Pica

December 19, 2017 | Author: Saravana Selvi Sanmugam | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

pica...

Description

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul “PICA” dengan tepat waktu. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dr. Diah Krisnansari, Msi selaku pembimbing dan semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu atas bantuan dalam penyusunan referat ini. Dalam referat ini, kami jelaskan dari tanda dan gejala sampai penatalaksanaan beserta teori lama dan baru. Kami sadar dalam penyusunan referat ini masih banyak kekurangankekurangan baik teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki kami. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dan menjadikan kami lebih baik untuk ke depannya sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan referat ini. Demikianlah referat ini kami buat, semoga bermanfaat khususnya bagi kami penyusun maupun bagi para pembaca. Purwokerto, Mei 2012 Kelompok 3

1

DAFTAR ISI Kata Pengantar.......................................................................................................1 Daftar Isi................................................................................................................2 I. II.

Pendahuluan................................................................................................... 3 Tinjauan Pustaka A. B. C. D. E. F. G.

III.

Definisi................................................................................................ Faktor Resiko...........................................................................................5 Dignosis Banding.................................................................................... Penegakan Diagnosis............................................................................... Terapi...................................................................................................... Prognosis................................................................................................. Komplikasi..............................................................................................

5 5 6 7 11 11

Kesimpulan.....................................................................................................12

Daftar Pustaka....................................................................................................... 13

BAB 1 PENDAHULUAN

2

1.1. Latar belakang Pica adalah gangguan makan yang didefinisikan sebagai konsumsi zat-zat yang tidak bergizi secara terus menerus selama kurang lebih satu bulan. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV), ingesti zat tidak bergizi harus tidak sesuai untuk tingkat perkembangan anak. Pica mungkin saja jinak namun bisa juga mengancam nyawa (APA, 2000). Pica jauh lebih sering ditemukan pada anak kecil dibandingkan dengan dewasa. Individu yang terdiagnosis pica dilaporkan menelan berbagai macam zat non pangan termasuk tanah liat, kotoran, pasir, batu, kerikil, rambut, es, kuku, kertas, kapur, kayu, bahkan batu bara. Pada orang dewasa, bentuk pika tertentu, termasuk geofagia (makan tanah) dan amilofagia (makan kanji), telah dilaporkan terjadi pada wanita hamil. Walaupun pica diamati paling sering terjadi pada anak-anak, gangguan makan ini adalah suatu hal yang paling umum terjadi pada individu dengan retardasi mental. Dalam beberapa masyarakat, pica adalah suatu hal yang bersifat budaya dan tidak dianggap patologis (APA, 2000). Pica terjadi di seluruh dunia. Geofagia adalah bentuk paling umum dari pica pada orang yang hidup dalam kemiskinan serta orang yang hidup di daerah tropis dan bersukusuku. Pica adalah hal yang lazim terjadi di bagian barat Kenya, Afrika Selatan, dan India. Pica juga dilaporkan di Australia, Kanada, Israel, Iran, Uganda, Wales, Turki, dan Jamaika. Di beberapa Negara, bahkan tanah dijual untuk tujuan konsumsi. Di Indonesia sendiri belum ada data dan informasi yang jelas mengenai gangguan makan jenis ini (Hagopian, 2011). Pica diperkirakan terjadi pada usia 10 sampai 32 persen anak-anak antara usia 1 dan 6 tahun. Pada anak yang lebih dari 10 tahun, laporan pika menyatakan angka kira-kira 10 persen dari populasi. Terjadi penurunan linier seiring dengan bertambahnya usia. Pica kadang-kadang meluas ke golongan remaja namun jarang ditemukan pada orang dewasa yang tidak cacat mental. Pada individu dengan keterbelakangan mental, pica paling sering terjadi pada mereka yang berusia 10-20 tahun (Hagopian, 2011). Bayi dan anak sering menelan cat, plester, tali, rambut, dan kani. Anak-anak lebih cenderung suka menelan kotoran hewan, pasir, serangga, daun, kerikil, dan punting rokok. Sedangkan remaja dan orang dewasa paling sering menelan tanah liat atau tanah. Pada wanita hamil muda, pica terjadi selama kehamilan pertama pada masa remaja akhir atau dewasa awal. Meskipun pica biasanya berhenti pada akhir kehamilan, namun bisa saja terus berlanjut hingga bertahun-tahun. Pica biasanya terjadi dengan frekuensi yang sama antara laki-laki dan perempuan, namun sangat jarang pada pria remaja dan dewasa (Young, 2010).

