diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk
3.
Mengajarkan teknik relaksasi dan
mengurangi nyeri. Klien mengetahui teknik
distraksi.
relaksasi dan destraksi sehingga dapat mengaplikasikan jika
4.
Bantu klien mengatur posisi
mengalami nyeri. Posisi yang nyaman dapat
5.
senyaman mungkin. Ciptakan suasana lingkungan
mengurangi nyeri. Meningkatkan istirahat dan
tenang dan nyaman.
meningkatkan kemampuan
6.
Observasi tanda-tanda vital dan
koping. Mengetahui keadaan umum dan
7.
keluhan klien. Catat indikator non verbal dan
perkembangan kondisi klien. Alat menentukan adanya nyeri, 19
8.
respon automatik terhadap nyeri,
kebutuhan terhadap keefektifan
evaluasi efek analgesik Berikan analgetik bila perlu.
obat Pemberian analgasik dapat mengurangi nyeri
Diagnosa 2 : Nyeri kronis berhubungan dengan proses penyakit Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3x24 jam nyeri klien berkurang. • Kriteria hasil : Klien menunjukkan tingkat nyeri menurun (skala 3-5) Klien tampak tenang, ekspresi wajah rileks. Klien menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kesejahteraan.
No 1.
2.
Intervensi Kaji keluhan nyeri, perhatikan
Rasional Memberikan informasi sebagai
intensitas (skala 0-10), lama dan
dasar pengawasan keefektifan
lokasi. Menjelaskan sebab dan akibat nyeri
intervensi. Dengan sebab dan akibat nyeri
pada klien dan keluarga.
diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk
3.
Mengajarkan teknik relaksasi dan
mengurangi nyeri. Klien mengetahui teknik
distraksi.
relaksasi dan destraksi sehingga dapat mengaplikasikan jika
4.
Bantu klien mengatur posisi
mengalami nyeri. Posisi yang nyaman dapat
5.
senyaman mungkin. Ciptakan suasana lingkungan
mengurangi nyeri. Meningkatkan istirahat dan
tenang dan nyaman.
meningkatkan kemampuan
Observasi tanda-tanda vital dan
koping. Mengetahui keadaan umum dan
6.
20
7.
8.
keluhan klien. Catat indikator non verbal dan
perkembangan kondisi klien. Alat menentukan adanya nyeri,
respon automatik terhadap nyeri,
kebutuhan terhadap keefektifan
evaluasi efek analgesik Berikan analgetik bila perlu.
obat Pemberian analgasik dapat mengurangi nyeri
Diagnosa 3 : Hipertermi berhubungan dengan reaksi radang. • Tujuan
:
Suhu tubuh turun sampai dalam batas normal setelah dilakukan perawatan 1x24 jam. • Kriteria hasil :
Suhu tubuh dalam batas normal 36 – 37 0 C
Klien bebas demam No Intervensi 1. Bina hubungan baik dengan klien dan keluarga
2.
3.
Berikan
kompres
Rasional Dengan hubungan yang baik dapat meningkatkan kerjasama
dingin
dan
dengan
klien
sehingga
pengobatan
dan
perawatan
mudah dilaksanakan. Pemberian kompres
dingin
ajarkan cara untuk memakai es atau
merangsang penurunan suhu
handuk pada tubuh, khususnya
tubuh
pada aksila atau lipatan paha.. Peningkatan kalori dan beri banyak
Air merupakan pangatur suhu
minuman (cairan
tubuh.
Setiap ada kenaikan
suhu
melebihi
kebutuhan
normal,
metabolisme
air
juga meningkat dari kebutuhan setiap 4.
ada
kenaikan
suhu
tubuh. Anjurkan memakai baju tipis yang Baju yang tipis akan mudah menyerap keringat.
untuk menyerap keringat yang keluar. 21
5.
Observasi
tanda-tanda
vital Observasi
terutama suhu dan denyut nadi
tanda-tanda
vital
merupakan deteksi dini untuk mengetahui terjadi
komplikasi yang sehingga
cepat
mengambil tindakan 6.
Kolaborasi dalam
dengan
pemberian
tim
medis
obat-obatan
terutama anti piretik.