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4

2.1 Definisi Pica ialah nafsu makan yang aneh, yaitu penderita menunjukkan nafsu makan terhadap berbagai atau salah satu obyek yang bukan tergolong makan, misalnya tanah, pasir, rumput, bulu, selimut wol, pecahan kaca, kotoran hewan, cat kering, dinding tembok, dan sebagainya (Hasan dan Alatas, 1985). 2.2 Faktor Resiko a.

Terdapat pada golongan anak di bawah umur 3 tahun, biasanya di atas 1 tahun, sebab bayi yang sedang belajar merangkak dan anak sapihan wajar bila suka

b. c. d. e. f. g. h. i.

memasukkan benda-benda yang dipegangnya ke dalam mulutnya. Penderita defisiensi gizi Penderita retardasi mental (Hasan dan Alatas, 1985). Ibu hamil Orang yang dietnya rendah mineral Orang yang memiliki gangguan kejiwaan seperti histeria Orang dengan cacat perkembangan atau gangguan serupa Orang-orang yang keluarga atau etnisnya memakan zat non-makanan Orang yang diet, menjadi lapar, dan mencoba untuk meringankan kelaparan dan ngidam dengan zat rendah kalori (zat non-makanan) (HopeInterprises Inc).

2.3 DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding pica (American Psychiatric Association, 2000) a. b. c. d. e.

Retardasi Mental Pervasive Developmental Disorder Skizofrenia Autis Kleine-Levin syndrome

2.4 PENEGAKAN DIAGNOSIS Presentasi klinis pica sangat bervariasi dan berhubungan dengan sifat spesifik dari kondisi medis yang dihasilkan dan zat tertelan. Pada keracunan atau paparan agen infeksi, gejala dilaporkan sangat bervariasi dan berhubungan dengan jenis toksin atau agen infeksi tertelan. Gejala pada saluran Gastrointestinal (GI) seperti sembelit, sakit perut kronis atau akut yang mungkin menyebar atau terfokus, mual dan muntah, distensi perut, dan kehilangan nafsu makan.

5

Pasien mungkin menyembunyikan informasi mengenai perilaku pica dan menyangkal adanya pica ketika ditanya. Kerahasiaan ini sering mengganggu diagnosis yang akurat dan pengobatan yang efektif. Kisaran luas komplikasi yang timbul dari berbagai bentuk pica dan keterlambatan diagnosis yang akurat dapat menyebabkan gejala ringan sampai mengancam nyawa. Pemeriksaan fisik Temuan fisik yang terkait dengan pica sangat bervariasi dan berhubungan langsung dengan bahan yang tertelan dan konsekuensi medis selanjutnya. Temuan ini seperti berikut: a. Tanda keracunan b. Tanda infeksi atau infestasi dari parasit c. Manifestasi pada Gastrointestinal (GI) d. Manifestasi pada gigi Toksisitas CiasCna adalah keracunan yang paling umum yang terkait dengan pica. Tanda fisiknya tidak spesifik dan CiasCn tak terlihat, dan kebanyakan anak dengan keracunan timah tidak menunjukkan gejala. Manifestasi fisik dari keracunan CiasCna dapat seperti gejala neurologis (misalnya, mudah tersinggung, lesu, ataksia, inkoordinasi, sakit kepala, kelumpuhan saraf CiasCna, papilledema , ensefalopati, kejang, koma, atau kematian) dan gejala pada saluran GI (misalnya, sembelit, sakit perut, kolik , muntah, anoreksia, atau diare). Toxocariasis (termasuk larva migrans visceral dan ocular larva migrans) dan ascariasis merupakan infeksi parasit paling sering yang terkait dengan pica. Gejala Toxocariasis beragam dan tampaknya terkait dengan jumlah larva yang tertelan dan organ mana tempat larva bermigrasi. Temuan fisik yang terkait dengan migrans larva visceral

adalah

demam,

hepatomegali,

malaise,

batuk,

miokarditis ,

dan

encephalitis. Ocular larva migrans dapat menyebabkan lesi retina dan kehilangan penglihatan. Manifestasi pada saluran cerna berupa kelainan mekanik usus, sembelit, ulserasi, perforasi, dan pengahalang usus yang disebabkan oleh pembentukan bezoar dan konsumsi bahan yang dicerna ke dalam saluran pencernaan. Kelainan gigi dapat terlihat pada pemeriksaan fisik, termasuk abrasi gigi yang parah, abfraksi, dan kehilangan permukaan gigi. 2.5 Tatalaksana Farmakologis 6

1. Terapi lama Menurut ADAManual Clinical Dietetics tahun 2000, Pica didefinisikan sebagai kelainan psikobehavioral yang melibatkan keinginan-keinginan (ngidam) yang abnormal untuk memakan sesuatu yang sebenarnya bukan merupakan makanan yang lazim dikonsumsi seperti tanah, kapur, dan sebagainya. Pica menjadi sebuah perhatian karena substansi-substansi yang bukan merupakan makanan itu dikhawatirkan dapat menggantikan nutrisi-nutrisi dari makanan yang sesungguhnya dan hal ini Cias menjadi berbahaya. Menurut Andrews, 1998 sebenarnya tidak ada suatu panduan yang spesifik mengenai rencana terapi pada pica, tetapi pendekatan personal dan pemberian edukasi serta saran-saran yang baik mengenai nutrisi yang seimbang pada pasien pica menjadi suatu hal penting untuk upaya mengurangi keinginan-keinginan mengkonsumsi benda-benda yang aneh sehingga dapat tercipta keseimbangan nutrisi dalam tubuh. Rose, 2000 menyatakan bahwa penatalaksanaan pasien pica dengan cara yang sama belum tentu mendapatkan hasil yang sama, kesadaran dari praktisi kesehatan adalah hal yang paling penting dalam manajemen pasien pica (Cunningham dan Marcason, 2001). 2. Terapi Baru a. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (Farmakologis) Terapi baru yang kemungkinan Cias digunakan

dan

telah

direkomendasikan karena hasil yang memuaskan saat diuji coba pada pasien pica adalah terapi farmakologis dengan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRi) dan neuroleptic atipikal lain. Terapi baru ini bekerja dengan memblok reuptake atau reabsorpsi serotonin oleh sel-sel saraf di otak. Beberapa jenis SSRi ini antara lain adalah fluvoxamin, zimelidin, paroxetin, fluoxetin, dan citalopram (Morrow, 2010). b. Bupropion (Farmakologis) Bupropion merupakan golongan obat dari aminoketone norepinephrine and dopamine reuptake inhibitor yang terbukti Cias digunakan sebagai terapi pada gangguan pica yang persisten, kronik, dan mengalami ketergantungan nikotin yang parah (Ginsberg, 2006). Intervensi perilaku pada pasien pica dengan tujuan untuk mengalihkan perhatian, seperti menyusun ulang llingkungannya, konseling, dan terapi-terapi perilaku yang lain tidak berhasil, maka terapi farmakologis merupakan opsi selanjutnya seperti bupropion (Ginsberg, 2006). 7