Pemberian terutama
obat-obatan antipiretik
untuk
menurunkan suhu tubuh
Diagnosa 4 : Ketidakseimbangan nutrisi : nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan. • Tujuan
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam nutrisi klien terpenuhi. • Kriteria hasil : Klien menunjukkan asupan makanan, cairan dan zat gizi adekuat. Klien mempertahankan berat badan dan massa tubuh dalam batas normal. Klien melaporkan keadekuatan tingkat nutrisi. No 1.
Intervensi Kaji pemenuhan nutrisi klien.
Rasional Mengetahui kekurangan nutrisi
Menjelaskan pentingnya makan
pada klien. Dengan pengetahuan yang baik
untuk proses penyembuhan.
tentang nutrisi akan memotivasi
3.
Mencatat intake dan ouput
peningkatan pemenuhan nutrisi. Mengetahui perkembangan
4.
makanan klien. Menganjurkan klien makan
pemenuhan nutrisi klien. Dengan sedikit tapi sering
sedikit tapi sering.
mengurangi penekanan berlebihan
Menyajikan makanan secara
pada lambung. Meningkatkan selera makan klien.
2.
5.
22
6.
menarik. Menyajikan makanan dalam
Mengurangi aroma makanan yang
7.
kondisi dingin. Menimbang berat badan klien
menyebabkan klien mual. Berat badan merupakan indikator
setiap hari.
terpenuhi atau tidaknya kebutuhan nutrisi.
Diagnosa 5 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan. • Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri. • Kriteria hasil : Klien dapat melakukan aktivitas secara optimal. Klien kelihatan segar dan bersemangat, personel hygiene pasien cukup. No 1.
Intervensi Evaluasi respon pasien saat
Rasional Mengetahui sejauh mana
beraktivitas, catat keluhan dan
kemampuan pasien dalam
tingkat aktivitas serta adanya
melakukan aktivitas.
2.
perubahan tanda-tanda vital. Bantu klien memenuhi
Memacu pasien untuk berlatih
3.
kebutuhannya. Awasi klien saat melakukan
secara aktif dan mandiri. Memberi pendidikan pada klien
aktivitas.
dan keluarga dalam perawatan
Libatkan keluarga dalam perawatan
selanjutnya. Kelemahan suatu tanda klien
pasien
belum mampu beraktivitas secara
Jelaskan pada pasien tentang
penuh. Istirahat perlu untuk menurunkan
perlunya keseimbangan antara
kebutuhan metabolism
4.
5.
aktivitas dan istirahat 23
6.
Motivasi dan awasi pasien untuk
Aktivitas yang teratur dan
melakukan aktivitas secara
bertahap akan membantu
bertahap.
mengembalikan pasien pada kondisi normal.
Diagnosa 6 : Cemas berhubungan dengan ancaman kematian. • Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam klien mampu mengontrol atau menurunkan kecemasan yang dialaminya. • Kriteria hasil : Klien mampu mengidentifikasi kecemasan, Klien mampu menggunakan mekanisme koping yang sesuai untuk mengontrol atau menurunkan kecemasannya. No 1.
2.
Intervensi Kaji dan dokumentasikan
Rasional Mengetahui tingkat kecemasan
tingkat kecemasan yang dialami
klien sangat perlu untuk
klien
menentukan intervensi yang akan
Kaji kemampuan klien untuk
dilakukan selanjutnya. Setiap individu memiliki
mengatasi kecemasan
kemampuan tersendiri dalam
sebelumnya.
mengontrol kecemasannya. Diperlukan mekanisme koping yang sesuai dalam mengatasi
3.
4.
Dorong menyatakan perasaan,
kecemasan. Membuat hubungan terapeutik,
beri umpan balik.
membantu klien mengidentifikasi
Ajarkan terapi yang dapat
penyebab stress. Pemilihan terapi sesuai dengan
membantu klien mengontrol
respon klien terhadap kecemasan
24
kecemasan (misalya: relaksasi, meningkatkan konsentrasi, 5.
membuka diri) Berikan lingkungan yang tenang
Meningkatkan relaksasi, dan
6.
untuk istirahat. Kolaborasi dengan dokter
membantu menurunkan ansietas. Kecemasan yang tidak terkendali,
mengenai pemberian obat untuk
dapat dikontrol dengan terapi
mengurangi kecemasan, jika
medis.