Pada juli 2003, bupropion dikeluarkan dengan regimen 100 mg dua kali sehari ditambah dengan lamotrigin 200 mg tiga kali sehari, gabapentin 600 mg tiga kali sehari, topiramat 200 mg tiga kali sehari, zonisamide 300 mg, loratadin 10 mg/hari, naltrexon 50 mg/hari, propanolol 60 mg dua kali sehari, paroxetin 40 mg/hari, risperidone 3 mg dua kali sehari, multivitamin setiap hari, dan vitamin E 800 IU dua kali sehari. Pada penelitian yang telah dikakukan, pemberian bupropion selama 12 bulan, pasien mengalami penurunan episode pica menjadi 6.25 kali setiap bulan, dan penurunan CiasCn 0.9 kali episode per bulan dalam 11 bulan pemakaian obat (Ginsberg, 2006). c. Response Effort (Pendekatan perilaku) Response effort merupakan salah satu terapi pada pica dengan pendekatan metode perilaku. Pada terapi ini, yang dinilai adalah usaha pasien untuk berusaha memakan sesuatu yang menjadi objek pica dan CiasCnative lain yang bukan objek pica. Pada penelitian yang dilakukan oleh Piazza et al (2002), penelitian ini menggunakan tiga orang yang mengalami gangguan kejiwaan dan CiasCn ke klinik Neurobehavioral di Kennedy Krieger Institute. Pasien pertama memiliki riwayat memakan kunci mobil, batu, tongkat penunjuk, kotoran, sarung tangan, dan baterai. Pasien kedua memiliki riwayat memakan batu, tongkat penunjuk, plastic, dan kotoran. Pasien ketiga memiliki riwayat memakan batu, tongkat penunjuk, kotoran, pakaian, sabun, dan feces (Piazza, 2002). Penelitian dilakukan di ruang tertutup yang terbuat dari bahan yang aman jika dimakan, lalu disimpan benda objek yang biasa dimakan (seperti kunci mobil, kotoran, dll) dan benda lain yang menjadi CiasCnative), dari kedua benda tersebut akan diletakkan sedemikian caranya sehingga pasien akan menggunakan low effort atau high effort untuk menjangkau benda-benda tersebut. Penelitian dilakukan dengan mengamati response effort pada pica dan benda CiasCnative. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada usaha untuk mendapatkan benda CiasCnative itu tinggi (high effort) sedangkan usaha untuk mendapatkan objek pica mudah (low effort) maka pasien akan menjangkau objek pica dan memakannya. Sehingga, jika kita menurunkan usaha untuk menjangkau benda CiasCnative akan menurunkan frekuensi kejadian pica. Pada keadaan objek pica mudah dijangkau (low effort) misalnya 8

benda-benda yang didapat bebas ketika sedang bermain; dan benda CiasCnative disimpan susah untuk dijangkau (misalnya di saku seseorang di sekitar anak) maka akan menurunkan kejadian pica. Sehingga kesimpulannya, para orang tua atau yang merawat pasien pica harus Cias menyimpan benda-benda yang berbahaya untuk dimakan di tempat-tempat yang aman, dan meletakkan bendabenda pengalih perhatian (benda CiasCnative) di tempat-tempat yang menarik untuk pasien sehingga Cias mengurangi frekuensi pica pada pasien (Piazza, 2002). d. Response Blocking Response Blocking merupakan usaha yang dilakukan oleh individu yang merawat atau menjaga pasien pica agar tidak mengambil benda (bukan makanan) untuk dimakan. McCord dan Grosser (2005) melakukan penelitian tentang response blocking pada pasien pica yang dilakukan selama 10 menit selama 3 sampai dengan 5 hari setiap minggu. Pada penelitian ini, pasien ditempatkan di ruangan tertutup yang di dalamnya terdapat kertas segi empat yang dilekatkan ke lantai dan di atas kertas tersebut disimpan benda-benda (bukan makanan) yang Cias dimakan oleh pasien pica. Lalu ada seorang terapis yang ada di ujung ruangan berjarak 3.1 m dari benda yang ada di atas lantai. Pada percobaan pertama, terapis tidak bereaksi apa-apa (tidak mencegah/memblock) pasien saat akan mengambil benda di atas kertas. Percobaan kedua, terapis mencegah ketika benda sudah berjarak 0.3 m dari mulut pasien, pada percobaan ketiga, terapis mencegah pasien mengambil benda di atas kertas (McCord dan Grosser, 2005). Pada penelitian ini menunjukan bahwa jika pasien tidak dicegah maka pasien akan dengan leluasa memakan benda-benda bukan makanan tersebut, walaupun dicegah, tetapi

jika dicegah saat makanan sudah diambil maka

efeknya tidak efektif, pasien tetap tidak mau menjatuhkan makanan tersebut. Hasil dari pencegahan ini akan efektif jika perawat atau seseorang yang menjaga pasien mencegah pasien mengambil benda-benda berbahaya untuk dimakan. Sehingga, kesimpulannya adalah pencegahan tidak efektif jika dilakukan setelah pasien mengambil benda untuk dimakan, tetapi harus dilakukan usaha untuk mencegah pasien menjangkau benda-benda berbahaya untuk dimakan tersebut (McCord dan Grosser, 2005). 2.6 KOMPLIKASI 9

Komplikasi pica (Ravinder, 2005) a. b. c. d. e. f. g. h.