dibutuhkan. Diagnosa 7 : Harga diri rendah situasional berhubungan dengan kerusakan fungsi. • Tujuan : Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
3x24
jam
klien
menunjukkan konsep diri yang baik/meningkat. • Kriteria hasil : Klien menunjukkan peningkatan konsep diri, menerima dirinya. No Intervensi 1. Dorong individu untuk mengekspresikan perasaannya,
Rasional Klien butuh untuk didengarkan dan dipahami.
khususnya mengenai pandangan, pemikiran, dan 2.
perasaan orang lain. Memperjelas berbagai
Mencegah terjadinya harga diri
kesalahan konsep individu
rendah.
mengenai diri, perawatan atau 3.
pemberi perawatan. Hindari kritik negative.
Klien sangat sensitive. Diperlukan kritik positif untuk menghindari terjadinya harga
4.
Memberikan privasi dan
diri rendah. Memberikan kenyamanan klien
5.
keamanan lingkungan. Dukung keluarga dalam
dalam masa penyembuhan. Partisipasi pada perawatan 25
berpartisipasi pada perawatan.
membantu mereka merasa berguna dan meningkatkan kepercayaan antara perawat, klien, dan orang terdekat.
26
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pelvic Inflammatory Disease (Salpingitis, PID, Penyakit Radang Panggul) adalah suatu proses peradangan infeksius traktus genitalis wanita bagian atas yang meliputi endometritis, salpingitis, salpingo-oophoritis, tubo-ovarian abscess (TOA), dan pelvic peritonitis yang disebabkan chlamydia trachomatis (60%) atau Neisseria gonorrhoeae (30-80%), selain itu juga terdapat beberapa organisme lain seperti Gardnerella vaginalis, Bacteroides, Bacterial vaginosis. PID menyerang lebih dari 1 juta wanita di Amerika dalam satu tahun dan rata-rata menghabiskan biaya 4,2 milyar dollar. Per tahunnya hampir 250.000 wanita masuk rumah sakit akibat PID dan 100.000 orang mengalami prosedur bedah, sisanya menjalani rawat jalan. Sehingga PID memerlukan penanganan cepat dan tepat antara lain analgesik, antibiotik serta pengobatan bagi pasangan seksual pasien agar PID tidak berulang kembali. 4.2 Saran Setelah
membaca
mengaplikasikan
rencana
makalah asuhan
ini,
diharapkan
keperawatan
mahasiswa
bagi
pasien
dapat Pelvis
Inflammatory Disease dengan tepat sehingga dapat meminimalkan komplikasi. Selain itu, mahasiswa keperawatan juga diharapkan dapat memberikan edukasi baik kepada pasien maupun keluarganya.
27
Daftar Pustaka Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC Doenges, Marilynn.E.2001.Rencana Keperawatan. Jakarta: EGC Emedicine. 2009. Pelvic Inflammatory Disease. http://www.emedicinehealth.com/ script/main/art.asp?articlekey=59333&page=1#Pelvic Inflammatory Dise ase Overview. Diakses 26 Agustus 2010 Lancet. The IUD And Pelvic Inflammatory Disease. Journal Watch General Medicine April 17, 1992. Livengood, Charles. 2010. Pathogenesis of and risk factors for pelvic inflammatory disease. http://www.uptodate.com/patients/topic/toc.html. Diakses tanggal 26 Agustus 2010 Marks C,Tideman RL,Estcourt CS,Smart S, Page J, Wagner K,Mindel A. Diagnosing PID—getting the balance right. Int J STD AIDS 2000 Aug; 11 (8):545-7 Moore J, Kennedy S. Causes of chronic pelvic pain. Baillieres Best Pract Res Clin Obstet Gynecol 2000 Jun;14(3):389-402 Mudgil, Shikha. 2009. Pelvic Inflammatory Disease/Tubo-ovarian Abscess. http://emedicine.medscape.com/article/404537-overview.
Diakses
tanggal 29 Agustus 2010 NHS. 2010. Pelvic Inflammatory Disease. http://www.nhs.uk/Conditions/Pelvicinflammatory-disease/Pages/Complications.aspx.
Diakses
tanggal
1
September 2010 Swierzewski,
Stanley.
2001.
Pelvic
Inflammatory
Disease
(PID).
http://www.womenshealthchannel.com/pid/treatment.shtml. Diakses tang gal 1 September 2010
28
View more...
Comments