Infeksi Obstruksi usus Menyebabkan keracunan Malnutrisi Diare Anemia Konstipasi Kecacingan

2.7 PROGNOSIS Keberhasilan dalam pengobatan bervariasi, sebagian besar kasus pica berlasung beberapa bulan dan akan sembuh dengan sendirinya, tapi ada beberapa kasus yang Cias berlanjut

kemasa remaja dan dewasa

terutama ketika terjadi bersamaan dengan

gangguan perkembangan.

10

BAB 3 KESIMPULAN 1.

Pica ialah nafsu makan yang aneh, yaitu penderita menunjukkan nafsu makan terhadap berbagai atau salah satu obyek yang bukan tergolong makan, misalnya tanah, pasir, rumput, bulu, selimut wol, pecahan kaca, kotoran hewan, cat kering, dinding tembok, dan sebagainya.

2.

Gejala pada saluran Gastrointestinal (GI) seperti sembelit, sakit perut kronis atau akut yang mungkin menyebar atau terfokus, mual dan muntah, distensi perut, dan

kehilangan nafsu makan. 3. Terapi yang dapat diberikan diantaranya dengan farmakologis yaitu Selective Serotonin Reuptake Inhibitors dan Bupropion, serta non farmakologis dengan respons effort dan respons blocking. 1.

11

DAFTAR PUSTAKA 1.

American Psychiatric Association. DSM-IV-TR: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Text Revision. American Psychiatric Press;2000:103-105.

2.

Barker, D. 2005. Tooth Wear As A Result Of Pica. Br Dent J. Vol. 199(5):271-3.

3.

Cunningham, Eleese dan Wendy Marcason. 2001. Question of the month: How do I help patients with pica?. Jurnal of the Academy of Nutrition and Dietettics. 101(3): 318

4.

Ginsberg, David L. 2006. Bupropion SR for Nicotine-Craving Pica in a Developmentally Disabled Adult: Primary Psychiatry. Vol 13(12):28-30

5.

Hagopian, L. P; Rooker, G. W; Rolider, N. U. Identifying Empirically Supported Treatments for Pica in Individuals with Intellectual Disabilities. Res Dev Disabil. Nov-Dec 2011;32(6):2114-20.

6.

Hassan, Rusepno., Alatas, Husein. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hope Interprises Inc. Pica. Available from URL: http://www.heionline.org/docs/training/pica.pdf

7.

Johnson, C.D., Shynett, B., Dosch, R., Paulson, R. 2007. An Unusual Case Of Tooth Loss, Abrasion, and Erosion Associated with A Culturally Accepted Habit. Gen Dent. Vol. 55(5):445-8.

8.

McCord, Brandon dan Jason W. Grosser. 2005. An Analysis Of Response-Blocking Parameters In The Prevention Of Pica: Journal Of Applied Behavior Analysis. Vol (38): 391-4

9.

Morrow, Alina. 2010. Condition & Disease: Eating & Weight Disorder. Online. Diunduh dari http://www.omnimedicalsearch.com/conditions-diseases/pica-disordertreatment-options.html. pada tanggal 3 mei 2012.

12

10.

Piazza, Cathleen., Henry S. Roanne., Kris M. Keeney et al. Varying Response Effort in The Treatment of Pica Maintained by Automatic Reinforcment: Journal Of Applied Behavior Analysis. Vol (35): 233-46

11.

Ravinder K. Gupta, Ritu Gupta. 2005. Clinical Profile of Pica in Childhood. Vol. 7 No. 2: From Adval Pediatric Clinic, Nai Basti, Jammu and The Department of Physiology, Government Medical College Jammu.

12.

Young, S. L. Pica in Pregnancy: New Ideas About an Old Condition. Annu Rev Nutr. Aug 21 2010;30:403-22.

13

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF